IMPLEMENTASI FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI DESA LANTUNG KECAMATAN WORI Oleh : Andru G. Kahulubi
Abstrak Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengandung esensi kepada masalah otonomi daerah juga merupakan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terbentuknya Badan Permusyawaratan Desa(BPD) mendorong terciptanya Partnership yang harmonis serta tidak konfrontatif antara Kepala Desa sebagai kepala pemerintah desa dan BPD sebagai wakil-wakil rakyat desa yang diperagakan oleh lembaga legislatif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat Tujuan penelitian Untuk mengetahui bagaiman fungsi BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan Mengetahui proses hubungan kerjasama antara BPD dan Kepala desa di desa Lantung Kecamatan Wori Hasil penelitian ini menunjukan implementasi/pelaksanaan fungsi BPDdi desa Lantung Kecamatan Wori dalam mengayomi adat, membuat peraturan desa, dan melaksanakan pengawasan sudah cukup baik, terbukti dengan berhasilnya menyelesaikan agenda politik penting melaksanakan pemilihan kepala desa(hukumTua) dimana proses pemilihan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab BPD serta terciptanya beberapa peraturan desa(perdes), tentang APBD(Anggaran Pendapatan Belanja Desa), solidaritas duka, pembangunan dan pemeliharaan jalan, dan cara pemeliharaan ternak.
Kata Kunci: Iplementasi/Pelaksanaan, Fungsi, BPD
1.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur sistem pemerintahan dalam tiga tingkatan utama, yakni provinsi sebagai daerah otonom terbatas, kabupaten sebagai daerah otonom penuh dan desa sebagai daerah otonom asli. Artinya Undangundang No. 32 Tahun 2004 juga mengatur sistem pemerintahan desa dengan menempatkan desa sebagai salah satu daerah otonom yang bersifat asli. Angin segar yang dibawa arus reformasi adalah lahirnya pelembagaan politik ditingkat desa yang diharapkan memberikan dinamika dan suasana politik yang lebih demokratis, otonom, independent dan sekaligus prospektif dalam pembangunan masyarakat desa. Pengaturan mengenai desa dalam undang-undang ini meliputi peraturan tentang; penghapusan dan pembangunan desa ; Pemerintahan desa ;
Pembentukan,
Badan Permusyaratan Desa ;
Keuangan Desa dan melakukan Kerjasama antar desa Untuk memperkuat dasar-dasar operasional pelaksanaan pemerintahan desa, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2006 tentang pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa. Peraturan pemerintah ini melengkapi peraturan sebelumnya dengan menegaskan kewenangan desa. Terbentuknya BPD bertujuan mendorong terciptanya partnership yang harmonis serta tidak konfrontatif antara kepala desa sebagai kepala pemerintah desa dan BPD sebagai wakil-wakil rakyat desa yang diperagakan oleh lembaga legislatif baik ditingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
Eksistensi lembaga ini memiliki tugas, fungsi, kedudukan wewenang yang tidak kalah kemandiriannya dengan pemerintah Desa (Kepala Desa). Seperangkat peraturan perundangundangan yang menyinggung masalah Badan Permusyaratan Desa (BPD), menyebutkan bahwa secara garis besar institusi ini memiliki tugas dan misi luhur yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa. Fungsi kontrol yang di miliki BPD hendaknya diarahkan kepada upaya terselenggaranya pemerintah desa berkualitas, dinamis, transparan, baik dan bersih.Jika sebelumnya fungsi kritis dan kontrol warga itu berlangsung tertutup dan tersembunyi, maka kini bisa disuarakan secara langsung, terbuka dan prosedural. Lahirnya Badan Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Lantung Kecamatan Wori merupakan konsekwensi dari implementasi otonomi daerah.Dalam jangka waktu yang relatif cepat lembaga ini dibentuk untuk melakukan pilkades.Lembaga yang masih muda ini adalah lembaga legislatif desa yang baru dalam kehidupan demokrasi di tingkat desa, seharusnya memiliki tanggung jawab penuh untuk menjalankan peranan atau fungsinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap lembaga, termasuk Badan Permusyaratan Desa (BPD) Di Desa Lantung Kecamatan Woriakan seoptimal mungkin melaksanakan peran atau fungsinya secara baik, namun semua itu harus dipersiapkan secara matang dan terencana. Badan Permusyaratan Desa ( BPD) menjadi alat kontrol bagi pemerintah desa dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah di desa. Sehingga diharapkan pemerintah desa memiliki komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Akan tetapi pembentukan Badan Permusyratan Desa (BPD) yang tidak melibatkan berbagai perwakilan dari masyarakat yang ada akan mengakibatkan pelaksanaan fungsinya tidak berjalan secara optimal. Hal ini terjadi pada
proses pembentukan Badan Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Lantung, maka yang terjadi adalah tubuh anggota Badan Permusyaratan Desa (BPD) hanya berlaku parsial bagi pemerintah desa yang terpilih. Contohnya proses pembentukan dan rekruitmen anggota BPD telah dikuasai oleh Elit local Desa yang nota bene adalah dominasi kepala Desa. Hadirnya para anggota BPD adalah orang-orang yang bisa diatur dan direkomendasikan oleh pemerintah desa itu sendiri. Tujuan dari politik konspirasi seperti ini tidak lain adalah ingin menjadi penyeimbang dan proses tawar menawar dalam berbagai kepentingan politik didesa. Hal ini tidak lain bahwa dengan politik seperti ini pemerintah desa tidak mudah dijatuhkan begitu saja oleh keanggotaan BPD itu sendiri bahkan setiap program dari BPD tidak murni diatur oleh masyarakatnya sendiri melainkan sebagian adalah merupakan titipan dari pemimpin desa itu sendiri dalam proses dan mekanisme politik yang menjadi penyeimbang yang diharapkan tidak menjadi dominan bagi berkuasanya BPD. Pengalaman pada masa lalu yang menjadi pertarungan politik seringkali kepala desa mudah dijatuhkan oleh BPD itu sendiri hal inilah yang membuat kepala desa memiliki strategi dalam membangun komitmen politik sehingga menjadi politik konspirasi. Akibat dari politik konspirasi ini konsep kemitraan serta hubungan antara kepala Desa dan Badan Permusyawaratan desa tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari kegagalan dan kurang optimalnya Kinerja BPD dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislative yang mampu memberikan control terhadap proses penyelenggaranaan pemerintahan desa. Dari pengamatan sementara penulis yang tejadi di desa Lantung Kecamatan Wori, fungsi dari Badan Pemusyawaratan Desa dalam membantu Pemerintah Desa dalam terhadap penyelenggaraan pemerintahan, belum berjalan optimal masih adanya keluhan terhadap pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pemerintahan, BPD sebagai badan yang dibentuk
untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan terlihat fungsinya justru
mengabaikan
keluhan-keluhan yang ada dimasyarakat. Dilain pihak juga BPD belum mampu menerapkan tugas dan fungsi sesuai dengan yang dimanatkan dalam PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa dan UU No. 32 tahun 2004 khusus mengatur tentang peran dan Fungsi BPD itu sendiri.. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengambil pokok bahasan Penelitian dengan menitikberatkan pada : “ Fungsi Badan Permusyaratan Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Lantung Kecamatan Wori. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana fungsi Badan Permusyaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Lantung Kecamatan Wori?” 2. Apakah peran BPD dalam menjalankan fungsinya dalam mengayomi adat istiadat, membuat peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap Pemerintah Desa sudah dapat dilaksanakan dengan baik? 3. Bagaimana pula hubungan kerjasama dapat tercipta antara BPD dengan pemerintah Desa? 4. Kendala-kendala apa saja yang turut mempengaruhi Fungsi BPD dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan Desa. C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1). Ingin mengetahui fungsi BPD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa di desa Lantung Kecamatan Wori 2). Untuk mengetahui realisasi dari fungsi BPD dalam penyelengaraan pemerintahan Desa, 3). Mengetahui proses hubungan kerjasama antara BPD dan Kepala Desa, 4). Mengetahui berbagai kendala yang turut mempengaruhi fungsi BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan bahan masukan dan informasi bagi BPD
dan pemerinmtah desa
dalam menjalankan fungsi dan tugas serta
melaksanakan hubungan kerjasama yang baik. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dipakai sebagai bahan evaluasi bagi BPD dan Pemerintah Desa dalam mengoptimalkan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan desa. 2. Manfaat Ilmiah. Dari hasil penelitian
ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan Ilmu khususnya sumbangan nyata Ilmu Pemerintahan dalam memperkaya konsep-konsep dan peran BDP dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa. II KERANGKA TEORI Fokus Penelitian dan Penentuan Informan. Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya maka fokus penelitian ditekankan pada : “ Fungsi Badan Permusyaratan Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa Lantung Kecamatan Wori.”. Menurut Moleong (1996) bahwa perubahan masalah dalam penelitian kualitatif merupakan hal yang biasa bahkan sangat diharapkan. Karena tujuannya adalah mengungkap fakta-fakta yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada dilapangan. Berkaitan dengan masalah maka Moleong (1996 : 65) memiliki kesimpulan (1) bahwa
penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong. Implikasinya bahwa peneliti membatasi masalah studynya dengan focus seperti yang sudah diuraikan sebelumnya. (2) fokus adalah masalah yang bersumber dari pengalaman peneliti. Dalam penentuan focus suatu penelitian menurut Moleong (1996: 237) memiliki dua tujuan : Pertama, bahwa penetapan focus dapat membatasi study yang berarti dengan adanya focus, penentuan tempat penelitian menjadi lebih layak. Kedua bahwa penentuan focus secara efektif akan menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi (memasukan dan mengeluarkan suatu masalah) untuk menyaring informasi yang mengalir masuk. Menurut Moleong (1996:237) satu hal yang perlu diperhatikan dan sekaligus perlu disadari oleh peneliti ialah focus penelitian mungkin saja berubah. Perubahan seperti itu bagi penelitian kuantitatif tentu sangat sukar diterima , sebaliknya bagi peneliti kualitatif hal demikian merupakan hal yang biasa bahkan sangat diharapkan. Penelitian kualitatif mengharapkan demikian karena akan terjadi tingkatan penelitian yang dapat difahami dan dimengerti apa adanya. Berkaitan dengan penentuan informan, maka sesuai dengan fokus penelitian ini juga adalah seluruh Pimpinan BPD beserta Anggota dan Masyarakat Desa yang terlibat dalam kegiatan BPD dalam pelaksanaan tugas Pemerintahan Desa. Oleh karena itu untuk membatasi studi maka penulis lebih memilih penentuan informan apa adanya yang terpenting bisa menjamin kebenaran penelitian ini, maka Informan Penelitian ditetapkan sebagai sebagai berikut : Ketua BPD, Sekretaris BPD, Bendahara, ditambah 2 (Dua) orang Kepala Seksi, Kepala Desa dan Sekretaris Desa dan ditambah dengan 3 orang Anggota BPD. Sehingga jumlah keseluruhan Informan dalam penelitian ini adalah berjumlah 10 orang. III METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan dan pengolahan data. Teknik pengumpulan dan pengolahan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam berbagai bentuk yaitu melalui : 1.Observasi/pengamatan. Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi atau bahan keterangan yang jelas tentang masalah yang berhubungan dengan masalah yang berhubungan dengan kualitas pelayanan Publik. Dalam hal ini peneliti secara langsung terjun kelapangan untuk melakukan pengumpulan data baik melalui Informan kunci dan informan pelengkap. 2.Wawancara. Wawancara dilakukan melalui informan kunci yaitu penulis melakukan wawancara secara bebas namun terstruktur sesuai dengan pola wawancara yang penulis ajukan dalam
kegiatan penelitian. Teknik wawancaranya adalah penulis mendekati serta beradaptasi dengan pihak-pihak terkait dalam penelitian ini lalu penulis beradaptasi untuk mendapatkan informasi. Pada saat dilapangan penulis akan banyak mendapatkan informasi dari keterangan sumber-sumber terkait, informasi akan disaring (setting) guna mendapatkan informan kunci lalu penulis akan dapat mewawancarainya secara langsung. 3.Data Primer dan data sekunder Data primer dapat dilakukan atau diperoleh melalui pola wawancara terstruktur sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari Kantor Desa yang berkaitan dengan Deskripsi lokasi penelitian. 4.Study Dokumen. Dalam penentuan study dokumen maka dilakukan dari hasil wawancara mendalam melalui catatan pribadi penulis berupa buku harian yang disebut buku memo. Buku memo akan diberi symbol sesuai dengan hasil wawancara misalnya penulis mewawancarai salah satu anggota masyarakat desa maka penulis akan mencatat dari hasil catatan harian, berupa tgl hasil wawancara, kemudian jenis wawancara yang dilakukan, serta hasil jawaban yang diberikan. Kalaupun diperlukan rekaman dari tape recorder, maka hasil wawancara akan dievaluasi sesuai dengan jawaban masing-masing untuk mendapatkan kesimpulan tentatif. D.Teknik Analisis Data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berpatokan pada penelitian kualitatif yang lazim digunakan oleh setiap peneliti, oleh karena itu penulis mengambil petunjuk yang dikembangkan oleh para ahli peneliti kualitatif, yakni berpatokan pada konsep yang dibangun oleh Miles dan Huberman (1992 dalam Moleong ,1996). Kegiatan pengumpulan data dan analisis data tidak dapat dipisahkan. Pengumpulan data ditempatkan sebagai komponen yang merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Analisis data pada dasarnya sudah dilakukan sejak awal kegiatan penelitian sampai akhir penelitian Dalam model ini kegiatan analisis dibagi menjadi 3 tahap, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. 1. Tahap reduksi data Reduksi data yaitu proses pemilihan data kasar dan masih mentah yang berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung melalui tahapan pembuatan ringkasan, memberi kode, menelusuri tema, dan menyusun ringkasan. Tahap reduksi data yang dilakukan penulis adalah menelaah secara keseluruhan data yang dihimpun dari pelaksanaan kegiatan penelitian.
2. Tahap penyajian data Seperangkat hasil reduksi data kemudian diorganisasikan ke dalam bentuk matriks yang diberi nama display data sehingga terlihat gambarannya secara lebih utuh. Penyajian data dilakukan dengan cara penyampaian informasi berdasarkan data yang dimiliki dan disusun secara runut dan baik dalam bentuk naratif, sehingga mudah dipahami. Dalam tahap ini peneliti membuat rangkuman secara deskriptif dan skematis. 3. Tahap Verifikasi data/penarikan simpulan Verifikasi data penelitian yaitu menarik simpulanA berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber, kemudian peneliti mengambil simpulan yang bersifat sementara sambil mencari data pendukung atau menolak simpulan. Pada tahap ini, peneliti melakukan pengkajian tentang simpulan yang telah diambil dengan data pembanding teori tertentu. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis yang melahirkan simpulan yang dapat dipercaya.
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Fungsi BPD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Konsekwensi implementasi otonomi daerah salah satu perubahan yang fundamental adalah terjadinya pergeseran struktur politik pemerintahan desa yang jauh berbeda dibanding sebelumnya. Angin segar yang dibawa arus reformasi adalah lahirnya pelembagaan politik ditingkat desa yang diharapkan memberikan dinamika dan suasana politik yang lebih demokratis, otonom, independent dan sekaligus prospektif dalam pembangunan masyarakat desa. Pengaturan mengenai desa dalam undang-undang ini meliputi peraturan tentang; Pembentukan, penghapusan dan pembangunan desa ; Pemerintahan desa ; Badan Permusyaratan Desa ; Keuangan Desa dan melakukan Kerjasama antar desa. 1). Fungsi BPD dalam mengayomi adat. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang. 2). Fungsi BPD dalam membuat Peraturan Desa (PERDES).
Keberadaan Peraturan Desa mulai dikenal sebagai salah satu bentuk peraturan perundangundangan sejak diundangkannya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai salah satu tugas dari Badan Perwakilan Desa, sebuah badan yang dibentuk sebagai perwujudan demokrasi ditingkat desa. 3). Fungsi BPD dalam melaksanakan Pengawasan Sebagaimana difahami bahwa fungsi BPD mengayomi adat dan membuat serta menetapkan Peraturan Desa bersama-sama dengan pemerintah desa, maka fungsi lainnya adalah mengawasi jalannya pemerintah desa. Fungsi dalam bidang pengawasan ini meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD), dan pengawasan terhadap keputusan Kepala Desa 4). Fungsi BPD dalam menyalurkan Aspirasi Masyarakat Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengingatkan adanya sistem pemerintahan dan agar lebih efektif dan efisien serta demokrasi. Dengan demikian maka haruslah ada sebuah lembaga legislasi desa dan yang berperan dan berfungsi membuat keputusan desa. V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Badan Permusyawaratan Desa Lantung dibentuk berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2008 yang memiliki tugas dan fungsi mengayomi adat, menetapkan peraturan desa, melaksanakan pengawasan dan menampung aspirasi masyarakat. BPD Lantung telah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan dan peraturan Daerah ( UU No. 32 Tahun 2004, Keputusan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 dan Perda No. 1 Tahun 2008). 2. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan Fungsi BPD
dapat diuraikan sebagai
berikut : a). Fungsi BPD dalam mengayomi adat belum dapat direalisasikan dalam Perda. Adat istiadat yang dominan adalah Adat Minahasa seperti Pengucapan syukur dan Budaya Mapalus, Adat Sangir seperti Budaya Masamper dan Tulude.
b). Fungsi BPD dalam membuat Peraturan Desa adalah merupakan pedoman, petunjuk serta rambu-rambu didalam masyarakat untuk ditaati, direalisasikan, dilaksanakan
dan
dipatuhi oleh seluruh unsur masyarakat desa. Realisasi dari pembuatan dan penetapan Perda di Desa Lantung ditetapkan sebanyak 4 (Empat) Perdes, dan pelaksanaan sudah memenuhi berbagai ketentuan yang ada. c). Fungsi BPD dalam melaksanakan Pengawasan. Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh BPD antara lain pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, pengawasan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD), dan pengawasan terhadap keputusan Kepala Desa dan sebagian besar informan menyatakan bahwa pelaksanaan pengawasan bagi BPD dapat dianggap penting. d). Fungsi BPD dalam menyalurkan Aspirasi Masyarakat. Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar informan menyatakan bahwa pelaksanaan fungsi tersebut sudah sesuai dengan mekanisme yang ada. terutama dalam pengambilan keputusan untuk menampung aspirasi masyarakat dilakukan dengan musyawarah dan mufakat. Sedangkan cara untuk menampung aspirasi masyarakat dilakukan dengan cara tertulis dan lisan. 3. Hubungan kerjasama antara BPD dan Kepala Desa telah dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik yang dapat direalisasikan dengan kebijakan politik dalam membuat dan menetapkan peraturan desa. Saran 1 Dari hasil penelitian membuktikan bahwa pelaksanaan fungsi BPD yang lebih dominan ternyata fungsi kedua yaitu membuat dan menetapkan peraturan desa, sedangkan fungsi lainnya hanya dianggap sebagai fungsi penunjang. Melalui penelitian ini disarankan hendaknya fungsi untuk mengayomi adat, melakukan pengawasan serta menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat perlu lebih ditingkatkan khususnya perlu dituangkan dalam kebijakan politik melalui peraturan desa. 2 Pada intinya proses penyusunan Peraturan Desa tidak hanya dilakukan sebagai agenda atau kegiatan yang dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi tugas yang diemban oleh BPD dan Kepala Desa, melainkan benar-benar untuk
dapat menyelesaikan permasalahan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat desa. Oleh karena itu Peraturan Desa sebagai salah satu instrumen hukum yang mengatur masyarakat hendaknya memiliki kewibawaan yang tinggi sehingga dipatuhi oleh masyarakatnya sendiri. 1. Hendaknya substansi dalam membuat peraturan desa lebih dipertegas dengan menekankan pada perlunya materi muatan Perdes yang perlu dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat sebagai norma hukum, serta Perdes yang berkaitan dengan penggalian potensi
desa dan potensi
masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. Peluang desa untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri menuju otonomi desa tetap diberikan oleh UU 32 Tahun 2004 revisi UU No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, namun prosesnya masih bersifat setengah hati. Jika dicermati, ternyata dalam UU ini kewenangan kecamatan masih sangat besar terutama tentang pelimpahan tugas umum oleh Bupati/Walikota kepada camat untuk membina penyelenggaraan pemerintahan desa. Kondisi ini tetap saja akan memberi peluang bagi masuknya makna otoriter dan sentralistis dari kalangan pemerintah di atasnya dan tetap meminggirkan masyarakat desa dalam banyak aspek seperti pertanggung jawaban kepala desa disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat. Sementara otonomi desa adalah otonomi yang murni karena langsung bersentuhan dengan msyarakat di tingkat bawah.
DAFTAR PUSTAKA
BambangTrisantonoSoemantri PenerbitPradnyaParamita Jakarta.
2010,
MenatakembaliKelembagaanDesa,
Bintaro R. 2005. InteraksiDesa Kota Dan Permasalahan, Penerbit PT Gramedia Jakarta. DadangJuliantara 2000, ArusbawahDemokrasi, OtonomidanPemberdayaanDesa, Tim LaperaPustakaUtama. HAW Wijaya 2008OtonomiDesamerupakanOtonomi yang asli, bulatdanutuh,Penerbit PT Raja GrafindoPersada Jakarta. ----------------,2008, Tata PemerintahanDesa,Penerbit PT Raja GrafindoPersada Jakarta ----------------,2003, PemerintahanDesa,Penerbit PT Raja GrafindoPersadaJakarta J.B.A.F Mayor RajawaliJakarta .
Polak
1976,
SosiologiSuatuPengantarRingkas,
Penerbit
CV
JokoSiswanto 1997 AdministrasiPemerintahan Des, Penerbit CV Jaya Mulia Jakarta Mariun 1969, MengenalIlmuPemerintahan,PenerbitBinacipta Jakarta Marjun 1969, PemerintahanDesa, Mass University Press. Moleong 1996, MetodologiPenelitianKualitatif,PenerbitRosdaKarya Bandung. Miles danHuberman 1992, MetodologiPenelitianKualitatif,Penerbit PT Gramedia Jakarta. NdrahaTaliziduhu 1987, Pembangunan MasyarakatMempersiapkanMasyarakatMempersiapkanMasyarakatTinggalLandas,Penerbi t PT Gramedia Jakarta. Pamudji,2006, Administrasi Pembangunan,Penerbit CV Rajawali Jakarta. P.J.Bouman 1971, PengantarSosiologi,PenerbitAmico Bandung. PurwoSantoso dkk,2002, Pokok-Pokok Pembangunan Desa,PenerbitMasagung Jakarta. SoetardjoKartodihardjokoesoemo GunungAgung Jakarta.
1969,
Community
Devlopment,Terjemahan,
SurjadiA.Drs, Pembangunan DesadanPermasalahannya,PenerbitYayasan Dian Desa. Sutardjohadikoesoemo 1975, MengenalDesa, PenerbitYayasan Dian Desa Jakarta.
Syafie, 2004, IlmuPemerintahan,Penerbit PT Citra AdityaBakti Bandung. Moleong(1996:65-231-232-237) SumberSapirinDra, 1997, MengenalIlmuPemenrintahan,Penerbit CV Bina Media Jakarta Soeparmo 1987, Pembangunan MasyarakatDesa, Penerbit CV MandarMaju Jakarta. Sumber-sumberLain : -Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, TentangPemerintahan Daerah -Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, TentangPemerintah Daerah -Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, TentangPokok-PokokKepegawaian - Undang-Undang No. 5 Tahun 1975, TentangPemerintahanDesa - Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 Pasal 1 - Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 -PeraturanPemerintah No. 98 Tahun 2007 TentangPengadaanPegawaiNegeriSipil -PeraturanPemerintah No. 45 Tahun 2007 TentangPersyaratandan PengangkatanSekretarisDesaMenjadiPegawaiNegeriSipil -PeraturanPemerintah No. 72 Tahun 2005 TentangDesa -Kepmendagri No. 64 Tahun 1999 TentangPedomanUmumMengenaiDesa -PerdaMinut No. 1 Tahun 2007 Tentang BPD -AmandemenUndang-Undang No. 12 Tahun 2008 Bab XI Pasal 202 -Permendagri No. 4 Tahun 1981 - Permendagri No. 29 Tahun 2006 -PPRI No. 76 Tahun 2001 Pasal 1 angkat (2) – Pasal 7 ayat 2 danayat 3 - Kepres No. 28 Tahun1980 - PerdesDesaLantungTahun 2011
Tata
Cara