IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KEAKSARAAN TERHADAP PENDIDIKAN ORANG DEWASA (Penelitian Tentang Keaksaraan di PKBM Hidayah)
Oleh: Rina Kartina Program Studi PLS ABSTRAK Penelitian ini berawal dari adanya fenomena masih rendahnya respon warga mengikuti Pendidikan Keaksaraan di PKBM Hidayah, yang ditandai pada rendahnya partisipasi, terutama warga laki-laki. Hal ini mengindikasikan belum optimalnya pembelajaran yang dilaksanakan di Pendidikan Keaksaraan di PKBM Hidayah. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan respon warga, program keaksaraan, pelaksanaan dan keberhasilan pembelajaran. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sampel sebagai sumber datanya berjumlah 20 orang. Teknik pengumpulan datanya menggunakan angket, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun pengolahan datanya menempuh langkah kategorisasi data, penafsiran data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian diperoleh deskripsi bahwa respon warga belajar terhadap keaksaraan di PKBM Hidayah ditandai dengan jumlah warga belajar seluruhnya 20 orang dengan hampir seluruhnya berjenis kelamin perempuan (85%) dengan usia hampir setengahnya antara 31-35 (30%). Sumber informasi hampir setengahnya mereka peroleh dari sosialisasi melalui majelis ta’lim/mesjid (45%). Hampir seluruh warga belajar menyenangi adanya keaksaraan Budi Bakti (90%) yang kemudian ditindaklanjuti hampir seluruhnya segera mendaftar dan mengikutinya (80%). Hal ini karena tujuan mereka adalah ingin memperoleh pengetahuan setara SD dan keterampilan bekal hidup (75%). Program yang digulirkan adalah program setara SD dan program keterampilan bekal hidup (100%). Kedua program sangat bermanfaat bagi kehidupan warga belajar (85%). Dalam pembelajaran tutor sering menjelaskan tujuan terlebih dahulu (45%) dan menjelaskan materi pembelajaran dengan baik (45%). Mempergunakan media pembelajaran sesuai materi pembelajaran (40%) dengan hampir setengahnya mempergunakan metode praktek dan latihan (40%). Pengevalusian selalu dilaksanakan tutor (60%) dan hampir setengahnya dilakukan pada setiap akhir pertemuan pembelajaran (40%). Adapun bentuk tes pengetahuan setara SD sebagian besar mempergunakan tes tulis dan lisan (70%), sedangkan pada materi keterampilan bekal hidup bentuk tes yang digunakan hampir seluruhnya dengan tes praktek (80%). Keberhasilan pembelajaran ditandai sebagian besar warga belajar cukup lancar membaca (70%), menulis (65%), hampir seluruhnya cukup mampu berhitung (80%), serta sebagian besar cukup lancar berbahasa Indonesia (55%). Adapun pada keterampilan bekal hidup, sebagian besar warga belajar mampu membuat kerajinan-kerajinan (60%). Masalah yang timbul adalah belum optimalnya pelaksanaan pembelajaran oleh tutor, baik dalam langkah perencanaan, penggunaan media, metode, dan pengevaluasian. Padahal kompetensi tutor menyangkut hal-hal itu adalah potensi dalam upaya optimalisasi pembelajaran. Pemecahannya, harus segera mengadakan pelatihan bagi tutor dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran. Kata Kunci: Pembelajaran Keaksaraan Terhadap Pendidikan Orang Dewasa
PENDAHULUAN Tuntutan untuk meningkatkan Human Development Indeks (HDI) merupakan tanggung jawab berat yang senantiasa harus diupayakan. Mengingat beratnya tanggung jawab pendidikan dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia, maka sudah seharusnya sektor pendidikan menjadi titik tumpu utama. Mengingat kondisi demikian, Negara Indonesia melalui perangkat di eksekutif dan legislatif segera mengeluarkan Undang-undang sebagai penjaminan terselenggaranya pendidikan bagi segenap warga Negara. Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Amanat undang-undang di atas, sekaligus menandakan adanya kewajiban bagi Negara untuk menjamin pendidikan bagi warga Negara. Sedangkan di sisi lain, menunjukkan adanya hak yang asasi bagi setiap warga Negara. Namun demikian, dalam kenyataannya, tidak setiap warga Negara memiliki kesempatan yang sama untuk mendapat pendidikan yang layak, terutama di
sekolah-sekolah formal. Tidak kurang dari warga Negara yang terancam putus sekolah karena mahalnya biaya pendidikan saat ini. Oleh karena itu, sensitifitas pemerintah teruji, dengan diselenggarakannya pendidikan nonformal, yang kian hari semakin digalakkan. Di bawah naungan Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI), diharapkan mampu mendidik, membimbing, dan membekali keterampilan-keterampilan para peserta didik agar mampu bertahan dan memperjuangkan (survive) hidupnya. Artinya, pemerintah berusaha dan berinovasi melalui jenis dan bentuk pendidikan, selain pendidikan formal. Pendidikan non formal (PNF) adalah pendidikan yang memiliki fleksibilitas tinggi. Fleksibilitas PNF harus dapat mengimbangi cepatnya perubahan ilmu dan pengetahuan, teknologi, serta kebutuhan masyarakat. Selanjutnya secara khusus mengenai pendidikan keaksaraan tercantum dalam Sisdiknas Pasal 5 Ayat 3 bahwasannya sasaran program pendidikan keaksaraan adalah warga yang dikarenakan secara geografis menyulitkannya untuk Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Disebut pula bahwa Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Sebagaimana kita ketahui komponenkomponen dalam pembelajaran adalah: a. Peserta Didik b. Pendidik c. Tujuan d. Materi Pembelajaran e. Metode pembelajaran f. Media pembelajaran g. Evaluasi Teori-Teori Pembelajaran a. Teori Belajar Berhavioristik b. Teori Belajar Kognitivistik c. Teori Belajar Humanistik d. Teori Belajar Sosial/Pemerhatian/permodelan Pengertian KeaksaraanKeaksaraan secara sederhana diartikan sebagai kemampuan untuk membaca, menulis dan berhitung. Bagi orang dewasa yang buta aksara, kecakapan keaksaraan tidak hanya sekedar dapat membaca, menulis dan berhitung, akan tetapi lebih menekankan fungsi dalam kehidupan sehari-hari (Archer, 1996 dalam www.pendidikankeaksaraan.com, diakses 10 September 2010). Secara luas, keaksaraan didefinisikan sebagai pengetahuan dasar dan
memperoleh akses layanan pendidikan. Selain itu, sasaran program pendidikan keaksaraan ini adalah warga masyarakat yang secara budayanya menghambat mereka. Namun demikian, minimal mereka mendapat kemampuan keberaksaraan. Apabila kondisi demikian, maka harapan pemerintah hanyalah akan menjadi harapan yang menggunung seperti gunung es yang tidak pernah mencair. Untuk mencairkannya, tentu perlu respon berupa aksi masyarakat untuk berkiprah dan ikut serta dalam program pendidikan keaksaraan itu. Titik temu itulah yang kemudian akan mensukseskan suatu program. Fenomena di atas, terjadi pula pada Pendidikan Keaksaraan Di PKBM Hidayah. Di sana banyak usia lanjut yang belum mengenal aksara, terbatasnya akses informasi sehingga berkurang pula dalam akses mendapat pendidikan. Fenomena ini pada gilirannya akan menyebabkan rendahnya indek pembangunan manusia (IPM). KAJIAN TEORI DAN METODE keterampilan yang diperlukan oleh semua warga negara dan menjadi salah satu fondasi bagi penguasaan kecakapan-kecakapan hidup yang lain. Program ini ditujukan untuk melayani warga masyarakat yang tidak dapat membaca dan menulis yang dikarenakan mereka tidak dapat mengikuti atau menyelesaikan pendidikan di sekolah formal. Berdasarkan penelitian lintas negara yang dilaksanakan oleh UNESCO (dalam www.pendidikankeaksaraan.com, diakses 10 September 2010) disimpulkan bahwa keberhasilan dalam program pemberantasan buta huruf berdampak pada menurunnya angka kematian ibu dan bayi, meningkatnya usia harapan hidup masyarakat. Tujuan pendidikan keaksaraan program pendidikan keaksaraan merupakan bentuk layanan pendidikan nonformal untuk membelajarkan masyarakat buta aksara, agar memiliki keterampilan Calistung, dan kemampuan fungsional untuk meningkatkan “mutu” dan “taraf’” hidupnya. Atas dasar uraian tersebut maka program pendidikan keaksaraan bertujuan untuk; meningkatkan ketrampilan membaca, menulis dan berhitung warga masyarakat buta aksara, agar melek aksara latin dan angka Arab, serta meningkatkan kemampuan fungsionalnya agar melek bahasa Indonesia dan pengetahuan dasarnya sehingga mutu dan taraf hidupnya menjadi lebih baik. Pendidikan keaksaraan sebagai salah satu layanan pendidikan nonformal untuk membelajarkan warga masyarakat buta aksara, dan sebagai suatu pendekatan pembelajaran, merupakan cara untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam
menguasai dan menggunakan keterampilan membaca, menulis, berhitung, mengamati dan menganalisis, yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitar. Pertumbuhan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai prihadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan altrnatifalternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Penetapan pemilihan metode seharusnya guru mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran yang dibagi dalam dua jenis: a. Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi pengalaman baru dengan memmedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-masing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya. b. Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu orang dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, keterampilan yang diperlukannya, misalnya belajar menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia bekerja. Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang dewasa seperti telah dijelaskan di atas yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar. Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pendidikan dengan langkahlangkah sebagai berikut:
a. Menciptakan suatu struktur untuk perencanaan bersama. Secara ideal struktur semacam ini seharusnya melibatkan semua pihak yang akan terkenai kegiatan pendidikan yang direncanakan, yaitu termasuk para peserta kegiatan belajar atau siswa, guru atau fasilitator, wakil-wakil lembaga dan masyarakat. b. Menciptakan iklim belajar yang mendukung untuk orang dewasa belajar. Adalah sangat penting menciptakan iklim kerjasama yang menghargai antara guru dan siswa. Suatu iklim belajar orang dewasa dapat dikembangkan dengan pengaturan lingkungan phisik yang memberikan kenyamanan dan interaksi yang mudah, misalnya mengatur kursi atau meja secara melingkar, bukan berbarisberbaris ke helakang. Guru lebih bersifat membantu bukan menghakimi. c. Diagnosa sendiri kebutuhan belajamya. Diagnosa kebutuhari harus melibatkan semua pihak, dan hasilnya adalah kehutuhan bersama. d. Formulasi tujuan. Agar secara operasional dapat dikerjakan maka perumusan tujuan itu hendaknya dikerjakan bersama-sama dalam deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas. e. Mengembangkan model umum. ini merupakan aspek seni dan perencanaan program, dimana harus disusun secara harmonis kegiaan belajar dengan membuat kelompok-kelompok belajar baik kelompok besar maupun kelompok kecil. f. Perencanaan evaluasi. Seperi halnya dalam diagnosa kebutuhan, dalam evaluasi harus sejalan dengan prinsip-prinsip orang dewasa, yaitu sebagai pribadi dan dapat mengarahkan diri sendiri. Maka evaluasi lebih bersifat evaluasi sendiri atau evaluasi hersama. METODE Metode berarti cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Metode ini digunakan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan kondisi pada masa sekarang. Metode deskriptif merupakan metode yang diartikan sebagai suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan faktor-faktor yang tampak sebagaimana adanya (Hadari Nanawi, 1995:63). Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Hasil penelitian dengan pendekatan kuantitatif akan menghasilkan angkaangka yang tergambar dari frekuensi responden dan persentase.
Dengan demikian metode deskriptif analitik kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini bermaksud untuk mengungkap dan menganalisis penerapan pembelajaran keaksaraan bagi pendidikan orang dewasa di PKBM Hidayah. 1. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Teknik Angket Metode angket adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden (Hadari Nawawi, 1983:117). b. Teknik Observasi Observasi adalah suatu cara untuk memperoleh data melalui pengamatan terhadap obyek-obyek penelitian, kemudian mencatat hasil pengamatan tersebut secara sistematis, sesuai menurut penelitian. Sebagai metode ilmiah observasi bisa diartikan tes fenomena dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki. Dalam arti luas observasi sebenarnya tidak terbatas pada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung (Sutrisno Hadi, 1987:136). c. Teknik Wawancara Dalam penelitian ini, penulis memilih bentuk wawancara bebas terpimpin (controlled interview) yang dilakukan secara terang-terangan dan menempatkan responden sebagai teman sejawat (viewing one another as peers). Hal ini didasarkan pada pendapat Sutrisno Hadi (1987:207) bahwa wawancara bebas terpimpin merupakan alat yang sangat besar jasanya untuk suatu penelitian. Teknik Dokumentasi Menurut Suharsimi Arikunto (1991:131), dokumentasi, dari asal kata dokumen, yaitu artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki bendabenda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rakyat, catatan harian, dan sebagainya. Langkah-langkah pengumpulan data yang ditempuh penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Membuat pedoman angket, observasi, wawancara, dan dokumentasi. 2. Mengumpulkan data ke lokasi penelitian. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disarankan oleh data (Sutrisno
Hadi, 1987:106). Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis untuk pendekatan kuantitatif, yaitu: 1. Kategorisasi data yang dimaksudkan untuk mengkategorikan hasil angket penelitian yang disesuaikan dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian. 2. Membuat tabel yang di dalamnya berisi jumlah frekuensi dan kemudian dipersentasekan. 3. Penafsiran data, yakni proses menafsirkan data yang terdapat dalam tabel hasil jawaban responden. Adapun untuk menafsirkan data pada tabel dipergunakan rumus sebagai berikut: a. Mempersentasekan data responden b. Menafsirkan data c. Penarikan kesimpulan, yaitu proses menarik kesimpulan penelitian secara keseluruhan HASIL DAN PEMBAHASAN Respon orang dewasa terhadap Pembelajaran Keaksaraan di PKBM Hidayah dapat dilihat dari cukup banyaknya warga yang ikut serta jadi warga belajar. Hal ini terbukti terdapat 20 warga yang menjadi warga belajar. Untuk lebih memperjelas, berikut penulis uraikan data berdasarkan hasil penyebaran angket penelitian. Usia peserta didik keaksaraan Di PKBM Hidayah dapat dilihat dari tabel berikut: Adapun tentang usia warga belajar diperoleh data sebagai berikut: Tabel 7 Usia Warga Belajar Keaksaraan Di PKBM Hidayah Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%) a. 20-25 3 15 tahun 5 25 b. 26-30 6 30 tahun 3 15 c. 31-35 3 15 tahun d. 36-40 tahun e. 41 tahun ke atas Jumlah 20 100 Sumber: Angket nomor 2 Dari tabel 6 di atas, dapat ditafsirkan bahwa hampir setengahnya usia warga belajar adalah 31-35 tahun (30%) dan disusul usia 26-30 tahun (25%). Sebagian kecil usia 20-25 tahun (15%), usia 36-40 tahun (15%), dan usia 41 tahun ke atas (15%). Selanjutnya penulis mencari tahu tentang sumber informasi warga belajar mengetahui
keaksaraan Di PKBM Hidayah diperoleh sebagai berikut: Tabel 8 Sumber Informasi Warga Belajar Mengenai Keaksaraan Di PKBM Hidayah Pilihan Jawaban Frekuensi Persentase (%) a. Dari sosialisasi 5 25 pengelola b. Dari sosialisasi 9 45 di majelis 2 10 ta’lim/mesjid 4 20 c. Dari warga lain d. Mencari tahu sendiri Jumlah 20 100 Sumber: Angket nomor 3 Dari tabel 7 di atas, dapat ditafsirkan bahwa sumber informasi warga belajar mengetahui keaksaraan Di PKBM Hidayah adalah hampir setengahnya diperoleh dari sosialisasi di majelis ta’lim/mesjid (45%), disusul di bawahnya sosialisasi pengelola (25%). Sebagian kecil mencari tahu sendiri (20%) dan dari warga lain (10%). Kesimpulan penelitian ini adalah respon warga belajar terhadap keaksaraan PKBM Hidayah ditandai dengan jumlah warga belajar seluruhnya 20 orang dengan hampir seluruhnya berjenis kelamin perempuan (85%) dengan usia hampir setengahnya antara 31-35 (30%). Sumber informasi hampir setengahnya mereka peroleh dari sosialisasi melalui majelis ta’lim/mesjid (45%). Hampir seluruh warga belajar menyenangi adanya keaksaraan Di PKBM Hidayah (90%) yang kemudian ditindaklanjuti hampir seluruhnya segera mendaftar dan mengikutinya (80%). Hal ini karena tujuan mereka adalah ingin memperoleh pengetahuan setara SD dan keterampilan bekal hidup (75%). Program yang digulirkan adalah program setara SD dan program keterampilan bekal hidup (100%). Kedua program sangat bermanfaat bagi kehidupan warga belajar (85%). Dalam pembelajaran tutor sering menjelaskan tujuan terlebih dahulu (45%) dan menjelaskan materi pembelajaran dengan baik (45%). Mempergunakan media pembelajaran sesuai materi pembelajaran (40%) dengan hampir setengahnya mempergunakan metode praktek dan latihan (40%). Pengevalusian selalu dilaksanakan tutor (60%) dan hampir setengahnya dilakukan pada setiap akhir pertemuan pembelajaran (40%). Adapun bentuk tes pengetahuan setara SD sebagian besar mempergunakan tes tulis dan lisan (70%), sedangkan pada materi keterampilan bekal hidup bentuk tes
yang digunakan hampir seluruhnya dengan tes praktek (80%). Keberhasilan pembelajaran ditandai sebagian besar warga belajar cukup lancar membaca (70%), menulis (65%), hampir seluruhnya cukup mampu berhitung (80%), serta sebagian besar cukup lancar berbahasa Indonesia (55%). Adapun pada keterampilan bekal hidup, sebagian besar warga belajar mampu membuat kerajinan-kerajinan (60%). KESIMPULAN Dari hasil penelitian tentang, “Implementasi Pembelajaran Keaksaraan Terhadap Pendidikan Orang Tua di Pendidikan Keaksaraan PKBM Hidayah , dapat penulis simpulkan sebagai berikut: 1. Respon warga belajar terhadap keaksaraan PKBM Hidayah ditandai dengan jumlah warga belajar seluruhnya 20 orang dengan hampir seluruhnya berjenis kelamin perempuan (85%) dengan usia hampir setengahnya antara 31-35 (30%). Sumber informasi hampir setengahnya mereka peroleh dari sosialisasi melalui majelis ta’lim/mesjid (45%). Hampir seluruh warga belajar menyenangi adanya keaksaraan PKBM Hidayah (90%) yang kemudian ditindak lanjuti hampir seluruhnya segera mendaftar dan mengikutinya (80%). Hal ini karena tujuan mereka adalah ingin memperoleh pengetahuan setara SD dan keterampilan bekal hidup (75%). 2. Program yang digulirkan adalah program setara SD dan program keterampilan bekal hidup (100%). Kedua program sangat bermanfaat bagi kehidupan warga belajar (85%). 3. Dalam pembelajaran tutor sering menjelaskan tujuan terlebih dahulu (45%) dan menjelaskan materi pembelajaran dengan baik (45%). Mempergunakan media pembelajaran sesuai materi pembelajaran (40%) dengan hampir setengahnya mempergunakan metode praktek dan latihan (40%). Pengevaluasian selalu dilaksanakan tutor (60%) dan hampir setengahnya dilakukan pada setiap akhir pertemuan pembelajaran (40%). Adapun bentuk tes pengetahuan setara SD sebagian besar mempergunakan tes tulis dan lisan (70%), sedangkan pada materi keterampilan bekal hidup bentuk tes yang digunakan hampir seluruhnya dengan tes praktek (80%). 4. Keberhasilan pembelajaran ditandai sebagian besar warga belajar cukup lancar membaca (70%), menulis (65%), hampir seluruhnya cukup mampu berhitung (80%), serta sebagian besar cukup lancar berbahasa Indonesia (55%). Adapun pada keterampilan bekal hidup, sebagian besar warga belajar mampu membuat kerajinan-kerajinan (60%).
DAFTAR PUSTAKA Abdulhak. (1995). Metodologi Pembelajaran dan Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Cipta Intelektual.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. (2003) Sistem Pendidikan Nasional.. Jakarta: Depdiknas. Eggen
________. (1996). Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: AGTA Manunggal Utama. Ali, Mohammad. (1996). Penelitian Kependidikan, Bandung : Angkasa. Archer,
dan Kauchak. (1998). http://krisna1.blog.uns.ac.id, [Online]: Tersedia. Diakses 10 September 2010.
Abdulhak. (1995). Metodologi Pembelajaran dan Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Cipta Intelektual.
(1996). www.pendidikankeaksaraan.com, [Online]: Tersedia. Diakses 10 September 2010.
________. (1996). Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: AGTA Manunggal Utama.
Bandura. (1986). http://krisna1.blog.uns.ac.id, [Online]: Tersedia. Diakses 10 September 2010.
Ali, Mohammad. (1996). Penelitian Kependidikan, Bandung : Angkasa.