Implementasi Konsep “Total Service Relationship Marketing” pada Pelanggan Bambang D. Prasetyo
ABSTRAK “Total Service Relationship Marketing” merupakan perkembangan dari kajian ilmu pemasaran (manajemen) dengan ilmu komunikasi. Sebagaimana kemunculannya, pemahaman ”Total Service Relationship Marketing” dalam perkembangannya digunakan oleh perusahaan untuk memberikan pelayanan optimal kepada customer atau pelangganya agar mereka memiliki loyalitas dan kepuasan yang tinggi pada produk yang mereka konsumsi. Dalam konsep ini, penekanan aspek pemasaran tampaknya lebih menonjol jika dibandingkan dengan komunikasi. Tetapi, sebenarnya, “Total Service Relationship Marketing” merupakan kelanjutan dari pemasaran yang kelihatannya dalam praktik tidak dapat menjalankan marketing mix (bauran pemasaran) dalam memasarkan produknya ke masyarakat. Oleh karena itu, tokoh-tokoh pemasaran mulai memahami kekurangan ini dengan menggabungkan konsep ilmu public relations ke dalam kajian pemasaran. Tulisan ini tidak menerangkan secara panjang lebar tentang konsep “Total Service Relationship Marketing”, tetapi lebih melihat kajian “Total Service Relationship Marketing” pada servis perusahaan kepada pelangganya.
Pendahuluan Hadiah Nobel memang hebat, tetapi bagi saya hadiah terbaik adalah mempunyai pembaca.
Kalimat di atas dikemukakan Octavio Paz, seorang sastrawan berkebangsaan Meksiko yang telah memenangkan hadiah nobel dalam bidang sastra tahun 1990. Mengacu kalimat tersebut, kita akan mengetahui betapa seorang pembaca sangat penting artinya bagi sastrawan sekaliber Octavio, dan tentu saja pembaca juga sangat penting artinya bagi penulis lain di dunia ini agar karyanya bisa bertahan dan dikenal oleh masyarakat luas. Namun demikian, tulisan ini bukan bermaksud membicarakan tentang pentingnya pembaca dalam dunia sastra, lebih jauh dari itu adalah, penulis ingin membawa pemikiran tersebut dengan konteks yang lebih luas ke dalam organisasi bisnis. Dengan demikian, seorang pembaca, dalam konteks organisasi bisnis dapat disamakan dengan seorang
pelanggan. Pelanggan memiliki peran penting bagi eksistensi organisasi bisnis, bahkan ada ungkapan yang menekankan betapa pentingnya pelanggan ini dengan menganggap “Pelanggan adalah Raja”. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika operasionalisasi perusahaan harus selalu tertuju pada keinginan, kemauan, harapan, dan kepentingan pelanggannya. Kalau tidak, perusahaan tidak ada artinya jika pelanggan tidak merespon secara aktif atas produk-produk yang dibuat, maka tentu saja perusahaan akan gulung tikar alias ditutup. Dalam sektor jasa, kepentingan dan keinginan pelanggan ini menjadi tuntutan utama, sebab dalam sektor jasa, perusahaan banyak menggantungkan aktivitasnya pada manusia yang kebanyakan memang tidak konsisten. Bahkan yang lebih sulit lagi, sektor jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan, jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, heterogenitasnya tinggi (jasa
Bambang D. Prasetyo. Implementasi Konsep “Total Service Relationship Marketing” . . . .
125
merupakan variabel nonstandar dan sangat bervariasi) dan tidak tahan lama dalam artian jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan untuk beberapa ke belakang. Oleh karena itu, tidak ada kompromi bagi perusahaan untuk memisahkan pelayanan yang benar dan pelayanan yang salah, kalau bisa pelayanan dalam sektor jasa harus benar semuanya.
Dimensi Kepuasan Pelanggan Beberapa ahli, mengkaji aspek pelayanan pelanggan dari berbagai sudut dan aspek.
Pelayanan jasa bisa dilakukan melalui beberapa aspek, di antaranya sebagaimana diungkapkan Handi Irawan (2002) yang menekankan pada sepuluh aspek melalui prinsip: (1) mulailah dengan percaya akan pentingnya kepuasan pelanggan; (2) pilihlah pelanggan dengan benar untuk membangun kepuasan pelanggan; (3) memahami harapan pelanggan adalah kunci kepuasan pelanggan; (4) mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan; (5) faktor emosional adalah faktor penting yang mempengaruhi kepuasan pelanggan; (6)
Tabel 1. Dimensi Kepuasan Pelanggan Prinsip kepuasan pelanggan
Imp lementasi
Pemahaman pentingnya pelanggan
Kesadaran seluruh karyaw an bahwa aktivitas menjaga kepuasan pelanggan adalah “bak menaburkan benih yang sehat yang akan ditunai pada saatnya”. Tetapkan sasaran kelo mpok pelanggan lebih dahulu, barulah membenahi apa yang akan kita tawarkan kepada mereka. Apa yang harus dilakukan perusahaan pada pelanggannya dan memaham i harapan pelanggan adalah “menu harian” komponen perusahaan Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas performance produk atau jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Terdapat lima hal, yaitu kualitas produk, harga (value of money), service quality, emotional factor, kemudahan. Bentuk kepuasan berdasarkan atas self-expressive value yaitu kepuasan yang timbul karena lingkungan sosial di sekitarnya dan estetika. Pelanggan yang complain dan sudah diberikan penyelesaian, sangatlah mungkin tingkat kepuasannya lebih tinggi daripada pelanggan yang tidak complain. Garansi yang tidak bersyarat mempunyai peluang yang lebih besar untuk sukses. Garansi harus mudah dimengerti dan dikomunikasikan kepada pelanggan M anfaat garansi bagi pelanggan harus jelas Garansi harus mudah dikoleksi D ilakukan pengukuran kepuasan pelanggan, melalui; top two boxes; performance-importance; servqual;performanceimportance mapping. “Karyaw an yang puas akan menularkan kepuasannya pada pelanggannya” Kepedulian pemimpin untuk mengimplementasikan riset kepuasan pelanggan secara nyata.
M emilih pelanggan yang tepat M emahami harapan pelanggan
M encari faktor yang menimbulkan kepuasan
Pentingnya faktor emosional pelanggan M engelo la complain pelanggan
M emberikan garansi
M endengarkan suara pelanggan Pentingnya karyawan Peran kepem impinan
Sumber: D iadaptasi dari Handi Irawan (2002).
126
M EDIATOR, Vol. 5
No.1
2004
pelanggan yang complain adalah pelanggan yang loyal; (7) garansi adalah lompatan yang besar dalam kepuasan pelanggan; (8) dengarkanlah suara pelanggan anda; (9) peran karyawan sangat penting dalam memuaskan pelanggan; (10) kepemimpinan adalah teladan dalam kepuasan pelanggan. Secara lengkap dimensi dari masingmasing prinsip kepuasan pelanggan dapat dilihat pada Table 1.
Peran Relationship Marketing Pendekatan yang menekankan pada hubungan antara pelanggan dengan teknik pemasaran biasa dikenal dengan relationship marketing, yang tentu saja berbeda dengan pemasaran transaksi. Payne (1993) perbedaan antara pemasaran transaksi dengan relationship marketing sebagaimana tampak pada Tabel 2.
enam pedoman aspek relationship marketing yang berguna sebagai ajang komunikasi antara komponen penyelenggara pelayanan jasa kepada customer dan karyawannya, yaitu: (1) memberikan petunjuk berwujud; (2) membuat jasa dimengerti; (3) kesinambungan komunikasi; (4) menjanjikan apa yang mungkin diberikan; (5) mengkapitalisasi word of mouth; dan (6) memberikan komunikasi langsung pada karyawan. Relationship marketing pada prinsipnya memang menekankan pada aspek hubungan yang terjadi antara komponen-komponen yang terlibat dalam proses pelayanan, mulai dari perusahaan, karyawan, dan pelanggan. Sebagaimana diungkapkan oleh Bitner (1995) bahwa pelayanan yang diberikan kepada pelanggan pada prinsipnya mengacu pada keinginan dan kepentingan pelanggan. Sedangkan keinginan dan kepentingan pelanggan itu dapat diketahui dengan baik jika
Tabel 2. Perbedaan Pemasaran Transaksi dengan Relationship Marketing
Pemasaran Transaksi
Relationship Marketing
Fokus pada penjualan Orientasi pada karakteristik produk Skala waktu pendek Sedikit penekanan pada layanan pelanggan Komitmen pelanggan rendah Kontak pelanggan moderat Kualitas terutama merupakan perhatian produksi
Fokus pada customer retention Orientasi pada manfaat produk Skala waktu panjang Penekanan tinggi pada layanan pelanggan Komitmen pelanggan tinggi Kontak pelanggan tinggi Kualitas merupakan perhatian semua orang
Sumber: Modifikasi dari pemikiran Adrian Payne (1993).
Peran ilmu komunikasi dalam mengimplementasikan pemahaman dan pemaknaan kepuasan pelanggan, sebagaimana penulis kemukakan di atas, sangat besar pengaruhnya terutama dalam aspek pemahaman makna (commonness in meaning) bagi pihak-pihak yang berkomunikasi, yaitu perusahaan, karyawan, dan pelanggannya. Paling tidak, hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan perusahaan yang selanjutnya memerlukan proses sosialisasi kepada pelanggannya. Sebagaimana dikatakan oleh George dan Berry (1985), terdapat
perusahaan memberikan responsibilitas atas keinginan pelanggan dalam kehidupannya seharihari, yang selanjutnya diterjemahkan melalui berbagai kebijakan atau program yang akan dijalankan oleh segenap komponen perusahaan termasuk para karyawannya. Jadi, dengan demikian, pelayanan yang diberikan kepada pelanggan pada prinsipnya akan mengikuti pola pikir sebagaimana digambarkan dengan diagram segitiga pada Gambar 1.
Bambang D. Prasetyo. Implementasi Konsep “Total Service Relationship Marketing” . . . .
127
Dari Gambar 1, terlihat bahwa pemasaran jasa terkait dengan tiga aspek yang saling mendukung: 1. Company (perusahaan), sebagai fasilitator terhadap karyawan agar mereka mampu memberikan pelayanan yang optimal. Peran
diungkapkan oleh J.C. Seidel — proses yang kontinyu dari usaha-usaha manajemen untuk memperoleh kemauan baik dan pengertian dari para pelanggan, pegawai dan publiknya yang lebih luas. Ke dalam, mengadakan analisis dan perbaikan diri
G a m bar 1. S egitiga Pema saran J asa C om pany
Internal marketing E nabling promises
E xternal marketing M aking promises
P rovider
C ustomers Interactive M arketing Keeping prom ises
Sum ber: D io lah dari M ary Jo. Bitner (1995) dan P hillip Kotler (1994).
yang bisa dilakukan perusahaan adalah sebagai penyelidik keinginan pelanggan, sebagai pembuat spefisifikasi jasa yang akan disampaikan, dan sebagai pemberdaya karyawan agar mampu menyampaikan jasa kepada pelanggan yang ditetapkan. 2. Provider (karyawan), sebagai penyampai jasa, dapat berperan sebagai pemasar jasa yang tidak langsung. 3. Customer (pelanggan), adalah sekelompok individu penerima jasa, yang sekaligus penentu atau penilai akhir kualitas jasa yang diterima dari perusahaan. (Rangkuti, 2003). Selanjutnya, relationship marketing, pada kajian komunikasi dapat dilakukan melalui konsep optimalisasi public relations (PR) dalam kehidupan organisasi. Sebagaimana diungkapkan oleh beberapa ahli, bahwa public relations berintikan pemahaman tentang perusahaan secara positif di mata pelanggannya, yakni — seperti 128
sendiri, sedangkan ke luar memberikan pernyataanpernya-taan. W. Emerson Reck menjelaskan PR sebagai lanjutan proses pembuatan kebijaksanaan, pelayanan, dan tindakan bagi kepentingan terbaik dari suatu individu atau kelompok agar indvdu atau lembaga tersebut memperoleh kepercayaan dari publik. Terkait dengan pemahaman public relations (PR), Frank Jefkins mengatakan bahwa PR adalah suatu sistem komunikasi untuk menciptakan kemauan baik. Dalam hal ini, PR mempunyai tiga arti: penerangan kepada publik, persuasi ditujukan kepada publik untuk mengubah sikap dan tingkah laku publik, dan upaya unutuk meyatukan sikap dan perilaku suatu lembaga. Sedangkan International Public Relations Associations (IPRA) mendefinisikan PR adalah fungsi manajemen dari ciri yang terencana dan berkelanjutan melalui organisasi dan lembaga swasta atau publik (umum) unutk memperoleh pengertian, simpati, dan M EDIATOR, Vol. 5
No.1
2004
dukungan dari mereka yang terkait atau mungkin ada hubungannya dengan penelitian opini publik di antara mereka (Rachmadi, 1994). Dari pemikiran Bitner tentang segitiga pemasaran jasa di atas, maka dikaitkan dengan pelanggan atau customer publik dalam prublic relations meliputi publik internal dan publik eksternal. Internal publik yaitu publik yang berada di dalam organisasi/perusahaan. Sedangkan ekternal publik, secara organik, tidak berkaitan langsung dengan perusahaan, tetapi memiliki peran penting seperti pelanggan, bahkan kalangan yang lebih luas lagi yaitu pers, pemerintah, distributor, pemasok, yang kesemuanya itu barangkali bisa disebut sebagai stakehorlders. Tugas PR adalah membina hubungan yang baik dengan stakeholders, yaitu setiap kelompok yang berada baik di dalam maupun di luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan (Rhenald Khasali). Dalam hal ini, stakeholders internal adalah pemegang saham, menajemen dan top eksekutif, karyawan, dan keluarga karyawan. Sedangkan stakeholders eksternal terdiri atas konsumen, penyalur, pemasok, bank, pemerintah, pesaing, komunitas, pers. Dengan demikian, fungsi utama public relations adalah menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik antara lembaga/ organisasi dengan publiknya, intern dan ekstern, dalam rangka menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik dalam upaya menciptakan pendapat publik (public opinion) yang menguntungkan lembaga/ organisasi. Perusahaan-perusahaan bisnis modern sekarang ini cenderung melakukan berbagai teknik untuk memenangkan persaingan dengan memuaskan kepentingan pelanggan, di antaranya dengan teknik relationship marketing dan public relations (PR) di atas. Lebih jauh lagi, pemahaman tentang relationship marketing itu disampaikan oleh DeVrye (1997) sebagai pendorong terciptanya sebuah service yang memukau dari perusahaan kepada pelanggannya. Dalam tulisannya yang berjudul Good Service is Good Business, DeVrye mencoba mengetengahkan tentang strategies for
success in service yaitu self-esteem (memberi nilai pada diri sendiri), exceed expectations (melampaui yang diharapkan), recover (rebut kembali), vision (visi), improve (peningkatan), care (perhatian), dan empower (pemberdayaan). Semua menyadari bahwa pelayanan merupakan kata-kata yang paling awal disebut oleh perusahaan bisnis ketika memberikan pelayanan kepada pelanggannya, tetapi menjadi hal terakhir yang dilakukan oleh kebanyakan organisasi bisnis dalam implementasinya. Pertama, self esteem. Komponen yang pertama dari servis ini menekankan pada aspek pemahaman servis secara mendalam ke dalam setiap karyawan jika ia akan melayani customer-nya. Oleh karena itu, karyawan yang senang dan berbahagia akan melakukan perekrutan pada konsumen yang bahagia. Sebagaimana dikatakan oleh Martin Luther “Jika seseorang terpanggil menjadi tukang sapu jalan, hendaknya ia menyapu jalan sebagaimana Michaelangelo melukis atau Beethoven mencipta musik atau Shakespeare menulis puisi. Hendaknya ia menyapu jalan dengan sangat baik sehingga segenap isi surga dan bumi serentak menghentikan kegiatan mereka dan berkata, di sini tinggal seorang penyapu jalan yang agung yang menjalankan tugasnya dengan sangat baik”. Sesuatu yang baik bermula dari tingkat atasan, kepemimpinan melalui teladan. Sebagai contoh, Hotel Hyatt secara konsisten menempati peringkat teratas di dunia. Setiap orang yang bekerja di Hyatt benar-benar sepenuh hati dalam melayani konsumennya. Kadang kala President Hyatt International menanggalkan kemeja eksekutifnya yang mahal, lalu mengenakan seragam bellboy dan membawakan kopor para tamu. Dengan melakukan itu, ia akan menjadi lebih dekat dengan para konsumennya, yang hampir pasti tidak akan merasa sungkan mengatakan apa saja yang mereka rasakan mengenai hotel tersebut kepada seorang bellboy. Yang lebih penting, pembalikan peran ini mempunyai keuntungan penyampaian pesan kepada semua karyawan bahwa servis pada Hyatt tidaklah menurunkan martabat siapa pun! Kondisi ini terjadi juga dalam dunia hiburan Disney, di mana
Bambang D. Prasetyo. Implementasi Konsep “Total Service Relationship Marketing” . . . .
129
manajemen menyediakan dua minggu setiap tahun sebagai staf garis depan untuk memperoleh apresiasi yang lebih baik tentang apa sebenarnya yang terjadi di dalam taman hiburan mereka. Tukang sapu jalan, penjual es krim, pelayan pengantar, atau orang di balik topeng Mickey Mouse barangkali benar-benar seorang eksekutif tingkat tinggi di perusahaan tersebut. Dalam pemahaman ini maka rasa hormat kepada individu adalah prinsip dasar yang dipegang teguh dalam praktek manajemen modern saat ini. Jika Anda sudah melakukan karyawan Anda sebagaimana Anda ingin mereka memperlakukan para konsumen Anda, maka Anda harus menaruh rasa hormat kepada individu tersebut. Kedua, exceed expectations (melampaui yang diharapkan). Dalam persoalan ini, seorang pelanggan memiliki harapan, keinginan yang seharusnya dipenuhi ketika dia mengonsumsi barang yang dikeluarkan oleh perusahaan. Oleh karena itu, tiada jalan lain bagi perusahaan untuk menentukan, memenuhi, dan bahkan melampaui harapan-harapan yang diinginkan oleh pelanggan. Kecenderungan saat ini, konsumen lebih menyadari akan pentingnya servis konsumen, pada setiap barang yang dikeluarkan oleh perusahaan. Oleh karena itu, persepsi konsumen tentang pelayanan yang baik secara langsung juga akan mempengaruhi kepuasannya dan kondisi ini bisa diciptakan oleh perusahaan dengan mendekatkan kesenjangan antara apa yang diharapkan konsumen dengan apa yang akan mereka diterima. Ketiga, recover (merebut kembali). Merebut kembali biasanya berkaitan dengan keluhan konsumen. Dalam menghadapi keluhan konsumen, yang harus disadari oleh perusahaan adalah “keluhan merupakan peluang…bukan masalah”. Selama ini, yang terjadi biasanya sebagian besar konsumen tidak berusaha menyampaikan keluhannya, mereka akan begitu saja mengalihkan bisnis mereka ke tempat lain. Anda tidak akan pernah memperoleh kesempatan kedua untuk menciptakan kesan pertama, dan strategi paling jitu adalah segera menciptakannya bagi konsumen 130
di kali pertamanya. Di dalam menanggapi keluhan para konsumen, beberapa hal harus diperhatikan, yaitu: (1) tidak bersikap defensif; (2) mengutamakan kesabaran; (3) bersikap objektif, sebab konsumen marah ditujukan kepada perusahaan; (4) menawarkan permintaan maaf “saya sangat menyesal kali ini Anda mengalami kekecewaan yang berat atas layanan kami”; (5) menggunakan empati (saya menghargai yang Anda ucapkan); (6) jangan menyalahkan orang lain dalam organisasi Anda; (7) konsumen menginginkan penyelesaian atas masalahnya, bukan ingin tahu operasi-operasi internal perusahaan Anda; (8) uraikan keluhan mereka dengan kata-kata Anda sendiri untuk memastikan bahwa Anda telah benar-benar memahami situasinya; (9) jika Anda kurang menguasai permasalahan, tidak usah melakukan kebohongan; (10) panggil konsumen yang kecewa jika memang Anda bersepakat untuk bertemu lagi; (11) libatkan konsumen dalam penyelesaian, bukan dalam permasalahan; (12) cari tahu apa yang dapat dilakukan untuk mengubah kekecewaan konsumen menjadi kepuasan. Apakah mereka menginginkan pembayaran kembali, penggantian, kredit, dan sebagainya. Jika konsumen menyetujui penyelesaian tersebut, segeralah bertindak sebelum mereka berubah pikiran. Organisasi-organisasi yang berfokuskan servis ke luar dari cara mereka untuk mendapatkan komentar-komentar konsumen kemudian bertindak berdasarkan saran-saran tersebut, mereka menyadari bahwa servis konsumen bukan hak prerogatif departemen servis konsumen, tetapi melibatkan setiap karyawan di dalam organisasi tersebut. Terkait dengan keluhan konsumen ini, studi yang dilakukan oleh sekelompok peneliti pada Wharton Business School menunjukkan bahwa 95% konsumen yang mengajukan keluhan, bila ditangani secara cepat, tepat, efisien, tidak hanya akan meneruskan bisnisnya dengan perusahaan yang bersangkutan, tetapi bahkan menjadi konsumen yang paling setia. Keempat, vision (visi). Dalam perjalanan sejarah manusia, kita telah beralih dari revolusi industri ke revolusi informasi, dan sedang menuju M EDIATOR, Vol. 5
No.1
2004
ke revolusi servis. Banyak perusahaan bergelut di sektor informasi sekaligus di sektor servis. Dengan demikian, penyediaan servis yang unggul menjadi semakin bersifat menentukan seiring dengan semakin dewasanya industri. Oleh karena itu, penetapan visi yang mengutamakan kepuasan konsumen menjadi penting untuk segera diimplementasikan oleh perusahaan. Dalam konteks ini, kita bisa memperhitungkan sampai kapan konsumen bernilai bagi kita, sehingga dengan demikian penting untuk tidak hanya memandang seorang konsumen pada saat ini saja, tetapi pandanglah arti konsumen itu bersama keluarga dan semua teman-temannya. Pengimplementasian visi yang berorientasi pada pelanggan dengan acuan bahwa pelanggan bukan hanya seorang individu, tetapi di balik itu terdapat banyak komponen yang terkait dengannya sebagai anggota masyarakat sosial. Tepat kiranya kalau konsep ini digunakan oleh salah satu bank nasional dalam slogannya “Sehari satu sahabat, setahun sejuta kerabat”. Penetapan visi yang berorientasi pada pelanggan ini bisa dilakukan secara individual ataupun dengan memanfaatkan teknologi. Perlu diperhatikan penggunaan teknologi, jelas harus bermanfaat bagi kita, bukannya malah merugikan. Teknologi yang tepat guna tentu saja membantu mempertahankan konsumen jangka panjang yang setia jika teknologi itu digunakan sebagai sarana untuk membantu mereka. Ada banyak kisah tentang bagaimana teknologi mengganggu, bukannya membantu, hubungan-hubungan konsumen dengan perusahaan. Menginvestasikan teknologi mahal tidak cukup membuat kita semakin profitable dan efisien kalau teknologi itu tidak sesuai dengan harapan konsumen. Sebagaimana diungkapkan oleh John Naisbitt bahwa perlu high touch (sentuhan tinggi) tidak sekadar high tech (teknologi tinggi). Artinya, orang tidak selalu terkagum-kagum akan “teknologi tinggi” dan boleh jadi orang malah lebih menyukai pendekatan “sentuhan tinggi” gaya lama yang lebih menyentuh pada servis konsumen. Sebagai contoh, penggunaan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tidak diterima semua kalangan
terutama kaum lanjut usia. Orang-orang berusia lanjut menganggap alat itu “tidak ramah” karena mereka “tidak bisa bercakap-cakap dengan teller” sehingga sentuhan “manusiawinya” tidak ada. Contoh konkretnya, meskipun ATM telah popular tapi sampai saat ini ada bank pemerintah yang tidak memfokuskan pelayanannya melalui ATM tetapi merambah langsung ke nasabahnya sampai di desa-desa, dan itu efektif dan efisien. Jadi, kesimpulannya, kita bisa membuat visi dengan menggunakan teknologi tinggi untuk kepentingan konsumen, tetapi kenalilah kebutuhan-kebutuhan konsumen terlebih dahulu agar pelayanan yang akan diberikan bermanfaat bagi konsumen. Kelima, improve (peningkatan). Peningkatan pelayanan perlu dilakukan secara kontinyu oleh perusahaan; kalau tidak, kita memberi peluang kepada pesaing untuk menyusul kita. Peningkatan pelayanan diperlukan karena dinamika konsumen saat ini sangat tinggi, dan munculnya berbagai kompetitor yang sangat antusias merebut pasar menjadikan dasar untuk selalu melakukan perubahan. Lakukan perubahan sekarang, atau kita akan hancur. Tapi, ingat kalau perubahan dilakukan sekadar berubah saja, itu menggelikan. Faktor kuncinya adalah secara konstan melihat kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan konsumen agar benar-benar responsive terhadap perubahan-perubahan di dalam ruang pasar. Ada kecenderungan, semakin tua sebuah organisasi, semakin sulit pula organisasi itu berubah atau beradaptasi, karena demikian kompleks permasalahan yang dihadapi, dan perlu diingat bahwa keberhasilan masa lalu tidak menjamin keberhasilan yang sama di masa mendatang. Jadi, kata kuncinya, kita harus berubah. Perubahan bisa dimulai dari hal-hal pelayanan yang sifatnya kecil terlebih dahulu. Kalau dicermati secara jeli, maka sebenarnya hal-hal kecil dapat membuat perbedaan besar pada pelayanan. Dalam konsep ini, Jan Carlzon (1995) mengistilahkan sebagai moment of truth yang didefinisikan sebagai segala macam pertemuan antara anggota perusahaan dengan pelanggannya/publiknya. Dicontohkan olehnya bahwa moment of truth dalam perusahaan penerbangan dengan publik berlangsung lebih dari
Bambang D. Prasetyo. Implementasi Konsep “Total Service Relationship Marketing” . . . .
131
15 detik. Adalah moments of truth saat seorang konsumen membukukan tiket; saat mereka mendaftarkan kopor mereka; saat kepada mereka disajikan secangkir kopi; dan seterusnya.
Daftar Pustaka
Penutup
Awad, Joseph. 1985. The Power of Public Relations. Wes ort. CT: Greenwood.
Perubahan pelayanan perusahaan dapat terjadi jika perusahaan melakukan investasi dengan memberikan pelatihan pada karyawannya dalam memberikan servis yang unggul. Namun demikian, kita harus mempekerjakan orang-orang yang mau menginvestasikan diri mereka sendiri dan yang memandang pendidikan sebagai pencarian seumur hidup. Mereka ingin belajar, bukan karena atasan memaksa mereka, tetapi karena belajar membantu mereka menolong orang-orang lain. Selain itu, materi pelatihan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Misalnya saja, investasi di bidang penjualan yang diberikan kepada seorang sales, materinya tidak hanya terfokus pada technical skills seperti product knowledge dan how to sell, tetapi harus mengacu pada materi sales force management yang utuh. Artinya, sales force management harus integrated dalam diri seorang sales, seperti sikap sikap mental, sikap kerja, kepribadian, konsep diri, dan human relations. Jadi, tahapan-tahapan sales ketika bekerja mulai dari membuka percakapan dengan pelanggan (greeting to customer), mengenalkan produk (presentation), mengadakan penawaran harga (negotiation), menguji produk (test product), ketrampilan menutup transaksi (closing transaction) harus benar-benar dihayati dengan baik oleh sales ketika mereka terjun di lapangan. Kalau perusahaan telah melakukan investasi untuk pelatihan karyawannya, dan karyawan dengan antusias mengikuti pelatihan tersebut, maka peningkatan pelayanan kepada konsumen akan semakin mudah direalisasikan. M
Aronoff, Craig and Baskin, Otis. 1988. Public Relations: The Profession and the Practice. 2nd edition. Dubuque.
DeVrye, Catherine. 1994. Good Service is Good Business: 7 Simple Strategies for Success. Australia: Prentice Hall. Irawan, Handi.2002. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta: Gramedia. Kruckeberg, Dean and Kenneth Starek. 1988. Public Relations and Community: A Reconstructed Theory. Greenwood. Mayhall, P. 1985. Police-Community Relations and the Administration of Justice. New York: Wiley. Payne, Andrian. 1993. The Essence of Service Marketing. Terjemahan oleh Fandy Tjiptono. Pemasaran Jasa. Yogyakarta: Andi. Rachmadi, F. 1994. Public Relations dalam Teori dan Praktek: Aplikasi dalam Badan Usaha Swasta dan Lembaga Pemerintah. Jakarta: Gramedia. Rangkuti, F. 2003. Measuring Customer Satisfaction: Gaining Customer Relationship Strategy. Jakarta: Gramedia. Yarrington, R. 1983. Community Relations Handbook. White Palins, NY.Logman. Zeithaml, Valarie A. 2000. Services Marketing; Integrating Customer Focus Across the Firm. McGraw-Hill.
M M M
132
M EDIATOR, Vol. 5
No.1
2004