IMPLEMENTASI PP NO. 48 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH SEBAGAI PUBLIC SERVICES (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
ARISA DYKAWRESA NIM : 1111044100070
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( AHWAL SYAKHSIYYAH ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2015 M
IMPLEMENTASI PP NO. 48 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH SEBAGAI PUBLIC SERVICES (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
ARISA DYKAWRESA NIM : 1111044100070
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( AHWAL SYAKHSIYYAH ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2015 M i
IMPLEMENTASI PP NO. 48 TAHUN 2014 TENTANG
BIAYA NIKAH SEBAGAI PUBLIC SERVICES
(Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Barn)
Skripsi
Diajukankepada Fakultas Syariah dan Hukmn untuk Memenuhi Salah Satn Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Ansa Dykawresa
NIM : 1111044100070
Di Bawah Bimbingan
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA { PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF mDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul "Implementasi PP No. 48 Tabun 2014 Tentang Biaya Nikah
Sebagai Public Services (StIidi Pada Kantor
Urusan Agama
Kecamatan Kebayoran Baru)" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (SI) pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal al-Syakhsiyyah). Jakarta, 8 Oktober 2015 Mengesahkan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
1-
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Ketua
: Dr. H. Abdul Halim. M.Ag NIP: 19670608 199403 1 005
Sekretaris
: Arip Purkon, 1\'IA NIP: 19790427 200312 1 002
Pembimbing
: Dr. H. Yavan Sopvan, SH., M.Ag NIP: 19681014 199603 1 002
Pcnguji I
PCllguii II
• Drs. Djawahir Hejazziey, SO., MA \lIP 19551015 197903 I 002 • Dra. Hi ..\Jash:ufa. ~J.-\ \[P: I L)('6UiU':; 1'19-103 :2 002 iii
~
( ~
C)- . (
)
'tAlA
.b~~'
~LiVl-v,r'
v-/ ___
:-......)
~~
I~~<-=>I
·
~
j
!
1
i
I
LEMBAR PERNY ATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: I. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-I) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penuJisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif H idayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif H idayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 September 20 I 5
ArlSa DykawTesa
I\i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul “Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)” telah diujikan dalam sidang munaqashah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah). Jakarta, 8 Oktober 2015 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. NIP. 19691216 199603 1 001
PANITIA UJIAN MUNAQASHAH
Ketua
: Dr. H. Abdul Halim, M.Ag
(.................................)
NIP. 19670608 199403 1 005 Sekertaris
: Arip Purkon, MA NIP. 19790427 200312 1 002
Pembimbing : Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag
(.................................)
(.................................)
NIP. 19681014 199603 1 002 Penguji I
: Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA
(.................................)
NIP. 19551015 197903 1 002 Penguji II
: Dra. Hj. Maskufa, MA NIP. 19680703 199403 2 002 iii
(.................................)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 September 2015
Arisa Dykawresa
iv
ABSTRAK
Arisa Dykawresa. NIM 1111044100070. Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru). Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. x + 88 halaman + 47 halaman lampiran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja KUA Kecamatan Kebayoran Baru dalam menerapkan peraturan pemerintah tentang biaya nikah berdasarkan PP No. 48 Tahun 2014. Dalam hal ini penulis mengurai tentang adanya deviasi yang terjadi pada saat mengurus pernikahan oleh calon pengantin dalam melangsungkan pernikahannya di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah keseluruhan data yang diperoleh dari hasil wawancara masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penulis menemukan adanya deviasi dalam administrasi pembiayaan nikah. Deviasi tersebut terdapat di sektor RT calon pengantin yang akan mendaftarkan pernikahannya melalui bantuan pihak RT untuk mengurus persyaratan pelaksanaan pernikahan. Hal ini yang menjadi PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah belum sepenuhnya diterapkan dalam lingkup masyarakat.
Kata Kunci
: Good Government. Public Services. Biaya Nikah. KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Pembimbing
: Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag
Daftar Pustaka
: Tahun 1980 s/d Tahun 2013
v
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas diucapkan dalam kesempatan ini selain persembahan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan pertolongan-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta Keluarga dan para sahabat yang setia dalam suka dan duka. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H. Deddy Indjumpono Putro dan Ibunda Dra. Hj. Otisia Arinindyah, MM yang tiada lelah dan bosan memberikan motivasi, bimbingan, kasih sayang serta do’a bagi keempat putra putrinya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dari Allah SWT, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M. Ag., dan Bapak Arip Purkon, MA., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga vi
Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis. 4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan. 5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi. 6. Bapak TB. Zamroni, S.Ag., selaku Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kebayoran Baru beserta seluruh stafnya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi. 7. Do’a dan harapan penulis panjatkan teruntuk adik-adik; Bashith Edryanto, Chenandito Litus Dyputro, dan Detisya Caeliusa Dyputri yang senantiasa memberikan semangat, cinta dan kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
vii
8. Bude Ir. Hj. Mutia Okecahani dan Bude Lismiyati yang telah banyak membantu meringankan mengurus adik dan pekerjaan rumah hingga menyelesaikan skripsi. 9. Terimakasih atas segala bantuannya kepada Burhanatut Dyana, S.Sy., Nur Azizah, Fauzan Hakim, Om Tawabuddin, Andhira Ramadhan Utama, B.Bus., Nabillah, Bude Yani, dan Farda Chalida, S.Sy., sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 10. Dan tak lupa untuk semua teman-teman Peradilan Agama 2011 kelas B dan A yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, 8 September 2015
Penulis viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv ABSTRAK .............................................................................................................v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 8 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 9 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 10 E. Studi Review Terdahulu ............................................................... 11 F. Metode Penelitian .......................................................................... 13 G. Sistematika Penulisan ................................................................... 17
BAB II
PRINSIP ADMINISTRASI PERKAWINAN DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PRIMA A. Good Governance ........................................................................ 18 B. Public Services ............................................................................. 24
ix
C. Tujuan Pencatatan Perkawinan ..................................................... 34 D. Administrasi Pembiayaan Nikah di Indonesia ............................. 44 BAB III PENERAPAN PUBLIC SERVICES TERHADAP PP NO. 48 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH DI KUA KECAMATAN KEBAYORAN BARU A. Kondisi Objektif Penelitian .......................................................... 55 B. Proses Pembiayaan Pengurusan Nikah ......................................... 64 C. Analisis Penulis ............................................................................ 71 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 82 B. Saran ............................................................................................. 84 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 85 LAMPIRAN 1.
Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi
2.
Surat
Permohonan
Data/Wawancara
di
KUA
Kecamatan
Kebayoran Baru 3.
Surat Keterangan Riset dari KUA Kecamatan Kebayoran Baru
4.
Hasil Wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru
5.
Hasil Wawancara dengan Tigapuluh (30) Responden
6.
Dokumentasi
x
ABSTRAK
Arisa Dykawresa. NIM 1111044100070. Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru). Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. x + 88 halaman + 47 halaman lampiran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja KUA Kecamatan Kebayoran Baru dalam menerapkan peraturan pemerintah tentang biaya nikah berdasarkan PP No. 48 Tahun 2014. Dalam hal ini penulis mengurai tentang adanya deviasi yang terjadi pada saat mengurus pernikahan oleh calon pengantin dalam melangsungkan pernikahannya di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah keseluruhan data yang diperoleh dari hasil wawancara masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa penulis menemukan adanya deviasi dalam administrasi pembiayaan nikah. Deviasi tersebut terdapat di sektor RT calon pengantin yang akan mendaftarkan pernikahannya melalui bantuan pihak RT untuk mengurus persyaratan pelaksanaan pernikahan. Hal ini yang menjadi PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah belum sepenuhnya diterapkan dalam lingkup masyarakat.
Kata Kunci
: Good Government. Public Services. Biaya Nikah. KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Pembimbing
: Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag
Daftar Pustaka
: Tahun 1980 s/d Tahun 2013 v
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas diucapkan dalam kesempatan ini selain persembahan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan pertolongan-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta Keluarga dan para sahabat yang setia dalam suka dan duka. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H. Deddy Indjumpono Putro dan Ibunda Dra. Hj. Otisia Arinindyah, MM yang tiada lelah dan bosan memberikan motivasi, bimbingan, kasih sayang serta do’a bagi keempat putra putrinya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik untuk mereka. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dari Allah SWT, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M. Ag., dan Bapak Arip Purkon, MA., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga vi
Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. H. Yayan Sopyan, SH., M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis. 4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan. 5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi. 6. Bapak TB. Zamroni, S.Ag., selaku Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kebayoran Baru beserta seluruh stafnya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi. 7. Do’a dan harapan penulis panjatkan teruntuk adik-adik; Bashith Edryanto, Chenandito Litus Dyputro, dan Detisya Caeliusa Dyputri yang senantiasa memberikan semangat, cinta dan kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
vii
8. Bude Ir. Hj. Mutia Okecahani dan Bude Lismiyati yang telah banyak membantu meringankan mengurus adik dan pekerjaan rumah hingga menyelesaikan skripsi. 9. Terimakasih atas segala bantuannya kepada Burhanatut Dyana, S.Sy., Nur Azizah, Fauzan Hakim, Om Tawabuddin, Andhira Ramadhan Utama, B.Bus., Nabillah, Bude Yani, dan Farda Chalida, S.Sy., sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 10. Dan tak lupa untuk semua teman-teman Peradilan Agama 2011 kelas B dan A yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, 8 September 2015
Penulis viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv ABSTRAK .............................................................................................................v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 8 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 9 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 10 E. Studi Review Terdahulu ............................................................... 11 F. Metode Penelitian .......................................................................... 13 G. Sistematika Penulisan ................................................................... 17
BAB II
PRINSIP ADMINISTRASI PERKAWINAN DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PRIMA A. Good Governance ........................................................................ 18 B. Public Services ............................................................................. 24
ix
C. Tujuan Pencatatan Perkawinan ..................................................... 34 D. Administrasi Pembiayaan Nikah di Indonesia ............................. 44 BAB III PENERAPAN PUBLIC SERVICES TERHADAP PP NO. 48 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH DI KUA KECAMATAN KEBAYORAN BARU A. Kondisi Objektif Penelitian .......................................................... 55 B. Proses Pembiayaan Pengurusan Nikah ......................................... 64 C. Analisis Penulis ............................................................................ 71 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 82 B. Saran ............................................................................................. 84 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 85 LAMPIRAN 1.
Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi
2.
Surat
Permohonan
Data/Wawancara
di
KUA
Kecamatan
Kebayoran Baru 3.
Surat Keterangan Riset dari KUA Kecamatan Kebayoran Baru
4.
Hasil Wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru
5.
Hasil Wawancara dengan Tigapuluh (30) Responden
6.
Dokumentasi
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam menganjurkan kepada setiap umatnya untuk memiliki pasangan hidup dan membentuk sebuah keluarga yang tentram, damai, penuh kasih sayang, dan berkualitas. Perkawinan merupakan fitrah kemanusiaan, karena itu Islam menganjurkan umatnya untuk menikah karena ini merupakan naluri kemanusiaan. Naluri ini juga harus dipenuhi dengan jalan yang sah, yaitu perkawinan. Islam memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kuat (mitsaqan ghalizhan), ikatan yang suci transenden artinya suatu perjanjian yang mengandung makna magis, suatu ikatan bukan saja hubungan atau kontrak keperdataan biasa, tetapi juga hubungan menghalalkan terjadinya hubungan badan antara suami istri sebagai penyalur libido seksual manusia yang terhormat, oleh karena itu hubungan tersebut dipandang sebagai ibadah.1 Definisi perkawinan juga melihat peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dalam kaitan ini Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan demikian: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
1
Yayan Sopyan, Islam-Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional), (Jakarta: RMBooks, 2012), cet-II, h. 127
1
2
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Masyarakat dan pribadi saat ini rupanya telah menganggap bahwa perkawinan merupakan masalah yang serius dan sakral yang harus dilakukan didepan pegawai pencatat nikah agar dapat diakui oleh negara dan sah di mata negara serta terpenuhinya syarat dan rukun seperti yang telah ditentukan oleh agama agar sah di mata agama. Dengan
demikian
salah
satu
bentuk
pembaharuan
hukum
kekeluargaan Islam adalah dimuatnya pencatatan perkawinan sebagai salah satu ketentuan perkawinan yang harus dipenuhi. Di katakan pembaharuan hukum Islam karena masalah tersebut tidak ditemukan di dalam kitab-kitab fikih ataupun fakwa-fatwa ulama.3 Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan sakral serta mempunyai dampak yang luas, baik dalam hubungan kekeluargaan khususnya, maupun pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya. Perkawinan ini merupakan masalah yang sangat serius dan tidak boleh dilakukan dengan main-main, maka untuk mendukung keseriusan itu, ada hal yang penting sebagai keniscayaan zaman dan kebutuhan legalitas hukum adalah dengan adanya pencatatan perkawinan.4
2
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 46 3
Amiur Nuruddin, dkk., Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Krisis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2006), h., 121-122 4
Yayan Sopyan, Islam-Negara, h. 129
3
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan juga bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan yang berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954, sedangkan kewajiban Pegawai Pencatatan Nikah diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 1 Tahun 1955 dan Nomor 2 Tahun 1954.5 Pencatatan nikah pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Namun, dilihat dari segi manfaatnya, pencatatan nikah sangat diperlukan.6 Pencatatan nikah dilakukan oleh Petugas Pencatat Nikah. Pencatatan pernikahan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui undang-undang untuk melindungi martabat dan kesucian pernikahan. Pencatatan nikah asalnya hanya sebuah kebutuhan administrasi negara. Namun, fungsi dari pencatatan nikah itu sangat penting khususnya bagi perempuan. Karena di antara manfaat dari pencatatan nikah adalah memberikan status hukum yang jelas terhadap pernikahan yang diselenggarakan. Tujuan pencatatan nikah
5
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 47-48 6
123
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Siraja, 2003), h.
4
adalah untuk menghindarkan teraniayanya pihak perempuan (istri) oleh suami.7 Dalam ketentuan umum pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan undang-undang adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan yang dimaksud dengan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) adalah pegawai pencatat perkawinan dan perceraian pada KUA kecamatan bagi umat Islam dan catatan sipil bagi nonmuslim.8 Pegawai Pencatatan Nikah hanya bertugas mengawasi terlaksananya perkawinan agar perkawinan berlangsung menurut ketentuan-ketentuan agama Islam. Pegawai pencatatan ditentukan pegawai yang berkedudukan Penghulu, Kadhi atau wakilnya atau Naib.9 Peran utama Kantor Urusan Agama (KUA) adalah pelaksanaan pencatatan nikah. Dalam hal ini pihak KUA telah berusaha semaksimal mungkin agar seluruh perkawinan di wilayah kerjanya dapat dilakukan melalui pencatatan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.10 Realisasi pencatatan itu, melahirkan Akta Nikah yang masing-masing dimiliki oleh istri dan suami salinannya. Akta tersebut, dapat digunakan oleh
7
Sri Mulyati, Relasi Suami Istri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW), 2004),
h. 9 8
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 13-14 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress), 1986), h. 71 10 Alimin, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia, (Tangerang Selatan: Orbit Publishing, 2013), h. 85-86 9
5
masing-masing pihak bila ada yang merasa dirugikan dari adanya ikatan perkawinan itu untuk mendapatkan haknya.11 Pemerintah juga telah mengatur masalah biaya pernikahan yang dilakukan di jam kerja KUA dan di luar KUA dan jam kerja, yakni terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014 yang sebelumnya adalah perubahan dari Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004. Peraturan tersebut diubah dan diganti agar KUA menjadi lebih berintegritas dan terbebas dari gratifikasi serta memperjelas keuangan yang harus dibayar oleh masyarakat untuk biaya pernikahan. Perubahan yang ditetapkan di dalam PP No. 48 Tahun 2014 di antaranya yaitu adanya multi tarif yang dikenakan kepada masyarakat yang akan menikah. Di dalam PP No. 48 Tahun 2014 disebutkan pada Pasal 6: (1) Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah atau rujuk; (2) Dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan; (3) Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah); 11
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 26
6
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Agama setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan; Ketentuan dalam Lampiran angka II mengenai Penerimaan negara dari Kantor Urusan Agama Kecamatan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Tabel I
JENIS PENERIMAAN SATUAN
TARIF (Rp.)
NEGARA BUKAN PAJAK
II. Penerimaan dari Kantor
per peristiwa 600.000,00
Urusan Agama Kecamatan
nikah atau rujuk
Sumber data diperoleh dari Bimas Islam Kementerian Agama RI Dari perubahan pasal ini dapat diketahui bahwa penerimaan negara dari masyarakat untuk biaya pernikahan berubah, yang tadinya Rp. 30.000,untuk biaya pencatatan nikah dan rujuk menjadi Rp. 600.000,- untuk biaya nikah dan rujuk.12 Berdasarkan sumber yang penulis dapatkan dari Republika.co.id, terdapat artikel yang menyatakan bahwa pada praktiknya ada pihak yang
12
Khoirul Anwar, “PP 48 2014 dan PMA 24 2014, Menuju KUA Berintegritas”, artikel ini diakses pada 31 Maret 2015 pukul 08.31WIB dari http://bimasislam.kemenag.go.id
7
memanfaatkan ketidaktahuan keluarga pasangan pengantin mengenai pengurusan pembayaran yang diwakilkan kepada petugas kelurahan atau pihak lainnya. Oknum tersebut kemudian meminta pembayaran di atas tarif resmi antara Rp. 800.000,- atau lebih.13 Sedangkan dalam PP No. 48 Tahun 2014 yang mengatur bahwa biaya pernikahan hanya terbagi menjadi dua, yaitu pertama gratis atau nol rupiah jika proses nikah dilakukan pada jam kerja di KUA; dan kedua dikenakan biaya enam ratus ribu rupiah jika nikah dilakukan di luar KUA dan atau di luar hari dan jam kerja. Terkait upaya menghindari gratifikasi tersebut, Ditjen Bimas Islam mengeluarkan penjelasan tentang alur pelayanan nikah sesuai dengan yang diatur dalam PP No. 48 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).14 Dalam hal ini penulis tertarik untuk menjadikan KUA Kecamatan Kebayoran Baru sebagai objek penelitian. Ketertarikan penulis tersebut berdasarkan pada letak geografis, keadaan ekonomi dan sosial masyarakat Kecamatan Kebayoran Baru. Warga Kebayoran Baru merupakan golongan menengah keatas, sehingga wajar saja jika mereka tidak mempermasalahkan berapun jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk melangsungkan pernikahan.
13
Citra Listya Rini, “Kemenag: Tidak Ada Biaya Tambahan untuk Nikah”, artikel ini diakses pada 30 Maret 2015 pukul 16.04 WIB dari http://m.republika.co.id 14 Citra Listya Rini, “Kemenag: Tidak Ada Biaya Tambahan untuk Nikah”
8
Berawal dari fenomena diatas, kemudian mendorong penulis untuk mengkaji, meneliti, serta mencermati lebih jauh dalam bentuk skripsi yang mungkin akan memberikan implikasi bagi kehidupan masyarakat mendatang. Adapun judul yang penulis angkat adalah: “Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah Sebagai Public Services (Studi Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru)” B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan yang terkait dengan judul yang sedang dibahas. Masalah-masalah yang sudah tertuang pada latar belakang diatas, maka dari itu penulis memaparkan beberapa permasalahan yang ditemukan sesuai dengan bagian latar belakang penelitian ini, diantaranya adalah: 1.
Bagaimana prosedur pelaksanaan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru?
2.
Siapa saja yang terlibat dalam birokrasi pelaksanaan pernikahan?
3.
Adakah penyimpangan tentang PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah?
4.
Dampak yang terjadi apabila biaya nikah tidak diatur dalam PP No. 48 Tahun 2014?
5.
Adakah kelebihan dan kekurangan dari berlakunya PP No. 48 Tahun 2014?
9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih KUA Kecamatan Kebayoran Baru sebagai obyek penelitian. Mengingat banyaknya kewenangan oleh KUA tersebut, maka penulis melakukan pembatasan hanya pada pelayanan KUA Kecamatan Kebayoran Baru dalam hal administrasi pembiayaan nikah yang sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014. Menarik untuk diteliti, namun perlu adanya pembatasan masalah dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas atau keluar dari pokok bahasan. Adapun dalam hal ini penulis membatasi penelitian hanya mencakup tiga strata dalam masyarakat, yaitu Masyarakat Atas, Masyarakat Menengah, dan Masyarakat Bawah dengan alasan ketiga strata tersebut dapat mewakili jawaban masyarakat yang melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru sejak berlakunya PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah. 2. Perumusan Masalah Untuk
memperjelas
masalah
dalam
pembahasan
ini
maka
dirumuskan masalahnya sebagai berikut. “Sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku bahwa pernikahan yang dilakukan langsung di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dikenakan biaya atau Rp. 0,- akan tetapi realita yang terjadi belakangan ini masih ada beraneka ragam tarif biaya nikah.
10
Agar lebih spesifik, rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: a. Apakah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru sudah menetapkan biaya nikah yang sesuai dengan ketentuan PP No. 48 Tahun 2014? b. Apakah ada deviasi antara ketetapan dan pelaksanaan PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru? c. Apabila terjadi deviasi, terdapat di sektor manakah deviasi dilakukan? d. Bagaimana respon dan tanggapan masyarakat tentang biaya nikah yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dalam melakukan suatu kegiatan pada dasarnya memiliki tujuan tertentu. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis uraikan diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah: a.
Untuk mengetahui biaya nikah sudah sesuai tidak dengan ketentuan PP No. 48 Tahun 2014 sudah diterapkan oleh KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
b.
Untuk mengetahui ada atau tidak deviasi antara ketetapan dan pelaksanaan terhadap PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru.
11
c.
Untuk mengetahui apabila terjadi deviasi yang terdapat di sektor mana serta bagaimana respon dan tanggapan masyarakat tentang biaya nikah yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah.
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah: a. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang Administrasi Keperdataan Islam. b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam praktik pernikahan yang terjadi di masyarakat. E. Studi Review Terdahulu Dalam review studi terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan biaya nikah diantaranya adalah:
No. 1.
Identitas Penulis
Substansi
Perbedaan
Andhika Kharis Ahmadi, NIM 109044200001, tahun 2013. Respon Penghulu KUA Kec. Pamulang Tentang Pembebasan Biaya Administrasi Nikah dan Rujuk.
Dalam skripsi ini membahas tentang respon penghulu Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Pamulang mengenai pembebasan biaya administrasi nikah dan rujuk yang akan dicanangkan oleh Kementerian Agama. Adapun respon penghulu mengenai
Yang membedakan skripsi terdahulu dengan skripsi penulis adalah pihak yang dijadikan informan. Jika dalam skripsi terdahulu yang dijadikan informan hanya penghulu dan masyarakat di daerah Kecamatan Pamulang saja, sedangkan dalam skripsi penulis yang
12
pembebasan biaya administrasi nikah dan rujuk tersebut akan memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak yang akan melakukan pernikahan atau rujuk. Selain itu dampak positif tersebut juga akan merubah pandangan negatif masyarakat terhadap penghulu atas adanya biaya administrasi nikah dan rujuk.
2.
Imam Zakiyudin, NIM 1110044100059, tahun 2014. Faktor Penyebab Biaya Administrasi Pencatatan Pernikahan Menjadi Tinggi (Studi pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal Tahun 2009-2013)
menjadi informan adalah Ketua Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru, 10 (sepuluh) Masyarakat Strata Atas, 10 (sepuluh) Masyarakat Strata Menengah, dan 10 (sepuluh) Masyarakat Strata Bawah. Selain itu penulis juga mendeskripsikan tentang PP No. 48 Tahun 2014 yang telah diterapkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru. Dalam skripsi ini Yang membedakan membahas tentang skripsi terdahulu faktor-faktor yang dengan skripsi penulis menyebabkan adalah Peraturan tingginya biaya Pemerintah (PP) yang administrasi dijadikan acuan. pencatatan pernikahan Dalam skripsi di Kantor Urusan terdahulu Agama (KUA) menggunakan PP No. Kecamatan Bumijawa. 47 Tahun 2004 yang Faktor-faktor tersebut didalamnya berupa ketidaktahuan menyatakan masyarakat tentang bahwasannya biaya berapa kisaran biaya administrasi pencatatan pernikahan pencatatan yang mengacu pada perkawinan sebesar PP No. 47 Tahun Rp. 30.000. 2004 sebesar Rp. Sedangkan dalam 30.000. Selain itu skripsi penulis
13
adanya kebiasaan masyarakat yang selalu meminta pihak ketiga atau penguna jasa untuk mengurus administrasi pencatatan pernikahan di KUA. Sehingga masyarakat harus memberikan imbalan lebih dari standar ketentuan administrasi. Selain itu juga tidak adanya sosialisasi tentang biaya administrasi pencatatan pernikahan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah yang dilakukan oleh lembaga Kantor Urusan Agama (KUA) kepada masyarakat diwilayah Kecamatan Bumijawa.
menggunakan PP No. 48 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa biaya administrasi pencatatan perkawinan yang dilakukan didalam jam kerja dan di Kantor Urusan Agama (KUA) sebesar Rp. 0,sedangkan apabila dilakukan diluar KUA dikenakan biaya sebesar Rp. 600.000.
F. Metode Penelitian 1. Metode Kualitatif Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan data yang dihasilkan dari cara pandang yang menekankan pada obyek yang bersangkutan dan cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di KUA Kecamatan
14
Kebayoran Baru mengenai biaya perkawinan berdasarkan PP No. 48 Tahun 2014. 2. Sumber Data a. Data Primer adalah data-data yang didapat langsung dari lapangan yakni dengan cara mencari fakta-fakta yang ada di lapangan tersebut, melakukan observasi, mengumpulkan data-data yang bersumber dari KUA Kecamatan Kebayoran Baru berupa hasil wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru, beserta masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru mengenai PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah. b. Data Sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian hukum normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu bahan yang dihasilkan dari bahan hukum terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah dan bahan hukum lainnya seperti buku-buku yang mendukung dan memperjelas bahan hukum tersebut. 3. Jenis Penelitian Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu penelitian yang memaparkan suatu karakteristik tertentu dari suatu fenomena. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan memaparkan karakteristik dari beberapa variable dalam suatu situasi.
15
Cara tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam tentang Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru. 4. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru. Adapun yang menjadi bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah Peraturan Pemerintah tentang biaya nikah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014. Sehubungan dengan hal tersebut maka yang menjadi respondennya adalah Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru dan masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Bila dilihat dari sumber datanya maka pengumpulan data menggunakan: a. Survey Untuk mendapatkan data tentang KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan skripsi ini, penulis melakukan survey atau pengamatan langsung ke objek penelitian yang dituju untuk mengetahui kebenaran secara langsung mengenai implementasi PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah di KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
16
b. Interview / Wawancara Teknik disini digunakan oleh penulis agar dalam penelitian didapatkan hasil yang alami dan mendalam, tetapi tetap memakai pedoman sebagai petunjuk wawancara untuk menjadikan wawancara lebih teratur dan terarah. Wawancara dilakukan agar penelitian ini mendapatkan
data
yang
benar-benar
akurat
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. Wawancara dilakukan dengan pihak Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru beserta masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru mengenai PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah. Dalam hal ini penulis mengambil informasi dengan mengkualifikasikan responden dalam Masyarakat Strata Atas dan Masyarakat Strata Menengah dengan ratarata pendidikan terakhir adalah S-1, serta Masyarakat Strata Bawah dengan rata-rata pendidikan terakhir adalah SMA. c. Studi Dokumentasi Penulis melakukan pengumpulan dan penganalisaan terhadap dokumen-dokumen yang meliputi arsip-arsip resmi dari KUA Kecamatan Kebayoran Baru dan masyarakat yang telah melakukan pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Setelah data-data penelitian tersebut didapatkan, kemudian penulis mengolah data dan diuraikan dengan cara kualitatif.
17
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta Tahun 2012. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut: Bab Pertama, terdiri dari Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Review Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab Kedua, memuat tentang Good Governance, Public Services, Tujuan Pencatatan Perkawinan, dan Administrasi Pembiayaan Nikah di Indonesia. Bab Ketiga, berisi tentang Kondisi Objektif Penelitian, Proses Pembiayaan Pengurusan Nikah, dan dilanjutkan dengan Analisis Penulis yaitu penerapan PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya pernikahan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru serta pandangan masyarakat Kebayoran Baru. Bab Keempat, adalah penutup yang berisi kesimpulan serta saransaran. Dalam bab penutup ini penulis menyimpulkan semua yang telah dibahas dalam skripsi ini.
BAB II PRINSIP ADMINISTRASI PERKAWINAN DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN PRIMA A. Good Governance Di Indonesia, substansi wacana good governance dapat dipadankan dengan istilah pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Pemerintahan yang baik adalah sikap di mana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh berbagai tingkatan pemerintah negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi. Dalam praktiknya pemerintahan yang bersih (clean government), adalah model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab.1 Atas nama “Good Governance”, Indonesia telah melakukan beberapa perubahan terkait sistem hukum yang secara khusus menekankan pada pengaturan masalah-masalah keluarga. Hukum di Indonesia, diletakkan dalam atau di bawah dua wadah sumber; hukum Islam dan hukum Indonesia. Terkait dengan pengadopsian hukum Islam, pemerintah lebih banyak mengatur hukum keluarga. Hukum Islam yang diadopsi kemudian ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan kondisi di Indonesia saat ini. Yang
1
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civid Education) Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 160.
18
19
kemudian aturan-aturan tersebut diperbaharui agar pemerintah dapat mengontrol, dan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik.2 Secara terminologis governance yaitu sebagai kepemerintahan sehingga masih banyak yang beranggapan bahwa governance adalah sinonim government. Interpretasi dari praktek-praktek governance selama ini memang lebih banyak mengacu pada perilaku dan kapasitas pemerintah, sehingga good governance seolah-olah otomatis akan tecapai apabila ada good government. Berdasarkan sejarah, ketika istilah governance pertama kali diadopsi oleh para praktisi di lembaga pembangunan internasional, konotasi governance yang digunakan memang sangat sempit dan bersifat teknokratis di seputar kinerja pemerintah yang efektif; utamanya yang terkait dengan manajemen publik dan korupsi. Oleh karena itu, banyak kegiatan atau program bantuan yang masuk dalam katagori governance tidak lebih dari bantuan teknis yang diarahkan untuk meningkatakan kapasitas pemerintah dalam menjalankan kebijakan publik dan mendorong adanya pemerintahan yang bersih (menghilangkan korupsi).3 Adapun terdapat perbedaan antara government dan governance adalah:4
2
Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia, (Ciputat: Orbit Publishing, 2013), h. 16. 3
Hetifah SJ Sumarto, Inovasi-Partisipasi dan Good Governance, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 2. 4
Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik, (Jakarta: Mitra Wicana Media, 2011), h. 101.
20
No. Unsur Perbandingan 1. Pengertian
Kata Government Kata Governance Badan/lembaga atau Cara penggunan fungsi yang atau pelaksanaan. dijalankan oleh suatu organ tertinggi dalam suatu negara. Hirearchis. Heterakhis dalam arti ada kesetaraan kedudukan dan hanya fungsi. Sebagai subyek yang Ada tiga hanya ada satu yaitu komponen yang instusi pemerintah. terlibat yaitu: sektor publik; sektor swasta; masyarakat. Sektor pemerintah. Semua memegang peran sesuai dengan fungsi masing-masing.
2.
Sifat Hubungan
3.
Komponen yang Terlibat
4.
Pemegang Peran Dominan
5
Efek yang Diharapkan
Kepatuhan warga negara.
Partisipasi warga negara.
6.
Hasil Akhir yang Diharapkan
Pencapaian tujuan negara melalui kepatuhan warga negara.
Pencapaian tujuan negara dan tujuan masyarakat sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat.
Dalam pembahasan mengenai good governance terdapat prinsipprinsip yang menunjukan bahwa suatu pemerintahan memenuhi kriteria good governance, yaitu:5 1.
Penegakan Hukum, artinya mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM, dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Penegakan 5
95.
Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik, h. 93-
21
hukum juga merupakan faktor kunci kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, tertib, teratur, efisien, dan efektif. 2.
Transparansi, artinya menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
3.
Kesetaraan, artinya memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
4.
Daya Tanggap, artinya meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali. Daya tanggap atau responsif merupakan tuntutan yang disuarakan berbagai kalangan supaya pemerintah melakukan dengan cepat tindakan yang seharusnya dilakukan.
5.
Akuntabilitas, artinya meningkatkan akuntabilitas publik para pengambil keputusan
dalam
segala
bidang
yang menyangkut
kepentingan
masyarakat luas. Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyatnya, yakni apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi janji terhadap mandat yang diberikan oleh rakyat melalui konstitusi negara. 6.
Pengawasan,
artinya
meningkatkan
upaya
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan ketertiban swasta dan masyarakat luas. Pengawasan juga sebagai salah satu fungsi manajemen yang merupakan pilar utama kesuksesan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan.
22
7.
Efisien dan Efektif, artinya menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Dengan adanya paradigma tersebut hasil yang dicapai pemerintah akan memiliki efek yang berganda yakni terwujudnya masyarakat yang sejahtera serta adil dan makmur.
8.
Profesionalisme,
artinya
meningkatkan
kemampuan
dan
moral
penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau. Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini maka didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinanggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance tersebut.6 Secara keseluruhan, prinsip-prinsip good governance pada dasarnya mengandung nilai yang bersifat objektif dan universal yang menjadi acuan dalam menentukan tolak ukur atau indikator dan ciri-ciri/karakteristik penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik. Karena pada akhirnya, pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang dapat melindungi dan mengedepankan kepentingan publik.7 Sejatinya konsep good governance harus dipahami sebagai suatu proses, bukan struktur atau institusi. Governance juga menunjukkan 6
Nico Andrianto, Good e-Government: Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui eGovernment, (Malang: Bayumedia, 2007), h. 24. 7
Abidarin Rosidi, Reinventing Government: Demokrasi dan Reformasi Pelayanan Publik, (Yogyakarta: ANDI, 2013), h. 25.
23
inklusitivitas. Kalau government dilihat sebagai “mereka” maka governance adalah “kita”. Government mengandung pengertian seolah hanya politisi dan pemerintahan yang mengatur, melakukan sesuatu, memberikan pelayanan, sementara sisa dari “kita” adalah penerima yang pasif. Sementara Governance meleburkan perbedaan antara “pemerintah” dan “yang diperintah” karena kita semua adalah bagian dari proses governance.8 Didalam Good Governance juga terdapat fungsi penyelenggaraan nagara agar terwujudnya Negara Kesejahteraan (Welfare State) yang kemudian dikenal juga sebagai Negara Administrasi (Administrative State). Fungsi pemerintah beserta aparaturnya terhadap masyarakat adalah melayani (service function) dan mengatur (regulating function). Kedua fungsi tersebut dijalankan untuk dapat mensejahterakan rakyat. Pemerintah berupaya memenuhi dan melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat, sehingga pemerintah berperan sebagai produsen dan layanan yang diperlukan oleh masyarakat agar tertib dan teratur sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini, fungsi aparatur negara pada Negara yang sedang berkembang adalah melayani masyarakat, mengayomi masyarakat, dan menumbuhkembangkan
prakarsa
dan
peranserta
masyarakat
dalam
pembangunan. Fungsi yang ketiga tersebut sebenarnya justru harus menjadi muara bagi kedua fungsi yang lain, artinya pelayanan dan pengayoman harus
8
Hetifah SJ Sumarto, Inovasi-Partisipasi dan Good Governance, h. 2.
24
sekaligus diarahkan agar masyarakat mampu berprakasa dan berperan serta dengan baik dalam pembangunan. Fungsi yang ketiga ini sebenarnya sejalan pula dengan paradigma baru dalam administrasi Negara, yaitu fungsi pemberdayaan (empowering). Paradigma baru dalam administrasi Negara menekankan bahwa pemerintah sekaligus diarahkan agar masyarakat mampu berprakarsa dan berperan serta dengan baik dalam pembangunan tidak lagi harus menjadi produsen dan layanan yang diperlukan masyarakat, tetapi pemerintah harus lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator, sehingga masyarakat mampu dengan baik memenuhi kebutuhannya sendiri.9 B. Public Services Setiap warga negara selalu berhubungan dengan aktivitas birokrasi pemerintahan. Tidak henti-hentinya orang harus berurusan dengan birokrasi, sejak berada dalam kandungan sampai meninggal dunia. Dalam setiap sendi kehidupan kalau seseorang tinggal di sebuah tempat dan melakukan interaksi sosial dengan orang lain serta merasakan hidup bernegara.10 Terkait dengan pembahasan Good Governance juga telah membangun kolerasi antara kepemimpinan pemerintah dengan pelayanan publik secara positif. Jika semua fungsi berjalan dengan efisien dan efektif maka akan mendorong pemerintah untuk lebih tertib, tepat, teratur, sistematis, dan cepat dalam memberikan pelayanan publik.
9
http://fakultashukum-universitaspanjisakti.com Diakses pada tanggal 10 Juni 2015 pukul 18:30 WIB. 10
Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 155.
25
Terminologi pelayanan publik dapat di jumpai di tengah masyarakat (media cetak, televisi, dan internet) secara beragam. Dalam berbagai media tersebut terkadang mereka menggunakan istilah/terminologi pelayanan publik, pelayanan masyarakat, ataupun pelayanan umum secara bergantian dan memang pada kenyataannya konsep dan definisinya boleh dikatakan relatif sama dan tidak ada konsep yang baku mengenai terminologi dalam istilah ini. Kalau dalam bahasa Inggris, terminologi tersebut disebut sebagai public service.11 Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/atau kepentingan masyarakat.12 Namun, sejak reformasi bergulir di awal 2000-an, ada perubahan pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pengelolaan keuangan lembaga/instansi
(satuan
kerja/satker)
milik
pemerintah.
Terutama
satker/lembaga yang memberikan pelayanan kepada masyarakat di satu sisi, tetapi di sisi lain masyarakat harus juga membayar biaya atas layanan tersebut. Pergeseran pendekatan dalam pengelolaan satker pemerintah yang menghasilkan layanan sekaligus membebankan biaya kepada masyarakat
11
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 15. 12
170.
Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia, h.
26
(service and cost) ini berawal dengan adanya pemisahan kategori pelayanan publik ke dalam dua bentuk pelayanan (dari sisi pembiayaan).13 Pertama, pelayanan publik yang bebas biaya. Pelayanan publik dalam kategori ini merupakan pelayanan dasar (basic service) bagi semua warga negara. Semua bentuk pelayanan yang disediakan oleh pemerintah dan seharusnya tidak dikenakan biaya. Contoh pelayanan publik pada kategori ini adalah penyediaan layanan untuk memperoleh pendidikan dasar dan menengah bagi masyarakat serta pelayanan kepada semua warga untuk mendapatkan tanda pengenal seperti Kartu Tanda Penduduk/KTP.14 Kedua, pelayanan publik yang dapat dikenakan biaya. Pelayanan publik kategori ini memerlukan peran dan partisipasi masyarakat, terutama dalam hal pembiayaan. Artinya, ada sharing cost antara pengguna dengan pemerintah bagi satuan kerja milik pemerintah yang menyediakan layanan publik ini. Oleh karena itu, terhadap pengguna atau warga masyarakat yang membutuhkan layanan ini dikenakan biaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Peran yang paling krusial bagi pemerintah dalam layanan ini adalah mengontrol biaya layanan yang akan dibebankan oleh penyedia jasa agar tidak memberatkan warga dan terjangkau oleh segala lapisan masyarakat (terutama golongan masyarakat tidak mampu). Selain itu, pelayanan masyarakat diberikan atas dasar kesempatan yang sama (equal access) bagi semua lapisan masyarakat dan layanan yang diberikan tanpa mengutamakan
13
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, h. 12.
14
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi.
27
pencarian keuntungan (not-for-profit).15 Dan contoh pelayanan publik yang dapat dikenakan biaya adalah pencatatan nikah, yaitu pencatatan nikah yang dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) melalui Kantor Urusan Agama (KUA) untuk kedua calon mempelai yang ingin menikah. Baik perkawinan yang dilakukan di dalam jam kerja KUA maupun di luar jam kerja KUA yang sesuai dengan tarif Peraturan Pemerintah yang berlaku. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Masyarakat setiap waktu akan selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan itu seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih menampilkan ciri-ciri yakni berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan. Kecenderungan
seperti
itu
terjadi
karena
masyarakat
masih
diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan yang “dilayani”. Oleh karena itu pada dasarnya dibutuhkan suatu perubahan dalam bidang pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan pelayanan dan yang dilayani pada pengertian yang sesungguhnya. Pelayanan yang seharusnya ditujukan pada masyarakat umum kadang dibalik menjadi pelayanan
masyarakat
terhadap
negara,
meskipun
negara
berdiri
sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya.
15
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, h. 13.
28
Artinya, birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.16 Dalam tatalaksana pelayanan umum (Yanum), pada hakekatnya merupakan penerapan prinsip-prinsip pokok sebagai dasar yang menjadi pedoman dalam perumusan tatalaksana dan penyelenggaraan kegiatan Yanum. Sesuai dengan Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang ditetapkan dengan Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993, maka sendisendi atau prinsip-prinsip tersebut dapat dipahami dengan penjelasan sebagai berikut:17 1.
Kesederhanaan, yaitu prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.
2.
Kejelasan, yakni memuat tentang: a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik. b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik. c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
3.
Kepastian Waktu, di mana dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4.
Akurasi, di mana produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. 16
Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa, 2012), h. 17-18. 17
111-117.
Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik, h.
29
5.
Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6.
Tanggungjawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7.
Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi komunikasi dan informatika (telematika).
8.
Kemudahan akses, di mana tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang
memadai,
mudah
dijangkau
oleh
masyarakat
dan
dapat
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. 9.
Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan, di mana pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan, dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan, yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.18 Sesuai dengan jenis dan sifat pelayanan, serta dengan pertimbangan agar dapat melaksanakan prinsip-prinsip pelayanan umum secara efektif, 18
101-102.
Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, h.
30
maka
dalam
Penyelenggaraan
Pelayanan
Umum,
sesuai
dengan
KEPMENPAN (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) Nomor 63 Tahun 2003, dapat dilaksanakan dengan pola-pola pelayanan sebagai berikut:19 1.
Pola Fungsional, yaitu pola pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara
pelayanan,
sesuai
dengan
tugas,
fungsi,
dan
kewenangannya. 2.
Pola Terpusat, yaitu pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.
3.
Pola Terpadu, terdapat dalam dua bentuk yaitu: a.
Pola Terpadu Satu Atap, yaitu pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu untuk disatu-atapkan.
b.
Pola Terpadu Satu Pintu, yaitu pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.
19
110.
Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik, h
31
4.
Pola Gugus Tugas, yaitu petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu. Selain terdapat pola-pola pelayanan publik yang sesuai dengan
KEPMENPAN (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara) Nomor 63 Tahun 2003, terdapat juga faktor-faktor yang mendukung peningkatan pelayanan publik agar dapat berjalan secara tertib dan teratur, yaitu:20 1.
Faktor Hukum Hukum akan mudah ditegakkan, jika aturan atau undang-undangnya sebagai sumber hukum mendukung untuk terciptanya penegakan hukum. Artinya, peraturan perundang-undangannya sesuai dengan kebutuhan untuk terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik. Faktor Aparatur Pemerintah
2.
Aparatur pemerintah merupakan salah satu faktor dalam terciptanya peningkatan pelayanan publik. Oleh karena aparat pemerintah merupakan unsur yang bekerja di dalam praktik untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
Maka
secara
sosiologis
aparat
pemerintah
mempunyai kedudukan atau peranan dalam terciptanya suatu pelayanan publik yang maksimal. 3.
Faktor Sarana Penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan berlangsung dengan lancar dan tertib (baik) jika tanpa adanya suatu sarana atau fasilitas yang 20
24.
Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, h. 22-
32
mendukungnya.
Sarana
itu
mencakup
tenaga
manusia
yang
berpendidikan, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup. 4.
Faktor Masyarakat Pada
intinya
penyelenggaraan
pelayanan
diperuntukkan
untuk
masyarakat, dan oleh karenanya masyarakatlah yang memerlukan berbagai pelayanan dari pemerintah sebagai penguasa pemerintahan. Dengan kata lain masyarakat memiliki eksistensi dalam pelayanan, karena dalam konteks kemasyarakatan pelayanan publik berasal dari masyarakat (publik) di mana tujuan utamanya adalah untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat seutuhnya. 5.
Faktor Kebudayaan Kebudayaan merupakan faktor yang hampir sama dengan faktor masyarakat. Jika melihat dari sistem sosial budaya, negara Indonesia sendiri memiliki masyarakat yang majemuk dengan berbagai macam karakteristik. Faktor kebudayaan dalam terciptanya penyelenggaraan pelayanan yang baik pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang baik, layak dan buruk. Pelayanan publik juga mempunyai maksud dan tujuan agar dapat
menciptakan pelayanan yang tertib, teratur, dan memudahkan masyarakat pengguna jasa yang telah disediakan oleh pemerintah. Maksud dan tujuan dari
33
pelayanan publik telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu:21 Pasal 2 Undang-undang tentang Pelayanan Publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Pasal 3 Tujuan Undang-undang tentang Pelayanan Publik adalah: a. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggungjawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; b. Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik; c. Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan Perundang-undangan; d. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik; Dengan adanya pelayanan publik yang telah disediakan oleh pemerintah, akan menjadikan pergumulan yang sangat intensif antara pemerintah dengan warga, dan baik atau buruknya dalam pelayanan publik yang sangat dirasakan oleh masyarakat. Ini sekaligus membuktikan, bahwa
21
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
34
jika terjadi perubahan signifikan dalam pelayanan publik dengan sendirinya manfaat itu dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Keberhasilan dalam mewujudkan praktik good governance dalam pelayanan publik mampu membangkitkan dukungan dan kepercayaan masyarakat.22 C. Tujuan Pencatatan Perkawinan Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dan sakral serta mempunyai dampak yang luas, baik dalam hubungan kekeluargaan khususnya, maupun pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya. Perkawinan ini merupakan masalah yang sangat serius dan tidak boleh dilakukan dengan main-main, maka untuk mendukung keseriusan itu, dibutuhkannya
legalitas
hukum
adalah
dengan
adanya
pencatatan
perkawinan. Pencatatan perkawinan merupakan pembaharuan dalam hukum keluarga di dunia Islam. Hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan modern yang mana perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan secara agama dan negara serta dapat dibuktikan dengan adanya akta otentik perkawinan berupa buku nikah. Masyarakat saat ini rupanya telah menganggap bahwa perkawinan merupakan masalah yang serius dan sakral yang harus dilakukan didepan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) agar dapat diakui oleh negara dan sah di mata negara serta terpenuhinya syarat dan rukun seperti yang telah ditentukan oleh agama agar sah di mata agama. Pencatatan perkawinan ini dianggap penting karena hal ini ditujukan sebagai
22
Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, h. 83.
35
upaya untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat, melindungi kesucian perkawinan sebagai sebuah nilai dan ikatan yang sakral dan secara khusus ditujukan untuk melindungi kaum perempuan dalam rumah tangga.23 Pada zaman dahulu Al-Qur’an dan Al-Hadis tidak mengatur secara rinci mengenai pencatatan perkawinan, bahkan jika kita telusuri secara ekplisit tidak ada ketentuan hukum dari pencatatan perkawinan ini. Ada beberapa faktor mengapa pada zaman dahulu perkawinan tidak dicatat:24 1.
Budaya tulis-baca, khususnya dikalangan orang Arab Jahiliyah masih jarang. Oleh karena itu, orang Arab mengandalkan pada daya ingatannya (hafalan) ketimbang tulisan.
2.
Perkawinan bukan syariat baru dalam Islam. Ia merupakan syariat nabinabi terdahulu secara terus menerus di turunkan.
3.
Pada masyarakat jaman dahulu, nilai-nilai kejujuran dan ketulusan dalam menjalankan kehidupan masih sangat kuat sehingga sikap saling percaya dan tidak saling mencurigai menjadi fundamen kehidupan masyarakat. Cukup dengan di saksikannya perkawinan tersebut oleh dua orang saksi dan masyarakat sekitar sudah cukup membutikan bahwa pasangan suami istri tersebut telah melakukan perkawinan yang sah dan tidak dianggap kumpul kebo.
23
24
http://prodipps.unsyiah.ac.id, Diakses pada tanggal 12 Juni 2015 pukul 15:07 WIB.
Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, h. 129
36
4.
Problematika hidup pada jaman dahulu masih sederhana, belum sekompleks dan serumit jaman sekarang ini. Seiring berkembangnya jaman, maka berubahlah pola pikir dan
perilaku masyarakat. Dalam perkawinan, pencatatan mutlak diperlukan. Adapun fungsi dan kegunaannya adalah untuk memberikan jaminan hukum terhadap perkawinan yang dilakukan terutama untuk melindungi harkat dan martabat perempuan. Karena ketika perkawinan tersebut telah halal di mata agama akan tetapi jika tidak dilakukan secara prosedur negara tetap saja perkawinan tersebut dianggap ilegal oleh negara. UU Perkawinan di Indonesia mengatur dengan kewenangan tertentu
agar terwujudnya
ketertiban, bahwa perkawinan selain sah menurut agama maka pernikahan harus dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni di Kantor Urusan Agama (KUA) bagi umat Islam dan Kantor Catatan Sipil (KCS) untuk non Muslim.25 Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan satu-satunya lembaga yang menangani masalah pencatatan perkawinan ini. Menurut KMA (Keputusan Menteri Agama) No. 517 Tahun 2001 yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan lembaga pemerintah yang berkedudukan di wilayah kecamatan yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya di bidang urusan agama Islam dalam wilayah
25
http://prodipps.unsyiah.ac.id Diakses pada tanggal 12 Juni 2015 pukul 15:15 WIB.
37
kecamatan.26 Adapun fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) itu sendiri diantaranya
adalah
pelayanan
administrasi
perkawinan
dan
rujuk
(kepenghuluan), pembinaan perkawinan dan keluarga sakinah, pembinaan kemasjidan, pembinaan zakat, wakaf, ibadah sosial dan Baitu Mal. Untuk sahnya suatu perkawinan yang ditinjau dari sudut keperdataan adalah bilamana perkawinan tersebut sudah dicatat atau didaftarkan pada Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil (KCS) sesuai dengan agama yang dianutnya.27 Selama perkawinan belum terdaftar maka perkawinan itu masih belum dianggap sah menurut ketentuan hukum negara sekalipun mereka sudah memenuhi prosedur dan tata cara menurut ketentuan agama. Sedangkan bilamana yang ditinjau sebagai suatu perbuatan keagamaan maka pencatatan perkawinan hanyalah sekedar memenuhi administrasi perkawinan saja yang tidak menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan.28 Pencatatan nikah sangat penting dilaksanakan oleh pasangan mempelai, dengan adanya pencacatan nikah maka akan menghasilkan buku nikah yang merupakan bukti autentik tentang keabsahan pernikahan baik secara agama maupun negara. Sebuah catatan aksiologi menyatakan
26
LAPORAN PENELITIAN. Respon Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Optimalisasi Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA). Oleh Jaenal Aripin, M.Ag, Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag dan Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Sc. 2004. 27
Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), cet. Ke-5, h. 175. 28
h.10.
Syaharani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Alumni,tth),
38
bahwasanya manfaat dari pencatatan pernikahan diantaranya adalah mendapat perlindungan hukum terutama bagi istri jika terjadi penyelewengan dari pihak suami, memudahkan urusan perbuatan hukum lain yang terkait dengan pernikahan seperti halnya hendak melaksanakan ibadah haji dan asuransi kesehatan, legalitas formal pernikahan di hadapan hukum serta terjaminnya keamanan dari kemungkinan terjadinya pemalsuan dan kecurangan lainnya. Pentingnya sebuah pencatatan dalam suatu masalah yang berkaitan dengan individu yang lain atau dalam masalah mu’amalah. Islam sebagai agama yang sempurna telah terlebih dahulu memerintahkan kepada para pemeluknya untuk mencatatkan setiap peristiwa yang berkenaan dengan individu yang lain. Hal ini dilakukan untuk menghindari sifat lupa akan terjadinya sesuatu dan madharat-madharat yang lain, sehingga untuk mengantisipasi permasalahan tersebut sangatlah penting untuk dicatat. Hal ini didasari oleh Firman Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut.
)282 /2
)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang belum ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.” (Al-Baqarah [2] : 282) Berdasarkan terjemahan diatas, para pemikir hukum Islam (faqih) dahulu tidak ada yang menjadikan dasar pertimbangan dalam perkawinan mengenai pencatatan dan aktanya, sehingga mereka menganggap bahwa hal itu tidak penting. Namun, bila diperhatikan perkembangan ilmu hukum saat
39
ini pencatatan perkawinan dan aktanya mempunyai kemaslahatan serta sejalan dengan kaidah fikih. Sejak diundangkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan era baru bagi kepentingan umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. UU ini merupakan hasil dari kodifikasi dan unifikasi hukum perkawinan, yang bersifat nasional yang menempatkan hukum Islam dalam tempat yang paling terhormat. Pencatatan perkawinan seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 di katakana bahwa “Tiap-tiap perkawinan di catat menurut peraturan per-UU-an yang berlaku”.29 Pasal tersebut adalah satu-satunya ayat yang mengatur tentang pencatatan perkawinan. Di dalam penjelasannya tidak ada uraian yang lebih rinci kecuali yang dimuat di dalam PP No.9 Tahun 1975. Ini berbeda dengan ayat 1 yang di dalam penjelasannya dikatakan (i) tidak ada perkawinan di luar hukum agama dan (ii) maksud hukum agama termasuk ketentuan Perundangundangan yang berlaku.30 Di dalam PP No.9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang Perkawinan Pasal 3 dinyatakan31:
29
Syaharani, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 132
30
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), h.122. 31
122-123.
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h.
40
(1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan. (2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. (3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat 2 disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat (atas nama) Bupati Kepala Daerah. Dengan demikian, pencatatan perkawinan ini walaupun di dalam UUP hanya diatur oleh satu ayat, namun sebenarnya masalah pencatatan ini sangat dominan. Ini akan tampak dengan jelas menyangkut tata cara perkawinan itu sendri yang kesemuanya berhubungan dengan pencatatan. Sehingga ada sebagian pakar hukum yang menempatkannya sebagai syarat administratif yang juga menentukan sah tidaknya sebuah perkawinan. Adapun di dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI), pencatatan
perkawinan ini di atur dalam Pasal 5 yang berbunyi sebagai berikut: (1) Agar terjaminnya ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus di catat. (2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954. Selanjutnya pada Pasal 6 dijelaskan:
41
(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (PPN). (2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) tidak mempunyai kekuatan hukum.
Selain itu, pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat, baik perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan hukum Islam maupun perkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat yang tidak berdasarkan hukum Islam. Pencatatan perkawinan merupakan upaya untuk menjaga kesucian (mitsaqan galidzan) aspek hukum yang timbul dari ikatan perkawinan.32 Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan dan khususnya bagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan oleh akta, apabila terjadi perselisihan diantara suami istri maka salah satu diantaranya dapat melakuakan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing. Karena dengan akta tersebut, suami istri memiliki bukti autentik atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan.33
32
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.
26. 33
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.
107
42
Dengan adanya pencatatan ini, maka perkawinan ini akan dianggap sah baik dimata hukum negara maupun agama. Adapun dampak dari tidak dicatatkannya perkawinan tersebut adalah sebagai berikut: a.
Terhadap Istri Perkawinan bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi istri dan perempuan umumnya, baik secara hukum maupun sosial. Secara hukum, istri tidak dianggap sebagai istri yang sah, istri tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal dunia, istri tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum perkawinan istri dianggap tidak pernah terjadi. Secara sosial, istri akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan bawah tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki tanpa ikatan perkawinan (alias kumpul kebo) atau istri dianggap menjadi istri simpanan.
b.
Terhadap Anak Untuk anak, sahnya perkawinan dibawah tangan menurut hukum Negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum. Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Dengan kata lain sang anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya. Dalam akta kelahirannya pun statusnya dianggap sebagai anak luar nikah. Akibatnya, hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Keterangan status sebagai anak diluar nikah dan tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya. Tidak jelas status anak di
43
mata hukum mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat. Sehingga, bisa saja suatu waktu ayahnya menyangkal bahwa anak tersebut adalah bukan anak kandungnya. Namun, yang jelas-jelas merugikan adalah si anak tidak berhak atas biaya kehidupan, pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya.34 c.
Terhadap Laki-laki atau Suami Hampir tidak ada dampak mengkhawatirkan atau merugikan bagi diri laki-laki atau suami yang menikah bawah tangan dengan seorang perempuan. Yang terjadi justru menguntungkannya, karena suami bebas untuk menikah lagi, karena perkawinan sebelumnya yang dibawah tangan dianggap tidak sah dimata hukum. Suami bisa saja menghindar dari kewajibannya memberikan nafkah, baik kepada istri maupun kepada anak-anaknya dan tidak dipusingkan dengan pembagian harta gono-gini, warisan dan lain-lain.35 Dengan demikian, pelaksanaan peraturan pemerintah yang mengatur
tentang pencatatan dan pembuktian perkawinan dengan akta nikah merupakan tuntutan dari perkembangan hukum dalam mewujudkan kemaslahatan umum (maslahat mursalah) di negara Republik Indonesia.36 Dan pencatatan perkawinan menjadi hal yang wajib hukumnya untuk dilakukan oleh seluruh masyarakat yang hendak melangsungkan pernikahannya. Karena kehidupan 34
http://matapenadunia.com Nur Alfiah, “Untung Rugi Nikah Di Bawah Tangan”, Artikel ini diakses pada tanggal 15 Juni 2015 pukul 10.30 WIB. 35
http://solusihukum.com Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 pukul 11.22 WIB.
36
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 30.
44
yang modern saat ini menuntut adanya ketertiban dalam berbagai hal, antara lain masalah pencatatan perkawinan. Sehingga pasangan yang hendak menikah diwajibkan melakukan pencatatan perkawinan di KUA dan pencatatan perkawinan ini juga sebagai bagian dari public services yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang hendak melakukan pernikahan. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian, kemungkinan besar akan timbul kekacauan dalam kehidupan masyarakat, mengingat jumlah manusia sudah sangat banyak dan permasalahan hidup pun semakin kompleks. D. Administrasi Pembiayaan Nikah di Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, administrasi adalah usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan pembinaan organisasi; usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan; kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; kegiatan kantor dan tata usaha.37 Secara terminologi yang disebut “Administrasi” adalah mengurus, mengatur, mengelola. Mengurus dan pengurusan diarahkan pada penciptaan keteraturan sebab pengurusan yang teratur menghasilkan pencapaian tujuan yang tepat atau pada tujuan yang diinginkan. Mengatur dan pengaturan
37
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), h. 7.
45
tentunya diarahkan pada penciptaan keteraturan.38 Administrasi pemerintah juga termasuk dalam kategori pelayanan publik yang diwajibkan oleh negara dan
diatur
dalam
perundang-undangan
dalam
rangka
mewujudkan
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, dan harta benda.39 Kegiatan pelayanan publik administrasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah adalah layanan yang menyediakan dokumen penting atau suratsurat bernilai kepada masyarakat untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. Contohnya adalah layanan dalam bidang penerbitan akta kelahiran, kartu tanda penduduk, izin mendirikan bangunan, sertifikat tanah, surat nikah, dan sebagainya. Kegiatan layanan dalam bentu ini biasanya bersifat monolpoli dan mandatori, artinya diselenggarakan oleh hanya satu instansi
pemerintah
dan
tidak
bisa
dilakukan
oleh
instansi
nonpemerintah/swasta, terutama layanan penerbitan surat nikah, akta kelahiran, dan sertifikat tanah.40 Administrasi atau dalam hal ini pencatatan perkawinan diberlakukan di hampir semua negara muslim di dunia, meskipun berbeda satu sama lain dalam penekanannya. Menurut Khoiruddin Nasution, aturan pencatatan perkawinan di negara-negara muslim dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok negara yang mengaruskan pencatatan dan memberikan sanksi (akibat hukum) bagi mereka yang melanggar, seperti halnya di Brunei 38
Faried Ali, Teori dan Konsep Administrasi Dari Pemikiran Paradigmatik Menuju Redefinisi, (Jakarta, Rajawali Pers, 2011), h. 19-20. 39
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, h. 16.
40
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, h. 17.
46
Darussalam, Singapura, Iran, India, Pakistan, Yordania, dan Republik Yaman. Sementara yang kedua, negara-negara yang menjadikan pencatatan hanya sebagai syarat administrasi dan tidak memberlakukan sanksi atau denda bagi yang melanggar, seperti Filipina, Lebanon, Maroko, dan Libya. Ketiga, negara yang mengharuskan pencatatan tetapi tetap mengakui adanya perkawinan yang tidak dicatatkan. Hal ini hanya terjadi di Syiria.41 Jika kembali ke kitab-kitab fikih klasik, maka tidak akan ditemukan adanya kewajiban pasangan suami istri untuk mencatatkan perkawinannya pada pejabat negara. Dalam tradisi umat Islam terdahulu, perkawinan sudah dianggap sah bila telah terpenuhi syarat dan rukun-rukunnya. Hal ini berbeda dengan perkara muamalah, yang dengan tegas Alquran memerintahkan untuk mencatatkannya.
Dengan
demikian,
ketentuan
mengenai
pencatatan
perkawinan dapat dikatakan baru diterapkan dalam masyarakat Islam ketika terjadinya pembaruan hukum perkawinan.42 Lembaga pencatatan perkawinan bukan saja merupakan syarat administrasi yang substansinya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban umum, namun juga mempunyai cakupan manfaat yang besar bagi kepentingan dan kelangsungan suatu perkawinan.43 Lembaga yang resmi menangani pencatatan pernikahan di Indonesia adalah Kantor Urusan Agama (KUA). Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan instusi yang secara
41
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.
42
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, h. 182
182. 43
Yayan Sopyan, Islam-Negara; Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 134.
47
langsung bersentuhan dengan masyarakat di tingkat kecamatan yang berada di bawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia.44 Selain itu Kantor Urusan Agama diberi kewenangan dan tugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan masalah-masalah keagamaan.
Salah satu pelayanan yang diberikan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) kepada masyarakat adalah tata cara perkawinan. Di samping itu, Penasehat Perkawinan juga harus menguasai perihal tata cara perkawinan yang telah di atur dalam peraturan perundang-undangan tata cara perkawinan Bab III Pasal 10 dan 11 Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975. Dalam Pasal 10 disebutkan:45 (1). Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat (bagi yang beragama Islam yang dimaksud adalah PPN). (2). Tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (3). Dengan mengindahkan tata cara perkawinan menurut masing-masing hukum agamanya dan kepercayaannya, perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi. Dan dalam Pasal 11 disebutkan:
44
Departemen Agama RI, Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002 & 2003, (Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2003), h. 81. 45
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2001), h. 21-25.
48
(1). Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan Pasal 10 PP No. 9 Tahun 1975, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku. (2). Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai, selanjutnya ditandatangani oleh dua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam ditandatangani pula oleh wali atau yang mewakilinya. (3). Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara resmi. Untuk memenuhi kedua ketentuan yang telah tertera dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 10 dan 11, maka proses perkawinan adalah sebagai berikut: 1) Pemberitahuan Kehendak Nikah Pemberitahuan kehendak nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai atau orang tua atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan, yaitu: a. Surat persetujuan kedua calon mempelai. b. Akte kelahiran atau surat kenal lahir atau surat keterangan asal-usul. c. Surat keterangan mengenai orang tua. d. Surat keterangan untuk kawin dari Kepala Desa yang mewilayahi tempat tinggal yang bersangkutan. e. Surat
izin
kawin
dari
pejabat
yang
ditunjuk
MENHANKAM/PANGAB bagi calon mempelai anggota ABRI.
oleh
49
f. Surat Kutipan Buku Pendaftaran Talak/Cerai atau surat talak/cerai jika calon mempelai seorang janda atau duda. g. Surat keterangan kematian suami/istri dari Kepala Desa yang mewilayahi tempat tinggal atau tempat matinya suami/isteri. h. Surat izin dan atau dispensasi bagi calon mempelai yang belum mencapai umur menurut ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 6 ayat 2 s/d Pasal 7 ayat 2. i. Surat dispensasi camat bagi perkawinan yang akan dilangsungkan kurang dari sepuluh hari kerja sejak pengumuman. j. Surat izin poligami dari Pengadilan Agama bagi calon suami yang hendak beristeri lebih dari seorang. k. Surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa bagi mereka yang tidak mampu. l. Surat kuasa yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri karena sesuatu alsan yang penting, sehingga mewakilkan kepada orang lain. 2) Pemeriksaan Nikah a. Tata Cara Pemeriksaan Pegawai Pencatat Nikah/Wakil PPN/Pembantu PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan memeriksa calon suami, calon isteri dan wali nikah tentang ada atau tidaknya halangan pernikahan, baik dari segi hukum munakahat maupun dari segi peraturan perundang-undangan tentang perkawinan.
50
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan bersama-sama, tetapi tidak ada halangan apabila dilakukan sendiri-sendiri. Bahkan dalam keadaan yang meragukan, perlu dilakukan pemeriksaan sendirisendiri.
b. Materi Pemeriksaan46 Pemeriksaan
dilakukan
untuk
mengetahui
apakah
yang
bersangkutan memenuhi segala persyaratan dan tidak ada halangan perkawinan
baik
menurut
hukum
agama
maupun
peraturan
perundang-undangan. 3) Pengumuman Kehendak Nikah47 Kehendak nikah diumumkan oleh PPN/Pembantu PPN atau pemberitahuan yang diterimanya setelah segala persyaratan/ketentuan dipenuhi dengan menempelkan surat pengumuman (model Ne). Pengumuman dilakukan: a. Di kantor pencatatan pernikahan yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya pernikahan. b. Di
kantor/kantor-kantor
pencatatan
pernikahan
yang
mewilayahi tempat tinggal masing-masing calon mempelai. PPN/Wakil PPN/Pembantu PPN tidak boleh meluluskan akad nikah sebelum lampau sepuluh hari kerja sejak pengumuman, kecuali 46
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, h. 28. 47
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, h. 54-56.
51
seperti apa yang diatur dalam PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 3 ayat 3. Dalam kesempatan waktu sepuluh hari ini, calon suami isteri seyogianya mendapat nasehat perkawinan dari BP4 setempat.
4) Akad Nikah dan Pencatatannya Nikah yang dilangsungkan di bawah pengawasan atau dihadapan PPN/Wakil PPN/Pembantu PPN dicatat dalam Akta Nikah dan kepada masing-masing suami isteri diberikan Kutipan Akta Nikah. Dengan adanya kutipan akta nikah ini, maka terkait semua pihak untuk mengakuinya, dan pemerintah berkewajiban untuk melindungi secara hukum, termasuk segala hak dan kewajiban yang timbul dari perkawinan itu. Sebaliknya, perkawinan yang dilangsungkan tidak dihadapan PPN/Wakil PPN/Pembantu PPN, walaupun mungkin sah menurut hukum agama, tetapi tidak mengikat orang lain untuk mengakuinya dan tidak pula memperoleh pengakuan dan perlindungan hukum dari pemerintah. 5) Penolakan Kehendak Nikah Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah, ternyata tidak memenuhi
persyaratan-persyaratan
yang
telah
ditentukan
baik
persyaratan menurut hukum munakahat maupun persyaratan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka PPN atau Pembantu PPN harus menolak pelaksanaan pernikahan itu. Dengan cara
52
memberikan surat penolakan kepada yang bersangkutan serta alasanalasan penolakannya menurut contoh model P3. Setelah menerima penolakan itu dan berdasarkan penolakan itu yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan terhadap penolakan itu kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya. Setelah memeriksa penolakan itu dengan acara singkat (sumir), Pengadilan Agama
memberikan
ketetapan
menguatkan
penolakan,
atau
memerintahkan agar pernikahan itu dilangsungkan dan PPN/Pembantu PPN harus melangsungkan pernikahan itu. Disamping perihal tentang tata cara perkawinan, pemerintah juga telah mengatur dan menetapkan masalah biaya pernikahan yang dilakukan di jam kerja KUA dan di luar KUA dan jam kerja KUA, yakni terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014 yang sebelumnya adalah perubahan dari Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2004 Pasal 6. Pada PP No. 47 Tahun 2004 Pasal 6 menyatakan bahwa; (1) Kepada warga negara yang tidak mampu dapat dibebaskan dari kewajiban pembayaran tarif Biaya Pencatatan Nikah dan Rujuk. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria warga negara yang tidak mampu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Agama setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.48 Hal ini menjadi polemik terhadap KUA terutama penghulu yang dituduh telah menerima gratifikasi dari calon pengantin atas tarif biaya
48
http://anggaran.depkeu.go.id Diakses pada tanggal 7 April 2015 pukul 09:20 WIB.
53
nikah yang harus dikeluarkan oleh calon pengantin karena kurangnya info lebih rinci mengenai biaya nikah. Berawal dari hal tersebut inilah Kementerian Agama merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Agama. Dalam PP No. 47 Tahn 2004 ini, diatur bahwa biaya pencatatan nikah hanyalah Rp. 30.000,-. Namun belum cukup untuk menyelesaikan polemik yang terjadi dalam KUA. Karena KUA juga harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 11 tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah. Dalam PMA tersebut di atur bahwa pernikahan bisa dilakukan dalam dua opsi: di kantor (KUA) atau di luar kantor. Pernikahan yang dilakukan di luar kantor, selain atas permintaan calon pengantin, juga harus atas persetujuan Pegawai Pencatat Nikah (PPN).49 Inilah yang membuat biaya nikah melebihi peraturan pemerintah yang telah dibuat oleh pemerintah. Maka pemerintah membuat PP No. 48 Tahun 2014 yang mengatur khusus tentang biaya nikah agar meminimalisir kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat terhadap biaya yang harus dikeluarkan untuk menikah. Di dalam PP No. 48 Tahun 2014 disebutkan pada Pasal 6: (1) Setiap warga negara yang melaksanakan nikah atau rujuk di Kantor Urusan Agama Kecamatan atau di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan tidak dikenakan biaya pencatatan nikah atau rujuk; 49
http://kemenag.go.id Diakses pada tanggal 7 April 2015 pukul 15:15 WIB.
54
(2) Dalam hal nikah atau rujuk dilaksanakan di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan; (3) Terhadap warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah); (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk dapat dikenakan tarif Rp. 0,00 (nol rupiah) kepada warga negara yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau korban bencana yang melaksanakan nikah atau rujuk di luar Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Agama setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan; Ketentuan dalam Lampiran angka II mengenai Penerimaan negara dari Kantor Urusan Agama Kecamatan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
JENIS PENERIMAAN SATUAN
TARIF (Rp.)
NEGARA BUKAN PAJAK
II. Penerimaan dari Kantor
per peristiwa 600.000,00
Urusan Agama Kecamatan
nikah atau rujuk
Sumber data diperoleh dari Bimas Islam Kementerian Agama RI
55
Dari perubahan pasal ini dapat diketahui bahwa penerimaan negara dari masyarakat untuk biaya pernikahan berubah, yang tadinya Rp. 30.000,untuk biaya pencatatan nikah dan rujuk menjadi Rp. 600.000,- untuk biaya nikah dan rujuk.50
50
Khoirul Anwar, “PP 48 2014 dan PMA 24 2014, Menuju KUA Berintegritas”, artikel ini diakses pada tanggal 31 Maret 2015 pukul 08:31 WIB dari http://bimasislam.kemenag.go.id
BAB III PENERAPAN PUBLIC SERVICES TERHADAP PP NO. 48 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH DI KUA KECAMATAN KEBAYORAN BARU A. Kondisi Objektif Penelitian 1. Sejarah KUA Kecamatan Kebayoran Baru Pada tahun 1952 sampai dengan tahun 1964 Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru bertempat di Kantor Kelurahan Gunung, tepat di Jalan Hang Lekir I No. 5 Kel. Gunung. Di tahun 1964 sampai tahun 1967 Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru pindah ke Kantor Kawedanaan Kebayoran Baru, di Jalan Barito Kebayoran Baru. Sementara di tahun 1967 sampai dengan 1972 pindah kantor ke Blok O, yang menempati salah satu ruangan Masjid Syarif Hidayatullah di Jalan Iskandar Syah Kelurahan Senayan. Selanjutnya di tahun 1972, Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru pindah menempati gedung baru yang berlantai satu yang disediakan oleh PEMDA DKI di Jalan Singgalang No. 20 Kelurahan Gunung.1 Pada tahun 1986 gedung tersebut dibangun menjadi dua lantai oleh PEMDA DKI dengan luas tanah kurang lebih 450 m2. Selama pembangunan, karyawan dan karyawati menempati kantor milik Pendidikan Agama Islam di Jalan Praja Kebayoran Lama. Setelah selesai dibangun tahun 1987 dan diresmikan oleh Walikota Jakarta Selatan oleh 1
Arsip Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
55
56
Bapak H. Muhtar Zakaria, karyawan dan kayawati kembali menempati gedung Kantor Urusan Agama (KUA) yang berada di Jalan Singgalang No. 20 yang sekarang bernama Jalan Kerinci Raya No. 20 Blok E Kelurahan Gunung, dan masih ditempati hingga sekarang. 2. Letak Geografis KUA Kecamatan Kebayoran Baru Kecamatan Kebayoran Baru adalah sebuah kecamatan yang terletak di Kota Jakarta Selatan. Kecamatan ini sebagian besar merupakan daerah pemukiman, meskipun beberapa bagian juga merupakan daerah pertokoan (Blok M) dan pusat bisnis (Sudirman Business District, SBD). Di Kecamatan Kebayoran Baru terdapat Bursa Efek Indonesia dan memiliki satu terminal bus dalam kota di Jakarta (Terminal Blok M), serta berdiri gedung balaikota Jakarta Selatan, markas Kepolisian Resor Jakarta Selatan, gedung pusat Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan gedung Sekretariat Jendral ASEAN (Assosiation of South East Asian Nation). Gambar 1
Kecamatan Kebayoran Baru
57
Kecamatan Kebayoran Baru juga memiliki batas-batas wilayah, yaitu di sebelah Utara Kebayoran Baru berbatasan dengan Kecamatan Tanah Abang dan Setiabudi. Sebagian kecil Jalan Hang Lekir dan Jalan Jendral Sudirman serta Jalan Gatot Soebroto adalah batas Utara Kecamatan Kebayoran Baru. Di sebelah Barat terdapat Kali Grogol yang memisahkan Kebayoran Baru dengan Kecamatan Kebayoran Lama. Kali Krukut juga membatasi di sebelah Timur dengan Kecamatan Mampang Prapatan, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Cilandak dengan batasnya adalah Jalan Margaguna dan Jalan Haji Nawi Raya. Dan Kecamatan Kebayoran Baru memiliki luas 12,58 km² dan jumlah penduduk 155.201 jiwa. Gambar 2
Letak Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
58
Kantor Urusan Agama (KUA) Kebayoran Baru berada di Provinsi DKI Jakarta Kota Jakarta Selatan yang terdiri dari 10 Desa / Kelurahan yaitu Kelurahan Selong, Kelurahan Gunung, Kelurahan Kramat Pela, Kelurahan Gandaria Utara, Kelurahan Cipete Utara, Kelurahan Pulo, Kelurahan Melawai, Kelurahan Petogogan, Kelurahan Rawa Barat, Kelurahan Senayan.2 3. Tugas dan Fungsi KUA Kecamatan Kebayoran Baru Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 517 Tahun 2001 Tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan, bahwa tugas Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan adalah melaksanakan
sebagian
tugas
Kantor
Kementerian
Agama
Kota/Kabupaten di Bidang Urusan Agama Islam di Wilayah Kecamatan.3 Dan dalam melaksanakan tugasnya Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru melaksanakan fungsi: a. Melaksanakan Tata Usaha Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru. b. Melaksanakan Tata Usaha Keuangan Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru. c. Melaksanakan Urusan Rumah Tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru.
2
Arsip Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
3
http://kuakebayoranbaru.com Diakses pada tanggal 25 Juni 2015 pukul 16:25 WIB
59
d. Melaksanakan Pengurusan Perlengkapan Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru. e. Mengumpulkan, Mengolah, Data dan Statistik serta Dekomentasi di Bidang Nikah dan Rujuk, Pembinaan Perkawinan, Kemasjidan, Zakat, Wakaf dan Ibadah Sosial. f. Melaksanakan Pencatatan Nikah dan Rujuk, Mengurus dan Membina Masjid, Zakat, Wakaf, Baitul Maal, Ibadah Sosial, Kependudukan, dan Pengembangan Keluarga Sakinah. g. Ikut berperan dalam melaksanakan Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama dan Pembinaan Produk Halal di Wilayah Kecamatan Kebayoran Baru. h. Menyusun program kerja Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru dan membuat laporan pelaksanaannya. i. Memberikan bimbingan kepada pegawai, dalam melaksanakan tugas. j. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan. k. Memberikan saran pertimbangan kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan yang berkenaan dengan tugas KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
60
4. Motto, Visi dan Misi KUA Kecamatan Kebayoran Baru Adapun Motto Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru adalah melayani dengan “PUAS” (Professional, Utility, Accountable, Smile). Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru juga memiliki visi dan misi agar terciptanya kelancaran dalam birokrasi Kantor Urusan Agama (KUA) yang berintergritas.4 VISI “Terwujudnya pelayanan yang profesional penuh kesunguhan dan akuntabel menuju masyarakat Kebayoran Baru yang religius, rukun, dan mandiri” MISI 1.
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Nikah dan Rujuk (NR);
2.
Meningkatkan Pelayanan Keluarga Sakinah;
3.
Meningkatkan Pelayanan Ibadah Sosial;
4.
Meningkatkan Pelayanan Produk Halal;
5.
Miningkatkan Pelayanan Perwakafan;
6.
Meningkatkan Pelayanan Kemitraan Umat Islam;
7.
Meningkatkan Pelayanan Konsultasi dan Bimbingan Manasik Haji;
8.
Meningkatkan Pelayanan Kemesjidan.
4
Arsip Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
61
5. Struktur Organisasi KUA Kecamatan Kebayoran Baru
KEPALA H. TB. Zamroni, S.Ag PENGAWAS Fitrima Suarni, S.Pd. I Drs. H. Muslich Kamal, M. Pd
PENYULUH Dra. Hj. Nina Kurniasih, MA Dra. Siti Jubaedah
JFT PENGHULU H. Hadholi Efendi, S.Ag Drs. Ruknuddin H. Nahrowi, S.Ag Drs. H. Khairulloh
JFU PENYUSUN BAHAN Nozy Nainita R, S.P.Si Nita Rochman, SE Siti Rahmah, S.Sos. I
JFU PENGOLAH DATA Hj. Nelita, BA
J F U P E N Y A J I D A T A
Suartini Praherawati Wirmaiyetti Tunggono Wijoyo Agung Nugroho Sugianto Ratu Ina Sopiah
62
6. Data Nikah Rujuk dan Data Pembinaan Pra-Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Lama a. Presentase Nikah dan Rujuk Tahun 2011-2014 Tabel 1 1330 1285 1297 1258 1214 1143 1169 1118
1400
Nikah Campuran Wali Hakim Adhol
1200 Wali Hakim Ghoir Adhol
1000 800
Nasab
600 400 200 0
Jumlah Jumlah 25 44 0 Nasab 0 0 14 Wali Hakim Ghoir… 1 10 21 21 Wali Hakim Adhol Nikah Campuran 2011 2012 2013 2014 33
27
Sumber data diperoleh langsung dari arsip KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
Tabel 2 Wali
Nikah Campuran Wali
Hakim Tahun
Hakim
Nasab
Jumlah
1297
1330
Ghoir Nasab
Hakim
Adhol Adhol
2011
2
12
0
33
63
2012
2
8
0
27
1258
1285
2013
15
6
0
25
1118
1143
2014
20
1
1
44
1169
1214
Sumber data diperoleh langsung dari arsip KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
b. Presentase Pembinaan Pra-Nikah (Suscatin - Kursus Calon Pengantin) Tahun 2011-2014 Tabel 3 1330
1400 1200
1157
1285 1131
1000
1214
1143 857
910 Perseorangan
800
Kelompok
600
400 200
286 173
304
Jumlah
154
0 2011
2012
2013
2014
Sumber data diperoleh langsung dari arsip KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
64
Tabel 4 Per-Orangan
Kelompok
Tahun Presentase
Pasangan
Presentase
Nikah
Pasangan
Jumlah Nikah
Nikah
2011
13%
173
87%
1157
1330
2012
12%
154
88%
1131
1285
2013
25%
286
75%
857
1143
2014
75%
910
25%
304
1214
Sumber data diperoleh langsung dari arsip KUA Kecamatan Kebayoran Baru.
B. Proses Pembiayaan Pengurusan Nikah Dalam proses pembiayaan pengurusan nikah yang terjadi di KUA (Kantor Urusan Agama) Kecamatan Kebayoran Baru, penulis telah membuat coding atau pengodean data yang dapat mempermudah mengidentifikasi data. Dari hasil wawancara yang telah penulis laksanakan, penulis mengambil 2 (dua) kriteria biaya pengurusan nikah, yaitu langsung mengurus sendiri di KUA Kecamatan Kebayoran Baru dan melalui bantuan (pihak RT calon pengantin).
65
Penulis juga melakukan wawancara kepada 3 (tiga) strata masyarakat, yaitu masyarakat atas sebanyak 10 (sepuluh) responden dengan latar belakang pendidikan sarjana strata 2 (dua) pada usia calon pengantin 25 tahun sampai usia 28 tahun bagi laki-laki dan usia calon pengantin 22 tahun sampai 25 tahun bagi perempuan, masyarakat menengah sebanyak 10 (sepuluh) responden dengan latar belakang pendidikan sarjana strata 1 (satu) pada usia calon pengantin 25 tahun sampai 27 tahun bagi laki-laki dan usia calon pengantin 23 tahun sampai 25 tahun bagi perempuan, dan masyarakat bawah sebanyak 10 (sepuluh) responden dengan latar belakang pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas) pada usia calon pengantin 21 tahun sampai 23 tahun dan usia calon pengantin 19 tahun sampai 21 tahun bagi perempuan. Dan jumlah responden yang menjadi sampel penelitian seluruhnya berjumlah 30 (tiga puluh) responden, yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang sudah menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru. 1.
Pembiayaan Nikah Langsung Melalui KUA Kecamatan Kebayoran Baru Tabel 5 Keterangan Prosedur
1. Biaya Nikah
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Atas
Menengah
Bawah
Rp. 600.000,-
Rp. 600.000,-
Rp. 600.000,-
dan
yang
mampu
Rp.
tidak 0,-.
Dan menunjukkan
66
Surat
Keterangan
Tidak
Mampu
(SKTM) dari RT Sumber data diperoleh langsung dari wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru, Rabu 24 Juni 2015 dan responden pada Juli hingga Agustus 2015. 2. Pembiayaan Nikah Melalui Bantuan (Pihak RT dari Calon Pengantin) Tabel 6 Keterangan Prosedur
1. Biaya Nikah
Masyarakat
Masyarakat
Masyarakat
Atas
Menengah
Bawah
Rp. 2.000.000,-
Rp. 1.200.000,-
Rp. 600.000,-
=>
=>
=>
Rp. 3.000.000,-
Rp. 1.800.000,-
Rp. 1.200.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari wawancara dengan responden Juli hingga Agustus 2015 Selain pembiayaan nikah yang telah dilakukan oleh masyarakat, penulis juga memasukkan Prinsip-Prinsip Good Governance dan PrinsipPrinsip Public Services dalam kinerja KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Dalam prinsip-prinsip Good Governance, terdapat 8 (delapan) prinsip yang sebagian dari prinsip tersebut telah memasuki kriteria Good Governance di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Yaitu, dalam hal penegakan hukum, KUA Kecamatan Kebayoran Baru telah melaksananakan PP No. 48 Tahun 2014 sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku, yaitu biaya nikah yang dilakukan pada jam kerja
67
KUA atau diluar jam kerja KUA adalah sebesar Rp. 600.000,-. KUA Kecamatan Kebayoran Baru juga telah menyamaratakan biaya nikah bagi semua strata, yaitu dengan biaya nikah sebesar Rp. 600.000,- dan biaya nikah Rp. 0,- untuk masyarakat yang tidak mampu. Akan tetapi setelah melakukan penelitian di lapangan, penulis menemukan kesenjangan atau tidak sesuainya antara
teori
dengan
praktek.
Dan
dalam
hal
ini
penulis
dapat
mengklasifikasikan biaya nikah yang kepengurusannya melalui bantuan (pihak RT) dalam 3 (tiga) starata masyarakat, yaitu Strata Masyarakat Atas, Strata Masyarakat Menengah, dan Strata Masyarakat Bawah. . KUA Kecamatan Kebayoran Baru tanggap dalam menampung aspirasi masyarakat tanpa kecuali. Yaitu apabila ada pasangan calon pengantin yang kesulitan atau belum mengetahui syarat-syarat pelaksanaan dalam kepengurusan pernikahan, pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru siap
membantu.5
Pihak
KUA
Kecamatan
Kebayoran
Baru
juga
mempermudah proses berjalannya pernikahan, dengan cara menyanggupi untuk melangsungkan akad nikah diluar jak kerja KUA tanpa ada biaya tambahan. Hal ini KUA Kecamatan Kebayoran Baru sangat efisien dan efektif dalam melaksanakan tugasnya untuk melayani calon pengantin yang hendak melangsungkan pernikahan. Tetapi, pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru belum sepenuhnya transparan. Karena dari data yang penulis peroleh dari responden, pihak KUA
5
Wawancara pribadi dengan TB. Zamroni, S.Ag., Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru pada Rabu, 24 Juni 2015 pukul 09.05 WIB
68
meminta sumbangan berupa 2 (dua) kitab suci Al-Qur’an. Sedangkan dalam PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah, tidak ada ketentuan calon pengantin menyumbangkan 2 (dua) kitab suci Al-Qur’an.6 Padahal dari segi akuntabiltas, KUA Kecamatan Kebayoran Baru yang secara tidak langsung adalah bagian dari pemerintahan juga belum sepenuhnya bertanggungjawab atas mandat yang diberikan oleh pemerintah, yaitu masih ada sumbangan berupa Al-Qur’an. Dan tarif yang berlaku diluar KUA Kecamatan Kebayoran Baru yang kepengurusannya melalui bantuan (pihak RT) melebihi biaya nikah yang sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014 sebesar Rp. 600.000,-. Tarif tinggi yang diberikan pihak RT kepada calon pengantin belum diketahui oleh KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Dari hal tersebut maka KUA Kecamatan Kebayoran Baru belum melakukan pengawasan lebih lanjut mengenai biaya nikah yang sudah diterapkan oleh pihak RT calon pengantin.Dan dari segi profesionalisme, KUA Kecamatan Kebayoran Baru belum memenuhi prinsip ini. Karena masih ada responden yang mengeluhkan kalau proses mendaftarkan ke KUA harus 2 (dua) bulan sebelum melangsungkan perkawinan. 7 Padahal tata cara perkawinan dalam peraturan perundang-undangan pada BAB III Pasal 10 ayat 1 PP No. 9 Tahun 1975 disebutkan bahwa “Perkawinan dilangsungkan
6
Wawancara pribadi dengan Mas Dian selaku responden dalam strata masyarakat menengah pada Jum’at 31 Juli 2015 pukul 18.45 WIB 7
Wawancara pribadi dengan Anandia Bella selaku responden dalam strata masyarakat atas pada Rabu, 12 Agustus 2015 pukul 16.15 WIB
69
setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah”8 Sedangkan dalam prinsip-prinsip Public Services, terdapat 10 (sepuluh) prinsip yang sebagian dari prinsip tersebut telah memasuki kriteria pelayanan prima di KUA Kecamatan Kebayoran Baru. Diantaranya adalah prosedur pelayanan publik yang telah dilakukan oleh KUA Kecamatan Kebayoran Baru tidak berbelit-belit serta mudah dipahami dan dilaksanakan oleh calon pengantin. Hal ini menunjukkan bahwa KUA Kecamatan Kebayoran Baru telah memenuhi prinsip public services dalam hal kesederhanaan. Kejelasan dalam hal pesyaratan teknis, administrasif pelayanan publik, dan rincian biaya yang dilaksanakan oleh unit kerja atau pejabat yang berwenang di KUA Kecamatan Kebayoran Baru pun sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang dalam tata cara perkawinan dan PP No. 48 Tahun 2014.9 Dalam hal akurasi, yaitu dimana pelayanan publik dapat diterima dengan benar, tepat, dan sah.10 Sistem yang dibuat oleh KUA Kecamatan Kebayoran Baru sudah diterima dengan benar dan tepat oleh dalam hal biaya nikah yaitu pada PP No. 48 Tahun 2014 sebesar Rp. 600.000,- dan Rp. 0,untuk calon pengantin yang tidak mampu dengan menunjukkan Surat 8
PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974 9
Wawancara pribadi dengan Zara Maydinaselaku responden dalam strata masyarakat atas pada Senin, 6 Juli 2015 pukul 10.00 WIB 10
Bambang Istianto, Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik, (Jakarta: Mitra Wicana Media, 2011), h. 111
70
Keterangan Tidak Mampu (SKTM). KUA Kecamatan Kebayoran Baru juga sudah memenuhi prinsip keamanan. Karena dengan adanya PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah, calon pengantin yang akan menikah di KUA Kecamatan Kebayoran Baru akan merasa aman dalam kepastian hukum tentang biaya nikah yang akan dikeluarkan untuk mendaftarkan pernikahan.11 Dan pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru sudah bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan publik, seperti terlaksananya proses perkawinan pada saat akad nikah. Dari segi prinsip kemudahan akses, KUA Kecamatan Kebayoran Baru telah memenuhi kriteria. Karena tempat dan lokasi KUA Kecamatan Kebayoran Baru mudah dijangkau oleh calon pengantin sehingga memudahkan para calon pengantin untuk mendaftarkan perkawinan. Pelayanan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru sudah melaksanakan pelayanan secara sopan, santun, ramah, serta memberikan pelayanannya dengan ikhlas.12 Di KUA Kecamatan Kebayoran Baru telah melengkapi sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang terlaksananya perkawinan, seperti ruangan-ruangan yang dipakai oleh calon pengantin untuk kursus calon pengantin dan melakukan pernikahan di KUA. Lingkungan pelayanan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru sudah tertib, teratur, dan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, serta dilengkapi fasilitas pendukung lainnya 11
Wawancara pribadi dengan Dewi Pertiwi selaku responden dalam strata masyarakat bawah pada Kamis, 27 Agustus 2015 pukul 13.00 WIB 12 Wawancara pribadi dengan Suparyadi selaku responden dalam strata masayarakat bawah pada Selasa, 4 Agustus 2015 pukul 17.00 WIB
71
seperti parkir, dan toilet. Hal ini yang membuat calon pengantin nyaman dengan kondisi KUA Kecamatan Kebayoran Baru.13 Tetapi KUA Kecamatan Kebayoran Baru kurang disiplin tentang ketentuan pendaftaran perkawinan yang dilaksanakan 2 (dua) bulan sebelum menikah. Hal ini juga berdampak dalam hal kepastian waktu. KUA Kecamatan Kebayoran Baru belum bisa menerapkan dengan baik sistem pembagian waktu. Karena menurut responden, ketika calon pengantin akan mendaftarkan diri untuk menikah di KUA Kecamatan Kebayoran Baru, calon pengantin mendaftarkan 2 (dua) bulan sebelum tanggal melangsungkan perkawinan.14 Padahal tata cara perkawinan dalam peraturan perundangundangan pada BAB III Pasal 10 ayat 1 PP No. 9 Tahun 1975 disebutkan bahwa
“Perkawinan
dilangsungkan
setelah
hari
kesepuluh
sejak
pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah”.15 C. Analisis Penulis Berdasarkan PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah bahwa tarif biaya nikah / rujuk adalah sebesar Rp. 600.000,- dan KUA Kecamatan Kebayoran Baru sudah menetapkan biaya nikah yang sesuai dengan ketentuan PP No. 48 Tahun 2014. Dari hasil wawancara yang penulis laksanakan pada bulan Juli sampai Agustus, masyarakat yang melakukan pernikahan langsung
13
Hasil pengamatan langsung oleh penulis di KUA Kecamatan Kebayoran Baru pada Rabu, 26 Agustus 2015 pukul 09.00 WIB 14
Wawancara pribadi dengan Anandia Bella selaku responden dalam strata masyarakat atas pada Rabu, 12 Agustus 2015 pukul 16.15 WIB 15
1974
PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun
72
melalui KUA Kecamatan Kebayoran tanpa melalui bantuan sebanyak 10 (sepuluh) responden dari 30 (tiga puluh) responden. Tabel 7 Strata
1. Masyarakat Atas 2. Masyarakat
Responden
Biaya
II dan IV
Rp. 600.000,-
I, V, dan IX
Rp. 600.000,-
Menengah III, IV, VI. VII, dan 3. Masyarakat Bawah
Rp. 600.000,-
VIII Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden Juli hingga Agustus 2015 Dari strata masyarakat atas sebanyak 2 (dua) responden, masyarakat menengah sebanyak 3 (tiga) responden, dan masyarakat bawah sebanyak 5 (lima) responden. Dan tarif biaya nikah sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014 sebesar Rp. 600.000,- dengan cara setor melalui setoran tunai ke Bank BTN, Bank BRI, Bank BNI, atau Bank Mandiri atas nama Bendahara Penerima Penerimaan Negara Bukan Pajak Nikah / Rujuk (PNBP NR) Kementerian Agama Republik Indonesia.16 Tetapi berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan responden masyarakat menengah, terjadi deviasi antara ketetapan dan pelaksanaan terhadap PP No. 48 Tahun 2014 yaitu deviasi yang dilakukan
16
Wawancara pribadi dengan TB. Zamroni, S.Ag., Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru pada Rabu, 24 Juni 2015 pukul 09:05 WIB.
73
oleh pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru adalah kedua calon pengantin dimintai menyumbangkan 2 (dua) kitab suci Al-Qur’an dengan alasan satu dari pihak calon pengantin laki-laki dan satu dari pihak calon pengantin perempuan.17 Sedangkan didalam PP No. 48 Tahun 2014 tidak ada ketentuan bagi calon pengantin yang menikah menyumbangkan Al-Qur’an. Sementara itu, dari hasil wawancara yang penulis laksanakan pada masyarakat bawah yang melakukan pernikahan melalui bantuan pihak RT calon pengantin sebanyak 5 (lima) responden. Dari kelima responden, biaya yang dikeluarkan pun berbeda-beda. Tabel 8 Strata Masyarakat Bawah
Responden
Biaya
I, II, dan V
Rp. 1.000.000,-
IX dan X
Rp. 1.200.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden Juli hingga Agustus 2015
Dan dari masyarakat menengah, terdapat 7 (tujuh) responden yang melakukan pernikahan melalui bantuan pihak RT calon pengantin. Tarif yang ditawarkan oleh pihak RTpun berbeda.
17
Wawancara pribadi dengan Mas Dian selaku responden dalam strata masyarakat menengah pada Jum’at, 31 Juli 2015 pukul 18:45 WIB.
74
Tabel 9 Strata Masyarakat Menengah
Responden
Biaya
II dan VIII
Rp. 1.200.000,-
III, VI, VII, dan X
Rp. 1.500.000,-
IV
Rp. 1.800.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden Juli hingga Agustus 2015 Sedangkan dalam strata masyarakat atas tarif yang diberikan oleh pihak RT lebih tinggi. Tabel 10 Strata Masyarakat Atas
Responden
Biaya
I, V, VI, dan IX
Rp. 2.000.000,-
III dan VII
Rp. 2.500.000,-
VIII dan X
Rp. 3.000.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden Juli hingga Agustus 2015 Alasan masing-masing RT mengenai tarif yang tidak sesuai dengan ketentuan PP No. 48 Tahun 2014 adalah karena terbentur oleh biaya proses pembawaan berkas-berkas calon pengantin hingga sampai di KUA
75
Kecamatan Kebayoran Baru. Bahkan ada responden yang menyatakan bahwa pihak RT tahu kalau acara pernikahan yang akan dilaksanakan oleh calon pengantin atas biaya pribadi, orang tua calon pengantin, atau dibiayai oleh sponsor.18 Hal inilah yang menguatkan penulis bahwa telah terjadi deviasi terhadap pembiayaan nikah yang terjadi pada sektor pihak RT calon pengantin. Deviasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyimpangan (dari peraturan).19 Jika ditelurusi dalam isi kandungan al-Qur’an, maka terdapat ayat yang menyinggung tentang perbuatan deviasi dalam Surat Asy-Syu’araa ayat 183 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (Asy-Syu`araa [26] : 183) Di dalam ayat tersebut memang tidak menjelaskan secara jelas tentang perbuatan deviasi, tetapi deviasi adalah termasuk perbuatan yang merugikan sesama manusia serta telah menghilangkan hak-hak manusia untuk mendapatkan hak yang sama antar sesama manusia. Deviasi bisa disebabkan karena ada celah untuk melakukan tindakan yang tidak selaras dalam peraturan yang telah berlaku. Hal ini termasuk dalam kategori korupsi yang dilakukan oleh sumber daya manusia. Pelaku perilaku deviasi adalah pihak
18
Wawancara pribadi dengan Andhita Lestari selaku responden dalam strata masayarakat atas pada Selasa, 14 Juli 2015 pukul 10:15 WIB. 19
http://kbbi.web.id Diakses pada tanggal 30 Agustus 2015 pukul 19:30 WIB
76
administrasi yang mengurus hal-hal yang mengenai proses-proses tertentu yang berhubungan dengan biaya dan tarif yang sebelumnya telah ditetapkan oleh peraturan yang telah dibuat, baik dalam pemerintah maupun lembaga. Ketaatan terhadap pemerintah maupun lembaga dalam hal peraturanperaturan yang telah dibuat oleh pemerintah dan seharusnya yang menjalankannyapun harus tunduk dengan peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Di al-Qur’an juga telah disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 59 yang bebunyi sebagai berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa [4] : 59) Dalam hal biaya nikah yang telah penulis analisis di KUA Kecamatan Kebayoran Baru, deviasi yang terjadi terdapat dalam sektor RT (Rukun Tetangga) calon pengantin. Karena pihak RT telah membuat tarif prosedur pernikahan yang tidak sesuai dengan ketentuan PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah. Didalam PP No. 48 Tahun 2014 telah jelas menyatakan bahwa pasangan calon pengantin yang hendak menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) pada di luar jam kerja KUA dikenakan biaya nikah
77
Rp. 600.000,-, sedangkan pasangan calon pengantin yang hendak menikah di jam kerja KUA dikenakan biaya Rp. 0,-. Yang dimaksud dengan biaya nikah Rp. 0,- untuk calon pengantin yang tidak mampu secara ekonomi dan dengan menunjukkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari RT tempat kedua calon pengantin. Dan biaya nikah sebesar Rp. 600.000,- dikenakan untuk biaya transportasi dan jasa profesi sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.20 Tetapi hal ini tidak sesuai dengan ketentuan telah dibuat oleh pemerintah. Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan 30 (tiga puluh) responden pengantin dalam konteks tarif biaya nikah, maka penulis memakai 3 (tiga) variabel untuk setiap masing-masing strata masyarakat. Tabel 11 Variabel Pertama Strata Masyarakat Atas Mengurus proses pembiayaan nikah tanpa 2 (dua)
bantuan (sendiri) Biaya Nikah
responden
Rp. 600.000,Mengurus proses pembiayaan nikah melalui bantuan (pihak RT) Biaya Nikah 8 (delapan)
20
4 (empat) responden
PP No. 48 Tahun 2014 Pasal 6
Rp. 2.000.000,-
78
responden
2 (dua) responden
Rp. 2.500.000,-
2 (dua) responden
Rp. 3.000.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden Juli hingga Agustus 2015
Dari keterangan tabel diatas pada variabel Pertama maka penulis menganalisis pembiayaan nikah melalui bantuan pihak RT adalah sebesar Rp. 2.000.000,-. Hal ini dikarenakan tarif tersebut lebih dominan di strata masyarakat atas.
Tabel 12 Variabel Kedua Strata Masyarakat Menengah Mengurus proses pembiayaan nikah tanpa 3 (tiga)
bantuan (sendiri) Biaya Nikah
responden
Rp. 600.000,Kepengurusan pernikahannya melalui bantuan (pihak RT) Biaya Nikah 7 (tujuh) responden
2 (dua) responden
Rp. 1.200.000,-
4 (empat) responden
Rp. 1.500.000,-
1 (satu) responden
Rp. 1.800.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden Juli hingga Agustus 2015
79
Sedangkan dari keterangan tabel diatas pada variabel Kedua maka penulis menganalisis pembiayaan nikah melalui bantuan pihak RT adalah sebesar Rp. 1.500.000,-. Hal ini dikarenakan tarif tersebut lebih dominan di strata masyarakat menengah. Tabel 13 Variabel Ketiga Strata Masyarakat Bawah Mengurus proses pembiayaan nikah tanpa 5 (lima)
bantuan (sendiri) Biaya Nikah
responden
Rp. 600.000,Kepengurusan pernikahannya melalui bantuan (pihak RT) 5 (lima) Biaya Nikah responden
3 (tiga) responden
Rp. 1.000.000,-
2 (dua) responden
Rp. 1.200.000,-
Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan responden Juli hingga Agustus 2015
Dan dari keterangan tabel diatas pada variabel Ketiga maka penulis menganalisis pembiayaan nikah melalui bantuan pihak RT adalah sebesar Rp. 1.000.000,-. Hal ini dikarenakan tarif tersebut lebih dominan di strata masyarakat bawah.
80
Tentunya, ketiga variabel tersebut tidak sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014 karena dengan adanya tarif-tarif tertentu, pihak RT calon pengantin bisa mengambil kesempatan dalam mengambil keuntungan dalam menjalankan pelayanan umum untuk masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan oleh pihak RT termasuk dalam korupsi. Karena di dalam al-Qur’an Surat AlInfithaar ayat 10-12 telah tercantum dengan jelas mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh manusia walaupun pekerjaan tersebut tidak diketahui oleh pihak yang berwenang. Ayat tersebut berbunyi:
Artinya: “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi pekerjaanmu).” (Al-Infithaar [82] : 10)
Artinya: “Yang mulia (disisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaan mu itu).” (Al-Infithaar [82] : 11)
Artinya: “Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Infithaar [82] : 12) Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengawasan dari KUA Kecamatan Kebayoran Baru dalam pembiayaan proses pernikahan atas tarif yang sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2014. Dari isi kandungan al-Qur’an dalam Surat Adz-Dzaariyaat ayat 55 yang berbunyi:
Artinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzaariyaat [51] : 55)
81
Menurut penulis, sebaiknya pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru melakukan penyelidikan ke pihak RT yang melakukan tarif-tarif tertentu mengenai proses pembiayaan nikah. Dan apabila pihak RT membenarkan adanya tarif-tarif proses pembiayaan nikah, maka pihak KUA Kecamatan Kebayoran Baru memberikan pengarahan untuk tidak memberikan tarif-tarif tertentu dalam proses pembiayaan nikah kepada semua strata masyarakat. Agar tidak terjadi deviasi yang dilakukan oleh pihak RT calon pengantin dalam membantu KUA Kecamatan Kebayoran Baru untuk dapat memenuhi prinsip-prinsip good governance dan public services dari berbagai sektor yang membantu kinerja KUA Kecamatan Kebayoran Baru dalam proses pembiayaan nikah.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dari bab I sampai bab III, pada akhirnya penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1.
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru sudah menetapkan biaya nikah yang sesuai dengan ketentuan PP No. 48 Tahun 2014, yang didalam PP tersebut menyatakan bahwa calon pengantin yang hendak menikah di jam kerja KUA sebesar Rp. 0,- dan yang dimaksud tarif di jam kantor KUA dengan biaya sebesar Rp. 0,- ini adalah untuk calon pengantin yang tidak mampu secara ekonomi dan menunjukkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari RT tempat kedua calon pengantin. Sedangkan, biaya nikah di luar jam kerja KUA adalah sebesar Rp. 600.000,- yang dikenakan untuk biaya transportasi dan jasa profesi sebagai penerimaan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan.
2.
Di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru telah terjadi deviasi antara ketetapan dan pelaksanaan terhadap PP No. 48 Tahun 2014 tentang biaya nikah. Deviasi yang terjadi adalah berbedanya tarif biaya nikah yang harus calon pengantin bayarkan. Dan biaya yang dikeluarkan oleh setiap calon pengantin pun berbeda-beda. Tarif yang dikenakan menunjukkan strata calon pengantin berdasarkan kemampuan ekonomi setiap calon pengantin. Dalam variabel Pertama pada strata masyarakat atas dikenakan tarif sebesar Rp. 2.000.000,-, variabel Kedua
82
83
pada strata masyarakat menengah sebesar Rp. 1.500.000,-, dan variabel Ketiga pada strata masyarakat bawah adalah sebesar Rp. 1.000.000,-. 3.
Deviasi ini terjadi bukan pada sektor Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru, tetapi pada sektor RT tempat calon pengantin. Pihak RT memasang tarif lebih tinggi dari ketentuan PP No. 48 Tahun 2014 adalah dengan alasan untuk biaya pengurusan data-data calon pengantin ke Kantor Urusan Agama. Dan cepat atau tidaknya kepengurusan yang dilaksanakan oleh RT tergantung pada tinggi atau rendahnya biaya yang dikeluarkan oleh calon pengantin. Semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh calon pengantin, maka semakain cepat juga proses yang dilakukan oleh pihak RT.
4.
Respon dan tanggapan masyarakat pun tidak keberatan dengan tarif yang diberlakukan RT. Karena bagi semua strata, baik itu masyarakat atas, masyarakat menengah, dan masyarakat bawah tentang tarif berbeda yang dilakukan oleh dari pihak RT sesuai dengan kinerja RT yang telah mengurus proses pernikahan calon pengantin.
84
B. Saran Bagi pihak Kantor Urusan Agama (KUA) Kebayoran Baru sebaiknya melakukan penelurusan ke RT yang memberlakukan tarif tinggi terhadap biaya nikah pada PP No. 48 Tahun 2014 dan memberikan pengarahan agar tidak terjadi deviasi dalam pelaksanaan PP No. 48 Tahun 2014 agar dapat terciptanya pelayanan publik yang jujur dan bersih.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Faried. Teori dan Konsep Administrasi dari Pemikiran Paradigmatik Menuju Redefinisi. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Alimin. Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia. Tangerang Selatan: Orbit Publishing, 2013. Andrianto, Nico. Good e-Government: Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui e-Government. Malang: Bayumedia, 2007. Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya. Aripin, Jaenal. LAPORAN PENELITIAN. Respon Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Optimalisasi Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA). 2004. Departemen Agama RI. Profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Teladan 2002 & 2003. Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2003. Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Pedoman Konselor Keluarga Sakinah. Jakarta: Departemen Agama RI, 2001. Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. Jakarta: Siraja, 2003. Istianto, Bambang. Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif Pelayanan Publik. Jakarta: Mitra Wicana Media, 2011. Kharlie, Ahmad Tholabi. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: 1997. Kumorotomo, Wahyudi. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008. Lukman, Mediya. Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2013. Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006. Marbun, B.N. Konsep Manajemen Indonesia, Jakarta: Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, 1980.
85
86
Mulyati, Sri. Relasi Suami Istri dalam Islam, Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW), 2004. Nuruddin, Amiur, dkk. Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Krisis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI). Jakarta: Kencana, 2006. Ridwan, Juniarso. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa, 2012. Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003. Rosidi, Abidarin. Reinventing Government: Demokrasi dan Reformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: ANDI, 2013. Sopyan, Yayan. Islam-Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional). Jakarta: RMBooks, 2012. cet-II. Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004. Sumarto, Hetifah SJ. Inovasi-Partisipasi dan Good Governance. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003. Syaharani. Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia. Bandung: Alumni, tth. Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ubaedillah, A. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil Education) Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
87
Undang-undang Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1955 tentang Kewajiban Pegawai Pencatatan Nikah Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 517 Tahun 2001 tentang Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (KEPMENPAN) Nomor 63 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Hasil Penelitian Wawancara Pribadi dengan TB. Zamroni, S. Ag. Jakarta, 24 Juni 2015 Wawancara Pribadi dengan 10 (sepuluh) responden Masyarakat Atas. Juli hingga Agustus 2015 Wawancara Pribadi dengan 10 (sepuluh) responden Masyarakat Menengah. Juli hingga Agustus 2015 Wawancara Pribadi dengan 10 (sepuluh) responden Masyarakat Bawah. Juli hingga Agustus 2015
88
Dokumen Elektronik dari Internet Alifah, Nur. “Untung Rugi Nikah di Bawah Tangan”. Artikel diakses pada tanggal 15 Juni 2015 dari http://matapenadunia.com Anwar, Khoirul. “PP 48 2014 dan PMA 24 2014, Menuju KUA Berintegritas”. Artikel diakses pada 31 Maret 2015 dari http://bimasislam.kemenag.go.id http://id.m.wikipedia.org Diakses pada tanggal 25 Juni 2015 http://www.fakultashukum-universitaspanjisakti.com Diakses pada tanggal 10 Juni 2015 http://www.kbbi.web.id Diakses pada tanggal 30 Agustus 2015 http://www.kemenag.go.id Diakses pada tanggal 7 April 2015 http://www.kuakebayoranbaru.com Diakses pada tanggal 25 Juni 2015 http://www.solusihukum.com Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 Rini, Citra Listya. “Kemenag: Tidak Ada Biaya Tambahan untuk Nikah”. Artikel diakses pada 30 Maret 2015 dari http://m.republika.co.id
KEMENTERIAN AGAMA
...... \.1111
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM Telp. (62-21) 74711537.7401925 Fax. (62-21) 7491821 Website: www.ulnjkt.ac.id E-mail ;
[email protected]
_H. Juanda No. 95 Clpulat Jakarta 15412. Indonesia
Nomor Lampiran Perihal
:Un.01/F4/PP.00.9/ 1053/2015
Jakarta, 06 Mei 2015
: Mohon Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi Kepada Yang Terhormat, Dr. 1I. Yayan Sofyan, M.Ag (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) DiJAKARTA Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengharapkan kesediaan Saudara lJntuk menjadi pembimbing skripsi mahasiswa : Nama : Arisa Dykawresa . NIM : 1111044100070 ProdilKonsentrasi : Peradilan Agama Judul Skripsi : Implementasi PP No. 48 Tahun 2014 Tentang Biaya Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut : 1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan dan penyempurnaan. 2. Tehnik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Karya IImiah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta" Demikian atas kesediaan saudara karni ucapkan terima kasih Wassalamu'alaikum W. W.
An. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum ~ : -....
,::'/ t:. R14
~
.
."'~' :~~~%~~fh H urn sS D_>. 'J ".
~ '-1,-.'\.:?;:;.. .• ~--
..'.::/-.:...,,?-
:2!~;' ':.7j 'u--
'\p,
\./::;
..
,
arga __
::o:ii.
~~=....:..:..:..=~
2 . -241998031003
KJl,~'TA./ . ...
~, ,/:''''----... Tembusa n : . .'..::\..L·:~~~t::5· . 1. Kasubag Akademik &kemahas{swa'an Fa~ultas Syariah dan Hukum 2. Sekretaris Program Studi Ahwal al Syakhshiyah 3. Arsip '\
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Telp. (62-21) 74711537,7401925 Fax. (62-21) 7491821 Webslle : www.ulnJkl.ac.ld E-mail: syar
[email protected]<
Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Clputat Jakarta 15412 Indonesia
Nomor
: UN.01/F4/KM.01.03/980/2015
Jakarta, 18 April 2015
lampiran Hal
: 'Permohonan DatalWawancara Kepada
Yth. Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru
'KUA Kecamatan Kebayoran Baru
di
Tempat
Assa/ammu'a/aikum, Wr. Wb. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UfN Syarif Hidayatullah Jakarta menerangkan bahwa: Nama TempaVTanggal NIM Semester Program Studi Alamat Telp/Hp
ARISA DYKAWRESA Jakarta /19 September 1993 1111044100070
8 Akhwal Syakhsiyyah (Hukum Keluarga Islam) Rempoa Permai No.9 RT. 004/011 Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan 12330
08988236713
Adalah benar yang bersangkutan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul: IMPLEMENTASI PP NO. 48 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA NIKAH DI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) KECAMA TAN KEBA YORAN BARU .
Untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapakllbu li.lapat menerima yang bersangkutan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsi dimaksud. Atas kerjasama dan bantuannya. kami ucapkan terima kasih.
Tembusan 1. Dekan Fakultas Syanah dan Hukum UIN Syarlf H1dayalullah Jakarla 2 Ka/Sekprodi Akhwal Syakhslyyah (Hukum Keluarga Islam) I Peradlian Agama
KEMENTERIAN AGAMA
KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN KEBAYORAN BARU
JI. Kerina Raya Blok E No.20 Kebayoran Barn Jakarta Selatan Telp. 7393335
Website: www.kuaJcebayoranbaru.com
SURAT KETERANGAN No. KK.09.1.4/PW.01l1135/ VIII / 2015 Menindaklanjuti Surat dari Kementerian Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah
Jakarta,
Fakultas
Syariah
dan
Hukum
Nomor
UN.OIIF4/KM.Ol.03/980/2015 tanggal 18 April 2015, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Barn Kota Jakarta Selatan Provinsi DK! Jakarta dengan ini menerangkan bahwa :
Nama
: ARISA DYKAWRESA
NIM
: 1111044100070
Tempat/Tgl. Lahir
: Jakarta, 19 September 1993
Semester
: IX ( Serribilan )
Program studi
: Akhwal Syakhsiyyah (Hukum Keluarga Islam)
Alamat
: Rempoa Pennai No.9 Rt. 004/011 Kel. Bintaro Kec. Pesanggrahan Kota Jakarta Selatan.
Telah melakukan wawancara pada tanggal 24 Juni 2015 M bertepatan dengan tanggal 07 Ramadhan 1436 H mengenai Implimentasi Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2004 tentang Biaya Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kebayoran Baru .
Demikian keterangan
IIII
dibuat, agar dapat diketahui dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Zamroni S.A P. 197005011997031 002
HASIL WAWANCARA DENGAN KEPALA KUA KECAMATAN KEBAYORAN BARU
Narasumber
: H. TB. Zamroni, S.Ag
Hari / Tanggal
: Rabu, 24 Juni 2015
Waktu
: 09.05 WIB s/d selesai
Tempat
: KUA Kecamatan Kebayoran Baru
1.
Apakah PP No. 48 Tahun 2014 sudah diterapkan dan disosialisasikan di KUA Kecamatan Kebayoran Baru? Jawab : PP No. 48 Tahun 2014 sudah kami terapkan dan sudah disosialisasikan sesuai dengan peraturan yang berlaku sejak 30 hari terhitung dari tanggal yang telah diundangkan yaitu pada kisaran bulan Juli 2014 hingga bulan April 2015. Bahkan saat ini sudah dibuat PP baru yaitu PP No. 19 Tahun 2015 yang pada dasarnya isi dan ketentuan yang berlaku di PP No. 19 Tahun 2015 sama dengan PP No. 48 Tahun 2015 yaitu tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
2.
Apakah bapak menemukan kendala setelah menerapkan PP No. 48 Tahun 2014? Kalaupun ada bagaimana solusinya? Jawab : Sejauh ini bagus dan tidak ada masalah dengan PP No. 48 Tahun 2014 kalaupun ada kendala seperti calon pengantin tidak mampu maka harus mengajukan Surat Keterangan Tidak Mampu dari RT tempat calon pengantin tinggal agar biaya yang dikeluarkan menjadi Rp. 0,00.
3.
Bagaimana antusiasme masyarakat terhadap prosedur pernikahan di KUA dan PP No. 48 Tahun 2014? Jawab : Antusiasme masyarakat dalam prosedur pernikahan sangat tinggi. Karena ini bagian dari kelangsungan hidup mereka masing-masing. Ada masyarakat yang mengurus proses pernikahannya sendiri dan ada yang diwakilkan oleh pihak keluarga calon pengantin. Kalaupun ada
yang belum mengetahui runtutan prosedur
pendaftaran menikah, ya kami bimbing dan beritahu bagaimana prosedur pendaftaran menikah. 4.
Apakah di KUA Kecamatan Kebayoran Baru mengadakan kursus calon pengantin? Jawab : Ya, ada. Kami mengadakan kursus calon pengantin 1 (satu) bulan 2 (dua) kali dan antusiasme masyarakat disini tinggi untuk ingin mengikuti kursus calon pengantin tetapi karena terhambat oleh pekerjaan yang susah dapat izin dari kantor tempat mereka bekerja jadi tidak memungkinkan untuk hadir dan mengikuti kursus calon pengantin.
5.
Pada umumnya, masyarakat disini melangsungkan pernikahannya lebih banyak dilakukan di luar jam KUA atau di dalam jam KUA? Jawab : Sejauh ini lebih banyak yang melangsungkan pernikahan di luar jam KUA. Masyarakat disini hanya ya sekitar 10-15% saja yang menikah didalam KUA (Kantor Urusan Agama) dan dilakukan pada jam kerja KUA. Karena ya itu tadi, terhambat oleh pekerjaan calon pengantin masing-masing. Itulah dedikasi kami terhadap pelayanan masyarakat agar dapat mempermudah segala urusan.
6.
Bagaimana proses pembayaran pernikahan? Jawab : Proses pembayaran pelaksanaan pernikahan apabila seluruh dokumen calon pengantin sudah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Syariat Islam dan peraturan yang berlaku, dengan cara setor melui setoran tunai ke Bank atas nama Bendahara Penerima Penerimaan
Negara Bukan Pajak Nikah / Rujuk (PNBP NR)
Kementerian Agama Republik Indonesia sebesar Rp. 600.000,-. Adapun nama Bank nya antara lain: a. Bank BTN
: 00001-01-30-555666-7;
b. Bank BRI
: 0230-01-002788-30-4;
c. Bank BNI
: 034-613808-3;
d. Bank Mandiri
: 103-000622674-6;
KUA Kecamatan Kebayoran Baru Kepala
TB. Zamroni, S.Ag NIP. 19700501 199703 1 002
A. HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT ATAS
RESPONDEN 1
1.
Narasumber
: Andhita Lestari
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Selasa, 14 Juli 2015
Waktu
: 10.15 WIB s/d selesai
Tempat
: Tempat tinggal narasumber di Gandaria, Jakarta Selatan
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Waktu itu saya melangsungkan pernikahan di Gedung PTIK pada 13 Desember 2014.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Pada saat saya menikah kepengurusannya saya serahkan ke RT karna pada saat itu saya masih bekerja dan suami bekerja juga. Jadi sepertinya tidak memungkinkan untuk melakukan pengurusan sendiri. Karna izin dari kantor saya dan suami pun susah.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kepengurusannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku kok dan juga terstruktur dengan baik sih. Kalau PP No. 48 Tahun 2014 itu saya diberitahu dari RT bahwa biaya nikah saat ini Rp. 600.000,dan itu hanya untuk administrasi di KUA saja. Jadi belum yang lainnya.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, dari pihak RT saya diminta biaya sebesar Rp. 2.000.000,untuk kepengurusannya hingga berlangsungnya pernikahan.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Kalau saya bilang sih sesuai lah dengan runtutan yang harus dilaksanakan oleh RT, karna waktu dan tenaga juga ya. Jadi menurut saya tidak ada masalah dengan biaya, asalkan prosesnya tepat waktu.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Tidak ada pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA maupun dari RT. Dari RT hanya disuruh isi form kesehatan kedua calon pengantin. Tapi ya tidak saya isi, karna saya dan suami sudah sama-sama percaya kalau sama-sama sehat. Dari pihak KUA hanya konfirmasi tentang tanggal dan tempat pernikahan yang akan berlangsung.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Pihak KUA datang tepat waktu. Sempat saya tanya pada saat saya dapat konfirmasi dari KUA, apa dari pihak KUA butuh dijemput? Dan mereka bilang, tidak perlu.
Narasumber
Andhita Lestari
RESPONDEN 2
1.
Narasumber
: Zara Maydiana
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal
: Senin, 6 Juli 2015
Waktu
: 10.00 WIB s/d selesai
Tempat
: MINISTOP Barito
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya menikah tanggal 14 Desember 2014 di Gedung Pekerjaan Umum (PU).
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya melakukan sendiri kepengerusannya sampai di KUA
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai kok dengan yang diberlakukan di KUA Kebayoran Baru.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Tidak ada sih. Hanya biaya nikah itu saja Rp. 600.000,-.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah, malah mungkin terbilang murah ya dengan harga segitu.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, saya dan suami dateng tentang pengarahan calon pengantin.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya tepat waktu kok dengan jam yang saya minta di KUA.
RESPONDEN 3
1.
Narasumber
: Yuli Astuti
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu
: 14.30 WIB s/d selesai
Tempat
: Taman Ayodia, Gandaria, Jakarta Selatan
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya waktu itu menikah di Masjid Agung Al-Azhar pas tanggal 11 April 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Waktu itu sih keluarga saya minta tolong ke RT sih, karna kami belum paham ya cara-cara kalo mau nikah gitu.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sepertinya sih sesuai dengan ketentuan pemerintah ya yang saya juga baru dapet info dari RT.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada. Waktu itu harganya Rp. 3.000.000,- nah kan beda jauh banget sih sama tarif resmi Rp. 600.000,-. Lalu saya nego jadi Rp. 2.500.000,- tapi prosesnya lama.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Sebenernya sih gak juga ya. Kalo kita mau cepet dan waktunya mepet ya wajar lah lebih mahal.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok, cuma waktu itu saya gak bisa hadir karna gak bisa ninggalin kantor.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Alhamdulillah sih tepat waktu ya, info yang saya berikan ke RT tentang jam berapa saya mau menikah sesuai dengan kedatangan penghulunya.
Narasumber
Yuli Astuti
RESPONDEN 4
1.
Narasumber
: Tiara Yuliandini
Pekerjaan
: Pengusaha
Hari / Tanggal
: Jum’at, 10 Juli 2015
Waktu
: 12.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara memalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan suami menikah pada 25 Januari 2015 di Graha Purnawira.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Kemarin saya menyuruh teman saya. Jadi gak sendiri dan bukan dari KUA tapi bukan dari RT juga. Intinya sendiri sih ngurusnya.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sistemnya seuai kok dari pemberkasannya sampai biaya.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Gak ada sih.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak kok, sesuai dengan kesanggupan masyarakat.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, cuma waktu itu saya dan suami tidak bisa hadir.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : KUA datang tepat waktu kok.
RESPONDEN 5
1.
Narasumber
: Swita Dwi Natasya
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu
: 15.00 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan suami menikah pada 28 September 2014 di Gedung Polda Metro Jaya.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Gak keduanya. Suami mengurusnya melalui bantuan pihak RT.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai kok. Pihak RT yang menginfokan tentang PP tersebut.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, kena tarif Rp. 2.000.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak berat sih. Karna memang pengurusannya butuh waktukan.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok. Tapi saya dan suami tidak hadir.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Pihak KUA tepat waktu datengnya.
RESPONDEN 6
1.
Narasumber
: Marina Sari
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu
: 15.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya menikah di Hotel Dharmawangsa tanggal 11 Januari 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya melalui pihak RT tempat saya tinggal.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kalo persyaratannya sih sesuai, tapi pas biaya kok gak sesuai yaa...
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Nah itu. Saya diminta dari RT Rp. 2.000.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Berat sih engak, cuma kok jauh banget dari tarif KUA
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, tapi saya gak dateng hehe.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya, tepat waktu kok.
RESPONDEN 7
1.
Narasumber
: Anandia Bella
Pekerjaan
: Pengusaha
Hari / Tanggal
: Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu
: 16.15 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Kami menikah di Hotel Ritz Carlton tanggal 10 April 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Melalui bantuan RT
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai sih kayanya. Saya gak begitu merhatiin sih.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, biaya nikahnya kata RT jadi Rp. 2.500.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah, karna kan diurusin RT. Kecuali kalo ngurus sendiri.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Mereka datang tepat waktu kok.
RESPONDEN 8
1.
Narasumber
: Hana Farhana
Pekerjaan
: Mahasiswi
Hari / Tanggal
: Rabu, 5 Agustus 2015
Waktu
: 11.00 WIB s/d selesai
Tempat
: Tempat tinggal narasumber di Jalan Wijaya
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Dirumah ini, di Jalan Wijaya pas tanggal 20 Februari 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Keluargaku sih minta tolong RT karna biar cepet.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kalo surat-surat iya, sesuai tapi kalo masalah biaya, enggak sama sekali.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, RT minta Rp. 3.000.000,-.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Berat sih sebenernya tapi yaudahlah orang butuh cepet.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, waktu itu sih saya aja yang dateng, penasaran pengen tau kaya apa sih, hehehe.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Amat sangat tepat waktu. Saya malah mikirnya molor-molor gitu datengnya. Eh ternyata pas.
Narasumber
Hana Farhana
RESPONDEN 9
1.
Narasumber
: Agung Hermansyah
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Rabu, 5 Agustus 2015
Waktu
: 14.00 WIB s/d selesai
Tempat
: Pondok Indah Office Tower
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan istri menikah pada tanggal 19 September 2014 di Masjid Agung Al-Azhar.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya melalui bantuan RT.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Pengurusannya sesuai kok dengan ketentuan dari KUA tetapi biayanya tidak sesuai.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, RT mintanya Rp. 2.000.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah karna kan ada tenaga dan waktu yang diluangkan pihak RT untuk mengurus pernikahan saya. Jadi secara tidak langsung saya membayar tenaga dan waktu orang RT lah.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok, dan waktu itu saya dan istri dateng ke KUA untuk kursus calon pengantin itu. 2x kalo gak salah.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Pihak KUA tepat waktu kok pas saya menikah kemarin.
Narasumber
Agung Hermansyah
RESPONDEN 10
1.
Narasumber
: Nandya Ananda
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Jum’at 10 Juli 2015
Waktu
: 13.00 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya nikah tanggal 15 November 2014 di Hotel Dharmawangsa.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Orangtua saya sih yang mengurus dan sepertinya melalui pihak RT.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kayanya sih sesuai
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada. Orangtua saya bayar sebesar Rp. 3.000.000,- ke RT.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak sih, kan diurusin sama RT
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, Cuma saya gak bisa dateng.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Tepat waktu kok.
A. HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT ATAS
RESPONDEN 1
1.
Narasumber
: Andhita Lestari
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Selasa, 14 Juli 2015
Waktu
: 10.15 WIB s/d selesai
Tempat
: Tempat tinggal narasumber di Gandaria, Jakarta Selatan
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Waktu itu saya melangsungkan pernikahan di Gedung PTIK pada 13 Desember 2014.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Pada saat saya menikah kepengurusannya saya serahkan ke RT karna pada saat itu saya masih bekerja dan suami bekerja juga. Jadi sepertinya tidak memungkinkan untuk melakukan pengurusan sendiri. Karna izin dari kantor saya dan suami pun susah.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kepengurusannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku kok dan juga terstruktur dengan baik sih. Kalau PP No. 48 Tahun 2014 itu saya diberitahu dari RT bahwa biaya nikah saat ini Rp. 600.000,dan itu hanya untuk administrasi di KUA saja. Jadi belum yang lainnya.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, dari pihak RT saya diminta biaya sebesar Rp. 2.000.000,untuk kepengurusannya hingga berlangsungnya pernikahan.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Kalau saya bilang sih sesuai lah dengan runtutan yang harus dilaksanakan oleh RT, karna waktu dan tenaga juga ya. Jadi menurut saya tidak ada masalah dengan biaya, asalkan prosesnya tepat waktu.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Tidak ada pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA maupun dari RT. Dari RT hanya disuruh isi form kesehatan kedua calon pengantin. Tapi ya tidak saya isi, karna saya dan suami sudah sama-sama percaya kalau sama-sama sehat. Dari pihak KUA hanya konfirmasi tentang tanggal dan tempat pernikahan yang akan berlangsung.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Pihak KUA datang tepat waktu. Sempat saya tanya pada saat saya dapat konfirmasi dari KUA, apa dari pihak KUA butuh dijemput? Dan mereka bilang, tidak perlu.
Narasumber
Andhita Lestari
RESPONDEN 2
1.
Narasumber
: Zara Maydiana
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal
: Senin, 6 Juli 2015
Waktu
: 10.00 WIB s/d selesai
Tempat
: MINISTOP Barito
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya menikah tanggal 14 Desember 2014 di Gedung Pekerjaan Umum (PU).
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya melakukan sendiri kepengerusannya sampai di KUA
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai kok dengan yang diberlakukan di KUA Kebayoran Baru.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Tidak ada sih. Hanya biaya nikah itu saja Rp. 600.000,-.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah, malah mungkin terbilang murah ya dengan harga segitu.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, saya dan suami dateng tentang pengarahan calon pengantin.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya tepat waktu kok dengan jam yang saya minta di KUA.
RESPONDEN 3
1.
Narasumber
: Yuli Astuti
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu
: 14.30 WIB s/d selesai
Tempat
: Taman Ayodia, Gandaria, Jakarta Selatan
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya waktu itu menikah di Masjid Agung Al-Azhar pas tanggal 11 April 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Waktu itu sih keluarga saya minta tolong ke RT sih, karna kami belum paham ya cara-cara kalo mau nikah gitu.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sepertinya sih sesuai dengan ketentuan pemerintah ya yang saya juga baru dapet info dari RT.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada. Waktu itu harganya Rp. 3.000.000,- nah kan beda jauh banget sih sama tarif resmi Rp. 600.000,-. Lalu saya nego jadi Rp. 2.500.000,- tapi prosesnya lama.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Sebenernya sih gak juga ya. Kalo kita mau cepet dan waktunya mepet ya wajar lah lebih mahal.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok, cuma waktu itu saya gak bisa hadir karna gak bisa ninggalin kantor.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Alhamdulillah sih tepat waktu ya, info yang saya berikan ke RT tentang jam berapa saya mau menikah sesuai dengan kedatangan penghulunya.
Narasumber
Yuli Astuti
RESPONDEN 4
1.
Narasumber
: Tiara Yuliandini
Pekerjaan
: Pengusaha
Hari / Tanggal
: Jum’at, 10 Juli 2015
Waktu
: 12.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara memalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan suami menikah pada 25 Januari 2015 di Graha Purnawira.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Kemarin saya menyuruh teman saya. Jadi gak sendiri dan bukan dari KUA tapi bukan dari RT juga. Intinya sendiri sih ngurusnya.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sistemnya seuai kok dari pemberkasannya sampai biaya.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Gak ada sih.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak kok, sesuai dengan kesanggupan masyarakat.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, cuma waktu itu saya dan suami tidak bisa hadir.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : KUA datang tepat waktu kok.
RESPONDEN 5
1.
Narasumber
: Swita Dwi Natasya
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu
: 15.00 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan suami menikah pada 28 September 2014 di Gedung Polda Metro Jaya.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Gak keduanya. Suami mengurusnya melalui bantuan pihak RT.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai kok. Pihak RT yang menginfokan tentang PP tersebut.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, kena tarif Rp. 2.000.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak berat sih. Karna memang pengurusannya butuh waktukan.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok. Tapi saya dan suami tidak hadir.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Pihak KUA tepat waktu datengnya.
RESPONDEN 6
1.
Narasumber
: Marina Sari
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu
: 15.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya menikah di Hotel Dharmawangsa tanggal 11 Januari 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya melalui pihak RT tempat saya tinggal.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kalo persyaratannya sih sesuai, tapi pas biaya kok gak sesuai yaa...
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Nah itu. Saya diminta dari RT Rp. 2.000.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Berat sih engak, cuma kok jauh banget dari tarif KUA
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, tapi saya gak dateng hehe.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya, tepat waktu kok.
RESPONDEN 7
1.
Narasumber
: Anandia Bella
Pekerjaan
: Pengusaha
Hari / Tanggal
: Rabu, 12 Agustus 2015
Waktu
: 16.15 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Kami menikah di Hotel Ritz Carlton tanggal 10 April 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Melalui bantuan RT
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai sih kayanya. Saya gak begitu merhatiin sih.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, biaya nikahnya kata RT jadi Rp. 2.500.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah, karna kan diurusin RT. Kecuali kalo ngurus sendiri.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Mereka datang tepat waktu kok.
RESPONDEN 8
1.
Narasumber
: Hana Farhana
Pekerjaan
: Mahasiswi
Hari / Tanggal
: Rabu, 5 Agustus 2015
Waktu
: 11.00 WIB s/d selesai
Tempat
: Tempat tinggal narasumber di Jalan Wijaya
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Dirumah ini, di Jalan Wijaya pas tanggal 20 Februari 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Keluargaku sih minta tolong RT karna biar cepet.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kalo surat-surat iya, sesuai tapi kalo masalah biaya, enggak sama sekali.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, RT minta Rp. 3.000.000,-.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Berat sih sebenernya tapi yaudahlah orang butuh cepet.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, waktu itu sih saya aja yang dateng, penasaran pengen tau kaya apa sih, hehehe.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Amat sangat tepat waktu. Saya malah mikirnya molor-molor gitu datengnya. Eh ternyata pas.
Narasumber
Hana Farhana
RESPONDEN 9
1.
Narasumber
: Agung Hermansyah
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Rabu, 5 Agustus 2015
Waktu
: 14.00 WIB s/d selesai
Tempat
: Pondok Indah Office Tower
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan istri menikah pada tanggal 19 September 2014 di Masjid Agung Al-Azhar.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya melalui bantuan RT.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Pengurusannya sesuai kok dengan ketentuan dari KUA tetapi biayanya tidak sesuai.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, RT mintanya Rp. 2.000.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah karna kan ada tenaga dan waktu yang diluangkan pihak RT untuk mengurus pernikahan saya. Jadi secara tidak langsung saya membayar tenaga dan waktu orang RT lah.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok, dan waktu itu saya dan istri dateng ke KUA untuk kursus calon pengantin itu. 2x kalo gak salah.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Pihak KUA tepat waktu kok pas saya menikah kemarin.
Narasumber
Agung Hermansyah
RESPONDEN 10
1.
Narasumber
: Nandya Ananda
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Jum’at 10 Juli 2015
Waktu
: 13.00 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya nikah tanggal 15 November 2014 di Hotel Dharmawangsa.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Orangtua saya sih yang mengurus dan sepertinya melalui pihak RT.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kayanya sih sesuai
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada. Orangtua saya bayar sebesar Rp. 3.000.000,- ke RT.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak sih, kan diurusin sama RT
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, Cuma saya gak bisa dateng.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Tepat waktu kok.
C. HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT BAWAH
RESPONDEN 1
1.
Narasumber
: Pipin Rizki (Kiki)
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal
: Selasa, 14 Juli 2015
Waktu
: 15.05 WIB s/d selesai
Tempat
: Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya menikah dirumah saya sendiri di daerah Cipete hari Sabtu 11 Oktober 2014.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Suami saya minta tolong ke pak RT sih biar gampang, cepet, dan gak ribet wara-wiri. Soalnya kalo ngurus sendiri kan harus ke RT, RW, Lurah baru deh KUA. Jadi gak efektif waktu aja.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Iya sesuai kok sama PP itu. Dan dikasih tau tentang PP itu ya pas bilang ke RTnya kalo sekarang biaya nikah tuh Rp. 600.000,-
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, dimintain sama RTnya tuh Rp. 1.000.000,- agak heran sih kok segitu. Dan sempet nego juga biar Rp. 800.000,- tapi dari RTnya
tetep Rp. 1.000.000,- alesannya sih karna emang biasanya segitu dan harus wara-wiri. 5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak sih. Biasa aja. Wajarlah kalo emang segitu. Yang penting mah bisa nikah
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Gak ada sih. Dari RTnya juga gak ada info-info tentang kursus calon pengantin gitu.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Enggak.... Dari pihak KUA lama banget datengnya. Kan akad dirumah saya mulai jam 8 pagi, eh ditunggu-tunggu ampe sejam penghulunya belom dateng-dateng juga. Ya udah akhirnya saya dinikahkan secara agama dulu sama Ustad yang jadi tamu saya. Jadi nanti pas orang KUAnya dateng baru deh dicatet secara resmi. Orang KUAnya juga baru dateng jam 11an.
Narasumber
Pipin Rizki
RESPONDEN 2
1.
Narasumber
: Rizky Fadillah
Pekerjaan
: Pengusaha
Hari / Tanggal
: Rabu, 8 Juli 2015
Waktu
: 12.00 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan istri menikah Di Masjid Nurul Iman tanggal 16 Mei 2015
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Minta tolong diurus ke RT sih.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sepertinya telah sesuai dengan ketentuan.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada sih kemarin bayar Rp. 1.000.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada dan kami dateng ke kursus calon pengantin.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Pihak KUA tepat waktu kok sesuai jamnya.
RESPONDEN 3
1.
Narasumber
: Dewi Pertiwi
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal
: Kamis, 27 Agustus 2015
Waktu
: 13.00 WIB s/d selesai
Tempat
: 7Eleven Taman Puring
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Kemaren saya nikah di KUA ajalah biar gampang dan pas tanggal 11 Oktober 2014.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Sendiri kok ngurusnya ke KUA, deket rumah juga soalnya.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Ya sesuai dengan ketentuan di PP 48. Baik kelengkapan surat-surat yang dibutuhin KUA sampe biaya nikah.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Gak ada sama sekali. Jadi cuma Rp. 600.000,- itu yang buat administrasi di KUA.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak juga sih dari pada yang sebelum ada PP malah lebih gak jelas berapanya harus bayar buat nikah. Kaya buat tarif sendiri dan ngasal gitu jatohnya.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada dan saya juga hadir biar tau nanti kedepannya gimana hehehe.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya karena saya dan suami yang dateng ke KUA nya juga pas jadi ya pas saya dateng langsung ke penghulu buat nikah.
Narasumber
Dewi Pertiwi
RESPONDEN 4
1.
Narasumber
: Ade Wardana
Pekerjaan
: Pegawai Negeri Sipil
Hari / Tanggal
: Senin, 3 Agustus 2015
Waktu
: 10.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan istri nikah di SDN 05 Cipete Utara tanggal 7 Maret 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya urus sendiri aja lah. Berdua istri sih hehe.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai kok dengan ketentuan yang diomongin orang KUA.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Tidak ada kok. Ya Rp. 600.000,- itu aja.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Awalnya kaget cuma pas dijelasin kenapa segini ya sesuai lah.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, tapi cuma istri yang dateng. Saya kerja soalnya hehe.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : KUA tepat waktu kok datengnya.
RESPONDEN 5
1.
Narasumber
: Putri Isnaeni
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Hari / Tanggal
: Senin, 3 Agustus 2015
Waktu
: 15.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Nikah kemaren sih tanggal 15 Januari 2015 di rumah saya sendiri.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Minta tolong pak RT, tetanggaan soalnya sih.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kayanya sih iya ya.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada. Rp. 1.000.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah orang sesama orang deket ini.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, dikasih tau pak RT dan saya juga hadir kok.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Gak kok, pas jam 9 pagi.
RESPONDEN 6
1.
Narasumber
: Dimas Putranto
Pekerjaan
: Wiraswasta
Hari / Tanggal
: Rabu, 26 Agustus 2015
Waktu
: 13.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya menikah di Gedung PTIK tanggal 8 Maret 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya dan istri yang mengurus pernikahan ini.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Dari penjelasan KUA ya saya rasa sudah sesuai.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Tidak ada.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak berat kok ternyata karna saya pikir bakalan mahal.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok dan saya bersama istri juga hadir.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Pihak KUA datang tepat waktu sesuai permintaan saya dan istri.
RESPONDEN 7
1.
Narasumber
: Azizah Fajariyah
Pekerjaan
: Guru SD
Hari / Tanggal
: Jum’at, 21 Agustus 2015
Waktu
: 12.20 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya menikah tanggal 18 Januari 2015 di rumah suami.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Suami sih yang ngurusin nikah.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Ya sepertinya sesuai.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Tidak ada biaya apapun lagi dari pihak KUA.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak berat sih tapi sesuai dengan mayoritas masyarakat.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada tapi saya dan suami tidak bisa datang.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya, tepat waktu kok.
RESPONDEN 8
1.
Narasumber
: Suparyadi
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Selasa, 4 Agustus 2015
Waktu
: 17.00 WIB s/d selesai
Tempat
: Masjid Agung Al-Azhar
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Waktu itu saya dan istri nikah tanggal 3 Oktober 2014 di KUA Kebayoran Baru.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya lakukan sendiri sih soalnya kata orang-orang sekarang gampang. Dan ternyata memang gampang dan cepat.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Nah, itu juga sesuai dengan PP yang ada di KUA. Dipasang juga kok infonya di kantornya.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Gak ada lah, kan udah jelas-jelas cuma Rp. 600.000,- kalo lebih mah bisa dipermasalahin tuh.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak
sih,
gak
administrasinya.
berat.
Wajarlah
kalo
segitu
buat
ngurus
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, dan saya serta istri juga dateng. Dan ternyata bagus juga sih kalo ada kursus gini, biar yang belum nikah tuh ngerti gitu tentang rumah tangga entar itu kaya gimana.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya kan saya yang dateng ya, ya jelas lah tepat waktu. Orang penghulunya juga ada kok di KUA.
Narasumber
Suparyadi
RESPONDEN 9
1.
Narasumber
: Alfian Riansyah
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Hari / Tanggal
: Kamis, 27 Agustus 2015
Waktu
: 14.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya menikah dirumah istri tanggal 2 Maret 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : RT sih yang ngurusin semuanya.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Ketentuannya sesuai kok dengan yang saya jalankan kemarin.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada sih Rp. 1.200.000,- jadi ketentuannya yang gak sesuai emang dibiayanya aja
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah, itung-itung bagi-bagi rezeki.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada tapi saya dan istri gak dateng.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Mereka tepat waktu kok datengnya.
RESPONDEN 10
1.
Narasumber
: Anggraini
Pekerjaan
: Pegawai Negeri Sipil
Hari / Tanggal
: Jum’at, 28 Agustus 2015
Waktu
: 12.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Suami dan saya nikah di Masjid Nurul Hidayah 22 Februari 2015
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Papa saya sih yang ngurus dan papa saya juga melalui pihak RT untuk ke KUAnya.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Agak gak sesuai sih sama biayanya.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada. Kemaren RT minta Rp. 1.200.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Cukup berat sih, udah nawar Rp. 1.000.000 eh gak dikasih.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok tapi cuma suami saya aja yang dateng.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Datengnya tepat waktu kok mereka.
B. HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT MENENGAH
RESPONDEN 1 Narasumber
: Mas Dianto
Pekerjaan
: Pegawai Negri Sipil
Hari / Tanggal
: Jum‟at, 31 Juli 2015
Waktu
: 18.45 WIB s/d selesai
Tempat
: Tempat tinggal narasumber di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
1.
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Pada waktu itu saya menikah di Gedung Pustada Kementerian Pekerjaan Umum (PU) tanggal 21 Maret 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Karna pada saat itu saya dan istri sama-sama bekerja, jadi yang mengurus surat-surat ke KUA ya ibu saya. Jadi jatuhnya kepengurusannya dilakukan sendiri.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Ya sesuai sih dengan PP No. 48 Tahun 2014. Tetapi kok disuruh menyumbangkan dua kitab suci Al-Qur‟an. Padahal di PP tersebut tidak tercantum. Alasan menyumbangkan 2 (dua) kitab suci AlQur‟an itu mengibaratkan kalau Qur‟an yang satu dari pihak lakilaki dan yang satu lagi dari pihak perempuan.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Tidak ada. Sampai selesai menikahpun juga tidak ada. Cuma memang dari kami pribadi setelah akad dilaksanakan, kami memberikan uang transport untuk pihak KUA sebesar Rp. 300.000,- sebagai ucapan terima kasih kami.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Tidak berat lah karna memang itu sudah tercantum dalam undangundang. Jadi menurut saya sesuai lah dengan sistem dan kinerja KUA.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, KUA membuat „kelas‟ kursus calon pengantin. Dan pada saat itu saya dan istri juga menghadiri kursus tersebut.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : KUA tepat waktu kok pada saat berlangsungnya akad. Dan memang mereka bekerjanya seperti keburu-buru dengan waktu ya, karna kan harus bisa membagi waktu dengan calon-calon pengantin yang lain. Ya walaupun terburu-buru tetapi mereka tetap profesional dalam bekerja.
Narasumber
Mas Dianto
RESPONDEN 2
1.
Narasumber
: Habibah Riani
Pekerjaan
: Wirausaha
Hari / Tanggal
: Selasa, 7 Juli 2015
Waktu
: 09.00 WIB s/d selesai
Tempat
: Pasar Mayestik
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan suami saya nikah 4 Januari 2015 di Masjid Al-Istiqomah.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Minta tolong ke RT.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Dari surat-surat yang diminta sama RT sesuai kayanya dengan PP.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada mbak, saya bayar ke RT Rp. 1.200.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Agak berat sih, saya nawar ke RT Rp. 1.000.000,- gak dikasih yaudah deh dealnya Rp. 1.200.000,-
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada. Dan saya juga hadir soalnya deket sih hehe
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Tepat waktu kok penghulunya dateng ke Masjid.
RESPONDEN 3
1.
Narasumber
: Syarifudin
Pekerjaan
: Pegawai Negri Sipil
Hari / Tanggal
: Kamis, 30 Juli 2015
Waktu
: 16.00 WIB s/d selesai
Tempat
: SMPN 11 Jakarta
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya dan istri menikah di rumah orang tua dari pihak istri saya pada hari Minggu 1 Februari 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Ya gak sendiri dan gak KUA, jadi minta tolong ke RT buat ngurusngurus pra nikah.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sepertinya sistem pengurusannya sesuai kok dengan PP No. 48 Tahun 2014, terutama dalam hal persyaratan-persyaratan kalau mau menikah.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, jadi pas itu saya disuruh bayar dari pihak RT sebesar Rp. 1.500.000,- ya dengan alasan karena dia juga nyuruh orang untuk ngurus ke KUAnya.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Agak berat sih dan kaget karna bisa beda banget dengan ketentuan dari pemerintah. Tapi karna memang kata RTnya biasa dengan tarif segitu dan saya juga dibantu oleh RT jadi ya udah saya ikutin aja.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ya, ada. Cuma waktu itu saya gak bisa hadir karna harus ngajar, jadi istri saya saja yang bisa hadir.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Agak telat 30 menit lah dari yang sudah dijadwalkan, pas tanya ke RT kenapa telat penghulunya karna pas daftar juga yang mau nikah dihari yang sama dengan saya juga banyak. Jadi mungkin “waiting list” lah, hehe.
Narasumber
Syarifudin
RESPONDEN 4
1.
Narasumber
: Eggie Herdianto
Pekerjaan
: Wiraswasta
Hari / Tanggal
: Kamis, 9 Juli 2015
Waktu
: 10.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Ya sekitar 7 bulan yang lalu lah saya nikah di Gedung Auditorium PTIK pas tanggal 28 Desember 2014.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Gak pake bantuan KUA, tapi saya pake bantuan RT saya.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Hmm sesuai sih sepertinya.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ya adalah, orang minta tolong RT dan kenanya Rp. 1.800.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah kan udah diurusin tuh sama RT.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Kayanya gak ada deh, apa RTnya yang gak infoin kali ya.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Tepat waktu kok.
RESPONDEN 5
1.
Narasumber
: Rena Octara
Pekerjaan
: Pegawai Negeri Sipil
Hari / Tanggal
: Kamis, 6 Agustus 2015
Waktu
: 16.00 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Tanggal 16 Januari 2015 di Grand Mahakam.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya lakukan sendiri sih.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai kok dan pihak KUA menjelaskannya juga cukup jelas.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Tidak ada. Hanya biaya nikah saja.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Tidak, malah lebih jelas dan terbuka dengan adanya PP ini.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok tapi saya tidak bisa hadir jadi suami saya saja yang hadir.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya kok tepat waktu ssuai yang saya minta di KUA.
RESPONDEN 6
1.
Narasumber
: Aidi Nelli
Pekerjaan
: Marketing
Hari / Tanggal
: Selasa, 11 Agustus 2015
Waktu
: 09.00 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Januari kemarin sih tanggal 4 di Gedung RRI Radio Dalam.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Kepengerusannya saya serahkan ke RT saya.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai, teapi tetap saja ada biaya yang lain.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada, sebesar Rp. 1.500.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Ya lumayan sih cuma karna ini diurusin orang lain kan jadi gak masalah lah.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok dan saya juga hadir.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya, tepat waktu sesuai jadwal.
RESPONDEN 7
1.
Narasumber
: Dini Annisa
Pekerjaan
: Wirausaha
Hari / Tanggal
: Senin, 24 Agustus 2015
Waktu
: 14.00 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Saya nikah di Gedung PTIK tanggal 2 Mei 2015.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : RT sih yang bantuin surat-surat buat ke KUA.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai lah pasti, namanya juga informasi untuk masyarakat.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada. Tarif nikah saya kemarin sebesar Rp. 1.500.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Iya sih sebenernya Cuma ya itung-itung ucapan terimakasih lah ke RT udah ngurusin sampe ke KUA.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada kok.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Ya, penghulunya tepat waktu.
RESPONDEN 8
1.
Narasumber
: Abdi Fajrin
Pekerjaan
: Mahasiswa
Hari / Tanggal
: Jum‟at, 7 Agustus 2015
Waktu
: 14.00 WIB s/d selesai
Tempat
: Di kampus Universitas Pancasila
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Di Gedung Pulo pas tanggal 3 Mei 2015
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Gue minta tolong RT lah, kan belom ngerti apa-apa.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Kayanya sih sesuai, gak begitu perhatiin soalnya nyokap (Ibu) yang ngurus ke RT.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Adalah pasti, kemaren tuh bayar Rp. 1.200.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Hmm gak lah, sesuai sama kerjanya RT juga.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada, tapi gue gak dateng hehehe.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Agak telat dikit sih tapi gak ampe lama banget.
RESPONDEN 9
1.
Narasumber
: Lia Natalia
Pekerjaan
: Pengusaha
Hari / Tanggal
: Selasa, 25 Agustus 2015
Waktu
: 17.00 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Kami menikah Di Masjid Nurul Hidayah tanggal 15 Mei 2015
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Saya urus sendiri kok, gampang soalnya.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Sesuai kok dari persyaratan sampai biaya.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Tidak ada sama sekali.
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Tidak juga karna emang rinciannya jelas.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada dan waktu itu kami juga hadir.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Tepat waktu kok.
RESPONDEN 10
1.
Narasumber
: Fiki Adriansyah
Pekerjaan
: Marketing
Hari / Tanggal
: Juma‟t, 14 Agustus 2015
Waktu
: 14.30 WIB s/d selesai
Tempat
: (wawancara melalui via telepon)
Kapan dan dimana bapak / ibu menikah? Jawab : Tahun lalu saya nikah tanggal 27 September 2014 di rumah istri.
2.
Pada saat bapak / ibu menikah, kepengurusannya dilakukan sendiri / melalui bantuan KUA? Jawab : Pake bantuan RT.
3.
Lalu sistem pengurusannya sesuai tidak dengan ketentuan yang berlaku? Seperti penjelasan tentang PP No. 48 Tahun 2014. Jawab : Ya, sesuai kok.
4.
Apa ada biaya yang harus dikeluarkan selain biaya nikah Rp. 600.000,-? Jawab : Ada. Kemarin diatas Rp. 600.000,- kalo gak salah Rp. 1.500.000,-
5.
Menurut bapak / ibu, biaya yang dikeluarkan berat atau tidak? Jawab : Gak lah ya, masih normal harganya.
6.
Adakah pemberitahuan tentang kursus calon pengantin dari pihak KUA? Jawab : Ada tapi cuma istri yang dateng.
7.
Setelah proses pembiayaan nikah telah selesai, apakah pihak KUA datang tepat waktu pada saat menikahkan bapak / ibu? Jawab : Malah belum waktunya mulai, penghulu udah dateng hehe.
DOKUMENTASI
A. KUA Kecamatan Kebayoran Baru
Penataran BP4 (Kursus Calon Pengantin)
Kepala KUA Kecamatan Kebayoran Baru B. Responden
LAMPIRAN-LAMPIRAN