Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
ISSN 1907 - 5502
Implementasi Sistem Administrasi Negara Indonesia dan Peranan Lembaga Negara dalam Membangun NKRI Oleh
H. Obsatar Sinaga Dosen FISIP Universitas Padjadjaran
Abstrak
Cakupan makna administrasi negara, tidak saja bersangkutan dengan aktivitas lembaga eksekutif saja dalam Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, namun mencakup aktivitas seluruh lembaga negara dalam mencapai tujuan negara, yang sebagai sistem tersebut, disebut Sistem Penyelenggaraan Negara. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) adalah administrasi negara sebagai sistem yang dipraktekkan untuk mendukung penyelenggaraan NKRI agar upaya Bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna. Aspirasi publik dalam pencerahan dan pencerdasan bangsa untuk mewujudkan "Clean and Good Governance" sebagai bagian dan upaya membangun sistem administrasi negara sesuai jiwa kedaulatan rakyat, merupakan hal yang perlu dikedepankan. Hal tersebut dimaksudkan untuk membangun kinerja sistem administrasi Negara nasional. Hal ini penting dalam mewujudkan apa yang disebut sebagai responsibility atas dasar nilai etis, asas-asas kapatutan umum dan nilai moral dalam mengelola administrasi negara.
PENDAHULUAN 1.1 Pengantar S e b a g a i m a n a diamanatkan oleh Pembukaan Undang Undang Dasar tahun 1945, salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan
46
bangsa. Guna mewujudkan tujuan tersebut diperlukan suatu sistem administrasi negara yang mumpuni. Dalam membahas masalah administrasi negara sebagai salah bagian dari permasalahan negara dan bangsa, kita wajib untuk berfikir
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
cerdas dalam melihat permasalahan serta menganalisis sumber-sumber permasalahan yang bermuara pada konsepsi kenegaraan, dimensi pelaksanaan serta yang melaksanakan. Kesalahan kita dalam menganalisis permasalahan dapat menyebabkan timbulnya masalah-masalah baru. Dalam upaya untuk membangun sistem administrasi negara dalam mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara, maka yang wajib dijadikan pedoman adalah suatu pandangan bahwa sistem administrasi negara merupakan subsistem dari Sistem Nasional berbangsa dan bernegara yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Bila dua hal tersebut diabaikan, tidak akan tercipta konsepsi nasional yang ajeg sesuai dengan ciri khas Bangsa Indonesia. Seiring dengan berjalannya waktu sistem administrasi negara kesatuan Republik Indonesia serta peranan Lembaga Negara mulai berubah. Hal ini terlihat pada gerakan reformasi di segala bidang yang bermuara pada bulan Mei 1998, yang kemudian disebut juga Transisi Menuju Demokrasi. Hal ini merubah tata kehidupan politik, kepemerintahan dan kenegaraan di Indonesia. Inti dari proses transisi ini adalah perubahan mandat kedaulatan
ISSN 1907 - 5502
yang dahulu sepenuhnya dipegang oleh pemerintah (elite politik), bergeser ke habitatnya yaitu rakyat. Salah satu latar belakang dari transisi Indonesia ini adalah gagalnya sistem tata negara dan administrasi konstitusi dalam memenuhi demokrasi termasuk kemampuan dalam mewadahi pluralisme dan mengelola konflik yang ada. Tidak dapat dipungkiri bahwa sentralisme yang terjadi pada sistem tatanegara dan administrasi kita pada jaman orde baru telah membawa implikasi munculnya ketidakpuasan yang berlarut-larut dan konflik yang mengakar. Kondisi ini disinyalir sebagai salah satu pemicu timbulnya reformasi di Indonesia. Reformasi yang digulirkan tersebut telah membawa perubahan yang mendasar dalam sistem tata negara dan perubahan penataan melalui tiga kekuasaan yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif. Perubahan atau restrukturisasi di dalam sistem ketatanegaraan tersebut dimaksudkan untuk menciptakan lembaga-lembaga negara yang kuat, demokratis dan mandiri dalam menjalankan mekanisme check and balance. 1.2 Latar Belakang Masalah 1.2.1 Historis Harus diakui bahwa sejak kita memproklamirkan
47
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
kemerdekaan bangsa dan negara pada tanggal 17 Agustus 1945, sampai dengan hari ini kita belum pernah mempunyai satu sistem administrasi negara yang merupakan subsistem dari sistem Nasional penyelenggaraan negara. Kita memang mempunyai falsafah bangsa dan dasar negara yang berisi konsepsi dasar berbangsa dan bernegara. Namun yang menjadi permasalahan, kita belum pernah membangun secara tuntas sistem nasional bagi penyelenggaraan Negara. Disadari atau tidak, kita belum pernah mempunyai satu sistem administrasi negara yang mantap sebagai subsistem dari sistem Nasional penyelenggaraan negara secara menyeluruh; yang telah kita miliki sekarang adalah suatu sistem Administrasi negara yang berubah-ubah sesuai kondisi perpolitikan yang menyertainya. 1.2.2 Kondisi yang dihadapi saat ini Pelaksanaan administrasi negara dalam kenyataannya tergantung kepada pihak yang berkuasa. Pada zaman revolusi, karena banyaknya tantangan yang dihadapi untuk mempertahankan eksistensi negara baru, administrasi belum mendapatkan perhatian yang
48
ISSN 1907 - 5502
memadai. Pada zaman Orde Baru, administrasi telah mendapatkan perhatian yang lebih baik, namun masih dijadikan sebagai alat kepentingan pihak yang berkuasa. Sedangkan pada jaman Reformasi ada keinginan dan kebutuhan tentang administrasi negara yang baik, tetapi belum punya dasar berpijak yang kuat dari sisi hukum. Hal ini karena konsepsinya masih sporadis dan sistemnya masih belum terbentuk. Dari kurun waktu tersebut dapat dikemukakan bahwa munculnya mispersepsi tentang administrasi negara terletak pada pemberian nomenklaturnya secara sempit dalam batas ruang lingkup eksekutif, padahal negara bukan lembaga eksekutif semata. Te n t u s a j a , s u a t u pemahaman yang salah, bila peran dan kedudukan administrasi negara dianggap tidak penting. Namun kenyataanya tak jarang dipan-dang sebagai penghambat. Akhirnya timbul keberanian untuk mengabaikan, meninggalkan bahkan melanggar ketentuan-ketentuan administrasi, termasuk visi misi orientasi administrasi tersebut untuk kepentingan rakyat. Masalah pelayanan kepada publik nyaris berhenti pada slogan yang indah, seperti ”Abdi Negara”, abdi
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
Masyarakat”, tetapi semuanya hanya macan kertas. beberapa faktor penyebabnya antara lain: tipisnya kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawab, rendahnya kualitas profesionalisme, masalah tuntutan sosial ekonomi sebagai akibat sistem penggajian, dan seribu satu alasan lainnya. Sumber masalahnya sebenarnya terletak pada belum adanya sistem administrasi yang mantap; yang mendukung terselenggaranya efektivitas penyelenggaraan administrasi negara dan administrasi pemerintahan secara keseluruhan. Memasuki era globalisasi yang melahirkan berbagai tantangan sejalan dengan menguatnya lingkungan strategis global, dan persaingan global antarnegara, ditambah kemajuan teknologi informasi yang berpengaruh kepada cara kerja manusia yang menuntut penyelesaian masalah-masalah secara cepat, efisien dan pasti, pembangunan sistem administrasi negara sudah sangat mendesak dilakukan, bila kita ingin tetap diperhitungkan sebagai bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat dalam percaturan global. Sebagaimana diketahui, globalisasi sebagai isu sentra dunia, di dalamnya terdapat tuntutan mewujudkan Good Governance. Dalam kaitan tersebut,
ISSN 1907 - 5502
ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan mendasar, ketika kita membicarakan masalah yang berkaitan dengan administrasi negara kita, antara lain: a. Sampai saat ini belum dimiliki konsepsi nasional yang matang dan mantap tentang administrasi negara, yang ada justeru ruang lingkup dan wawasannya yang terlalu sempit; b. Sistem yang berlaku belum terbukti keberhasilannya, dan dirasakan masih “eksekutif sentris” atau bahkan kadang-kadang didominasi oleh eksekutif, bahkan sebagai clerical works saja dari presiden; c. Persepsi dan citra terhadap administrasi negara tidak memadai bahkan kadangkadang diremehkan; bahkan umumnya tidak konsisten dan sering berubah d. Sumber Daya Manusia (SDM) kurang berkualitas dan masih memliki mental block ( Infeority conflict. ). TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini akan menguraikan sejumlah teori dan konsep yang relevan dengan judul tulisan ini untuk menjelaskan, menggambarkan dan menganalisa permasalahan yang diangkat.
49
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
2.1. Ilmu Administrasi Ilmu Administrasi adalah cabang atau kesatuan atau disiplin ilmu sosial yang secara khas mempelajari administrasi sebagai salah satu fenomenon masyarakat modern. Jika kita berbicara tentang ilmu administrasi, maka kita juga akan berbicara tentang administrasi itu sendiri. Administrasi adalah sesuatu yang terdapat di dalam sesuatu organisasi modern dan dapat memberikan hayat kepada organisasi tersebut, sehingga organisasi itu dapat tumbuh, berkembang dan bergerak. Semenjak zaman penjajahan Belanda masyarakat Indonesia yang terpelajar, pada umumnya telah mengenal istilah administrasi. Dalam perkembangannya saat ini, masyarakat yang hanya dapat baca tulis pun, sering mendengar kata administrasi apabila berurusan dengan suatu organisasi/instansi pemerintah. Ilmu Administrasi mempunyai batasan yang sangat luas. Kita bahkan tidak menyadari jika kita sendiri sedang melakukan kegiatan administrasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Oleh sebab batasan yang begitu luas, maka definisi Ilmu Administrasi merupakan definisi pengantar saja dalam memahami administrasi secara luas atau werkdefinite. Ilmu Administrasi sendiri, merupakan cabang ilmu
50
ISSN 1907 - 5502
yang paling muda dalam ilmu sosial, lahir dari akhir abad ke19 melalui karya Henri Fayol (1841-1925), seorang sarjana Perancis yang pertama melihat adanya prinsip-prinsip universal yang berlaku bagi administrasi. 2.2 Administrasi 2.2.1 Istilah Administrasi Secara etimologis administrasi berasal dari kata dalam bahasa Inggris administration. Dalam Websters New World Dictionary (1951), Administration merupakan bentuk ajektif dari kata A d m i n i s t e r. A d a p u n k a t a administer menurut kamus tersebut berasal dari kata latin ad-ministrare yang mempunyai makna to serve atau melayani. Kemudian kata administer dalam bahasa Inggris diartikan sebagai; to manage, to conduct, to direct. Dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia oleh John M Echols dan Hasan Shadily (1992): 1) to manage artinya mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola. (2) to conduct artinya memimpin, mengadakan; 3) to direct artinya m e n u n j u k a n , m e n g a t u r, menunjukan. The Liang Gie mengatakan bahwa administrasi berasal dari bahasa Latin administrare, suatu kata kerja yang berarti melayani, membantu, menunjang atau memenuhi. Dari
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
istilah itu terjadi kata benda administratio dan kata sifat administrativus. Dari penjelasan tentang istilah tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata administrasi tidaklah lahir pada abad moderen ini, melainkan sudah digunakan pada zaman sebelum Masehi. Demikian pula, Silalahi mengatakan bahwa di zaman Romawi, seorang administrator adalah seorang yang mendapat kepercayaan untuk melaksanakan tugas dari seorang pemilik harta kekayaan untuk mengurus semua kesatuan harta kekayaan berikut personil dalam satu organisasi. Kesatuan harta kekayaan dan personil merupakan unit organisasi dan diurus serta diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga masing-masing merupakan suatu administratio atau unit organisasi. Penjelasanpenjelasan tersebut mengisyaratkan bahwa administrator menunjukkan orang yang memimpin dan administratio menunjukkan suatu satuan kerja yang dipimpinnya. 2.3 Pengertian Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) adalah administrasi negara sebagai
ISSN 1907 - 5502
sistem yang dipraktekkan untuk mendukung penyelenggaraan NKRI agar upaya Bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna. Di samping berlandaskan idiil Pancasila dan konstitusional UUD 1945, serta landasan operasional pengembangannya SPPN beserta peraturan pelaksanaannya, SANKRI harus selaras juga dengan situasi dan perkembangan lingkungan stratejik, termasuk perkembangan paradigma ilmu administrasi negara. 2.3.1 Administrasi Negara Pada awal kelahirannya sebagai suatu disiplin tersendiri, administrasi negara hanya diartikan sebagai bekerjanya lembaga eksekutif (Pemerintah) saja. Dalam konteks itu administrasi negara hanya dipandang sebagai pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan negara/publik dalam rangka mewujudkan tujuan negara yang dilaksanakan oleh lembaga eksekutif, khususnya birokrasi pemerintahan, semata. Batasan ini didasarkan atas pemisahan antara politik dan administrasi negara pada waktu itu. Politik diartikan bersangkutan dengan penentuan kebijakan publik,
51
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
sedangkan administrasi negara hanya bersangkutan dengan pelaksanaan kebijakan publik. Oleh karenanya, pada masa tersebut terbentuk pemahaman bahwa proses administrasi negara dimulai setelah selesainya proses politik. D a l a m perkembangannya sejak pertengahan abad XX, sebagaimana diungkap pada Buku I dan Buku II SANKRI Jilid I, administrasi negara diartikan secara meluas yang mencakup "aktivitas seluruh lembaga negara, baik lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, dan sebagainya". Pandangan ini dapat dipahami, berdasarkan dua alasan: 1. Dikotomi antara politik dan administrasi negara ternyata t i d a k t e r b u k t i b e n a r. Keterlibatan birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan ternyata tidak hanya dalam pelaksanaan kebijakan negara/publik, tetapi juga dalam proses pembuatan kebijakan tersebut; 2. Pelaksanaan kebijakan negara/publik dengan sendirinya mencakup pelaksanaan kebijakan negara/publik yang paling mendasar sebagaimana dirumuskan dalam konstitusi. Pelaksanaan kebijakan dasar tersebut,
52
ISSN 1907 - 5502
melibatkan seluruh lembaga negara dalam pembuatan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai format hukum dari kebijakan negara/publik, dan melibatkan lembaga yudikatif, eksekutif serta lembaga negara lainnya berkaitan dengan evaluasi implementasi peraturan tersebut. Dengan demikian, cakupan makna administrasi negara, di satu sisi administrasi negara bersangkutan dengan aktivitas lembaga eksekutif saja, dan sebagai sistem disebut Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; di sisi lain mencakup aktivitas seluruh lembaga negara dalam mencapai tujuan negara, dan sebagai sistem disebut Sistem Penyelenggaraan Negara. 2.3.2 Administrasi Publik sebagai Administrasi Negara Dari telaahan berbagai referensi mengenai administrasi negara, dalam perspektif yang lebih luas, administrasi negara dapat diartikan sebagai tindakan manusia yang bekerja sama dalam lingkup kelembagaan birokrasi pemerintahan, dunia usaha dan/atau masyarakat, yang bertujuan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Oleh karena itu
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
terdapat pandangan dan pendapat bahwa kata public dalam istilah public administration tidak lagi difokuskan kepada Lembaga Pemerintah, tetapi lebih kepada masyarakat yang dilayani. Walaupun demikian, hal itu bukan berarti administrasi tentang masyarakat (administration of the public), tetapi administrasi yang diselenggarakan untuk masyarakat. Pergeseran makna itu tidak menafikan peran manajemen pemerintahan, karena birokrasi pemerintahan tetap memiliki kewenangan terbesar dalam penyelenggaraan negara. Seiring dengan arus globalisasi, di awal dekade sembilan puluhan telah lahir pendekatan, teori atau paradigma baru dalam administrasi negara. Banyak cendekiawan kontemporer dalam administrasi negara menggunakan istilah governance sebagai istilah lain dari administrasi negara. Istilah governance dapat dan telah digunakan dalam berbagai konteks, seperti good corporate governance, international governance, local governance, serta public governance (sebagai pengganti istilah public administration). Ada pula yang memberikan pengertian governance sebagai proses kegiatan bersama-sama dalam
ISSN 1907 - 5502
memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam "good governance", misalnya terkandung makna sharing/ partnership pengelolaan negara antarsektor publik, yaitu Negara/Pemerintah, swasta/dunia usaha dan masyarakat. Governance yang baik ditandai dengan hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara ketiga pihak tersebut, yang oleh kalangan pakar disebut sebagai pilar-pilar good governance. Dengan demikian, dalam governance, terlibat segenap pelaku, yaitu keseluruhan pihak yang berkepentingan (stakeholders), yang pada dasarnya terdiri atas Negara/Pemerintah, swasta/dunia usaha dan masyarakat. Berdasarkan permasalahan dan tingkat pemerintahannya, stakeholders masyarakat meliputi kalangan yang sangat luas dan beraneka ragam, seperti organisasi politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), koperasi, individu dan bahkan lembaga-lembaga internasional. Dalam public governance peran sektor Negara/Pemerintah, bukan hanya sebagai pemberi layanan barang dan jasa, melainkan lebih berperan sebagai regulator dan fasilitator untuk menciptakan
53
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
iklim yang kondusif bagi berkembangnya dunia usaha dan masyarakat. Oleh karena itu paradigma utama dalam good governance adalah pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan hal itu, maka good governance bercirikan nilai-nilai sebagai berikut: a. Partisipasi Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berserikat, berbicara dan berpartisipasi secara konstruktif. b. Aturan Hukum Penegakan terhadap peraturan hukum harus dilaksanakan dengan adil dan tidak diskriminatif, serta menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). c. Transparansi Tr a n s p a r a n s i yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi, sehingga proses kegiatan lembaga dan informasinya dapat diterimal secara langsung oleh pihak yang membutuhkan. Dalam hal ini informasi tersebut harus dapat dipahami dan
54
ISSN 1907 - 5502
dimonitor. d. Ketanggapan Setiap lembaga dan proses kegiatannya harus melayani para pihak terkait (stakeholders). e. Orientasi kepada Konsensus Good governance menjadi perantara bagi kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur. f. Kesetaraan Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau m e m e l i h a r a kesejahteraannya. g. Efektifitas dan Efisiensi Setiap proses dan lembaga menghasilkan produk tertentu sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. h. Akuntabilitas Para pengambil keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat bertanggung jawab kepada publik dan lembagalembaga stakeholders. Akuntabilitas ini berbedab e d a t e rg a n t u n g p a d a organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah merupakan
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
keputusan internal atau eksternal. i. Visi Stratejik Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan. Kesembilan karakteristik di atas saling memperkuat dan tidak berdiri sendiri-sendiri untuk menjamin kelancaran, keserasian dan keterpaduan tugas serta fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Guna mencapai hal itu, diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; kualitas SDM Aparatur; serta sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif. Berdasarkan uraian terdahulu, good governance pada dasarnya bersenyawa dengan sistem administrasi negara. Oleh karena itu, upaya mewujudkan good governance merupakan pula upaya penyempurnaan sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara keseluruhan. Berkaitan dengan paradigma baru dalam administrasi negara tersebut,
ISSN 1907 - 5502
dewasa mi istilah public administration diterjemahkan juga sebagai admistrasi publik. Makna yang terkandung di dalamnya adalah "administrasi publik mengurusi kepentingan (pelayanan) masyarakat, penduduk, warga negara dan rakyatnya”. Dalam pelayanan tersebut, birokrasi pemerintahan menerapkan berbagai disiplin yang merupakan awal keterlibatan Pemerintah. Atas dasar itulah, administrasi publik diartikan sebagai “hubungan yang memerintah dengan yang diperintah dan penempatannya secara proporsional". Dari pemikiran di atas dapat dinyatakan bahwa administrasi publik dan administrasi negara sebenarnya tidak berbeda, yang penting tetap menggunakan paradigma dan prinsip-prinsip good governance. 2.4 Aparatur Negara Administrasi negara sebagai konsep tidak terlepas dari konsep Aparatur Negara. Dalam praktek pembangunan administrasi Negara berdasarkan RPJM Nasional Tahun 2004-2009, upaya untuk menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa sangat ditentukan oleh kinerja Aparatur Negara Penyelenggara Negara yang berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999 tentang
55
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme meliputi: (a) Pejabat Negara pada lembaga negara (b) Menteri (c) Gubernur; (d) Hakim (e) Pejabat Negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Wa k i l G u b e r n u r, Bupati/Walikota, Wakil Bupati/ Walikota; dan (f) Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, yang berlaku. Termasuk dalam cakupan terakhir ini adalah pejabat y a n g t u g a s d a n wewenangnya dalam m e l a k s a n a k a n penyelenggaraan negara yang rawan terhadap praktek KKN, di antaranya adalah: Direksi, Komisaris, dan Pejabat Struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. Dari batasan tersebut
56
ISSN 1907 - 5502
dapat diidentifikasi beberapa pengertian: Pertama, Aparatur diartikan sebagai orang/pejabatnya yang memimpin suatu lembaga sekaligus legitimasi lembaganya; kedua, Aparatur Negara terdiri atas Aparatur Kenegaraan dan Aparatur Pemerintahan; ketiga, Aparatur Kenegaraan adalah lembagalembaga negara berdasarkan UUD 1945; dan keempat, Aparatur Pemerintahan adalah Aparatur Pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah termasuk BUMN dan BUMD yang berfungsi selaku Aparatur Perekonomian Negara. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa istilah Aparatur Pemerintah mencakup: Pertama, Aparatur Pemerintahan yang sering disebut juga birokrasi pemerintahan, yaitu: Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) dan instansi vertikalnya, Aparatur Pemerintahan Daerah, dan lainnya, yang menjalankan fungsi pemerintahan (pelayanan dan pengaturan/pengayoman), tanpa bermotif mencari keuntungan; kedua, Aparatur Perekonomian Negara, yaitu BUMN dan BUMD, yang meski menjalankan fungsi bisnis di sektor publik, namun tidak berorientasi semata-mata mencari keuntungan.
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003, BUMN terdiri atas Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa Persero bertujuan untuk memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuanketentuan UU No. l Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan Perum dibentuk oleh Pemerintah untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban Pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (kemanfaatan umum). Dalam pada itu, BUMD berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1990 telah diarahkan menjadi Perumda dan Perseroda, sebelum terbitnya UndangUndang baru sebagai pengganti UU No.5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Memperhatikan peran Persero dan Perum tersebut, maka hanya Perum dan Perumda saja nampaknya yang merupakan Aparatur Pemerintah dalam arti Aparatur Perekonomian Negara. Berdasarkan uraian di atas, Aparatur Negara terdiri atas Aparatur Kenegaraan dan Aparatur Pemerintahan yang mencakup Aparatur Pemerintah, baik di Pusat maupun Daerah,
ISSN 1907 - 5502
dan Aparatur Perekonomian Negara, baik Perum maupun Perumda, yang semuanya merupakan unsur esensial penyelenggaraan negara dalam kerangka SANKRI. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Sistem Penyelenggaraan Negara dan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara. Dalam kehidupan bernegara berdasarkan UUD 1945 selama ini telah dikenal adanya dua istilah yang berkaitan erat dengan administrasi negara sebagai sistem yang dipraktekan. Kedua istilah itu adalah Sistem Penyelenggaraan Negata dan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara. a. Sistem Penyelenggaraan Negara Berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999, dinyatakan bahwa. penyelenggaraan negara bertujuan untuk mencapai citacita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, sangat ditentukan oleh peran Penyelenggara Negara. Penyelenggara Negara dimaksud adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif atau fungsi kenegaraan lainnya, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan
57
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Uraian di atas, jelas bahwa penyelenggaraan negara merupakan aktivitas dari seluruh lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, yudikatif maupun lembaga negara lainnya, seperti halnya pengertian administrasi negara dalam arti luas sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Dengan demikian dapat dikatakan Sistem Penyelenggaraan Negara adalah SANKRI dalam arti luas. Dalam hal ini SANKRI merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam segala aspeknya, dengan mendayagunakan segala kemampuan seluruh Aparatur Negara beserta rakyat dan dunia usaha/swasta untuk memanfaatkan segenap sumber daya yang tersedia secara nasional, demi tercapainya tujuan dan terlaksananya tugas nasional/negara sebagaimana diamanatkan di dalam UUD 1945. b. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara UUD 1945 dinyatakan bahwa "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
58
ISSN 1907 - 5502
Dasar". Dari ketentuan UUD 1945 tersebut, terkandung pengertian sebagai berikut: 1) I s t i l a h k e k u a s a a n pemerintahan negara tidak lain adalah kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, yang hanya mengenai lembaga eksekutif; 2) P e n y e l e n g g a r a a n pemerintahan negara adalah penyelenggaraan pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden selaku Kepala Pemerintahan (Kepala lembaga eksekutif). Oleh karena itu, sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan SANKRI dalam arti sempit, sebagaimana pengertian tentang administrasi negara yang telah diuraikan di muka. Dalam konteks good governance, SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan negara adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan (povoir executif, executive p o w e r ) d e n g a n mendayagunakan kemampuan pemerintah dan segenap aparaturnya dari semua perangkat pemerintahan di wilayah NKRI, serta dengan memanfaatkan pula segenap sumber daya yang tersedia secara nasional, demi
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
tercapainya tujuan negara dan terwujudnya cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud Pembukaan UUD 1945. Wilayah NKRI dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah tersebut dibagi atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Di samping itu, dalam kerangka Sistem Pemerintahan Nasional, di wilayah Kabupaten/Kota dibentuk pula Desa atau yang disebut dengan nama lain. Desa dimaksud merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI. Termasuk dalam pengertian Desa ini antara lain adalah: Nagari di Sumatera Barat, Gampong di Provinsi NAD; Lembang di Sulawesi Selatan; Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua; dan Negeri di Maluku. Berdasarkan uraian tentang Sistem Penyelenggaraan Negara dan Sistem Pemerintahan Negara di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan negara.
ISSN 1907 - 5502
Karena, sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan bagian yang sangat dominan dalam operasionalisasi semua ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945, kecuali yang telah secara khusus dan jelas menjadi kewenangan lembaga-lembaga negara di luar eksekutif. 2.5 Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara Sesuai dengan paradigma baru dalam administrasi negara, yaitu good governance, maka berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999, telah ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara, yang harus menjadi acuan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara oleh Aparatur Negara. Asas-asas umum penyelenggaraan negara tersebut adalah sebagai berikut: 1) Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara; 2) Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang m e n d a h u l u k a n kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif; 3) Asas Keterbukaan, yaitu
59
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetapi m e m p e r h a t i k a n perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara; 4) Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak d a n k e w a j i b a n Penyelenggara Negara; 5) Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; 6) Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara h a r u s d a p a t dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian asasasas umum penyelenggaraan negara harus menjadi acuan dalam menyelenggarakan SANKRI, yang pada
60
ISSN 1907 - 5502
hakekatnya; dapat disebut juga sebagai asas penyelenggaraan SANKRI. 2.5.1 Asas-Asas Penyelenggaran Pemerintahan Negara D i s a m p i n g memperhatikan asas-asas di atas, dalan menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintah Pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, digunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Adapun yang dimaksud dengan: (1) desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI; (2) dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu; dan (3) tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah dan/atau Desa, dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
dan/atau Desa, serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 2.5.2 Unsur Pokok Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan negara dan/atau sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, sebagaimana halnya suatu sistem terdiri dari subsistem-subsistem atau unsur-unsurnya. Administrasi negara sebagai sistem, pada pokoknya terdiri dari unsur nilai, struktur dan proses. Perbedaan SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan negara dan SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan negara adalah dalam hal unsur struktur dan prosesnya, sedangkan unsur nilainya sama. 1. Unsur Nilai Unsur nilai, dapat pula disebut sistem nilai, meliputi landasan atau dasar negara yaitu Pancasila, cita-cita negara (nasional) dan tujuan negara (nasional), kesemuanya telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yang tetap tidak berubah walaupun UUD 1945 telah diadakan perubahan. Berbagai unsur nilai dimaksud di antaranya adalah: a. Pancasila sebagai landasan
ISSN 1907 - 5502
atau dasar negara mengandung lima prinsip: Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (alinea keempat). Pancasila juga merupakan falsafah atau pandangan hidup yang mempersatukan bangsa, dan memberi petunjuk dalam upaya mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin bagi masyarakat Indonesia yang beraneka ragam; b. Cita-cita negara (nasional), yaitu Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur (alinea ketiga). Cita-cita negara/nasional ini disebut juga sebagai visi ideal Indonesia; c. Tujuan negara (nasional), yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (alinea
61
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
keempat). Jika cita-cita nasional merupakan visi ideal, maka tujuan negara/nasional dapat juga disebut sebagai misi ideal. 2. Unsur Struktur Unsur struktur merupakan satuan kelembagaan yang diperlukan dalam kehidupan Negara Republik Indonesia yang demokratis dan konstitusional berupa tatanan kelembagaan penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara dalam rangka mengemban misi dan mewujudkan visi bangsa, yang merefleksikan peran dan posisi aturan hukum, kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Sesuai dengan pengertian sistem penyelenggaraan negara dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara sebagaimana telah disebutkan terdahulu, maka unsur atau subsistem tersebut adalah sebagai berikut: a. Struktur penyelenggaraan negara, meliputi seluruh Aparatur Negara, baik Aparatur Kenegaraan maupun Aparatur Pemerintahan, beserta seluruh organisasi politik, lembaga kemasyarakatan, dan dunia usaha, yang berkembang sesuai dengan kehidupan dan kemajuan bangsa; b. Struktur penyelenggaraan
62
ISSN 1907 - 5502
pemerintahan negara, mencakup Presiden beserta keseluruhan Aparatur Pemerintahan, baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Dalam penyelenggaraan negara terdapat hubungan antara Aparatur Kenegaraan di luar lembaga eksekutif, yang turut menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan prinsipprinsip good governance. Mengacu pada UUD 1945, Aparatur Kenegaraan dimaksud adalah: a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang wewenang utamanya adalah melaksanakan fungsi konstitutif; b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan; c. Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pelaksanaan fungsi yudisial; d. Badan Pemeriksa Keuangan (Bepeka) dalam pelaksanaan fungsi audit; e. Bank Indonesia (BI) sebagai Bank Sentral selaku pemegang otoritas moneter. Selanjutnya di dalam
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
tulisan ini, penulis akan memaparkan bahasan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut ini: 1) Sejauh mana implementasi SANKRI oleh Lembaga Negara, 2) Sejauh mana Peran Lembaga Negara dalam membangun sistem negara kesatuan, 3) Bagaimana dengan adanya implementasi SANKRI dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi lembaga negara dalam membangun sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Peran Lembaga Negara Untuk mengetahui apa dan bagaimana peran lembaga negara dalam membangun sistem administrasi negara, perlu terlebih dahulu ditata tentang pengertian lembaga negara itu sendiri, kedudukan, dan f u n g s i n y a d a l a m penyelenggaraan negara. Baru kemudian kita dapat berbicara tentang peranannya. Lembaga Negara adalah lembaga yang ditetapkan oleh konstitusi. Menurut DUD 1945 sebelum diamendemen, lembaga negara dibedakan antara Lembaga Tertinggi Negara yaitu MPR, dan Lembaga Tinggi Negara seperti DPR, Presiden, BPK dan DPA. Sejak terjadi amandemen, posisi
ISSN 1907 - 5502
dan wewenang MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, tetapi lembaga tinggi negara, DPA dihapus, sebaliknya dilahirkan Mahkamah Konstitusi (MK). Seluruh lembaga negara tersebut melakukan tugas menyelenggarakan negara berdasar atas bidang masingmasing, yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif, serta auditor. Fungsi advisory council dihapus oleh karena DPA oleh amandemen UUD 1945 ditiadakan. Sekarang memang ada Dewan Pertimbangan Presiden, tetapi dewan tersebut tidak termasuk dalam pengertian lembaga negara sebagaimana dimaksud oleh UUD 1945, sebab dibentuk berdasar Instruksi Presiden (Inpres), bukan berdasar atas perintah konstitusi. Seluruh kegiatan penyelenggaraan negara di semua bidang dan semua strata digerakkan oleh suatu kerangka dan pola admiistrasi yang disebut administrasi negara. Status, fungsi, tugas, kewenangan, cakupan, dan tujuan yang dilaksanakan oleh masing-masing lembaga negara diatur secara jelas oleh konstitusi dalam bab-bab dan pasal-pasal masing-masing, antara lain sebagai berikut: MPR dalam Bab II, Kekuasaan Pemerintahan (Bab III), DPA (Bab IV),
63
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
Kementerian Negara (Bab V), Pemerintah Daerah (Bab VI), DPR (Bab VII), Keuangan (Bab VIII), Kekuasaan Kehakiman (Bab IX), Warga Negara (Bab X), Agama (Bab XI), Pertahanan Negara (Bab XII), Pendidikan (Bab XIII), Kesejahteraan Sosial (Bab XIV), Bendera dan Bahasa (Bab XV), Perubahan UUD (Bab XVI), dan Aturan Peralihan dalam satu pasal tambahan. Masing-masing lembaga yang tersebut dalam masingmasing bab berisi apa yang dimaksud lembaga negara, apa tugas dan kewajibannya, apa wewenang dan secara keseluruhan mempunyai satu misi dan visi bersama yaitu mewujudkan tujuan membentuk negara yang secara populer disebut Cita-cita Nasional. Ketika konstitusi mengalami amandemen, lembaga negara tersebut juga mengalami perubahan. Berdasarkan pengertian di atas, maka tiap-tiap lembaga negara pada hakekatnya adalah sebuah institusi yang menjadi piranti, sekaligus wadah penyelenggaraan negara di bidang dan strata masingmasing, menuju satu tujuan yaitu mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tertuang pada Pembukaan UUD 1945. Walaupun terjadi amandemen, tetapi tujuan dan cita-cita nasional tidak berubah, yang
64
ISSN 1907 - 5502
berubah hanya eksistensinya. Itulah pernanan lembaga negara dalam penyelenggaraan negara. Bagaimana dengan peran administrasi negara dalam konteks penyelenggaraan negara? Secara obyektif harus diakui bahwa administrasi adalah sebuah kegiatan yang bersifat teknis manajerial yang harus mengikuti syarat-syarat dasar manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (POAC). Tetapi oleh karena mengenai penyelenggaraan negara, administrasi negara tidak dapat dikatakan sekadar clerical works saja, sebab di samping besar dan luas cakupan, tugas dan tanggung jawab serta wewenang, administrasi negara mempunyai peranan yang penting dalam menciptakan kemajuan negara yang diukur dari pencapaian dan perwujudan tujuan berbangsa dan bernegara. Administrasi negara pada hakekatnya adalah sebuah kegiatan administratif secara teknis manajerial dijalankan oleh seluruh penyelenggara negara di semua bidang dan strata berdasar atas prinsipprinsip dasar bernegara yang berdasar pada satu pola kerja administrasi kenegaraan yang merupakan suatu sistem berdasar atas peran, fungsi, tugas, dan wewenang masingmasing,
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
Kerangka dasar dalam menyusun sistem administrasi negara di dalam NKRI adalah berdasar atas sistem ketatanegaraan dari sistem penyelenggaraan negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan babbab yang mengatur bidang tugas masing-masing penyelenggara negara yang dijalankan oleh tiaptiap lembaga negara. Dalam konteks demikian, maka administrasi negara adalah seluruh kegiatan teknis manajerial yang menggerakkan masing-masing lembaga negara di tiap-tiap bidang dan strata yang berisi prinsip-prinsip administrasi penyelenggaraan negara yang berada di dalam satu kerangka dan pola administrasi negara yang bersifat teknis manajerial. Itulah yang disebut sistem administrasi negara. Kerangka dan pola tersebut juga berisi prinsip-prinsip teknis dan tatacara penyelenggaraan administrasi negara yang bersifat efisien, efektif dalam proses pembentukan good go vernance. Di dalam membangun good governance memang diperlukan partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang disebut Pemerintah/Negara, swasta/dunia usaha dan masyarakat, tetapi tidak boleh ada pengaburan terhadap peranan, fungsi, dan kedudukan
ISSN 1907 - 5502
masing-masing stakeholder, b e r d a s a r s i s t e m penyelenggaraan negara yang ditetapkan oleh UUD 1945. Yang perlu disadari dalam penyelenggaraan good governance adalah bahwa di antara ketiga pemangku kepentingan tersebut merupakan suatu jejaring penyelenggaraan negara yang sama-sama memiliki tujuan bersama yaitu terwujudnya tujuan berbangsa dan bernegara atau yang populer disebut cita-cita Nasional. Dilihat dari sudut ini, administrasi negara adalah supporting unit bagi tiap-tiap lembaga negara sebagai penyelenggara negara di masing-masing bidang yang telah ditetapkan secara konstitusional visi dan misinya. B u k a n h a n y a administrasi negara yang menentukan tujuan yang wajib dicapai oleh masing-masing lembaga negara, tetapi sebaliknya lembaga negaralah yang berdasar konstitusi mempunyai visi dan misi yang harus diwujudkan dengan dukungan administrasi negara. Sekali lagi, administrasi negara adalah supporting unit yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan negara yang diemban oleh masing-masing lembaga negara dan semua pemangku kepentingan satu negara.
65
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
Berdasarkan uraian di atas, sampailah kita kepada jawaban terhadap Peranan Lembaga Negara dalam Membangun Sistem Administrasi Negara. Peran lembaga negara adalah sebagai berikut: a. Lembaga negara adalah wadah, di mana administrasinya dilaksanakan berdasar prinsip-prinsip manajerial; b. Lembaga negara adalah sumber hukum penyusunan sistem administrasi negara secara keseluruhan dan pada tiap-tiap lembaga negara yang berkaitan dengan status, tugas, wewenang, dan cara bekerjanya; c. Lembaga negara adalah penentu jejaring yang harus dibangun oleh administrasi negara dalam rangka menyusun sistem administrasi negara agar tiap-tiap lembaga negara berjalan sesuai dengan dasar dan ruang lingkup tugas dan wewenangnya, tidak terjadi tumpang tindih dan dominasi oleh satu lembaga terhadap lembaga negara yang lain; d. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan negara dalam rangka mewujudkan good governance bukan ditentukan oleh adanya lembaga negara dan peranannya, tetapi lebih
66
ISSN 1907 - 5502
ditentukan oleh penyelenggara administrasi negara yang berada dalam satu sistem yang tepat dan dijalankan secara konsisten. Efisiensi dan efektivitas tidak berada pada domain lembaga negara dan peranan lembaga negara, tetapi di dalam domain clerical works dan teknis manajerial yang dilaksanakan dan berdasar kerangka, pola dan sistem administrasi negara yang ada. Artinya, berbicara tentang peranan lembaga negara dalam membangun sistem administrasi negara, peranan lembaga negara adalah memberi dasar, arah, dan tujuan terhadap upaya membangun administrasi negara. 4.2 Peran DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau parlemen merupakan ciri negara yang menganut asas demokrasi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui wakil-wakilnya di DPR, yang dipilih melalui pemilihan umum dari calon-calon yang diajukan partai politik peserta pemilu. Prinsip ini dikenal sebagai sistem demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy) sebagaimana konsep J. J. Rouseau, "demokrasi dengan sistem perwakilan"
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
Keberadaan parlemen, juga merupakan ciri negara berdasar atas hukum (Rechtstaat) (Miriam Budiardjo; 1978, h. 5564). Prinsip negara demokrasi tidak dapat dipisahkan dari negara berdasar atas hukum (Rechtstaat). Hukum dan demokrasi bagaikan dua sisi dari satu mata uang, keduanya tidak dapat dipisahkan, hanya dapat dibedakan. Namun, ciri demokrasi suatu negara, tentu tidak terbatas pada aspek struktur lembaga negara saja; yang lebih penting adalah, pada proses dan kultur politik yang hidup dalam struktur lembaga negara. Struktur bisa saja sama, tetapi proses dan kultur politik y an g d ian u t b elu m ten tu demokratis atau malahan bisa saja otoriter. Namun dalam tataran pelaksanaannya, hukum dan demokrasi itu tidak dapat dikelola dengan maksimal dan efektif, tanpa sistem administrasi negara yang efektif dan efisien yang juga sesuai jiwa asas kedaulatan rakyat Pelaksanaan kebijakan itu, harus dikelola oleh Infrastruktur birokrasi negara yang sejalan dengan visi, misi, dan dinamika tantangan berbangsa serta perubahan "politik-ketatanegaraan". Paradigma kata "pemerintah" d i u b a h m e n j a d i "kepemerintahan", yang bermakna responsif, transparan, akuntabel, bersifat melayani dan
ISSN 1907 - 5502
mengayomi, melibatkan partisipasi publik dan pengawasan publik dalam p e n y e l e n g g a r a a n kepemerintahan sebagai bagian dari mekanisme kontrol sosial rakyat. Inilah pentingnya sistem administrasi negara yang efisien dan efektif. Sedangkan, kata "parlemen" berasal dari bahasa Perancis, dari akar kata "parle" yang artinya; "bicara" atau "dialog" (B.N. Marbun; 1995, h. 25). Jadi, parlemen itu secara etimologis (asal kata), berarti: "tempat orang berdialog", dan secara maknawi, parlemen merupakan wahana dan mekanisme politik untuk mendialogkan kepentingan publik, untuk kemudian disepakati bersama antara DPR dengan Presiden menjadi kebijakan publik. Dalam hal ini, bentuk dan produk kebijakannya berbentuk UU. Sejumlah warga negara yang dapat menjadi anggota parlemen, adalah mereka yang dipilih rakyat yang berhak memilih (constituen) dalam sistem pemilihan umum tertentu, apakah dalam kategori Single Member Contituency (Sistem Distrik) ataukah Multy Member Constituency (Sistem Proporsinal/ Berimbang) sesuai “rule of the game” yang disepakati. Di situlah kemudian, rakyat dapat menyampaikan
67
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
aspirasinya kepada para anggota parlemen dan kemudian para anggota parlemen dengan berbagai pengetahuan, pengalaman, kearifan dan kebijaksanaannya (Wisdom) membuat berbagai kebijakan publik dalam bentuk UU bersama Presiden, membahas, menyusun dan menetapkan anggaran belanja dan pendapatan negara serta mengawasi pelaksanaan kerja pemerintah. Ukuran objektif pengawasan DPR terhadap pemerintah, adalah UU dan kebijakan lainnya yang telah disetujui bersama antara DPR dengan Pemerintah. Parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat, merupakan sistem, mekanisme dan wadah politik-kenegaraan dan politik-kepemerintahan untuk mewujudkan berbagai “gagasan normatif“ yang berasal dari aspirasi publik; bahwa pemerintahan itu harus dikelola atas dasar kehendak rakyat (will of the people). Kapabilitas suatu pemerintahan tergantung pada k e m a m p u a n n y a mentransformasikan berbagai kehendak rakyat sebagai kehendak tertinggi di atas kehendak negara (will of the state) menjadi kebijakan publik. Untuk itulah, diperlukan lembaga parlemen atau di DPR di berbagai tingkatan: tingkat nasional, provinsi dan
68
ISSN 1907 - 5502
kabupaten/kota sebagai bagian dari totalitas sistem administrasi negara. Di mana pun proses delegitimasi sistem politik dan sistem administrasi negara; adalah karena pendangkalan makna etika pemerintahan secara terus menerus sehingga timbul krisis etika pemerintahan. Krisis etika inilah, secara akumulatif dapat menimbulkan kemarahan rakyat menuju delegitimasi pemerintahan. Hal tersebut pernah kita alami, dan merupakan pembelajaran amat berharga bagi kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam pembenahan sistem administrasi negara ke depan. Amat disayangkan, hingga saat ini kita belum memiliki UU yang memberikan sanksi hukum kepada setiap pejabat yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang bersifat pelanggaran etik. Karena itu, kita perlu segera mempercepat adanya UU Etika Pemerintahan dan pelaksanaan reformasi sistem administrasi negara dan infrastruktur birokrasi. Dalam konteks ini, sorotan perlu ditujukan kepada persoalan tentang makna sebuah pertanggungjawaban atas dasar logika etis sebagai bagian dari penegakan etika pemerintahan. P r i n s i p b a h w a pertanggungjawaban sama
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
dengan akuntabilitas harus s e g e r a d i u b a h . Pertanggungjawaban bukan sekadar akuntabilitas, namun juga responsibilitas, yakni; daya tanggap atau kepekaan terhadap apa yang berkembang dalam ruang publik (public sphere). Karena itu, makna pertanggungjawaban, bukan saja harus benar secara formalprosedural, namun yang lebih penting lagi, harus benar secara materil dan diterima oleh logika etis. Tradisi yang tidak baik, bahwa pertanggungjawaban itu bersifat kolektif adalah sama artinya dengan tidak ada yang bertanggung jawab, harus diubah. Dalam prinsip tata kepemerintahan yang baik, harus jelas apa yang menjadi konsepnya, apa yang hendak dicapai, bagaimana konsepnya, apa risikonya, berapa cost-nya, dan siapa yang harus dimintai pertanggungjawaban jika terjadi kegagalan. Inilah pentingnya suatu UU Etika Pemerintahan dan reformasi birokrasi, bahwa masalah etik adalah juga merupakan bagian dari makna fundamental sebuah pertanggungjawaban. dalam 4.2.1 Peran DPR Penataan Sistem Administrasi Negara yang Efektif dan Efisien
ISSN 1907 - 5502
Kualitas demokrasi suatu negara, dapat dilihat dari parameter aktivitas DPR dalam menyelenggarakan fungsifungsinya. Semakin baik pelaksanaan fungsi-fungsinya, semakin baik pula kecenderungan demokrasi suatu negara. Sebaliknya, apabila lemah dalam pelaksanaan fungsi-fungsinya, semakin rendah pula kualitas demokrasi suatu negara. Hal ini, sekadar menunjukkan betapa pentingnya kedudukan dan peranan DPR dalam tata kepemerintahan yang baik, sistem ketatanegaraan dan sistem politik bangsa. Beranjak dari pasal 20A, ayat 1, UUD NRI Tahun1945, DPR memiliki 3 (tiga) fungsi, yaitu: pertama; merumuskan dan memperjuangkan kepentingan rakyat dalam bentuk UU (fungsi Legislasi), kedua: merumuskan dan memperjuangkan kepentingan rakyat dalam bentuk rencana anggaran negara untuk melaksanakan UU (fungsi Anggaran) dan ketiga; mengawasi badan eksekutif dalam melaksanakan kewenangannya (fungsi Kontrol). Sedangkan menurut Kusaoulas (1979), selain ketiga fungsi tersebut, DPR mempunyai fungsi lainnya, yakni; fungsi perwakilan (representative function) dan fungsi rekrutmen (recruitment
69
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
or electoral colleges function) serta fungsi pendidikan kewargaan (civic education). Fungsi perwakilan, (Bambang Cipto; 1995, h. 10-30). kiranya cukup jelas sebagai wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu yang demokratis dan Jurdil. Tentang fungsi rekruitmen, dapat dilihat dari peran DPR terhadap hampir semua proses seleksi pejabat publik, mulai dari Hakim Agung, Anggota BPK, KPU, Komnas HAM, Duta Besar Rl, penerimaan Duta Besar dari negara asing, Kapolri, Panglima TNI dan berbagai KomisiKomisi negara yang bersifat independen. Hal ini merupakan bagian dari kegiatan pengawasan DPR dalam membentuk sistem administrasi negara. Kegiatan pengawasan DPR itu, harus dimulai dari tahap awal hingga berakhirnya masa jabatan atau dimulai dari tahap perencanaan, e v a l u a s i d a n pertanggungjawaban dalam makna luas. Dengan Amandemen ke I SID IV DUD 1945, kedudukan, kewenangan dan peranan DPR "secara konstitusional-juridis" menjadi kuat dan sederajat dengan Presiden. Namun demikian, peranan DPR senantiasa mengalami masa pasang surut, (Aisyah Aminy: 2004), yang dipengaruhi faktor eksternal maupun faktor internal. Beberapa faktor
70
ISSN 1907 - 5502
eksternal yang mempengaruhi peranan DPR, antara lain; konstitusi yang diterapkan, sistem kepartaian yang berlangsung, sistem pemilihan umum, sosialisasi dan pendidikan anggota DPR dan peran lembaga kepresidenan dalam sistem politik bangsa. Sedangkan beberapa faktor internal, antara lain; Peraturan Tata Tertib DPR, keterbatasan SDM tenaga ahli, sarana dan prasarana dalam lembaga DPR, latar belakang anggota DPR dan lain sebagainya. Kedudukan DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dapat kita simak dari jaminan konstitusional yang diberikan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Jika kita lihat dalam konteks UUD 1945, maka terdapat perbedaan mendasar tentang kedudukan dan peranan DPR dalam pelaksanaan fungsi legislasi, sebelum diadakan Amandemen dan sesudah diadakan Amandemen UUD 1945, baik dari sisi kedudukan lembaga legislatif maupun dari kedudukan lembaga eksekutif. Dari sisi kedudukan lembaga legislatif, kedudukan DPR sebelum Amandemen UUD 1945 ditegaskan dalam pasal 20, dimana setiap UU menghendaki persetujuan DPR dan jika suatu RUU tidak mendapat persetujuan DPR, maka RUU tadi tidak boleh dimajukan lagi
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
dalam persidangan DPR masa itu. Demikian juga, dalam pasal 21 UUD 1945 ditegaskan, bahwa anggota-anggota DPR berhak memajukan rancangan UU. Sedangkan dari sisi kedudukan lembaga eksekutif sebelum Amandemen UUD 1945, ditegaskan dalam pasal 5 bahwa; Presiden memegang kekuasaan membentuk UU dengan persetujuan DPR. Sesudah amandemen UUD 1945, maka dalam pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa; DPR memegang kekuasaan membentuk UU, sedangkan dalam pasal 5 UUD NRI 1945 (sesudah amandemen) menyatakan bahwa: Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Pertanyaannya, apa yang dapat diberikan DPR dalam membentuk "sistem administrasi negara yang efektif dan efisien" sebagai bagian dari konsolidasi demokrasi dan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat? Terdapat beberapa hal yang dapat diberikan DPR: Pertama; sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR antara lain; senantiasa melakukan proses yang transparan dalam merekrut pengisian jabatanjabatan publik, baik untuk mengisi jabatan-jabatan dalam komisi negara yang independen, jabatan tertentu di eksekutif, jabatan di BUMN, BPK,
ISSN 1907 - 5502
Panglima TNI/Kapolri, Hakim Agung dan Iain-lain. Hal ini semua untuk mewujudkan asas transparansi dan akuntabilitas publik serta merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR dalam mewujudkan sistem administranegara yang efisien dan efektif; Kedua; sebagai lembaga legislatif, DPR bersama Presiden harus membuat kebijakan-kebijakan mewujudkan "Clean and Good Governance" dalam bentuk UU, dalam bentuk UU APBN dan pengawasan pelaksanaan APBN. DPR wajib mengontrol pemerintah dalam penyiapan berbagai regulasi di berbagai bidang, yang muaranya menciptakan akuntabilitas, responsibilitas dan kontrol publik secara efektif dan efisien dalam sistem administrasi negara; Ketiga; sebagai lembaga kepemimpinan kolektif yang beranggotakan 550 orang berasal dari figur yang dicalonkan partai politik peserta pemilu dan kemudian dipilih oleh rakyat dari 69 Daerah Pemilihan di seluruh Indonesia, D P R s e p a t u t n y a membangkitkan dan menguatkan apa yang disebut sebagai "nation and character building" melalui pengembangan komunikasi sosialnya dengan para
71
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
konstituen demi terwujudnya sistem administrasi negara yang efektif dan efisien dalam berbangsa, bernegara dan berkewargaan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, tata kepemerintahan yang baik, pemerintahan yang bertanggung jawab, dan pemerintahan yang kuat serta mampu memerintah (Government That Govern). Keempat; DPR melakukan fungsi civic education (pencerdasan dan pencerahan kewargaan) melalui kapasitas dan kedudukannya, para anggota DPR dapat menyuarakan aspirasi publik dalam pencerahan dan pencerdasan bangsa di bidang "Clean and Good Governance" sebagai bagian dan upaya membangun sistem administrasi negara sesuai jiwa kedaulatan rakyat, yaitu; sistem administrasi negara dengan infrastruktur birokrasi yang mengayomi, melindungi dan melayani rakyat. Hal ini penting dalam mewujudkan apa yang disebut sebagai responsibitiy atas dasar nilai etis, asas-asas kepatutan umum dan nilai moral dalam mengelola administrasi negara. Bangsa-bangsa yang tumbuh cepat, adalah bangsabangsa yang memiliki DPR yang representatif, aspiratif, kapabel dan memiliki pemerintahan yang bersih, kuat, kepemerintahan
72
ISSN 1907 - 5502
yang baik, pemerintahan yang mampu memerintah, dan tentu saja pemerintahan yang bertanggung jawab. Kelima; DPR dapat berperan sebagai "intermediasi" antara masyarakat dengan dunia pemerintahan, dan stakeholder negara dalam melakukan kontrol publik untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, kuat, baik, pemerintahan yang mampu memerintah dan pemerintahan yang bertanggung jawab. 4.2.2 Penguatan Kinerja dan Kredibilitas DPR dalam Memecahkan Berbagai Masalah Bangsa dan Negara Sebagai lembaga tinggi negara, DPR menempati kedudukan (status/ position) dan peranan sangat strategis (strategic role) dalam memecahkan berbagai masalah bangsa dan negara. Jaminan konstitusional dan yuridis yang kuat, tidak dengan begitu saja menjadikan DPR mempunyai kekuatan subtansial, memiliki kapabilitas dan berkualitas tanpa adanya perubahan fundamental dalam sistem dan infrastruktur institusional DPR. Perubahan itu, mencakup aspek kelembagaan, aspek SDM, aspek infrastruktur teknologi dan sistem informasi, aspek kemandirian anggaran dan lain-
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
lain yang sifatnya subtansial, memiliki kapabilitas dan berkualitas tanpa adanya perubahan fundamental dalam sistem dan infrastruk institusional DPR. Perubahan itu, mencakup aspek kelembagaan, aspek SDM, aspek infrastruktur teknologi dan sistem informasi, aspek kemandirian anggaran dan lain- lain. Penguatan kinerja dilakukan sejalan dengan fungsifungsi DPR, yang meliputi fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan dan tentu juga fungsi perwakilan sebagai berikut: 1. Di bidang legislasi, DPR perlu segera diperkuat dengan SDM (tenaga akademik sesuai bidangnya, tenaga ahli hukum, tenaga legal drafter), infrastruktur teknologi dan anggaran yang proporsional sejalan dengan makna hakiki amanat pasal 20 ayat (1) UUD NRI tahun 1945, bahwa: "DPR memegang kekuasaan membentuk undangundang", sehingga DPR memiliki grand design politik perundang-undangan. Saat ini jumlah anggaran di bidang legislasi, masih sangat terkonsentrasi di lembaga eksekutif; 2. Di bidang anggaran, DPR perlu segera diperkuat tenaga akademik di bidangnya, tenaga akademik di bidang
ISSN 1907 - 5502
anggaran, infrastruktur teknologi dan sistem informasi, sehingga DPR ke depan akan memliki "standing position" dalam "politik anggaran negara". Ke depan diharapkan, posisi DPR secara substansimateril di bidang policy anggaran menjadi kuat, sehingga DPR memiliki " g r and d es ign p o litik anggaran negara" sebagai esensi dari jiwa kedaulatan rakyat di bidang anggaran negara sesuai jiwa pasal 23 ayat (1, 2 dan 3) dan pasal 23A UUD NRI 1945; 3. Di bidang pengawasan, DPR perlu segera diperkuat dengan SDM di bidang pengawasan (ahli akutansi keuangan negara, tenaga profesional di bidang inspektorat pengawasan, tenaga ahli hukum keuangan negara, tenaga akademik di bidangnya dan lain-lain), infrastuktur dan sistem informasi di bidang pendataan setiap masalah yang menjadi objek pengawasan, sehingga DPR dan anggota DPR mempunyai "standing position" dalam setiap materi yang diawasi; 3. D i b i d a n g f u n g s i perwakilan, para anggota DPR perlu diperkuat dengan tenaga ahli yang profesional
73
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
untuk memperkuat fungsi dan eksistensi makna perwakilan rakyat. Saat ini, jarang anggota DPR dapat relatif lebih lama tinggal di daerah pemilihan sepanjang masa reses. Anggota DPR tidak memiliki “kantor” di daerah pemilihannya, yang difasilitasi dengan SDM dan teknologi yang memadai dengan dibiayai oleh APBN, sehingga para konstituen dapat berkomunikasi dengan mudah, efektif, efisien sesuai jiwa asas kedaulatan rakyat. Semua itu memerlukan biaya, namun secara bertahap sesuai situasi dan kondisi, hendaknya perlahan kita menuju ke arah itu, agar kita memiliki DPR yang kuat, legitimatif dan mampu secara substansi melaksanakan semua fungsifungsinya sesuai harapan publik. Kita juga memerlukan pemerintah yang kuat, representatif, tetapi sekaligus mampu memerintah (Government That Govern).
ISSN 1907 - 5502
PENUTUP Seiring berjalannya waktu, Indonesia telah memasuki barisan negara-negara demokrasi dengan sistem administrasi yang mulai berkembang. Pola pikir dalam menyusun sebuah sistem yang utuh sebagai satu kesatuan tidak bisa lagi dipandang secara parsial namun secara holistik. Hal ini berarti tugas dalam membangun negara, bukan hanya tugas para pemimpin namun juga seluruh elemen negara. Indonesia dari segi penerapan sistem administrasi kelembagaan telah banyak mengalami perubahan. Hal ini dapat berdampak buruk dan baik. Tulisan ini mendeskripsi-kan betapa penting sebuah negara mempunyai suatu sistem administrasi yang berciri khas negara tersebut. SANKRI atau Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia dipandang dapat mentransformasikan peranan lembaga Negara Indonesia menjadi lebih efektif dan efisien.
Catatan Khaki 1Ceramah Prof.Dr.M. Dimyati Hartono, SH 2Seminar Nasional “Membangun Sistem Administrasi Negara” tanggal 1 Agustus 2007 di Jakarta 3Prof. Dr. Mr.S. Prajudi Atmosudirjo. 1985. Dasar-Dasar Ilmu Administrasi. Hal 13 4Prof. Dr. Mr.s. Prajudi Atmosudirjo. 1985. Dasar-Dasar Ilmu Administrasi. Hal 18
74
Administratur, Vol. 1, No. 3, Agustus 2007
ISSN 1907 - 5502
5 Antonius
Mintorogo Msc. 2000. Pengantar Ilmu administrasi. hal 35 6 LAN, 2000. SANKRI hal 4-15 7 Mob Kusnardi dan Harmaily Ibrahim; 1986, h.1 Daftar Pustaka Atmosudirjo, Prajudi. 1985. Dasar-Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta: Yudhistira. Budiardjo, Miriam. 1998. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia. ------- (ed.). 1982. Masalah Kenegaraan, Jakarta: PT. Gramedia. Mintorogo, Antonius,. 2000. Pengantar Ilmu Administrasi. Jakarta: STIA LAN Press. Suprijadi, Anwar. 2005. SANKRI. Jakarta: STIA LAN Press. Handout Seminar oleh Dr. Laode Ida “DPD Dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia” Handout Seminar oleh H.R. agung Laksono “Peranan DPR-RI”. Handout Seminar oleh Prof. Dr. M. Dimyati Hartono, SH “Membangun sistem Administrasi Negara”.
75