UNIVERSITAS INDONESIA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN (SAFEGUARD) TERHADAP IMPOR PRODUK PAKU
SKRIPSI
TATI ANGGRAENI 0806396544 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK JUNI 2012
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN (SAFEGUARD) TERHADAP IMPOR PRODUK PAKU
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi dalam bidang Ilmu Administrasi Fiskal
TATI ANGGRAENI 0806396544
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK JUNI 2012
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Tati Anggraeni NPM : 0806396544 Tanda Tangan :
Tanggal
: 27 Juni 2011
ii Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
iii Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabil’alamin. Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Administrasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc, selaku Dekan FISIP UI.
2.
Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc, selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
3.
Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si, selaku Ketua Program Sarjana Reguler Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
4.
Umanto Eko Prasetyo, S.Sos, M.Si, selaku Sekretaris Program Sarjana Reguler Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
5.
Dra. Inayati, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal Program Sarjana Reguler Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI dan selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Ali Purwito, SH, MM selaku penguji ahli sidang skripsi, Milla Setyowati, S.Sos, M.Ak selaku ketua sidang,dan Murwendah S.IA selaku sekretaris sidang yang telah menguji skripsi penulis di ruang sidang
7.
Dr. Ning Rahayu, Ak, M.Si, selaku pembimbing akademis yang telah mengarahkan mata kuliah yang penulis ambil setiap semester selama perkuliahan.
8.
Seluruh dosen yang telah mengajar kelas Fiskal Paralel 2008 yang telah memberikan pengetahuannya selama penulis kuliah di FISIP UI.
9.
Orang tua, kakak dan adik tercinta yang telah memberikan kasih sayang, semangat, serta bantuan moril maupun materiil kepada penulis.
iv Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
10. Bapak Permana Agung selaku akademisi, Bapak Wilhem S. Kayo dari BKF, Ibu Lisbeth Hutagalung dari Kementerian Perindustrian, Bapak Heru Setyo Basuki dari DJBC Tanjung Priok, Bapak Dulong dan Bapak Bambang selaku perwakilan industri paku yang telah menyempatkan waktunya dan banyak membantu dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh penulis. 11. Mas Nikolas Nababan, Mas Poetra Tegoeh Djiwa dari KPPI yang telah menyempatkan waktu untuk saya wawancarai dan juga kepada Mas Gunaga yang membantu penulis selama melakukan wawancara di BKF 12. Bapak Edward Pinem, Bapak Ario Setiantoro dan Mas Roy Bogar dari IISIA yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkan data maupun mendapatkan narasumber untuk wawancara. 13. Nina Muzaenah, Siti Hanifa dan Sartika N.F tiga serangkai yang selalu menjadi teman-teman terdekat penulis selama kuliah. Terima kasih atas kebersamaanya selama empat tahun ini 14. Dyta Ulisanti yang telah banyak sekali membantu penulis sebagai teman berdiskusi tentang skripsi ini. Wulan Clara dan Vindaniar yang juga banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini. 15. Faris, Dyo, Nisia, Tika, Andra, Giska, Tannia, Ratih, Dienda, Wina, Sarah, Bobby, David, Dimas, teman seperjalanan penulis dalam berpetualang. Keceriaan kalian menjadi semangat untuk penulis 16. Semua teman Fiskal Paralel 2008 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, teman yang selama ini menjadi teman terbaik penulis selama berkuliah di Administrasi Fiskal. Semoga kebersamaan kita selalu terjaga. 17. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu namun telah memberikan kontribusi pada penulisan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, 27 Juni 2012
Penulis
v Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Tati Anggraeni
NPM
: 0806396544
Program Studi
: Ilmu Administrasi Fiskal
Departemen
: Ilmu Administrasi
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Implementasi Kebijakan Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) Terhadap Impor Produk Paku” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 27 Juni 2012
Yang menyatakan,
(Tati Anggraeni)
vi Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Tati Anggraeni : Ilmu Administrasi Fiskal : Implementasi Kebijakan Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) Terhadap Impor Produk Paku
Penelitian ini meneliti tentang implementasi kebijakan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan pada impor produk paku. Kebijakan ini dikeluarkan seiring melonjaknya impor paku dari luar negeri yang mengakibatkan terjadinya kerugian serius pada industri dalam negeri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan tujuan penelitiannya bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tahapan implementasi pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sama dengan tahapan pengenaan bea masuk impor normal, yang membedakan hanyalah tambahan pembayaran pajak beserta dokumen yang dibutuhkan dan kendala yang dialami dalam penerapan ini adalah masalah sosialisasi. Pengawasan dalam kebijakan ini dilakukan oleh tiga instansi yaitu DJBC, BKF dan KPPI. Pencapaian yang telah diperoleh adalah menurunnya jumlah impor paku dan industri dalam negeri mampu memulihkan kerugian. Pengenaan BMTP ini akan lebih lengkap jika didampingi dengan kebijakan lain yang mampu membuat industri paku dalam negeri mampu bersaing dengan industri luar negeri. Kata kunci: Bea Masuk, Impor, Kepabeanan, Tindakan Pengamanan.
vii Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Tati Anggraeni : Undergraduate Program of Fiscal Administration : The Implementation of The Imposition of Import Duties Safeguard’s Policy Against Nails Import Products
This thesis analyzes the Implementation of The Imposition of Import Duties Safeguard’s Policy Against Nails Import Products. This policy is issued as a nail surging imports from abroad, which caused serious losses to the domestic industry. This thesis uses a qualitative approach and the research purpose is descriptive. The result indicates that the implementation stage of the imposition of import duties safeguard is the same as the implementation stage of the imposition of import duties normally. However, the requirement documents are different. Constraints experienced in the implementation are a matter of socialization to the importers. Monitoring is conducted by DJBC, BKF and KPPI. Achievements that have been obtained are the nail import is significantly decreasing and the domestic industry is able to recover the losses. Imposition of BMTP is considered to be more completed if accompanied by the other policies that can make the domestic nails industries are able to compete with foreign industries. Keywords: Import duties, Import, Customs, Safeguard.
viii Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... vi ABSTRAK ..................................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR GRAFIK......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 1.2 Pokok Permasalahan ................................................................ 9 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 10 1.4 Signifikansi Penelitian ............................................................... 10 1.4.1 Signifikansi Akademis ..................................................... 10 1.4.2 Signifikansi Praktis………………………………… ........ 10 1.5 Sistematika Penulisan ............................................................... 10
BAB 2
KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................... 12 2.2 Kerangka Teori ......................................................................... 18 2.2.1 Fungsi Pemerintah ......................................................... 18 2.2.2 Kebijakan Publik ........................................................... 20 2.2.3 Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Pajak ........................... 22 2.2.4 Implementasi Kebijakan ................................................ 24 2.2.5 Pengawasan ................................................................... 25 2.2.6 Perdagangan Internasional ............................................. 27 2.2.7 Bea Masuk..................................................................... 28 2.2.8 Proteksi ........................................................................ 30 2.2.9 Tindakan Pengamanan ................................................... 32 2.2.10 Kerangka Pemikiran ...................................................... 33
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................... 35 3.2 Jenis Penelitian.......................................................................... 35 3.2.1 Berdasarkan Tujuan Penelitian........................................ 36 3.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian ...................................... 36 3.2.3 Berdasarkan Dimensi Waktu........................................... 37 3.3.4 Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data.......................... 37 3.3 Teknik Analisis Data ................................................................. 38 3.4 Informan ................................................................................... 39
ix Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
3.5 Proses Penelitian ....................................................................... 41 3.6 Site Penelitian ........................................................................... 42 3.7 Keterbatasan Penelitian ............................................................. 43 3.8 Pembatasan Penelitian ............................................................... 43 BAB 4
GAMBARAN UMUM KATEGORI PAKU YANG DIKENAKAN SAFEGUARD DAN DASAR HUKUM BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN (SAFEGUARD) 4.1 Kategori Paku yang Dikenakan Safeguard................................. 44 4.1.1 Bahan yang Digunakan Dalam Produksi Paku Kawat .... 44 4.1.2 Proses Produksi Paku...................................................... 46 4.2 Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) ......................... 47 4.2.1 Jenis Pengenaan Tindakan Pengamanan .......................... 49 4.2.2 Jangka Waktu Pengenaan Tindakan Safeguard ................ 50 4.2.3 Dasar Hukum Tindakan Pengamanan Safeguard.............. 50 4.2.3.1 Ketentuan Safeguard Dalam WTO .................... 50 4.2.3.2 Ketentuan Safeguard Di Indonesia .................... 54 4.2.3.3 Prosedur dan Tata Cara Penyelidikan Safeguard di Indonesia ............................... 57 4.2.3.4 Peraturan Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Paku........ 61
BAB 5
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN (SAFEGUARD) TERHADAP IMPOR PRODUK PAKU 5.1 Tahapan Implementasi BMTP Terhadap Impor Produk Paku ... 64 5.2 Pengawasan Terhadap Penerapan BMTP Impor Paku ............... 81 5.3 Pencapaian yang Telah Diperoleh dari Penerapan BMTP Impor Paku .............................................................................. 86 5.3.1 Indikator Pencapaian Penerapan BMTP Impor Paku ....... 86 5.3.2 Hasil yang Dicapai dari Penerapam BMTP Impor Paku .. 88 5.4 Alternatif Kebijakan untuk Menanggulangi Lonjakan Impor .... 102
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ................................................................................... 110 6.2 Saran ......................................................................................... 110
DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 111 DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
x Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 2.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4
Statistik Global Tindakan Pengamanan (1995-2012) .................... 3 Data Impor Paku (2005-2008) ...................................................... 5 Data Impor Komoditi Paku Per-Negara Asal (2005-2008) ............ 6 Daftar Industri Paku yang Diwakili Oleh IISIA ............................. 7 Matrix Perbandingan Tinjauan Pustaka ......................................... 15 Ukuran Paku ................................................................................. 47 Tarif BMTP Terhadap Impor Produk Paku ................................... 61 Data Impor Paku Tahun 2005-2011 .............................................. 88 Pangsa Impor Produk Paku 2005-2008 (Sebelum Safeguard) ........ 90 Pangsa Impor Produk Paku 2008-2011 (Setelah Safeguard) .......... 92 Indikator Kerugian Industri Dalam Negeri (Indeks) 2005-2008 (Sebelum Safeguard) .................................................................... 94 Tabel 5.5 Daftar Industri Paku Sebelum Terjadinya Lonjakan Impor ............ 98 Tabel 5.6 Daftar Industri Paku yang Tutup atau Berproduksi Tidak Kontinu 99 Tabel 5.7 Daftar Industri Paku Tahun 2012 .................................................. 100
xi Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 4.1 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7
Prosedur Pengenaan Tindakan Pengamanan ............................... 8 Proses Kebijakan yang Ideal ....................................................... 22 Kerangka Pemikiran ................................................................... 34 Batang Kawat (Wirerod)............................................................. 45 Prosedur impor ......................................................................... 65 Alur Penyelesaian Barang Impor ............................................... 67 Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) .................................. 72 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) ............................................. 74 Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAP Fisik) .............................. 75 Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPPB)...................... 77 Tahapan Implementasi Penerapan BMTP Impor Produk Paku.... 78
xii Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Grafik Impor Paku Tahun 2005-2011 ............................................. 89
xiii Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9
Pedoman Wawancara Wawancara dengan Nikolas Nababan dan Poetra Tegoeh Djiwa Satria Wawancara dengan Wilhem S. Kayo Wawancara dengan Heru Setyo Basuki Wawancara dengan Lisbeth T. Hutagalung Wawancara dengan Ario N Setiantoro Wawancara dengan Bambang Wawancara dengan Du Long Wawancara dengan DR. Permana Agung Daradjatun M.Sc
xiv Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Negara pada dasarnya sama dengan organisme atau makhluk hidup yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan negara dalam menghasilkan semua barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Sumber daya yang dimiliki, iklim, letak geografis, jumlah penduduk,
pengetahuan,
dan teknologi
menjadi
beberapa
alasan
yang
menyebabkan adanya keterbatasan negara tersebut. Keterbatasan negara ini dapat diatasi dengan cara menjalin hubungan kerja sama dalam bentuk hubungan dagang antarnegara. Perdagangan antarnegara atau perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa melintasi batas-batas suatu negara atau territorial suatu negara ke territorial negara lainnya. (Purwito, 2010, p.4). Perdagangan antarnegara saat ini berubah menjadi perdagangan global dengan ciri perdagangan bebas dan persaingan dalam keunggulan komperatif. Tujuan utamanya adalah membangun dominasi perdagangan dunia atau global tanpa batas-batas wilayah negara yang berintikan pada prinsip-prinsip perdagangan bebas (Purwito, 2006,p.2). Setelah
berakhirnya
Putaran
Uruguay
(Uruguay
menghasilkan General Agreement on Tariff and Trade
Round)
yang
(selanjutnya disebut
dengan “GATT”) 1994 dan terbentuknya World Trade Organization (selanjutnya disebut dengan “WTO”), pasar dunia cenderung semakin terbuka dan semakin bebas hambatan. Kecenderungan ini adalah fenomena yang tidak dapat dihindari karena setiap negara yang melakukan kegiatan perdagangan internasional menghendaki pasar dunia yang terbuka bagi produk-produk ekspornya masingmasing. Oleh karena itu setiap hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif diupayakan untuk dikurangi atau dihapuskan melalui perjanjian bilateral, regional, maupun multilateral. (KPPI, 2012, p.1) Globalisasi atau liberalisme perdagangan tersebut menimbulkan banyak dampak, baik itu positif maupun negatif. Dampak positifnya adalah globalisasi secara ekonomi sangat menguntungkan karena membuat investasi tidak akan
1
Universitas Indonesia
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
2
terhambat oleh hambatan tarif maupun non-tarif ekspor impor komoditas perdagangan. Sedangkan dampak negatifnya masuknya investasi dan barangbarang produksi negara maju, pada tingkatan tertentu akan membuka persaingan dengan industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis atau yang secara langsung bersaing. Melonjaknya volume impor menyebabkan pangsa pasar produksi dalam negeri yang semula dikuasai oleh produk domestik perlahan akan direbut oleh produk impor. Kondisi seperti ini tentunya dapat mengancam eksistensi industri dalam negeri, karena barang produksi industri dalam negeri terkadang tidak mampu bersaing dengan barang impor yang masuk dengan harga yang relatif murah. Untuk menanggulangi hal tersebut, WTO membuat aturan mengenai suatu tindakan pengamanan. WTO Agreement on Safeguard merupakan suatu instrumen yang memberikan perlindungan bagi industri dalam negeri yang mengalami kerugian akibat banjir impor. Persetujuan ini merupakan peraturan untuk memperjelas dan memperkuat tata tertib peraturan GATT 1994 khususnya yang tertuang dalam pasal XIX tentang Tindakan Darurat atas Impor produk Khusus. Dalam perjanjian ini suatu negara diijinkan untuk mengambil Tindakan Pengamanan (safeguard), guna melindungi produsen dalam negerinya yang mengalami kerugian yang disebabkan oleh kenaikan volume impor. Safeguard bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi industri yang mengalami kerugian untuk dapat mengadakan penyesuaian struktural dan perbaikan kinerja (Purwito, 2006, hal.257). Berdasarkan kesepakatan Agreement on Safeguard tersebut, sebelum tindakan pengamanan (safeguard measures) dikenakan harus dilakukan suatu penyelidikan untuk membuktikan bahwa industri dalam negeri mengalami kerugian serius dan/ atau ancaman kerugian serius sebagai akibat dari lonjakan volume impor barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. Di Indonesia institusi yang bertugas melakukan penyelidikan adalah Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (selanjutnya disebut dengan “KPPI”). Penyelidikan oleh KPPI dapat dilakukan berdasarkan atas adanya permohonan dari pelaku usaha atau tanpa permohonan sepanjang KPPI memiliki bukti adanya
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
3
kenaikan volume impor dan kerugian serius yang dialami oleh produsen dalam negeri, serta hubungan kausal antara keduanya. Selama ini, tindakan pengamanan yang diambil oleh anggota WTO dalam periode 29 Maret 1995 sampai dengan 31 Januari 2012 berjumlah 114 tindakan. Pada tabel 1.1 dibawah menunjukkan data penerapan tindakan pengamanan (safeguard) oleh para anggota WTO.
Tabel 1.1 Statistik Global Tindakan Pengamanan (Safeguard) Periode 29 Maret 1995 - 31 Januari 2012 Num.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Reporting Members
1996
1997
India Turkey Indonesia Chile Jordan Philippines United States Czech Republic Argentina Ecuador Egypt Poland European Union Hungary Brazil Bulgaria Dominican Republic Korea, Rep. of Latvia Morocco Slovak Republic Ukraine China, P.R. Croatia Kyrgyz Rep. Lithuania Moldova Panama South Africa Thailand Totals for 29/03/1995 31/01/2012
0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
1998 1999 2000 2001
4 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
1 0 0 2 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7
0 0 0 1 1 0 0 1 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total
2 0 0 2 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 14
0 0 0 0 2 1 0 2 0 1 0 4 0 3 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15
0 0 0 0 0 3 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 6
1 2 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
0 4 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7
0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 5
0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 6
3 1 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 10
0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
1 13 1 13 7 10 0 7 0 7 1 7 0 6 0 5 0 4 0 4 0 4 0 4 0 3 0 3 0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 11 114
0
Sumber: KPPI, 2012
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa negara yang paling banyak mengenakan tindakan pengamanan adalah India dengan 15 kali pengenaan, sedangkan negara yang paling sedikit mengenakan tindakan pengamanan adalah Thailand dengan 1 kali pengenaan. Indonesia sendiri sejak berdirinya KPPI pada tahun 2003 telah mengenakan tindakan pengamanan terhadap 10 (sepuluh) produk. Pengenaan tindakan pengamanan yang diterapkan di Indonesia tersebut, diatur di dalam Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor (selanjutnya disebut dengan “Keppres No. 84 Tahun 2002”). Kemudian peraturan tersebut
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
4
dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan (selanjutnya disebut dengan “PP No. 34 Tahun 2011”). Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden tersebut adalah sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (selanjutnya disebut dengan “UU No. 7 tahun 1994”), khususnya Kesepakatan Mengenai Tindakan Pengamanan. Tindakan pengamanan dalam hal ini adalah bea masuk tindakan pengamanan juga diatur di dalam pasal 23 A Undang Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 (selanjutnya disebut dengan “UU No. 17 tahun 2006”). Di dalam UU No 17 tahun 2006 tersebut, tepatnya di pasal 23 D ayat 1 juga disebutkan bahwa ketentuan mengenai persyaratan dan tata acara pengenaan BMTP diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah dan besaran tarifnya ditetapkan oleh Menteri. Timbulnya pengenaan tindakan pengamanan di Indonesia terhadap 10 (sepuluh) produk tersebut sebagian besar dikarenakan membanjirnya produk impor sejenis asal negara China. Pertumbuhan ekonomi China yang meningkat cukup pesat, membuat negara tersebut menduduki posisi teratas sebagai eksportir barang industri di dunia. Pasar domestik dipenuhi oleh produk-produk asal China dikarenakan harga produk yang ditawarkan relatif murah. Ke-10 (sepuluh) produk tersebut adalah peralatan makan dari keramik, produk kimia dextrose monohydrate (dmh), paku kawat (wire nails), kawat bindrat, kawat seng, tali kawat baja-1, tali kawat baja-2, kain tenunan dari kapas, benang kapas selain benang jahit , dan terpal dari serat sintetik selain awning dan kerai matahari. Paku merupakan salah satu produk yang dikenakan tindakan pengamanan seperti yang sudah disebutkan di atas. Paku menjadi salah satu produk yang paling tinggi penguasaan pangsa pasar impor dari China yaitu sebesar 91,46 persen dari total impor paku Indonesia (jurnas.com, 2011). Secara umum, Indonesia memang mengalami peningkatan volume impor paku dari berbagai negara. Meningkatnya impor paku kawat Indonesia secara keseluruhan mencapai 160 persen (20062007). Pada tahun 2006 total impor paku sebesar 4.674,25 ton, dan pada tahun 2007 meningkat tajam menjadi 12.243,24 ton. Hal ini terus berlanjut sampai tahun
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
5
2008 impor paku meningkat menjadi 33.289, 72. Berikut adalah tabel data impor pada tahun 2005-2008: Tabel 1.2 Data Impor Paku Tahun 2005 – 2008 TAHUN
Volume (KG)
Nilai (USD)
2005
4.349.549
2.831.633
2006
4.674.249
2.563.281
2007
12.243.240
4.559.376
2008
33.289.716
11.448.740
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2012
Kenaikan impor paku seperti yang terlihat dalam tabel 1.2 diatas sebagian besar berasal dari China. Impor paku dari China naik 274 persen selama rentang tahun 2006-2007. Institute For Global Justice (IGJ) menyebutkan pada tahun 2006 impor paku Indonesia dari China sebesar 3.127.931 ton dan pada tahun 2007 naik absolut mencapai 10.529,33 ton. Menurut data BPS Pada semester I 2008, China menguasai pangsa impor sebesar 91,46 persen dari total impor paku Indonesia (Triana, 2011). Pada tahun 2008 tersebut impor paku China meningkat menjadi 31.545,6 ton. Selanjutnya importir kedua yang menguasai pangsa paku impor Indonesia adalah Malaysia sebanyak 8,45 persen. Hal ini terlihat dari data impor paku dari negara Malaysia yaitu pada tahun 2005 sebesar 1.278 ton kemudian di tahun 2008 meningkat menjadi 1.661 ton. Kemudian sisa pangsa impor paku dari negara lain hanya sebesar 0,0841 persen dari keseluruhan total impor paku Indonesia. Berikut akan ditunjukkan data mengenai impor paku per negara asal antara rentang tahun 2005-2008, dalam tabel 1.3 sebagai berikut:
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
6
Tabel 1.3 Data Impor Paku per Negara Asal (dalam Kg) Tahun 2005 – 2008 Negara Asal 2005 AUSTRALIA 431 BANGLADESH CANADA CHINA 2,514,831 CZECH REPUBLIC 105,221 DENMARK FD STS MICRONESIA FRANCE GERMANY,FED. REP. OF 409 HONG KONG 3,546 HUNGARY INDIA ITALY JAPAN 45,895 KOREA, REPUBLIC OF 6,659 MALAYSIA 1,278,009 MYANMAR (formerly BURMA) NETHERLANDS 2,885 PALESTINA PANAMA SINGAPORE 198,692 SPAIN 5,636 SWEDEN SWITZERLAND TAIWAN, PROVINCE OF CHINA 186,675 THAILAND 9 UNITED KINGDOM UNITED STATES 651 VIET NAM TOTAL 4,349,549
TAHUN 2006 2007 826 6 1 3,127,931
10,529,331
2008
31,545,659
6 18 5 38,454 6,499 42,565 21,854 774 1,192,551
30,855 1,862 14,109 2,063 1,607,507
213
34,557 3 1,661,656 19,753
95,904
36,408
27,487
91,350 52,213 8 3,089
21,082
518
5
83
4,674,249
12,243,240
33,289,716
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2012
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa lonjakan impor paku yang terjadi di Indonesia adalah sebagian besar dari negara China dan secara langsung menimbulkan dampak terhadap industri paku lokal. Dampak yang terjadi adalah produksi dan penjualan mereka menurun hingga semester I tahun 2008. Penurunan produktivitas pun berujung tutupnya produsen paku. Pada 2005 terdapat 36 perusahaan yang memproduksi paku di dalam negeri, namun pada semester I tahun 2008 hanya 19 perusahaan yang tersisa, 17 di antara perusahaan itu bangkrut. Tenaga kerja yang terlunta-lunta akibat bangkrutnya perusahaan paku itu sekitar 1500 hingga 1700 orang (Triana, 2011).
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
7
Tindakan pengamanan (safeguard) atas impor paku ini kemudian diusulkan untuk diberlakukan oleh The Indonesian Iron and Steel Industry Association (selanjutnya disebut dengan “IISIA”).
IISIA mengajukan petisi
permohonan penerapan safeguard atas impor produk paku kepada KPPI. Dalam mengajukan permohonan petisi ini salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah pihak pemohon diharuskan mewakili industri dalam negeri yang menghasilkan barang sejenis atau barang yang secara langsung terkait di dalam negeri. IISIA dalam hal ini mewakili 10 Industri paku di Indonesia yang berproduksi 79,5% dari total produksi nasional paku di Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam article 4 paragraf 1 c Agreement on Safeguard tentang major proportion. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Nikolas Nababan, Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum KPPI sebagai berikut: “Mereka dapat dikatakan industri dalam negeri dalam safeguard apabila sudah memenuhi persyaratan yaitu memenuhi major proportion. Latar belakang dari major proportion ini si industri dalam negeri atau si pemohon atau yang mewakili dalam penyelidikan harus mewakili barang sejenis atau barang yang secara langsung terkait di dalam negeri, sepeti contohnya IISIA yang mewakili 79,5% dari total produksi nasional paku” (wawancara dengan Nikolas Nababan, 25 Mei 2012).
Tabel 1.4 Daftar Industri Paku yang Diwakili Oleh IISIA No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Industri PT. Batraja Wirenindo Utama PT. Batraja Makmur Wiretama PT. Surabaya Wire PT. Singa Iron Steel PT. Sidoarjo Universal Metal Works PT. Roda Mas Baja Intan PT. Ria Putra Matalindo PT. Harapan Sukses Jaya PT. Dunia Metal Works PT. Ispat Wire Product
Sumber : KPPI, 2012
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
8
Tabel 1.4 di atas merupakan daftar nama-nama industri paku yang diwakili oleh IISIA untuk mengajukan petisi permohonan pengenaan safeguard terhadap impor produk paku kepada KPPI. Atas usulan tersebut kemudian KPPI melakukan penyelidikan mengenai pengaruh impor paku dan kawat terhadap kerugian yang dialami industri serupa di dalam negeri. Masa impor yang diselidiki adalah antara tahun 2005 hingga semester I/2008. Berdasarkan hasil penyelidikan KPPI, diketahui telah terjadi kenaikan volume impor yang mengakibatkan adanya kerugian serius yang dialami industri paku dalam negeri, sehingga mengganggu kelangsungan produksi industri dalam negeri tersebut. Berikut adalah prosedur pengenaan tindakan pengamanan:
Permohonan
Kelengkapan Data dan Informasi
Analisa Bukti awal
Dimulainya Penyelidikan, Notifikasi, Pengumuman, Penyampaian Kuesioner
Dengar Pendapat Hasil Temuan
Laporan Temuan 12.1 (b), notifikasi
Verifikasi Lapangan
Dengar Pendapat Inisiasi
Jawaban Kuesioner
Laporan Akhir
Rekomendasi Kepala Mendag Pertimbangan Kepentingan Nasional Keputusan Pengenaan Tindakan Safeguard Melalui PMK PMK Diundangkan, Notifikasi 12.1 (c)
Gambar 1.1 Prosedur Pengenaan Tindakan Pengamanan Sumber :KPPI, 2012
Setelah melakukan penelitian dan terbukti kebenaran terjadinya lonjakan impor produk sejenis yang merugikan industri dalam negeri, KPPI yang bernanung dibawah kementerian perdagangan merekomendasikan kepada Menteri Perdagangan untuk mengenakan tindakan pengamanan terhadap produk paku yang kemudian akan diteruskan kepada Kementerian Keuangan untuk diputuskan oleh Menteri Keuangan. Tindakan pengamanan atas impor produk paku ini
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
9
kemudian diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.011/2009 (selanjutnya disebut dengan PMK No.151/PMK.011/2009).
Peraturan ini berisi
penetapan bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor produk paku kawat yang bernomor HS 7317.00.10.00. Ketentuan itu berlaku sejak 1 Oktober 2009 hingga 30 September 2012, dengan peengenaan dalam bentuk bea masuk ad valorem dengan tarif sebagai berikut: a. Tahun I (1 Oktober 2009 hingga 30 September 2010) sebesar 145%. b. Tahun II (1 Oktober 2010 hingga 30 September 2011) sebesar 115%. c. Tahun III (1 Oktober 2011 hingga 30 September 2012) sebesar 85%. Dalam PMK ini juga diatur tentang pengecualian negara yang tidak dikenakan bea masuk tindakan pengamanan paku. Bagi importir yang mengimpor paku dari negara yang dikecualikan dari pengenaan safeguard tersebut wajib menyerahkan Surat Keterangan Asal (selanjutnya disebut dengan “SKA”). Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/9/2008 (selanjutnya disebut dengan “Permendag No. 37/M-DAG/PER/9/2008”) tentang Surat Keterangan Asal Terhadap Barang Impor Yang Dikenakan Tindakan Pengamanan (Qomariah, 2009).
1.2. Pokok Permasalahan Menindaklanjuti dan menyelesaikan permasalahan lonjakan impor paku, pemerintah mengeluarkan PMK No. 151/PMK.011/2009 yang berisi penetapan bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor produk paku yang bernomor HS 7317.00.10.00. Dalam implementasinya di lapangan penetapan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) atas produk paku ini harus dikaji sedemikian mungkin apakah pelaksanaanya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu PMK No. 151/PMK.011/2009. Kendala-kendala yang timbul maupun dampaknya secara langsung terhadap industri dalam negeri harus pula diketahui sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan tindakan pengamanan atas produk lainnya di masa yang akan datang. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk menganalisis implementasi kebijakan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor produk paku sesuai dengan PMK No.151/PMK.011/ 2009. Adapun pokok permasalahan (research problem) dalam
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
10
penelitian ini adalah bagaimana implementasi penerapan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) terhadap impor produk paku ?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis implementasi penerapan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) pada impor produk paku
1.4. Signifikansi Penelitian Sedangkan signifikansi penelitian yang diharapkan dapat digali pada penelitian ini adalah : 1. Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi penelitian awal serta bahan referensi lebih lanjut bagi peneliti lainnya untuk melanjutkan penelitian mengenai bea masuk tindakan pengamanan (Safeguard) terhadap impor produk paku. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan bea masuk tindakan pengamanan (Safeguard). 2. Signifikansi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan yang berhubungan dalam bidang perpajakan, khususnya terkait dengan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan ini serta menjadi masukan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan.
1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian “Implementasi Kebijakan Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) Terhadap Impor Produk Paku” ini terbagi atas beberapa bagian, yaitu: BAB 1
PENDAHULUAN Pada bab ini penulis akan menggambarkan latar belakang, pokok permasalahan,
tujuan
penelitian,
signifikansi
penelitian
dan
sistematika penulisan.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
11
BAB 2
KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini terdiri dari kajian kepustakaan sebagai dasar bagi pembahasan materi penulisan penelitian ini beserta teori-teori mengenai konsep yang relevan seperti konsep kebijakan, konsep pajak dan konsep bea masuk.
BAB 3
METODE PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang digunakan peneliti
yaitu pendekatan penelitian,
jenis
penelitian,
teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, narasumber, site penelitian, dan pembatasan penelitian. BAB 4
GAMBARAN UMUM KATEGORI PAKU YANG DIKENAKAN SAFEGUARD DAN DASAR HUKUM BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN (SAFEGUARD) Bab ini memaparkan tentang kategori paku sebagai produk yang dikenakan bea masuk tindakan pengamanan ini dan dasar hukum bea masuk tindakan pengamanan itu sendiri.
BAB 5
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN
PENGAMANAN
(SAFEGUARD)
TERHADAP
IMPOR PRODUK PAKU Bab ini berisi analisis penulis mengenai implementasi penerapan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) terhadap impor produk paku, kendala yang timbul dalam penerapan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) tersebut serta hasil yang dicapai terkait dengan penerapan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) terhadap impor produk paku. BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini berisi simpulan yang merupakan hasil dari analisis yang telah dilakukan oleh penulis.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka Dalam
melakukan
penelitian
mengenai
“Implementasi
Kebijakan
Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) Terhadap Impor Produk Paku”, peneliti perlu melakukan peninjuan terhadap penelitian-penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya. Peneliti mengambil empat hasil penelitian yang relevan dengan tema kepabeanan. Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan suatu perspektif umum yang berguna dalam penelitian yang akan dilakukan. Penelitian pertama dilakukan oleh Dewi Kartika pada tahun 2008 dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Atas Impor Barang Tertentu Yang Menyebabkan Kerugian (Injury) Pada Industri Dalam Negeri”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran bea masuk anti dumping yang dikenakan atas impor barang tertentu dalam melindungi industry barang sejenis di dalam negeri yang mengalami kerugian (injury) dan untuk mengetahui permasalahan yang mungkin timbul dari pengenaan bea masuk anti dumping atas impor barang tertentu yang menyebabkan kerugian (injury). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, berdasarkan tujuan merupakan jenis penelitian deskriptif, berdasarkan manfaat penelitian merupakan penelitian murni, berdasarkan dimensi waktu merupakan penelitian cross sectional berdasarkan teknik pengumpulan data menggunakan studi lapangan, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bea masuk anti dumping berperan dalam melindungi industry dalam negeri karena dengan dikenakannya bea masuk tindakan anti dumping barang impor dan barang dalam negeri dapat bersaing secara fair di pasar dalam negeri. Lalu beberapa masalah yang akan timbul diantaranya adalah terdapat tentangan dari negara asal pihak eksportir yang tidak puas dengan pengenaan bea masuk anti dumping dan dampak nya secara langsung kepada industri dalam negeri sebagai user (pengguna) barang impor yang dikenakan BM anti dumping menyebabkan harga produk akan menjadi lebih mahal dan menjadi merugi.
12
Universitas Indonesia
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
13
Penelitian kedua dilakukan oleh Irmansyah Wahyudin pada tahun 2009 dalam skripsinya yang berjudul “Kajian Usulan Penerapan Safeguard Dalam Rangka Membatasi Impor Tekstil dan Produk Tekstil China“. Skripsi ini membahas tentang lonjakan impor produk pakaian jadi China di Indonesia yang telah menimbulkan kerugian yang serius. Instrumen yang dapat digunakan dalam kerangka perdagangan internasional adalah melalui mekanisme safeguard. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penyebab instrument safeguard belum diterapkan terhadap lonjakan impor tekstil dan produk tekstil dari China, mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah agar instrument safeguard dapat diterapkan untuk membatasi lonjakan impor tekstil dan produk tekstil dari China. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, berdasarkan tujuan merupakan jenis penelitian deskriptif, berdasarkan manfaat penelitian merupakan penelitian murni, berdasarkan dimensi waktu merupakan penelitian cross sectional berdasarkan teknik pengumpulan data menggunakan studi lapangan, dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab instrument safeguard belum dapat diterapkan antara lain faktor penyelundupan, faktor konsistensi data impor dan faktor perdagangan internasional. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah agar instrumen safeguard pada produk pakaian jadi dapat diterapkan di Indonesia adalah menanggulangi masalah penyelundupan, memperbaiki konsistensi data impor, dan memperbaiki daya saing industri dalam negeri dengan menaikkan tarif bea masuk Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Ahmad Fatih pada tahun 2010 dalam skripsinya yang berjudul “Implementasi Kebijakan Penurunan Tarif Bea Masuk Atas Impor Tepung Gandum Sebagai Instrumen Stabilisasi Harga Tepung Gandum Pada Tahun 2008”. Skripsi ini membahas mengenai munculnya pro dan kontra terhadap kebijakan penurunan tarif bea masuk atas impor gandum dari 5% menjadi 0%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan kebijakan ini di masyarakat terkait dengan tujuan penurunan bea masuk tersebut yaitu untuk memperlancar impor gandum. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan jenis penelitiannya adalah deskriptif. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penerapan kebijakan tersebut tidak tepat. Hal ini dikarenakan harga tepung
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
14
gandum domestik tetap mengalami kenaikkan, dimana tujuan kebijakan ini untuk memperlancar impor tidak berhasil karena memang pasokan dari luar negeri hampir tidak ada, sejumlah negara membatasi ekspor tepung gandumnya untuk keperluan dalam negeri, selain itu tujuan agar dapat memberikan semacam keringanan bagi industri kecil dan menengah adalah hal yang sia-sia karena selain harga tepung domestik yang tetap naik industri kecil dan menengah tidak menggunakan tepung gandum impor. Penelitian keempat dilakukan oleh Endy Jupriansyah 2010 dalam skripsinya yang berjudul “Implementasi Kebijakan Penurunan Tarif Bea Masuk Gula Sebagai Salah Satu Instrumen Stabilisasi Persediaan (Stok) Gula Domestik Periode Oktober 2009 s/d Desember 2009”. Skripsi ini membahas implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrument stabilitas persediaan (stok) gula domestik. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrument stabilitas persediaan (stok) gula domestik dan mengetahui permasalahan-permasalahan yang timbul dalam implementasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan jenis penelitiannya adalah deskriptif. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penerapan kebijakan tersebut tidak terealisasinya tujuan atas dibuatnya kebijakan tersebut yaitu menstabilkan persediaan gula akhir tahun 2009 dan menstabilkan harga gula. Penyebabnya adalah karena negara penghasil gula dunia tidak dapat memenuhi permintaan akan kebutuhan gula dunia yang menyebabkan harga gula internasional menjadi tinggi. Hal ini dapat terlihat dari kondisi impor yang tidak memenuhi kuota dan harga gula domestik yang masih tinggi. Tinjauan pustaka penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.1
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
15
Tabel 2.1 Matrix Perbandingan Tinjauan Pustaka
Judul
Tujuan
Dewi Kartika (2008) Analisis Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Atas Impor Barang Tertentu Yang Menyebabkan Kerugian (Injury) Pada Industri Dalam negeri 1.
2.
Untuk mengetahui peran bea masuk anti dumping yang dikenakan atas impor barang tertentu dalam melindungi industry barang sejenis di dalam negeri yang mengalami kerugian (injury) Untuk mengetahui permasalahan yang mungkin timbul dari pengenaan bea masuk anti dumping atas impor barang tertentu yang menyebabkan kerugian (injury)
Irmansyah Wahyudin (2009) Kajian Usulan Penerapan Safeguard Dalam Rangka Membatasi Impor Tekstil dan Produk Tekstil China
Ahmad Fatih (2010) Implementasi Kebijakan Penurunan Tarif Bea Masuk Atas Impor Tepung Gandum Sebagai Instrumen Stabilisasi Harga Tepung Gandum Pada Tahun 2008
1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penyebab instrument safeguard belum diterapkan terhadap lonjakan impor tekstil dan produk tekstil dari China
1. Menganalisis latar belakang pemerintah menetapkan kebijakan peurunan tarif bea masuk tepung gandum pada tahun 2008
2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dapat
2. Menganalisis penerapan kebijakan penurunan tarif BM atas impor tepung gandum dari 5% menjadi 0% sebagai instrumen stabilisasi harga tepung gandum di dalam negeri 3. Menganalisis permasalahan atau
Endy Jupriansyah (2010) Implementasi Kebijakan Penurunan Tarif Bea Masuk Gula Sebagai Salah Satu Instrumen Stabilisasi Persediaan (Stok) Gula Domestik Periode Oktober 2009 s/d Desember 2009 1. Untuk mengetahui implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrument stabilitas persediaan (stok) gula domestik.
Tati Anggraeni (2012) “Implementasi Kebijakan Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) Terhadap Impor Produk Paku”
Menganalisis implementasi penerapan bea masuk tindakan pengamanan (safeguards) terhadap impor produk paku
2. Untuk mengetahui permasalahanpermasalahan apa saja yang timbul dalam implementasi kebijakan penurunan tarif bea masuk impor gula sebagai salah satu instrument stabilitas persediaan (stok) gula
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
16
Dewi Kartika (2008) pada industri negeri
Pendekatan Penelitian Jenis Penelitian Teknik Pengumpulan Data
Hasil Penelitian
Irmansyah Wahyudin (2009) dalam
Kualitatif Deskriptif, Murni, Cross Sectional 1. Studi kepustakaan 2. Studi lapangan (wawancara mendalam) 1. Bea masuk anti dumping berperan dalam melindungi industry dalam negeri karena dengan dikenakannya bea masuk tindakan anti dumping barang impor dan barang dalam negeri dapat bersaing secara fair di pasar dalam negeri. 2. Beberapa masalah yang akan timbul diantaranya : Tentangan dari
Ahmad Fatih (2010)
Endy Jupriansyah (2010)
dilakukan pemerintah kendala yg timbul dalam domestik agar instrument penerapan kebijakan safeguard dapat penurunan tariff BM atas diterapkan untuk impor tepung gandum membatasi lonjakan impor tekstil dan produk tekstil dari China Kualitatif Kualitatif Kualitatif Deskriptif, Murni, Cross Deskriptif, Murni, Cross Deskriptif, Murni, Cross Sectional Sectional Sectional 1. Studi kepustakaan 1. Studi kepustakaan 1. Studi kepustakaan 2. Studi lapangan 2. Studi lapangan 2. Studi lapangan (wawancara (wawancara (wawancara mendalam) mendalam) mendalam) 1. Faktor-faktor 1. Penurunan Bea 1. Implementasi yang penyebab instrument Masuk impor gandum terjadi dari penerapan safeguard pada di latarbelakangi oleh PMK 150/PMK. produk pakaian jadi beberapa hal yaitu 011/2009 bahwa tidak belum dapat peran pemerintah terealisasinya tujuan diterapkan oleh dalam menjaga atas dibuatnya pemerintah indonesia stabilisasi harga kebijakan tersebut yaitu faktor tepung gandum, yaitu menstabilkan penyelundupan, terjadi kenaikan garga persediaan gula akhir faktor konsistensi gandum dunia dan tahun 2009 dan data impor dan faktor lonjakan kenaikan menstabilkan harga perdagangan harga tepung gandum gula. internasional didalam negeri. 2. Penyebab dari tidak 2. Upaya-upaya yang terlaksananya dilakukan pemerintah implementasi agar instrument penurunan tariff bea
Tati Anggraeni (2012) (safeguards) pada produk paku terhadap industri paku dalam negeri.
Kualitatif Deskriptif, Murni, Cross Sectional 1. Studi kepustakaan 2. Studi lapangan (wawancara mendalam) Tahapan implementasi pengenaan BMTP sama dengan tahapan pengenaan bea masuk impor pada umumnya , kendala yang dialami adalah masalah sosialisasi, pencapaian yang telah diperoleh adalah lonjakan impor berhasil diredam dengan menurunnya angka impor secara signifikan dan industri dalam negeri mampu melakukan perbaikan struktural
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
17
Dewi Kartika (2008)
Irmansyah (2009)
Wahyudin
negara asal pihak eksportir yang tidak puas dengan pengenaan bea masuk anti dumping Berdamapak secara langsung kepada industry dalam negeri sebagai user (pengguna) barang impor yang dikenakan BM anti dumping menyebabkan harga produk akan menjadi lebih mahal dan menjadi merugi
safeguard dapat diterapkan adalah: Upaya menanggulangi permasalahan penyelundupan Upaya memperbaiaki konsistensi data impor Upaya dalam kerangka perdagangan internasional dengan memperbaiki daya saing industri dalam negeri
Ahmad Fatih (2010) 2.
Penerapan kebijakan penurunan tarif bea masuk ini bertujuan dalam rangka stabilisasi harga yaitu umtuk melancarkan importasi tepung gandum dan memberikan keringanan bagi IKM pengguna tepung gandum.
3.
Kendala dalam penerapan penurunan bea masuk ini adalah (1) Tidak ada pasokan dari negara pengekspor. (2) Tidak dapat memberikan manfaat bagi IKM pengguna tepung gandum.
Endy Jupriansyah (2010) masuk tersebut karena Negara penghasil gula dunia tidak dapat memenuhi permintaan akan kebutuhan gula dunia yang menyebabkan harga gula internasional menjadi tinggi. Hal ini dapat terlihat dari kondisi impor yang tidak memenuhi kuota dan harga gula domestik yang masih tinggi.
Tati Anggraeni (2012) dengan pemulihanpemulihan kerugian yang dialaminya Pengenaan BMTP ini dirasa akan lebih lengkap dan dampaknya akan bertahan lebih lama jika kebijakan BMTP ini didampingi dengan kebijakan lain yang mampu membuat industri paku di dalam negeri mampu bersaing dengan industri paku dari luar negeri.
Sumber: Diolah oleh peneliti, 2012
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
18
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Peneliti menganalisis Implementasi Kebijakan Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) Terhadap Impor Produk Paku. Penelitian ini meneliti tentang penerapan bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor produk paku di lapangan termasuk di dalamnya adalah kendala yang dihadapi, bentuk pengawasan dan hasil yang dicapai dari implementasi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan tujuan penelitiannya bersifat deskriptif.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah penulis menggunakan teori yang sama, yaitu seputar kebijakan dan kepabeanan, dan juga penulis memakai metode penelitian serta teknik analisis data yang sama, dengan demikian penulis dapat menjadikan penelitian ini sebagai perbandingan.
2.2 Kerangka Teori Dalam skripsi ini, peneliti menggunakan 9 konsep, yaitu fungsi pemerintah, kebijakan publik, kebijakan fiskal dan kebijakan pajak, implementasi kebijakan, pengawasan,
perdagangan
internasional,
bea
masuk,
proteksi,
tindakan
pengamanan (safeguard).
2.2.1 Fungsi Pemerintah Dari segi ekonomi, pemerintah mempunyai tiga fungsi utama, yaitu mengatasi masalah inefisiensi dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, mendistribusikan penghasilan dan kekayaan kepada masyarakat sehingga tercapai masyarakat yang adil dan makmur dan mengatasi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dati fluktuasi perekonomian dan menjaga/ menjamin tersedianya lapangan kerja (memperkecil tingkat pengangguran) serta penjaga stabilitas harga (Rosdiana & Tarigan, 2005, p.3). Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Samuelson dan Nordhaus dalam Mansury, fungsi pemerintah dalam bidang ekonomi adalah: a. Mengupayakan peningkatan efisiensi perekonomian, yaitu dengan cara melakukan koreksi atas kegagalan pasar, seperti monopoli dan polusi yang berlebihan
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
19
b. Melancarkan program-program untuk meningkatkan keadilan dalam pembagian penghasilan dengan jalan melakukan redistribusi penghasilan dengan menggunakan instrumen fiskal, dalam bentuk pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara, dan c. Mengupayakan pertumbuhan ekonomi tanpa inflasi dan mengurangi pengangguran (Mansury, 1999, p. 10) Fungsi ekonomi yang disebutkan diatas oleh Musgrave dan Musgrave disebut sebagai Fiscal Function. Adapun fungsi kebijakan fiskal secara rinci yang dilakukan pemerintah dapat dibagi menjadi empat, yaitu fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi dan regulasi (Rosdiana & Tarigan. 2005, p.3) 1. Fungsi Alokasi Fungsi alokasi muncul karena terdapat barang dan jasa yang seluruhnya atau sebagian tidak dapat disediakan melalui mekanisme pasar karena karakteristik barang atau jasa tersebut merupakan barang publik. Oleh karena itu pemerintah melakukan intervensi dengan cara memproduksi menyediakan barang/ jasa tersebut. Dalam kebijakan fiskal, fungsi alokasi berarti bahwa melalui pemungutan pajak sumber daya yang dikuasai masyarakat dan sektor swasta dialihkan kepada pemerintah untuk menghasilkan barang publik, seperti pertahanan, ketertiban dan keadilan. Oleh karena itu pemungutan pajak harus dikenakan secara adil dan memberikan dampak negatif sekecil mungkin
kepada ekonomi
masyarakat 2. Fungsi Distribusi Fungsi distribusi merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah untuk mendistribusikan pendapatan agar kesejahteraan dapat menyebar ke setiap lapisan masyarakat. Ketidaksempurnaan pasar dapat menyebabkan penumpukkan kekayaan pada salah satu golongan atau kelompok masyarakat saja. Oleh karena itu pemungutan pajak dibutuhkan agar negara bisa menyediakan pelayanan kesehatan yang murah dan pendidikan yang terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat. (Rosdiana & Irianto, 2012, p. 39).
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
20
3. Fungsi Stabilisasi Fungsi stabilisasi berkenaan dengan peran pemerintah untuk menangani masalah pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, suplai uang, nilai tukar dan masih banyak aspek makro-ekonomi lainnya dimana pasar tidak dapat menanganinya sehingga pemerintahlah yang harus menangani masalah tersebut. Musgrave menyatakan bahwa fungsi stabilisasi pemerintah dilakukan dengan menggunakan kebijakan anggaran sebagai alat untuk menjaga agar tingkat tenaga kerja tetap tinggi, tingkat stabilisasi harga
yang
pantas,
pertumbuhan
ekonomi
yang
tepat
dengan
mempertimbangkan dampaknya bagi perdagangan dan keseimbangan pembayaran. (Rosdiana & Irianto, 2012, p. 39). 4. Fungsi Regulasi Apabila pengaturan mengenai persaingan diserahkan sepenuhnya kepada pasar yang dimonopoli oleh kelompok tertentu kompetisi usaha yang adil mustahil tercapai. Untuk itu negara berfungsi mengatur terciptanya kompetisi yang adil dan menjamin bahwa semua barang yang diproduksi pasar merupakan preferensi dari konsumen untuk menghindari terjadinya monopoli yg timbul karena kegagalan pasar (market failure) tersebut. Selain itu, fungsi regulator sebenarnya juga terkait dengan antisipasi munculnya eksternalitas dari sebuah kebijakan khususnya eksternalitas negatif. Maka negara harus berfungsi untuk mengatur agar tercipta kompetisi yang menjamin bahwa semua barang-barang yg diproduksi pasar (private sector) adalah merupakan preferensi dari konsumen. (Rosdiana & Tarigan, 2005, p.38)
2.2.2 Kebijakan Publik Pemerintah dalam menjalankan tugasnya tidak lepas dari suatu instrumen yang bernama kebijakan. Easton dalam Nugroho menyatakan kebijakan sebagai akibat dari aktivitas pemerintah (the impact of government activity) (Nugroho, 2011, p.93). Leswell dan Kaplan dalam Nugroho menyatakan bahwa “policy as a projected program of goals, values and practices” (Nugroho, 2011, p.93). Berdasarkan definisi yang dijelaskan oleh Leswell dan Kaplan diatas kebijakan
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
21
dapat dirumuskan sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuantujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu. Hal ini senada dengan Frederich dalam Wahab yang menyatakan bahwa kebijakan ialah “suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.” (Wahab, 1991, p.12-13). Dye seperti yang dikutip Young dan Quinn (2002:5) dalam Suharto memberikan definisi kebijakan publik secara luas, yakni sebagai “whatever government choose to do or not to do” (Suharto, 2006, p.44 ). Dalam pengertian ini maka pusat perhatian dari public policy tidak pada hanya apa saja yang dilakukan oleh pemerintah, melainkan termasuk juga apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Justru dengan apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah itu mempunyai dampak yang cukup besar terhadap masyarakat seperti halnya dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian tindakan tidak melakukan apa-apa merupakan policy yang diambil pemerintah. Sebagaimana policy itu dapat dilakukan pemerintah dengan melakukan tindakan-tindakan (Thoha, 1992, p.60) Sementara itu, Anderson yang juga dikutip oleh Young dan Quinn menyampaikan definisi kebijakan public yang relative lebih spesifik, yaitu sebagai“a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern. (Wahab, 1991, p. 13). Dari pendapat Anderson diatas kebijakan dapat dirumuskan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Suatu kebijakan itu tidak lahir dengan sendirinya, akan tetapi memerlukan proses yang tidak sederhana. Kebijakan publik secara garis besar mencakup tahapan-tahapan perumusan masalah, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Riant Nugroho (2011, p.499) menggambarkan proses ideal kebijakan publik seperti pada Gambar 2.1 berikut:
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
22
Proses Kebijakan
Proses Politik
isu kebijakan
Input
Evaluasi Kebijakan
formulasi kebijakan
implementasi kebijakan
kinerja kebijakan
Proses
Output
Gambar 2.1 Proses Kebijakan yang Ideal Sumber : Nugroho, 2011, p.194
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa proses kebijakan dimulai dari adanya isu atau masalah publik yang menyangkut kepentingan masyarakat. Isu tersebut kemudian mengarahkan pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan. Pada tahap perumusan masalah, hal yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan. Setelah kebijakan dibuat, maka tahap berikutnya adalah implementasi kebijakan. Kebijakan ini akan diimplementasikan oleh pemerintah, masyarakat atau pemerintah bersama masyarakat. Sedangkan tahap terakhir adalah evaluasi kebijakan. Hasil evaluasi tersebut berguna bagi penentuan kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan datang lebih baik dan berhasil.
2.2.3 Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Pajak Para ahli ekonomi merumuskan teori kebijakan fiskal, kebijakan ini mempunyai dua instrument pokok yakni : perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Mankiw (2000) mendefinisikan kebijakan fiskal sebagai “the government’s choice regarding levels of spending and taxation” yaitu kebijakan fiskal sebagai pilihan pemerintah mengenai tingkat pengeluaran dan perpajakan. Bila diputuskan besar pengeluaran melampaui penerimaan maka kebijakan fiskal akan berkaitan pula dengan aspek pinjaman/ utang (Subiyantoro & Riphat, 2004, p.3)
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
23
Menurut Due (1985) dalam Mansury, Kebijaksanaan fiskal adalah “penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran pemerintah untuk mencapai kestabilan ekonomi yeng lebih baik dan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki” (Mansury, 1999). Kebijakan Fiskal adalah proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran publik dalam upaya menekan fluktuasi siklus ekonomi dan ikut berperan menjaga ekonomi yang tumbuh dengan penggunaan tenaga kerja yang tinggi di mana tidak terjadi laju inflasi yang tinggi dan berubahubah (Samuelson & Nordhaus, 1986, p. 227). Sedangkan Mar’ie berpendapat bahwa kebijakan fiskal sebenarnya merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN (Subiyantoro & Riphat, 2004, p.109) Pada dasarnya, kebijakan fiskal memiliki dua pengertian, yaitu pengertian luas dan pengertian sempit. Kebijakan fiskal berdasarkan pengertian luas adalah kebijakan untuk mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja, dan inflasi dengan menggunakan pemungutan pajak dan pengeluaran belanja Negara sebagai instrumennya. Untuk dapat mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja, dan inflasi, kebijakan fiskal ini harus disertai dengan kebijakan moneter yang menentukan besarnya jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga (Mansury, 1999, p.1). Kebijakan pajak adalah kebijakan fiskal dalam arti yang sempit yaitu kebijakan yang berhubungan dengan penentuan siapa-siapa yang akan dikenakan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan bagaimana tata cara pembayaran pajak terutang (Mansury, 1999, p.1). Sebagaimana kebijakan publik yang memiliki tujuan tertentu untuk dicapai oleh negara, kebijakan perpajakan ini juga memiliki tujuan pokok, yaitu: a. Peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran b. Distribusi penghasilan yang lebih adil, dan c. Stabilitas (Mansury, 2000, p. 5) Menurut Mansury, kepastian dalam kebijakan pajak dapat dihubungkan dengan empat pertanyaan sebagai berikut: 1. Harus pasti siapa-siapa yang harus dikenakan pajak
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
24
2. Harus pasti apa yang menjadi dasar untuk mengenakan pajak kepada subjek pajak 3. Harus pasti berapa jumlah yang harus dibayar berdasarkan ketentuan tentang tariff pajak 4. Harus pasti bagaimana jumlah pajak yang terutang tersebut harus dibayar Hal diatas senada dengan yang dikatakan Rosdiana & Tarigan bahwa kebijakan fiskal dalam arti sempit (kebijakan pajak) adalah kebijakan yang berhubungan dengan penentuan apa yang akan dijadikan sebagai tax base, siapasiapa yang dikenakan pajak, siapa-siapa yang dikecualikan, apa-apa saja yang akan dijadikan sebagai objek pajak, apa-apa saja yang dikecualikan, bagaimana menentukan prosedur pelaksanaan kewajiban pajak terutang (2005, p.93)
2.2.4 Implementasi kebijakan Grindle (1980) menyatakan implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusankeputusan politik ke dalam prosedur-proedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, yakni menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa saja yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Bahkan Udoji (1981, p.32) dalam Wahab dengan tegas mengatakan bahwa “the execution of policies is as important if not more important than policy-making. Policies will remain dreams or blue prins in file jackets unless they are implemented” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Wahab, 1991, p.45) Salah satu tahap yang paling penting dalam kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Suatu kebijakan harus diimplementasikan agar dampak dan tujuan yang diinginkan bisa terlaksana. Kebijakan yang telah diambil kemudian dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia (Winarno, 2012, p. 34). Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno, implementasi dipandang secara luas mempunyai makna
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
25
pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.
Lester dan Stewart
kemudian mengatakan bahwa implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome) (Winarno, 2008, p.14). Implementasi tersebut dapat dipahami sebagai suatu proses dalam kebijakan yang akan menghasilkan suatu keluaran (output) dan output tersebut akan memberikan suatu dampak (outcome) pada lingkungan masyarakat.
2.2.5. Pengawasan Dalam pelaksanaan suatu kebijakan, pengawasan merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan pengawasan diperlukan sebagai upaya untuk menjamin bahwa semua kegiatan operasional berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Terry yang dikutip oleh Mardiasmo, pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan,
maksudnya
mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitasaktivitas yang direncanakan (Mardiasmo, 2003, p.25). Dapat dikatakan bahwa pengawasan adalah proses membandingkan antara kejadian yang terjadi di lapangan dengan apa yang seharusnya terjadi menurut aturan yang sudah diterapkan sebelumnya. Pengawasan memiliki urgensi yang permanen dalam setiap penyelenggaraan manajemen. Pengawasan diperlukan terus-menerus sebagai penangkal terhadap kecenderungan yang menyimpang dari yang semestinya. Tanpa pengawasan maka penyimpangan dan kecenderungan destruktif lainnya akan menjadi-jadi, karena kecenderungan semacam itu menetap secara permanen dalam diri setiap manusia. (Sujamto, 1989, p.66). Pengawasan adalah suatu beban tugas, suatu wewenang dan suatu tanggung jawab untuk mengendalikan suatu tugas pekerjaan dan tugas wewenang.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
26
Menurut Mardiasmo, pengawasan terdiri dari suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam langkah yang bersifat universal, yakni : (2003, p.27) 1. Mengukur hasil pekerjaan 2. Membandingkan hasil pekerjaan dengan standar dan memastikan perbedaan (apabila ada perbedaan) 3. Mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan Terkait dengan pengawasan, Bohari membagi pengawasam berdasarkan teknik penerapannya di lapangan yaitu sebagai berikut : (1992, p.25) 1. Pengawasan
preventif,
dimaksudkan
untuk
mencegah
terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini bertujuan: a. Mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari dasar yang telah ditentukan. b. Memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara efisien dan efektif. c. Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai. d. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan. 2. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan represif ini biasa dilakukan dalam bentuk: a. Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara pengujian dan penelitian terhadap surat pertanggungan jawab disertai bukti mengenai kegiatan yang dilaksanakan. b. Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang dilakukan di tempat kegiatan atau tempat penyelenggaraan administrasi.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
27
2.2.6 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor (Tambunan, 2000, p.1). Hal ini senada dengan yang diungkapkan Purwito yakni perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa melintasi batas-batas suatu negara atau territorial suatu negara ke territorial negara lainnya. (Purwito, 2010, p.4). Perdagangan
internasional
dibagi
menjadi
dua
katagori,
yakni
perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa (Tambunan, 2000, p.1). Kegiatan perdagangan ini merupakan sumber penyumbang yang berarti bagi Gross Domestic Product dan sangat berarti bagi perekonomian, sosial, politik suatu negara. Filosofi dan konsep yang terkandung dalam perdagangan internasional adalah interdependensi atau sifat ketergantungan antara negara satu dengan negara lainnya. Sifat ini melahirkan hubungan-hubungan dagang antar negara yang diatur dengan undang-undang nasional masing-masing negara atau kesepakatan bilateral/regional/ multilkateral. (Purwito, 2010, p.4) Tujuan utama melakukan perdagangan internasional sebenarnya untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan perdagangan tersebut. Karena faktor utama yang mendorong terjadinya perdagangan internasional adalah memperoleh keuntungan (gain from trade). Terdapat beberapa alasan yang mendorong terjadinya perdagangan internasional, antara lain : perbedaan sumber daya alam, memenuhi kebutuhan nasional, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, adanya kelebihan produksi, perbedaan pendapatan negara, perbedaan selera, dan adanya sarana transportasi. Dalam
perdagangan
internasional
dikenal
beberapa
model
teori
perdagangan yang pertama adalah Teori Keuntungan Mutlak (absolute advantage) oleh Smith. Teori ini berpendapat bahwa perdagangan akan terjadi apabila suatu negara mempunyai keunggulan secara mutlak pada produksi barang tertentu, sedangkan negara lain mempunyai keunggulan mutlak pada produksi barang lain. Teori yang kedua adalah Teori Keuntungan Komparatif (comparative advantage) oleh Ricardo. Teori ini berpendapat bahwa perdagangan masih mungkin dilakukan dan menguntungkan walaupun satu negara mempunyai keunggulan
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
28
mutlak pada kedua jenis barang dan negara lain mempunyai kelemahan mutlak pada kedua jenis barang (Halwani &Tjiptorerijanto, 1993, p.86).
2.2.7 Bea Masuk Bea Masuk atau Custom duties adalah pajak atas lalu lintas barang. Dalam literatur sering kali disebut juga dengan tariff. Mankiw mendefinisikannya sebagai “a tax on good produced abroad and sold domestically”(Rosdiana & Irianto, 2012, p.18 ) sedangkan menurut Purwito bea masuk diartikan sebagai:
Pungutan wajib berupa pajak atas pemasukan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean. Pajak ini terutang oleh pengguna jasa kepabeanan dan ditentukan berdasarkan tariff dan nilai transaksi
Bea masuk merupakan pembayaran yang pemungutannya telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan suatu negara atas barang-barang dan kondisi tertentu.
Bea masuk berbeda dengan pajak seperti yang dikenakan sebelumnya. Secara
internasional
bea
masuk
disebut
sebagai
duty
dan
pemungutaanya dilakukan saat barang tersebut melintasi daerah pabean (termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan dan bea masuk tindak pengamanan) (2010, p.46) Bea masuk juga bisa diartikan sebagai pajak lalu lintas barang yang dipungut atas pemasukan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean yang penghitungannya didasarkan presentase besaran tarif atau secara spesifik yang dihitung berdasarkan satuan atau unit barang dengan nilai yang telah ditetapkan berkaitan dengan harga transaksi yaitu harga yang sebenarnya dibayar atau harga yang seharusnya dibayar. (Purwito, 2010, h. 290). Bea masuk adalah pajak tidak langsung yang dikenakan terhadap lalu lintas barang barang yang masuk dari luar ke dalam Daerah Pabean Indoensia (Surojo, 2005, p. 7). Dalam praktik perdagangan internasional, bea masuk dapat digunakan sebagai instrumen untuk membatasi eksportasi barang-barang tertentu dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean yang dianggap merupakan ancaman, merusak atau merugikan produk industri dalam negeri. (Purwito, 2010, p. 290)
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
29
Bea masuk termasuk dalam lingkup pajak tidak langsung dan merupakan objek pajak yang digunakan pemerintah sebagai sarana untuk memperoleh hakhak di bidang keuangan. Peranan bea masuk dalam pendapatan negara memang relatif kecil jika dibandingkan dengan peranan pajak, namun fungsi fiskal dari bea masuk masih dapat diharapkan untuk menarik penanaman modal agar berinvestasi di Indonesia, selain kemudahan kelancaran arus barang, juga menuntut pemberian fasilitas dan insentif perpajakan (Purwito, 2006, p.258-259). Pajak, seperti custom dutties/tariff (bea masuk) digunakan untuk mendorong atau melindungi (memproteksi) produksi dalam negeri, khususnya untuk melindungi infant industri dan atau industri-industri yang dinilai strategis oleh pemerintah (Rosdiana & Tarigan, 2005, p. 40) Termasuk dalam tariff yaitu Adnaturam atau specific tax dan ad valorem tax. Specific tax adalah pungutan yang dilakukan pada waktu impor atau ekspor barang dimana penghitungan pungutan tersebut didasarkan pada satuan (ukuran) yang digunakan seperti ukuran panjang, ukuran berat/ton dan ukuran isi. Ad valorem tax adalah pungutan yang dilakukan pada waktu impor atau ekspor barang (barang pada umumnya) dimana penghitungan pungutan tersebut didasarkan pada nilai barang itu (Nurmantu, 2005, p.66). Berdasarkan pengertian custom duties atau tariff di atas maka dapat dibedakan pengertiannya menurut jenis tarif yang dikenakan terhadapnya. bea masuk merupakan ad valorem tax. Tarif yang dikenakan terhadap bea masuk adalah tarif dengan persentase tertentu yang ditetapkan pada harga atau nilai barang. Bea masuk juga memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu (Hady, 2000, p. 67): a. Fungsi regulerend, yaitu untuk mengatur perlindungan dan kepentingan ekonomi/industri dalam negeri. b. Fungsi budgetair, yaitu sebagai salah satu sumber penerimaan negara. c. Fungsi demokrasi, yaitu penetapan besarnya tarif bea masuk melalui persetujuan DPR. d. Fungsi pemerataan, yaitu untuk pemerataan distribusi pendapatan nasional, misalnya dengan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk barang mewah.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
30
2.2.8 Proteksi Proteksi adalah upaya pemerintah mengadakan perlindungan pada industri-industri domestik terhadap barang impor dalam jangka waku tertentu. Proteksi dalam penelitian ini berarti perlindungan yang diberikan kepada suatu sektor ekonomi atau industri di dalam negeri terhadap persaingan dari luar negeri. Proteksi diberikan karena tanpa itu sektor ekonomi tersebut tidak bisa bersaing dengan barang-barang buatan luar negeri (Thoha, 1992, p.2). Sektor ekonomi tidak dapat bersaing dikarenakan kurang efisien dalam memproduksikan barang tersebut dibandingkan dengan negara lain. Kurang efisien disini dicerminkan oleh biaya produksi (dan harga jual) yang terlalu tinggi, kualitas produk dibawah standar, atau oleh aspek-aspek lain. Atas dasar tersebut menyebabkan diperlukannya proteksi terhadap sektor yang memproduksikan barang tersebut (Boediono, 1992, p.161). Menurut Halwani &Tjiptorerijanto proteksi adalah upaya pemerintah mengadakan perlindungan pada industri-industri domestik terhadap masuknya barang impor dalam jangka waktu tertentu, proteksi bertujuan melindungi, membesarkan atau mengecilkan kelangsungan industri yang berlaku dalam perdagangan umum (1993, p.86). Proteksi umumnya mengarah pada tindakan yang menguntungkan produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di pasaran dalam negerei. Ada beberapa bentuk proteksi yang dikemukakan oleh Halwani &Tjiptorerijanto, yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut: 1. Kuota Kuota adalah hambatan kuantitaif yang membatasi impor barang secara khusus dengan spesifikasi jumlah unit atau nilai total tertentu per periode waktu. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya ada beberapa pengecualian bagi pemegang lisensi impor atau yang mempunyai hak-hak istimewa (privileges) yang diberikan oleh pemerintah untuk diizinkan memasukkan barang ke dalam negeri. 2. Perdagangan oleh Pemerintah (State Trading Practices) Secara khusus, perdagangan atau kegiatan impor yang dilakukan oleh pemerintah atau monopoli impor adalah oleh badan usaha milik negara, hakikatnya pemerintah merupakan pelaku utama. Hal ini merupakan pola
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
31
yang sering dilakukan oleh negara-negara komunis atau sosialis, dengan kata lain merupakan tindakan monopoli impor. Importir mendapat kebebasan administratif untuk memasukkan barang impor. Posisi pemerintah disini bisa sebagai pemegang perusahaan negara yang melakukan impor untuk memenuhi keinginan dan kepentingan nasional. 3. Kontrol Devisa (Exchange Control) Kontrol devisa merupakan hambatan administrasi atau transaksi yang melibatkan mata uang asing. Kontrol devisa dikenakan pada pembayaran impor dimana semua traksaksi impor harus dengan izin bank sentral, terutama untuk membeli mata uang asing untuk pembayaran impor barang-barang oleh perusahaan. Traksaksi impor-ekspor tersebut dapat dihambat melalui ketidakleluasaan izin administrasi atau transaski yang diberikan. 4. Larangan Impor (Import Prohibition) Adalah bentuk hambatan langsung, dimana larangan ini merupakan bentuk yang paling ketat dari segala hambatan impor dengan melakukan larangan impor untuk kategori barang tertentu, misalnya untuk barang mewah atau barang terlarang lainnya, seperti obat terlarang, senjata api, dan lain-lain yang membahayakan keamanan negara. 5. Hukum Lokal Mengenai Pembelian Negara dapat menerapkan hukum yang menetapkan barang-barang lokal harus dibeli melalui pilihan produk luar negeri untuk dapat dibandingkan dengan produk lokal yang tersedia. Hal tersebut umumnya terjadi untuk barang-barang modal. 6. Hambatan Nontarif Bentuk hambatan yang merupakan metode yang berbeda dari tarif, adalah hambatan nontarif yang merupakan hambatan birokrasi. Nontarif merupakan tindakan kebijaksanaan dan praktik yang menghambat volume, komposisi, dan arah perdagangan barang atau yang menghambat sampainya barang ke konsumen suatu negara yang tidak berbentuk pajak. (Halwani &Tjiptorerijanto, 1993, p.87-88)
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
32
2.2.9 Tindakan Pengamanan (Safeguard) Tindakan Pengamanan (Safeguard) diartikan sebagai tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius dan kemungkinan dapat membangkrutkan industri dalam negeri (Purwito, 2010, p.306). Kerugian serius adalah kerugian nyata yang diderita oleh industri dalam negeri dan didasarkan pada (shall be based on) faktafakta bukan didasarkan tuduhan (seperti dalam kasus anti dumping, dugaan, atau perkiraan). Safeguard bisa diterapkan, kalau ternyata produk yang diimpor dari luar daerah pabean atau suatu negara, melonjak tajam dalam jumlah dan berpengaruh secara absolut atau relatif terhadap produksi barang sejenis, serupa atau yang secara langsung menyaingi produk dalam negeri. Hal ini menimbulkan ancaman dan menyebabkan injury atas industri domestik dan secara langsung bersaing dengan industri lokal (Purwito, 2010, p. 306) Tindakan ini merupakan upaya pemerintah untuk menghindari persaingan produk-produk sejenis terhadap produk dalam negeri. Tindakan tersebut dibedakan atas:
Tindakan pengamanan yang bersifat sementara, yaitu tindakan yang diambil pemerintah, disebabkan dari data dan bukti yang kuat telah terjadi lonjakan impor yang diprediksikan akan menimbulkan kerugian;
Tindakan yang bersifat tetap artinya hanya dilakukan jika semua prosedur penyelidikan tindakan pengamanan sudah dilaksanakan dan barang impor yang diselidiki secara nyata-nyata telah merugikan industri dalam negeri (Purwito, 2010, p.257 ) Syarat yang harus dipenuhi dalam penentuan peningkatan impor untuk
mengambil tindakan safeguard, yaitu: 1. Peningkatan impor yang harus disebabkan oleh adanya perkembangan yang tidak diperkirakan sebelumnya akibat dari tindakan memenuhi kewajiban internasional dalam rangka liberalisasi perdagangan 2. Peningkatan impor tersebut mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi industri dalam negeri (Barutu, 2007, p.107-108).
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
33
Menurut Barutu tindakan pengamanan (safeguard) dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pemberlakuan tarif, terjadi dalam hal peningkatan kewajiban impor melampui tingkat batas, pembebasan biaya tambahan atau pajak tambahan, pengganti pajak pada produk, atau pengenalan tariff kuota, yaitu kuota impor pada suatu tariff yang lebih rendah dan pembebanan pada tariff yang lebih tinggi untuk impor yang berada di atas kuota. 2. Pemberlakuan non-tarif, terjadi dalam hal penetapan kuota global untuk importir, pengenalan kemudahan dalam perizinan, kewenangan impor dan tindakan lain yang serupa untuk mengendalikan impor. Sebagai contoh kebijakan non-tarif pada kadar yang paling ekstrem adalah dalam bentuk larangan impor atau pembatasan impor dengan kuota nol. (2007, p.117) Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor produk merupakan salah satu tindakan pengamanan (safeguard) dalam bentuk kebijakan tarif. Kebijakan ini dilakukan dengan mengenakan tambahan bea mausk terhadap komoditas tertentu
2.2.10 Kerangka Pemikiran Penelitian ini berangkat dari dampak negatif yang dirasakan pemerintah Indonesia terkait dilakukannya liberalisasi perdagangan. Dampak negatif ini adalah berupa terjadinya lonjakan impor yang secara langsung dapat mematikan produksi barang sejenis di dalam negeri. Untuk melindungi produsen dalam negeri
maka
pemerintah
mengeluarkan
kebijakan
pengenaan
tindakan
pengamanan (safeguard) dalam bentuk bea masuk terhadap beberapa produk impor salah satunya adalah atas impor produk paku. Bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor produk paku ini diatur oleh
PMK Nomor
151/PMK.011/ 2009. Permasalahan dalam penelitian ini kemudian di analisis berdasarkan teori implementasi yang ada untuk melihat keseuaian teori dan prakteknya di lapangan. Berdasarkan konsep-konsep diatas, peneliti membahas permasalahan penelitian mengenai implementasi pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) terhadap impor produk paku sebagai berikut:
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
34
Liberalisasi Perdagangan Internasional
Hambatan Tarif dan Non Tarif yang Semakin Berkurang
Masuknya Produk Impor ke Indonesia dengan Mudah
Lonjakan Impor Paku Dari China ke Indonesia
Kerugian yang Dialami Industri Dalam Negeri Akibat Kalah Bersaing Dengan Produk Paku Luar Negeri
Bea Masuk Tindakan Pengamanan Atas Impor Produk Paku Melalui PMK Nomor 151/PMK.011/ 2009
Bagaimana implementasi penerapan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) terhadap impor produk paku ?
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2012
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (1994), penelitian kualitatif dapat didefinisikan sebagai : “An inquiry process of understanding a social or human problem, based on building a complex, holistic picture, formed with words, reporting detailed views of informants and conducted in a natural setting” (Creswell, 1994, p.1-2). Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Moleong, “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah” (Moleong, 2006, p.6). Dengan kata lain, pendekatan kualitatif lebih mengedepankan paradigma alamiah, yaitu lebih mementingkan kepastian dan keaslian dari datadata yang diteliti. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif karena peneliti ingin memusatkan pada konteks yang dapat menggambarkan dan membentuk pemahaman dari fenomena yang sedang diteliti. Adapun fenomena permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah implementasi penerapan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) terhadap impor produk paku. Penelitian ini menganalisis tahapan implementasi pengenaan BMTP terhadap impor produk paku, kendala yang timbul, bentuk pengawasan yang dilakukan, hasil yang dicapai serta alternatif kebijakan lain yang dapat dilakukan.
3.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan, manfaat, dimensi waktu, dan teknik pengumpulan data. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan keempat klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
35
Universitas Indonesia
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
36
3.2.1 Berdasarkan Tujuan Penelitian Berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena (Prasetyo & Jannah, 2005, p.42). Hasil akhir dari penelitian ini biasanya berupa tipologi atau pola-pola mengenai fenomena yang sedang dibahas (Prasetyo & Jannah, 2005, p.43). Neuman mendefinisikan penelitian deskriptif yaitu: “Research in which the primary purpose is to “paint a picture” using words or numbers and to present a profile, a classification of types, or an outline of steps to answer questions such as who, when, where, and how” (Neuman, 2006, p.35). Penelitian deskriptif seperti yang disebutkan Neuman diatas didefinisikan sebagai penelitian yang tujuan utamanya adalah membuat gambaran dengan menggunakan kata-kata atau angka-angka dan untuk menyajikan profil, klasifikasi tipe, atau suatu garis besar dari langkah-langkah untuk menjawab pertanyaan seperti siapa, kapan, dimana, dan bagaimana. Hal ini diperjelas dengan pendapat Nazir yang mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai penelitian yang tujuannya adalah untuk membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 2003, p. 54).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
implementasi kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku yang didalamnya terdapat tahapan implementasi, kendala, pengawasan maupun hasil yang dicapai dlama implementasi ini.
3.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini tergolong pada penelitian murni. Penelitian murni merupakan penelitian yang manfaatnya dirasakan dalam waktu yang lama. Lamanya manfaat ini lebih karena penelitian ini biasanya dilakukan karena kebutuhan peneliti sendiri. Penelitian murni juga mencakup penelitian-penelitian yang dilakukan dalam kerangka akademis (Prasetyo & Jannah, 2005, p. 38). Menurut Neuman penelitian murni adalah “Basic research is research designed to advance fundamental knowledge about how the world works and
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
37
build test theoretical explanations. The scientific community is its primary audience” (Neuman, 2006, p.24). Penelitian murni didefinisikan sebagai penelitian yang memperluas pengetahuan dasar yang menguji penjelasan teoritis. Penelitian ini memberikan landasan bagi pengetahuan dan pemahaman yang digeneralisasikan pada berbagai kebijakan, masalah atau studi.
3.2.3 Berdasarkan Dimensi Waktu Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini tergolong penelitian cross sectional. Terkait dengan penelitian cross sectional Neuman mengatakan bahwa “Most social research studies are cross sectional; they examine a single point in time or take a one time snapshot approach. Cross sectional research is usually the simplest and least costly alternative” (Neuman, 2006, p.23). Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Prasetyo & Jannah yaitu penelitian cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan (Prasetyo & Jannah, 2005, p.45). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai dengan Juni 2012.
3.2.4 Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi yang dapat menjelaskan permasalahan suatu penelitian secara objektif. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Neuman yaitu “Social researchers collect data using one or more specific techniques. This section gives you a brief overview of the major techniques” (Neuman, 2006, p.26). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Studi Lapangan (Field Research) Menurut Neuman, field research adalah “qualitative research in which the researcher directly observes and records notes on people in natural setting for an extended period of time” (Neuman, 2006, p.46). Penelitian ini bisa dimulai dengan perumusan permasalahan yang tidak terlalu baku. Instrumen
yang digunakan juga hanya berisi tentang
pedoman wawancara. Pedoman wawancara ini dapat berkembang sesuai
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
38
dengan kondisi yang ada di lapangan. (Prasetyo & Jannah, 2005, p.4950) Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan para informan. Peneliti menggunakan pertanyaan terbuka dan melakukan one by one interview dengan audio tape. Peneliti tidak membatasi pilihan jawaban informan, sehingga informan dalam penelitian ini dapat menjawab secara bebas dan lengkap sesuai pendapatnya. Wawancara mendalam ini dilakukan kepada pihak-pihak yang kompeten dalam masalah teori umum perpajakan dan kebijakan pajak serta kenyataan di lapangan. 2. Studi Kepustakan (Library Research) Teknik pengumpulan data yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan (library research) adalah penelitian yang datanya diambil terutama atau seluruhnya dari kepustakaan (buku, dokumen, artikel, laporan, koran, dan lain-lain sebagainya (Irawan, 2000, p. 65). Dalam penelitian ini peneliti membaca dan mengumpulkan data mulai dari undang-undang perpajakan, peraturan-peraturan perpajakan, buku-buku, paper atau makalah, jurnal, majalah, surat kabar, bahan seminar, penelusuran di internet guna mendapatkan data sekunder dan tulisan-tulisan yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
3.3 Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap data-data non-angka seperti hasil wawancara atau catatan laporan bacaan dari buku-buku, artikel dan juga termasuk non tulisan seperti foto, gambar, atau film. (Irawan, 2000, p.99). Dalam penelitian kualitatif analisis data dilakukan bersamaan atau hampir bersamaan dengan pengumpulan data, sehingga tidak ada panduan yang baku dalam
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
39
melakukan analisis data. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bogdan dan Biklen seperti yang dikutip oleh Irawan dalam bukunya (Irawan, 2000,p.100): Menurut Creswell ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis data kualitatif, yaitu: 1. Suggest in the plan that the data analysis will be conducted as an activity simultaneously with data collection, data interpretation, and narrative reporting writing. 2. Indicate how the process of qualitative analysis will be based on data “reduction” and “interpretation” 3. Mention a plan for representing the information in matrices 4. Indentify the coding procedure to be used to reduce the information to themes or catagories (Creswell, 1994, p.153-154) Proses analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan menelaah data dari hasil wawancara dengan informan penelitian, catatan lapangan, dan dokumentasi terkait dengan kebijakan penetapan bea masuk tindakan pengamanan atas impor paku ini. Sebelumnya peneliti membuat catatan penelitian dalam bentuk transkrip data yang disertai dengan pembentukan koding dan katagorisasi data. Dalam analisis data peneliti melakukan tahapan reduksi data sehingga peneliti tidak menggambarkan semua temuan yang didapat dari lapangan, melainkan hanya data penting dan relevan untuk membantu memecahkan masalah penelitian. Peneliti juga melakukan triangulasi yaitu proses check and recheck antara satu sumber dengan sumber data lainnya (Irawan, 2006, p. 76). Setiap data yang telah ditelaah tersebut harus diketahui maksud serta maknanya, kemudian dihubungkan dnegan masalah penelitian. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung atau penjelasan dari hasil wawancara dengan informan penelitian.
3.4 Informan Informan berperan penting di dalam penelitian kualitatif. Dalam menentukan informan, peneliti mengacu kepada empat karakteristik informan yang ideal menurut Neuman, yaitu: 1. The informant who is totally familiar with the culture and is in position to witness significant events make a good informant, 2. The individual is currently involved in the field, 3. The person can spend time with the researcher,
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
40
4. Nonanalytic individuals make better informants (2006, p.411). Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan yang terkait secara langsung dengan penelitian yaitu: 1. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia merupakan institusi pemerintah yang dibentuk di bawah naungan Kementerian Perdagangan yang bertugas menangani penyelidikan atas permohonan tindakan pengamanan (Safeguard) terhadap produsen dalam negeri yang menderita kerugian serius dan/atau mengalami ancaman terjadinya kerugian serius, dari akibat melonjaknya impor barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing dengan barang produsen dalam negeri. Wawancara dilakukan dengan Nikolas Nababan, Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum dan Poetra Tegoeh Djiwa Satria, Staf Inti KPPI. 2. Badan Kebijakan Fiskal Badan Kebijakan Fiskal merupakan badan yang bertugas melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal, dan kerja sama internasional sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kasus ini peran BKF adalah sebagai tim tarif kebijakan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) terhadap impor produk paku, yang membahas tentang kepentingan nasional. Wawancara dilakukan dengan Wilhem S. Kayo, Kepala Subbidang Tarif Khusus. 3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan direktorat di bawah naungan Kementerian Keuangan yang bertugas sebagai implementator pelaksanaan kebijakan kepabeanan dalam hal ini adalah pengenaan bea masuk tindakan pengamanan atas produk paku. Wawancara dilakukan dengan Heru Setyo Basuki, Pejabat Pemeriksa Barang Impor DJBC Priok. 4. Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian merupakan kementerian yang bertindak sebagai pembina yang menanungi industri-industri paku. Wawancara dilakukan
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
41
dengan Lisbeth T. Hutagalung, Kepala Seksi Iklim Usaha dan Kerjasama, Subdirektorat IMDL Besi, Direktorat Industri Material Dasar Logam. 5. The Indonesian Iron and Steel industry Association (IISIA) IISIA merupakan asosiasi yang menanungi asosiasi-asosiasi perkumpulan industri besi dan baja, termasuk industri paku di dalamnya. Wawancara akan dilakukan dengan Ario N. Setiantoro, Ketua Klaster Paku Kawat. 6. Industri Paku Peneliti melakukan wawancara dengan Industri Paku selaku produsen paku dalam negeri. Wawancara dilakukan dengan Bambang selaku General Manager PT Dunia Metal Works dan Du Long selaku Director PT Batraja Wirenindo Utama 7. Akademisi Wawancara dilakukan kepada pihak akademisi selaku pihak independen yang netral dan objektif sebagai informan Wawancara dilakukan untuk mengetahui sudut pandang dari sisi akademis tentang penerapan kebijakan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) pada produk paku. Peneliti melakukan wawancara dengan DR. Permana Agung Daradjatun M.Sc
3.5 Proses Penelitian Proses penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain: 1. Penentuan Topik Penelitian Hal ini dimulai dengan membaca berita dari surat kabar maupun internet bahwa Indonesia mulai marak mengenakan tindakan pengamanan (safeguard) pada produknya, karena semakin gencarnya produk impor dari China yang mengakibatkan terjadinya lonjakan impor yang cenderung mematikan industri dalam negeri. 2. Perumusan Masalah Penelitian Setelah melakukan pencarian melalui koran dan internet tersebut peneliti merasa perlu untuk mengetahui bagaimana implementasi pengenaan tindakan pengamanan (safeguard) terhadap produk impor tersebut khususnya terhadap produk paku.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
42
3. Penentuan Judul Penelitian Dari hasil pencarian dan ditemukannya masalah dalam implementasi bea masuk tindakan pengamanan tersebut, maka peneliti mencoba membahasnya dengan judul “Implementasi Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) Terhadap Impor Produk Paku” 4. Penentuan Kerangka dan Metode Penelitian Pentingnya kerangka dalam penelitian ini adalah sebagai batasan atau juga patokan dari penelitian yang akan dilakukan. Sedangkan metode penelitian di susun sesuai dengan kebutuhan peneliti. 5. Menentukan dan Menyusun Instrumen Penelitian Menentukan data yang dibutuhkan dan menyusun instrumen penelitian antara lain dengan membuat pedoman wawancara yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.6 Site Penelitian Site penelitian yang digunakan peneliti antara lain: 1. Lingkungan Kementerian Perdagangan a. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) 2. Lingkungan Kementerian Keuangan a. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 3. Lingkungan Kementerian Perindustrian a. Direktorat Industri Material dan Logam Dasar 4. The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) a. Klaster Kawat Paku 5. Industri Paku a. PT Dunia Metal Works b. PT Batraja Wirenindo Utama
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
43
3.7 Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti mengalami keterbatasan penelitian yaitu: 1. Peneliti mengalami kesulitan untuk menemukan daftar importir paku akibat kerahasian data yang dijaga oleh pihak direktorat jenderal bea dan cukai, sehingga peneliti tidak menjadikan importir paku sebagai informan. 2. Dalam pengumpulan data dari pihak industri paku, peneliti sulit mendapatkan data-data produksi yang dapat menunjukkan kenaikan utilitas produksi sehingga untuk menggambarkan hasil yang didapatkan akibat pengenaan kebijakan BMTP ini peneliti hanya memaparkan berdasarkan hasil wawancara mendalam. 3. Peneliti mengalami kesulitan untuk mendapatkan contoh formulir pemberitahuan pembayaran bea masuk tindakan pengamanan sehingga formulir tersebut tidak peneliti tampilkan.
3.8 Pembatasan Penelitian Di
dalam
penelitian
ini,
peneliti
membatasi
pada
pembahasan
implementasi pengenaan bea masuk tindakan pengamanan terhadap impor produk paku yang di dalamnya membahas tahapan implementasi, kendala penerapan, pengawasan, pencapaian yang diperoleh dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) terhadap impor produk paku serta alternatif kebijakan lain yang dapat diterapkan.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
BAB 4 GAMBARAN UMUM KATEGORI PAKU YANG DIKENAKAN SAFEGUARD DAN DASAR HUKUM BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN (SAFEGUARD) 4.1 Kategori Paku yang Dikenakan Safeguard Paku yang dikenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (safeguard) adalah paku yang bernomor HS 7317.00.10.00, dengan uraian barang masuk ke dalam katagori paku kawat (wire nails). Paku ini berbahan dasar batang kawat atau wirerod (HS 7213.91.00.99; 7213.99.00.99). Wirerod terbuat dari baja billet dan biasanya dikelompokkan berdasarkan kandungan karbonnya, yaitu batang kawat dengan karbon rendah, sedang, atau tinggi. Spesifikasi wirerod yang dipergunakan dalam membuat paku kawat adalah wirerod dengan karbon rendah dan sedang yang memiliki karbon kurang dari 0,25%. Untuk lebih jelasnya mengenai produk paku kawat yang termasuk kedalam katagori pengenaan safeguard, peneliti akan menjelaskan proses produksi dan bahan baku yang terkandung dalam pembuatan produk paku kawat.
4.1.1. Bahan yang Digunakan dalam Produksi Paku Kawat Bahan yang digunakan untuk membuat paku terbagi atas bahan baku, bahan penolong dan juga bahan tambahan. a. Bahan Baku Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk dalam proses produksi dan memiliki persentase yang relatif besar dalam produk dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi paku kawat adalah wirerod. Berikut ini adalah gambar dari bahan baku yang digunakan dalam proses produksi, yaitu wirerod.
44
Universitas Indonesia
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
45
Gambar 4.1. Batang Kawat (Wirerod) Sumber: Kementerian Perindustrian, 2012
Wirerod merupakan gulungan kawat baja dengan kadar karbon 0,25 %, dengan diameter wirerod 5,5 mm. Wirerod digulung dalam bentuk bundelan-bundelan (coils) dengan berat 1500 kg. b. Bahan Penolong Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi, yang sifatnya hanya membantu atau mendukung kelangsungan proses produksi untuk mendapatkan produk yang diinginkan dan bahan ini tidak termasuk dalam produk akhir. Bahan penolong yang digunakan terdiri dari: 1. HCl, digunakan untuk menghilangkan sisa karat. 2. H2SO4, digunakan untuk menghilangkan asam pada wirerod (pH=2,6). 3. Air (H2O), digunakan untuk pencucian wirerod dan bahan pendingin mesin tarik kawat (pH=7). 4. Kapur tohor (CaCO3), digunakan untuk melunakkan dan melicinkan wire rod (pH= 9). 5. Sekam padi, digunakan untuk polish paku. 6. Parafin (zat lilin), digunakan untuk melapisi paku agar tidak cepat berkarat. 7. Tepung (campuran kaolin dan kalsium), digunakan untuk memperlicin permukaan kawat pada proses tarik kawat agar kawat
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
46
tidak mudah putus dan menjaga agar die (mata logam penarik kawat), tidak langsung bersentuhan dengan kawat. 8. Ca(OH)2, digunakan untuk menetralisir wirerod agar tidak terjadi proses oksidasi. c. Bahan Tambahan Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan untuk mempermudah proses dan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan dan bahan ini termasuk dalam produk akhir. Bahan tambahan yang ditambahkan kepada produk sehingga menghasilkan suatu produk akhir yang siap untuk dipasarkan, dapat berupa kemasan ataupun aksesoris. Bahan tambahan yang digunakan antara lain: 1. Kotak paku, digunakan sebagai tempat untuk mengemas paku sebelum dijual ke konsumen. 2. Band tape, digunakan untuk mengikat kotak paku yang telah berisi paku. 3. Label, digunakan untuk menandai jenis dan ukuran kawat yang telah diproduksi. 4. Steples, digunakan untuk merekatkan kotak paku. 5. Strapping band, digunakan sebagai segel kotak-kotak paku. 6. Plastik, digunakan untuk tempat pengemasan kawat licin dan kawat duri.
4.1.2. Proses Produksi Paku a. Kawat paku diproses sebagai feeder input material ke mesin paku (nail making machine) dan dihasilkan produk paku (wire nails) berbagai ukuran dengan panjang antara 0.5 sampai 6 inci. b. Tahap selanjutnya produk paku dikemas ke dalam kardus dan palet paku Jenis-jenis paku kawat yang spesifik dikenakan berdasarkan ukuran dapat dilihat dalam table berikut:
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
47
Tabel 4.1 Ukuran Paku Size 2d 3d 4d 5d 6d 7d 8d 9d 10d 12d 16d 20d 30d 40d
Length (Inch) ½ ¾ 1 1 1¼ 1½ 1¾ 2 2½ 3 3½ 4 5 6
Gauge (Bwg) 20 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6
Head (Inch) 0,086 0,121 0,144 0,156 0,171 0,216 0,224 0,256 0,266 0.281 0,312 0,344 0,374 0,405
Sumber: IISIA, 2012
4.2. Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) Tindakan Pengamanan (safeguard measures) adalah tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/ atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan volume impor barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing dengan hasil industri dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius dan/ atau ancaman kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural (structural adjustmen). Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu komoditi atau barang dapat dikenakan Tindakan Pengamanan (Safeguard Measures). Persyaratannya adalah : 1. Lonjakan Volume Impor Tindakan pengamanan (safeguard measures) pada dasarnya merupakan tindakan pengamanan untuk melindungi industri dalam negeri yang menghasilkan barang sejenis (like product) atau barang yang secara langsung bersaing (directly competitive) dengan barang impor. Barang sejenis (like product) dapat dilihat dari segi kesamaan dalam karakteristik fisik dan kegunaan barang tersebut. Barang yang secara langsung bersaing (directly competitive product) didekati bukan
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
48
dari segi kesamaan dalam hal karakteristik fisik, tetapi lebih pada tingkat persaingan di pasar antara barang impor dengan barang yang diproduksi di dalam negeri Lonjakan volume impor merupakan unsur pembuktian pertama yang terpenting dalam pengenaan tindakan safeguard. Terdapat dua syarat yang harus dipenuhi dalam penentuan lonjakan volume impor agar dapat mengambil tindakan safeguard, yaitu: 1) Lonjakan volume impor tersebut mengakibatkan kerugian serius dan/ atau ancaman kerugian serius bagi industri dalam negeri. 2) Lonjakan volume impor yang terjadi disebabkan oleh adanya perkembangan yang tidak diperkirakan sebelumnya (unforeseen development) seperti liberalisasi perdagangan, resesi, over supply dan lain-lain Lonjakan volume impor harus dilihat dalam dua bentuk, yaitu secara absolut (misalnya dalam ton atau satuan ukur lainnya) atau perbandingan secara relatif terhadap produksi dan pangsa pasar industri dalam negeri atas barang sejenis atau yang secara langsung bersaing dengan barang impor. Ketentuan lonjakan volume secara absolut atau relatif ini tidak mengikat harus keduanya meningkat 2. Hubungan Sebab Akibat (Causal Link) Dalam menentukan hubungan sebab-akibat tersebut ada yang harus diperhatikan: a. Ada bukti lonjakan volume impor b. Terjadinya kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing dengan barang impor tersebut, dan c. Kerugian serius dan/ atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri benar-benar diakibatkkan oleh lonjakan volume impor. Dari penjelasan diatas kita bisa melihat bahwa kerugian serius/ ancaman kerugian serius itu merupakan salah satu indikator hubungan sebab akibat (causal link). Penentuan kerugian serius dan/ atau ancaman
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
49
kerugian serius yang diakibatkan oleh lonjakan volume impor dapat dilihat dari perubahan kinerja perusahaan yang antara lain: 1. Pangsa pasar industri dalam negeri 2. Penjualan 3. Produksi 4. Produktifitas 5. Kapasitas produksi 6. Persediaan 7. Keuntungan atau kerugian, dan 8. Tenaga kerja
4.2.1 Jenis Pengenaan Tindakan Pengamanan (Safeguard Measures) Tindakan pengamanan dapat terdiri dari tindakan pengamanan sementara (provisional safeguard measures) dan tindakan pengamanan tetap (safeguard measures) 1. Tindakan Pengamanan Sementara (Provisional Safeguard Measures) Tindakan pengamanan sementara: a. Dilakukan apabila terjadi lonjakan volume impor, yang telah mengakibatkan kerugian serius bagi industri dalam negeri dan mampu menimbulkan keadaan yang sulit untuk dipulihkan atau diperbaiki b. Dikenakan dalam bentuk bea masuk dan diberlakukan dalam jangka waktu tidak lebih dari 200 hari setelah waktu pengenaan dan penyelidikan (inisiasi) 2. Tindakan Pengamanan Tetap (Safeguard Measures) Tindakan pengamanan tetap dilakukan untuk memulihkan kerugian serius dan/ atau menghindari kerugian dalam rangka membantu industri dalam negeri
melakukan
penyesuaian
struktural
(structural
adjustment).
Tindakan pengamanan tetap dapat dalam bentuk bea masuk, kuota atau kombinasi dari keduanya
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
50
4.2.2 Jangka Waktu Pengenaan Tindakan Safeguard Jangka waktu yang ditetapkan untuk melindungi atau memulihkan kerugian serius dan melakukan penyesuaian terhadap industri dalam negeri yang terkena dampak lonjakan volume impor adalah sebagai berikut:
Pengenaan tindakan pengamanan tetap (safeguard measures) dapat diberlakukan selama 4 tahun
Tindakan
pengamanan
tetap
(safeguard
measures)
dapat
diperpanjang paling lama 4 tahun
Khusus untuk negara sedang berkembang dapat diperpanjang kembali sampai dengan 2 tahun.
4.2.3 Dasar Hukum Tindakan Pengamanan Safeguard Dasar hukum tindakan pengamanan terdapat dalam Pasal XIX GATT 1994 tentang Tindakan Darurat atas Impor produk Khusus. Kemudian peraturan ini
diperjelas
dan
diperkuat
dalam
Agreemenet
On
Safeguard
dan
diimplementasikan oleh Indonesia dengan payung Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia dan Undang-undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2006 yang diakomodasikan dalam pasal 23A. Selanjutnya Pengenaan tindakan pengamanan tersebut diatur di dalam Keppres No. 84 Tahun 2002 yang telah dicabut dan digantikan dengan PP No. 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, dengan peraturan pelaksana Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 85/MPP/Kep/2/2003 tentang Tata Cara dan Permohonan Penerapan Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor. 4.2.3.1 Ketentuan Safeguard dalam WTO Safeguard dalam WTO diatur dalam Agreement on Safeguard yang dibuat untuk memperjelas dan memperkuat tata tertib peraturan GATT 1994 khususnya yang tertuang dalam pasal XIX tentang Tindakan Darurat atas Impor produk Khusus. Agreement on Safeguard adalah salah satu agreement yang menjadi
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
51
bagian dari Final Act GATT 1994/ WTO Agreement. Sifat dari WTO Agreement sebagai suatu single undertaking (semua negara anggota WTO yang menandatangani perjanjian-perjanjian WTO sebagai suatu kesatuan paket dan bukan terpisah sendiri-sendiri), maka Agreement on Safeguard juga harus ditaati dan diterapkan oleh seluruh negara anggota WTO. Agreement on safeguard tersebut tidak dapat diberlakukan begitu saja di negara anggota, karena harus terdapat aturan hukum atau regulasi tersendiri dari masing-masing negara anggota yang perlu dibuat dan tidak boleh bertentangan serta harus sesuai dengan Agreement on Safeguard. Di dalam Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa untuk dapat menerapkan safeguard ini maka negara anggota harus dapat menentukan bahwa produk yang telah diimpor ke dalam wilayahnya dalam jumlah yang meningkat telah secara absolut atau relatif menyebabkan atau mengancam untuk menimbulkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang menghasilkan barang sejenis atau produk yang secara langsung bersaing dengan produk impor tersebut. Dalam menerapkan safeguard ini negara anggota harus non-diskriminasi. Maksudnya adalah tindakan pengamanan akan diterapkan terhadap suatu produk yang diimpor tanpa melihat akan sumbernya. Hal ini tertuang di dalam Article 2 paragraph 2 Agreement on Safeguard. Seperti
yang
sudah
dijelaskan
sebelumnya
pengenaan
tindakan
pengamanan terhadap suatu produk harus didahului dengan prosedur investigasi terlebih dahulu.
Investigasi dalam menerapkan suatu tindakan pengamanan
(safeguard) ini diatur dalam Article 3 Agreement on Safeguard yang menjelaskan bahwa kunci dalam melakukan investigasi tersebut adalah harus dilaksanakan secara transparan dan melalui prosedur yang adil. Investigasi yang dilakukan harus dikerjakan oleh badan nasional yang berkompeten atau komite yang dibentuk oleh negara anggota untuk melakukan investigasi harus membuat pemberitahuan
secara
umum
terutama
kepada
para
pihak-pihak
yang
berkepentingan agar para pihak tersebut dapat menyampaikan pandanganpandangan mereka terhadap usulan penerapan safeguard. Setelah menyelesaikan investigasi, badan yang berwenang harus membuat suatu laporan yang akan menjelaskan penemuan-penemuannya dalam investigasi dan kesimpulan yang
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
52
dicapainya serta semua fakta dan hukum yang berkenaan dengan penyelidikan itu. Setelah melihat dan mempertimbangkan segala aspek dan pandangan dari pihakpihak yang berkepentingan dan juga fajta yang ditemukan terhadap kerugian yang terjadi, langkah terakhir yang dilakukan oleh badan yang berwenang menyelidik adalah dengan membuat keputusan yang tepat terhadap pengenaan safeguard Menerapkan ketentuan safeguard maka harus dpaat dibuktikan dengan adanya kerugian dalam Article 4 Agreement on Safeguard yang dijelaskan sebagai berikut: a. Serious Injury (kerugian serius) adalah suatu hambatan menyeluruh yang sangat mempengaruhi posisi suatu industri dalam negeri b. Threat of serious injury (ancaman kerugian serius) adalah kerugian berat yang jelas akan terjadi dan ancaman kerugian tersebut harus berdasarkan atas fakta dan tidak semata-mata karena tuduhan, dugaan atau kemungkinan yang samar c. Domestic Industry (industri dalam negeri) adalah para produsen secara keseluruhan yang memproduksi produk yang sejenis atau langsung bersaing, yang beroperasi dalam wilayah negara anggota, atau yang hasil produksi kolektifnya atas produk sejenis atau produk yang secara langsung bersaing merupakan bagian terbesar dalam keseluruhan produksi domestik produk-produk tersebut. Selanjutnya di dalam Article 5 Agreement on safeguard menyatakan bahwa negara anggota hanya diperbolehkan menerapkan safeguard untuk mencegah atau memperbaiki kerugian yang berat dan akan memudahkan penyesuaian atau pemberian ganti rugi. Apabila telah terjadi suatu keputusan bahwa suatu barang impor harus dikenakan safeguard, kemudian harus ditentukan juga tindakan apa yang akan dikenakan terhadap barang impor tersebut, apakah pembatasan kuantitatif atau pengenaan tarif ataupun kombinasi dari keduanya. Jika pembatasan yang dipergunakan adalah bentuk pembatasan kuantitatif maka pembatasan itu tidak boleh mengurangi jumlah impor dibawah rata-rata pertahun selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. Jumlah impor harus sesuai dengan data statistik yang tersedia, kecuali ada alasan yang secara jelas diberikan yaitu bahwa tingkat perbedaan tersebut diperlukan untuk melindungi atau mengatasi kerugian
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
53
yang serius. Kuota yang diterapkan sebelumnya harus dilakukan suatu konsultasi terlebih dahulu antar negara anggota yang langsung berkepentingan untuk menangani alokasi kuota tersebut. Di dalam Agreement on Safeguard dijelaskan juga bahwa komite dapat melakukan tindakan safeguard sementara akibat dari terjadinya serious injury (kerugian serius) yang sulit diatasi. Tindakan safeguard sementara dapat diambil lebih awal jika terbukti jelas terdapat kesulitan atau serious injury. Tindakan seperti ini dapat diterapkan dalam bentuk kenaikan tarif dan secepatnya diberikan ganti rugi apabila kemudian tidak terbukti adanya ancaman akan serious injury. Tindakan safeguard sementara ini hanya dapat diberlakukan dalam jangka waktu tidak melebihi 200 hari dari pengenaan tindakan sementara ini akan tetap dihitung sebagai bagian dari jangka waktu penerapan safeguard jika terbukti terjadi serious injury setelah adanya keputusan dari komite yang melakukan penyelidikan. Hal ini tertuang dalam Article 6 Agreement on Safeguard Di dalam Agreement ini juga diatur mengenai jangka waktu penerapan safeguard dan juga peninjauannya. Seperti yang terlihat dalam Article 7 menyatakan bahwa batasan waktu penerapan safeguard tidak boleh melebihi 4 tahun. Meskipun ditentukan tidak boleh melebihi 4 tahun, penerapan safeguard tersebut dapat diperpanjang sampai maksimum 8 tahun dimana hal tersebut sudah termasuk jika terdapat penerapan safeguard sementara. Untuk dapat melakukan suatu perpanjangan safeguard, maka pihak yang berwenang harus memberikan alasan dan bukti yang jelas mengenai alasan perpanjangan safeguard tersebut. Article 8 agreement on safeguard mengatur mengenai kompensasi dan realisasi. Pengaturan ini dianggap perlu sebagai suatu tindakan penyeimbang bagi negara eksportir yang produknya dikenakan tindakan safeguard. Mengenai kompensasi yang dikenakan akan dilakukan suatu konsultasi antar negara-negara yang berkepentingan. Selanjutnya untuk negara-negara yang dikenakan tindakan pengamanan ini agreement on safgeuard mengatur pengecualiannya. Tindakan safeguard tidak dapat diterapkan pada suatu negara berkembang apabila produknya tidak melebihi 3% (tiga persen) dari pangsa pasar impor produk tersebut, namun larangan penerapan tindakan safeguard terhadap negara berkembang yang pangsa pasarnya tidak melebihi dari 3% hanya berlaku jika
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
54
secara
kolektif pangsa pasar negara berkembang tidak melebihi 9% dari
keseluruhan produk impor yang bersangkutan. Selain itu pengecualian lain bagi negara berkembang dalam safeguard adalah negara berkembang diperbolehkan untuk memperpanjang suatu tindakan safeguard terhadap produk impor dengan kurun waktu maksimal 2 tahun dari 8 tahun batasan maksimal waktu penerapan safeguard, hal ini dapat dilihat di dalam Article 9 Agreement on safeguard. Setelah negara anggota melakukan suatu penyelidikan dan menetapkan bahwa perlu dikenakan tindakan safeguard terhadap produk impor yang telah menimbulkan kerugian kepada induatri dalam negeri, sesuai dengan article 12 agreement on safeguard maka negara anggota tersebut wajib memberitahukannya (notification) ke committee on safeguard. Pemberitahuan mengenai perpanjangan suatu tindakan safeguard dan pemberlakuan tindakan safeguard sementara juga harus dilakukan oleh negara anggota yang bersangkutan. Selain itu negara anggota juga harus memberitahu kepada committee on safeguard mengenai aturan hukum yang berlaku, regulasi-regulasi, prosedur pelaksanaannya, serta aturanaturan yang berkaitan dengan tindakan safeguard yang berlaku di negara anggota tersebut. 4.2.3.2 Ketentuan Safeguard di Indonesia Menghadapi perkembangan perdagangan dan adanya perdagangan dunia, maka diperlukan aturan hukum yang berlaku secara internasional. Aturan internasional yang ada untuk permasalahan safeguard terdapat dalam GATT 1994 yaitu Agreement on Safeguards. Agar implementasi Agreement on Safeguards tersebut dapat terwujud di Indonesia maka telah dikeluarkan Keppres No 84 tahun 2002 yang telah dicabut dan digantikan dengan PP No 34 tahun 2011. Namun dikarenakan peneliti meneliti tentang tindakan pengamanan atas impor produk paku yang sewaktu dikenakan masih menggunakan Keppres No. 84 tahun 2002, maka yang akan dijelaskan dibawah adalah mengenai Keppres No.84 tahun 2002. Pada dasarnya Keppres ini mengadopsi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Agreement on Safeguard, hanya saja ada beberapa hal yang tidak dijelaskan dalam Agreement on safeguard yang kemudian diperjelas dalam Keppres No. 84 tahun 2002. Keppres ini tepatnya di dalam pasal 2 memberikan ruang lingkup terhadap ketentuan dan tata cara tindakan pengamanan (safeguard) di Indonesia
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
55
bagi industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan barang impor baik secara relatif ataupun absolut yang masuk ke Indonesia. Melihat ruang lingkup dalam Keppres tersebut dapat diartikan bahwa menurut pasal 3 Keppres ini diambilnya tindakan pengamanan terhadap lonjakan barang impor hanya dapat dilakukan jika mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi industri dalam negeri di Indonesia, dan untuk dapat mengeluarkan kebijakan pengenaan tindakan pengamanan (safeguard) harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu terhadap lonjakan barang impor yang bersangkutan apakah memang benar telah mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang menghasilkan barang sejenis atau barang yang merupakan barang saingan barang impor tadi. Penyelidikan terhadap suatu lonjakan impor dalam pasal 8 dijelaskan dilakukan
melalui
suatu
permohonan
penyelidikan
oleh
pihak
yang
berkepentingan dan permohonan tersebut harus dilengkapi dengan data-data yang berkaitan dengan penyelidikan. Penyelidikan yang dilakukan oleh komite harus selesai dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 200 hari sejak penetapan penyelidikan dan bila memerlukan informasi tambahan yang diperlukan untuk kepentingan penyelidikan maka pihak yang berkepentingan harus menjawab daftar pertanyaan dari komite dalam waktu 15 hari atau selambatnya 20 hari apabila terdapat permintaan dari pihak yang berkepentingan. Selanjutnya diatur pula mengeani tindakan pengamanan sementara dalam pasal 9 dapat dikenakan jika lonjakan barang impor terselidik menimbulkan kerugian serius bagi industri dalam negeri dan apabila tidak dikenakan tindakan pengamanan sementara ini maka akan sulit untuk memulihkan industri dalam negeri. Penyelidikan yang ditentukan untuk daapat menemukan bukti kerugian serius yang terjadi memakan waktu yang cukup lama, dan dikhawatirkan selama masa penyelidikan akan terjadi kerugian serius akibat lonjakan impor sehingga industri dalam negeri sulit dipulihkan jika terjadi penundaan, oleh sebab itu tindakan pengamanan sementara dapat diambil. Selanjutnya di dalam pasal 12 Keppres ini menyatakan agar dapat menerapkan suatu tindakan pengamanan terhadap lonjakan barang impor,
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
56
pengamanan terhadap lonjakan barang impor, penentuan kerugian perlu dilakukan sebagai akibat dari lonjakan impor tersebut, penentuan kerugian serius atau ancaman kerugian serius terhadap industri harus didasarkan kepada hasil analisis dari seluruh faktor terkait secara objektif dan terukur dari industri yang dimaksud, yang meliputi: 1. Tingkat dan besarnya lonjakan impor terselidik baik secara absolut ataupun relatif terhadap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing 2. Pangsa pasar dalam negeri yang diambil akibat lonjakan barang impor terselidik. 3. Perubahan
tingkat
penjualan,
produksi,
produktifitas,
pemanfaatn
kapasitas, keuntungan dan kerugian serta kesempatan kerja. Selain faktor-faktor diatas yang harus dianalisis, terdapat tambahan faktor lain yang dapat melengkapi analisis dari penentuan kerugian serius, yaitu: 1. Kapasitas ekspor riil dan potensial dari negara atau antara negara produsen asal barang 2. Persediaan barang terselidik di Indonesia dan di negara pengekspor Setelah tahap penyeldiikan selesai dilakukan oleh komite dan ditemukan adanya hubungan antara lonjakan barang impor dengan kerugian serius yang terjadi
maka
komite
dapat
merekomendasikan
dikenakannya
tindakan
pengamanan tetap terhadap barang impor terselidik yang dapat berbentuk bea masuk (tariff) atau kuota (pembatasan barang impor). Hal ini diatur di dalam pasal 20 dan pasal 22. Selanjutnya di dalam pasal 24 dijelaskan bahwa masa berlaku tindakan pengamanan tetap ini maksimal adalah 4 tahun namun dapat diperpanjang. Suatu perpanjangan dapat dilakukan terhadap tindakan pengamanan tetapi harus diajukan permohonan resmi unntuk membuat perpanjangan dan harus diberikan alasan yang kuat. Tindakan safeguard tidak dapat diterapkan pada suatu negara berkembang apabila produknya tidak melebihi 3% (tiga persen) dari pangsa pasar impor produk tersebut, namun larangan penerapan tindakan safeguard terhadap negara berkembang yang pangsa pasarnya tidak melebihi dari 3% hanya berlaku jika
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
57
secara
kolektif pangsa pasar negara berkembang tidak melebihi 9% dari
keseluruhan produk impor barang terselidik, hal ini daitur dalam pasal 26. Perhitungan mengenai pangsa pasar dari barang terselidik adalah penting karena merupakan dasar bagi penentuan apakah suatu negara berkembang ikut dikenakan tindakan pengamanan atau tidak. Pangsa pasar tersebut akan dapat ditemukan dalam proses penyelidikan Selanjutnya di dalam pasal 28 disebutkan bahwa komite yang berwenang dalam melakukan penyelidikan harus menotifikasikan kepada Committe on safeguard segala sesuatu yang berkaitan dengan keputusan tindakan pengamanan yang menyangkut: 1. Penetapan dimulainya penyelidikan dan penetapan hasil penyelidikan 2. Penetapan kerugian nyata dan atau ancaman kerugian sebagai akibat dari lonjakan barang impor 3. Penetapan tindakan pengamanan, baik sementara maupun tetep dan perpanjangan tindakan pengamanan Peraturan di dalam Keppres No. 84 tahun 2002 dengan PP No. 34 tahun 2011 itu tidak jauh berbeda. Perbedaan mendasar yang ada hanyalah terkait dengan kepentingan nasional (national interest). Kepentingan Nasional yang dimaksud adalah rapat antara kementerian untuk membahas kepentingan nasional dan akibat-akibat yang mungkin timbul jika diterapkannya BMTP ini. Di dalam Keppres No. 84 tahun 2002 dahulu masalah kepentingan nasional dilakukan di kementerian keuangan yaitu tepatnya dibawa ke rapat tariff tim Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Disitu akan diadakan rapat terkait dengan kementerian terkait industri yang bersangkutan untuk membahas berbagai dampak yang mungkin timbul dari pengenaan BMTP tersebut. Sedangkan di dalam PP no 34 tahun 2011 masalah kepentingan nasional ini diselenggarakan di kementerian perdagangan bukan di bawah naungan kementerian keuangan lagi.
4.2.3.3
Prosedur dan Tata Cara Penyelidikan Safeguard di Indonesia Tata cara dan prosedur penyelidikan dari tindakan pengamanan dalam
negeri terhadap lonjakan barang impor diatur dalam keputusan menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 85/MPP/Kep/2/2003
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
58
tentang Tata Cara dan Persyaratan permohonan Penyelidikan Atas Pengamanan Industri dalam Negeri Dari akibat Lonjakan Impor yang dikeluarkan tanggal 17 februari 2003. Penyelidikan terhadap suatu lonjakan barang impor dapat dikenakan tindakan pengamanan baru dapat dilaksanakan apabila terdapat permohonan dari : 1. produsen dalam negeri yang menghasilkan barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan barang sejenis 2. Asosiasi produsen barang sejenis 3. Organisasi buruh yang mewakili kepentingan para pekerja industri dalam negeri 4. Pemerintah 5. Perorangan atau badan hukum yang dinilai komite memilki kepentingan atas penyelidikan Para pemohon penyelidikan diatas harus memenuhi persyaratan-persyaratan untuk dapat menyampaikan permohonan tindakan pengamanan yaitu: 1. Total produksi lebih besar dari 50% dari jumlah produksi maksimal 2. Terdapat peningkatan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing dengan barang sejenis, secara absolute atau relative 3. Industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing dengan barang sejenis menderita kerugian serius atau ancaman kerugian serius Dalam menyampaikan permohonan penyelidikan pemohon harus melengkapi surat permohonan dengan data informasi yang memuat: 1. identifikasi permohonan, yaitu nama, alamat, nomor telepon, faximile, email dan lainnya 2. uraian lengkap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing dengan barang terselidik, nama eksportir dan negara pengekspor, industry dalam negeri yang dirugikan 3. uraian lengkap barang terselidik 4. industri dalam negeri yang dirugikan dan asosiasinya 5. informasi data impor barang terselidik 5 tahun terakhir
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
59
6. informasi data mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius 3 tahun terakhir 7. Informasi program penyesuaian yang dilakukan industri dalam negeri (structural adjustment) 8. Informasi perubahan yang tidak diperkirakan (unforeseen development) 9. Informasi mengenai kerugian serius dan atau ancaman kerugian serius yang antara lain berupa tingkat lonjakan barang impor, pangsa pasar yang diambil akibat lonjakan barang impor, perubahan tingkat penjualan, produksi, produktifitas, pemanfaatan kapasitas penggunaan tenaga kerja, keuntungan dan kerugian. Informasi yang disampaikan secara tertulis oleh pemohon dan apabila terdapat informasi yang bersifat rahasia maka pemohon diminta menyatakan dengan ringkasan yang bersifat tidak rahasia. Komite dapat memberikan keputusan dalam waktu 30 hari sejak pengajuan permohonan diterima lengkap oleh komite, berdasarkan penelitian serta bukti-bukti awal yang lengkap sebagaimana diajukan pemohon tersebut. Keputusan komite dapat berupa: 1. Menolak permohonan, dalam hal pemohon tidak
memenuhi
persyaratan yang ditentukan 2. Menerima permohonan dan memulai penyelidikan dalam hal permohonan memenuhi persyaratan Permohonan yang diterima harus diumumkan oleh komite melalui pengumuman pemerintah dan melakukan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan mengenai dimulainya penyelidikan.
Komite Pengamanan
Perdagangan Indonesia (KPPI) dalam setiap tahap penyelidikan harus melakukan notifikasi kepada Comitte on Safeguards tentang proses penyelidikan yaitu pada saat inisiasi, penetapan safeguards sementara dan keputusan akhir, KPPI telah meminta daftar pertanyaan tertulis untuk melakukan penyelidikan. Pertanyaan yang harus dijawab oleh pihak yang berkepentingan dalam waktu 15 hari sejak dikirimnya daftar pertanyaan tertulis tersebut atau dalam waktu 20 hari dalam hal permintaan dari pihak berkepentingan karena faktor alasan tertentu. KPPI mempunyai hak meminta data dan informasi langsung kepada pihak berkepentingan atau sumber lainnya yang dianggap layak, baik lembaga
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
60
pemerintah ataupun swasta, untuk kepentingan pengumpulan alat bukti dan kepentingan pembuktian dalam melaksanakan kewenangan Semua informasi oleh komite dapat dilakukan verifikasi atas data dan informasi berasal dari pihak-pihak berkepentingan di negara pengeskpor atau di negara asal barang terselidik dan industry dalam negeri. Komite akan memperlakukan informasi yang bersifat rahasia sesuai dengan sifatnya dan data rahasia tidak dapat diungkapkan di depan umum tanpa izin dari pemilik data itu. Pihak berkepentingan harus membuat ringkasan dari data yang bersifat rahasia sehingga data yang telah diolah tersebut menjadi tidak rahasia. Ringkasan tersebut dilakukan guna data yang ada dapat dipergunakan dengan leluasa dalam melakukan penyelidikan Komite dapat merekomendasikan tindakan pengamanan sementara dalam bentuk bea masuk, namun tindakan ini hanya dapat berlaku tidak lebih dari 200 hari. Seluruh bea masuk atas impor barang tersebut yang dikenakan tindakan pengamanan sementara dan telah dibayar oleh para importer harus segera dikembalikan jika hasil penyelidikan ternyata tidak ada bukti kuat. Setelah melakukan penyelidikan dan komite berniat untuk melakukan pengajuan rekomendasi tindakan pengamanan tetap, komite terlebih dahulu harus melakukan dengar pendapat (hearing). Pihak berkepentingan yang dimaksud menghadiri acara dengar pendapat harus menyampaikan namanya atau nama yang akan mewakilinya kepada komite selambat-lambatnya 7 hari sebelum tanggal penyelenggaran acara dengar pendapat. Kewajiban dari komite adalah menyampaikan kepada pihak berkepentingan dengan waktu yang cukup mengenai waktu
penyelenggaran
acara
dengar
pendapat
agar
wakil
dari pihak
berkepentingan dapat hadir. Setelah hasil penyelidikiam diseminarkan, maka KPPI dapat mengambil kesimpulan dan merekomendasikan kepada pemerintah tentang tindakan pengamanan yang sebaiknya diambil atau menutup kasus karena tidak diperoleh bukti bahwa meningkatnya impor mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
61
4.2.3.4 Peraturan Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Paku Pengenaan tindakan pengamanan terhadap impor produk paku di atur di dalam PMK Nomor 151/PMK.011/2009 dalam bentuk bea masuk dan dikenakan terhadap impor jenis-jenis paku dengan pos tariff 7317.00.10.00. Besarnya bea masuk tindakan pengaman ini dikenakan selama 3 tahun dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 4.2 Tarif Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Paku Periode Tahun I : Tanggal 1 Oktober 2009 – 30 September 2010 Tahun II : Tanggal 1 Oktober 2010 – 30 September 2011 Tahun III : Tanggal 1 Oktober 2011 – 30 September 2012 Sumber: PMK Nomor 151/PMK.011/2009
BMTP 145% 115% 85%
Bea masuk tindakan pengamanan ini dikenakan terhadap importaasi semua negara kecuali terhadap produk paku yang diproduksi dan diimpor dari negara-negara dalam lampiran PMK 151 tersebut. Pengenaan bea masuk tindakan pengamanan ini terdiri dari dua bentuk, yaitu; a. Merupakan tambahan bea masuk umum (Most Favored Nation) Bentuk bea masuk ini digunakan apabila tidak ada skema-skema perjanjian perdagangan barang internasional b. Merupakan tambahan bea masuk preferensi Bentuk bea masuk ini digunakan berdasarkan skema-skema perjanjian perdagangan barang internasional yang berlaku dalam hal impor dilakukan dari negara-negara yang termasuk dalam skema-skema perjanjian perdagangan internasional Negara yang dikecualikan Terhadap impor paku dari Negara-negara yang dikecualikan dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan, importir wajib menyerahkan dokumen surat keterangan asal (certificate of origin).
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
BAB 5 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN (SAFEGUARD) TERHADAP IMPOR PRODUK PAKU Sejak dikeluarkannya PMK No 151 tahun 2009 tertanggal 24 September 2009, impor terhadap produk paku dikenakan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) selama tiga tahun berturut-turut dan dibagi menjadi tiga periode per tahunnya. Periode pertama dimulai dari tanggal 1 Oktober 2009 sampai dengan 30 September 2010 dengan pengenaan bea masuk tindakan pengamanannya sebesar 145%. Periode kedua dimulai dari tanggal 1 Oktober 2010 sampai dengan 30 September 2011 dengan pengenaan bea masuk tindakan pengamanannya sebesar 115%. Lalu periode terakhir yaitu periode ketiga dimulai dari tanggal 1 Oktober 2011 sampai dengan 30 September 2012 dengan pengenaan bea masuk tindakan pengamanannya sebesar 85%. Tindakan pengamanan ini merupakan suatu wujud perlindungan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang sedang mengalami injury akibat lonjakan impor. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan purwito bahwa tindakan pengamanan (safeguard) diartikan sebagai tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius dan kemungkinan dapat merugikan industri dalam negeri (2010, p.306). Pada produk paku, injury yang secara jelas terlihat adalah dalam bentuk penutupan pabrik paku yang jumlahnya cukup signifikan. Sebelum terjadi lonjakan impor pabrik paku yang tergabung dalam IISIA berjumlah 30 pabrik paku lalu menurun akibat lonjakan impor dan hanya tersisa 10 pabrik paku yang masih bertahan. Pabrik paku yang masih bertahan pun hanya memiliki kapasitas produksi sebesar 30% dari total kapasitas produksi pada umumnya sekitar 70% 80% dari utilitas mesin. Frederich dalam Wahab menyatakan bahwa kebijakan ialah “suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatanhambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.” (Wahab, 1991, p.12-13). Begitu pula dengan penerapan BMTP ini merupakan suatu kebijakan yang mempunyai
62
Universitas Indonesia
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
63
sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Kebijakan pengenaan BMTP impor paku ini bertujuan untuk memberi waktu kepada industri dalam negeri untuk melakukan pemulihan struktural. Pemulihan struktural dilakukan karena kerugian yang dialami industri dalam negeri merupakan kerugian serius yang membutuhkan waktu untuk memulihkannya dan salah satu cara untuk memperbaikinya adalah dengan menahan lonjakan impor tersebut melalui kebijakan tindakan pengamanan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Nikolas Nababan, Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) sebagai berikut : “Tujuan utama dari BMTP adalah memberi waktu untuk industri dalam negeri. Adanya BMTP itu agar industri dalam negeri itu bisa pulih dari kerugian karena dengan adanya BMTP dengan waktu 4 tahun memberikan napas ke industri dalam negeri untuk melakukan penyesuaian sehingga mereka dapat memperbaiki kinerjanya. Dia bisa melakukan cara dia untuk bisa bersaing kembali” (wawancara dengan Nikolas Nababan, 25 Mei 2012)
Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Wilhem S. Kayo, Kepala Subbidang Tarif Khusus, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang mengatakan bahwa meskipun instrumen yang dipakai dalam pengenaan BMTP ini adalah instrumen fiskal namun itu bukanlah sepenuhnya tujuan fiskal, hal ini dikarenakan tujuan utama pemerintah adalah bukan untuk mencari pemasukan dari BMTP, tapi lebih kepada tujuan untuk pengamanan industri dalam negeri. Hal ini diungkapkan sebagai berikut: “Walaupun yang harus dicatat bahwa pengenaan BMTP itu tidak sepenuhnya instrumen fiskal, karena kita itu tidak mencari pemasukan dari BMTP, itu lebih kepada tujuan pengamanan industri dalam negeri karena barang impor lebih mahal dan produksi dalam negeri jadi kuat daya saingnya tujuannya itu, walaupun nanti efeknya ada penerimaan negara
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
64
disana tapi itu bukan tujuannya” (wawancara dengan Wilhem S. Kayo, 14 Mei 2012)
Tujuan pengenaan kebijakan BMTP yang telah disebutkan diatas terkait dengan fungsi regulasi (fungsi mengatur) pemerintah yang dijelaskan oleh Rosdiana dan Tarigan (2005, p.3) bahwa negara berfungsi mengatur terciptanya kompetisi yang adil dan menjamin bahwa semua barang yang diproduksi pasar merupakan preferensi dari konsumen untuk menghindari terjadinya monopoli yg timbul karena kegagalan pasar (market failure) tersebut. Tindakan pengamanan khususnya BMTP atas produk paku ini pada dasarnya dikenakan untuk semua negara, namun ada beberapa negara yang mendapat pengecualian dari pengenaan BMTP yang disebutkan di dalam lampiran PMK No 151 tahun 2009. Negara tersebut dikecualikan karena merupakan negara berkembang yang pangsa impornya tidak lebih dari 3%. Hal ini seperti yang diungkapkan Wilhem S. Kayo sebagai berikut: “Pada dasarnya BMTP itu dikenakan terhadap seluruh negara. Berdasarkan agreement on safeguard ada negara berkembang yang pangsa impornya tidak lebih dari 3% dikecualikan dari BMTP, hanya negara berkembang ya, bukan negara maju” (wawancara dengan Wilhem S. Kaayo, 14 Mei 2012)
5.1 Tahapan Implementasi BMTP Terhadap Impor Produk Paku Implementasi kebijakan merupakan bagian terpenting dalam suatu kebijakan. Hal ini dikarenakan suatu kebijakan meskipun itu sudah dibuat dengan sebaik mungkin, hasil yang akan di dapatnya nanti tergantung dari bagaimana kebijakan itu diimplementasikan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Udoji (1981, p.32) yaitu pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Wahab, 1991, p.45) Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk melihat implementasi dari kebijakan BMTP paku, khususnya bagaimana tahapan implementasinya di lapangan. Penerapan BMTP paku ini di lapangan di lakukan oleh Direktorat
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
65
Jenderal Bea dan Cukai (selanjutnya disebut dengan “DJBC”). Tugas DJBC disini adalah sebagai eksekutor dalam pengenaan produk paku kepada negara yang seharusnya dikenakan BMTP, maupun ke negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP. Disini terdapat beberapa tahapan yang dilakukan oleh DJBC sebagai pihak eksekutor dalam penerapan BMTP. Tahap implementasi penerapan BMTP atas impor paku sama dengan tahap impor produk barang normal, untuk itu penulis akan menjelaskannya dari proses impor awal, agar terlihat dimana perbedaan antara impor produk biasa dengan produk yang dikenakan BMTP dalam hal ini adalah produk paku. Dalam gambar 5.1 dibawah ini digambarkan prosedur impor sebagai berikut:
Gambar 5.1 Prosedur Impor Sumber: Kementerian Perdagangan, 2012
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
66
Dari gambar diatas proses pertama yang dilakukan importir untuk mengimpor suatu barang adalah adanya kontak antara importir dan eksportir. Suatu barang yang masuk ke dalam daerah pabean hanya akan masuk jika ada importir yang mendatangkannya ke Indonesia, jadi eksportir suatu barang yang berada di luar negeri tidak akan bisa memasukkan barang produksinya ke suatu negara jika belum ada pembeli dari negara lain tersebut. Kemudian importir menerbitkan Purchase Order (PO) kepada eksportir sedangkan eksportir menerbitkan penawaran harga kepada Importir. Dari perjanjian antara importir dan eksportir tersebut akan terbit Sales Contract. Langkah selanjutnya adalah importir membuka Letter of Credit (selanjutnya disebut dengan “L/C”) di Bank Pembuka L/C atau disebut juga bank devisa. Bank Devisa mengkonfirmasi L/C ke Bank Koresponden. Kemudian bank Koresponden meneruskan/pemberitahuan L/C kepada Eksportir. Eksportir menghubungi maskapai pelayaran di luar negeri untuk pelaksanaan pengiriman barang dan selanjutnya proses berada di Maskapai Pelayaran. Perusahaan pelayaran di luar negeri tersebut kemudian menerbitkan Bill of Lading (selanjutnya disebut dengan “B/L”) kepada eksportir. Eksportir kemudian menyerahkan Shipping Document berupa: B/L, Invoice, dan Packing List (selanjutnya disebut dengan “P/L”) kepada bank devisa.
Bank Devisa
melakukan reimburse dokumen L/C ke importir. Importir membayar / debit rekening di Bank Devisa. Bank Devisa kemudian melakukan reimburse / kredit rekening ke bank Koresponden. Importir melakukan inclaring barang ke maskapai pelayaran dan setelah itu dilakukan pengiriman barang. Selanjutnya adalah proses di pelabuhan. Sebelum barang memasuki daerah pabean, di pelabuhan importir harus mengurus dokumen-dokumen yang terkait untuk dapat mengeluarkan barang dari pelabuhan. Berikut adalah gambar alur penyelesaian barang impor yang akan dilalui importir di pelabuhan untuk melakukan pengeluaran barang:
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
67
PENDAFTAR AN PIB
PENETAPAN JALUR PELAYANAN IMPOR
PENGELUAR AN BARANG IMPOR
PASCA PERSETUJUAN PENGELUARA N BARANG
Gambar 5.2 Alur Penyelesaian Barang Impor Sumber: DJBC, 2012
Dari alur penyelesaian barang impor diatas kita bisa melihat bahwa hal yang pertama yang harus dilakukan importir adalah membuat Pemberitahuan Impor Barang (selanjutnya disebut dengan “PIB”). PIB adalah pemberitahuan oleh importir atas barang yang akan diimpor berdasarkan dokumen pelengkap pabean sesuai prinsip self assessment. Penyampaian PIB dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui sistem PDE kepabeanan, melalui media penyimpan data elektronik dan menggunakan formulir untuk diserahkan secara langsung. Dalam penelitian ini peneliti akan menjelaskan alur impor paku yang PIB nya disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan, hal ini dikarenakan peneliti melakukan penelitian di DJBC Tanjung Priok yang seluruh importirnya sudah menggunakan sistem PDE Kepabeanan. Dalam penyampaian PIB dengan sistem PDE Kepabeanan importir menggunakan sistem online yang disebut juga dengan Indonesia National Single Window (selanjutnya disebut dengan “INSW”). INSW adalah Sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision making for customs clearance and release of cargoes). Fungsi utama sistem INSW adalah mengintegrasikan proses pelayanan ekspor impor kedalam satu sistem. Salah satu Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
68
pola kerja sistem adalah proses sinkronisasi/ validasi data-data yang berasal dari pengguna jasa dan instansi pemerintah (Government Agency (GA)) penerbit perijinan. Langkah pertama yang dilakukan importir adalah mengisi PIB secara lengkap dengan menggunakan program aplikasi PIB, berdasarkan pada data dan informasi dari dokumen pelengkap kepabeanan seperti P/L, invoice, B/L,dokumen pemenuhan persyaratan impor dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan. Setelah itu importir melakukan pembayaran Bea Masuk, Cukai, Pajak Dalam Rangka Impor (selanjutnya disebut dengan “PDRI”), dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (selanjutnya disebut dengan “PNBP”) melalui Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi. Pada impor produk paku pembayaran kewajiban kepabeanan tersebut akan ditambah dengan pengenaan bea masuk tambahan dalam bentuk bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-38/BC/2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Paku (Selanjutnya disebut dengan “Perdirjen BC No. P-38/BC/2009”) pasal 6 disebutkan bahwa terhadap impor barang yang dikenakan BMTP disamping diwajibkan membayar Bea Masuk dan PDRI dengan menggunakan pemberitahuan pabean impor, diwajibkan juga membayar BMTP dan tambahan PDRI sehubungan dengan pengenaan BMTP. Untuk melakukan pembayaran BMTP importir diharuskan menggunakan dokumen sebagai berikut: a.
Formulir Pemberitahuan Pembayaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan, dan
b.
Surat Penetapan berupa surat tagihan. Hal ini dilakukan terhadap impor yang berasal dari negara yang mengadakan perjanjian perdagangan barang internasional dari Indonesia tapi tidak mampu memenuhi persyaratan dalam skema perdagangan international tersebut.
Dari penjelasan diatas bisa di pahami bahwa importir harus mengetahui secara langsung apakah barang yang diimpornya tersebut terkena BMTP atau tidak. Hal ini dikarenakan importir lah yang akan menghitung sendiri berapa besar BMTP dan tambahan PDRI yang harus dibayarnya, karena kewajiban kepabeanan
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
69
termasuk ke dalam sistem self-assesment. Khusus untuk pembayaran BMTP mempunyai formulir sendiri yaitu dalam bentuk Formulir Pemberitahuan Pembayaran Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan diajukan bersamaan dengan pembayaran bea masuk normal, hanya saja dokumentasi keduanya berbeda yang satu adalah dokumen untuk membayar pajak dalam rangka impor yang satu lagi untuk BMTP dan tambahan PDRI. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh DR. Permana Agung Daradjatun M.Sc sebagai berikut: “Untuk BMTP ini kita ngisi, jadi dokumen PIB itu harus diajukan bersama ini, khusus untuk BMTP itu mempunyai formulir sendiri, ini juga diisi, diajukan bersamaan, diajukan dalam dua dokumen, satu diajukan PDRI pajak dalam rangka impor yang satu BMTP cuman dokumentasinya beda, setiap orang importir mengimpor barang dia harus tau dulu barang yang akan diimpor ini kena BMTP gak karena itu setiap negara yang kena memberlakukan BMTP dia harus melakukan sosialiasi, karena semuanya harus tau” (wawancara dengan DR. Permana Agung Daradjatun M.Sc, 12 Juni 2012)
Pembayaran dan penyetoran Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan tambahan PDRI sehubungan dengan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan menggunakan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (selanjutnya disebut dengan “SSPCP”). Kode Akun untuk Bea Masuk Tindakan Pengamanan menggunakan kode Akun untuk Bea Masuk dan kode Akun tambahan PDRI sehubungan dengan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan menggunakan kode Akun PDRI. Langkah selanjutnya importir mengirim data PIB secara elektronik ke Sistem Komputer Pelayanan (selanjutnya disebut dengan “SKP”) melalui portal INSW. Portal INSW tersebut kemudian melakukan penelitian tentang pemenuhan ketentuan larangan/ pembatasan (selanjutnya disebut dengan “Lartas”) atas barang impor yang diberitahukan. Jika dalam hasil penelitian menunjukkan barang impor terkena
lartas
dan
persyaratan
belum
terpenuhi
maka
portal
INSW
mengembalikan data PIB kepada importir untuk diajukan kembali setelah dipenuhi. Namun jika penelitian portal INSW menunjukkan semua ketentuan Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
70
telah dipenuhi maka portal INSW meneruskan data PIB ke SKP di kantor pabean untuk di proses lebih lanjut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heru Setyo Basuki, Pejabat Pemeriksa Barang DJBC Priok sebagai berikut: “Jadi nanti kalo mbak isi yang sistem INSW itu udah online semua tinggal masukin PIB nya yang isinya packing list, invoice terus B/L. Ngisi sendiri yang NISW itu nanti langsung ke record, kalo ada bea masuk dia mengisinya salah nanti otomatis ke reject. Kalo dia udah mengisi dengan sesuai dan benar dia dapet nomor pendaftaran. Kalo misalkan dia salah masukkin no HS dan tariff bea masuknya nanti otomatis ke reject.” (wawancara dengan Heru Setyo Basuki, 7 Juni 2012)
Langkah selanjutnya adalah Bank Devisa Persepsi/ Pos persepsi mengirim credit advice secara elektronik ke SKP di kantor pabean. SKP di kantor pabean menerima data PIB dan melakukan penelitian ada tidaknya pemblokiran importir dan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (selanjutnya disebut dengan “PPJK”). PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama importir. Jika dalam penelitian menunjukkan importir diblokir maka SKP menerbitkan respons penolakan tapi jika hasil penelitian importir tidak diblokir maka SKP melakukan penelitian data PIB yang meliputi kelengkapan pengisian PIB, pembayaran BM,cukai, PDRI, pembayaran PNBP. pembayaran BMTP dan Tambahan PDRI untuk impor produk paku dan melakukan penelitian tentang keakuratan dan kelengkapan dokumen lainnya. Dalam hal pengisian data PIB tidak sesuai maka SKP mengirim respons penolakan, lalu importir diharuskan melakukan perbaikan data PIB sesuai respons penolakan dan mengirimkan kembali data PIB yang telah diperbaiki. Namun jika dalam hal pengisian data PIB telah sesuai maka SKP meneruskan data PIB yang memerlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan ketentuan lartas kepada Pejabat yang menangani penelitian barang lartas untuk dilakukan penelitian. Sedangkan dalam hal hasil penelitian menunjukkan barang impor tidak terkena ketentuan lartas, seperti halnya pada impor produk paku, atau ketentuan lartas telah
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
71
dipenuhi, Pejabat yang menangani penelitian barang lartas merekam hasil penelitian ke dalam SKP untuk selanjutnya SKP memberikan nomor pendaftaran PIB dan dilakukan penjaluran pelayanan impor. Importir mengetahui penjaluran pelayanan impor dari SKP. Penjaluran ini dibagi menjadi lima yaitu jalur MITA prioritas, MITA non-prioritas, jalur hijau, kuning dan merah. Terkait dengan BMTP impor produk paku penjaluran yang akan dilalui adalah Jalur Merah. Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (selanjutnya disebut dengan “SPPB”). Hal ini dikarenakan pengenaan BMTP merupakan pengenaan khusus yang mengharuskan adanya pemeriksaan 100% terhadap dokumen dan fisik barang yang diimpor. SKP mengirim respons Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) kepada Importir serta meminta hasil cetak PIB, dokumen pelengkap pabean. Importir kemudian menerima respons SPJM dan menyerahkan hasil cetak PIB, dokumen pelengkap pabean kepada pejabat pemeriksa dokumen melalui pejabat penerima dokumen (selanjutnya disebut dengan “pendok”) paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPJM. Dalam hal PIB diajukan melalui portal INSW, pendok melakukan penelitian kesesuaian hasil cetak izin impor barang lartas yang diserahkan oleh importir dengan yang tercantum di portal INSW. Jika sesuai, dokumen tersebut akan diteruskan bersama berkas PIB kepada pejabat pemeriksa dokumen. Namun jika tidak sesuai, dokumen tersebut akan diteruskan kepada pejabat yang menangani penelitian barang lartas untuk diterbitkan Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan (selanjutnya disebut dengan “NPBL”) melalui SKP. Berikut adalah contoh SPJM yang akan diterima importir:
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
72
Gambar 5.3 Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) Sumber: DJBC, 2012
Apabila Importir tidak menyerahkan hasil cetak PIB dan dokumen pelengkap pabean dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal SPJM, pejabat yang menangani pelayanan pabean dapat menerbitkan instruksi pemeriksaan dan menunjuk pejabat pemeriksa barang, dengan tembusan kepada pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (selanjutnya disebut dengan “TPS”). Pengusaha TPS kemudian menerima tembusan instruksi pemeriksaan barang dan menyiapkan
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
73
barang untuk diperiksa, namun importir dapat mengajukan permohonan perpanjangan batas waktu penetapan pemeriksaan dimaksud disertai alasan. Sedangkan jika importir menyerahkan hasil cetak PIB dan dokumen pelengkap pabean sebelum batas waktu yang ditentukan, importir dan pejabat pemeriksa barang dapat menyatakan kesiapannya untuk proses pemeriksaan fisik barang, kemudian SKP menunjuk pejabat pemeriksa barang dan menerbitkan Instruksi Pemeriksaan. Penunjukkan pemeriksa barang ini dilakukan secara acak oleh komputer untuk menghindari adanya tindakan penyelewengan. Setelah mendapatkan nama pemeriksa, importir yang biasanya diwakili oleh PPJK langsung dapat mendampingi pemeriksa untuk memeriksa barang impor yang sudah berada di TPS. Pejabat pemeriksa barang menerima invoice/packing list dari Pejabat pemeriksa dokumen. Pejabat pemeriksa barang melakukan pemeriksaan fisik barang dan mengambil contoh barang jika diminta, membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (selanjutnya disebut dengan “LHP”) dan membuat Berita Acara Pemeriksaan Fisik (selanjutnya disebut dengan “BAP Fisik”). Berikut adalah contoh LHP dan BAP Fisik yang harus dibuat oleh pejabat pemeriksa barang:
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
74
Gambar 5.4 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sumber: DJBC, 2012
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
75
Gambar 5.5 Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAP Fisik) Sumber: DJBC, 2012
Setelah pejabat pemeriksa barang memeriksa barang impor barang tersebut dalam hal ini adalah paku, pejabat pemeriksa barang akan membuat laporan hasil pemeriksaan (selanjutnya disebut dengan “LHP” dan membuat Berita Acara Pemeriksaan Fisik (selanjutnya disebut dengan “BAP Fisik”) Pejabat pemeriksa
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
76
barang merekam LHP ke dalam SKP dengan tembusan kepada unit pengawasan, kemudian mengirim LHP dan BAP Fisik kepada Pejabat pemeriksa dokumen atau disebut juga Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (Selanjutnya disebut dengan “PFPD”). PFPD inilah yang akan memeriksa semua detail dari dokumen berupa tarif dan harga barang yang sudah diperiksa kelengkapan fisiknya oleh pejabat pemeriksa barang. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Heru Setyo Basuki sebagai berikut: “Jadi setiap PT dibagi-bagi pemeriksanya dan penunjukkannya diacak. Nanti pengurusnya datang misalnya dari PPJK nya nanti bareng pemeriksanya. Kita langsung datang misalnya ke TPS A nanti kita bawa kopian yang tadi, terus datang ke kontainernya. Dilihat bener ga sih barangnya, beratnya berapa kg, berapa banyak nanti ditulis. Kalo untuk barang cepat rusak gak diturunkan semua. Nanti liat juga merk nya apa karena menentukan harga barang,terus kondisinya apa? baru/baik misalnya. Nanti ke PFPD diajukan foto saat pemeriksaan juga karena PFPD ga bisa membayangkan dong, dan ditulis dari negara asal dimana. Kesimpulannya apa, jumlah barang dan merk sesuai packing list. Nanti PFPD ngeliat ini ngeliat foto, terus nanti PFPD yang mencocokkan merk itu benar ga sih dengan harga asli (wawancara dengan Heru Setyo Basuki, 7 Juni 2012)”
Dalam hal diperlukan, unit pengawasan segera berkoordinasi dengan PFPD untuk melakukan penelitian PIB, dokumen pelengkap pabean, LHP dan BAP Fisik. Dari PFPD inilah akan keluar keputusan apakah akan dikeluarkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (selanjutnya disebut dengan “SPPB”) atau Nota Pembetulan (selanjutnya disebut dengan “Notul”). Jika yang dikeluarkan adalah Notul itu berarti ada kesalahan pengisian PIB yang dilakukan oleh importir baik itu bisa dalam bentuk harga maupun tarif. misalnya importir mencantumkan harga paku merk A dengan harga yang lebih rendah dibanding dengan harga di database DJBC. Jika Notul dikeluarkan importir diharuskan membayar kekurangan pembayaran pajak. Setelah pelunasan notul ini baru importtir baru dapat
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
77
memperoleh SPPB. Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh importir dalam pengeluaran barang impor adalah menyerahkan SPPB kepada Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang. Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari kawasan pabean atau TPS oleh importir berdasarkan SPPB. Importir menerima SPPB yang diberikan catatan oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang. Setelah itu importir mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean. Berikut adalah contoh SPPB:
Gambar 5.6 Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPPB) Sumber: DJBC, 2012
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
78
Membuat PIB
Persyaratan dan dokumen Dipenuhi
Menyampaikan PIB menggunakan INSW
Melakukan Pembayaran Pajak terkait ke bank persepsi Bea masuk dan PDRI PNBP Persyaratan dan dokumen BMTP dan Tambahan PDRI (dengan formulir tambahan)
Mengembal ikan data ke impotir
Persyaratan dan dokumen Tidak Dipenuhi Meneruskan data PIB ke SKP
Mengirim Credit Advice
SKP (Sistem Komputer Pelayanan
SPPB
Pengeluar an barang
Melakukan penelitian PIB
Notul Pemeriksaan oleh PFPD SPPB
Pemeriksaan oleh pejabat pemeriksa
Penjaluran (menerima SPJM)
Gambar 5.7 Tahapan Implementasi Penerapan BMTP Impor Produk Paku Sumber: diolah penulis, 2012
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
79
Untuk dapat lebih memahami tahapan implementasi pengenaan BMTP terhadap impor produk paku diatas disajikan tahapan implementasi penerapan BMTP impor produk paku. Atas pelaksanaan impor paku yang dikenakan BMTP, Kepala Kantor Pabean membuat laporan bulanan pelaksanaan impor paku yang dikenakan BMTP kepada Direktur Jenderal u.p Direktur Teknis Kepabeanan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan format laporan sebagaimana tercantum pada Lampiran II dalam PerDirjenBC No. P-38/BC/2009. Dalam penerapannya di lapangan, pengenaan BMTP atas impor produk paku tidak sepenuhnya lancar. Suatu kebijakan ketika diimplemetasikan di lapangan akan terbentur dengan berbagai macam kepentingan-kepentingan lain yang berada di lingkungan implementasi tersebut. Apapun itu bentuknya, kepentingan-kepentingan tadi dapat
menjadi suatu kendala bagi peng-
implementasian suatu kebijakan. Dalam hal ini peneliti akan membahas tentang kendala-kendala yang ditemui oleh DJBC sebagai implementor dalam penerapan BMTP terhadap impor produk paku ini. Kendala yang dialami oleh DJBC selaku implementor dalam penerapan BMTP ini adalah masalah sosialisasi. Masih terdapat beberapa importir yang tidak mengetahui peraturan baru tentang pengenaan BMTP ini. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Heru Setyo Basuki sebagai berikut: “Paling masalah sosialisasi aja ya, balik ke sosialisasi ke importirnya terkadang mereka suka menyepelekan baru tau ada peraturan ini. “(wawancara dengan Heru Setyo Basuki, 7 Juni 2012) Ketidaktahuan importir akan peraturan BMTP ini akan mengakibatkan terhambatnya proses impor yang dilakukan oleh importir, karena saat penyerahan kelengkapan dokumen, importir yang mengimpor paku dari negara-negara yang dikecualikan dari tindakan pengamanan biasanya kurang melengkapi dokumen mereka dengan Certificate of Origin atau Surat Keterangan Asal (Selanjutnya disebut dengan “SKA” ). Hal ini dikarenakan untuk impor biasa SKA tidak menjadi dokumen yang wajib dilampirkan, tergantung dari keaktifan importir untuk meminta SKA produk tersebut. Berbeda dengan kebijakan pengenaan BMTP terhadap impor produk paku ini yang mewajibkan disertakannya SKA sebagai
dokumen
pelengkap.
Berdasarkan
Permendag
No.
37/M-
DAG/PER/9/2008, SKA adalah surat keterangan yang menyatakan negara asal
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
80
barang yang diterbitkan oleh instansi / lembaga yang diberi kewenangan oleh pemerintah negara pengekspor. Penyertaan SKA ini diperlukan atas impor dari negara-negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP terhadap impor produk paku ini. Dalam pasal 2 ayat 3 Permendag No. 37/M-DAG/PER/9/2008 dijelaskan bahwa jika negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP tidak dapat melampirkan SKA maka akan diperlakukan sebagai importir yang dikenakan tindakan pengamanan. Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Heru Setyo Basuki sebagai berikut: “Untuk SKA kalo untuk impor biasa gak melampirkan SKA ya gak apa apa, itu tergantung keaktifan importir untuk meminta SKA nya. Tapi biasanya kalo untuk produk-produk tertentu yang diperlakukan khusus seperti untuk BMTP ini yang biasanya wajib melampirkan SKA.” (wawancara dengan Heru Setyo Basuki, 7 Juni 2012)
Kendala terkait ketidaktahuan importir atas peraturan BMTP ini sebenarnya sudah ditanggulangi sebelumnya oleh pihak DJBC. Hal ini dilakukan DJBC dengan mensosialisasikan peraturan baru yang biasanya dilakukan dengan memanggil importir-importir khusus yang mengimpor paku untuk diadakan sosialisasi dengan pejabat bea dan cukai. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Heru Setyo Basuki sebagai berikut: “Biasanya kan kalo BTBMI berubah kan setiap tahun, biasanya kita upload ke sistem peraturan baru juga di upload. Untuk importir-importir khusus misalnya yang suka import paku itu nanti kita panggil untuk di sosialisasikan peraturan baru, bisa lewat asosiasi bisa lewat perusahaanya langsung. Mereka disuruh datang untuk disosialisasikan dengan pejabat bea cukai “(wawancara dengan Heru Setyo Basuki, 7 Juni 2012)
Kutipan diatas menggambarkan bahwa sebenarnya sosialisasi telah dilakukan oleh pihak DJBC terkait dengan penerapan BMTP ini terhadap importir, namun kendala tetap saja muncul karena ketidaktahuan importir yang
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
81
tidak hadir dalam sosialisasi dan tidak meng-update peraturan terbaru. Menurut Heru Setyo Basuki, untuk mencegah kendala-kendala yang lainnya, pegawaipegawai di lingkungan DJBC juga disosialisasikan peraturan-peraturan terbaru yang diungkapkannya sebagai berikut: “Kalo di kita itu ada intranet, jadi kalo di kantor pelayanan utama itu udah semua bagian jadi peraturannya ada semua disitu yang baru-baru ada infonya.” (wawancara dengan Heru Setyo Basuki, 10 Juni 2012)
5.2 Pengawasan Terhadap Penerapan BMTP Impor Paku Dalam implementasi suatu kebijakan, hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah pengawasan. Hal ini dikarenakan suatu kebijakan dalam pengimplementasiannya itu harus dilakukan pengawasan agar penerapannya berjalan seperti apa yang sudah dirumuskan dalam peraturannya. Hal ini seperti yang dikemukan Terry yang dikutip oleh Mardiasmo, pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai
aktivitas
untuk
menemukan
dan
mengoreksi
penyimpangan-
penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan (Mardiasmo, 2003, p.25). Dalam hal ini kebijakan BMTP terhadap impor paku merupakan salah satu tindakan pengamanan yang harus pula di lakukan pengawasan, hal ini karena BMTP tergolong kebijakan pengamanan yang memerlukan peran pengawasan untuk melihat apakah kebijakan pengamanan ini sudah tepat dilakukan dan berhasil melindungi industri dalam negeri. Di dalam penerapan BMTP impor produk paku ini, pengawasan dilakukan oleh beberapa instansi. Pengawasan pertama adalah yang dilakukan oleh DJBC sebagai implementor kebijakan BMTP. Pengawasan yang dilakukan DJBC adalah dalam bentuk pemeriksaan paku secara fisik maupun dokumen yang diimpor ke Indonesia. Proses pemeriksaan yang dilakukan terhadap pengenaan BMTP impor produk paku ini secara detail sudah peneliti jelaskan di dalam tahap implementasi diatas, oleh karena itu disini peneliti akan menjelaskan pemeriksaan atas
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
82
pengenaan BMTP atas impor paku secara umum. Pengawasan yang dilakukan DJBC adalah dalam bentuk pemeriksaan pada penjaluran pelayanan impor. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap barang-barang yang dikenakan ketentuan khusus seperti misalnya pengenaan BMTP ini adalah dalam bentuk pengenaan jalur merah. Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Pengenaan BMTP atas impor produk paku membuat pengeluaran barang impor paku ditetapkan melalui Jalur Merah. Hal ini dikarenakan untuk barangbarang tertentu yang diperlakukan khusus seperti pengenaan BMTP ini diperlukan pemeriksaan 100 persen. Biasanya angka 100 persen ini akan muncul di dokumen secara langsung oleh komputer berdasarkan jenis komoditi barang. Pemeriksaan 100 persen disini adalah suatu pemeriksaan berdasarkan jumlah kuantitas barang yang diperiksa dibandingkan dengan kuantitas barang yang diimpor tersebut. Pemeriksaan 100 persen ini juga berarti paku impor harus diperiksa jumlahnya seluruhnya, tidak boleh hanya diperiksa dengan berdasarkan sampelnya saja. Pengepakkan impor terhadap produk paku ini biasanya dilakukan dalam bentuk bag (karung) yang isinya merupakan satuan kg. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Heru Setyo Basuki sebagai berikut:
“Kalo paku biasanya per kg terus biasanya kemasannya pake bag pake karung dan biasanya dari china makanya harganya murah. Diperiksa apa benar jumlah bag nya di dalam container segitu. Saat pemeriksaan biasanya cuma ada pejabat pemeriksa barang, PPJK dan pihak TPS yang tempat penimbunan sementara itu” (wawancara dengan Heru Setyo Basuki, 7 Juni 2012)
Dalam melakukan pemeriksaan tersebut, pejabat pemeriksa barang diharuskan mengambil foto produk yang diperiksa sebagai salah satu bukti barang yang diperiksa, agar saat pemeriksaan dokumen oleh PFPD, PFPD dapat melihat fisik barang yang diperiksa dan disesuaikan dengan data yang tertera di dalam dokumen. Hal ini seperti yang diungkapkan Heru Setyo Basuji sebagai berikut:
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
83
“Nanti ke PFPD diajukan foto saat pemeriksaan juga karena PFPD ga bisa membayangkan dong, dan ditulis dari negara asal dimana. Kesimpulannya apa, jumlah barang dan merk sesuai packing list. Nanti PFPD ngeliat ini ngeliat foto, terus nanti PFPD yang mencocokkan merk itu benar ga sih dengan harga asli“ (wawancara dengan Heru Setyo Basuki, 7 Juni 2012)
Pengawasan berikutnya adalah pengawasan yang dilakukan oleh KPPI. Seperti yang sudah dijelaskan diawal KPPI bertindak sebagai penyelidik yang menyelidiki lonjakan impor dan hubungannya terhadap injury yang dialami oleh industri dalam negeri, KPPI pula lah yang memberikan usulan untuk mengenakan atau tidak mengenakan tindakan pengamanan terhadap suatu produk yang sedang diselidiki. KPPI melakukan monitoring untuk melihat apakah kebijakan yang diusulkan sudah tepat sasaran dan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu menahan lonjakan impor dan memberikan kesempatan kepada produksi dalam negeri untuk melakukan penyesuaian struktural. Monitoring oleh KPPI terhadap pengenaan BMTP atas impor produk paku ini dilakukan 1 (satu) tahun setelah pengenaan. Jadi untuk BMTP produk paku yang dikenakan mulai tahun 2009 ini dilakukan monitoring pada tahun 2010 untuk melihat hasilnya apakah sudah mampu menahan lonjakan impor atau tidak. Akan tetapi disini KPPI menegaskan bahwa monitoring itu tidak ada batasan waktu kapan harus dilakukan, tidak terbatas 1 (satu) tahun harus dilakukan setelah tindakan pengenaan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Poetra Tegoeh Djiwa Satria sebagai berikut : “Monitoring biasanya dilakukan setahun setelah pengenaan, jadi misalnya dikenakan tahun 2009 ya di 2010 itu monitoring tapi itu melihat dari anggaran nya juga dan persetujuan pimpinan juga, jadi ya gak bisa langsung secara teori di 2009 dikenakan di 2010 harus monitoring, gak mesti. Tapi minimal setahun setelah pengenaan” (wawancara dengan Poetra Tegoeh Djiwa Satria 25 Mei 2012)
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
84
Bentuk pengawasan (monitoring) yang dilakukan oleh KPPI terkait penerapan BMTP atas impor produk paku ini dilakukan dalam bentuk pengawasan tidak langsung. KPPI melakukan monitoring dengan melihat dampaknya ke industri yang terkait. Hal ini dilakukan KPPI dengan cara memberikan kuesioner pertanyaan ke industri paku dalam negeri terkait kondisi mereka setelah BMTP diberlakukan seperti yang diungkapkan oleh Poetra Tegoeh Djiwa Satria yaitu: “Monitoring kita lakukan dalam bentuk memberi kuesioner ke produsen pakunya mengenai kondisinya setelah pengenaan, semacam survey lah ya, dan mendapatkan jawaban. Lalu kita visit kesana untuk menanyakan secara langsung, jadi kita bisa mendapat kesimpukan dari data-data yang kita peroleh seperti ini” (wawancara dengan Poetra Tegoeh Djiwa Satria 25 Mei 2012)
Bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan BMTP impor produk paku ini meskipun tidak diatur di dalam PMK No 151 tahun 2009 namun secara umum diatur di dalam Agreement on Safeguard. Di dalam Article 7 paragraph 4 Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa “If the duration of the measure exceeds three years, the member applying such a measure shall review the situation not later than the mid-term of the measure and, if appropriate, withdraw it or increase the pace of liberalization” yang artinya jika jangka waktu tindakan melebihi tiga tahun, anggota yang melaksanakan tindakan demikian harus meninjau masa tidak lebih dari pertengahan tindakan itu, dan jika sesuai, menarik kembali atau meningkatkan langkah pembebasan. Dari penjelasan artikel 7 diatas dapat kita lihat bahwa review atau monitoring terhadap pelaksanaan BMTP ini dalam peraturan tersebut wajib dilakukan jika BMTP diterapkan melebihi 3 tahun. Sedangkan dalam kasus BMTP paku ini hanya diterapkan selama 3 tahun saja, jadi otomatis secara teoritis review atau monitoring terhadap impor paku ini menurut KPPI menjadi tidak wajib untuk dilakukan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Nikolas Nababan sebagai berikut:
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
85
“Jadi review atau monitoring berdasarkan mandatory itu yang wajib itu jikalau menggunakan pengenaan BMTP lebih dari 3 tahun maka wajib melakukan review atau monitoring. Review itu kan merupakan salah satu bentuk monitoring yah, jadi itu satu dulu yang wajib. Jadi pengenaan KPPI yaitu (kami selama ini melihat yang tepat itu pengenaannya itu selama tiga tahun) tiga tahun ini kan berarti ga wajib, berati diberikan diskresi kepada otoritas dalam hal ini KPPI” (wawancara dengan Nikolas Nababan, 25 Mei 2012)
Menurut penafsiran KPPI terhadap artikel 7 Agreement on Safeguard diatas, monitoring menjadi bukan suatu keharusan yang harus dijalankan oleh KPPI, namun KPPI merasa perlu untuk melakukan monitoring minimal 1 tahun setelah dilaksanakan untuk melihat bagaimana dampak yang ditimbulkan dari pengenaan BMTP terhadap impor paku tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan Nikolas Nababan sebagai berikut: “Setelah pengenaan tersebut, penting untuk mengetahui apa saja yang sudah dilakukan industri dalam negeri dan bagaiamana kinerjanya, apakah makin baik atau tidak” (wawancara dengan Nikolas Nababan, 25 Mei 2012) Selain KPPI sebagai badan yang secara langsung melakukan monitoring pelaksanaan BMTP atas impor paku ini, BKF juga melakukan monitoring yang serupa. Monitoring yang dilakukan BKF adalah dalam bentuk evaluasi terhadap PMK No 151 tahun 2009. Evaluasi ini dilakukan dengan melihat dampak BMTP ini terhadap produsen dalam negeri yaitu industri paku dalam negeri. Evaluasi ini dilakukan dengan melakukan kunjungan langsung ke konsumen maupun ke produsen paku. dan dari hasil kunjungan tersebut BKF menyimpulkan bahwa pengenaan BMTP ini sebenarnya dirasa cukup sukses untuk menahan lonjakan impor paku dari luar negeri khususnya dari negara China. Dalam hal ini BKF melakukan evaluasi dengan tujuan untuk mendapatkan masukan dari industri paku maupun konsumen sebagai pihak yang secara langsung terlibat dalam pengenaan BMTP ini terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh kementerian keuangan yaitu PMK No 151 tahun 2009. Evaluasi ini dilakukan untuk melihat apakah PMK tersebut mampu untuk mengakomodir kepentingan semua pihak yang terkait
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
86
dengan pengenaan BMTP ini. Tidak hanya itu, evaluasi ini juga dimaksudkan sebagai bahan pembelajaran BKF dalam mengeluarkan peraturan mengenai tindakan pengamanan terhadap produk yang lain di masa yang akan datang. Dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa monitoring terhadap implementasi BMTP terhadap impor produk paku ini sudah dilaksanakan. Pengawasan yang dilakukan pemerintah adalah sesuai dengan teknik penerapan di lapangan yang diungkapkan oleh Bohari (1992,p.25) yaitu pengawasan preventif dan pengawasan represif. Pengawsan yang pertama yaitu yang dilakukan oleh DJBC adalah termasuk ke dalam bentuk pengawasan preventif. Pengawasan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur
yang harus
ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan, dalam implementasi pengenaan kebijakan BMTP paku ini, pengawasan secara preventif langsung dilakukan oleh pejabat pemeriksa barang yang memeriksa paku impor yang masuk sesuai ketentuan yang berlaku. Lalu bentuk pengawasan yang kedua adalah pengawasan represif yang dilakukan oleh KPPI dan juga BKF. Pengawasan represif dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi. Pengawasan represif dimaksudkan untuk mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini KPPI dan BKF melakukan pengawasan dengan melihat dampak kebijakan tersebut langsung kepada industri dalam negeri yang merasakannya dengan melihat pencapaian yang diperoleh industri paku setelah diterapkannya BMTP atas impor produk paku ini.
5.3 Pencapaian yang Telah Diperoleh Pencapaian yang Telah Diperoleh dari Penerapam BMTP Impor Paku 5.3.1 Indikator Pencapaian Penerapan BMTP Impor Paku Penerapan BMTP terhadap impor produk paku yang dimulai tahun 2009 silam dilakukan selama tiga tahun berturut-turut dan akan selesai di tahun 2012 ini. Setelah hampir tiga tahun diterapkan kebijakan BMTP ini harus dilihat lagi bagaimana hasil yang sudah berhasil dicapainya. Jika kita berbicara tentang pencapaian, pasti kita sebelumnya berbicara tentang indikator pencapaian itu
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
87
sendiri. Suatu kebijakan dikatakan memiliki pencapaian apabila hasil dari kebijakan tersebut sudah memenuhi indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditentukan sebelumnya baik itu oleh regulator maupun oleh eksekutor di lapangan. Berikut adalah indikator kesuksesan pengenaan BMTP terhadap impor produk paku: 1.
Berhasil menahan kenaikan volume impor Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pengenaan BMTP ini dilakukan karena adanya lonjakan impor yang mengakibatkan industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis mengalami injury. Injury ini dialami oleh industri dalam negeri dikarenakan pangsa pasar nya direbut oleh barang impor sejenis tersebut yang masuk dengan jumlah yang banyak. Keterkaitan antara volume impor dan pangsa pasar dalam negeri ini lah yang membuat penurunan volume impor menjadi salah satu indikator kesuksesan pengenaan BMTP atas impor produk paku ini. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Wilhem S. Kayo sebagai berikut: “Yang pertama impor nya menurun, karena salah satu indikator kerugiannya adalah menurunnya pangsa pasar produsen dalam negeri, dengan menurunnya impor dari data artinya pangsa pasar produsen dalam negeri yang sebelumnya tergerus oleh impor otomatis ya membesar. Kita melihat nilai impornya turun udah selesai kita tidak melihat lagi pangsa pasarnya karena sudah otomatis” (wawancara dengan Wilhem S. Kaayo, 14 Mei 2012)
Lonjakan impor selain dilihat dari berapa volume impor yang masuk ke Indonesia, dilihat juga dari pangsa impor paku dari negara tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan mana saja negara yang akan dikenakan pengecualian pengenaan BMTP impor produk paku ini.
2.
Berhasil memulihkan kerugian produsen dalam negeri Lonjakan impor atas produk paku yang masuk ke pasaran Indonesia akan berdampak kepada industri dalam negeri dan akan mengakibatkan kerugian
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
88
yang cukup serius. Oleh karena itu lah pemulihan kerugian produsen dalam negeri menjadi salah satu indikator kesuksesan penerapan BMTP atas impor produk paku ini. Terdapat beberapa faktor-faktor yang menentukan kerugian serius/ ancaman kerugian serius yaitu :
Volume penjualan dalam negeri
Volume produksi
Produktifitas
Persediaan (stock)
Kapasitas terpakai
Tenaga Kerja
Laba/ Rugi
Dari penjelasan diatas mengenai indikator kesuksesan pengenaan BMTP, peneliti akan membandingkan apa yang telah dicapai dilapangan dengan membandingkannya
dengan
indikator
kesuksesan
diatas,
agar
bisa
menyimpulkan apakah pengenaan BMTP terhadap impor paku ini tergolong sukses dilakukan atau tidak.
5.3.2 Hasil yang Telah Dicapai dari Penerapam BMTP Impor Paku 1. Berhasil Menahan Kenaikan Volume Impor Indikator yang pertama adalah BMTP dikatakan sukses jika dapat menahan lonjakan impor. Dari hasil data yang peneliti dapat, BMTP terhadap impor produk paku dianggap efektif dalam menahan lonjakan impor paku. Hal ini bisa dilihat dari kuantitas jumlah impor paku yang terus menurun tiap tahunnya. Berikut adalah data impor paku dari tahun 2005-2011.
Tabel 5.1 Data Impor Paku Tahun 2005-2011 TAHUN 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Volume (TON) 4.349, 549 4.674, 249 12.243, 240 33.289, 716 5.059, 638 2.575, 860 2.327, 269
Nilai (USD) 2.831.633 2.563.281 4.559.376 11.448.740 2.442.838 2.054.524 2.388.962
Sumber: Kementerian Perindustrian, tabel diolah peneliti, 2012
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
89
Dari tabel 5.1 diatas kita dapat melihat bahwa sebelum penerapan BMTP, impor paku pada tahun 2005 sebesar 4.349, 549 Ton melonjak menjadi 12.243, 240 Ton pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 181 % dibandingkan tahun 2005. Lalu pada tahun 2008 impor paku telah mencapai angka 33.289, 716 Ton atau meningkat 665,4 % dari tahun 2005. Kemudian pada tahun 2009 dimana merupakan tahun pertama penerapan BMTP, impor produk paku berangsurangsur menurun. Secara drastis BMTP dapat mengurangi impor paku, hal ini terlihat jelas di tahun 2008 impor paku sebesar 33.289, 716 Ton lalu turun kurang lebih 6 kali lipat menjadi 5.059, 638 Ton di tahun 2009 atau menurun sebesar 84,8%. Kemudian di tahun 2010 impor turun lagi menjadi setengahnya yaitu sebesar 2.575.860 dan 2.327.269 di tahun 2011. Grafik 5.1 di bawah ini dibuat untuk lebih menggambarkan penurunan impor produk paku yang cukup signifikan
Grafik 5.1 Grafik Impor paku tahun 2005-2011
Volume Impor 35000000 30000000 25000000 20000000
Volume Impor
15000000 10000000 5000000 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
BMTP 8 Oktober 2009 Inisiasi 5 November 2008 Sumber: KPPI, grafik diolah oleh peneliti, 2012
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
90
Seperti yang sudah dijelaskan diatas untuk melihat lonjakan impor indikator yang dilihat selain volume impor adalah pangsa impor pemasok paku dari negara tertentu. Sebenarnya untuk melihat keberhasilan penerapan BMTP ini sudah terwakili oleh penurunan volume impor paku secara umum, hal ini dikarenakan penurunan volume impor secara umum juga otomatis akan berdampak pada penurunan pangsa impor pemasok paku dari negara tertentu tersebut. Namun disini peneliti ingin menjabarkan secara khusus bagaimana dampak pengenaan BMTP tersebut bagi negara-negara yang diindikasikan mempunyai pangsa pasar yang tinggi atas impor produk paku ini. Berikut adalah tabel 5.2 yang memuat data mengenai pangsa pasar impor negara tertentu sebelum adanya safeguard:
Tabel 5.2 Pangsa Impor Produk Paku Tahun 2005-2008 (Sebelum Safeguard) HS
Negara
Volume/
2005
2006
2007
Pangsa 7317001000
China
Volume
Semester I 2008
2.514,83
3.127,93
10.529.,33
15.557,9
Pangsa
57,82%
66,92%
86,00%
91,46%
Volume
1.278,01
1.192,56
1.607,51
1.437,08
Pangsa
29,38%
25,51%
13,13%
8,45%
Volume
556,71
353,74
106,40
14
Pangsa
12,80%
7,57%
0,87%
0,0841%
Volume
4.349,55
4.674,23
12.243,24
17.009,95
100%
100%
100%
100%
(Ton)
Malaysia
(Ton)
Lainnya
(Ton)
TOTAL
(ton) Total
Sumber: Kementerian Perindustrian (diolah), 2012
Seperti yang sudah ditampilkan dalam tabel 5.2 diatas produk paku impor dari China mengalami kenaikan secara absolut, yaitu 2.514,83 Ton pada tahun 2005 meningkat menjadi 3.127,93 Ton pada tahun 2006 dan meningkat kembali menjadi 10.529,33 Ton pada tahun 2007 atau meningkat sekitar 274%
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
91
dibandingkan dengan tahun 2006. Pangsa impor produk paku dari China sebesar 86% dari total impor paku Indonesia pada tahun 2007. Pada semester I tahun 2008, impor produk paku dari China telah mencapai 15.557,9 Ton yang mengalami kenaikan sekitar 47% dibandingkan dengan tahun 2007 dan kenaikan sekitar 553,2% dibandingkan dengan tahun 2006. Adapun pangsa pasar impor produk paku dari China sebesar 91,46% (15.557,9 Ton) dari total impor paku Indonesia pada semesnter I tahun 2008 yang berjumlah 17.009,95 Ton. Lalu selanjutnya impor produk paku Indonesia dari Malaysia juga mengalami kenaikan secara absolut, yaitu sebesar 1.278,01 Ton pada tahun 2005 meningkat menjadi 1.607,51 Ton pada tahun 2007. Pangsa impor produk paku dari Malaysia sebesar 13,13% dari total impor Indonesia pada tahun 2007. Pada Semester I tahun 2008 impor produk paku dari Malaysia sebesar 1.437,08 Ton dengan pasar sebesar 8,45% dari total impor pada Semester I tahun 2008. Selanjutnya total impor dari samua negara terjadi peningkatan impor secara absolut pada periode 2005-2007.Lonjakan impor secara signifikan terjadi pada tahun 2007 sekitar 213% dibandingkan dengan tahun 2005. Lonjakan impor terus berlanjut hingga Semester I tahun 2008 sekitar 334% dibandingkan dengan keseluruhan tahun 2006. Setelah diberlakukan safeguard volume impor kedua negara yang mempunyai pangsa impor paku tertinggi di Indonesia yaitu China dan Malaysia berangsur-angsur menurun, hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 5.3 dibawah ini mengenai pangsa pasar impor paku setelah diterapkannya safeguard
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
92
Tabel 5.3 Pangsa Impor Produk Paku Tahun 2008-2011 (Setelah Safeguard) HS
Negara
Volume/
2008
2009
2010
2011
31.545,66
3.779,07
1.343,82
552,22
Pangsa
94, 76%
74,7%
52,17%
23,73%
Volume
1.661,66
1.085,23
266,14
168,11
Pangsa
4,99%
21,44%
10,33%
7,22%
Volume
82, 4
195,34
965,9
1.606,94
Pangsa
0,25%
3,86%
37,5%
69,05%
Volume
33.289,72
5.059,64
2.575,86
2.327,27
100%
100%
100%
100%
Pangsa 7317001000
China
Volume (Ton)
Malaysia
(Ton)
Lainnya
(Ton)
TOTAL
(ton) Total
Sumber: Kementerian Perindustrian (diolah), 2012
Dari tabel di atas terlihat perbedaan yang cukup signifikan tiap tahunnya dari kedua negara tersebut. Jika dilihat dari volume impornya, secara drastis impor paku dari China menurun. Pada tahun 2008 impor paku China masih cukup tinggi dengan jumlah 31.545,66 Ton lalu kemudian sejak diberlakukannya BMTP pada tahun 2009 impor paku dari china turun menjadi
3.779,07 Ton. Jika
dihitung, penurunan impor paku dari China ini kurang lebih menurun hingga 9 kali lipat dari jumlah sebelumnya di tahun 2008. Lalu impor kembali menurun dengan jumlah 1.343,82 Ton di tahun 2010 dan 552,22 Ton di tahun 2011. Hal ini juga senada jika kita melihat dari segi pangsa impornya, impor paku dari China dimulai pada tahun 2009 menurun secara berkala, dari 94,76% di tahun 2008 lalu menurun secara signifikan sampai menjadi 23,73% di tahun 2011. Berbeda dengan China, impor paku dari Malaysia meskipun dari jumlah volume impor tiap tahunnya terus menurun, namun besaran pangsa impornya masih dikatagorikan fluktuatif. Pada tahun 2008 Malaysia menguasai pangsa impor Indonesia dengan 4,99% kemudian menjadi naik di tahun 2009 menjadi 21,44%, lalu kemudian mulai menurun secara bertahap sampai menjadi 7,22% di tahun 2011.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
93
Penurunan pangsa impor dari kedua negara yang sebelumnya memiliki pangsa impor paku tertinggi tersebut mengakibatkan pangsa impor negara lain justru meningkat. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa negara-negara yang masih dapat meng-ekspor produk pakunya ke negara Indonesia dengan tarif normal dikarenakan negara tersebut mendapat pengecualian negara-negara yang dikenakan BMTP ini dan secara otomatis negara-negara lainnya tersebut menggantikan pangsa impor negara China yang mulai menurun. Seperti yang dapat kita lihat dari tabel diatas pangsa impor negara lain yang semula hanya sebesar 0,25% di tahun 2008 naik secara signifikan menjadi 69,05% di tahun 2011. Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa penurunan jumlah volume impor dari suatu negara tidak secara otomatis akan menjadikan pangsa impor negara tersebut turun. Hal ini dikarenakan pangsa impor suatu negara itu didapat dari hasil membandingkan volume impor dari negara yang bersangkutan dengan total semua impor produk paku yang datang ke Indonesia. Namun pangsa pasar menjadi tidak bermasalah selama volume impor dari luar negeri turun, khususnya dari negara-negara yang diindikasikan menyebabkan terjadinya lonjakan impor. Penurunan impor yang dirasakan cukup signifikan diatas tidak dirasakan sepenuhnya oleh Industri Paku terkait. Industri paku masih merasakan kehadiran paku china di pasaran dalam negeri. Hal ini seperti yang dirasakan oleh Bambang, General Manager PT Dunia Metal Works sebagai berikut:
Iya tapi belum optimal, ibaratnya dulu paku asal china masuk sekitar 50% sekarang sudah turun tapi masih ada paku impor china sekitar 25%. Memang data impor paku itu keliatannya turun tapi sebenarnya kami menduga impor paku khususnya dari negara China tetap masuk banyak ke Indonesia, diindikasikan sih masuknya dicampur barang-barang elektronik gitu. Jadi satu truk ada barang elektronik, barang-barang lain sama paku (wawancara dengan Bambang, tanggal 8 Juni 2012)
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
94
2.
Berhasil Memulihkan Kerugian Produsen Dalam Negeri Indikator yang kedua adalah BMTP dikatakan sukses jika secara efektif
mampu memulihkan kerugian yang dialami industri dalam negeri. Sebelumnya jika berbicara tentang kerugian maka terdapat beberapa faktor-faktor yang menentukan kerugian serius/ ancaman kerugian serius. Berikut adalah indikator kerugian industri dalam negeri sebelum dikenakan safeguard. Data dalam indikator kerugian dibawah ini bukanlah data yang sebenenarnya melainkan hanya data indeks yang sudah diolah oleh KPPI, hal ini dikarenakan data sebenarnya bersifat rahasia yang tidak boleh dipublikasikan. Tabel 5.4 Indikator Kerugian Industri Dalam Negeri (Indeks) Tahun 2005-2008 (Sebelum Safeguard) Indikator
2005
2006
2007
Produksi Kapasitas Terpakai Penjualan domestic Persediaan Laba/ Rugi Tenaga Kerja Produktivitas Impor (Ton) Konsumsi Nasional Pangsa Impor Pangsa Domestik
100 100
104 104
97 97,8
Semester I 2008 53 53
100
105
100
48
100 (100) 100 100 3.911
131 (48) 69 107,53 4.203
123 (51) 61 115,05 12.243
266 (44) 46 82,80 17.010
100
105,6
111,82
69,13
100 100
100 100
300 89,47
680 69,47
Sumber : KPPI, 2012
Sebagaimana terlihat dalam Tabel diatas, industri domestik telah mengalami kerugian serius, dimana telah terjadi penurunan pangsa pasar industri domestik, peningkatan persediaan (inventory), pengurangan tenaga kerja, penurunan kapasitas terpakai , serta kerugian financial (financial losses) yang diakibatkan oleh jumlah dan tingkat kenaikan impor secara absolut. Penjelasan diatas merupakan gambaran industri dalam negeri sebelum dilakukannya safeguard, lebih tepatnya merupakan rentang waktu diadakannya penyelidikan oleh KPPI antara rentang tahun 2005-2008 (Semester 1). Dapat
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
95
dilihat bahwa meskipun konsumsi nasional mengalami peningkatan dari 100 (indeks) pada tahun 2005 menjadi 111,82 (indeks) pada tahun 2007, akan tetapi industri domestik tidak dapat meningkatkan pangsa pasarnya karena tidak mampu bersaing dengan barang impor,sehingga mengakibatkan meningkatnya persediaan. Selain itu telah terjadi pengurangan tenaga kerja dari tahun 2005 sebanyak 100 (indeks) orang menjadi 61 (indeks) orang pada tahun 2007. Untuk mengemukakan hasil pencapaian yang telah diperoleh, peneliti tidak dapat menjabarkannya dalam bentuk indikator kerugian seperti tabel 5.5 diatas, hal ini dikarenakan data tersebut harus dikumpulkan dari semua industri paku di Indonesia dan peneliti memiliki keterbatasan untuk hal itu. Disini peneliti akan mengemukakan hasil pencapaian penerapan BMTP dalam bentuk umum untuk menggambarkan apakah BMTP cukup efektif dalam memulihkan kerugian industri dalam negeri. Hasil pencapaian yang berhasil dicapai dalam penerapan BMTP impor produk paku ini terkait dengan keefektifan untuk memulihkan kerugian industri dalam negeri adalah sebagai berikut: 1.
Kondisi produsen dalam negeri menjadi lebih baik, salah satunya adalah utilisasi kapasitas meningkat sekitar 30% dari utilisasi kapasitas sebelumnya
2. Terjadi penambahan pabrik baru dengan kapasitas per tahun yang cukup signifikan 3. Produsen dalam negeri telah mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja Seperti yang sudah disebutkan diatas terdapat 3 pencapaian secara umum yang secara langsung membuktikan keefektifan penerapan BMTP terhadap impor paku untuk memulihkan kerugian industri dalam negeri. Pencapaian yang pertama adalah produsen dalam negeri menjadi lebih baik, hal ini dapat dilihat dari jumlah utilisasi produsen dalam memproduksi produknya yang mengalami penaikan, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Lisbeth T Hutagalung sebagai berikut: “Indikator sukses atau tidak sukses itu dari utilitas. Utilitas adalah jumlah produksi terhadap kapasitas produksi keseluruhan” (wawancara dengan Lisbeth T. Hutagalung, 8 Mei 2012)
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
96
Sebelum diterapkannya safeguard, yaitu ketika lonjakan impor paku sudah mendera pasaran Indoensia, kapasitas produksi industri paku dalam negeri turun menjadi 30%. Penurunan ini terasa sangat drastis dikarenakan kapasitas produksi nasional rata-rata sekitar 70-80% dari utilitas mesin. Hal ini diungkapkan oleh Ario N. Setiantoro sebagai berikut: “Produsen dalam negeri yang bertahan kapasitas produksinya tinggal 30% dari yang biasanya kami bisa produksi sekitar 70%-80% dari utilitas mesin, turun menjadi 30%. Sementara paku impor grafiknya juga naik itu harus ada faktor-faktor itu. Yang paku impor naik sedangkan yang dalam negeri turun produksinya” (wawancara dengan Ario N Setiantoro, 23 Mei 2012)
Setelah diterapkannya safeguard utilitas produksi industri paku di Indonesia lama-lama menjadi pulih. Seperti yang diungkapkan Ario N. Setiantoro bahwa semenjak adanya BMTP utilitas mesin yang tadinya anjlok menjadi 30% sudah meningkat menjadi 70%. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Lisbeth T Hutagalung yang menyatakan dalam 3 bulan pertama setelah diterapkannya BMTP, utilitas produksi nasional naik 10% dan terus berangsur naik kembali hingga utilitas produksinya menjadi 60-70%. “Waktu safeguard pakunya diterapkan dalam waktu 3 bulan utilitasnya bisa naik 10%, karena terutama yang dari China kita kan kolapse nya dari china langsung utilitasnya naik 10%. Kemajuan sekarang ini utility nya sudah 70%, sudah hampir 70% sudah 60% artinya menunjukkan bahwa safeguard ini sudah efektif” (wawancara dengan Lisbeth T. Hutagalung, 8 Mei 2012)
Dari penjelasan diatas jika dihitung, peningkatan utilitas mesin setelah diterapkannya BMTP adalah sekitar 30%. Hal ini dikarenakan utilitas produksi sebelumnya hanya mencapai 30% kemudian naik menjadi 60% - 70%, berarti selisih nya merupakan peningkatan sekitar 30% - 40%. Peningkatan utilitas sebesar 30% dialami secara langsung oleh PT Batraja Wirenindo Utama sebagai
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
97
salah satu industri paku, Du Long, Director PT Batraja Wirenindo Utama menyatakan bahwa peningkatan utilitas produksi yang dialami perusahaannya yaitu sekitar 30 %, “Yaa sekitar segitu, sekitar 30% lah” (wawancara dengan Du Long, tanggal 13 Juni 2012) Namun hal ini tidak sepenuhnya dialami oleh semua industri. Peningkatan utilitas sebesar 30% - 40% yang tergolong besar itu tidak dialami sepenuhnya oleh PT Dunia Metal Works, peningkatan utilitas yang secara langsung dialami oleh industri paku ini hanya sekitar 10%-15%, hal ini seperti yang diutarakan oleh Bambang sebagai berikut: “Gak nyampe lah, utilitasnya paling hanya sekitar 10% -15%. Utilitas ini kapasitas produksi yang tersedia dengan kapasitas produksi yang berjalan. Misalkan kapasitas maksimal kita 1000 terus kapasitas produksi kita 80”. (wawancara dengan Bambang, tanggal 8 Juni 2012) Selanjutnya pencapaian kedua yang terjadi adalah terdapat penambahan pabrik baru dengan kapasitas per tahun yang cukup signifikan. Sebelumnya pada tahun 2005 jumlah industri domestik yang memproduksi paku adalah 34 produsen. Namun setelah terjadi lonjakan impor paku mengakibatkan 10 perusahaan dinyatakan tutup atau berproduksi secara tidak kontinu. Untuk melihat jumlah perbandingan industri paku sebelum dan sesudah terjadinya lonjakan impor dapat dilihat dari tabel 5.5 dan tabel 5.6.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
98
Tabel 5.5 Daftar Industri Paku Sebelum Terjadinya Lonjakan Impor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama Perusahaan Argamas Bajatama Bajaindo Perkasa Batraja Makmur Wiretama Batraja Wirenindo Utama Bumisaka Steelindo Cahaya Logam Diponegoro Dunia Metal Works Gajah Mas Gihon Gunung Gahapi Bahara Gunung Tidar Golgon Harapan Sukses Jaya Ispat Wire Maja Asli Prima New Simo Mulyo Otto Indura Supra Prima Waru Industri Putra Bandar Wiretama Ragam Baja Citrajaya Riasarana Putrajaya Ria Putra Metalindo Roda Mas Baja Intan Roda Mas Mas Baja Inti Samiun Setia Bakti Sidoarjo Universal Metal Works Singa Iron Steel Surabaya Mekarbox Surabaya Wire Surya Perkasa Surya Jaya Sentosa Abadi PT Triputra Jaya
Sumber: IISIA, 2012
Dari data di atas bisa dilihat bahwa industri paku yang ada berjumlah 34 perusahaan. Namun setelah terjadi lonjakan impor paku mengakibatkan 10 perusahaan dinyatakan tutup atau berproduksi secara tidak kontinu. Berikut adalah daftar perusahaan yang dinyatakan tutup atau berproduksi secara tidak kontinu. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
99
Tabel 5.6 Daftar Industri Paku yang Dinyatakan Tutup atau Berproduksi Tidak Kontinu NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
NAMA PERUSAHAAN PT ARGAMAS BAJATAMA CV DIPONEGORO PT GIHON CV GUNUNG TIDAR PT RIA SARANA METALINDO CV SETIA BAKTI PT SIDOARJO UNIVERSAL METAL WORKS PT SURABAYA MEKABOX PT SURYA PERKASA PT TRIPUTRA JAYA
Sumber: IISIA, 2012
Dari tabel diatas kita bisa melihat bahwa lonjakan impor paku ini secara langsung dapat mengakibatkan kerugian pada industri paku dalam negeri yang berdampak pada penutupan sejumlah pabrik paku di Indonesia, namun setelah BMTP atas impor produk paku mulai dijalankan, industri paku di Indonesia semakin mengalami perbaikan struktural. Hal ini terbukti dari bebrapa pabrik paku yang tadinya berproduksi secara tidak kontinu sudah berproduksi secara kontinu seperti misalnya PT Setia Bakti dan PT Sidoarjo Universal. Selain itu terdapat pula beberapa pabrik paku baru yang berdiri seperti misalnya PT Bintang Baru Prima Pratama dan PT Citrajaya Margaprima. Untuk melihat lebih jelas daftar nama-nama industri paku di tahun 2012 ini dapat dilihat dalam tabel 5.7 berikut ini :
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
100
Tabel 5.7 Daftar Industri Paku Tahun 2012 No
Nama Industri Paku
1
Baja Indo Perkasa, CV
2
Batraja Makmur Wiratama, PT
3
Batraja Wirenindo Utama, PT
4
Bintang Baru Prima Pratama, PT
5
Bumisaka Steelindo, PT
6
Cahaya Logam, PT
7
Citrajaya Margaprima, PT
8
Dunia Metal Work, PT
9
Gajah Mas, PT
10
Golgon, PT
11
Harapan Sukses Jaya, PT
12
Industri Paku Ulir Marabu
13
Intan Metalindo, PT
14
Ispat Wire Product, PT
15
Jumbo Power International, PT
16
New Simo Mulyo, PT
17
Prima Waru Industri, PT
18
Putra Bandar Wiretama, PT
19
Ragam Baja Citra Jaya, PT
20
Ria Putra Metalindo, PT
21
Ria Sarana Putra Jaya, PT
22
Rodamas Baja Intan, PT
23
Rodamas Baja Inti, PT
24
Samiun, PT
25
Setia Bakti, CV
26
Sidoarjo Universal Metal Works, PT
27
Singa Iron Steel, PT
28
Surabaya Wire, PT
29
Wira Mustika, PT
Sumber: IISIA, 2012
Penambahan pabrik baru juga secara langsung dialami oleh PT Batraja Wirenindo Utama yang mengungkapkan bahwa semenjak dikenakannya BMTP
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
101
ini pabriknya mampu melakukan ekspansi dengan mendirikan pabrik paku baru di Surabaya, hal ini diungkapkan Du Long sebagai berikut: “Kalau setau saya ya yang pasti itu di Surabaya ada 2 pabrik paku dan di Jakarta ada 2 pabrik paku, ini penambahannya selama 3 tahun penerapan BMTP ini kan? Iya sekitar segitu, itu yang saya tau pasti ya, ada beberapa yang saya tau tapi saya kurang tau pasti jadi tidak saya sebutkan. Salah satu pabrik di Surabaya itu pabrik saya, jadi saya melakukan ekspansi ke Surabaya.” (wawancara dengan Du Long, 13 Juni 2012)
Selain itu hasil yang diperoleh BMTP adalah sejumlah perusahaan dapat memperluas wilayah distribusinya serta mampu mengefektifkan pemakaian energi sehingga menjadi percontohan dari kementerian ESDM. Hal ini sebagai yang diutarakan oleh Nikolas Nababan sebagai berikut: “Banyak Pabrik paku yang tadinya sudah mati kembali beroperasi bahkan ada perusahaan-perusahaan baru paku, Selain itu industri paku yang mengalami kerugian sudah bisa mengalami perbaikan. Sebagai contoh salah satu perusahaan mereka menambah dua wilayah distribusi, memperluas maksudnya. Bukan yang tadinya 5 karena impor berkurang jadi 3, ya kedua wilayah tadi menjadi 5 tapi menambah yang tadinya 5 berkurang jadi 3 kembali lagi ke 5 dan ditambahkan lagi 2 dan itu merupakan salah satu contoh. Dan selain itu adalah dalam hal biaya produksi karena mereka itu berhasil efektif dalam menggunakan energi sehingga
mereka
menjadi
percontohan
dari
kementerian
esdm.”
(Wawancara dengan Nikolas Nababan, 25 Mei 2012)
Penjelasan diatas senada dengan yang diungkapkan oleh Ario N. Setiantoro, beliau mengatakan bahwa dampak pengenaan BMTP adalah adanya pabrik-pabrik paku yang sudah berdiri salah satunya adalah 4 pabrik paku China yang melakukan relokasi di Indonesia, kemudian terdapat pula 1 pabrik paku dalam negeri yang berdiri.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
102
Selanjutnya pencapaian ketiga dari penerapan BMTP atas impor produk paku ini adalah produsen dalam negeri telah mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja. Secara langsung hal ini bisa dijelaskan dikaitkan dengan industri paku yang baru berdiri. Industri paku dalam negeri yang baru berdiri akan membutuhkan tenaga kerja untuk melakukan pengoperasian pabrik tersebut, dan secara langsung menambah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam industri paku. Pendirian pabrik paku baru akan memperluas lapangan pekerjaan dan mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Penambahan tenaga kerja dialami oleh PT Batraja Wirenindo Utama, hal ini dikarenakan selain PT Batraja mengalami peningkatan utilitas sebesar 30% yang otomatis membutuhkan tenaga kerja, PT Batraja juga melakukan ekpansi dengan mendirikan pabrik paku baru di Surabaya yang secara otomatis pula menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Hal ini diutarakan Du Long sebagai berikut: “Ya jelas dong, kan utilitas produksi tadi bertambah sekitar 30% kan ya otomatis tenaga kerja juga bertambah. Apalagi dengan saya melakukan ekspansi ke Surabaya itu kan juga membutuhkan tenaga kerja, jadi pasti tenaga kerja bertambah.” (wawancara dengan Du Long, 13 Juni 2012) Terkait dengan penambahan tenaga kerja, PT Dunia Metal tidak mengalami penambahan tenaga kerja, namun hanya melakukan kebijakan penambahan jadwal shift kerja, yang sebelumnya 1,5 shift menjadi 2 shift. Hal ini diungkapkan oleh Bambang sebagai berikut:
Kalo di Dunia Metal Works sama aja tetap sekitar 200 orang tenaga kerja. Paling beda di shift nya aja misalkan tadinya 1,5 shift jadi 2 shift. Sebenarnya sih kita maksimal 3 shift kalo maksimal. Dulu pernah begitu kita pas ekspor tahun 1980-1990 (Bambang, tanggal 8 Juni 2012)
5.1.4 Alternatif Kebijakan untuk Menanggulangi Lonjakan Impor Dari penjelasan diatas, kebijakan BMTP terhadap impor paku termasuk terbukti cukup berhasil dalam menahan lonjakan impor paku dan memperbaiki kerugian yang dialami oleh industri dalam negeri. Kebijakan ini perlu ditinjau lebih lanjut apakah merupakan satu-satunya kebijakan yang paling tepat diantara
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
103
pilihan alternatif lain. Seperti yang kita tahu bentuk tindakan pengamanan tidak hanya dalam bentuk bea masuk tindakan pengamanan saja , melainkan juga terdapat dalam bentuk kuota impor dan gabungan keduanya. Alternatif kebijakan dirasa perlu untuk dianalisis agar bisa menemukan kebijakan yang paling tepat sasaran. Menurut Wilhem S. Kaayo, pengenaan BMTP terhadap impor paku ini dirasa merupakan alternatif yang paling baik. Hal ini dikarenakan jika pemerintah menaikkan tarif bea masuk umum atau Most Favored Nation (untuk selanjutnya disebut dengan “MFN”) tidak akan terlalu berpengaruh mengingat Indonesia sudah menandatangani beberapa perjanjian perdagangan bebas seperti AFTA, AFTA-China dan masih banyak lagi. Terikat dengan perjanjian tersebut, Indonesia tidak boleh untuk mengenakan hambatan tariff maupun hambatan non tariff kepada negara-negara dalam perjanjian. Batasan tariff maupun batasan nontarif akan dikurangi atau bahkan dihapus demi terselenggaranya perdagangan bebas tanpa batas. Jika Indonesia mengenakan batasan tarif dalam bentuk menaikkan tariff bea masuk umum untuk mengatasi lonjakan impor paku, hal tersebut tidak akan tepat sasaran. Hal ini mengingat lonjakan impor terbesar berasal dari negara China dan Malaysia yang merupakan dua negara yang mengikat perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia. Menaikkan tariff bea masuk umum justru akan merugikan negara berkembang lainnya, karena impor paku dari negara China dan Malaysia tetap bisa masuk dengan skema perjanjian bebas tersebut. Hal ini dijelaskan oleh Wilhem S. Kaayo sebagai berikut: “Bisa saja kita menaikkan bea masuk umum hanya saja untuk kasus ini lonjakan impor terbesar dari China dan Malysia, yang sudah terikat dengan perjanjian. Dengan menaikkan bea masuk umum itu tidak akan berpengaruh, karena produk dari Malaysia itu akan masuk dengan skema ATIGA dengan bea masuk 0%, begitu pula dengan China kita terikat dengan AFTA China. Menaikkan tariff MFN akan merugikan negara berkembang lainnya, padahal mereka tidak mengekspor ke kita. Berarti salah satu cara terbaik menahan lonjakan impor adalah dengan tindakan pengamanan” (Wawancara dengan Wilhem.S.Kaayo, 14 Mei 2012)
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
104
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Lisbeth T. Hutagalung bahwa melarang impor menggunakan batasan tarif sudah menjadi larangan, dikarenakan Indonesia sudah menjadi salah satu anggota WTO, oleh karena itu kebijakan non-tarif barrier lah yang paling tepat untuk diterpakan.
Hal ini
diungkapkan sebagai berikut: “Bea masuk sekarang sudah ga efektif lagi, karena sekarang FTA-FTA sudah banyak, jadi artinya sekarang diusahakan non-tarif barrier. Artinya kalo harmonisasi itu kan tariff barrier. Non tariff barrier itu safeguard, anti dumping SNI. Ini yang diijinkan oleh WTO. Karena melarang impor kan sudah gak boleh. WTO itu tidak memperbolehkan negara melarang impor. Jadi yang bisanya dipake non tarif barrier.” (wawancara dengan Lisbeth T. Hutagalung, 8 Mei 2012)
Secara lebih rinci, Nikolas Nababan mengemukakan pendapat yang hampor sama dengan yang dikemukan Lisbeth T. Hutagalung diatas bahwa tidak ada aturan yang mengatur tentang kebijakan lain yang dapat menahan lonjakan impor selain tindakan pengamanan. Hal ini diungkapkan sebagai berikut: “Ini pertanyaan yang menyangkut kewenangan masing-masing pihak. Justru setelah tahun 1994 itu dengan adanya WTO itu tujuan utamanya untuk mengurangi hambatan baik dari tarif maupun non-tarif atau bahkan juga menghilangkannya. Sehingga apabila pertanyaannya apakah ada aturan untuk mengurangi lonjakan impor, secara eksplisit saya bisa bilang tidak ada ya, karena kembali lagi indonesia sebagai negara WTO baik juga negara lainnya harus berpegang kepada dua prinsip utama tadi yaitu MFN dan national treatment dengan memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip utama WTO sendiri untuk mengurangi hambatan tarif atau bahkan menghapusnya (wawancara dengan Nikolas Nababan, 25 Mei 2012)
Selanjutnya Nikolas Nababan juga menambahkan salah satu alasan memilih kebijakan tindakan pengamanan adalah latar belakang terjadinya
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
105
lonjakan tersebut. Seperti misalnya jika lonjakan impor terjadi dikarenakan adanya unfair-trade maka kebijakan yang paling sesuai untuk menahannya adalah dengan melakukan bea masuk anti dumping. Dumping terjadi dikarenakan negara ekportir melakukan penjualan atas produk yang diekpornya dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan penjualan negara tersebut di dalam negerinya sendiri. Lalu untuk kebijakan lainnya seperti SNI atau standarisasi produk paku sudah mempunyai SNI. Namun pada kenyataannya SNI tidak mampu pula untuk menahan lonjakan impor, karena yang diberi batasan di dalam SNI adalah kualitas barangnya, jika barangnya berkualitas dan memenuhi standar SNI, produk paku dari negara lain otomatis akan terus berdatangan. “Jadi kalau saya sih merasa tidak ada alternatif kebijakan yang dapat menahan laju impor, karena meskipun ada peraturan lain seperti misalnya standarisasi atau SNI kalau standarisasi itu Sudah dipenuhi kan akan terus masuk ya” (wawancara dengan Nikolas Nababan, 25 Mei 2012) Selanjutnya jika dibandingkan dengan alternatif tindakan lainnya seperti kuota impor dan gabungan, pilihan bea masuk tindakan pengamanan dirasa merupakan pilihan yang paling tepat. Dalam wawancaranya Lisbeth T Hutagalung mengungkapkan bahwa kuota impor susah diterapkan karena harus berpedoman kepada banyaknya supply dan demand yang mana data keduanya susah diukur dan susah juga untuk diperoleh. “Kalo kuota impor itu agak susah diterapin karena kita harus liat supply demand dalam negeri, tergantung data pokoknya. Susah diterapin. Kajiannya agak susah, dan yang lebih gampang itu safeguard atau antidumping.” (wawancara dengan Lisbeth T Hutagalung, 14 Mei 2012)
Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Nikolas Nababan, beliau berpendapat bahwa pemilihan alternative kebijakan dalam bentuk bea masuk dibandingkan dengan bentuk kuota impor
maupun gabungan adalah dengan
dengan pemikiran praktis. Hal ini seperti yang diungkapkan Nikolas Nababan sebagai berikut.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
106
“Sebenarnya tindakan pengamanan itu ada tiga, dalam bentuk BMTP, kuota impor dan kombinasi. Dan kenapa KPPI lebih memilih BMTP adalah lebih ke pendekatan praktis karena KPPI juga melihat lebih tepat sasaran kalau mengenakannya dalam bentuk bea masuk. Kan karena kalo kuota kan impornya masuknya sekian baru dibatasi, pada dasarnya kan industri dalam negeri sudah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, nah akan lebih baik dikenakan dalam bentuk bea masuk saja.” (wawancara dengan Nikolas Nababan, 25 Mei 2012)
Dari pendapat diatas memang terlihat bahwa kebijakan BMTP impor produk paku ini merupakan kebijakan yang paling tepat dalam menahan lonjakan impor, terbukti dari hasil pencapaiannya yang cukup signifikan mampu menahan lonjakan impor paku. Namun jika kita telusuri lebih lanjut, dampak kebijakan ini hanya bertahan sementara karena permasalahan sebenarnya adalah bukan saja berusaha menahan lonjakan impor, namun bagaimana membuat industri dalam negeri mampu bersaing dengan barang impor sejenis. .Hal ini dikarenakan meskipun untuk saat ini kebijakan ini mampu menahan lonjakan impor produk paku, namun hal itu hanya bersifat sementara karena sebenarnya akar permasalahannya belum diperbaiki, yaitu mahalnya harga bahan baku paku yang mengakibatkan industri dalam negeri kalah bersaing. Hal ini seperti yang diungkapkan Ario N. Setiantoro sebagai berikut: “Karena mau dibolak-balik gimana akar masalahnya itu bahan bakunya kami dapat masih mahal. Sekarang kalo dibandingin wire rod dari dalam negeri dengan wire rod yang dari luar negeri itu lebih murah dari dalam negeri harganya. Ibaratnya di asia tenggara itu masih paling mahal. Ibaratnya bagaimana kami disuruh perang kedepannya, kami punya bedil tapi pelurunya mahal. Itu kembali lagi ke produsennya bagaimana mengefesiensikan masing-masing kami kan punya masalah sendiri-sendiri, di hulu kami punya masalah, di hilir kami juga punya masalah. Yaa begitulah jadi akar masalahnya harus dibenarin lagi. Kami masih bisa sih mempunyai kesempatan untuk memperpanjang safeguard tapi ya percuma diperpanjang
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
107
mungkin cuma kasih napas lagi aja selama 1 tahun 2 tahun tapi ya selama pihak hulunya tidak bisa memberikan kami harga yang bersaing ya sulit. (wawancara dengan Ario N Setiantoro, 23 Mei 2012)
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh DR. Permana Agung Daradjatun M.Sc yang melihat bahwa jika memang industri dalam negeri sudah mampu bersaing, maka lonjakan impor bukan menjadi masalah utama lagi. Pemerintah saat ini dinilai kurang menggali akar permasalahan yang sebenarnya terjadi dan kurang menggali kebijakan industrinya sendiri seperti apa. Hal ini diungkapkan sebagai berikut:
Nah itu berarti kebijakan industrinya apakah dengan penurunan tarif, atau perusahaan yang membuat komoditi itu bisa efisien atau tidak itu menjadi tidak maksimal. Sehingga in the end of the day tiba-tiba kita sadar barang impor begitu banyak. Itu yang maksud saya digali, karena persoalannya, the real problem itu. Kita lihat negara-negara yang establish, jarang sekali pake BMTP dia hanya pake anti dumping jika negara itu nakal. Kalo memang industrinya sudah cukup kuat, dia biarkan itu barang impor bersaing dengan industri dalam negeri. karena yang nantinya menentukan itu kan konsumen, industri dalam negeri bisa bersaing dengan harga yang murah, pasti itu gak akan bisa masuk itu barangnya. Tapi kenapa masuk? Kenapa tiba-tiba dia merengek minta BMTP? Ya itu tadi itu memperpanjang napas tadi. Kebijakan industri tadi yang harus lebih digali” (wawancara dengan DR. Permana Agung Daradjatun M.Sc, 12 Juni 2012)
Dari sudut pandang industri kebijakan yang diharapkan tentu saja tidak lepas dari kebijakan industri itu sendiri yaitu dalam hal ini berhubungan dengan ketersediaan bahan baku. BMTP dianggap sebagai gerbang yang melindungi mereka untuk sementara waktu saja, ketika gerbang dibuka mereka harus siap untuk bersaing kembali dengan produk luar negeri. Salah satu kebijakan yang
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
108
mereka harapkan tidak jauh dari harapan agar bahan baku paku bisa mereka dapatkan dengan lebih murah. Hal ini diungkapkan Bambang sebagai berikut:
Kita sebenarnya dulu pernah diberikan oleh Krakatau steel kebijakan indirect ekspor istilahnya harga lebih murah untuk tujuan ekspor dibandingkan dengan harga untuk dijual dalam negeri. Asal barang itu harus di-ekspor ya, terus ada buktinya seperti PEB, itu tahun 2000-2005 kalo ga salah. Setelah itu gak ada lagi kebijakan itu, makanya kita kalah bersaing dengan China. (wawancara dengan Bambang, tanggal 8 Juni 2012)
Bahan baku menjadi sangat vital karena mempunyai pengaruh sangat besar yaitu sekitar 90-95% dari cost produksi, sehingga perbedaan harga sedikit saja akan menyebabkan harga di pasaran menjadi berbeda dan akan berpengaruh terhadap penjualan. Hal ini diungkapkan Du Long sebagai berikut: “Iya dong itu sangat vital, karena bahan baku itu sendiri pengaruhnya sudah 90-95% dari cost, sisanya labour cost dll itu kecil. Karena kalo beberapa perak saja bedanya berpengaruh” (wawancara dengan Du long, tanggal 13 Juni 2012) Perbedaan harga bahan baku paku di Indonesia dan China membuat para produsen paku ragu jika BMTP terhadap impor paku selesai September 2012 tahun ini. Mereka tidak yakin bahwa industri paku dalam negeri sudah cukup kuat untuk bersaing dengan paku dari negara china yang harganya jauh lebih murah. Hal ini seperti yang diungkapkan Du Long sebagai berikut: “Saya rasa belum bisa industri paku, saya rasa bakal anjlok lagi, soalnya dari awalnya udah mahal wire rod” (wawancara dengan Du long, tanggal 13 Juni 2012) Dari penjelasan diatas bisa kita lihat bahwa penerapan kebijakan BMTP atas impor produk paku ini sebenarnya cukup signifikan dalam menahan lonjakan impor. Namun hal ini hanya akan bertahan sementara jika pemerintah tidak menyelesaikan akar permasalahannya yaitu dalam hal ini adalah harga bahan baku (wire rod) yang tergolong cukup mahal dibandingkan negara lain sehingga produk paku yang dihasilkan industri dalam negeri tidak mampu cukup bersaing dengan produk impor yang harganya jauh lebih murah. Pengenaan BMTP ini dirasa akan
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
109
lebih lengkap dan dampaknya akan bertahan lebih lama jika kebijakan BMTP ini dibarengi dengan kebijakan lain yang mampu membuat industri paku di dalam negeri mampu bersaing dengan industri paku luar negeri. Industri paku di dalam negeri membutuhkan bukan hanya kebijakan yang sifatnya melindungi namun kebijakan yang sifatnya mendorong peningkatan industri kearah yang lebih baik.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan Tahapan implementasi pengenaan bea masuk tindakan pengamanan sama dengan tahapan pengenaan bea masuk impor pada umumnya, yang membedakan hanyalah tambahan pajak yang dikenakan dan dokumen yang dibutuhkan. Kendala yang dialami dalam penerapan BMTP terhadap impor produk paku ini adalah masalah sosialisasi, masih terdapat beberapa importir yang tidak tahu tentang update peraturan terbaru pengenaan BMTP ini sehingga menghambat jalannya proses impor. Dalam implementasi BMTP ini pengawasan dilakukan oleh DJBC dalam bentuk pengawasan preventif, dan oleh BKF dan KPPI dalam bentuk pengawasan represif. Pencapaian yang telah diperoleh adalah lonjakan impor berhasil diredam dengan menurunnya angka impor secara signifikan dan industri dalam negeri mampu melakukan perbaikan struktural dengan pemulihanpemulihan kerugian yang dialaminya. Pengenaan BMTP ini dirasa akan lebih lengkap jika kebijakan BMTP ini didampingi dengan kebijakan lain yang mampu membuat industri paku di dalam negeri mampu bersaing dengan industri paku dari luar negeri.
6.2 Saran 1. Pemerintah sebaiknya membuat peraturan yang jelas mengenai sistem pengawasan penerapan BMTP, siapa instansi nya dan kapan diharuskan melakukan pengawasan. Hal ini dilakukan agar implementasi penerapan BMTP di lapangan berjalan sesuai dengan tujuannya. 2. Kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku ini perlu di dampingi dengan kebijakan lain yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan industri dalam negeri, sehingga industri dalam negeri mampu bersaing dengan industri luar negeri.
110
Universitas Indonesia
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
111
DAFTAR REFERENSI
Buku Barutu, Christhoporus. 2007. Ketentuan Antidumping Subsidi dan Tindakan Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO Bandung : PT. Citra Adutya Bakti Boediono. 1992. Ekonomi Internasional, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 3, Edisi 1. Yogyakarta: BPFE Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara. Jakarta : Rajawali Press Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approach.California: Sage Publication Hady, Hamdy. (2000). Ekonomi Internasional: Buku Kesatu Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia. Halwani, Hendra dan Prijono Tjiptorerijanto. 1993. Perdagangan Internasional: Pendekatan Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: Ghalia Indonesia. Irawan, Prasetya. 2000. Logika dan Prosedur Penelitian: pengantar teori dan panduan praktis penelitian sosial bagi mahasiswa dan peneliti pemula. Jakarta: STIA-LAN Press. KPPI. 2012. Perjanjian World Trade Organization (WTO) Tentang Tindakan Pengamanan (Safeguard). Jakarta: KPPI _____________. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Depok: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Mansury. 1999. Kebijakan Fiskal. Jakarta Yayasan Pendidikan dan Pengkajian Perpajakan _______. 2000. Kebijakan Perpajakan. Jakarta: Yayasan Pendidikan dan Pengkajian Perpajakan Mardiasmo. 2008. Perpajakan edisi Revisi 2008. Yogyakarta : Penerbit ANDI Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif; Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
112
Neuman, William Lawrence. 2006. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Allyn & Bacon. Nugroho, Riant. 2011. Public Policy; Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, Manajemen Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan; edisi 3. Jakarta: Granit Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2006. Metode penelitian kuantitatif: teori dan aplikasi . Jakarta : PT Raja Grafindo persada. Purwito, Ali. 2006. Kepabeanan Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Samudra Ilmu _______. 2010. Kepabeanan dan cukai (pajak lalu lintas barang) konsep dan aplikasi. Jakarta : kajian hukum fiskal FHUI bekerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. 2005. Perpajakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Rosdiana, Haula dan Irianto, Edi Slamet. 2012. Pengantar Ilmu Pajak. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Samuelson, paul. A dan Nordhaus, William D. 1986. Economics 12th ed. Terjemahan: Ilmu Ekonomi, wasana M, Jaka A. Jakarta : Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Subiyantoro, Heru dan Riphat, Singgih. 2004. Kebijakan fiskal: pemikiran, konsep, dan implementasi. Jakarta: penerbit buku kompas. Suharto, Edi. 2006. Analisis kebijakan Publik. Bandung: Alfabet Sujamto. 1989. Aspek-aspek pengawasan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika Surojo, Arif. 2005. Modul Perkuliahan : Pajak Lalu Lintas Barang (Bea Cukai). Tidak diterbitkan Tambunan, Tulus Wijanarko. 2000. Perdagangan Internasional dan Neraca pembayaran. Thoha, Miftah. 1992. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Wahab, Solichin Abdul. 1991. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
113
Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik : teori dan proses, edisi revisi. Jakarta : PT Buku KIta Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus Yogyakarta : CAPS Karya akademis Fatih, Ahmad. (2010). Implementasi Kebijakan Penurunan Tarif Bea Masuk Atas Impor Tepung Gandum Sebagai Instrumen Stabilisasi Harga Tepung Gandum Pada Tahun 2008. Skripsi program Sarjana FISIP UI. Tidak Diterbitkan Jupriansyah, Endy. (2010) Implementasi Kebijakan Penurunan Tarif Bea Masuk Gula Sebagai Salah Satu Instrumen Stabilisasi Persediaan (Stok) Gula Domestik Periode Oktober 2009 s/d Desember 2009. Skripsi program Sarjana FISIP UI. Tidak Diterbitkan Kartika, Dewi. (2008). Analisis Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Atas Impor Barang Tertentu Yang Menyebabkan Kerugian (Injury) Pada Industri Dalam negeri. Skripsi program Sarjana FISIP UI. Tidak Diterbitkan Wahyudin, Irmansyah. (2009). Kajian Usulan Penerapan Safeguard Dalam Rangka Membatasi Impor Tekstil dan Produk Tekstil China. Skripsi program Sarjana FISIP UI. Tidak Diterbitkan
Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, Undang-undang nomor 7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization _________________, Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan _________________, Keputusan Presiden Nomor 84 tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan industri dalam Negeri Akibat Lonjakan Impor _________________, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
114
_________________, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.011/ 2009 Tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Paku _________________, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/MDAG/Per/9/2008 Tentang Surat Keterangan Asal Terhadap Barang Impor Yang Dikenakan Tindakan Pengamanan _________________, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P38/BC/2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Paku Internet Nurmayanti. 2009. Paku & Kawat Impor Kena BM Safeguard. http://industri.kontan.co.id/news/paku-kawat-impor-kena-bm-safeguard. Diunduh pada tanggal 13 Maret 2012 pukul 13.50 Qomariyah, Nurul. 2009. RI Kenakan Bea Masuk Tambahan untuk Paku China dan Malaysia. http://preview.detik.com/detiknews/read/2009/10/07/093516/1216749/4/r i-kenakan-bea-masuk-tambahan-untuk-paku-china-dan-malaysia. Diunduh pada tanggal 12 Maret 2012 pukul 00.25 Triana, Nunik. 2011. Paku Impor Kalahkan Industri Paku Domestik http://nasional.jurnas.com/halaman/15/2011-06-17/173418. Diunduh pada tanggal 12 Maret 2012 pukul 00.04.
Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Tati Anggraeni
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 11 Agustus 1990
Alamat
: Jl. Tebet Dalam IV No: 20 RT: 005 RW: 001, Jakarta Selatan 12810
No. Telepon/HP
: 021-98120147/081519644196
Email
:
[email protected]
Nama Orang Tua Ayah
: Nurkasih
Ibu
: Munawaroh
Riwayat Pendidikan Formal SD
: SD Negeri Tebet Barat 05 Pagi Jakarta
SMP
: SMP Negeri 115 Jakarta
SMA
: SMA Negeri 26 Jakarta
Perguruan Tinggi
: S1 Paralel Ilmu Administrasi Fiskal FISIP UI
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
a. Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) 1. Pertimbangan yang melatarbelakangi dikeluarkannya kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas produk paku 2. Alasan spesifik terjadi lonjakan impor 3. Proses dan tahapan perumusan kebijakan pengenaan BMTP atas produk paku serta pihak-pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 4. Peran KPPI dalam penetapan kebijakan BMTP impor produk paku 5. Acuan besaran tarif dalam BMTP impor produk paku 6. Alasan penetapan negara-negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP impor produk paku. 7. Kendala dalam melakukan perumusan kebijakan pengenaan BMTP atasimpor produk paku 8. Sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dengan mengeluarkan kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 9. Implementasi kebijakan BMTP di lapangan 10. Pencapaian yang telah diperoleh atas pelaksanaan kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 11. Alternatif kebijakan pajak yang lain dalam rangka mencegah lonjakan impor paku 12. Kelebihan dan kekurangan memilih bea masuk tindakan pengamanan dibandingkan dengan kuota 13. Bentuk pengawasan/ monitoring untuk memantau jalannya penerapan BMTP atas impor produk paku
b. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) 1. Pertimbangan yang melatarbelakangi dikeluarkannya kebijakan pengenaan BMTP atas produk paku
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 1 (lanjutan)
2. Proses dan tahapan perumusan kebijakan pengenaan BMTP atas produk paku serta pihak-pihak yang dilibatkan dalam perumusan kebijakan pengenaan BMTP atas produk paku 3. Peran BKF dalam penetapan kebijakan BMTP atas impor produk paku 4. Acuan besaran tarif dalam BMTP impor produk paku 5. Alasan penetapan negara-negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP impor produk paku. 6. Kendala dalam melakukan perumusan kebijakan pengenaan BMTP atasimpor produk paku 7. Sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dengan mengeluarkan kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 8. Implementasi kebijakan BMTP di lapangan 9. Pencapaian yang telah diperoleh atas pelaksanaan kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 10. Alternatif kebijakan pajak yang lain dalam rangka mencegah lonjakan impor paku 11. Kelebihan dan kekurangan memilih bea masuk tindakan pengamanan dibandingkan dengan kuota 12. Bentuk pengawasan/ monitoring untuk memantau jalannya penerapan BMTP atas impor produk paku
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) 1. Sosialisasi pengenaan BMTP atas impor produk paku 2. Tahapan implementasi kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 3. Dokumen yang diperlukan dalam impor produk yang dikenakan BMTP atas impor produk paku 4. Perbedaan untuk negara yang dikecualikan dan yang tidak dikecualikan dari pengenaan BMTP atas impor produk paku 5. Kendala dalam penerapan BMTP atas impor produk paku d. Kementerian Perindustrian 1. Kondisi industri paku di indonesia
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 1 (lanjutan)
2. Perlakuan pajak (bea masuk) terhadap paku dan bahan bakunya yaitu wire rod sebelum adanya safeguard 3. Ketersediaan bahan baku di dalam negeri 4. Ketersediaan produksi paku dalam negeri dalam mencukupi kebutuhan nasional 5. Pertimbangan yang melatarbelakangi dikeluarkannya kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 6. Peran kementerian perindustrian dalam penetapan kebijakan BMTP atas impor produk paku 7. Sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dengan mengeluarkan kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 8. Sosialisasi kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 9. Implementasi kebijakan BMTP atas impor produk paku 10. Pencapaian yang telah diperoleh atas pelaksanaan kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 11. Alternatif kebijakan fiskal/pajak yang lain dalam rangka mencegah lonjakan impor paku 12. Kelebihan dan kekurangan memilih bea masuk tindakan pengamanan dibandingkan dengan kuota impor
e. The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) 1. Perkembangan industri paku di Indonesia 2. Alasan spesifik terjadi lonjakan imporBerapa jumlah konsumsi / penggunaan paku nasional 3. Jumlah paku yang diproduksi di dalam negeri 4. Alasan paku dari china banyak diminati di indonesia 5. Perlakuan pajak (bea masuk) terhadap paku dan bahan bakunya yaitu wire rod sebelum safeguard 6. Pertimbangan yang melatarbelakangi dikeluarkannya kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 7. Peran IISIA dalam penetapan kebijakan BMTP atas impor produk paku
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 1 (lanjutan)
8. Upaya sosialisasi dalam mengkomunikasikan pelaksanaan kebijakan BMTP atas impor produk paku 9. Implementasi kebijakan BMTP atas impor produk paku 10. Pencapaian yang telah diperoleh atas pelaksanaan kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku 11. Kendala pelaksanaan kebijakan penerapan BMTP atas impor produk paku 12. Pendapat mengenai ketepatan pengenaan kebijakan pengenaan BMTP atas impor produk paku untuk melindungi industry dalam negeri 13. Kepuasan dalam penerapan BMTP atas impor produk paku 14. Alternatif kebijakan fiskal/pajak yang lain dalam rangka mencegah lonjakan impor paku 15. Saran dan Kritik terhadap pengenaan BMTP atas impor produk paku
f. Industri Paku 1. Kondisi industri paku nasional saat ini 2. Manfaat yang diperoleh industri paku dari kebijakan BMTP atas impor produk paku 3. Tanggapan dari pihak industri paku mengenai kebijakan BMTP atas impor produk paku terkait dengan keefektifan dalam melindungi industri dalam negeri 4. Kebijakan fiskal/ pajak yang diharapkan oleh industry paku dalam negeri agar dapat bersaing dengan industry paku dari luar negeri 5. Persiapan industry paku dalam negeri menjelang selesainya jangka waktu penerapan bea masuk tindakan pengamanan atas impor produk paku yang akan berakhir 30 september 2012 mendatang
g. Akademisi 1. Pendapat konsep Bea Masuk Tindakan Pengamanan yang akhir-akhir ini marak diterapkan oleh pemerintah 2. Pendapat mengenai ketepatan kebijakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap impor produk paku untuk menahan lonjakan impor paku
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 1 (lanjutan)
3. Pendapat
mengenai
pelaksanaan
kebijakan
bea
masuk
tindakan
pengamanan (BMTP) atas impor paku 4. Pendapat mengenai penerbitan BMTP diantara pilihan alternatif tindakan pengamanan yang lainnya seperti sistem kuota 5. Pendapat mengenai keefektifan kebijakan BMTP untuk produk paku terhadap industri paku dalam negeri
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 2
Narasumber : Nikolas Nababan (selanjutnya disebut “N”) (Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum) dan Poetra Tegoeh Djiwa Satria (selanjutnya disebut “P”) (Staf Inti KPPI) Pewawancara : Tati Anggraeni (selanjutnya disebut “T”) Tempat : Gd. Kementerian Perdagangan Lantai 9 Waktu : Jumat, 25 Mei 2012, 14.16 WIB
N
: Ya Pertama jadi safeguard itu intinya secara garis besar adalah adanya lonjakan impor, adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri terhadap barang sejenis dan tadi yang sebenernya penting yang belum dijelaskan adalah hubungan sebab akibat. Jadi yang mungkin dasar itu menjadi bermanfaat untuk pertanyaanpertanyaan berikutnya, jadi ketiga hal itu harus dipenuhi. Hubungan sebab akibat itu juga termasuk faktor penentu karena kalo hanya ada lonjakan impor atau ada kerugian serius atau ancaman kerugian serius namun bukan disebabkan oleh lonjakan impor, KPPI tidak punya dasar yang kuat untuk melakukan pengenaan pengamanan perdagangan. Ya kalo bisa diminta contohnya seperti masalah investasi sebagainya. Jadi garis besarnya itu safeguard, kalo di indonesia siapa otoritasnya itu betul KPPI yang berdiri sejak tahun 2003 KPPI ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan penyelidikan atas adanya dugaan lonjakan impor yang mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dan sebagainya. KPPI hanya merekomendasikan dan menyampaikan ke menteri perdagangan. Ya di tahap sebelumnya menteri perdagangan akan menyampaikan ke BKF. Sebenarnya bukan menyampaikan ke BKF ya, tapi menyampaikan ke menteri keuangan dimana disaat di menkeu ada rapat pleno untuk membahas keputusan menteri perdagangan. Udah liat peraturan yang sekarang?
T N
: Yang keppres 84 dan PP 34? : Ya jadi kalau dilihat di PP 34 ini sekarang ada namanya kepentingan nasional itu adalah dimana saat ada rekomendasi dari KPPI ke mendag, menteri perdagangan akan meminta pertimbangan ke kementerian yang lain yang terkait dalam rangka membahas kepentingan nasional. Ini artinya berbeda dengan yang dulu. Berbedanya sih mungkin secara substansi sama ya, itu membahas tentang dampaknya tapi kalau dulu itu di menteri keuangan. Mungkin dalam hal ini hanya merupakan informasi penunjang ya
T
:
N
Jadi kalau di keppres 84 dulu yang paku kepentingan nasional ada di kementerian keuangan kalau sekarang di kementerian perdagangan? : Betul tapi pada dasarnya maksud dan tujuannya sama yaitu melihat dampaknya seperti apa. Jadi secara umum ya kita harus mengumpulkan data, jadi latar belakangnya itu sebelum kita mengenakan BMTP atas
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 2 (lanjutan)
produk paku itu kita harus dari tahap awalnya. Di tahap awalnya itu ada lonjakan impor terus pada 5 november atas permohonan dari IISIA KPPI melakukan penyelidikan. Sekitar januari atau februari oktober itu KPPI merekomendasikan pengenaan tindakan pengamanan perdagangan kemudian dikenakan pada oktober 2009. Kalau pertanyaannya pertimbangan dikeluarkannya kebijakan berarti jawabannya adalah atas dasar keputusan menteri perdagangan pada menkeu. Dasarnya menteri perdagangan apa memberikan keputusan tersebut kepada menkeu? Atas dasar KPPI melalui penyelidikan paku dimana terjadi lonjakan impor, adanya kerugian serius dan bahwasanya kerugian impor tersebutlah yang menjadi yang menyebabkan kerugian serius T
N
P
T P
: Apa alasan spesifik terjadinya lonjakan impor? Apakah dikarenakan industri paku tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri? atau karena hal lain? : Kita harus buka laporannya dulu ya. Yang pasti begini lonjakan impor itu kan terjadi dari berbagai aspek ya, yang pertama apakah terjadi lonjakan yang bersifat absolute dan relative dan apa yang menyebabkan terjadi lonjakan yang tidak diduga sebelumnya, jadi aspek yang pertama memang terjadi secara absolute. Jadi kan disini bisa keliatan lonjakannya dan memang ada peristiwa yang terjadi dengan tidak terduga. Nah terus apakah industri dalam negeri memang tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri? nah itu bisa langsung dijawab ya. Safeguard itu salah satu persyaratannya agar bisa diterapkan (mas nya pergi keluar) : Dan ada satu poin lagi yang saya mau tambahkan, BMTP itu adalah instrument untuk pemulihan kerugian jadi dia hanya bisa dikenakan setelah perusahaan itu merugi, jadi bukan untuk pencegahan, jadi kayak disinyalir kan rugi kita gak bisa. Kita harus rugi dulu keliatan baru kita action, kita gak bisa langsung memperkirakan gitu. Sebenarnya gini untuk informasi kami hanya bisa memberikan yang sifatnya publish tapi kalau sifatnya non-publish harus ada persetujuan dulu dari pimpinan : Kalo setelah diimplementasikan gini mas ada gak sih ibaratnya pengawasan, evaluasi? : Ohiya ada namanya monitoring, jadi kita setelah pengenaan ada yang namanya monitoring, nah ini hasil monitoring kita (menunjuk ke kertas slide)
T P
: Biasanya dilakukannya kapan tuh mas? : Biasanya setahun setelah pengenaan, jadi misalnya dikenakan tahun 2009 ya di 2010 itu monitoring tapi itu melihat dari anggaran nya juga dan persetujuan pimpinan juga, jadi ya gak bisa langsung secara teori di 2009 dikenakan di 2010 harus monitoring, gak mesti. Tapi minimal setahun setelah pengenaan
T P
: Itu dalam bentuk apa? : Kita memberi kuesioner ke produsen pakunya mengenai kondisi nya setelah pengenaan, semacam survey lah yah, dan mendapatkan jawaban.
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 2 (lanjutan)
N
T N
Lalu kita visit kesana untuk menyakan secara langsung, jadi kita bisa mendapat kesimpukan dari data-data yang kita peroleh seperti ini : Dan memang hasil monitoring, saya sempet ikut memang safeguard ini efektif untuk memulihkan kerugian, dimana informasi banyak kita peroleh pabrik paku yang tadinya sudah mati kembali beroperasi bahkan ada perusahaan-perusahaan baru paku, selain itu industri paku yang mengalami kerugian sudah bisa mengalami perbaikan. Sebagai contoh salah satu perusahaan mereka menambah dua wilayah distribusi, memperluas. Bukan yang tadinya 5 karena impor berkurang jadi 3, ya kedua wilayah tadi menjadi 5 tapi menambah yang tadinya 5 berkurang jadi 3 kembali lagi ke 5 dan ditambahkan lagi 2 dan itu merupakan salah satu contoh. Dan selain itu adalah dalam hal biaya produksi karena mereka itu berhasil efektif dalam menggunakan energi sehingga mereka menjadi percontohan dari kementerian esdm. Jadi untuk pertanyaan no 2 memang terjadi lonjakan impor, waktu itu terjadi over capacity secara global terus menyebabkan peningkatan export ke indonesia, karena indonesia merupakan salah satu pasar yang dituju. Terus Apakah industry dalam negeri memang tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri? Bisa tentunya, jadi pada dasarnya itu agreement on safeguard pada dasarnya itu diatur pasal 4 paragraf 1 c , tentang major proposition. Jadi kalau kita baca di kalimat terakhir “…constitutes a major proportion of the total domestic production of those products.” Jadi intinya itu adalah untuk menanggapi pertanyaan kedua bagian kedua apakah produksi dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri? Tidak mereka bisa memenuhi kebutuhan namun pasarnya direbut karena impor, kenapa saya merujuk ke article 4 paragraf 1 c karena diatur disitu bahwasanya itu mereka dapat dikatakan industri dalam negeri dalam safeguard apabila sudah memnuhi persyaratan apabila sudah memenuhi major proportion, latar belakang dari major proportion ini si industri dalam negeri atau si pemohon atau yang mewakili dalam penyelidikan harus mewakili barang sejenis atau barang yang secara langsung terkait di dalam negeri. Paham tidak? : Contohnya bagaimana? : Contohnya ini misalnya perusahaan paku IISIA mereka ini 79,5 % dari total produksi nasional paku-paku berarti mereka memenuhi persyaratan, artinya apa, kan jadi dia ini harus bisa mewakili industri dalam negeri. Sebagai contoh misalnya perumpaan pengandaian kan safeguard ini dikenakan kepada seluruh negara kan di WTO itu ada tiga ya, anti dumping, imbalan, dan safeguard. Kalo untuk anti dumping tidak seluruh negara hanya per perusahaan dan dikenakan kepada perusahaan yang menyebabkan anti dumping dan ini berbeda dengan safeguard. Safeguard ini dikenakan terhadap seluruh negara,berarti kalo memang biaya impornya tinggi dimana dapat menyebabkan imporimpor yang masuk itu berkurang dari negara lain, kan harus ada yang bisa memasok kebutuhan dalam negeri. Nah harus industri dalam negeri lah yang memenuhi kebutuhan dalam negeri, jadi harus major proposition, jadi dalam hal ini adalah IISIA yang adalah asosiasi bisa mewakili industri paku dalam
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 2 (lanjutan)
negeri sehingga memang kalau nanti dikenakan ada permintaan di dalam negeri, industri dalam negeri dapat memenuhinya. Jadi kalo untuk menanggapi pertanyaan kedua bagian kedua bukan itu yang menyebabkan lonjakan impor, namun karena memang lonjakan impor terjadi karena adanya over capacity dan sebagainya. Terus yang bagian ketiga apakah spesifikasi yang dibutuhkan berbeda? Tidak boleh berbeda, ini juga menurut klasifikasi. Justru klasifikasi ini sangat penting. Karena di art 2 par 1 dinyatakan “… that produces like or directly competitive products” jadi pada dasarnya kalo kita ingin mengenakannya itu harus like product jadi untuk mengenakannya itu pembuktian awal kalau produk itu memang sejenis dan di penyelidikan akhir barangnya memang sejenis jadi memang dikenakan. T N
: Apa Peran KPPI dalam penetapan kebijakan BMTP paku? : Pada dasarnya kita sudah tidak ada peran,dalam penetapannya ya, tapi dalam proses kita ada peran sampai rekomendasi. Betul jadi peran KPPI adalah melakukan penyelidikan dan memberikan rekomendasi. Tapi dalam hal penetapan setelah mendag menyampaikan ke menkeu pada saat itu sudah dibawa ke pemerintah. Pada waktu itu masih merujuk ke Keppres kalo di pp 34 skrg di menteri perdagangan. Kalo dulu adalah mendag ke menkeu diadakan “national interestnya” kalo sekarang di mendag-lah akan dibahas dan akan disampaikan ke menkeu. Tapi ini kan berbicara mengenai paku ya jadi sebenernya peran KPPI sudah tidak ada di bidang penetapan, karena KPPI tugasnya hanya menyelidiki. Kita itu istilahnya hanya memotret apakah ada lonjakan impor, apakah ada kerugian dan apakah lonjakan impor itu yang menyebabkan kerugian. Dan makanya itu kita hanya merekomendasikan, kita tidak menetapkan. Jadi sebenarnya dalam hal penetapan itu sudah di pemerintah, waktu itu dibawah kewenangan menteri keuangan untuk kasus paku. Jadi analogi nya untuk sekarang ada yang mengajukan tentang plastik, KPPI inisiasi penyelidikan yang tadi, semua prosedurnya udah kita merekomendasikan kepada menteri perdagangan, 30 hari kerja sejak diterima rekomendasi dari KPPI harus sudah membuat keputusan. Di dalam 30 hari kerja itu menteri perdagangan harus menyelenggarakan pertimbangan dalam tangka kepentingan nasional nah dimana juga dalam rapat kerja itu mendag akan meminta pendapat2 dari menteri 2 terkait. Sebagai contoh misalnya plastik berarti perindustrian itu diminta pertimbangan. Menkeu dimintai pertimbangannya di kemendag, dan atas hasil pertimbanagn itu mendag akan menmutuskan suatu keputusan misalnya untuk mengenakan tarifnya sejumlah berapa persen. Nah nanti kementerian keuangan ada 30 hari kerja eh memberikan penetapan aja sudah tidak diotak-atik lagi.
T P
: Terus mas untuk acuan besaran tariff mas siapa yang menentukan? : Itu dari KPPI, latar belakangnya dari KPPI atas dasar rekomendasi KPPI. Yang pasti besaran tariff itu kita melihat dari harga barang dalam negeri dengan harga barang impor itu kita perbandingkan lebih dahulu kan, terus kita lihat dulu nih mana yang lebih murah. : Nah pokoknya nih kita acuannya dari lonjakan impor nih, dari lonjakan
N
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 2 (lanjutan)
impor ini ada industri yang rugi berarti kan ada pangsa pasar yang direbut, kemudian kita lihat nih impor ada pangsa pasar yang direbut ini kita lihat dari berapa yang kerebut2 berapa yang seharusnya menjadi potensi dalam negeri yang tidak dapat digunakan, nah itu yang menjadi acuan KPPI. Nah kemudian mendag itu menyampaikan kepada menkeu, dalam rapat itu membahas dampaknya baik terhadap hulu maupun hilir. Jadi yg menjadi acuannya KPPI lonjakan impor yang pangsa pasarnya kerebut itu dari KPPI, nah dari pemerintah itu akan melihat apakah cukup, harus dikurangi atau dinaikkan karena harus melihat dampaknya ke hulu maupun ke hilir. Sudah melihat PP 34? Jadi begini, untuk melihat ini secara substansi apa yang menjadi acuan tariff itu bisa melihat di PP no 34 di penjelasannya tentang pertimbangan nasional karena intinya maksud dan tujuannya sama T N
: Tapi pas paku ditetapkan belum ada PP no 34 kan ya? : Iya belom tapi maksud dan tujuannya tetap sama meskipun waktu itu belum dirumuskan. Jadi begini contohnya 81 ayat 1 huruf a mempertimbangakn eksistensi industri pemohon dalam. Saya print-in dulu deh (meninggalkan ruangan)
T
: Berarti meskipun PP no 34 ini belum ada pertimbanagan nasional ini udah ada? : Iya jadi ini bisa ada karena ada pengalaman2 sebelumnya termasuk dalam paku itu. Jadi pp ini sebenernya intinya sama cuma ada tambahan penyempurnaan2 supaya industri dalam negeri lebih cepat diselamatkan dalam hal ini lebih banyak mengatur waktu
P
T P
: Perbedaanya lebih banyak mengatur waktu? : Iya perbedaanya Cuma mengatur waktu agar lebih cepet, kayaknya kalau dulu kita kelihatan menindaknya lama, karena berdasarkan keppres kita emang gak bisa untuk lebih cepet lagi tapi akhirnya dirumuskan lagi dibahas lagi
T
: Tapi ini yang tentang pertimbangan nasional di keppres sebelumnya sudah ada? : Ooh iya kalo ini pasti ada di sebelumnnya, cuma mekanisme aja yang berbeda di kemendag dan di menkeu. Kalo dulu mendag kan Cuma mengusulkan terus keuangan godok dulu baru diputusin. Tapi kita kalau sekarang dikebelakangin penggodokannya. Penggodokannya di perdagangan biar cepet.
P
T P
: Terus dari waktunya disini ditetapkan tapi kalau sebelumnya tidak ada jangka waktu? : Ada juga sih jangka waktunya tapi mekanisme nya aja yang berbeda agar lebih cepat. Untuk acuan besaran tariff karena itu kan juga dampaknya ke penetapan, walaupun saat itu meskipun belum tersurat tapi sudah tersirat, nah itu hal-halnya sama kayak disitu tadi eksistensinya
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 2 (lanjutan)
T N
T N
P
T P
N
T N
: Apa pertimbangan KPPI menggunakan besaran tariff dengan bentuk advolorum? : Ya jadi pada dasarnya besaran tarif itu memang temuan kami di lapangan adalah spesifik. Terus terang ini juga merupakan suatu pertanyaan, coba bisa dikasih note aja mas, ini harus kita telusuri lebih lanjut terlebih dahulu. : Lalu kendala dalam penyelidikan tadi ada tidak? : Kalo dalam penyelidikan saya susah juga jawabnya, itu harus ditelusuri lebih lanjut. Tapi secara umum sebenarnya bukan kendala sih ada beberapa hal yang membutuhkan waktu, jadi data kinerja, jadi kalo dilihat di peraturan ada data-data yang harus dilengkapi. Secara umum jika data2 itu ditunjukkan secara cepat kita juga akan bergerak dengan cepat. Karena terkadang perusahaan itu menyampaikan data bukan sesuai dengan yang dimaksud, contohnya ada perusahaan A yang memproduksi pulpen, pensil, rautan. Jadi misalnya yang terjadi lonjakan impor itu pulpen, nah berarti datanya nanti harus dipisahkan antara pulpen, pensil dan rautan. Nah itu butuh waktu kan. Jadi sebenernya bukan kendala dalam hal negatif sih tapi ini bukan hal yang umum ya. : Kemudian juga uraian barang, barang ini harus sesuai dengan yang terkena lonjakan impor. Jadi dasar penyelidikan kita adalah HS code, uraian barang. Beberapa yang kita selidiki itu uraian barangnya itu lainlain. Jadi sebisa mungkin kita menguraikan barangnya se-spesifik mungkin agar sesuai dengan barang yang dimaksud. Itulah kenapa harus ada uraian barang dan itu yang membuat ribet, karena salah menguraika itu salah mengimplementasikan, jadi harus berhati-hati dengan uraian barang. : Apakah tujuan adanya safeguard? : Memulihkan kerugian akibat dari lonjakan impor, tujuannya supaya industri dalam negeri pulih dari kerugian nya dan bisa melakukan pemulihan structural sehingga dia bisa bersiang kembali setelah pengenaan ini selesai. Tujuannya yang utama adalah memulihkan kerugiannya terlebih dahulu terus sasarannya supaya dia mempunyai daya saing. : Sebenarnya yang dikemukakan pak putera ini benar tapi yang harus diperhatikan itu merupakan faktor yang penting tapi tujuan utamanya dari BMTP adalah memberi waktu untuk industri dalam negeri. adanya BMTP itu agar industri dalam negeri itu bisa pulih dari kerugian adalah karena dengan adanya BMTP dengan waktu 4 tahun memberikan napas ke industri dalam negeri untuk melakukan penyesuaian sehingga mereka dapat memperbaiki kinerjanya. Dia bisa melakukan cara dia untuk bisa bersaing kembali. : Terus bagaimana implementasinya di lapangan, apa saja pencapaian yang diperoleh? : Impornya menurun, kita bisa lihat data impor sampai tahun 2011. Jadi bagaimana implementasinya, setiap barang impor masuk oleh bea cukai
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 2 (lanjutan)
akan dikenakan bea masuk tambahan dari bea masuk umum untuk semua negara asal barang kecuali untuk negara yang dikecualikan di PMK, sehingga impornya menjadi menurun. T N
: Ini munculnya lonjakan impor dari tahun berapa ya mas? Dari 2008 aja apa sebelum itu? : Dari tahun 2005 semakin naik. Sedangkan KPPI menerima pengaduannya itu di tahun 2008
T N
: Waktu penyelidikannya waktu itu berapa tahun? : Gak jadi penyelidkikannya itu tidak sampai 1 tahun ya, 6 bulan ya. Cuma pengenaannya itu prosesnya itu berjenjang.
T
: Pencapaiannya ini kan ada penambahan dua pabrik paku yang cukup signifikan, ini ada namanya gak mas? : Sekali lagi kami harus meminta ijin pimpinan apakah informasi ini dapat disampaikan, namun sekali lagi ini juga mendapat informasi dari IISIA dan kita juga memonitor ke perusahaannya langsung dan mereka menyatakan hal-hal yang demikian, ajdi sekarang tinggal perijinannya saja apakah boelh disampaiakan atau tidak
N
T P
: Selain PMK ini adakah peraturan lebih lanjutnya? : Ada permendag, harus ada surat certificate of origin itu asalnya dari mana. Jadi kan BMTP ini diterapkan untuk seluruh negara tapi dikecualikan dari negara2 berkembang yang impornya tidak lebih dari 3 % dimana kita bisa bilang dari Malaysia dari Vietnam, itu dari certificate of origin. Certificate of origin ini untuk mem-verifikasi di lapangan. Jadi untuk negara berkembang yang dibawah 3 % itu tidak kena, kecuali negara maju seperti misalnya swiss, jerman dll itu udah pasti kena semua meskipun mereka dibawah 3%, toh mereka impornya gak banyak kan. Jadi sebetulnya BMTP ini kalau kita bisa sedikit analisia ya untuk membatasi negara-negara yang sering impor. Sebetulnya sih intinya sih itu untuk mengerem impor, karena kita tidak boleh menutup impor karena kita sudah terlanjur menandatangani perjanjian WTO itu. Dagang bebas kemana saja boleh, kita tidak boleh mengasih batasan2, tapi karena kita negara berkembang, teknologi aja masih kalah, ya bolehlah kita dikasih instrument untuk melindungi industri dalam negeri.
T P
: Lalu mas pihak-pihak yang terlibat di BMTP itu djbc saja ya mas? : Sebenarnya yang implementasi itu yang paling banyak djbc, namun sebenarnya semua kementerian terkait itu bisa sebenarnya, mereka bisa untuk memberikan saran- saran. Sebenernya bisa-bisa saja tapi dalam action nya lebih banyak djbc
T N
: Kapan importir dilibatkan secara langsung? : Importir itu dilibatkan atau diundang saat hearing di KPPI, dengar pendapat.
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 2 (lanjutan)
T N
T
N
T N
: Ada atau tidak alternative kebijakan lain untuk mencegah lonjakan impor? : Ini pertanyaan yang menyangkut kwenangan masing-masing pihak. Justru setelah tahun 1994 itu dengan adanya WTO itu tujuan utamanya untuk mengurangi hambatan baik dari tariff maupun non-tarif atau bahkan juga menghilangkan. Sehingga apabila pertanyaannya apakah ada aturan untuk mengurangi lonjakan impor, secara eksplisit saya bisa bilang tidak ada ya, karena kembali lagi indonesia sebagai negara WTO baik juga negara lainnya harus berpegang kepada dua prinsip utama tadi yaitu most favourite nation (MFN) dan national treatment dengan memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip utama WTO sendiri untuk mengurangi hambatan tariff atau bahkan menghapusnya. Dimana anegara nggota harus memperlakukan negara anggota lainnya sebagai negara sendiri dan harus memperlakukannya sama dengan negara lainnya, secara eksplisit tidak ada pearuran untuk menahan lonjakan impor itu satu. Kedua kalau memperbandingkan beberapa agreement, BMTP in fair trade bukan unfair trade, bahkan untuk yang unfair trade aja saya rasa gak ada kebijakan lain yang mengatur “lo impor ga boleh dating” karena pada dasarnya itu WTO tadi, dengan adanya WTO itu tujuan utamanya mengurangi hambatan non tariff dan tariff dan emnguranginya agar meningkat kegiatan ekspor impor, namun WTO juga melihat adanya potensi-potensi yang tidak diinginkan sehingga dibuatlah suatu peraturan pengecualian sehingga dibuatlah peraturan safeguard agreement. Jadi kalau saya sih merasa tidak ada alternatif kebijakan yang dapat menahan laju impor, karena meskipun ada peraturan lain sperti misalnya standarisasi atau SNI kalau standarisasi itu Sudah dipenuhi kan akan terus masuk ya? : Terus mas kan bentuk tindakan pengamanan itu ada dua ya mas? Dalam bentuk kuota dan BMTP. Nah itu kenapa KPPI memilih BMTP diantara alternative yang lain : Sebenarnya tindakan pengamanan itu ada tiga, dalam bentuk BMTP, kuota impor dan kombinasi. Dan kenapa KPPI lebih memilih BMTP adalah lebih ke pendekatan praktis karena KPPI juga melihat lebih tepat sasaran kalau mengenakannya dalam bentuk bea masuk. Kan karena kalo kuota kan impornya masuknya sekian baru dibatasi, pada dasarmya kan industri dalam negeri sudah mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, nah akan lebih baik dikenakan dalam bentuk bea masuk saja. : Apakah dilakukan monitoring? : Pertama monitoring dulu, monitoring ini latar belakangnya kayak lebih seperti evaluasi atau review. Kenapa diatur bisa dilihat di buku ini halaman 24 nomor 4 baris ke7. “ If the duration of the measure exceeds thre years, the member applying such a measure shall review the situation not later than than the mid-term of the measure and, if appropriate, withdraw it or increase the pace of liberalization” jadi review atau monitoring berdasarkan mandatory itu yang wajib itu jikalau anda menggunakan pengenaan BMTP lebih dari 3 tahun maka wajib
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 2 (lanjutan)
melakukan review atau monitoring, review itu kan merupakan salah satu bentuk monitoring yah. Jadi itu satu dulu yang wajib, jadi pengenaan KPPI kami selama ini melihat yang tepat itu pengenaannya itu selama tiga tahun, tiga tahun ini kan berarti ga wajib, berati diberikan diskresi kepada otoritas dalam hal ini KPPI. Kalau dalam hal ini KPPI mengenakan dalam hal ini monitoring minimal 1 tahun setelah dilaksanakan. Setelah pengenaan tersebut apa saja yang sudah dilakuakan industri dalam negeri dan bagaiamana kinerjanya, apakah makin baik atau tidak. T N
T P T
N T N
T
N
: Terus ada kajian gak mas, gak cuman KPPI sih mas, lebih kepada kajian bersama antara KPPI dengan instansi2 yang terkait? : Ya itu kajian dari KPPI ,karena kan kita bergerak berdasarkan peraturan ya, nah berdasarkan pp 34 kalau yang 4 tahun iya akan kita umumkan materi itu akan kita umumkan dan sebagainya2. Kalo 4 tahun ini akan diperpanjang iya, tapi kalau mandatory tidak, cuman KPPI melakukan hanya evaluasi saja : Kalau mau perpanjang bagaimana syaratnya?bagaimana prosesnya? : Dilihat dulu bagaimana lonjakannya : Nah kan pengenaan BMTP ini kan untuk menahan lonjakan impor, berarti secara langsung impornya turun kan mas, terus industri ini ingin mengajukan perpanjangan BMTP, itu bagaimana? : Ya tidak bisa : Berarti perpanjangan itu bisa dilakukan jika memenuhi persyaratan yang tadi diawal? : Iya jika memenuhi persyaratan yang tadi diawal. Asumsinya secara teoritis secara umum iya karena lonjakan seperti yang saya bilang tadi ada yang berbentuk absolute ada yang berbentuk relatif. Ini hipotesa secara umum, bisa saja secara hipotesa impor turun tapi mungkin saja ada dari perusahaan-perusahaan yang membuktikan, ya impornya turun tapi produksi kita juga turun, ini secara hipotesa tidak dianalogikan terhadap kasus paku. : Jadi mungkin begini mas, tadi kan dikatakan kalau BMTP ini dikenakan untuk memberi napas industri dalam negeri untuk melakukan penyesuaian struktural selama tiga tahun, nah mungkin saja industri dalam negeri merasa jarak yang diberikan terlalu sempit jadi jika sudah tiga tahun dan BMTP sudah habis akan terulang kondisi yang sama, maka dari itu mereka meminta perpanjangan. Itu pertimbanaganpertimbanagan itu bisa gak sih mas? : Bisa cuman makanya harus kembali lagi ke peraturan, peraturan itu menyatakan harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang awal lagi, memang harus dibuktikan. Tapi nanti bisa dilihat setelah paku ada keramik tableware yang diperpanjang pengenaanya, karenanya harus dilihat lagi ya nanti. Selain itu harus ada permohonan dari industri, kalau tidak ada permohonan dari industri untuk diperpanjang ya tidak bisa.
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 3
Narasumber : Wilhem S. Kayo (selanjutnya disebut “W”) (Kepala Subbidang Tarif Khusus) Pewawancara : Tati Anggraeni (selanjutnya disebut “T”) Tempat : Gedung Badan Kebijakan Fiskal Lantai 6 Waktu : Senin, 14 Mei 2012, pukul 08.43 WIB
W : Oke Sebelumnya mekanismenya begini, ada keluhan dari industri dalam negeri adanya lonjakan impor atas produk paku yang dihasilkan oleh industri dalam negeri. Atas keluhan tersebut mereka mengadukan ke KPPI, atas lonjakan tersebut mereka dirugikan karena pangsa pasarnya berkurang dan rugi secara financial karena produk mereka tertumpuk digudang tidak dapat dijual dan sebagainya, itu mekanismenya yang pertama. Kemudian berdasarkan pengaduan tersebut kemudian KPPI menyelidiki melihat data apakah benar terdapat lonjakan impor kemudian apakah ada terjadi kerugian terhadap industri yang mengadu tersebut yaitu industri paku dalam hal ini. Kemudian menentukan adanya hubungan kausal antara lonjakan impor dan kemudian berdasarkan penyelidikan tersebut terbukti mereka merekomendasikan ke kemendag untuk mengusulkan pengenaan BMTP. Kemudian kementerian perdagangan mengusulkan ke kementerian keuangan untuk dikenakan BMTP. Kemudian proses di dalam kementerian keuangan dilakukan di BKF. Ini penyelidikan nya dilakukan melalui Keppres 84 tahun 2002. Di PMK 151 itu mbak liat di konsideren mengingat di bagian ketiga disana penyelidikannya yaitu Keppres No 84 tahun 2002. Penetapan oleh menteri keuangan itu di UU no 10 tahun 1995 itu yang telah diubah dengan UU no 17 tahun 2006 nah di salah satu pasal disana pasal 23D ayat 2 itu di konsideran ada itu kewenangan untuk menetapkan ada di menteri keuangan karena itu terkait dengan bea masuk dan bea masuk itu terkait dengan fiskal, penerimaan negara dan itu terkait dengan kementerian keuangan. Walaupun yang harus dicatat bahwa pengenaan BMTP itu tidak sepenuhnya instrument fiskal, karena kita itu tidak mencari pemasukan dari BMTP, itu lebih kepada tujuan pengamanan industri dalam negeri karena barang impor lebih mahal dan produiksi dalam negeri jadi kuat daya saingnya tujuannya itu , walaupun nanti efeknya ada penerimaan negara disana tapi itu bukan tujuannya. Dan memang bukan menteri keuangan yang menyelidiki, oh itu ada produk impor selidiki, bukan itu tidak seperti pajak yang kita ada program intensifikasi pajak, ekstensifikasi pajak kemudian cukai dan seperti itu. Ini khusus untuk melindungi industri dalam negeri, namun karena memang penetapannya merupakan kewenangan kementerian keuangan itu sesuai UU maka penetapannya oleh menteri keuangan. Proses di BKF berdasarkan disposisi dari menteri keuangan itu dikaji, kajian nya itu terkait dengan kepentingan nasional. Yang perlu diingat disini kita tidak men-challenge hasil penyelidikan KPPI kita terima
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 (lanjutan)
itu karena mereka itu bagian dari pemerintah meskipun mereka independen namun mereka bagian dari pemerintah kita. Tidak menanyakan lagi kenapa dia rugi kenapa dia ini kenapa itu, kita tidak challenge lagi. Kita punya data sendiri, mereka punya data sendiri kita tidak seperti itu karena kita menggunakan data yang sama yaitu data dari BPS yaitu data impor. Kita tidak men-challenge seperti wah ini salah nih hitungan KPPI , kita tidak seperti itu, kalau kita seperti itu kita seperti berkelahi dengan diri sendiri karena mereka juga bagian dari pemerintah. Kita percayakan kepada mereka. Nah bagian dari kita adalah kepentingan nasional yaitu kita melihat dampak BMTP ini yang pertama terhadap pengguna paku di dalam negeri karena bea masuk pertama ini adalah besar sekali ya yaitu 150% rata-rata, artinya paku yang diimpor dengan harga 100 perak akan dijual dengan harga 250 perak, artinya paku impor jauh lebih mahal disbanding paku didalam negeri. Artinya kita dengan bahasa lain kita melarang import karena kita tidak bisa melarang impor sesuai ketentuan WTO. Yang bisa kita lakukan adalah membatasinya,. Yang dilakukan oleh KPPI yaitu adalah menghitung berapa bea masuk yang dapat mengobati injury yang ditimbulkan. Kita kembali lagi tidak menchallenge hasil penyelidkikan KPPI. Tadi dijelaskan bahwa yang dilakukan disini adalah melihat kepentingan nasional. Apakah industri di dalam negeri dengan dihambatnya impor dengan BMTP, supply di dalam negeri cukup gak, jangan sampai BMTP ini menyebabkan industri di dalam negeri semenamena mereka jual mahal ke konsumen karena merasa dilindungi. Kita tanyakan ke perindustrian apakah cukup supply di dalam negeri, berdasarkan itu BKF merekomendasikan. Kemudian satu lagi yang biasanya kita lihat adalah disini apakah itu applicable di lapangan. Ada kalanya yang diselidiki disini adalah yang kita kenal dalam sistem ekspor impor adalah HS code, apakah HS codenya sudah sesuai dengan yang dikelompokkan dengan menanyakan apakah sudah sesuai HS codenya dengan uraian barangnya. Nah kemudian setelah ada konfirmasi dari DJBC sudah sesuai baru kita simpulkan, pertama tadi ada kepentingan ansional dan yang kedua ada uraian barang dengan HS code. Kemudian kita juga melihat apakah penyelidkian tersebut sudah memenuhi ketentuan hukum yang ada. Kenapa kita melakukan seperti itu? Kita konfirmasi saja ke KPPI karena produk hukumnya adalah produk hukum dari menteri keuangan. Yang di-challenge oleh pelaku pasar dan para importir, ekportir atau produsen dalam negeri adalah produk hukum terakhir yang diterbitkan oleh kementerian keuangan. Kalo mbak liat terakhir ada kasus dimana menteri keuangan itu dituntut di pengadilan tata usaha dikarenakannya belum ditetapkannya bea masuk anti dumping atas impor tepung gandum dari turkey itu, yang dituntut adalah menteri keuangan, bukan instansi penyelidiknya bukan instansi yang lain yang merekomendasikannya. Makanya itu kita sangat berhati-hati dengan hukum. Setelah di formulasikan kita teruskan ke biro hukum dan disana mereka melihatnya secara mendalam terkait dengan masalah hukum. Itu secara hukum gambaran proses yang terjadi disini. Tentu saja kita melihat
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 (lanjutan)
juga data-datanya apakah benar lonjakan impornya itu? Hal ini untuk kepentingan internal kita saja tidak kita publish diluar, tidak kita challenge, kecuali ada data yang sangat berbeda kita konfirmasi. Data yang kita terima seperti ini, kita konfirmasi saja. Tapi tidak dalam rangka kamu salah dan kita benar karena mereka juga adalah bagian dari pemerintah. Data Dari BPS karena itu adalah data resmi , karena kalo misalnya saya mencari sendiri data dari importir, importir itu mempunyai kepentingan sehingga mungkin saja datanya sudah di manipulasi. Sementara data BPS meripakan data yang digunakan oleh smua pihak baik pihak yang dirugikan karena kenaikkan BMTP seperti importir yang kehilangan job mereka seperti paku, merkea impor dengan BM yang mahal mereka tidak bisa dijual mereka memakai data yang sama T
: Kenapa terjadi lonjakan impor padahal industri dalam negeri sudah nyatanyata mampu memenuhi kebutuhan di dalam negeri? W : Kita tidak tahu mestinya itu ditanyakan ke penyelidikan, mbak boleh dapat, mbak minta laporan akhir penyelidikan untuk pengenaan tindakan pengamanan (safeguard) atas produk kawat dan paku impor. Bedanya rahasia dan tidak rahasia adalah sepanjang yang saya tau ini se-analisis saya tapi mereka tidak pernah mau mengaku. Bedanya yang rahasia adalah indikator kerugian, kalo tidak rahasia di indeks, kalo di rahasia itu pake angka asli. Ini yang rahasia karena ini berasal dari data perusahaan, KPPI terikat oleh ketentuan dalam Agreement on safeguard bahwa data yang oleh petisioner itu yang bersifat rahasia KPPI harus merahasiakannya. KPPI ini sifatnya hanya merekomendasikan, yang memutuskan ini adalah menteri perdagangan. Kita sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan KPPI, karena sesuai keppres, yang merekomendasikan ke kemenkeu adalah kemendag. KPPI kemudian merekomendasikan ke kemendag, yang dalam hal ini dikenakan dengan tariff spesifik yaitu Rp6000-an per kg lalu di PMK nya dalam bentuk persen. Waktu itu ada pandangan dalam rapat pleno tim tariff . prosesnya di BKF itu ada di tim tariff. Eeh itu ada pandangan bahwa kenapa kita tidak kenakan secara advolorum, kemudian KPPI menyampaikan waktu beberapa saat, dan menyampaikan kalo angka spesifik sebesar segini angka advolorumnya seperti ini. Yang menghitung itu KPPI ada formulanya berapa kira2 bea masuk yang sehingga cukup untuk melindungi industri dalam negeri, sehingga produk itu benar2 berdaya saing. Kita tidak secara spesifik menghitung ini, ada kalanya kita tanyakan lagi coba bagaimana angka ini dihitung. Tapi untuk menanyakan bagaimana angka ini dihitung bisa tanyakan ke KPPI. T : Kendala apa saja yang timbul dari perumusan kebijakan BMTP ini? W : Masalah kepentingan nasional biasanya, tapi kalo paku ini cenderung tidak bermasalah karena ada dukungan dari industri dalam negeri, penolakan atau respon negatif hanya dari importir atau dari pedagang. Sementara konsumen enggak, konsumen dalam hal ini apakah rumah tangga atau apakah industri yang menggunakan paku itu tidak berkomentar apapun. Nah industri-industri lainnya justru mendukung, indutri lainnya itu industri yang men-supply bahan baku paku itu wire rod. Wire rod itu diproduksi
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 (lanjutan)
oleh beberapa anak perusahaan di dalam negeri salah satunya adalah Krakatau steel mendukung adanya dikenakannya BMTP paku. Pemakai paku juga tidak berkomentar karena karena mereka tahu kualitasnya tidak lebih baik dari paku buatan indonesia. Targetnya yang diselidiki adalah paku dari china dan Malaysia, yang diselidiki itu berdasarkan apa ya kita melakukan survey itu kualitasnya tidak lebih baik dari industri dalam negeri, kalo digetok itu suka bengkok jadi kalo getok harus pelan-pelan. Itu mungkin karena karbonnya rendah atau gimana atau kualitas besi dan bajanya tidak bagus, namun biasanya saat mereka masuk, mereka tahunya ini ada produk masuk murah jadi orang akan coba. Seperti misalnya motor china (mocin) banyak banget masuk menggeser Honda, dan banyak yang beralih ke mocin, dan tidak ada komplain dari industri karena mereka tau kualitasnya tidak bagus, 2 tahun hanya bertahan karena banyak yang rusak dan tidak dapat diperbaiki. Dalam hal ini Produsen paku tidak berkomentar tapi harus ada tindakan yang diambil dari produsen paku dari negara Malaysia dan china karena lonjakan impor merugikan industri dalam negeri. T
: Mengapa di dalam lampiran ditulis negara-negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP, dalam hal ini disebut juga negative list. Mengapa tidak memakai positive list saja berupa negara-negara yang dikenakan BMTP? W : Jadi lonjakan impor itu pada prinsipnya dari seluruh negara, BMTP itu dikenakan terhadap seluruh negara. Berdasarkan agreement on safeguard ada negara berkembang yang pangsa impornya tidak lebih dari 3% dikecualikan dari BMTP, negara berkembang ya. Lebih dari 3% itu kena BMTP. Kemudian dari penyelidikan itu negara berkembang yaitu china dan Malaysia melebihi 3% yaitu Malaysia 8.45 % kemudian china itu 91.46% di tahun 2006, itu pangsa impornya. Kenaikan impornya pada tahun 2007 naik 553% dibanding tahun 2006, nah seperti itu,. Itu yang terjadi. Di agreement on safeguard, terus mintanya keppres 84 meskipun tidak berlaku skrang krn sudah diganti dengan pp no 34 tahun 2011 cuman karena mbak menulis tentang safeguard paku itu penyelidkikannya menggunakan keppres ini. Mbak bisa liat dimana perbedaanya, Secara ini sama Cuma mbak harus menjelaskan karena ini akademis, kalau ini tidak berlaku lagi yang berlaku lagi adalah PP no 34, harus dijelaskan itu. T
: Apa Sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan atas produk paku? W : Tujuannya adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari lonjakan impor dengan dikenakan selama 3 tahun. Ada jangka waktu untuk industri dalam negeri melakukan penyesuaian struktural, penyesuaian struktural ini dimaksudkan agar mereka mampu membenahi diri mereka dan setelah tiga tahun mereka bisa kembali lagi bersaing dengan industri luar negeri. Ini kan ada indikasi di china produk itu kapasitas produksinya sangat besar sehigga mereka melempar produksinya ke indonesia salah satuya. Industri dalam negeri ini harus mempersiapkan diri saat BMTP ini sudah tidak diberlakukan lagi, mereka sudah mampu bersaing, itu maksudnya. Dan harus disadari mestinya saat penyelidikan mestinya KPPI sudah
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 (lanjutan)
mengkomunikasikan itu bahwa ini tidak hanya sekedar tindakan pengamanan tapi ada klausul di agreement juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk membenahi diri. Biasanya saat berakhir kita akan menanyakan ke KPPI apakah ini berhasil atau tidak, ada kalanya ini minta diperpanjang BMTP. T
: Apa saja pencapaian yang telah diperoleh atas pelaksanaan kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan atas produk paku?\ W : Hasil yang di dapat kita melakukan evaluasi terhadap ini tahun lalu kita melihat bahwa impor menurun drastis menndekati nol. Masih terdapat data impor tapi mndekati nol. Dan itu kita anggap itu berhasil meskipun dari sisi fiskal kan kita melihatnya kita kehilangan pendapatan negara. Bukan itu tujuannya kan kita melihat dari sisi efektifnya bahwa impor itu berkurang, nah ini yang kita ketahui T : Berarti salah satu indikatornya dari jumlah impor ya pak? W : Yang pertama impor nya menurun, karena salah satu indikator kerugiannya adalah menurunnya pangsa pasar produsen dalam negeri, dengan menurunnya impor dari data, artinya pangsa pasar produsen dalam negeri yang sebelumnya tergerus oleh impor otomatis akan membesar. Kita melihat nilai impornya turun sudah selesai, kita tidak melihat lagi pangsa pasarnya karena sudah otomatis. T
: Apa alternatif kebijakan pajak yang lain dalam rangka mencegah lonjakan impor paku? W : Alternative fiskal barang kali. Bisa saja kita menaikkan bea masuk umum hanya saja untuk kasus ini yang lonjakan impor terbesar kan dari china dan malaysia, dengan malasyia sesuai dengan ATIGA (dulu CEPT namanya) kita terikat dengan perjanjian. Dengan menaikkan bea masuk umum atau bea masuk MFN itu tidak akan terpengaruh, karena produk dari Malaysia itu akan masuk dengan skema ATIGA dengan bea masuk 0%, begitu pula dengan china kita terikat dengan AFTA China yang tariff bea masuk yang kalo ga salah 5% paku dengan HS 73….. ini nanti mbak bisa cek di website kita berapa tariff bea masuk, itu china akan masuk dengan sama dengan Malaysia akan masuk dengan AFTA China. Menaikkan tariff MFN akan merugikan negara berkembang lainnya karena belum tentu mereka mengekspor ke kita. Oleh karena itu salah satu cara terbaik adalah dengan penerapan BMTP T
: Pak di teori kepabeanan ada dua tindakan pengamanan yaitu ada BMTP dan kuota impor. Apa kelebihan dan kekurangan memilih BMTP dibandingkan dengan kuota impor? W : Rekomendasi ini berasal dari KPPI, Kita selalu menanyakan dalam setiap rapat kenapa BMTP yang digunakan kenapa tidak mengusulkan kuota. Alasan mereka mungkin karena mereka terbiasa merekomendasikan BMTP dibanding kuota, karena saya duga mereka kesulitan dalam menghitung berapa sebenarnya kebutuhan produk paku di dalam nngeri. Kalo diberlakukan kuota mereka harus tau persis berapa produksi dan
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 (lanjutan)
konsumsi paku dalam negeri, sehingga harga tidak terlalu berpengaruh banyak. Kalo dari sisi produsen mereka bisa tahu itu karena datanya dari petisioner (IISIA) nah ini kan asosiasi industri tentu saja mereka tahu kapaistas industri anggota-anggotanya. Nah kalo kuota itu kan terkait dengan berapa kebutuhan nah itu barangkali KPPI nya sulit, mungkin itu dugaan saya. Mbak bisa re-check kesana. Satu lagi kalo kuota itu sedikit rumit mengawasinya, kita tahu bahwa tidak semua kantor kepabeanan kita online ada beberapa kantor kepabeanan kecil yang melakukan penghitungan bea masuk secara manual sehingga kalo misalnya beberapa kantor yang lain secara online diketahui ini kuotanya berapa?apakah sudah tercapai, sehingga tidak boleh lagi mengimpor karena kuotanya sudah tercapai, nah dengan pengenaan BMTP ini tidak akan terjadi karena walaupun mereka tidak online mereka tinggal liat barangnya berapa paku, udah mereka kenakan bea masuk tindakan pengamanan, sehingga tidak rumit untuk menghitung. Pernah kita konfirmasi ke pihak yang mengimplementasikan di lapangan yaitu DJBC, mereka lebih senang bea masuknya secara advolorum atau spesifik karena itu memudahkan bagi mereka, kalo kuota nanti misalnya melebihi kantornya tidak seluruhnya online dan melebihi kuota, siapa yang bisa dihukum disana, nah kita ketahui pengawasan terhadap aparat kepabeanan dan aparat pajak sekarang sangat ini ya, tentu saja harus ada yang dihukum karena melebihi kuota, karena mereka tidak tahu dan mereka dihukum kan sangat ini ya jadi untuk menjaga itu. Kita juga walaupun kita pengen kan harus ada perbaikan sistem, namun karena tahap ini kita belum bisa melakukan kuota karena alasan itu juga. Disamping itu, ini juga dari KPPI yang selalu timbul usulan mengenai BMTP. Waktu itu kita juga mendorong kalo bisa kuota, nah kalo kuota itu kan gak harus peraturan menteri keuangan. Kuota itu dengan peraturan menteri perdagangan, kita lebih senang karena BKF tidak repot, namun bukan itu poinnya, poinnya adalah dengan adanya kuota kita akan membuat sistem baru yang tentu saja akan membenahi sistem yang mendorong kita memperbaiki sistem di kepabenan yang tadinya tidak online menjadi online itu akan setidaknya menjadi trigger bagi kita untuk online, mempercepat. Biasanya kan kalo tidak ada masalah orang kan tidak terpacu ya. Nah itu menjadi trigger, hanya saja selalu keluar dari KPPI usulan dalam bentuk BMTP. Ini kalo tidak salah BMTP KPPI keberapa nih, produk BMTP itu kalo tidak salah tidak lebih dari 20, mereka selalu keluar dengan rekomnedasi BMTP. Itu penyebabnya tidak kuota. Kita selalu dorong kuota dong, sekali-kali. Kalo kuota tidak perlu repot disini karena itu keputusan menteri perdagangan hanya saja tetap diimplemetasikan dengan menteri keuangan yaitu djbc tidak melibatkan BKF lagi T
: Apa saja Faktor yang mendukung dan yang menghambat pelaksanaan kebijakan penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan atas produk paku? W : Kalo untuk itu lebih tepat ditanyakan ke DJBC yang mengimplementasikan, ditanya apa kah hambatan nya ke direktorat teknis
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 (lanjutan)
kepabeanan, apa masalahnya, apakah di pelabuhan apa dimananya. Kalo implementasi kemereka T
: Kan sudah diimplementasikan, apakah ada monitoring pak dari instansiinstansi dari BKF atau dari perdagangan untuk memantau jalannya BMTP? W : Kalo di kita monitoring itu tidak kita lakukan , di KPPI itu mestinya dilakukan, cuman kita mengevaluasi peraturan menteri keuangan. Kalo monitoring itu kan diliatin, bulan per bulan, hari per hari, minggu per minggu. Tahun lalu kita melakukan evaluasi BMTP, kita lihat impornya memang menurun. T
: Berarti peran BKF itu tidak hanya sebagai formulator di akhirnya namun juga melakukan evaluasi? W : Kita melakukan evaluasi dan harus dicatat bahwa evaluasinya terhadap PMK T : Dalam bentuk apa pak kira-kira? W : Kita coba waktu itu lihat ke konsumen tapi responnya tidak bagus sehingga informasi yang kita dapatkan kita kesampingkan karena tidak signifikan responnya. Nah kita hanya ke produsen apakah mereka enjoy dengan PMK ini atau apa. Tapi selalu ya jika ditanyakan ke produsen mereka selalu menjawab iya karena mereka senang dilindungi. Yang menarik bahwa saat evaluasi adalah mereka sebenarnya tidak takut untuk bersaing dengan industri paku diluar karena produk mereka itu lebih berkualitas, tapi saya gak tau karena waktu itu berhadapan dengan orang pemasaran, mestinya orang pemasaran kan selalu begitu ya selalu berkualitas gitu-gitu. Tapi saat ditanyakan apakah mereka ingin dilindungi terus mereka jawab iya. Jadi ada perbedaan disana, cuman dari data kita lihat bahwa impornya turun drastis sejak dikanakan tahun 2009 T : Pak saya kurang ngerti yang di pasal 3 PMK 151 W : Jadi bea masuk MFN ini hitungan misal 5% ini produk paku jadi bea masuk nya ditambah 145% jadi 150% kan jadi ini 150% x 1000 jadi 1500. Misalnya ini harga produk impor berarti dia akan kena harga barangnya menjadi 2500, jadi harga barang setelah melewati pelabuhan 2500. Ini mereka akan bayar lagi PPN impor 10%, kemudian pph impor 2,5% kalo API. Ini bea masuk MFN, nah MFN 5%, dia dari Malaysia, dari Malaysia kalo mereka punya ATIGA (asean trade include agreement) let say bea masuk 0%, nah klao dia dari Malaysia mereka harus menyertakan formulir D saya gaktau apakah formn D apa masih form atiga. Bedasarkan itu bea masuknya 0% jadi mereka hanya bayar bea masuknya 145% namun kalo mereka tidak memenuhi syarat punya form D itu, dalam hal tidak dipenuhi ketentuan di PMK yaitu menyertakan SKA, maka dia akan membayar kembali ke 5% + 145% = 150% gitu maksudnya
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 (lanjutan)
T
: Berarti perbedaan tariff MFN dengan tariff preferensi adalah itu intinya pak ya MFN itu tariff bea masuk umum dan preferensi itu tariff bea masuk di dalam perjanjian internasional? W : iya, Tapi ada kalanya bea masuk MFN sama dengan bea masuk preferensi ada kalanya T
: Jadi pak disini kan negative list ya pak, jadi yang bisa dipastikan itu positive list kena itu china Malaysia dan negara apa lagi pak? W : Dan negara-negara maju seperti amerika, ini kan hanya negara berkembang ya (negative list) developing country itu dasarnya article 9 di agreement on safeguard T : Kalo untuk instansi2 yang terkait di BMTP ini? W : Di perdagangan ada KPPI kementerian perdagangan. Gini mekanisme perumusan BMTP ini di kemneterian keuangan ada di tim tariff , bea masuk dumping, imbalan, pembalasan, bea masuk MFN, umum dan preferensi melewati mekanisme tim tariff kemenkeu. Setelah ada penyelidikan di KPPI. KPPI menteri perdagangan ke BKF, BKF ini menyelenggarakan rapat teknis untuk mengadakan rapat teknis untuk membahas yang atdi kepentingan nasional, amsalah implementasi di lapangan, kemudian teknis hukum dan hal lain yang penting yang muncul yang mengemuka di rapat teknis itu dibahas kemudian setelah itu kalo sudah oke karena ini melewati mekanisme tim tariff itu kita undang kementerian lembaga lainnya yang terkait, nah itu jenderal kemendag, kemenperin, kemenko, bappenas kemudian pembina sector terkait diantara juga kalo ini melibatkan paku berarti kementerian perindustrian, kalo dia obat ya melibatkan badan POM dan depkes. Dan rapat pleno itu untuk eselon 1 rapat tinggi disana. Mereka rapat setelag itu kita utarakan hasil drapat dari tim tariff begini hasilnya kita minta mereka memutruskan apakah rekomendasi kemendag, hasil rapat tim tariff tersebut akan diteruskan kepada kementerian keuangan untuk kemudian ditetapkan menajdi BMTP. Jadi kita minta saran agar semua pihak firm bahwa ini melewati pembahasan. Kan ada kalanya pemerintah itu bersebrangan, dan biasanya untuk mengatasi halnitu kalian harus firm dan kita putuskan bersama eh ada yabng ingin complain, complain lah disini sbelum diputuskan oleh menteri keuangan. Di menteri perdagangan ada badan litbang perdagagngan. Mereka member masukan kepada raat pleno. Tidak begitu ini sebenarnya. Disini ada ego sebenarnya, di rapat tim tariff itu kita meminta untuk mereka melepaskan ego untuk mereka dating dari kementerian apa. Tapi kebanyakan dari mereka kalo ada wakil dari kementerian perdagangan yang hadir dalam rapat tim tariff itu akan emndukung surat dari kementerian perdagagngan. Mereka tidak akan menchallenge hal itu karena itu adalah surat dari pimpinannya. Itu yang terjadi, amkanya kita sering menjadi bad boy untuk tanda kutip untuk menchallenge sehingga kita tahu apa latar belakangnya. Kita tidak menchallenge untuk menjadi bad boy atau menjatuhkan kita hanya menggali saja, agar pada sat pleno tim tariff memutuskan untuk merekomendasikan ke kementerian keuangan, menteri keuangan tentu saja
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 3 (lanjutan)
tidak terkibat dalam hal ini. Ada pertanyaan balik kita bsia menjelaskan sama seperti pihak lain menjelaskan kepada menteri keuangan, firm jadi emkeu firm. Kebetulan jika menkeu di challenge oleh pengadilan kita juga bisa maju untuk membela menkeu dengan baik. T : Kalo untuk badan litbang ini sendiri pak jobdesknya apa? W : Kita undang mereka sebagi wakil mendag, mereka itu litbang perdagangan sebenarnya, hanya saja KPPI itu kan unit independen jadi kalo kuta undang KPPI saja dalam rapat pleno itu tentu saja mereka mempertahankan surat itu, jadi kita undang litbang perdagangan untuk mengkomunikasikan terkait dengan itu
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 4
Narasumber : Heru Setyo Basuki (selanjutnya disebut “H”) (Pejabat Pemeriksa Barang Impor DJBC Priok) Pewawancara : Tati Anggraeni (selanjutnya disebut “T”) Tempat : Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tipe A, Tanjung Priok Waktu : Kamis, 7 Juni 2012, pukul 13.30 WIB
T H
: Bagaimana tahap implementasi pengenaan BMTP atas impor paku? : Jadi gini mbak nya importir kita bea cukai, sekarang sudah online semua, jadi nanti kalo mbak isi yang sistem NISW itu terus yang itu udah online semua tinggal masukin PIB nya. Packing list, invoice terus B/L terus nanti ada peraturan yang apa yang misalkan BMTP nanti ada tinggal isi sendiri
T H
: Ooh jadi sekarang itu importir tinggal isi sendiri ? : iya ngisi sendiri yang NISW itu nanti langsung ke record, kalo ada bea masuk dia mengisinya salah nanti otomatis ke reject. Kalo dia udah sesuai dia dapet nomor pendaftaran. Kalo misalkan dia salah masukkin no HS dan tariff bea masuknya nanti otomatis ke reject
T H
: Jadi yang masukin tarifnya mereka semua? : Iya mareka semua jadi mereka harus tau tariff nya berapa. Kan PPJK tau kan?
T H
: Gak tau : Jadi PPJK itu perusahaana pengurus jasa kepabeanan. Ini mendirikan ini harus banyak syaratnya, 1. Harus kursus ke kita tentang teknis kepabeanan nanti kalo lulus ada sertifikat PPJK, nanti kalo dia syaratnya udah punya kantor, punya badan hukum, punya karyawan dan sebagainya baru mengajukan pendirian PPJK, nanti kita survey, PPJK ini alamatnya dimana sih, bener gak sih PT A misalnya kantor nya disini, pembukuannya segala macem kita epriksa kesana. Kalo oke baru ada ijinnya. Ini sebagai broker, importir sendiri bisa mengurus sendiri tanpa harus pake PPJK asalkan harus ada 1 ahli PPJK, misalnya karyawannya ikut kursus PPJK. Ini importir kan yang punya barang nanti ke PPJK dulu nanti barang impor datang nanti bisa masuk jalur-jalur macem-macem. Ada jalur prioritas, jalur hiujau, jalur kuning sama jalur merah. Merah itu ada 105, 30% sampe 100%. Kalo prioritas itu sekelas astra, Honda motor dan importir besar lainnya sekelas mereka yang sekali impor sudah berapa miliar itu langsung keluar aja tanpa mengajukan PIB. Nanti sebelum satu bulan baru mengajukan PIB gapapa. Jadi ini jalur priorotas. Lalu jalur hijau ini harus mengajukan PIB dulu, online kan tidak di reject, udah diterima PIB nya baru dibayar di bank, melunasi itu kan. Nanti disertakan bukti pembayaran pajak dan lainnya itu kan nanti disertakan. Jadi nanti PIB itu sendiri lalu surat lunas pembayaran pajak di bank, lalu packing list, sales contract, purchase order semua masuk situ, baru itu nanti dia mengajukan untuk masuk jalur hijau ya itu barang-barang gausah diperiksa. Mbak tau kan container ada yang 40 feet sama 20 feet?
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 4 (lanjutan)
T H
: Ooh ukurannya? : Iya kalo 40 feet itu 12 meter panjangnya, kalo 45 feet 13 meter, kalo 20 feet 6 meter. Jadi nanti kalo udh jalur hijau dokumen masuk ke bea cukai, barang itu lagsung keluar dari gate bea cukai. Kalo jalur hijau ini langsung keluar barangnya tapi dokumennya udah kita pegang. Namanya PFPD (pejabat fungsional pemeriksa dokumen) nah setelah barang keluar ini ada SPPB (surat perintah pengeluaran barang) nah biasanya mbak kalo hijau langsung otomatis keluar lewat computer juga, dapet respon dari PIB di reject apa direspon. Kalo dia secara computer bener terus langsung dilunasin itu juga langsung kerekam di kita, bank-bank yang sekelas BCA, mandiri permata jadi kalo ad aimportir yang bayar langsung tau kita. Kalo udah bayar nanti ada respon kalo setelah bayar dan benar keluar respon SPPB, langsung barang bisa keluar.
T H
: Jadi nanti via online semua SPPB nya? : Via online semua SPPB nya, dibawa nanti dikeluarkan di gate,nanti kan dokumen kita pegang sama PFPD baru nanti kita periksa, tidak boleh lebih dari 30 hari. Misalkan tanggal PIB 1 maret itu inimal tanggal 1 harus diputus. Artinya gini, PFPD itu bisa mengeluarkan notul (nota pembetulan) jadi kalo misalkan saya PFPD meriksa PT A diperiksa dimulai apakah transaksi bener apa gak, kita kan punya database harga juga nanti dicocokkan. Dia misalkan impor barang ini benar ga sih harganya? Misalkan dia nyantumin 100 dollar tapi di database kita harganya 125 dollar nah yang 25 ini kena notul, jadi notul ini biasanya yang kena tambah bayar. Artinya itu bisa harga bisa drai tariff, tariff bea masuknya salah dia. Artinya gini itu bukan salah pas masukin 2 digit ya, misalkan ada 7310 nah dia bener disini aja, di belakang-belakangnya dia salah, padahal kan di BTBMI itu kan di breakdown. Dia yang bener ini tapi yang bawahnya salah padahal seharusnya beda 5 % msialnya. Itu nanti kena notul, notul tidak boleh keluar 30 hari dari tanggal PIB itu pengawasannya. Kalo lebih dari 30 hari notul itu batal. Nah nanti setelah kena notul dia bayar ke bank nanti buktinya ada baru keluar SPPB baru keluar barang. Jalur hijau buat importir dibawah prioritas tadi. Jalur hijau gak punya importir besar, tapi kalo mbak punya PT yang impornya itu-itu aja rutin misalnya biji plastic itu-itu terus kita anggepnya gini ini importir baik karena buat dagang, barangnya ga pernah macem-macem, harganya bener bisa dong masuk jalur hijau. Untuk jalur hijau ini harus masuk jalur merah dulu awalnya. Barangnya diperiksa mulu,m tapi dari pemeriksaan itu barangnya bener terus, tarifnya bener terus, yaudah selama beberapa bulan kasih aja hijau lah karena sudah dipercaya Sekarang jalur kuning, barang tidak kita periksa tapi dokumen tidak kita periksa. Misalkan tadi ya yang hijau kan keluar dulu batrangnya baru dokumen kita periksa. Kalo kuning kita periksa dulu dokumennya, kalo harga tariff bener baru bisa keluar, itu yang jalur kuning, itu biasanya produk buah daging, itu kan riskan itu rawan cepet busuk jadi penanganannya harus cepet.
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 4 (lanjutan)
Sekarang yang merah. Merah tadi dokumen masuk yang PIB tadi udh dapet nomor pendaftaran terus nanti dia klik untuk PKB (penunjukkan kesiapan barang) jadi dia dating ke bea cukai ke pendok dulu penerimaan dokumen. Jadi barang ini langsung masuk jalur kuning, hijau merah langsung respon, barang ini masuk jalur mana langsung drai komputer semua. I Importir nya datang ke pendok untuk mengajukan dengan membawa fotokopi PIB, P/L invoice sales contract, insurance dari perkapalan, dokumen pembayaran dari bank terus dokumen pendukung artinya drai instansi terkait dari perdagangan pertanian dll. Misal kalo tekstil harus ada laporan surveyor, yang dikasih ke pendok yang asli semua. Importir harus mengcopy ini semua nih biasanya yang ngurus PPJK. Setelah dokumen dimasukkan ke pendok lalu daftar lagi ke PKB, pak saya minta penunjukkan pemeriksa. Jadi nanti mbak memasukkan dokumen nanti mbak dapet nomor PKB tadi. Nanti perusahaannya dapet nama pemeriksa nya siapa. Jadi setiap PT dibagi-bagi pemeriksanya dan penunjukkannya diacak. Nanti pengurusnya datang misalnya dari PPJK nya nanti bareng pemeriksanya. Kita langsung datang misalnya ke TPS A nanti kita bawa copian yang tadi, terus datang ke kontainernya. Dilihat bener ga sih barangnya, beratnya berapa kg, berapa banyak nanti ditulis. Kalo untuk barang cepat rusak gak diturunkan semua. Nanti liat juga merk nya apa karena menentukan harga barang,terus kondisinya apa?baru/baik misalnya. Nanti ke PFPD diajukan foto saat pemeriksaan juga karena PFPD ga bisa membayangkan dong, dan ditulis dari negara asal dimana. Kesimpulannya apa, jumlah barang dan merk sesuai packing list. Nanti PFPD ngeliat ini ngeliat foto, terus nanti PFPD yang mencocokkan merk itu benar ga sih dengan harga asli yang di database bea cukai, nanti kalom kurang harganya dengan yang di database itu nanti di notul, pengawasannya seperti itu. PFPD itu tugasnya nanti mencocokkan semuanya, dari keaslian dokumen, nanti ada jumlah pallet nya dll. Palet itu meja tapi pendek bisa muat berapa karton nanti diiket nanti tinggal disodok forklift saja, itu biasanya kalo impor dari negara Eropa atau Jepang itu biasanya pake palet gtu. Jadi nanti di dokumennya nanti ada nomor paletnmya, jadi detail. Kalo dari china jangan harap deh, mereka berantakan tanpa palet, jadi mungkin harganya murah. Terus jadi PPFD itu tadi ngecek dan itu diselipim dokumen asli laporan pemeriksa tadi. Laporan dari pejabat pemeriksa barangdilampirkan dengan dokumen asli yang di pendok tadi. Di pendok langsung dikirim ke PFPD , jadi yang dokumen asli yang plus dokumen pemeriksaan langsung dikirim ke PFPD. Jadi dari pejabat pemeriksa laporan pemeriksa nya dimasukkan ke pendok dulu baru nanti pendok yang ngasih dokumen asli dan dokumen pemeriksaan ke PFPD. PFPD bisa langsung keluar SPPB ya berarti itu tanpa notul, ada lagi yang keluar notul dulu, bayar baru keluar SPPB. Ini kan pemeriksa ada yang 100%, 30%, 10%. Nah 100% ini muncul di dokumen secara langsung oleh computer berdasarkan komoditi barang. Komoditi barang ini misalnya importirnya ganti-ganti barangnya, misalnya hari ini impor terigu, besok jagung, besok beras, nah ini sebenarnya jual apa sih? Perlu dicurigai berdasarkan management resiko masuk 100% jadi
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 4 (lanjutan)
berdasarkan komoditi yang very high risk dan high risk. Untuk yang 30% itu biasanya untuk jalur kuning tapi dia random. Jadi computer kita mendeteksi 10 kali kena jalur kuning, tapi yang 1 nggak dong masa dari 11 yang ke 10 kena jalur kuning yang ke 11 ga diperiksa, bener ga sih. Ini biasanya jalur kuning. Ini yang 10% untuk importir jalur hijau dan prioritas. Nah itu kan udah ya pembagian importirnya. Untuk perlakuan 100% misalnya ada 7 karton, kita lorong mbak sampai mentok. Jadi barangnya kita turunin, dan diperiksa semua. Jadi nanti di foto per kartonnya ada berapa pieces. Kalo 100% itu harus diperiksa satu-satu. Terus kalo 30% itu bearrti yang diperiksa 30% saja kalo 100 karton berarti yang diperiksa 30 karton saja, nanti diacak ngeceknya dan dicocokkan dengan laporan. Misal kalau 10 palet 30% nya kan 3 jadi nanti kita acak pilih palet 1,5,7 misalnya terus kita cocokin sama yang di dokumen packing list isi dan jumlahnya berapa. Kalo yang 10% itu khusus untuk importir ijo dan prioritas Cuma 10% kita kan seharusnya periksa 1 tapi bukan 1 yang kita periksa minimal 2 palet. Jadi kalo maksimal 6 kita itung berdasarkan package atau karton, jadi misalkan dia 6 kontainer diperiksa berdasarkan jumlah karton atau package atau palet. Package itu bisa bentuknya bal, bisa roll, bag dll. Misalkan di 6 kontainer itu ada 2000 karton, berarti 30%x2000 karton hasilnya 600 karton yang diepriksa. Kalo lebih dari 6 kontainer misalkan 7 kita itung berdasarkan kontainernya. Misalkan ada 10 kontainer masuk dengan 30% berarti yang kita cek 3 kontainer aja,ada 10 kontainer yang masuk dengan pemeriksaan 10% bukan 1 kontainer tapi balik lagi diawal yaitu 2, jadi pengawasannya disitu. T H
: Berarti kalo 100% itu khusus jalur merah ya? : Iya yang merah itu pasti 100% pemeriksaanya.
T H
: Kalo paku berdasarkan apa periksanya? : Biasanya per kg terus biasanya kemasannya pake bag pake karung dan biasanya dari china makanya harganya murah. Diperiksa apa benar jumlah bag nya di dalam container segitu. Cuma ada pejabat pemeriksa barang dan PPJK dan pihak TPS yang tempat penimbunan sementara.
T H
: Berarti pelabuhan sekarang udah online semua ya ? : Udah online semua kecuali pelabuhan kecil-kecil di luar jawa.
T H
: Terus saat kapan BMTP dikenakan? : BMTP dikenakan pada saat pembayaran BM, PPN, Pajak Impor dll. Untuk Penerapan BMTP langsung otomatis terdeteksi pada saat pengisisan PIB lewat INSW, biasanya terdeteksi lewat pengisian PIB lewat pengisian no HS. Apabila pengawasan ini lewat masih ada PFPD yang bertugas memeriksa dokumen, tariff harga + safeguard.
T H
: Untuk sosialisasinya bagaimana terkait dengan kebijakan BMTP ini? : Biasanya kan kalo BTBMI berubah kan setiap tahun, biasanya kita upload ke sistem peraturan baru juga di upload. Untuk importir-importir khusus
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 4 (lanjutan)
misalnya yang suka import paku itu nanti kita panggil untuk di sosialisasikan peraturan baru, bisa lewat asosiasi bisa lewat perusahaanya langsung. Mereka disuruh datang untuk disosialisasikan dengan pejabat bea cukai. T H
: Kalo untuk pengawasan di pelabuhan kecil bagaimana? : Kalo di pelabuhan kecil agak susah terkadang ada barang datang dengan kapal nelayan kecil, terus merapat ke pelabuhan, tapi itu agak susah diketahui karena itu kan pelabuhan kecil jadi susah mendapat informasinya, yang biasanya tidak online. Kalo yang di pelabuhan kecilkecil itu belum online jadi masih pake manual. Jadi ngisi sendiri secara manual terus langsungb menyerahkan langsung ke DJBC, jadi tau dia mengisi salah apa tidak setelah pejabat DJBC nya meriksa.
T
: Berarti yang paling penting dalam sosiaslisasi tariff itu importirnya ya, jadi dia yang ngisi secara langsung tariff dan sebagainya lalu nanti DJBC nya yang tinggal ngecek dari database yang dimiliki oleh DJBC bisa itu harga bisa itu tariff. : Betul sekali
H T
H
T
H
: Kan di BMTP ada negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP ya terus dia disuruh melampirkan COO (certificate of origin). Itu sebenernya harus semua barang masuk harus ada COO nya apa gak sih om? : Untuk yang tertentu aja, kayak misalnya dikenakan tindakan khusus seperti tindakan pengamanan. Ini untuk syarat yang dikecualikan aja. Nanti dilampirkan di PIB yang diserahkan di pendok di awal tadi. Susahnya bea cukai itu kita banyak titipan peraturan dari perdagangan, dari instansi dll. : Kalo untuk impor normal berarti gak harus ada COO ya, jadi kalo misalnya barang dari china terus di packing listnya benar dari china ya berarti sudah gitu aja ya? : Iya tapi kalo dia melampirkan ya gpapa, itu tergantung keaktifan importir untuk meminta COO nya, tapi kalo untuk impor biasa gpapa gak pake COO. Biasanya kalo untuk produk-produk tertentu yang diperlakukan khusus untuk BMTP itu biasanya pasti jalur merah yang high risk.
T H
: Kalo kendala untuk penerapan tindakan BMTP itu apa? : Paling masalah sosialisasi aja ya, balik ke asosialiasai ke importirnya terkadang mereka suka menyepelekan baru tau ada peraturan ini.
T
: Kalo dari pegawai pajak nya itu bagaimana mereka tau ada peraturan baru? Seperti apa sosialisasinya? : Kalo di kita itu ada intranet, jadi kalo di kantor pelayanan utama itu udah semua bagian jadi peraturannya ada semua disitu yang baru-baru ada infonya.
H
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 4 (lanjutan)
H
: Kalo pendok kelengkapan dokumen, kalo PFPD itu benar atau tidak tariff atau harganya. Kalo untuk daftar di PIB harganya belum ke detect Cuma tariff nya aja yang ke detect harganya berapa. Kalo untuk harga nanti diperiksa di PFPD.kalo untuk BMTP ini biasanya udh ke detect BMTP nya berapa.
T
: Kalo untuk penyelundupan apakah ada kemungkinan impor paku dicampur dengan barang lainnya seperti barang elektronik atau barang lain? : Tidak ada untungnya menyelundupkan paku, karena harganya tidak sebanding dengan resikonya. Misalnya kalo resikonya gede kita harus untung gede dong, kalo untuk paku kan paling untungnya kecil jadi ngapain mempertaruhkan resiko ya kan? Terlalu kecil ga bisa, kalo container paku itu paling isinya 20 ton paling tinggi 1 meter lebar 6 meter, kalo lebih dari 25 ton jebol.
H
T
H
T H
: Berarti bisa saya simpulkan kendala dalam penerapan BMTP itu yang pertama adalah sosialisasi ke importirnya yang terkadang tidak tahu update peraturan. Terus ada lagi tidak? : Yaa karena tidak tahu itu kalo dia import dari negara yang dikecualikan dari pengenaan BMTP ini terkadang kurang melampirkan dokumen COO tadi. Tapi kalo importirnya aktif biasanya langsung minta dari asal negara sana. : Kalo custom clearance itu yang di pendok? : Iyaa itu yang di pendok nya, itu custom clearance itu prosesnya. Kalo container ada FCL (Full Container Load) artinya satu container yang punya barang 1 orang atau 1 perusahaan. Ada lagi LCL( Less Container Load) ini 1 kontainer isinya beberapa barang dari perusahaan itu yang menentukan pelayaran, importir gatau itu digabungin sama punya siapa. Taunya nanti pas kita di gudang, misalnya 1 peti satu palet. Kalo TPS itu isinya container-kontainer, kalo gudang isinya barang-barang yang kecil yang beberapa palet dll. Kalo Paku itu biasanya TPS karena ngapain juga impor Cuma satu karton. Untuk penimbunan di TPS ada biayanya waktu normalmya 1 hari-2 minggu itu akan kena dimorridge dari pelayarannya ada biaya tambahan. Biayanya itu beda-beda harganya. Bayarnya itu pas barang keluar, tapi untuk penarikan nya langsung bayar, dari kapal ke truk itu pake crain itu langsung bayar sekitar 1-1.5 juta. Kalo TPS itu harus bayar lagi itu pas barang keluar.
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 5
Narasumber : Lisbeth T. Hutagalung (selanjutnya disebut “E”) (Kepala Seksi Iklim Usaha dan Kerjasama, Subdirektorat IMDL Besi, Direktorat Industri Material Dasar Logam) Pewawancara: Tati Anggraeni (selanjutnya disebut “T”) Tempat : Gedung Kementerian Perindustrian Waktu : Selasa, 8 Mei 2012, Pukul 14.00
T L
: Bagaimana kondisi paku di indonesia sebelum adanya safeguard bu? : Sebelum safeguard, pastinya kenapa dikenakan safeguard? karena industry paku kita injury jadi ada beberapa yang tutup, pokoknya utilitasnya hanya mencapai 30% artinya anjlok banget, ada beberapa injury bahkan sampai tutup. Udah bukan hanya injury, tapi sudah tutup. Makanya itu mereka mengajukan safeguard untuk mengembalikan posisi utilitasnya nya paling tidak sampai 70% dari kapasitas nasional
T
: Apa alasan spesifik terjadi lonjakan impor? Apakah industry dalam negeri memang tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri? Atau spesifikasi paku yang dibutuhkan berbeda? : Ini kan dengan adanya AFTA China bea masuknyua kan lebih murah
L T L
: Sebelum 2009 sudah mulai bu?sudah turun? : Sudah turun AFTA China, AFTA, Asean kan semuanya nol. Apalagi dari china ya itu yang kita keluhkan dari china harganya itu jauh lebih murah bahkan bahan bakunya aja , bahan pakunya wire rod, itu kalo dibandingin paku jadi itu lebih murah paku jadi. Seperti itu.
T
: Berarti itu termasuk karena afta china? Afta china kan penurunannya bertahap ya bu, seperti tahapan pertama adalah komoditi pertanian. Emang untuk produk paku sudah turun? : waktu diberlakukannya safeguard belum turun tapi sekarang 2012 udah nol
L
T L
: Saat terjadi lonjakan masih ada bea masuk? : Masih ada bea masuk kalo ga salah 5% apa 7.5%. Karena meskipun 5% harganya jauh dari bahan bakunya yaitu wire rod
T
: Kira-kira yang mengimpor itu siapa? apakah importir penjual lagi atau siapa? : Bisa siapa, konstruksi, kontraktor, bisa siapa saja, bisa saja importir untuk dijual lagi disini, itu bisa aja.
L
T
L
: Kalo ga salah dulu bea masuk wire rod kan lebih mahal dibanding dengan pakunya sendiri nah karena itu bea masuk paku dinaikkan. Karena industry paku ada yg complain. Itu gmana ya bu? : ooh itu sebelum safeguard, terjadinya disharmonisasi tariff. Loh artinya kan gini, wire rod kan kita sudah produksi yaitu wire rod dari ispat. Ini
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 5 (lanjutan)
wire rod yang low karbon ya. Karena wire rod itru ada yang low carbon dan high carbon. Kalo yang low carbon sudah bisa diproduksi di dalam negeri, misalnya KS ispat. Sudah ada beberapa yang produksi. Dari wire rod ini ada proses untuk jadi paku. Wire rode ini jika impor dikenakan bea masuk 10%. Sedangkan pakunya ini bea masuknya 7.5% ditambah lagi harganya murah, tambah lagi jadi anjlok. Artinya sudah disharmonisasi ditambah harga paku china murah jadi paku industry dalam negeri anjlok, sudah bukan ajlok lagi, mati lah. Artinya kebijakan kita wire rodnya ga bisa kita turunin artinya produksi hilirnya yang kita naikkin T L
T L
T
L
T
L
: Untuk ketersedian pakunya sendiri bu? Aku pernah baca katanya industry besi baja ini tergantung impor ya bu? : Ada mungkin karena konsumsi dari Krakatau steel dan yang lain ini belum mencukupi untuk men-suplly industri dalam negeri sehingga kita harus impor : Artinya apakah produksi kita di dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan nasional? : Cukup sebenarnya cukup. Kita udah bisa. Artinya kita patok bea masuk 10% itu kan cukup tinggi ya, karena itu udha bisa diproduksi dalam negeri gitu loh. : Salah satu produksi paku turun karena lebih mahal wire rod nya dan produksi wire rod sendiri terbatas karenba ada perusahaan penghasil wire rod di jawa timur yang malah meng-ekspor produksinya ketimbang untuk dijual di dalam negeri. Itu bagaimana bu? : Wire rod mana??wire impor?sepanjang ini ya kita kan udah punya banyak nih industry wire rod artinya kita sudah mencukupi kebutuhan nasional untuk paku, makanya orang-orang lebih senang daripada impor karena lebih ribet, pake LC, tiga bulan sebelum harus pesen. Kalo beli di dalam negeri kan bisa langsung ya , intinya mudah dan tidak kena bea masuk. Artinya gini industry dalam negeri sepanjang ini sih sudah mencukupi tapi si orang ada yang mau impor, kitanya juga ga bisa ngelarang impor ga bisa, karena kita akan kena WTO kan. Makanya sepanjang ini kita bisa hanya dengan menetapkan bea masuk. Nah salah satunya untuk menolak artinya paku jadi, kita kenakan safeguard selama 3 tahun dan akan direncakan dilanjutkan lagi. Waktu safeguard pakunya diterapkan dalam waktu 3 bulan utilitasnya bisa naik 10% karena terutama yang dari china kita kan kolapse nya dari china langsung utilitasnya naik 10% : Berarti yang banyak mengimpor itu biasanya bukan pemakai ya bu, karena biasanya kalo pemakai itu enakkan beli di dalam negeri. Berarti ini diindikasikan yang mengimpor adalah yang mau jual lagi karena harga dari china murah : Betul betul. Artinya gini mungkin ya treader, importer, kontraktor ada proyek ya kemudian harganya lebih murah kenapa ga impor
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 5 (lanjutan)
T L
: Kalo dari sisi kualitas kira- kira bagusan kualitas paku dari mana? Dari china apa dari indonesia? : Ya jelas bagusan dari indonesia lah kita dong yang lebih bagus. Karena masalah harganya aja. Safeguard itu diberlakukan karena adanya lonjakan impor melebihi 3% dari kapasitas nasional. Impor yang diijinkan itu hanya 3% dari kapaitas nasional. Nah ini sudah sampai berapa persen gitu ya? Sudah sampai injury itu kan berarti sudah melebihi 3%. Nah kemudian kalo anti dumping karena terjadinya unfair trade, harga yg dijual di negara eksportir lebih murah dibanding di negaranya karena terjadinya unfair trade. Kalo kuota impor tidak memberlakukan kuota impor karena dilarang berdasarkan WTO dan susah karena menggunakan supply dan demand. Karena kebijakan harus dinotifikasi dari WTO
T L
: Apa latar belakang pengenaan tindakan pengamanan bu? : Lonjakan impor lebih dari 3% mengakibatkan industry dalam negeri menjadi injury, katakan gini sebelum kolapse pun kita sudah mengalammi injury artinya sudah mengalami penurunan utilitas dan produksi. Katakanlah PT A produksinya 100 ton pertahun karena adanya impor ini. Katakanlah tadinya produksinya 70 terus turun jadi 50 terus produksinya turun jadi 80 ton nah itu merupakan injury kan? Ancaman pun kita bisa langsung kenakan dia BMTP.
T L
: Kalo peran kementerian perindustrian sendiri apa sih? : Kalo kita mndukung. Artinya prosesnya begini, industry itu langsung ke KPPI, KPPI yang selaku badan yang tidak bisa diintervensi, badan yang indipenden. Cuma sehabis dilakuakn investigasi dari KPPI ternyata bener ada katakakalah injury atau ancaman nah setelah itu mereka minta dukungan dari kita apakah kita mendukung atau tidak. Pastinya kita mendukung dengan data-data yang ada
T L
: Berarti dalam bentuk dukungan ya bu? : Iya dukungan dari data yang bener ada. Dukungan ini harus nyiapin data. Jadi kita mendukung karena kalo dari data misalnya data BPS memang benar terjadi injury dan kemudian kita dari situ bikin kajian dari kita.
T L
: Berarti kalo dari perdagangan itu hanya KPPI aja bu? : KPPI itu kan dibawah perdagangan, jadi nanti hasil investigasinya itu, eeh kayaknya bukan domain saya berbicara tentang perdagangan
T
: Berarti kalo formulasi dapat disimpulkan itu awalnya dari industry terus ke KPPI lalu investigasi setelah itu ke perindutrian mereka meminta dukungan apakah mendukung atau tidak. Terus setelah itu ditujukan ke menteri perdagangan lalu ke menteri keuangan. BKF tidak terlibat ya bu? : Digodoknya itu dapurnya di BKF
L
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 5 (lanjutan)
T L
: Kalo implementornya siapa bu?yang mengimplementasikan di lapangan : DJBC
T L
: Hanya DJBC atau ada pengawas lain ? : Hanya DJBC karena kan di lapangannya dia. Karena setelah terbitnya BMTP itu nanti prosesnya ada di lapangan nah itu akan di delegasikan kepada orang yang dilapangan yang melakukan pelaksanan/ eksekutornya DJBC bahwa ini dikenakan atau tidak. Kita kan sudah NSP ya jadi setiap HS itu langsung udh kena safeguard BMTP. Kalo dia PIB itu kan ada nomor HS itu langsung kena dari negara mana, besarnya berapa, harganya berapa, HS nya apa. Itu udh langsung kedata
T L
: Apa yang menjadi acuan besaran tariff bu? : Itu KPPI yang tau
T L
: Adakah kendala dalam perumusan maupun penetapan? : Selama ini kayaknya gak, kalo data yang dipake itu data BPS di support sama BPS. Berarti kalo perumusan ini gak ada kendala. kendala ini maksudnya ada yang nolak atau gmana? Kalo yang nolak pasti banyak apalagi importir mereka kan pake lawyer pake apa. Tapi sepanjang kita punya data yang benar mereka tidak bisa apa-apa. Karena ini kan tugas kita sebagai pemerintah untuk melindungi industry dalam negeri
T
: Kalo safeguard ini kan dikenakan terhadap negara-negara tertentu aja ya bu misalnya china dll. Nah itu ada pemberitahuan kesana apa tidak? : Iya kan sebelum ini ada hearing. Sebelum dilakukan intinya kan ada hearing. Setelah KPPI melakukan investigasi ada hearing dipangilah lawyer entah wakil perusahaan yang dicurigai telah melakukan import gtu ya, makanya dibikin hearing supaya bila ada yang janggal bisa dengan KPPI, kalo perindustrian gak berperan disitu karena kan apa namanya KPPI independen. Karena bisanya kita mendukung kalo untuk kita berbicara tentang besaran tarif itu ga bisa, karena kita hanya pembina, apapun untuk melindungi industry kita mendukung
L
T L
: Apakah sasaran yang ingin dicapai? : Ya pasti lah untuk berkembangnya industri dalam negeri, karena kalo berbicara mengurangi impor pasti tidak bisa ya karena kita sudah masuk area perdagangan bebas apa namanya global, kan FTA- FTA sudah bisa, tapi paling gak industry dalam negeri sudah tumbuh
T L
: Kira-kira sudah berjalan ya bu apakah ada kemajuan?apa hasilnya? : Ada kemajuan sekarang ini utility nya sudah 70%, sudah hampir 70% sudah 60% artinya menunjukkan bahwa safeguard ini sudah efektif
T
: Apakah ada alternatif kebijakan yang lain bu? Atau menurut ibu ini sudah tepat? atau ada kebijakan lain yang lebih tepat?
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 5 (lanjutan)
L
: Yang diijinkan sekarang kan oleh WTO kan ada beberapa pertama ini harmonisasi artinya bea masuk tapi kan bea masuk sekarang sudah ga efektif karena sekarang FTA-FTA sudah banyak, jadi artinya sekarang nontarief barrier artinya kalo harmonisasi itu kan tariff barrier. Non tariff barrier itu safeguard, anti dumping SNI. Ini yang diijinkan oleh WTO. Karena melarang impor kan sudah gak boleh. WTO itu tidak memperbolehkan negara melarang impor. Jadi yang bisanya dipake non tarif barrier. Misalnya SNI, oke pake SNI boleh artinya setiap barang sudah punya SNI wajib nya terus ada barang masuk ke negara kita tidak ada SNI itu harus di re-ekspor tidak bisa masuk ke kita lah, jadi ibaratnya harus selevel denagn barang kita gitu kan.
T
: Terus untuk penyampaian alur informasi itu bagaiaman ibu? karena kalo kebijakan kan pasti ada cara menyampaikan informasi kan? apakah ada sosialisasi tentang BMTP ini? : Kalo itu sih BKF karena itu kan apa namanya kebijakan itu kan dituangkan dalam PMK jadi itu lebih ke BKF, jadi sosialisasinya lewat PMK karena besarannya ada disitu, dan juga negara-negaranya ada disitu dan itu ada di kementerian keuangan yaitu BKF
L
T L
: Adakah prosedur-prosedur dalam penerapan BMTP ini bu? : Tidak ada prosedur-prosedur lain, ada yang permendag itu ada prosedurnya misalnya harus melewati 5 pelabuhan utama yang ditentukan
T L
: Berarti implementornya Cuma DJBC? : Iya
T
: Adakah faktor penghambat dan pendukung dalam penerapan BMTP ini bu? : Gak ada karena kita tidak terlibat secara langsung, karena itu lebih ke industry yang terkait aja dan djbc sebagai implementor, karena kita kan tidak melakukan impor karena pelakunya industrinya dan djbc. Dia dieksekutor oleh DJBC jadi untuk penghambatnya disitu yang lebih tau adalah djbc.
L
T L
: Lalu bu katanya bapak Edward dari IISIA direktorat barang beredar juga terkait dengan pengawasan BMTP ini bu? Apakah benar? : Untuk direktorat barang beredar di perdagangan itu pengawasan untuk SNI artinya setiap barang beredar disini yang belum punya SNI ketahuan ditangkep dan barangnya disita, kalo untuk safeguard cukup ke djbc aja bukan ke pengawasan barang beredar. Karena kalo paku kan gak ada SNI nya masih tariff mainnya.
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 6
Narasumber : Ario N Setiantoro (selanjutnya disebut “A”) (Ketua Klaster Kawat Paku, The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA)) Pewawancara: Tati Anggraeni (selanjutnya disebut “T”) Tempat : Gedung Krakatau Steel, lantai 4 Waktu : Rabu, 23 Mei 2012, Pukul 13.45
T A
T A
: Bagaimana perkembangan industry paku di indonesia sebelum safeguard dan sesudah safeguard pak? : Safeguard itu kan berkahir tahun ini akhir tahun ini berarti kita mulai 2010. Yaa memang sebelum kami meminta KPPI untuk melakukan tindakan safeguard untuk mengenakan perlindunggan terhadap industry paku, industry paku ibaratnya sudah amburadul ibaratnya mbak, jadi dulu itu sebelum 2010 itu. Pas sebelum 2005 kami masih bisalah menikmati pembangunan di Indonesia ini istilahnya jumlah kebutuhannya masih bisa kami supply, malah kami cenderung over supply disbanding over demand jadi berapapun kebutuhan paku di indonesia bisa kami penuhi lah bahkan kami banyak melakukan kegiatan ekspor. Ke amerika ke Australia saya sendiri punya pengalaman ekspor paku ke amerika itu 3 tahun berturut-turut. Saya pergi ke gudangnya ke los angeles, California disana kita bisa melihat paku dari berbagai negara asia, dari Malaysia , singapura, Thailand, indonesia, china, Taiwan. Terus tiba2 setelah tahun 2005 ini kami dalam negeri mulai khawatir karena banyak paku impor dari china masuk dengan harga tidak masuk akal menurut kami, karena lebih murah dari bahan baku yang kami beli,. Bahan baku kami namanya wire rod salah satu produsennya Krakatau steel. Paku dari china ini masuk dengan murah kami curiga terjadi semacam under invoicing, kerjasama antara importir disini dengan pabrikan yang di china minta semua harganya dimurahin, diturunin. Yang diketik di dokumen harganya murah sehingga otomatis kalo harga yang diketik murah pajaknya juga murah. Atau transfer praktek lain yaitu transshipment : Apa itu pak? : Transhipment itu dari china masuk mampir ke singapura, atau mampir ke negara lain misalnya disana rubah dokumen bisa diaku itu paku dari singapura atau Malaysia dengan harga yang murah masuk kesini. Dari segi packaging kita gak bisa ditipu kalo itu paku dari china. Dari dulu 30 anggota lama-lama rontok itu 10 pabrik yang tutup itu antara periode 2005-2007 pabrik saya termasuk salah satu pabrik yang tutup. Mungkin begitulah jalannya ya baru 2008 kami ketemu sama KPPI kami baru tau ternyata ada lembaga pemerintah yang bertugas melindungi pasar indoensia dari serangan impor, dibawah kementerian perdagangan akhirnya kami kesana, kami tukar pikiran, bapak-bapak di KPPI bilang yaudah asal kalian bisa membuktikan memang terjadi kerusakan dahsyat yang terjadi di industry paku, injury ya. Silahkan pak di survey aja seluruh industry paku yang ada di sumatera sampe ujung pandang yang masih tersisa bapak datengin aja. Terus mereka turun, mereka pelajari
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 6 (lanjutan)
bahwa yang bertahan itu itupun kapasitas produksinya tinggal 30% dari yang biasanya kami bisa produksi sekitar 70%-80% dari utilitas mesin, turun dari 30%. Sementara paku impor grafiknya juga naik itu harus ada factor-faktor itu. Yang paku impor naik yang dalam negeri turun produksinya. Barang impor masuk dengan deras dan mengakibatkan pabrik dalam negeri tidak berdaya, akhirnya dilihat kalau itu terjadi ya akhirnya kami petisi kami disetujui dan akhirnya keluarlah safeguard paku itu tahun 2010, ya Alhamdulillah setelah keluar safeguard paku itu pelan-pelan mulia kondusif sampe akhirnay bisa dan bahkan ada pabrik paku dan ada pabrik paku pindahan dari china ya keliatan optimis. Cuma saya pribadi yang epornah bikin paku saya gak mau lagi karena saya takut akan akhir tahun ini berakhir terus terjadi lagi kolapse, karena mau dibolak-balik gimana akar masalahnya itu bahan bakunya kami dapat masih mahal. Sekarang kalo dibandingin wire rod dari dalam negeri dengan wire rod yang dari luar negeri itu lebih murah dari dalam negeri harganya. Ibaratnya di asia tenggara itu masih paling mahal. Ibaratnya bagaimana kami disuruh perang kedepannya, kami punya bedil tapi pelurunya mahal. Itu kembali lagi ke produsennya bagaimana mengefesiensikan masing-masing kami kan punya masalahs endiri-sendiri, di hulu kami punya masalah, di hilir kami juga punya masalah. Yaa begitulah jadi akar masalahnya harus dibenarin lagi. Kami masih bisa sih mempunyai kesempatan untuk memperpanjang tapi ya percuma diperpanjang mungkin Cuma kasih napas lagi aja selama 1 tahun 2 tahun tapi ya selama pihak hulunya tidka bisa memberikan kami harga yang bersaing ya sulit. Ibaratnya nih harga bahan bakunya 1000, biaya untuk negbuat pakunya 100 biaya ngebuat paku di seluruh dunia kan sama yang membuat berbeda adalah bahan bakunya. Buktinya kami dulu pernah bisa ekspor sampai ke amerika jauh kan, sam anegara-negara asean juga jauh kan. Berarti disbanding negara-negara lain kami juga bisa bersaing dengan engara asean lain. Yang akhirnya membuat kenapa kok akhirnya china aja yang bisa masuk ke amerika, yang lain rontok kayak Malaysia, Taiwan. Nah artinya masing-masing di dalam negerinya bahan bakunya mahal. Nah tapi setelah kami selidiki lagi pemerintah china juga menerapkan sistem yang tidak fair tapi itu sulit dibuktikan. Itu namanya subsidi tax jhadi misalnya di china bahan baku kan billet bahan baku wire rod, itu kalo keluar china kena pajak tambahan 25% jadi mereka menguasai bahan baku karena tidak pernah kekurangan bahan baku. Namun diujungnya, dihilirnya semua siapapun yang bisa menjual paku china ke luar china itu mendapat keringanan pajak 15%, disitu subsidi tax nya terjadi. Sebenarnya tidak diperbolehkan oleh WTO tapi china dengan pintarnya bilang kalo itu diberlakukan untuk seluruh produk dia itu tdiak apa-apa, T A
: Berarti masalah di indonesia dari awal sudah kekurangan bahan baku ya pak? : Kekurangan sih gak, bahan bakunya jadi mahal, nah kan ada teknologiteknologiyang kayak Krakatau steel ini gausah di quote ya jadi intinya teknologi yang dipakai krakatatau steel itu kurang canggih dibandingkan
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 6 (lanjutan)
dnegan yang dipakai oleh negara china. Dari segi alat saja alat dari china mampu menghasilkan bahan baku yang jumlahnya lebih banyak. T A
: Perusahaan apa saja yang mengimpor paku? Adakah daftar Importir besar yang mengimpor paku? : Data resmi untuk impor paku itu berada di DJBC, baik itu berapa jumlah impornya maupun siapa yang mengimpor itu ada dalam data di DJBC. Namun data tersbeut bersifat rahasia jadi kami memilki keterbatasan untuk itu. Untuk mengajukan petisi safeguard saja kami harus mencari dan mendatangi sendiri perusahaan-perusahaan yang di indikasikan melakukan impor paku. Salah satu importir yang kami datangi itu adalah importir di jalan HS Raden Patah, itu dulu kami datangi, itupun kami datang dengan menyamar menjadi konsumen bukan bilang kalo kami dari industry paku, karena kan kepentingan kami berlawanan.
T A
: Apa alasan paku dari China banyak diminati di Indonesia? : Alasannya ya karena murah. Paku dari china seperti yang disebutkan tadi dijual dengan harga yang murah. Bahkan importir dari HS Raden Patah saja mengaku kalo harga paku mereka memang murah, meskipun kami menurunkan harga paku, tetap saja mereka akan menurunkan harga pula yang jauh dibawah kita. Ibaratnya harganya memang jauhlah, kalo kita bertarung dengan mereka ya tidak bisa. Kalo dari segi kualitas paku dari Indonesia juga tidak kalah kualitasnya, bahkan malah paku dari china itu yang biasanya kualitasnya tidak begitu bagus, terkadang ada yang mudah bengkok jika dipukul. Hal itu dikarenakan mereka memproduksi produknya secara missal dan mengandalkan harga yang murah.
T
: Apa peran IISIA dalam penetapan maupun dalam peng-implementasian kebijakan BMTP ini? : Peran IISIA hanyalah saat mengajukan petisi safeguard ke KPPI, setelah itu tidak ada lagi peran IISIA disini. Waktu mengajukan Petisi itu IISIA harus mengumpulkan persayaratan yang diminta KPPI. Setelah mengajukan petisi, itu lalu KPPI yang menangani, dia yang melakukan penyelidikan untuk mengecek apakah yang data yang ditulis dalam petisi itu benar, dan membuktikan apakah terbukti terdapat kerugian yang dialami industry dalam negeri, jika benar lalu KPPI merekomendasikan ke kementerian perdagangan, lalu ke kementerian keuangan kemudian diputuskan. Kami hanya terlibat dalam hearing pendapat saja yang dilakukan oleh KPPI.
A
T A
: Bagaimana implementasi kebijakan BMTP ini dilapangan? : Sejauh ini tidak ada masalah. Paku ini merupakan produk yang tergolong sukses dikenakan BMTP, hal itu dibuktikan dengan jumlah impor yang menurun dan mampu memulihkan keadaan industry dalam negeri. Untuk di lapangan sejauh pantauan kami juga implementasi paku tergolong salah satu yang sukses, hal ini berbeda dengan kawat bindrat yang juga dikenakan BMTP. Kalo kawat bindrat banyak ditemukan penyelewengan di lapangan, seperti misalnya produk dari China dikirim ke Malaysia
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 6 (lanjutan)
dulu, dari situ baru dikirim ke Indonesia dan bilang kalo itu produk Malaysia jadi gak kena BMTP, soalnya kan Malaysia termasuk negara yang dikecualikan dalam pengenaan BMTP kawat bindrat. Tapi kalo paku sejauh ini kami lihat tidak ada masalah T A
: Apa saja pencapaian yang telah diperoleh atas pelaksanaan kebijakan pengenaan BMTP impor produk paku? : Salah satunya tentu saja adalah jumlah impor yang menurun. Bisa dilihat nanti data impor disitu terlihat bahwa impor paku setelah dikenakan safeguard lama-lama menurun. Selain impor pencapaiannya adalah bisa dilihat dari kapasitas produksi industry dalam negeri. Sebelum dikenakannya safeguard, sebelum adanya lonjakan paku juga itu kapasitas produksi kita rata-rata 20.000 ton per bulan, ini kapasitas produksi yang terserap di pasaran. Berarti per tahunnya sekitar 240.000 ton. Namun setelah terjadi lonjakan impor kapasitas produksi yang terserap di pasaran turun menjadi 30%, itu penurunannya cukup tajam sekali. Lalu setelah dikenakan safeguard kapasitas produksi lama-lama naik dan sekarang ini per bulan nya industry paku mampu menghasilkan sekitar 30.000 ton paku per bulannya.
T A
: Apa saja factor pendukung dalam implementasi penerapan BMTP ini? : Faktor pendukungnya ya Alhamdulillah KPPI bergerak cepat menanggapi permohonan kita, sehingga industry dalam negeri tidak terlalu lama terpuruknya. Kami sangat berterimakasih sekali kepada KPPI yang sudah bergerak cepat ya menanggapi hal ini dan akhirnya kementerian keuangan mengeluarkan kebijakan BMTP terhadap paku ini.
T A
: Apa saja faktor penghambat dalam implementasi penerapan BMTP ini? : Sejauh ini sih tidak ada ya factor penghambatnya. Karena dari hasil pantauan kami penerapan safeguard atas paku ini berjalan lancar-lancar saja
T
: Kalo saya ingin mewancarai industri itu sebaiknya saya mewancarai siapa ya pak? : PT Dunia Metal Works, karena ini indiustri yang paling tua dari 60 tahun, menajdi perusahaan yang paling tua di industry paku.
A
T A
T A
: Sebenarnya kalo industry paku ini memproduksi hanya 1 jenis paku atau banyak jenis? : Ohh enggak memproduksi banyak jenis paku, macem-macem. Cuma karena yang paling deres itu common nail, apalagi di dunia metal paku itu ratusan jenisnya, Cuma yang rata-rata dibuat di indoensia ya karena aplikasi nya ya common nail : Ohh jadi ibaratnya yang paling dibutuhkan adalah common nail? : Iya yang dibutuhkan common nail, kalo disini paku2 nya macem2
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 6 (lanjutan)
T
A
T A
: Jadi dapat disimpulkan meskipun yang diproduksi pakunya jenisnya banyak tapi karena yang dibutuhkan adalah common nail dan common nail yang palinng banyak impor, jadi ikut anjlok semua. : Kan kalo yang lain pun yaa paling berapa persen sih common nail dari produksi bulanan bisa 90% nah baru sisanya baru paku-paku variasi lain : Kalo konsumen paku itu siapa saja pak?apakah kontraktor? : Kontraktor itu kan belinya di toko, kami pun gak perrnah jual ke kontraktor paling distributor sama retail. Kalo distributor mah gak peduli, konsumen juga gak, kuality mandeed juga belum ada karena menurut kami juga ga begitu bagus, karena mereka ga begitu menderita. Yang paling menderita adalag pabrik dan tenaga kerjanya yang menderita kerugian.
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 7
Narasumber : Bambang (selanjutnya disebut “B”) (General Manager PT Dunia Metal Works) Pewawancara: Tati Anggraeni (selanjutnya disebut “T”) Tempat : Komplek Ruko Harmoni Mas A/30 Waktu : Rabu, 8 Juni 2012, Pukul 13.30
T
:
Bagaimana kondisi industri paku nasional sekarang ini pak setelah adanya safeguard? Kondisi nya seperti biasa saja, karena masih ada paku impor yang masuk jadi tidak terlalu efektif.
B
:
T B
: :
Loh bukannya jumlah impor paku sudah menurun ya pak? Iya tapi belum optimal, ibaratnya dulu paku asal china masuk sekitar 50% sekarang sudah turun tapi masih ada paku impor china sekitar 25%. Memang data impor paku itu keliatannya turun tapi sebenarnya kami menduga impor paku khususnya dari negara China tetap masuk banyak ke Indonesia, diindikasikan sih masuknya dicampur barang-barang elektronik gitu. Jadi satu truk ada barang elektronik, barang-barang lain sama paku.
T
:
B
:
Bagaimana tanggapan dari pihak industri terkait kebijakan BMTP impor paku ini pak? Sebenarnya sih cukup puas ya dengan kebijakan BMTP ini asalkan dijalankan dengan baik. Namun kebijakan ini dirasa belum optimal untuk melindungi industri dalam negeri karena di pasaran paku impor asal china ditemukan dengan harga yang lebih murah atau sama dengan bahan baku, Sedangkan kita untuk memulai proses aja perlu biaya kan. Berarti kan masih ada impor dari china yang masuk.
T B
: :
Kira-kira kalo paku dari china harganya berapa pak? Tergantung bahan bakunya, kayak misalnya sekarang bahan baku wire rod nya dari Krakatau steel itu harganya 8000, jadi paku itu sekitar 90009500. Kalo China produk pakunya bahkan bisa di angka 7800-7900. Dan di china nya sendiri kalo di china nya sendiri kalo ekspor paku itu dapat insentif pajak ekspor dari pemerintahnya, makanya dia bisa murah
T
:
B
:
Apa saja manfaat yang diperoleh industri dalam negeri pak terkait dengan dikenakannya safeguard paku ini? Manfaat dari pengenaan BMTP paku ini kita hanya rasakan selama 3-6 bulan pertama. Itu di bulan-bulan awal itu harga paku naik sehingga keuntungan kita juga meningkat, tapi itu hanya di 3-6 bulan pertama saja, setelah itu kembali ke keadaan normal lagi karenapaku china masih ebredar di pasaran.
T
:
B
:
Kalo menurut bapak apa kebijakan yang kurang dari pemerintah dalam mengenakan kebijakan untuk produk paku pak? Ya harus konsisten dilaksanakan oleh pihak terkait, bea cukai,
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 7 (lanjutan)
perdagangan ,perindustrian karena kalau didiamkan saja percuma itu peraturan mubazir, secara tertulis aja, tapi prakteknya masih ada paku di china., diharapkan semuanya pro-aktif terutama instansi pemerintahan ya T
:
Lalu pak, apa kebijakan fiskal atau pajak yang diharapkan untuk melindungi kebijakan Kita sebenarnya dulu pernah diberikan oleh Krakatau steel kebijakan indirect ekspor istilahnya harga lebih murah untuk tujuan ekspor dibandingkan dengan harga untuk dijual dalam negeri. Asal barang itu harus di-ekspor ya,terus ada buktinya seperti PEB, itu tahun 2000-2005 kalo ga salah. Setelah itu gak ada lagi kebijakan itu, makanya kita kalah bersaing dengan China. Kan kita ekspor ke amerika, pertma kita kalah bahan baku, kedua kita kalah di freight (biaya kapal) karena china ke amerika lebih deket kalo kita ke amerika lebih jauh. Untuk mutu barang ya kita sama lah tidak kalah bersaing. Kebanyakan ke amerika ekspornya, karena di amerika itu kan negara maju, dia kalo bikin begitu jatuhnya lebih mahal costnya dibanding impor
B
:
T
:
B
:
T B
: :
Kalau wire rod itu bapak dapat darimana?dari KS atau china? Sebenarnya sama sih ya harganya, bisa murah luar negeri tapi beda sedikit, karena untuk impor itu kuantitinya harus banyak, kita masalah di cashflow. Partai lah ibaratnya gak bisa ngecer, kalo misalkan 5000 ton kali 8000 banyak kan. Dulu kita juga pernah impor juga dari Australia tapi karena kursnya tinggiu jadi gak masuk
T
:
B
:
Terus pak safeguard kan sudah akan berakhir di akhir tahun 2012 ini sekitar bulan September, nah itu persiapan yang dilakukan industri paku itu apa pak untuk mempersiapkan ini pak? Kita sebenarnya minta permohonan untuk diperpanjang, mudah-mudahan sih bisa diperpanjang, tapi jika tidak bisa mau gak mau ya lawan dia.
T
:
B
:
T
:
B
:
T
:
Berarti pak dapat disimpulkan masalah utama dalam industri paku ini sendiri yaitu bahan bakunya ya pak? Iya dong itu sangat vital, karena bahan baku itu sendiri pengaruhnya sudah 90-95% dari cost, sisanya labour cost dll itu kecil. Karena kalo beberapa perak saja bedanya berpengaruh
Kalau minta permohonan perpanjangan ini pak, caranya gimana apa pake prosedur petisi dari awal apa gimana? Yaa hampir sama, pake data-data lagi Kira-kira nih pak menurut bapak kalau safeguard nya tidak diperpanjang apa situasi yang akan terjadi menurut bapak? Saya rasa belum bisa industri paku, saya rasa bakal anjlok lagi, soalnya dari awalnya udah mahal wire rod Berarti dapat saya simpulkan kalo di tahun 2005-2008 ini banyak industri yang kolapse karena lonjakan impor ya pak, tapis etelah adanya safeguard, impor masuk tetap ada tapi mungkin dengan jumlah yang
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 7 (lanjutan)
lebih sedikit T
:
Terus saya kan dapat dari KPPI tentang hasil yang dicapai utilisasi kapasitasnya meningkat Ada sih penambahan utilisasinya
B
:
T B
: :
Sekitar 30% pak? Gak nyampe lah paling hanya sekitar 10% -15%. Utilitas ini kapasitas produksi yang tersedia dengan kapasitas produksi yang berjalan. Misalkan kapasitas maksimal kita 1000 terus kapasitas produksi kita 800.
T B
: :
Ada penambahan pabrik baru? Gak banyak ya hanya ada 2-3 pabrik. Tapi ini sebenarnya pabrik join dari china, jadi dia datengin mesin sama orang-orangnya kita yang memproduksi. Cuma namanya lupa, ada di tangerang sama di cakung
T
:
B
:
Kalo dari segi tenaga kerja pak? Misalnya disini dinyatakan kalo industri dalam negeri mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja kalau disini mungkin kan dalam skala nasional, kalo di PT dunia metal sendiri gimabna pak? Kalo di dunia metal sam aja tetap sekitar 200 orang etnaga kerja. Paling beda di shift nya aja misalkan tadinya 1,5 shift jadi 2 shift. Sebenarnya sih kita maksimal 3 shift kalo maksimal. Dulu eprnah kita pas ekpor tahun 1980-1990
T
:
B
:
T
:
B
:
T
:
B
:
Terus pak kalo nomor 4 perusahaan dalam negeri telah mampu melakukan ekspor, sednagkan dalam perbandingan di tabel malah anjlok. Itu sebenarnya kalo yang dialami PT Dunia metal sendiri bagaimana pak? Yaa itu karena kita kalah bersaing kan dengan china Ini gara-gara apa ya pak kira2, kok makin turun, apa karena industri dalam negeri lebih ditekankan untuk mencukupi kebutuhan industri dalam negeri ya pak? Sebenarnya gak juga kalo kita mau ekpor otomatis kan kita hasilnya juga dollar kan, itu juga menguntungkan ekspor sebenaranya, asal bahan bakunya dibantu dari KS nya yang indirect ekspor, kalo gak, gak bisa ngelawan. Kalo sistem ekspor ini gimana sih pak?kita cari pembeli dulu apa gimana sih pak? Sebenarnya disini banyak agen juga, dia yang nawarin kita kita mau ekpor gak ke amerika, terus harganya sekian-sekian. , tapi karena gak masuk ya kita gak berani ambil. , untuk apa kita kan rugi. , tapi dari segi kualitas sih kita menang
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 8
Narasumber : Du Long (selanjutnya disebut “D”) (Director PT Batraja Wirenindo Utama) Pewawancara : Tati Anggraeni (selanjutnya disebut “T”) Tempat : Jl. Kapuk Pulo 109 Jakarta Barat Waktu : Rabu, 13 Juni 2012, Pukul 13.00
T
:
D
:
T
:
D
:
T
:
D
:
T
:
D
:
T
:
D
:
Bagaimana kondisi industri paku nasional sekarang ini pak setelah adanya safeguard? Sebelum adanya safeguard banyak paku dari china yang masuk ke Indonesia secara legal dan illegal sehingga menyebabkan terjadinya lonjakan impor dari china yang menekan industri dalam negerinya sendiri karena kalah bersaing dengan harga paku dari china yang murah. Lalu sesudah diterapkan safeguard paku dari china hampir sudah tidak masuk, otomatis industri dalam negeri bertumbuh dengan kapasitas produksi yang dulunya sekitar 30%-40% sekarang menjadi 60%-70%. Pertumbuhan pabrik baru sekitar 10-30% Apa saja manfaat yang diperoleh industri dalam negeri pak terkait dengan dikenakannya safeguard paku ini? Manfaat yang kita rasakan ya tentun saja ya merasa mendapat keuntungan pastinya karena tidak terpukul impor sehingga bisa berproduksi dan berdagang dengan stabil Bagaimana tanggapan dari pihak industri terkait kebijakan BMTP impor paku ini pak?Apakah sudah mampu melindungi industri dalam negeri secara optimal? Menurut saya sudah optimal, karena seperti yang dijelaskan diawal karena BMTP ini sudah optimal mengatasi lonjakan impor sehingga impor paku hampir nol ya. Apa kebijakan fiskal/ pajak yang diharapkan oleh industri dalam negeri agar dapat bersaing dengan industri paku dari luar negeri? Kita sih mengharapkan safeguard diperpanjang, mungkin dengan tariff yang agak rendah juga tidak apa-apa, tapi yang penting setidaknya masih ada safeguard di tahun depan. Tapi kita sudah mengajukan, asosiasi juga sudah mengajukan tapi dari KPPI menolaknya dengan alasan tidak terjadi lonjakan impor. Ya bagaimana tidak terjadi lonjakan impor secara logika saja kalau BMTP diterapkan otomatis di tahun-tahun BMTP itu tidak ada impor yang masuk ya kan? Nah kalau BMTP ini tidak diperpanjang masalah yang terjadi tahun 2005-2008 silam akan terulang lagi yaitu akan terjadi lonjakan impor dari china lagi dan otomatis industri dalam negeri lama-lama akan merosot lagi. kenapa sih pak kok industri dalam negeri bisa kalah bersaing dengan china? Kenapa kalah ebrsaing? Ya karena industri dasar indonesia seperti misalnya Krakatau steel belum bisa memproduksi bahan baku yang
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 8 (lanjutan)
murah. Kenapa china bisa? Karena skala produksi nya besar dan tekhnologinya juga canggih, sedangkan untuk di indonesia skalanya masih kecil tekhnologinya juga jadi otomatis lebih mahal dibanding negara china. T
:
D
:
T
:
D
:
T
:
D
:
T
:
D
:
T D
: :
Bagaimana persiapanindustri paku dalam negeri menjelang selesainya jangka waktu penerapan bea masuk tindakan pengamanan atas impor produk paku yang akan berakhir 30 september 2012 mendatang? ya tadi awalnya kita mengajukan perpanjangan safeguard paku tapi ditolak oleh KPPI, jadi ibaratnya untuk industri paku mulai oktober 2012 mendatang sudah tidak ada lagi pelindungnya, gerbang pelindung dibuka, otomatis kita harus membangun gerbang pelindung baru dong, nah ini niatnya akan kita lakukan dengan cara mengimpor bahan baku (wire rod) dari china. Hal ini dikarenakan harganya murah dan setau saya sudah tidak dikenakan lagi bea masuk karena adanya CAFTA. Kan salah satu hasil yang dicapai industri dalam negeri kan penaikan utilitas tadi pak yait sekitar 30% nah bagaimana yang dirasakan PT bataraja sendiri apakah utilitas nya naik segitu apa malah kurang atau lebih? Yaa sekitar segitu, sekitar 30% lah Lalu pak untuk penambahan pabrik paku menurut bapak berapa sih penambahan pabrik paku baru di Indonesia? Kalau setau saya ya yang pasti itu di Surabaya ada 2 pabrik paku dan di Jakarta ada 2 pabrik paku, ini penambahannya selama 3 tahun penerapan BMTP ini kan? Iya sekitar segitu, itu yang saya tau pasti ya, ada beberapa yang saya tau tapi saya kurang tau pasti jadi tidak saya sebutkan. Salah satu pabrik di Surabaya itu pabrik saya, ajdi saya melakukan ekspansi ke Surabaya. kalau dari tenaga kerja bagaimana pak? Apakah PT Batraja ini tengaa kerjanya bertambah? Ya jelas dong, kan utilitas produksi tadi bertambah sekitar 30% kan ya otomatis tenaga kerja juga bertambah. Apalagi dengan saya melakukan ekspansi ke Surabaya itu kan juga membutuhkan tenaga kerja, jadi pasti tenaga kerja bertambah. Kalo untuk ekspor bagaimana pak? kalo setau saya industri paku di indonesia sekarang tidak ada yang melakukan ekspor. Untuk pabrik saya tidak melakukan ekspor, kami paling di pasar lokal saja, karena apa? Karena itu tadi bahan bakunya mahal dibanding yang dipunya china jadi ya jelaslah kalah bersaing.
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 9
Narasumber
: DR. Permana Agung Daradjatun M.Sc (selanjutnya disebut “P”) (Dosen Pasca Sarjana UI) Pewawancara : Tati Anggraeni (selanjutnya disebut “T”) Tempat : Gedung Juanda 1 lantai 7 Kementerian Keuangan Waktu : Selasa, 12 Juni 2012, Pukul 11.30
T
:
P
:
T
:
P
:
Menurut bapak bagaimana konsep bea masuk pengamanan yang akhirakhir ini marak diterapkan pemerintah? Kenapa suatu negara menerapkan anti dumping atau BMTP? Kan tadi sudah disebutkan bahwa salah satu unsurnya ada injury. Tapi juga injury itu harus dibuktikan bahwa injury itu sebagai akibat dari adanya dumping dari negara lain, jadi kalau dia tidak bisa dibuktikan adanya penjualan harga normal dari negara diluar, tapi karena negara kita misalkan karena in-efisiensi dia menajdi injury itu kan tidak bisa. Jadi harus ada kausalitas, ada hubungan yang sangat erat antara injury dan negara itu melakukan dumping, itu kebijakan anti dumping. Kalau BMTP ini juga tindakan pengamana karena adanya lonjakan impor lalu dapat menggangu industri dalam negeri, sama-sama menggangu tapi yang satu itu menggangunya harus ada hubungan yang jelas karena negara tersebut melakukan dumping. Kalo ini tidak perlu ini dumping , mungkin karena dia lebih efisen membanjir lalu dia jual, sementara disini tidak efisien, membanjir betul ini, lalu minta ke negara melakukan safeguard. Jadi tidak perlu adanya kasualitas, banjir ini karena ada industri terluka dan terlukanya ini karena kelakuan dari negara lain, itu tidak ada. Betul-betul karena lonjakan impor yang besar tadi. Saya kira itu cukup pemahaman kita yang harus kita dalami lagi. Ini perbedaannya agak subtle, tidak terlalu kentara tapi berbeda. Lalu bagaimana menurut bapak mengenai penerapan BMTP ini mengingat Indonesia berada di urutan ke 3 dari negara WTO yang paling banyak mengenakan safeguard, padahal KPPI sebagai badan penyidik tindakan safeguard baru berdiri di tahun 2003,dan sampe 2011 ini sudah 10 tindakan pengamanan yang dikenakan. Menurut bapak itu bagaimana dari waktu yang sesingkat itu sudah menerapkan begitu banyak kebijakan BMTP? Mmm gini menurut saya secara ekonomis, yang lebih baik itu anti dumping. Karena suatu negara melakukan dumping proceed sehingga bisa mengharapkan mengaharapkan merusak perdagangan negara lain, itu perlu sepanjang kita dapat membuktikan karena sekarang ini sangat sulit sekali membuktikan ini kita melakukan diskriinasi kepada barangbarang luar. Jadi harus dapat membuktikan dengan sanagt kuat baru dijamin oleh sistem perdagangan internasional untuk mengambil langkah, karena itu saya lebih prefer ke anti dumping, karena agak jahat lah, dia menjual dengan harga misalnya di dalam negeri 100 diekspor dijual 60 hanya untuk bisa mematikan industri luar negeri. supaya di dalam market share internasional, market share nya barang dia bisa
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 9 (lanjutan)
menguasai jauh lebih banyak. Dan jangan lupa kalo negara itu mati industrinya, tapi tidak hanya industrinya yang mati melainkan tenaga kerjanya, kesempatan ekspornya, peneriumaan devisanya dan sebagainya karena itu perlu dibantu dengan bea masuk anti dumping. Kalo yang BMTP ini lebih banyak kepada ya itu suatu negara tiba-tiba merasa banjir impor, dia boleh jadi merasa kok industri dalam negeri tidak berkembang, kok tidak bisa memasokdomestik market, kok tiba-tiba barang impor yang ada terus, itu sebenarnya perlu digali lebih dalam kenapa hal itu bisa terjadi jadi kalau dalam periode terlalu singkat itu sudah terlalu banyak mengeluarkan BMTP itu berarti suatu indikasi kalo ini agak strong itu membuat kesimpulan, kebijakan industri kita agak sedikit kurang berhasil. Terus terang saja ya sehingga barang-barang impor tiba2 membanjir, lalu dimana industri yang ada di indonesia. Kalo kamu mau menyimpulkan itu tolong di support juga dengan beberapa data industri barang industri sejenis tadi yang impor melonjak tadi disitu, sampai sejauh mana dia berkembang, lalu fasilitas apa yang dia sudah nikmati tapi kok juga tidak bisa berkembang, itu data-data itu bisa mensupport kesimpulan yang tadi. T
:
P
:
T
:
P
:
Saya pernah wawancara industri nya pak juga dengan asosiasinya katanya mereka emang sih BMTP ini cuma untuk memberikan napas beberapa tahun saja, padahal masalahs ebenaranya buka itu, masalah utamanya terletak pada bahan baku yang memang masih tergolong mahal dan bahkan paku dari china saja harganya sewaktu amsuk di indonesia harganya sama saja dengan bahan baku atau malah lebih murah. Nah itu berarti kebijakan industrinya apakah dengan penurunan tariff, atau perusahaan yang membuat komoditi itu bisa efisien atau tidak itu menjadi tidak maksimal. Sehingga in the end of the day tiba-tiba kita sadar barang impor begitu banyak. Itu maksud saya digali, karena persoalannya, the real problem itu. Kita lihat negara-negara yang establish, jarang sekali pake BMTP dia hanya pake anti dumping jika negara itu nakal. Kalo memang industrinya sudah cukup kuat, dia biarkan itu barang impor bersaing dengan industri dalam negeri. karen ayang annatinya menentukan itu kan konsumen, industri dalam negeri bisa bersaing dengan harga yang murah, pasti itu gak akan bisa masuk itu barangnya. Tapi kenapa masuk? Kenapa tiba-tiba dia merengek minta BMTP? Ya itu tadi itu memeprpanjang napas tadi. Kebijakan industri tadi yang ahrus lebih digali Kalo dari segi pelaksanaan ini BMTP ini kira-kira mampu gak sih pak melindungi industri dalam negeri? Pertanyaannya bagus inin implementasi. Kita ini banyak orang pintar wacana nya luar biasa diskusinya luar biasa, tapi masalah terbesar yang timbul adalah pada saat kebijakan itu akan diimplementasikan. Karena kita gak punya, kalo terus terang ketidaksiapan kita adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia kita maksudnya sumber daya manusia itu birokrasinya dan sumber daya di industrinya itu asset yang paling berguna tapi paling wasted. The most importang asset is people but the
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 9 (lanjutan)
most wasted juga people. Jadi kira punya wacana baik-baik begitu dilaksanakan gak bisa dan kita seolah-olah tidka mau tahu dalam reformasi birokrasi, tidak mau disentuh. Gagasan-gagasan itu luar biasa tapi begitu implementasinya negara kita paling terbelakang. Our problem is not economic, our problem is not political, our problem is people. T
:
P
:
T
:
P
:
Kan tindakan pengamanan itu ada dalam bentuk bea masuk dan dalam bentuk kuota ya pak, terus menurut bapak kenapa pemerintah menerapkan bea masuk seragam gitu? Tools nya untuk tindakan pengamanan itu benar bisa tariff bentuknya bisa kuota, tapi itu kan tools. Tools yang memang disediakan oleh WTO untuk menggunakan salah satu dari ekdua itu atau kombinasinya, tapi lagi-lagi itu saya mau kasih contoh di amerika dulu mengadakan reformasi birokrasi tahun 60-an. Itu kenapa melalukan reformasi? Karena mereka pedagangnya, importirnya, ekportirnya dna sebagainya menemukan sudah tidak convenience lagi. Sudah banyak sekali birokrasi yang menghambat, jadi perlu diadakan birokrasi. Begitu reformasi dilakukan rubahs istem, rubah sarana prasarana dan rubah semua dan 10 tahun itu di evaluasi. Dan hasil evaluasinya adalah regulasi yang real yang dirasakan oleh importir atau , industriawan ekportir atau pelaksana bukan pasal dalam undang-undang, the real regulation is in the mind of the duties, jadi ada di mind nya aparat-aparat pelaksana yang melakukan kebijakan. Kalau mindset nya masih bisnis as usual atau yang masih old fashion saya melihat mau pake kuota pake tariff ini Cuma beda secara tools tapi intinya sama ingin menghambta barang impor tidak banjir lagi amsuk ke indonesia. Memang kalo tariff itu sifatnya seolah-olah tidak terlalu campur secara administrative, misalnya barang ini saya naikkan tariff nya drai 10 menjadi 15, dengan harapan supaya harga jual itu setelah tariff dikenakan akan lebih tinggi dan akrena lebih tinggi demandnya lebih rendh, dank arena demandnya lebih rendah dan permintaan drop, dan barang impor jadi berkurang. Kan gitu maksudnya tapi kalo dalam impleentasinya yang gak bener, amsih banyak yang bocor, percuma nanti . sama ajka akyak kuota kuota itu akan dibatesin, statu tahun misalnya indsutri 100 jutya per tahun belum lagi menciptakan pembagian sekian ratus ton untuk PT inis ekian ratus ton untuk PT ini. Nantri semua yang masuk kan harus tercatata dalam dokumen2 impor, bisa terjadi 1 dokumen terpakai 2 kali jadi yang masuk bukan 100 jutra tapi 200 juta, jadi sama-sama makenya itu tapi yang teriak dia-dia lagi . jadi efektifitas kebijakan itu yang perlu diperhatikan. Selama itu tidak dialkukan dengan efektif mau tariff mau kuota tetep saja tidak bisa Kalo dari segi pengawasan pak ada tidak sih pka yang mengawasi bea cukai dalam pelaksanaanya Ada itu emmang kewenangan mengawasi barang itu kewenangan custom, kalo mengawasi orang itu imigrasi . tapi kalo barang ada double juga, ada barang-barang tertentu yanga da karantina makanya di pelabuhan ini ada CIC (custom immigration and carier) instansi mana
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012
Lampiran 9 (lanjutan)
yang gak ada di pelabuhan? Semuanya ada. Maslaahnya complicated kalo sudah berbicara implementasi. T P
: :
Bagaimana implementasinya saat dilapangan? BMTP ini kalau pendekatannya tariff itu pada saat bayar, jadi pas saat dia impor, jadi suatru barang tidak boleh memasuki peredaran di wilayah indonesia pasar maksudnya sebelum segala kewajiban kepabenanan termasuk membayar BM, BMTP tadi. Untuk BMTP ini kita ngisi, jadi dokumen PIB itu harus diajukan bersama ini, khusus untuk BMTP itu mempunyai formulir sendiri, ini juga diisi, diajukan bersamaan, diajukan dalam dua dokumen, satu diajukan PDRI pajak dalam rangka impor yang satu BMTP cuman dokumentasinya beda, setiap orang importir mengimpor barang dia harus tau dulu barang yang akan diimpor ini kena BMTP gak karena itu setiap negara yanga kana memberlakukan BMTP dia harus melakukan sosialiasi, karena semuanya harus tau
Implementasi kebijakan..., Tati Anggraeni, FISIP UI, 2012