PENERAPAN PENGAJARAN BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK DI PONDOK MODERN BADII’USY SYAMSI PUCANGANOM KEBONSARI MADIUN
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam Strata 1 Jurusan Tarbiyah program studi Pendidikan Agama Islam pada STAIN Ponorogo
Oleh : Estika Apriani Sri Retnaningrum NIM : 243012028
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO JURUSAN TARBIYAH November 2006
PENERAPAN PENGAJARAN BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK
ABSTRAK
Apriani Sri Retnaningrum Estika, 2006, Penerapan Pengajaran Bidang studi Aqidah Akhlak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun, Skripsi Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam, STAIN Ponorogo, pembimbing Bpk. Drs. H. Rosyidin Yusuf. Bpk. Mukhlison Effendi M.Ag. Pendidikan memiliki peranan yang sangat besar dalam perubahan prilaku anak. Begitu juga seorang pembimbing atau pendidik sangat diperlukan dalam rangka mengantarkan anak untuk membentuk akhlak yang baik dan luhur . Salah satu usaha yang dilakukan dengan memberikan pendidikan akhlak. Supaya anak dapat memahami dan melakukan perubahan pada dirinya. Sehingga anak yang semula tidak mengerti atau bertingkah laku tidak baik akan menjadi baik. Skripsi membahas tentang penerapan pengajaran aqidah akhlak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun dengan permasalahan pendidikan akhlak kurang maksimal dan jauh dari harapan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penerapan pengajaran akhlak yang ada di Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode diskriptif analisis. Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif melalui observasi, interview dan dokumentasi. Bedasarkan penyajian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penerapan pengajaran akhlak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi adalah dengan membiasakan para santri mematuhi tata tertib yang ada, memberikan hukuman bagi yang melanggar, membiasakan para santri untuk shalat berjama’ah dan melatih para santri untuk mandiri. Dari sini penulis melihat sisi positif dan negatif tentang cara yang diterapkan dalam penerapan dan pembinaan akhlak santri. Segi negatifnya adalah pembimbing kadang kala masih melakukan kekerasan dalam membina para santri sehingga dapat menimbulkan efek yang tidak baik bagi santri. Dengan demikian penerapan pengajaran akhlak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi harus lebih ditingkatkan lagi dalam mengembangkan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler dengan cara menambah para pembimbing para santri dan menghilangkan sistem kekerasan dalam pengajaran.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... iii HALAMAN NOTA DINAS ......................................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................................
vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii ABSTRAK
.............................................................................................................viii
DAFTAR ISI .............................................................................................................x BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah.......................................................................
1
B. Rumusan masalah................................................................................
4
C. Tujuan penelitian ..................................................................................
4
D. Manfaat penelitian...............................................................................
4
E. Metode penelitian ................................................................................
5
1. Pendekatan penelitian .................................................................
5
2. Sampel .........................................................................................
6
3. Data dan sumber data ...................................................................
7
4. Teknik pengumpulan data ............................................................
8
F. Sistematika pembahasan .........................................................................
9
BAB II : KONSEP ISLAM TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK A. Masalah Pendidikan Akhlak ................................................................. 12 1. Pengertian pendidikan akhlak ......................................................... 12 2. Dasar dan tujuan pendidikan akhlak ............................................... 15 3. Pembagian akhlak ........................................................................... 19 4. Fungsi pendidikan akhlak ............................................................... 20 B. Masalah Kenakalan Anak ..................................................................... 21 1. Pengertian kenakalan anak.............................................................. 21 2. Faktor timbulnya kenakalan anak ................................................... 23 3. Usaha dan bimbingan untuk mencegah kenakalan anak................. 28 C. Pola pembinaan pendidikan akhlak anak .............................................. 31 1. Fase-fase pembinaan akhlak. .......................................................... 34 2. Materi-materi yang perlu diberikan pada anak ............................... 40 3. Tindakan preventif terhadap kenakalan anak.................................. 44 4. Penerapan pendidikan akhlak terhadap para anak .......................... 47 BAB III : PENERAPAN PEMBINAAN AKHLAK ANAK DI PONDOK MODERN BADII’USY SYAMSI MADIUN A. Situasi Umum Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun ............... 50 1. Latar belakang berdirinya Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun............................................................................ 50 2. Sejarah perkembangan Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun............................................................................ 51
3. Lokasi dan fasilitas Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun......................................................................................... 53 4. Keadaan guru dan santri Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun............................................................................ 55 B. Penerapan Pengajaran Akhlak Anak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun .................................................................. 58 1. Sistem pendidikan akhlak ............................................................ 59 2. Metode pendidikan akhlak ........................................................... 59 3. Materi pendidikan akhlak............................................................. 59 4. Fasilitas pendidikan akhlak .......................................................... 60 5. Pelaksanaan evaluasi pendidikan akhlak ..................................... 60 C. Pola Pembinaan dalam Menanggulangi Kenakalan Akhlak Anak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun ......................... 61 1. Metode penyampaian pelajaran akhlak ....................................... 61 2. Tanggapan para pembimbing dan sikap para santri terhadap pembinaan pendidikan akhlak ...................................... 62 3. Usaha
yang
harus
ditempuh
Pondok
Modern
Badii’usy Syamsi Madiun dalam pembinaan akhlak santri ............................................................................................ 64
BAB IV : ANALISA TERHADAP PELAKSANAAN PEMBINAAN AKHLAK SANTRI DI PONDOK MODERN BADII’USY SYAMSI MADIUN A. Analisa penerapan pengajaran akhlak Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun ................................................................ 66 B. Analisa pola pembinaan dalam menanggulangi kenakalan akhlak santri pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun................ 68 BAB V : PENUTUP A.
Kesimpulan
................................................................................
72
B.
Saran-saran
................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pembangunan yang kita capai dan perkembangan teknologi abad keduapuluh satu ini menghendaki perubahan sosial yang menyangkut bidang kehidupan yang luas, bukan hanya tuntutan hidup ekonomi, politik saja, namun juga dalam bidang sosial budaya yang menyangkut bidang pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan pada hakekatnya adalah ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan fitrah manusia agar supaya tumbuh dan berkembang secara normal seperti titik tujuan yang diharapkan, sebagaimana tujuan suatu pendidikan yang termaktub dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi sebagai berikut : “Tujuan Pendidikan nasional adalah membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beretika, beradab dan berwawasan budaya bangsa Indonesia, memiliki nalar yang maju, cakap, cerdas, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab, berkemampuan komunikasi sosial tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif, demokratis dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia beriman” 1 Berdasarkan tujuan pendidikan Nasional di atas jelas bahwa agama merupakan salah satu aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, agama merupakan modal hidup bangsa, agama berperan sebagai penggerak dan
1
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia, Jakarta : Biro Hukum dan Organisasi Sekertaris Jendral Depdiknas, 2003 hlm. 21.
2
pengendali, pembimbing dan pendorong hidup bangsa kearah terciptanya kehidupan yang lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu agama perlu digali, dipahami, diyakini dan kemudian diamalkan oleh semua pemeluknya sehingga menjadi kepribadian di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam, mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan, tetapi hal ini tidak berarti kita tidak mementingkan yang lain. Disamping harus memperhatikan pendidikan akhlak juga harus memperhatikan pendidikan yang lain. Anak-anak membutuhkan kekuatan dalam jasmani, membutuhkan ilmu untuk memerankan akalnya dan anak-anak juga sangat membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, keamanan, cinta rasa serta kepribadian. Para ahli pendidikan islam telah sepakat bahwa maksud pendidikan dan pengajaran adalah: “Bukan memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan) membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur, maka pokok dan tujuan dari pendidikan islam ialah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa”. 2 Dari kajian ilmu pengetahuan bahwa untuk mempersiapkan kaderkader pembangunan bangsa yang tangguh dan berwibawa akan dibutuhkan manusia-manusia yang giat, trampil dan berakhlak mulia serta berpengetahuan luas. Karena dalam pembangunan manusia seutuhnya masalah yang mendasar 2
M Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, Surabaya: Usaha Nasional, 1970, hlm.1
3
adalah penyempurnaan akhlak mulia. Agar pembangunan berjalan lancar dan sampai pada tujuannya maka harus ditemukan solusinya. Karena setiap orang memerlukan akhlak yang mulia, menjadi manusia yang bertakwa, yang beriman dan beramal sholeh. Dalam kehidupan sehari-hari masalah kemerosotan akhlak adalah merupakan gejala yang umum yang bukan hanya terjadi di kota-kota besar di Indonesia, tetapi disetiap daerah terpencilpun sudah terjadi kemerosotan akhlak, memang masalah kemerosotan akhlak adalah merupakan masalah yang dipikirkan oleh masyarakat, berbagai seminar, symposium dan diskusi yang telah diadakan berkali-kali oleh berbagai fihak untuk menemukan caracara menanggulangi masalah kemerosotan akhlak tersebut. Memang masalah akhlak ini adalah masalah yang sangat penting untuk dikaji dan dicari jalan keluarnya dalam membimbing dan membina generasi penerus, untuk itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang penanaman akhlak yang ada di Pondok Modern Badii’usy syamsi Madiun, maka penulis mengambil judul skripsi “PENERAPAN PENGAJARAN BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK DI PONDOK MODERN BADII’USY SYAMSI PUCANGANOM KEBONSARI MADIUN”.
4
B. Rumusan Masalah 1.Bagaimana penerapan pembinaan pengajaran akhlak anak di Pondok Modern Modern Badii’usy syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun? 2.Bagaimana penerapan cara menanggulangi kenakalan anak di Pondok Modern Badii’usy syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun? C. Tujuan Penelitian 1.Untuk mengetahui bagaimana penerapan pengajaran akhlak yang sesuai dengan dasar-dasar pendidikan islam di Pondok Modern Modern Badii’usy syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun. 2.Untuk mengetahui bagaimana pola pembinaan akhlak dalam menanggulangi kenakalan akhlak para santri pondok Modern Badii’usy syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun. D. Manfaat penelitian Dengan adanya penelitian ini penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat: 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi khasanah ilmiah dalam bidang ilmu pendidikan khususnya pendidikan akhlak yang berasal dari pengalaman secara langsung dari penelitian dan kebenaran dilapangan. 2. Secara praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dan dapat dijadikan bahan pertimbangan khususnya para pendidik, pembimbing santriwan
5
dan santriwati pondok Modern Badii’usy syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun untuk lebih meningkatkan pendidikan akhlak bagi para santri. b.Bagi peneliti diharapkan akan dapat menambah dan mengembangkan wawasan dan cakrawala pandang pengalaman penulis tentang hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana mencapai keberhasilan dalam mendidik akhlak. E. Metode Penelitian 1.Pendekatan penelitian. Dalam penulisan skripsi ini, secara keseluruhan penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan
data-data
yang
bersifat
kualitatif.
Pendekatan
ini
berorientasi pada orientasi teoritis yang dibatasi pada pengertian, suatu pernyataan yang sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data yang diuji kembali secara empiris. Adapun secara terperinci penulis memakai metode penelitian sebagai berikut: a.Metode induksi, maksudnya adalah suatu cara berfikir yang bertitik tolak dari fakta-fakta atau kaidah-kaidah yang khusus dan dari peristiwaperistiwa tersebut ditarik suatu kesimpulan yang berlaku umum. 3 Yaitu mengemukakan dari fakta yang khusus untuk dapat dikumpulkan suatu 3
Miftahul Khoiri M. Ag, Diktat Metode Penelitian, Jilid I, Ponorogo: 2002, hlm. 21-22.
6
pengertian yang menyeluruh. Oleh karena itu metode ini bersifat sintesis. b.Metode deduksi, yaitu suatu cara untuk mengambil kesimpulan yang benar dari pengetahuan yang bersifat khusus. 4
Dan bertitik tolak dari
pengetahuan yang umum itu penulis menilai suatu
kejadian yang
bersifat khusus, sehingga dapat diperoleh pengertian yang jelas dan terperinci. c.Metode deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk mendeskripsikan segala hal yang berkaitan dengan pokok pembicaraan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai sifat-sifat serta hubungan dari dua fenomena yang dimiliki. 5 Dari sini kemudian diambil kesimpulan dari data-data tentang obyek permasalahan. 2. Sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sedangkan dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan teknik snowball sampling. Penulis memilih teknik ini dikarenakan dalam penelitian penulis menentukan sample yang mula-mula jumlahnya kecil menjadi jumlah yang banyak.
4
Neong Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif,Yogyakarta: Rake Sarasen, 2000, hlm. 68. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, 1997, hlm. 247-248.
5
7
3. Data dan sumber data. a. Data Data yang penulis butuhkan dalam penelitian ini adalah: 1.Data tentang prilaku santri pondok Modern Badii’usy syamsi dalam kesehariannya. 2.Data tentang penerapan pendidikan akhlak di pondok Modern Badii’usy syamsi. b. Sumber data. Sumber data primer adalah santri pondok Modern Badii’usy syamsi yang menjadi anggota sampel, sedangkan yang menjadi sumber data yang penulis gunakan dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu sumber data primer dan sumber data skunder. data skunder adalah para pendidik di pondok Modern Badii’usy syamsi Madiun. Disamping penulis menggunakan data primer dan skunder juga menggunakan data kepustakaan yang relevan dengan pembahasan skripsi ini, diantaranya adalah: a.Nur Uhbiati Dra.,H. Abu Ahmadi, Drs, Ilmu pendidikan Islam, 1995, Jakarta: Pustaka setia. b.Abidin Ibnu Rusn, Drs., Pemikiran Al ghazali tentang pendidikan, 1998, Yogyakarta: Pustaka pelajar. c.Al Ghazali, tt., Ayyuha Al Walad, Pen.Al Ustmaniyah, Kediri:1421H
8
d.Al Ghazali, tt, Ihya’Ulumuddin, Pen. Mashadul Husaini, tk., tp. e.Depag RI, 1989, Al qur’an dan Terjemahannya, Surabaya:Mahkota f. Al abrasyi Atiyah, 1990, Dasar-Dasar pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk keperluan mengumpulkan data, maka penulis menggunakan teknikteknik sebagai berikut: a.Teknik Observasi Observasi adalah tehnik pengumpulan data yang dilaksanakan secara sistematis dan sengaja dilakukan dengan menggunakan alat indera terhadap kejadian-kejadian yang langsung ditangkap
pada waktu
kejadian berlangsung. Sutrisno Hadi mengatakan “Observasi bisa sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomenafenomena yang diselidiki”. 6 b.Teknik Interview Interview adalah merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. 7 Dengan teknik ini peneliti dapat menanyakan langsung kepada yang berkompeten tentang hal-hal yang berhubungan dengan data yang dibutuhkan secara konkrit.
6 7
Dra. Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung: Alumni, 1983, hlm. 3 Ibid, hlm. 20
9
b.Teknik Dokumentasi Yang dimaksud dokumentasi di sini adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan dokumen, arsip yang inti dan berkaitan dengan tujuan penelitian. 8 Tehnik ini penulis gunakan dalam pengumpulan data yang berwujud dokumen, seperti jumlah santri, jumlah guru dan catatancatatan kegiatan pondok lainnya. F. Sistematika Pembahasan Untuk mendapatkan susunan yang sistematis dan mudah difahami oleh para pembaca, maka dalam penyusunan penulisan skripsi ini sengaja penulis membagi menjadi lima bab, antara bab satu dengan yang lain saling mengait, sehingga merupakan satu kebulatan yang tidak dapat dipisahkan. Yang dimaksud kebulatan disini adalah masing-masing bab dan sub bab masih mengarah kepada satu pembahasan yang sesuai dengan judul skripsi ini, dalam artian tidak mengalami penyimpangan dari apa yang dimaksud dalam masalah tersebut. Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan. Bab ini berfungsi sebagai gambaran umum untuk memberi pola pemikiran bagi keseluruhan skripsi, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II Konsep Islam Tentang Pengajaran Akhlak. Dalam bab ini sebagai pedoman untuk mengetengahkan kerangka acuan teori yang dipergunakan sebagai landasan melakukan penelitian tentang masalah pendidikan akhlak yang terdiri dari pengertian pendidikan akhlak, dasar tujuan 8
S Margono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Rineka Cipta, 1997, hlm. 57.
pendidikan
10
akhlak, macam-macam akhlak, masalah kenakalan akhlak santri yang terdiri dari pengertian kenakalan akhlak santri, faktor penyebab timbulnya kenakalan akhlak santri, dan usaha pembinaan dan bimbingan untuk mencegah kenakalan akhlak santri. Pola pembinaan pendidikan akhlak dalam menanggulangi kenakalan yang terdiri dari fase-fase pembinaan akhlak, materi yang perlu diberikan dalam rangka menanggulangi kenakalan akhlak santri dan tindakan preventif terhadap kenakalan akhlak santri. Bab III Penerapan Pembinaan
Akhlak Santri Di Pondok Modern
Badii’usy Syamsi Madiun. Pada bagian ini memuat tentang situasi umum pondok Modern Badii’usy syamsi yang meliputi: Latar belakang berdirinya pondok, sejarah perkembangan Pondok, lokasi dan fasilitas pondok, keadaan guru dan santri, data
tentang penerapan pendidikan akhlak,
dan pola
pembinaan kenakalan akhlak santri di Pondok Modern Badii’usy syamsi Madiun. Bab IV Analisa Terhadap Pelaksanaan Pembinaan Akhlak Santri Di Pondok
Modern
Badiiusy
Syamsi
Madiun.
Analisis
data
ini
menggambarkan data kualitatif yang berfungsi untuk menganalisis data yang relevan yang diperoleh dari penelitian. Pada bab ini akan disajikan data tentang analisis penerapan pengajaran akhlak dan analisis pola pembinaan dalam menaggulangi kenakalan akhlak santri di Pondok Modern Badii’usy syamsi Madiun. Bab V Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi yang penulis susun. Di dalamnya menguraikan tentang kesimpulan sebagai jawaban dari pokok permasalahan dan saran-saran yang terkait dengan hasil penelitian. Dan
11
sebagai pelengkap penulisan skripsi ini, penulis melampirkan daftar kepustakaan, daftar riwayat hidup dan lampiran-lampiran
12
BAB II KONSEP ISLAM TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK A. Pendidikan Akhlak 1.Pengertian pendidikan akhlak Sebelum penulis membahas pendidikan akhlak, terlebih dahulu membahas masalah pendidikan. Pendidikan menurut istilah ada beberapa pendapat antara lain: a). Amir Daien Indrakusuma, mengatakan: ”Pendidikan yaitu bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat dewasa”. 9 b). Ahmad D. Marimba, mengatakan: ”Pendidikan yaitu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani atau rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”. 10 c). Abu Ahmadi, mengatakan: ”Pendidikan ialah suatu usaha secara sadar, teratur dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang bertanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat yang sesuai dengan cita-cita pendidikan”. 11
9
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Malang: FIP. IKIP, 1974, hlm. 27. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Al Ma’arif, 1974, hlm. 20. 11 Abu Ahmadi, Filsafat Pendidikan, Semarang: Thoha Putra, tt. hlm. 216. 10
13
Dari pengertian ketiga tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pendidikan yaitu semua usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik menuju kedewasaan. Selanjutnya secara terminologi, mengenai pengertian akhlak banyak para ahli memberikan definisi antara lain sebagai berikut : a.Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin mengatakan :
!"#$ %&'( )*+ ,! -./'0, -1 )234 5( 6!%7( 89*0, ):;! <=1 -0,)>%? <3@ 5A<3.:; )0B&.C D%EFG, Artinya : “Akhlak ialah suatu bawaan sifat jiwa yang tertanam, dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan
yang
mudah,
dengan
tidak
memerlukan pertimbangan pemikiran lebih dahulu”. 12 b.Ahmad Amin dalam bukunya mengatakan : “Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak adalah kehendak yang dibiasakan, artinya bahwa kehendak itu apabila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak”. 13 c.Ibnu maskawih mengatakan bahwa :
):;! <=1 <3@ 5A %&0%E1H I0J %&0 )3(,K L/'90 D%? 89*0, “Perangai itu ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran”. 14
12
Al Ghazali, Ihya’ ulumuddin III, Mesir : Madinatul Maktabah, 1358 H/1939 M, hlm. 52. Ahmad Amin, Al Akhlak/Etika, Alih Bahasa: KH. Farid Ma’ruf, cet III, Jakarta: Bulan Bintang, 1983, hlm. 62. 14 Zahrudin AR, Hasanudin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 1. 13
14
Dari ketiga definisi diatas meskipun berbeda redaksinya, tetapi sebenarnya tidak berjauhan maksudnya bahkan saling menguatkan bahwa akhlak itu adalah kehendak jiwa manusia yang dibiasakan sehingga menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan lebih dahulu. Dari
pengertian-pengertian
yang diberikan
para
ahli
tentang
pendidikan dan akhlak diatas, maka disini penulis menyimpulkan, bahwa akhlak
ialah
usaha
manusia
untuk
membimbing,
membina,
dan
mengarahkan anak menuju dewasa untuk mampu berbuat menurut jalan yang lurus yang dilalui dalam hidupnya. Pengertian ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ahmad Amin sebagai berikut :
%MEC N&MEC O%'0,)9A%EA 533C; <.0,; <3*0, 5EA P%M: N9( QA%E0 Q37.0, 537:; N&0%R(H I1%A %4".S: T, IU7': IV0, ):%@ <.:; IU7'C%A Artinya : “Ilmu akhlak ialah ilmu yang menjelaskan arti baik da buru, menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang lurus yang harus diperbuat”. 15
15
Ahmad Amin, Al Akhlak, hlm. 68.
15
2. Dasar dan tujuan pendidikan akhlak a.Dasar Pendidikan Akhlak. Akhlak yang dimaksud di sini adalah akhlak menurut ajaran islam itu sendiri yaitu : 1). Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan dasar pendidikan akhlak yang mulia, bahkan seperempat dari isi kandungan Al-qur’an memuat akhlak secara toeritis dan praktis. Sehingga ketika Siti Aisyah ditanya tentang akhlak Rosulullah ia mengatakan “Adalah Akhlak Rosulullah itu Al-qur’an”. 16 Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an merupakan dasar yang utama dan pertama bagi pendidikan akhlak, sebagaimana tercantum pada surat Al-Ahzab ayat 21 :
WB30,; X,,B><: T%Y 5R0 )'.? 6B+H X, DB+! I1 N=0 T%Y "S0 (21 : ^,_?], 6!B+ )
.,<3ZY X,
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu tauladan yang baik bagimu (yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan ia banyak menyebut Allah”. 17 Dan tercantum pula dalam surat Al-Qolam ayat 4 : ( 4 : N9S0, 6!B+)
16 17
N3`( 89\ I9E0 aFJ;
Abu Ahmadi, Filsafat Pendidikan, hlm. 21. Departemen Agama RI., AlQur’an dan Terjemahannya, Jakarta: YPPA, 1979/1980, hlm. 666.
16
Artinya : “Dan sesungguhnya engkau mempunyai akhlak yang mulia”. 18 Dua ayat di atas menunjukkan bahwa sikap tutur kata dan tingkah laku Rasulullah merupakan contoh bagi pengikut-pengikutnya. Dengan demikian sekaligus merupakan dasar bagi pendidikan akhlak 2). Al-Hadits. Nabi sendiri adalah seorang pribadi yang sangat menjunjung tinggi akhlakul
karimah,
disamping
itu
Rasulullah
sendiri
benar-benar
menetrapkan akhlakul karimah sebagaimana yang digariskan oleh AlQur’an, sehingga banyak hadits yang datang dari beliau menyangkut masalah akhlakul karimah, sebagaimana hadits berikut :
X, I9e X, DB+! D%b : D%b c'( X, -d! 6<:<4 IC, 5( I1 a9A W%AJ i,;! ) fg\ ], W!%=A NR$] hZEC %RFJ N9+; c39( ( jk,BR0, Artinya : “Dari Abi Hurairah RA. Berkata, bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya aku diutus oleh Allah hanya untuk menyempurnakan akhlak”.(HR. Imam Malik didalam Muwatha’) 19
18
Ibid, hlm. 960. Abiul Rahman bin Ali bin Muhammad bin Umar Asyafi’i, Tamyisuth thayib minal Khabits, Baerut: Darul Kutubil Ilmiyah, 1981 M/1401 H., hlm. 43.
19
17
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda :
X, I9e X, DB+! D%b : D%b c'( X, -d! 6<:<4 IC, 5( NY!%3\ NY!%3\; %S9\ N&'.?H %F%R:l, 53'AmA D%RYH N9+; c39( ( opA
20
An Nawawi, Riyaadhush Shalihin, Bandung : Al Ma’arif, tt., hlm. 304.
18
“Manusia merasa bahwa di dalam jiwanya ada sesuatu kekuatan yang memperingatkan perbuatan buruk dan berusaha mencegah dari perbuatan itu, bila ia tetap dalam perbuatannya dan mulai berbuat maka ia terasa tidak senang waktu mengerjakan karena tidak tunduk kepada kekuatan itu. Sehingga bila ia telah menyelesaikan perbuatannya, mulailah kekuatan itu memarahinya atas perbuatan yang ia lakukan dan kemudian ia merasa menyesal atas perbuatan itu”. 21 Kekuatan memerintah dan melarang ini disebut suara hati nurani. Kekuatan itu mendahului perbuatan, mengiringi dan menyusulnya. Dia mendahului dengan memberi petunjuk akan perbuatan wajib dan menakutinya dari kemaksiatan. Dia mengiringinya dengan mendorong untuk menyempurnakan perbuatan yang baik dan menahan dari perbuatan yang buruk, dia menyusul dengan gembira dan senang waktu ditaati dan merasa sakit dan pedih waktu dilanggarnya. Suara hati ini seolah-olah timbul dari lubuk hati yang paling dalam, perintah supaya melakukan kewajiban dan memperingatkan agar jangan sampai menyesal menyalahinya, walaupun tidak mengharap-harap balasan atau takut siksaan yang akan datang menimpanya. Dengan demikian patutlah suara hati nurani muslim dijadikan dasar pembinaan akhlak mulia. b.Tujuan pendidikan akhlak. Tujuan pendidikan akhlak sebagaimana yang dikatakan oleh Barmawie Umary ada dua yaitu: 21
Ahmad Amin, Al Akhlak/Etika, Alih Bahasa: KH. Farid Ma’ruf, cet III, Jakarta: Bulan Bintang, 1983, hlm. 68.
19
1).Supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji, serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela. 2).Supaya hubungan kita dengan Allah SWT. dan dengan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis. 22 Berdasarkan dua tujuan tersebut maka dapat dikatakan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan akhlak itu adalah untuk memperbaiki budi pekerti secara lahir dan batin untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat. Disamping itu untuk menghindarkan seseorang dari sifat dan perbuatan tercela dalam pandangan islam. 3.Pembagian akhlak. Akhlak yang penulis uraikan disini adalah secara garis besar yaitu akhlakul mahmudah dan akhlakul madzmumah. Adapun arti dari akhlakul mahmudah adalah akhlak yang baik sedangkan arti dari akhlak madzmumah adalah akhlak yang jelek. Sedangkan yang dikehendaki dengan akhlak dalam pemakain sehari-hari adalah akhlak yang baik. Umpamanya dikatakan, orang itu berakhlak, artinya orang itu mempunyai akhlak yang baik, orang itu tidak berakhlak artinya orang itu tidak mempunyai akhlak yang baik, atau orang itu buruk akhlaknya. Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa dan masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik
22
Barmawie Umary, Materi Akhlak, Yogyakarta: Ramadlan, 1986, hlm. 2.
20
akan sejahteralah lahir batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk maka rusaklah lahir batinnya. Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melakukan kewajibankewajiban, memberikan hak yang harus diberikan kepada yang berhak. Dia melakukan kewajiban terhadap dirinya sendiri, yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhannya, yang menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk hidup lainnya, yang menjadi haknya, terhadap sesama manusia, yang menjadi hak manusia lainnya, dan terhadap segala hal yang ada secara harmonis. 4.Fungsi Pendidikan Akhlak. Fungsi pendidikan akhlak diantaranya adalah sebagai berikut : a. Dapat memahami ajaran Islam secara sederhana sehingga dapat digunakan sebagai pandangan hidup juga amal baik dalam hubungan dirinya dengan Allah maupun hubungan dirinya dengan masyarakat dan alam sekitarnya. b. Membentuk manusia berakhlak sesuai dengan ajaran agama islam. c. Menumbuhkan pribadi yang berakhlak mulia. Dari semua fungsi diatas merupakan penunjang dari tujuan final upaya pendidikan akhlak, yang kesemua ini menginginkan terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manusia lahir dan batin didunia ini dan nanti di akhirat di dalam naungan mardlatillah, sesuai dengan do’a yang menjadi tujuan manusia yang beriman kepada Allah SWT. :
21
6!B+)
!%'0, ^,p( %'b; )'.? 6<\]%o1; )'.?%3F"0%o1 %'$, %'C! ( 201 : 6<S70,
Artinya : “Wahai Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksaan api neraka”. 23 B. Masalah Kenakalan Anak. Masalah kenakalan anak bukanlah masalah yang baru untuk dipecahkan, sebab anak adalah merupakan suatu generasi penerus perjuangan bangsa, negara dan agama, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu sudah ada sejak berabad-abad yang lampau, maka perbedaan kenakalan anak pada setiap masa selalu berbeda versinya. Semua itu karena pengaruh lingkungan kebudayaan dan sikap mental masyarakat pada masa kini dan masa yang telah silam. Kalau demikian kenyataannya, maka perlu ditentukan definisi atau pengertian yang dapat membatasi kesimpangsiuran istilah yang dipakai oleh para ahli pada masalah ini sehingga perbedaan pendapat mengenai kenakalan anak ini tidak terlalu jauh. 1.Pengertian kenakalan anak. Dalam hal ini penulis akan memberikan beberapa definisi atau pengertian kenakalan anak dari beberapa literature yang ditulis oleh para ahli. Menurut B. Simanjuntak Mengungkapkan bahwa :
23
Depag RI., Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 49.
22
“Kenakalan anak berarti perbuatan dan tingkah laku penyimpangan terhadap norma hukum pidana atau pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak”. 24 Kemudian menurut Zakiah Daradjat, juga memberi pengertian kenakalan anak sebagai berikut : “Kenakalan anak-anak baik dipandang sebagai perbuatan tidak baik, perbuatan dosa maupun sebagai manifestasi dari rasa tidak puas, kegelisahan perbuatan-perbuatan yang mengganggu ketenangan dan kepentingan orang lain dan kadang-kadang diri sendiri”. 25 Kemudian Suryono Sukamto juga mengatakan sebagai berikut : “Kenakalan anak merupakan tingkah laku sosial yang menyimpang yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum, yang mana terutama timbul di kota-kota besar yang karena kemajuan-kemajuan komunikasi bersifat terbuka terhadap pengaruh unsur-unsur masyarakat dan kebudayaan asing”. 26 Disamping ketiga definisi diatas Bimo Walgito memberikan pengertian tentang kenakalan anak sebagai berikut : “Kenakalan anak dapat diartikan tiap-tiap perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak, tetapi kalau dilakukan oleh orang dewasa perbuatan itu dinamakan tindak kejahatan”. 27 Dengan
beberapa
pengertian
tentang
kenakalan
anak
yang
diungkapkan oleh beberapa ahli diatas, penulis dapat mengambil suatu pengertian bahwa kenakalan anak itu merupakan suatu tindak perbuatan yang 24
B. Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Anak, Bandung: Alumni, 1984, hlm.47. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1983, hlm.113. 26 Suryono Sukamto , Remaja dan Masalahnya, Yogyakarta: Kanisius, 1982, hlm. 22. 27 Bimo Walgito, Kenakalan Anak, Yogyakarta: Yaspen, 1982, hlm.2. 25
23
dilakukan oleh sebagian anak yang bertentangan dengan hukum, agama dan norma-norma masyarakat, sehingga berakibat merugikan dirinya sendiri. Namun apabila perbuatan itu dilakukan oleh orang dewasa, maka hal itu bukan merupakan perbuatan nakal lagi, melainkan merupakan suatu tindakan kriminalitas yang akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kesalahan yang diperbuat. Memang kalau diperhatikan secara seksama dari pendapat diatas, sebab anak melanggar hukum, agama dan norma-norma masyarakat karena kurangnya pembinaan dan bimbingan dari orang tua jika berada di rumah, guru jika berada disekolah dan ustadz atau ustadzah jika berada di dalam pondok pesantren. Untuk itu kepada para pembina dan pembimbing anakanak hendaklah membina dan membimbing putra putrinya dengan sungguhsungguh serta ikhlas agar kelak mereka benar-benar menjadi generasi penerus yang berkepribadian mantap dalam rangka menunjang masa depan yang cerah. Dan yang perlu diketahui dalam melakukan suatu perbuatan anak belum sepenuhnya berfikir secara panjang lebar untuk membedakan mana yang baik bagi dirinya sendiri maupun yang baik bagi orang lain. 2.Faktor penyebab timbulnya kenakalan anak. Sebab-sebab terjadinya kenakalan akhlak santri pada umumnya merupakan sebab yang sangat kompleks, karena diantara sebab yang satu dengan yang lain itu saling berkaitan. Namun pada umumnya sebab itu karena
24
terjadinya konflik psikologis pada diri santri dan adanya faktor-faktor pengaruh lingkungan santri itu berada. “Seorang anak tidak tiba-tiba menjadi nakal, melainkan ada faktor penyebabnya. Maka dalam hal ini kemungkinan disebabkan oleh tiga hal yaitu dari faktor keluarga, sekolah dan keadaan masyarakatnya atau lingkungannya”. 28 Untuk lebih jelasnya maka penulis akan mencoba menguraikan dari tiga hal timbulnya kenakalan anak tersebut, sehingga diharapkan nantinya dapat jelas tentang sebab kenakalan akhlak anak tersebut. a.Keadaan keluarga. Keluarga adalah merupakan tumpuan dari pembinaan serta pendidikan anak. Keluarga juga merupakan lingkungan yang pertama-tama dari anak dan dari keluarga pulalah anak menerima pembinaan, karena keluarga mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan anak. Oleh karena itu sesuai dengan pendapat Singgih D Gunarso, mengatakan sebagai berikut “Dalam bidang pendidikan keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarganya sendiri, keluarga merupakan produsen dan konsumen sekaligus harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan sehari-hari seperti sandang dan pangan”. 29 Oleh karena keluarga merupakan salah satu peran utama dalam membentuk pribadi anak, maka apabila terjadi suatu keretakan keluaraga akan menjadi salah satu faktor penyebab akan terjadinya kenakalan anak.
28 29
Ibid, hlm.10. Singgih Gunarso, Psikologi untuk Keluarga, Jakarta: Gunung Mulia, 1982, hlm.9.
25
Bahkan orang tua yang tidak memelihara anaknya dengan baik, sudah barang tentu anak akan menjadi nakal. Dengan keadaan keluarga yang tidak tentram, tidak lengkap serta orang tua dengan anak jarang bertemu, maka anak sebagai amanat Allah SWT. itu dalam kehidupannya sehari-hari kurang mendapatkan rasa kasih sayang serta bimbingan dari orang tua, maka anak akan bertindak dengan menurut kemauannya sendiri tanpa sepengetahuan orang tuanya. Padahal anak sangat memerlukan suatu pembinaan, bimbingan dengan disertai rasa kasih sayang dari orang tuanya. Keadaaan yang seperti ini sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak dalam situasi keluarga yang demikian. Sehingga keadaan ini mudah mendorong anak menjadi nakal dan akhirnya semua itu menjadikan anak frustasi, ini senada dengan perkataan seorang ahli ilmu jiwa yaitu Kartini Kartono yang mengatakan : “Bahwa frustasi ini dapat mengakibatkan berbagai bentuk tingkah laku, dia dapat melemparkan dan menghancurkan seseorang, merusak atau menyebabkan diserganisasi dari struktur kepribadiannya”. 30 Selanjutnya dia mengungkapkan konflik batin yang dialami oleh anak adalah sebagai berikut: “Semua sumber pangkal dari tindak asusila dan gangguan mental serta konflik-konflik batin pada diri anak adalah perbuatan orang tua yang buruk dan keliru, terutama sekali pribadi ibu yang melakukan tindak salah asuh, salah ucap, salah didik, salah tuntun dan lain-lain.
30
Kartini Kartono, Kesehatan Mental, Bandung: Alumni, 1984, hlm.41.
26
Sehingga ibu-ibu tersebut memprodusir anak-anak yang abnormal, asusila pathologis dan terganggu mentalnya”. 31 Karena kurang perhatian dari oaring tua inilah yang mengakibatkan anak mencari perhatian dari orang lain dengan melalui perbuatan-perbuatan yang bersifat negatif dalam rangka sebagai pemuasan atau kompensasi jiwanya yang dilanda kekalutan. b.Keadaan lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat pembinaan yang kedua setelah lingkungan keluarga. Sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memberikan suatu bimbingan kepada anak didiknya. Tapi sekolah bukan satu-satunya tempat untuk memberikan pembinaan dan bimbingan secara menyeluruh. Sekolah dapat pula menjadi sumber terjadinya konflik-konflik psikologis anak, sehingga memudahkan anak menjadi nakal. Hal-hal tersebut karena antara lain guru atau pembimbing tidak dapat memusatkan seluruh perhatiaannya kepada anak didik, sehingga anak membawa pengaruh bagaimana sikap guru pada anak didiknya. Guru yang sering tidak masuk atau guru yang sering tidak mengajar akan dapat memberikan akibat anak didiknya terlantar, tidak ada kontrol secara langsung sehingga dalam keadaan seperti ini dikatakan oleh B. Simanjuntak, sebagai berikut: “Kesempatan tidak adanya guru sering digunakan anak untuk menggabungkan diri dengan anak-anak lainnya yang tidak sekolah dan 31
Ibid., hlm.56.
27
hanya berkeluyuran di jalan-jalan tanpa suatu pekerjaan. Waktu yang kosong ini mengarahkan anak untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang jahat”. 32 Berdasarkan pendapat diatas maka untuk mengatasi akibat buruk yang akan timbul dan menyebabkan anak menjadi frustasi, diperlukan adanya keadaan sekolah yang memadai baik sarana dan prasarana maupun peralatan sekolah lainnya. Karena dengan adanya keadaan sekolah yang tidak memungkinkan itu anak akan mudah terdorong untuk berbuat melanggar tata tertib sekolah atau mengganggu ketentraman lingkungan sekolah. Sifat anak sebagaimana
disebutkan diatas oleh Zakiah Daradjat
ditegaskan : “Ia suka meniru dan melakukan apa yang terlihat”. 33 Berdasarkan pendapat ini maka peranan guru itu sangat penting dalam usaha membina, mendidik serta mengasuh anak-anak. Dan untuk mencapai tujuan dalam belajar hendaknya guru harus mempunyai pandangan yang benar mengenai peranan dan fungsi guru sebaik-baiknya, apalagi dalam mendidik anak-anak dalam pesantren harus betul-betul guru dapat digugu dan ditiru. c.Lingkungan masyarakat. Sejak lahir manusia memang mempunayai naluri untuk hidup berkumpul dengan orang lain, karena itu sudah sewajarnya kalau manusia itu akan mencari kawan, baik semasa ia masih kecil, kanak-kanak, remaja maupun sampai dewasa. 32 33
B. Simanjuntak, Latar belakang kenakalan Anak, hlm. 120. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, hlm. 99.
28
Adapun yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari pada anak adalah kawan-kawan mereka mencakup kawan sekolah, tetangga maupun orang lain yang sebaya dengan mereka. Hal itu memang baik karena pengalaman dan pergaulannya bertambah luas. Namun dalam kenyataan yang tidak dapat dipungkiri pengaruh negatif dan positif dari lingkungan masyarakat tersebut pasti ada. Untuk itu bekal yang kuat harus dipersiapkan oleh orang tua yaitu pembinaan dasar akhlak yang kuat terlebih dahulu bagi si anak agar mereka tidak terpengaruh sifat yang negatif. 3.Usaha pembinaan dan bimbingan untuk mencegah kenakalan anak. Kita mengetahui bahwa setiap manusia terhadap manusia lainnya mempunyai tugas yang mulia, yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Demikian pula orang tua, pendidik, pembina atau pembimbing juga mempunyai tugas serta kewajiban menetapkan jiwa agama dan budi pekerti yang luhur serta mulia. Kewajiban ini hendaknya dimulai semenjak mereka masih kecil hingga mereka menginjak dewasa. Kalau kewajiban tersebut tidak dimulai semenjak kecil maka akan berakibat anak itu menjadi tidak mengerti apa yang diperintahkan agama serta apa yang dilarangnaya. Akhirnya setelah menginjak masa remaja mereka akan cenderung berbuat yang melanggar norma-norma agama ataupun normanorma sosial. Kenakalan anak terjadi disebabkan mungkin kurangnya perhatian orang tua ketika di rumah, kurangnya bimbingan dan pembimbing ketika di
29
pondok pesantren, kurangnya pembimbing yang berkualitas, dan mungkin mengajarkan contoh yang tidak baik dalam mendidik anak tersebut misalkan membiasakan tindakan kekerasan seperti memukul, menendang dan mengucapkan kata-kata yang keras dan kasar. Bertitiktolak dari yang demikian ini maka peranan pembimbing dan pembina yang profesional dan santun sangat diperlukan untuk mengarahkan anak agar setiap derap langkahnya selalu diatas rel-rel agama. Membina dan membimbing anak-anak memang penting sekali sebab pembina dan pembimbing itu merupakan suatu pengarahan kepada manusia untuk menuju kepada suatu tindakan yang baik dan terpuji. HM. Arifin, dalam hal ini memberikan konsep syarat-syarat menjadi seorang pembimbing atau pembina bagi anak-anak atau santri bahwa seorang pembimbing itu harus memenuhi 14 syarat sebagai berikut: 1. Memiliki pribadi yang menarik serta rasa berdedikasi dalam tugasnya. 2. Meyakini tentang mungkinnya anak didik mampu untuk berkembang sebaik-baiknya bila disediakan kondisi dan kesempatan yang favourable untuk itu. 3. Memiliki rasa committed dengan nilai-nilai kemanusiaan. 4. Memiliki kemampuan untuk mengadakan komunikasi baik dengan anak bimbing maupun lainnya. 5. Bersikap
terbuka
artinya
tidak
memiliki
menyembunyikan suatu maksud yang tidak baik.
watak
yang
suka
30
6. Memiliki keuletan dalam lingkungan tugasnya
termasuk lingkungan
sekitarnya. 7. Memiliki rasa cinta terhadap orang lain dan suka kerja sama dengan orang lain. 8. Pribadinya disukai orang lain karena dapat diterima oleh masyarakat sekitar dengan kata lain pribadi simpatik. 9. Memiliki perasaan sensitive (peka) terhadap kepentingan anak bimbing. 10. Memiliki kecekatan berfikir, cerdas sehingga mampu memahami yang dikehendaki klien. 11. Memiliki kematangan jiwa (kedewasaan) dalam segala hal perbuatan lahir dan batin. 12. Memiliki sikap mental suka belajar dalam ilmu pengetahuan yang ada kaitannya dengan tugasnya. 13. Memiliki personality yang sehat dan bulat, tidak terpecah-pecah jiwa (frustasi). 14. Bilamana konteks tersebut bertugas di bidang pembinaan agama, maka dia harus memiliki pengetahuan agama, berakhlak mulia serta aktif menjalankan agamanya. 34 Berdasarkan hal di atas maka pembimbing dan pemuka agama yang memiliki persyaratan psikologis seperti yang diuraikan di atas perlu dipelihara dan dikembangkan, dengan demikian maka pembimbing dan Pembina agama 34
HM. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan, Jakarta; Bulan Bintang, 1979, hlm. 25.
31
khususnya
masalah
akhlak
persyaratan-persyaratan
tersebut
akan
mempengaruhi anak didik untuk menjadi manusia yang berbudi pekerti yang luhur sebagaimana yang diharapkan. Membimbing atau mandidik serta membina mengandung nilai yang lebih dalam untuk menyentuh hati nurani anak dari pada mengajar ilmu pengetahuan belaka. Dan dalam aspek inilah bimbingan dan penyuluhan agama harus lebih banyak mendapatkan tekanan. C. Pola Pembinaan Pendidikan Akhlak Anak. Manusia sekarang ini hidup dalam jaman kemajuan pada semua bidang. Peranan ilmu dan tehnologi telah mengangkat derajat kehidupan manusia ketingkat kesejahteraan lahir, pengaruhnya bergetar dalam denyut jantung kehidupan manusia, baik dari segi positif maupun segi negatifnya. Makin maju pembangunan makin terasa dibutuhkan pula kebutuhan rohani yaitu agama. Manusia butuh adanya kesejahteraan antara lahir dan batin, hal ini mendorong manusia untuk menampilkan bermacam-macam semboyan, seperti pembangunan spiritual dan material, pembangunan manusia seutuhnya dan sebagainya. Sepintas selalu hal ini seperti akan menimbulkan irama gerak yang harmonis antara spiritual dan material atau kebutuhan jasmani dan rohani. Tetapi pada kenyataanya dengan kemajuan dibidang material yang meliputi kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam bidang spiritual tidak ikut maju, tetapi justru ikut mundur. Kebutuhan dibidang kerohanian
32
terbelakang bila dibandingkan dengan kemajuan material, ini terasa sekali bagi kita kepincangan-kepincangan dalam kehidupan masyarakat. Dengan pesatnya kemajuan diberbagai bidang itu, cepat atau lambat akan dapat mempengaruhi jiwa serta mental manusia dan lebih khusus lagi adalah anak dan generasi mudanya, sedangkan yang dimaksud mental menurut Zakiah Daradjat adalah sebagai berikut : “Mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk fikiran, emosi, sikap dan perasaan dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak prilaku, cara menghendaki suatu hal yang menekankan perasaan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya”.35 Berdasarkan pendapat ini maka mental itu adalah sangat pelik, sehingga untuk menghadapi kemajuan zaman modern ini bagi generasi muda perlu mendapatkan perhatian khusus, karena mereka dihadapka kepada berbagai kontradiksi serta aneka ragam pengalaman moral, sehingga menyebabkan mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka. Berdasarkan hal yang demikian inilah peranan pendidikan akhlak sebagai inti daripada pendidikan agama yang seharusnya benar-benar dapat terpatri dalam jiwa anak, sebab dengan dasar akhlak yang mantap ini akan dapat menciptakan rasa aman dan tentram, apalagi kalau ditanamkan sejak kecil, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang cendekiawan sebagai berikut:
,B74[ N&bg\, h74[J N4 Tq1 h3SC %A fg\], W%A], %RF,
35
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1982, hlm.15.
33
Artinya : “Suatu bangsa itu tetap hidup selama akhlaknya tetap baik, bila akhlak mereka sudah rusak, maka sirnalah bangsa itu”. 36 Menurut pendapat cendekiawan ini maka pendidikan akhlak dalam Islam ialah untuk membentuk manusia-manusia yang bermoral baik, keras kamauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari pendidikan islam adalah pendidikan akhlak, para ahli pendidikan islam sependapat bahwa tujuan terakhir dari pendidikan islam ialah tujuan moralitas dalam arti kata yang sebenarnya. Hal ini tidak berarti mengurangi perhatian pada pendidikan jasmani atau pendidikan akal, tetapi memperhatikan pendidikan moral ini seperti juga pendidikan jasmani, akal dan lain-lainnya. Seorang anak kecil membutuhkan kekuatan fisik, akal yang kuat, akhlak yang tinggi sehingga ia dapat mengurus diri nya, berfikir sendiri mencari hakekat, berkata benar, membela kebenaran, jujur dalam perbuatannya dan berpegang teguh pada keutamaan serta terhindar dari yang tercela. Pada akhirnya segala perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat. Dengan hal yang demikian ini maka pendidikan akhlaklah salah satu jalan untuk menanggulangi kenakalan akhlak anak dengan tidak hanyut dalam pengaruh kebudayaan asing sehingga bila sudah mantap akhlak nya 36
Moh. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990, hlm. 104.
34
maka sulit hanyut dalam berbagai pengaruh. Karena begitu pentingnya akhlak maka perlu adanya pembinaan yang dimulai sedini mungkin. Dan pembinaan tersebut dilaksanakan secara fase demi fase, antara lain : 1.Fase-fase pembinaan akhlak. Berpijak dari penjelasan di atas maka sangatlah penting jika ada suatu pola pembinaan akhlak yang tepat guna terhadap anak. Karena secara keseluruhan anak dari lahir hingga sampai usia 21 tahun, mengalami tiga fase perkembangan sebagaimana yang dikatakan oleh seorang ahli sebagai berikut : “0 – 7 tahun di sebut sebagai anak masa bermain. 7 – 14 tahun masa anak-anak, masa belajar atau masa sekolah. 14 –21 tahun masa remaja (pubertas), masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa”. 37 Untuk lebih jelasnya penulis uraikan fase-fase perkembangan di atas sebagai berikut : a). Pembinaan akhlak masa anak umur 0 – 7 tahun. Penanaman akhlak sesuai dengan ajaran al qur’an adalah merupakan fundamental mutlak yang harus diperoleh di tempat pertama. Sebagaimana yang telah disebutkan Allah dalam firmannya surat Luqman ayat 14 :
I1 c0%#1; 54; I9( %'4; cAH cV9R? c:"0,BC T%.Fl,%'3e;; ( 14 : T%RS0 6!B+ ) <3#R0, -0, a:"0,B0; I0<=r, T, 53A%( Artinya : “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua ibu bapaknya, ibunya telah mengandung dalam keadaan 37
Kartini Kartono, Psikologi Anak, hlm. 38.
35
lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu, hanya kepadaKulah kembalimu”. (Q.S. Luqman : 14). 38
Ayat ini memberi pengertian kepada kita bahwa peranan orang tua terhadap anaknya adalah sangat penting dalam rangka menanamkan akhlakul karimah ke dalam jiwa anak tersebut. Maka dari itu anak diperintahkan oleh Allah untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya, maksud berbuat baik disini adalah mentaati kedua orang tuanya, dan menegakkan hak-hak keduanya. Didalam Al-Qur’an sering dijumpai antara taat kepada Allah dan berbuat baik kepada kedua orang tua, seperti firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 23 : ( 23: H<+l, 6!B+)
%F%.?J 5:"0,B0%C; i%:H GJ ;"7E$ G, aC! IMb;
Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”. 39 Firman Allah tersebut menegaskan kepada semua manusia yang beriman, wajib berbuat baik dan bertingkah laku sopan terhadap kedua orang tua. Dan begitu pula sebaliknya sebagai orang tua wajib menetapkan agama anak-anaknya serta memperbaiki akhlak mereka kepada akhlak terpuji dan mulia. Dalam hal ini seorang ahli mengatakan sebagai berikut :
38 39
Departemen Agama RI.,Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 654. Ibid., hlm. 427.
36
“Pembentukan akhlak yang utama ialah diwaktu kecil, maka apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu (yang tidak baik) dan kemudian telah menjadi kebiasaannya, maka akan sukarlah meluruskannya”. 40 Maksud dari pendapat di atas adalah bahwa pendidikan akhlak atau budi pekerti yang baik, wajib dimulai dari rumah dalam keluarga sejak kecil. Oleh karena itu anak-anak jangan sampai dibiasakan tanpa pendidikan yang baik, bimbingan yang baik serta selalu diberi petunjuk yang baik. Apabila anak terlanjur melakukan kebiasaan yang tidak baik maka akan sukarlah mengembalikannya dan memaksa meninggalkan kebiasaan tersebut. Pendek kata pemeliharaan lebih baik dari pada perawatan. Pembinaan akhlak dalam keluarga sebelum anak masuk sekolah terjadi secara tidak formal. Pembinaan pada masa umur ini melalui semua pengalaman umur anak, baik melalui ucapan yang didengarkan, tindakan, perbuatan dan sikap yang dirasakannnya. Oleh karena itu keadaan orang tua dalam kehidupan anak sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan tingkah laku anak didik. Karena pada tahun-tahun pertama ini anak belum mampu berfikir serta perbendaharaan kata yang ia sukai masih terbatas, mereka belum mampu memahami kata-kata yang abstrak. Maka cara yang tepat dalam membina akhlak anak sebaiknya yang sederhana saja.
40
Moh. Athiyah Al abrasyi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, hlm. 106.
37
b). Pembinaan akhlak anak pada usia 7 – 14 tahun. Perlu dimengerti bagi orang tua atau pendidik, bahwa pada masa usia ini mereka sudah sering menggunakan akalnya, oleh karena itu pada masa ini anak harus sudah dimasukkan ke dalam pendidikan sekolah dasar atau sekolah tingkat pertama. Disamping itu anak sudah mulai kritis terhadap apa saja yang dinasehatkan orang tua maupun guru sewaktu disekolah. Mereka mulai mempunyai sikap yang matang terhadap agama. Meraka lebih ingin mengetahui tentang Tuhan serta banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hal tersebut. Mereka terasa terganggu perasaannya bilamana Tuhan diberitakan kepadanya berada disekelilingnya tetapi tidak tampak oleh panca indera. Dengan keadaan anak yang demikian inilah maka tepat sekali kalau Kartini Kartono mengatakan : “Pada periode ini anak mempunyai obyektifitas tertinggi, masa menyelidiki, mencoba dan bereksperimen yang distimuli oleh dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang benar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih menjelajah serta bereksplorasi”. 41 Dengan keterangan di atas maka dapat diberikan pengertian bagi orang tua maupun pendidik bahwa pada masa usia 7 – 14 tahun itu anak mulai kritis serta tanggap terhadap apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Sehubungan dengan hal ini maka para pendidik dan orang tua hendaknya berhati-hati dan waspada terhadap anak-anaknya. Jangan sekali-kali 41
Kartini Kartono, Psyichologi Anak, hlm. 38.
38
melengahkan dan bersikap masa bodoh terhadap pembinaan tingkah laku putra-putri kita. Kita harus ingat akan sabda Rasulullah SAW. jika anak kita sudah mencapai umur 7 tahun.
DB+! D%b :D%b X, Id! i"> 5( c3CH 5( s3Er 5C,
%MR0, I1 N&'3C Bb<1 ;
42
An Nawawi, Riyadhus Shalihin, hlm. 159.
39
diperlukan oleh anak-anak pada masa-masa ini. Ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Zakiah Daradjat, sebagai berikut : “Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa, dimana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap cara berfikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang”. 43 Pendapat ini menerangkan bahwa masalah remaja adalah masa peral ihan dari masa kanak-kanak menuju kemasa remaja terus kemasa dewasa dan pola berfikirnya belum matang, sehingga kadang-kadang masih menuruti emosinya, maka sudah barang tentu selalu timbul problemaproblema. Untuk itu dalam pembinaan akhlak pada masa remaja ini harus benarbenar diintensifkan baik itu dilingkungan keluarga, sekolah maupun melalui perkumpulan organisasi remaja yang terdapat di masyarakat. 2. Materi yang perlu diberikan dalam menanggulangi kenakalan anak. Materi yang perlu disampaikan kepada anak agar mereka mau menerima dan mengikutinya, serta diharapkan agar ajaran islam benar benar dapat diketahui, dipahami, dihayati dan diamalkan, sehingga dia hidup dan berada dalam kehidupan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama islam. Maka yang perlu diberikan kepada anak materi tersebut adalah :
43
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, hlm. 101.
40
a). Keyakinan atau aqidah. Aqidah ini merupakan dasar bagi setiap muslim dalam memberikan arah bagi hidup dan kehidupan seorang muslim. Aqidah ini juga merupakan
tema bagi da’wah nabi Muhammad SAW. Ketika
beliau melakukan da’wah di Makkah. Hal ini dapat dilihat di dalam kandungan ayat-ayat makkiyah, aqidah ini meliputi keimanan kepada Allah SWT., para Malaikat, adanya hari kiamat, adanya qodlo’ dan qodar serta masalah-masalah yang berkaitan dengan pokok-pokok ajaran keimanan itu. Pokok-pokok keimanan yang menjadi ajaran aqidah Islamiyah ini pernah diterangkan oleh nabi SAW. Ketika beliau menjawab pertanyaan malaikat Jibril as. sebagai berikut :
X, DB+! D%b : D%b c'( X, Id! ^%w*0, 5C,
An Nawawi, Riyadhus Shalihin, hlm. 45.
41
Bagian pertama ialah ibadah, yaitu suatu sistem yang mengatur tentang hubungan manusia sebagai hamba dengan Tuhannya sebagai dzat yang wajib disembah. Ibadah ini meliputi tata cara shalat, zakat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya. Bagian kedua ialah hukum keluarga
yang meliputi hukum
perkawinan, nasab, waris, nafaqah dan masalah-masalah yang berada dalam lingkupnya. Bagian ketiga ialah hukum-hukum yang mengatur ekonomi yang meliputi hukum jual beli, gadai, perburuhan pertanian dan masalah-masalah yang berada dalam lingkupnya. Bagian keempat ialah hukum pidana yang meliputi hukum qishas, ta’zir dan masalah-masalah yang berada dalam lingkupnya. Bagian kelima ialah hukum-hukum ketatanegaraaan yang meliputi hukum perang, perdamaian, ghanimah, perjanjian dengan negara-negara lain dan masalah-masalah yang berada dalam lingkupnya. Hukum-hukum itu semua telah dipraktekkan oleh nabi Muhammad SAW. Ketika beliau membina masyarakat Islam di Madinah. c). Akhlak atau moral. Akhlak atau moral
merupakan pendidikan jiwa seseorang
untuk membersihkan dari sifat-sifat yang tercela dan dihiasi dengan
42
sifat-sifat yang terpuji, seperti rasa persaudaraan dan saling tolong menolong antara sesama manusia. Akhlak yang mulia ini merupakan buah dari iman dan amal perbuatannya. Pendidikan jiwa ini amat penting sebab jiwa ini merupakan sumber dari perilaku manusia. Kalau jiwa seseorang baik niscaya baik pula prilakunya tetapi kalau jiwa seseorang itu buruk maka akan buruk pula prilakunya. Sebagaimana hadist nabi Muhammad SAW. sebagai berikut :
X, DB+! D %b : D %b c'( X, Id!
Ibid, hlm. 291.
43
berbuah dan daunnya jatuh berguguran, bahkan batang pohonnya pun mulai goyah hendak roboh karena akarnya tidak kuat. Demikian halnya dengan sekedar iman
seseorang seseorang, bilamana iman
seseorang mulai menipis maka engganlah ia beribadah dan enggan pula mematuhi syariat Islam yang diundangkan oleh Allah, akhirnya ia bergelimang dalam perbuatan yang sesat dan jatuh kedalam lembah akhlak yang jelek. Dari uraian ini maka antara moral, keyakinan dan hukumhukum yang disyariatkan Allah itulah yang menjadi materi yang perlu disampaikan kepada anak-anak baik secara individu maupun secara kelompok. Sehingga mereka mengerti dan menerima Islam sebagai agamanya yang akhirnya bisa mengurangi bahkan menghentikan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Dengan kata lain bila mereka sudah mengerti ajaran-ajaran tersebut maka tidak lagi melanggar atau berbuat nakal. 3.Tindakan preventif terhadap kenakalan akhlak anak. Menanggulangi kenakalan anak tidak sama dengan mengobati suatu penyakit. Setiap penyakit sudah ada obatnya tertentu misalnya suntikan, tablet atau kapsul. Akan tetapi kenakalan anak tidak bisa diobati dengan berupa tablet, kapsul atau suntikan tertentu untuk menyembuhkannya. Misalnya obat untuk anak-anak yang suka menipu atau mencuri tidak mungkin diobati
dengan berupa suntikan tertentu. Hal ini disebabkan
44
karena demikian komplek sekali dan amat banyak ragam
jenis
penyebabnya. Mengingat hal tersebut diatas maka usaha menanggulangi kenakalan anak tidak bisa dilakukan secara sendiri melainkan harus dari semua fihak. Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka usaha menanggulangi kenakalan anak yang bersifat preventif adalah penting sekali. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan secara sistematis berencana dan terarah kepada tujuan untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. 46 Usaha preventif ini lebih besar manfaatnya dari pada usaha yang bersifat kuratif, karena jika kenakalan itu sudah meluas sangat sulit menaggulanginya. Dalam hal ini usaha preventif yang
dilakukan didalam pondok
terhadap kenakalan akhlak anak adalah sangat perlu, hal ini disebabkan pondok merupakan tempat pendidikan yang pertama dalam hal membina akhlak para santri agar menjadi santri yang shaleh dan shalihah beriman dan bertaqwa serta mau beramal shaleh. Didalam pondok ini santri dibina selama
dua puluh empat jam, jadi segala sikap santri mencerminkan
lingkungan dalam pondok. Usaha di pondok pesantren ini yang mempunyai peranan penting adalah pengasuh dan para pembimbing, karena para pembimbing ini berperan sebagai bapak rohani bagi seorang murid, dialah yang memberi santapan jiwa dan ilmu, pendidikan akhlak dan yang lainnya. Berkenaan 46
Sofyan S. Willis, Problematika Remaja dan Pemecahannya, Bandung: Angkasa, 1986, hlm.59.
45
dengan hal ini seorang ahli ilmu dalam bukunya telah menyimpulkan prilaku dari pembimbing atau guru sebagai berikut : “Guru itu mulai dari mengoreksi dirinya, oleh karena mata anak-anak mengarah kepadanya, apa yang dianggap baik oleh guru anak dianggap baik oleh murid begitu pula sebaliknya, dan hendaklah guru itu lebih banyak diam waktu duduknya, dalam pengajaran hendaknya guru disegani. Jangan banyak memukul dan menyiksa, jangan bersenda gurau di hadapan murid, dan hendaklah jangan bergunjing di hadapan anak-anak, menjauhkan anak dari dari berbuat bohong dan memfitnah, jangan terlalu banyak meminta ini dan itu dari wali murid. Semua adalah petunjuk-petunjuk yang berharga yang harus menjadi pegangan dalam dunia pendidikan”. 47 Selain itu semua perlu adanya proses belajar mengajar yang baik di dalam pondok, bila tidak maka akan timbul perilaku anak yang tidak wajar, untuk itu perlu usaha sebagai berikut : 1). Pembimbing hendaknya memahami aspek-aspek psikis santri dengan memiliki ilmu-ilmu tertentu seperti psikologi perkembangan, bimbingan dan penyuluhan, serta ilmu mengajar yang lain. Dengan ilmu tersebut maka teknik pemahaman individu santri akan lebih obyektif sehingga memudahkan pembimbing memberikan bantuan kepada murid-muridnya. 2).Mengintensifkan pelajaran agama dan mengajarkan tenaga pembimbing agama yang ahli dan berwibawa serta mampu bergaul secara harmonis dengan guru-guru umum lainnya. Hal ini perlu diperhatikan karena sebagian pembimbing agama ada yang merasa rendah diri jika ia mengajar, hal ini disebabkan berbagai hal, antara lain pendidikan yang kurang, pergaulan yang kurang luas, kurang memahami peranan agama bagi pembinaan manusia dan lain-lain. Jika hal ini tidak mendapat 47
M Athiyah Al Abrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, hlm. 141.
46
perhatian khusus maka akan sulit diharapkan pelajaran agama bersemi di dada santri-santri untuk membantu kearah perubahan tingkah laku yang positif. 3). Mengintensifkan bimbingan dan penyuluhan di pondok dengan jalan mengadakan tenaga ahli atau menatar para pembimbing untuk bagian ini. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai terjadi adanya guru pembimbing di pondok dianggap oleh santri sebagai polisi pondok yang kerjanya hanya mengawasi dan membuntuti segala kelakuan santri. Anggapan ini timbul karena kesalahan pengasuh sendiri. Kebanyakan pengasuh kurang mempunyai pengetahuan tentang hal ini. Hal ini terjadi mungkin karena sikap tertutup pengasuh terhadap pembimbing pondok sehingga tidak ada evaluasi dalam proses kinerja pondok dalam mendidik para santri. 4. Penerapan pendidikan akhlak terhadap anak. Pendidikan
pada
umumnya
berarti
daya
upaya
untuk
memajukan
bertumbuhnya budi pekerti, kekuatan batin, karakter, pikiran dan tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak. Pendidikan tidak cukup hanya dilakukan dalam waktu-waktu tertentu saja, karena sasarannya adalah pertumbuhan watak, sikap, tingkah laku bahkan pendewasaan seluruh aspek-aspek kepribadian anak. Demikian pula pendidikan akhlak tidak dapat dilakukan oleh pembimbing hanya menyampaikan materi saja tetapi juga di luar jam-jam belajar pondok. Adalah sangat menggembirakan bahwa makin maju peradaban dan tehnologi yang dihasilkan dari kemajuan berfikir manusia, islam makin tampak kebenarannya, sehingga makin banyak menarik manusia untuk melakukan penciptaan perlengakapan hidup setba tehnologis yang dari satu fihak memberi
47
kemanfaatan kepada kita namun dilain fihak menyebabkan dampak kerugian yang tiada terhitung jumlahnya. Seperti contoh dalam pembuatan persenjataan yang ultra modern menunjukkan kemampuan manusia yang semakin maju tetapi akibat dari pembuatan itu dunia seakan dibuat kiamat dengan efek yang timbul dari senjata tersebut. Sehingga fikiran manusia makin hari makin dibayangi berbagai kekacauan dan ketakutan, maka akhirnya tidak ada tempat kembali yang paling baik kecuali dengan memperbaiki moral atau akhlak manusia. Masa anak-anak adalah suatu masa kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Perkembangan menuju remaja memerlukan perhatian para pembimbing secara sungguh-sungguh. Diperlukan pendekatan psikologis, pedagogis dan pendekatan sosiologis terhadap perkembangan anak-anak. Pendekatan psikologis artinya usaha memahami perkembangan psikis remaja melalui penelitian yang seksama dengan mempergunakan metode deskriptif yaitu suatu metode yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang masalah anakanak. Pendekatan pedagogis artinya pendekatan yang bersifat edukatif yaitu suatu pendekatan yang mempunyai hubungan yang erat dengan tujuan pendidikan dan perkembangan. Perkembangan anak-anak menuju remaja tidaklah berjalan lancar, akan tetapi banyak mengalami rintangan. Besar kecilnya rintangan itu ditentukan oleh faktorfaktor yang mempengaruhi anak di lingkungan di mana anak itu hidup dan berkembang. Untuk itu anak membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang optimal, sehingga perkembangan anak nanti sesuai dengan yang diharapkan. Setelah diketahui beberapa pendekatan untuk membantu perkembangan anak, sekarang timbul pertanyaan kenapa di pondok terjadi kenakalan moral anak ?
48
banyak sekali faktor penyebab dari pertanyaan ini yang harus dicari jalan keluarnya. Kemungkinan yang paling menonjol adalah kurangnya sosial kontrol pengasuh pondok, tidak adanya evaluasi dalam proses belajar mengajar dalam pondok, kurangnya tenaga pembimbing santri dalam pondok, dan sistem militeris dalam pondok atau kekerasan yang dilakukan oleh para pembimbing terhadap para santri. Yang perlu dipecahkan sekarang adalah bagaimana cara menanggulangi kenakalan para santri ini, karena mereka akan menjadi penerus generasi yang akan datang. Beberapa cara dalam menanggulangi kenakalan santri diantaranya adalah pengontrolan yang terus menerus dari pengasuh pondok terhadap para pembimbing dan para santri, adanya evaluasi belajar mengajar minimal satu bulan sekali, penambahan tenaga pembimbing para santri dan yang terakhir adalah hilangkan sistem kekerasan mengajar terhadap santri.
49
BAB III PENERAPAN PEMBINAAN AKHLAK SANTRI DI PONDOK MODERN BADII’USY SYAMSI MADIUN A. Situasi Umum Pondok Modern Badii’usy syamsi Madiun. 1.Latar belakang berdirinya Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun. Pondok pesantren adalah tempat yang cocok untuk mengajarkan agama islam baik secara formal maupun nonformal. Adapun zaman dahulu pondok hanya di kenal sebagai tempat mendidik para santri secara nonformal, hanya mengajarkan ilmu agama semata. Tetapi sekarang kenyataannya pondok tidak lagi seperti itu, perubahan yang bisa kita lihat sekarang adalah banyak pondok yang mendirikan sekolah-sekolah formal baik sekolah itu ada dalam pondok maupun diluar pondok. Bahkan sekarang banyak bermunculan nama pondok modern yang mana dikatakan modern karena didalam pondok tersebut mengedepankan bahasa arab dan bahasa inggris
sehingga orang
menyebutnya modern. Demikian pula halnya yang dilakukan oleh bapak K. Mashuri, beliau sebelum merintis pondok Modern Badii’usy Syamsi pernah mendirikan Taman Pendidikan Alqur’an dirumahnya. Santri yang datang pada waktu itu adalah sekitar daerah itu khususnya Pucanganom Kebonsari Madiun, lamakelamaan santri yang datang adalah dari luar daerah Madiun yaitu Ponorogo. Hanya dengan keikhlasan dan mengharap ridlo Allah bapak K. Mashuri membimbing para santri dengan tekun dan telaten sehingga masyarakat pada
50
waktu itu mengakui akan keunggulan santri bimbingan bapak K. Mashuri, dengan keunggulan di bidang baca Al Qur’an. Mulai dari sinilah bapak K.Masyhuri mempunyai inisiatif untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan yaitu pondok pesantren, sehingga dengan hanya bermodalkan 11 santri yang rata-rata berumur 6-7 tahun pada tahun 1412 H. / 1992 M. maka didirikanlah sebuah pondok pesantren dengan nama “BADII’USY SYAMSI”. Hal-hal yang mendorong bapak K. Mashuri mendirikan sebuah lembaga pondok adalah sebagai berikut : a. Memenuhi panggilan suci dalam rangka untuk menyebar luaskan pendidikan agama islam dan menjunjung tinggi nilai-nilai islam demi mendapatkan ridlo Allah semata. b. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama islam terhadap putra putrinya. c. Ikut
serta
mensukseskan
program
pemerintah
dalam
rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. 48 2.Sejarah perkembangan Pondok Modern Badii’usy Syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun. Lembaga pendidikan pondok Modern Badii’usy Syamsi yang penulis jadikan sebagai obyek penelitian merupakan lembaga pendidikan yang belum 48
Wawancara dengan Bapak K. Mashuri, Pengasuh Pondok Modern Badii’usy Syamsi Pucanganom
Kebonsari Madiun tanggal 1 Oktober 2006.
51
lama. Hal ini terbukti dari tahun berdirinya yaitu tahun 1992 sampai sekarang 2006 hanya berumur kurang lebih 14 tahun, relatif muda sekali untuk ukuran sebuah lembaga pendidikan pesantren. Dan sampai sekarang ini yang masih menjabat sebagai pengasuh pondok atau pimpinan pondok adalah masih pendiri pertama yaitu bapak K. Mashuri. Pada awal berdirinya, pondok Badiiusy Syamsi ini mengalami hambatan-hambatan karena kekurangan sarana dan prasarana pendidikan. Namun dari tahun ke tahun kekurangan tersebut dapat disempurnakan baik kekurangan peralatan maupun kekurangan dana. Perkembangan demi perkembangan pondok Badii’usy syamsi ini sejak berdirinya sampai sekarang mengalami perkembangan yang signifikan, di antaranya adalah didirikannya lembaga pendidikan formal yaitu MI PLUS BADII’USY SYAMSI sejak tahun 1999, dan juga perkembangan santri dari 11 santri menjadi kurang lebih 121 santri. Sejalan dengan perkembangan dan penyediaan fasilitas yang dilakukan oleh pengasuh pondok, sampai saat ini belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa rehab, tetapi sudah dapat menempati gedung milik sendiri. Karena yang di pegang pengasuh adalah tangan diatas lebih baik dari pada tangan yang di bawah, untuk itu pondok tidak pernah minta dari fihak luar, kalaupun ada yang memberi pondok juga tidak menolak.
52
3.Lokasi dan fasilitas Pondok Modern Badii’usy Syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun. a.Lokasi. Pondok Modern Badii’usy Syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun adalah + 2 kilometer dari arah pasar Dolopo ke arah Barat, dengan transportasi yang biasa dipakai adalah Angkodes, ojek dan dokar. b.Fasilitas. Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun mempunyai luas areal tanah tahun 2006 ini adalah 7593 meter persegi, dengan perincian luas bangunan 1363 meter persegi, luas lapangan 2450 meter persegi dan luas kebun 3780 meter persegi.Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut : 49 Tabel : I Fasilitas Pondok Badii’usy Syamsi Madiun Tahun Pelajaran 2006/2007
49
No Fasilitas
Jumlah
Keterangan
1
Ruang Kelas
6 (6x6) M2
Baik
2
Ruang kepala Sekolah
1 (3x3) M2
Baik
3
Ruang Guru
1 (4x4) M2
Baik
4
Ruang tata usaha
1 (4x4) M2
Baik
5
Perpustakaan
1 (6x6) M2
Baik
6
Musholla
1 (8x8) M2
Baik
Dokumen tata usaha Pondok Badii’usy Syamsi Madiun, Dikutip tanggal 1 Oktober 2006.
53
7
Ruang Bp
1 (4x4) M2
Baik
8
UKS
1 (4x4) M2
Baik
9
Laboratorium
1 (6x6) M2
Baik
10
Asrama guru
6 (3x3) M2
Baik
11
Asrama Murid
6 (6x6) M2
Baik
12
WC guru
3 (2x2) M2
Baik
13
WC murid
3 (2x2) M2
Baik
14
Meja guru
8
Baik
15
Meja murid
72
Baik
16
Kursi guru
8
Baik
17
Kursi murid
72
Baik
18
Papan tulis
6
Baik
19
Meja pengajar
6
Baik
20
Lemari Pengajar
8
Baik
21
Mesin tik
1
Baik
22
Komputer
8
Baik
23
Printer
1
Baik
24
Kalkulator
4
Baik
25
Sound sistem
1
Baik
26
Perangkat tennis meja
1 set
Baik
27
Perangkat bulu tangkis
2 set
Baik
28
Bola sepak
3
Baik
29
Perangkat Volley
3
Baik
30
Perangkat Basket
3
Baik
31
Tenda Pramuka
2
Baik
32
Pralantas
2
Baik
54
4.Keadaan pembimbing dan santri Pondok Modern Badii’usy Syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun. a. Keadaan pembimbing atau guru. Pada saat diadakan penelitian ini jumlah pembimbing pondok Modern Badii’usy syamsi Madiun seluruhnya 10 orang dan seorang merangkap bagian administrasi. Bagi pembimbing dibagi menjadi dua yaitu pembimbing dari luar istilahnya tidak mukim dan pembimbing dari dalam atau yang mukim. Pembimbing yang berasal dari luar berjumlah lima orang sedangkan pembimbing yang dari dalam berjumlah lima orang. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini : 50 Tabel : II Data Pembimbing/Guru Pondok Badii’usy Syamsi Madiun Tahun 2006/2007
No
Nama
NIP
L/P
Ijazah dan tahun Guru Kelas/Bidang lulus
Studi
1
K. Mashuri
_
L
PGA/1977
Kepala Sekolah
2
Sundariyati
_
p
PGA/1985
Bendahara
3
Mahfuddin
_
L
MA/1996
Administrasi
4
Nurhadi
_
L
PGA/1989
Fiqih&Alqur’an
5
Lina Liyanti
_
P
MAN/2001
Iqra & Latin
6
Siti Mahiroh
_
P
S.1/2003
B.Arab & Inggris
7
Drs. Daroini
_
L
S.1/1991
Sej. Islam, Aqidah
8
Edi Susanto
_
L
S.1/2005
Guru Kelas II
50
Dokumen tata usaha Pondok Badii’usy Syamsi Madiun, Dikutip tanggal 1 Oktober 2006.
55
9
HendrikHerlina
_
P
S.1/2005
IPA, B. Indonesia
10
Dwi Susanti
_
P
S.1/2005
PPKN, Sosial
11
Widarto
_
L
D II/2003
Guru Kelas I
12
SitiSulistiyani
_
P
S.1/1998
Matematika
b.Keadaan santri. Jumlah santri pondok Modern Badiiusy Syamsi pucanganom Kebonsari Madiun saat diadakan penelitian ini secara keseluruhan berjumlah 121 santri, dengan rincian santri putra berjumlah 76 sedangkan santri putri berjumlah 45.Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut : 51
Tabel : III Data Santri Pondok Badii’usy Syamsi Madiun Tahun 2006/2007 No
Kelas
Santri laki-laki
Santri perempuan
Jumlah santri
1
I
18
11
29
2
II
10
9
19
3
III
19
10
29
4
IV
15
3
18
5
V
8
8
16
6
VI
6
4
10
76
45
121
Jumlah
51
Dokumen tata usaha Pondok Badii’usy Syamsi Madiun, Dikutip tanggal 1 Oktober 2006.
56
B. Penerapan Pengajaran Akhlak Santri di Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun. Berdasarkan jumlah pembimbing dan jumlah ruang yang ada, dan disesuaikan dengan jumlah santri yang ada maka proses belajar mengajar tidak bisa sesuai dengan harapan. Pelaksanaan pengajaran akhlak hanya dilakukan pada waktu pagi hari yaitu masuk dalam jadwal sekolah formal. Adapun di luar jam sekolah formal digunakan untuk kegiatan pondok, misalnya setelah shalat subuh jam 05.00-06.00 diadakan hafalan Al-qur’an, setelah shalat dzuhur mulai jam 13.00-14.30 tidur siang, setelah shalat ashar mulai jam 15.30-17.00 hafalan Al-qur’an, setelah shalat maghrib mulai jam 18.00-19.00 hafalan Al-qur’an dan setelah shalat isya’ mulai jam 20.00-21.00 belajar malam. Melihat demikian padatnya jadwal kegiatan pondok seakanakan pendidikan akhlak kurang perlu diperhatikan karena hanya dilaksanakan dalam jadwal sekolah pagi dan hanya diberikan tiap minggu sehingga waktu yang dibutuhkan 2 x 45 menit tiap minggu. Untuk itu kurang maksimal dalam pemberian materi akhlak sehingga perlu ditambah lagi karena santri semuanya mukim dalam pondok. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan akhlak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi ini dari hasil wawancara dengan Bapak Edi Susanto, tanggal 1 Oktober 2006 secara terperinci dapat dikemukakan sebagai berikut :
57
1. Sistem pendidikan Akhlak. Pendidikan akhlak di pondok Modern Badii’usy Syamsi ini dilaksanakan system klasikal, sedangkan pelaksanaan bidang studi ini dipercayakan kepada tiga orang guru, sedang dalam pelaksanaannya sesuai dengan kurikulum Departemen Agama sesuai dengan kurikulum Nasional. Untuk pembagian jam mengajar khusus kelas 1 dan 2 materi akhlak disampaikan oleh guru kelas masing-masing sedangkan untuk kelas 3 s/d kelas 6 disampaikan oleh seorang guru vak agama. 2. Metode pendidikan akhlak. Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar bidang studi akhlak di Pondok Modern Badii’usy syamsi Madiun adalah sebagai berikut : -Metode ceramah. -Metode tanya jawab. -Metode demonstrasi. -Metode pemberian tugas. Penggunaan
metode-metode
di
atas
disesuaikan
dengan
kepentingan, situasi dan kondisi serta materi pendidikan yang diberikan. 3. Materi pendidikan akhlak. Materi pendidikan akhlak di Pondok modern Badii’usy Syamsi yang disampaikan dalam kesehariannya adalah :
58
-Hubungan manusia dengan Allah. -Hubungan manusia dengan sesama manusia. -Hubungan manusia dengan makhluk yang lain dan alam sekitar seperti binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda yang lain. 4. Fasilitas pendidikan akhlak. Dalam pelaksanaan pendidikan akhlak juga dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan. Fasilitas yang ada di Pondok Modern Badii’usy Syamsi ini adalah bukubuku pegangan guru, selain itu juga dilengkapi dengan buku-buku referensial lain dan buku penunjang yang ada. Sedangkan untuk para santri penulis amati belum mempunyai buku pegangan dan hanya mengandalkan catatan dari guru. 5. Pelaksanaan evaluasi pendidikan akhlak. Untuk mengevaluasi pelaksanaan pendidikan termasuk pendidikan akhlak di Pondok Modern Badii’usy syamsi menggunakan dua bentuk evaluasi yaitu : a.Evaluasi formatif. Yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada setiap akhir satuan pelajaran atau evaluasi harian, evaluasi ini menggunakan subyektif tes dan obyektif tes. b.Evaluasi sumatif. Yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada tiap-tiap satu semester sekali secara keseluruhan dengan semua bidang studi dan satu tahun sekali
59
ujian akhir semester. Khusus dalam bidang studi akhlak disamping dari ujian diatas ditambah dengan tingkah laku santri dalam kesehariannya dan hasil tes disesuaikan dengan situasi santri yang bersangkutan. C. Pola Pembinaan Dalam Rangka Menanggulangi Kenakalan Akhlak Santri di Pondok Modern Badii’usy syamsi Madiun. 1.Metode penyampaian pelajaran akhlak. Dalam menyampaikan pelajaran akhlak di Pondok Modern Badii’usy syamsi Madiun tersebut menggunakan metode sebagai berikut : a. Metode ceramah. Dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah pembimbing dalam memberikan pelajaran pada anak didik menggunakan bahasa lesan untuk mempermudah penerimaan murid terhadap pelajaran yang diberikan. Dalam metode ini santri mendengarkan kemudian mengutip tentang apa yang telah diberikan kemudian menghafalkannya. b. Metode tanya jawab. “Metode tanya jawab ialah suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya sedangkan murid menjawab tentang bahan atau materi yang diperoleh”. Dalam metode ini dimaksudkan bahwa setelah guru memberikan pelajaran murid dipersilahkan bertanya bila mereka belum faham, atau guru yang bertanya kepada mereka dalam rangka untuk mengetahui sampai sejauh mana daya tangkap mereka dalam menerima pelajaran yang diberikan.
60
c. Metode demonstrasi. “Metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar dimana guru atau orang lain yang sengaja diperlihatkan pada seluruh kelas tentang semua proses atau kaifiyah melakukan sesuatu”. Dengan metode ini diharapkan para santri dapat mempunyai ketrampilan, kecakapan dan kecepatan berfikir. d. Metode pemberian tugas. Dalam hal metode ini lebih sering digunakan para pembimbing di pondok Modern Badii’usy Syamsi, karena sebagai perangsang agar para santri lebih giat belajar malam. Adapun dalam kaitannya dengan penelitian ini maka metode tersebut
dapat dijadikan
sebagai
perangsang agar santri lebih aktif dan rajin serta membiasakan mandiri. 52 2. Tanggapan para pembimbing dan sikap para
santri terhadap pembinaan
pendidikan akhlak. Selama penulis mengamati
langsung setiap hari dan wawancara
dengan para pembimbing dan santri, para pembimbing mengatakan bahwa kebanyakan santri, dalam menerima pelajaran banyak yang tidak serius dan banyak yang menyepelekan materi yang diberikan para guru. Kadang santri juga banyak yang izin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi, dan ini telah menjadi kebiasaan para santri ketika pelajaran sedang dimulai. 52
Wawancara dengan Bapak Edi susanto, Tanggal 1 Oktober 2006.
61
Kebanyakan guru yang dari luar tidak dihormati oleh santri bahkan tidak dianggap sama sekali, kalau guru ditanya tentang hal ini maka jawabannya adalah para santri hanya takut pada guru yang ada di dalam pondok, padahal guru pengajar akhlak dari luar pondok. Dan ini merupakan permasalahan pokok yang harus segera dicari jalan keluarnya. Adapun kebiasaan para santri disini adalah kalau tidak dengan kekerasan santri tidak mau menurut karena sudah sejak awal, pengurus pondok mendidik dengan keras. Untuk itu sebagai pelajaran, jangan sampai pengajaran seperti ini diulang lagi, dan mulai saat ini harus segera merubah sistem pengajaran dengan sistem yang lemah lembut, simpatik, menanamkan rasa kasih sayang antar santri, kakak kelas menyayangi adik kelas begitu sebaliknya adik kelas menghormati kakak kelas dan lain sebagainya. Kekerasan yang dilakukan saat ini menurut penulis tidak akan membawa hasil yang baik malah sebaliknya, jadikan kenyataan yang ada ini sebagai pelajaran yang berharga, ingatlah mereka adalah generasi penerus kita, jangan tanamkan dalam hati mereka sifat dendam, karena mereka sangat membutuhkan bimbingan yang menumbuhkan rasa kasih sayang, bukan bimbingan kekerasan, ingatlah disiplin tidak harus dengan kekerasan. Sedangkan yang penulis peroleh dari pengamatan khusunya bagi santri, rata-rata mereka memang kurang serius dalam menerima respon pelajaran, khususnya pelajaran pagi atau sekolah formal. Mereka mempunyai anggapan bahwa sekolah adalah tidak penting, yang penting bagi mereka
62
adalah hafalan Al-Qur’an, untuk itu masalah hafalan Al-Qur’an para santri mempunyai nilai lebih bila dibanding dengan pelajaran yang lain. 3. Usaha-usaha yang ditempuh pondok Modern Badii’usy Syamsi dalam pembinaan akhlak santri. 53 Banyak usaha yang ditempuh oleh pembimbing pondok Badii’usy Syamsi dalam pembinaan akhlak yang dilaksanakan untuk menanggulangi kenakalan akhlak santri. Yang intinya jangan sampai nantinya santri terpengaruh budaya-budaya yang tidak baik yang datang dari dalam pondok sendiri maupun budaya yang datang dari luar pondok. Sebagaimana yang disebutkan di muka bahwa usaha-usaha yang dilakukan atau ditempuh pembimbing pondok Badii’usy Syamsi dalam pembinaan akhlak santri adalah meliputi : a. Kegiatan intra kurikuler. Yang dimaksud dengan kegiatan intra kurikuler disini
adalah
kegiatan yang dilakukan di madrasah pada jam pelajaran terjadwal yang penjadwalan waktunya telah ditentukan dalam struktur program kurikulum. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan minimal bagi mata pelajaran. b. Kegiatan kokurikuler. Yang dimaksud dengan kegiatan kokurikuler ialah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran terjadwal di sekolah formal pagi dengan 53
Wawancara dengan Bapak Edi susanto, Tanggal 1 Oktober 2006.
63
cara teratur yang bertujuan agar siswa lebih mendalami dan menghayati apa yang dipelajari dalam kegiatan kokurikuler. Kegiatan ini dilaksanakan dalam berbagai bentuk seperti mempelajari buku-buku, melakukan penelitian membuat karangan, ceramah keagamaan bagi santri dan kegiatan-kegiatan yang sejenis dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuannya. Hasil kegiatan ini ikut dapat menetukan kepribadian anak dan sekaligus dapat untuk menanggulangi kenakalan akhlaknya. c. Kegiatan ekstrakurikuler. Yang dimaksud dengan kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan yang dilakukan diluar jam pelajaran terjadwal serta dilaksanakan pada waktu tertentu termasuk hari libur yang dilakukan didalam pondok atau di luar pondok dengan tujuan memperluas pengetahuan santri. Melalui tiga kegiatan inilah jalan yang ditempuh oleh Pondok Modern Badii’usy syamsi
Pucanganom Kebonsari Madiun dalam
mencegah dan menanggulangi terjadinya kenakalan anak pada umumnya.
64
BAB IV ANALISA TERHADAP PELAKSANAAN PEMBINAAN AKHLAK SANTRI DI PONDOK MODERN BADII’USY SYAMSI MADIUN A. Analisa penerapan pendidikan akhlak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun. Dari hasil analisa tentang penerapan pendidikan akhlak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi Madiun penulis dapat menggambarkan bahwa penerapan pendidikan akhlak yang dilakukan di pondok Modern badii’usy Syamsi sudah bagus hanya saja perlu waktu jam tambahan dan pembinaan khusus bagi santri untuk jadwal materi akhlak ini. Dilihat dari jumlah pembimbing dan dari jumlah santri yang begitu banyak maka perlu tambahan lagi pembimbing, karena tidak mungkin pembimbing yang hanya enam orang dapat maksimal mengawasi tingkah laku santri satu persatu, belum lagi diantara enam pembimbing itu ada yang tugasnya hanya khusus mengajar Iqra’, mengajar Al-Qur’an, bagian administrasi dan tidak ada yang khusus mengawasi atau mendidik akhlak santri. Melihat dari jadwal santri yang begitu padat ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk menambah jadwal akhlak dengan mengurangi jumlah jadwal mengaji para santri, karena menurut penulis yang penting bagi anak seusia itu adalah penanaman pendidikan moral harus ditekankan disamping mengajari para santri menghafal Al-qur’an. Kalau ini bisa berjalan seimbang maka akan menjadi pondok yang tidak hanya bisa mencetak kader yang berilmu tetapi juga
65
mencetak kader yang mau mengamalkan ilmu. Intinya kalau pondok yang ditekankan Al-Qur’an maka harus membiasakan santri untuk berakhlak sesuai yang ada dalam Al-Qur’an. Dari sistem yang ada dalam pondok ini sudah bagus dan harus dipertahankan kalau perlu ditambah yang lebih bagus lagi. Kalau kurikulum Depag saja bisa berjalan maka kurikulum pondok harus juga bisa berjalan, jangan sampai kurikulum Depag menjadi batasan kurikulum pondok, karena kemajuan pondok tidak mungkin dilihat atau diukur dengan keberhasilan kurikulum dari Depag. Di banding dengan jam yang ada diluar sekolah lain yang hanya enam sampai delapan jam maka di pondok waktu untuk membimbing para santri adalah dua puluh empat jam, untuk itu kalau hasilnya kurang atau minimal sama dengan luar berarti pondok belum berhasil membimbing para santri dengan maksimal. Dari metode, materi dan fasilitas yang dikembangkan dalam pondok sebenarnya sudah memadai, hanya saja dalam aplikasinya kurang maksimal, untuk itu perlu adanya peningkatan lagi dalam mencapai keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam mengevaluasi idealnya adalah dari pembimbing yang ada di dalam pondok, karena kalau yang mengevaluasi pembimbing dari luar maka sulit, tidak bisa dijadikan barometer karena tiap hari tidak tahu bagaimana keseharian para santri dan yang lebih tahu pembimbing yang ada didalam pondok, untuk itu seharusnya yang mengajar akhlak para santri adalah dari dalam pondok.
66
B. Analisa pola pembinaan dalam menanggulangi kenakalan akhlak santri Pondok Modern Badii’usy Syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun. Analisa mengenai pola pembinaan dalam menanggulangi kenakalan akhlak para santri dari berbagai metode yang dipakai adalah sudah maksimal, hanya saja pelu pengembangan lagi. Yang penting dari pemakaian metode ini para pembimbing mampu menguasai para santri agar mau memperhatikan apa yang pembimbing sampaikan, karena sebaik apapun metode yang digunakan tetapi kalau pembimbing tidak bisa menguasai para santri untuk serius dalam menerima pengajaran maka hasilnya tetap nihil. Untuk itu dalam pemakaian metode yang perlu dipersiapkan adalah bagaimana santri bisa fokus terhadap pelajaran, pembimbing bisa menguasai para santri dan para santri tidak jemu terhadap penyampaian dari pembimbing, buat serilek mungkin agar santri selalu fokus pada pelajaran. Melihat keadaan, khususnya pembimbing dari luar yang tidak begitu di respon oleh para santri maka yang perlu diperhatikan adalah pembimbing harus mempunyai inisiatif untuk bagaimana cara menaklukan keliaran para santri ini. Yang paling mudah adalah cari siapa yang paling ditakuti di Pondok oleh para santri, ini dapat dijadikan sebagai senjata untuk para pembimbing agar bila ada santri yang melawan atau tidak mau serius dalam menerima pelajaran para pembimbing maka ancamannya adalah melaporkan para santri pada yang ditakutinya tadi.
67
Bagi para pembimbing kekerasan yang dilakukan kepada para santri tidaklah akan membawa hasil yang memuaskan malah sebaliknya, santri dalam hatinya akan timbul dendam, tidak jujur, akan tambah keras hatinya, tidak hormat pada pembimbing bahkan akan menyepelekan. Santri akan berbuat sekehendak hatinya karena ini sebagai pelampiasan dalam hatinya yang merasa tertekan dengan kekerasan pembimbing tadi, bukti nyata yang ada sekarang untuk dapat dijadikan pelajaran, mengapa santri tidak menghormati pembimbing dari luar? Ini karena pembimbing dari luar tidak mau berbuat kekerasan sehingga para santri beranggapan bahwa sekalipun dia tidak menurut pada pembimbing tadi tidak akan dihajar, berbeda ketika yang mengajar dari dalam mengapa santri menurut ? Mereka menurut lantaran karena takut kalau dihajar, jadi inilah pokok permasalahan yang ada sekarang dan segera harus dilakukan perubahan sistem kekerasan yang ada dalam pondok dirubah menjadi sistem yang sesuai dengan pengajaran dalam islam yaitu kasih sayang dan hormat menghormati. Sayang sekali kalau hal ini dibiarkan berlarut-larut, karena dampak yang timbul akibat ini adalah sangatlah tidak baik bagi para santri, orang tua dan para pembimbing khususnya. Disiplin tidak harus dengan kekerasan, tetapi bisa dengan menumbuhkan diri dari dalam hati yaitu dengan perasaan kasih sayang dalam membimbing para santri sehingga nantinya dengan sendirinya para santri akan menyadari bahwa sebenarnya hidup ini adalah penuh dengan rasa saling mengasihi dan menyayangi antar sesama, yang tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang tua. Semua ini
68
tidak akan timbul bila diajarkan dengan kekerasan, karena hal ini berdasarkan perasaan dan hati nurani masing-masing, untuk itu perlu pembimbing akhlak yang mengerti masalah ini luar dalam. Dalam usaha yang ditempuh oleh Pondok Modern Badii’usy syamsi adalah melalui bebagai jalur dengan melaksanakan berbagai kegiatan-kegiatan diantaranya adalah kegiatan intra kurikuler yaitu kegiatan yang dilakukan di Madarasah pada jam terjadwal yang penjadwalan waktunya telah ditentukan dalam struktur program kurikulum. Tujuan ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan minimal bagi mata pelajaran. Kedua adalah kegiatan kokurikuler yaitu kagiatan yang dilakukan diluar jam pelajaran terjadwal di sekolah formal pagi dengan cara
yang teratur yang bertujuan agar siswa lebih mendalami dan
menghayati apa yang dipelajari dalam kegiatan kokurikuler. Kegiatan ini dilaksanakan dalam berbagai bentuk seperti mempelajari buku-buku, melakukan penelitian membuat karangan, ceramah keagamaan bagi santri dan kegiatankegiatan yang sejenis dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuannya. Hasil kegiatan ini ikut dapat menentukan kepribadian anak dan sekaligus dapat untuk
menanggulangi
kenakalan
akhlaknya.
Ketiga
adalah
kegiatan
ekstrakurikuler yaitu kegiatan yang dilakukan diluar jam pelajaran terjadwal serta dilaksanakan pada waktu tertentu termasuk hari libur yang dilakukan didalam pondok atau di luar pondok dengan tujuan memperluas pengetahuan santri.
69
Melalui tiga kegiatan ini adalah jalan yang dilakukan atau ditempuh oleh Pondok Modern Badii’usy syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun agar dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya kenakalan akhlak santri pada umumnya. Dan dalam realisasinya perlu kekompakan antara pengasuh pondok dan pembimbing pondok sehingga nantinya dapat sesuai dengan yang diharapkan.
70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan. Berdasarkan data dan analisa sebagaimana yang telah diutarakan di muka, maka di bawah ini dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan pengajaran akhlak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi adalah dengan menggunakan sistem klasikal, menggunakan metode yang bervariasi dalam menyampaikan pelajaran, materi yang seimbang, fasilitas buku yang cukup dan pelaksanaan evaluasi yang rutin. 2. Pola pembinaan yang dilakukan dalam rangka menanggulangi kenakalan akhlak anak adalah dengan mengadakan kegiatan intrakurikuler, kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. B. Saran-saran. Demi meningkatkan bimbingan dan pembinaan dalam pencapaian penerapan pendidikan akhlak di Pondok Modern Badii’usy Syamsi, maka dibawah ini
penulis sampaikan saran-saran seperlunya, antara lain sebagai
berikut : 1. Hendaklah Pengasuh dan Pembimbing Pondok Modern Badii’usy Syamsi Pucanganom Kebonsari Madiun dapat lebih meningkatkan lagi pembinaan dan bimbingannya yang telah dilakukan pada santri khususnya dalam bidang studi pendidikan akhlak. Sebab pendidikan akhlak adalah inti dari
71
pendidikan Islam dan harus diseimbangkan antara pendidikan lahir dan batin. 2. Hendaknya pengasuh pondok segera menambah tenaga pembimbing para santri karena tidak mungkin para santri dibimbing dengan hanya mengandalkan pembimbing yang ada sekarang yang hanya enam orang. 3. Pengajaran dengan kekerasan hendaklah mulai sekarang ditiadakan karena sangat tidak baik sekali bagi psikis para santri, mulailah sekarang membimbing dengan penuh kasih sayang karena hal inilah yang akan nampak keberhasilannya.
79 DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abiul Rahman bin Ali bin Muhammad bin Umar Asyafi’i, 1981 M/1401 H, Tamyisuth thoyib minal Khobits, Baerut: Darul Kutubil Ilmiyah. Ahmadi, Abu, tt, Filsafat Pendidikan, Semarang: Thoha Putra. Al Ghazali, 1421 H., Ayyuha Al Walad, Pen. Al Ustmaniyah, Kediri, tp. Al Ghazali, tt, Ihya’Ulumuddin, Pen. Mashadul Husaini, tk., tp. Amin, Ahmad, 1983, Al Akhlak/Etika, Alih Bahasa: Prof. KH. Farid Ma’ruf, cet III, Jakarta: Bulan Bintang. An Nawawi, tt, Riyaadhush Shalihin, Bandung : Al Ma’arif. Arifin M. Ed., HM, 1979, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan, Jakarta: Bulan Bintang. Arikunto, Suharsimi, 1997, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta. Atiyah, Al abrasyi, 1990, Dasar-Dasar pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang. BP 7, 1983, Garis-Garis Besar Haluan Negara, Surabaya: Sinar Wijaya. Daien Indrakusuma, Amir, 1974, Pengantar Ilmu Pendidikan, Malang: FIP. IKIP. Daradjat, Zakiah, 1982, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung. Daradjat, Zakiah, 1983, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung. Departemen Republik Indonesia, 1989 Al qur’an dan Terjemahannya, Surabaya:Mahkota. Gunarso, Singgih, 1982, Psikologi untuk Keluarga, Jakarta: Gunung Mulia. H. Zuhairini dkk., 1983, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Bina Ilmu. Ibnu Rusn, Abidin, 1998, Pemikiran Al ghazali tentang pendidikan, Yogyakarta: Pustaka pelajar. Kartono, Kartini, 1982, Psikologi Anak, Bandung: Alumni.
80 Kartono, Kartini, 1983, Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung: Alumni. Khoiri, Miftahul, 2002, Diktat Metode Penelitian, Jilid I, Ponorogo. Margono, S, 1997, Metode Penalitian Pendidikan, Bandung: Rineka Cipta. A.Marimba, Ahmad, 1974, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Al Ma’arif. Muhajir, Neong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasen. S. Willis, Sofyan, 1986, Problematika Remaja dan Pemecahannya, Bandung: Angkasa. Simanjuntak, B., 1984, Latar Belakang Kenakalan Anak, Bandung: Alumni. Sukamto, Suryono, 1982, Remaja dan Masalahnya, Yogyakarta: Kanisius. Uhbiati, Nur, H. Abu Ahmadi, 1995, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka setia. Umary, Barmawie, 1986, Materi Akhlak, Yogyakarta: Ramadlan. Walgito, Bimo, 1982, Kenakalan Anak, Yogyakarta: Yaspen.