Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 24-29
IMPLEMENTASI CTL DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA Auliya Rahman Akmil1), Armiati2), Yusmet Rizal3) 1)
Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UNP Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
2,3)
Abstract Understanding the concept is an important point in the learning process. A good understanding of the concept of a material is the basis for proceeding to the next matter. To embed the concept well students are learning required applicable and factual. Contextual learning is a learning model that provides a real learning experience for students, linking subject matter learning with problems in daily life. The study was a pre-experimental design The One Shot Case Study. With the ability of a good understanding of the concept of expected student achievement can be improved over.
Keyword :Understanding the concept, Contextual Teaching and Learning (CTL)
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu ilmu yang dipelajari pada setiap jenjang pendidikan. Hal ini disebabkan karena matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan seharihari. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, dan memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari. Seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah dengan bantuan matematika, karena matematika itu sendiri memberikan kebenaran berdasarkan alasan logis dan sistematis. Permasalahan-permasalan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari merupakan pengetahuan yang dapat dijadikan dasar dalam mempelajari suatu materi. Konsep pembelajaran yang dipelajari dikaitkan dengan pengetahuan yang telah ada pada siswa. Sesuai dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006, salah satu prinsip pelaksanaan kurikulum dengan menggunakan dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi,
tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan). Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum yang diadopsi di Indonesia bertujuan mengoptimalkan proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pembelajaran di sekolah dilaksanakan dan harus mampu menciptakan suasana belajar yang aplikatif dan faktual. Sistem pembelajaran yang aplikatif dan faktual diharapkan dapat memberikan pemahaman konsep yang baik kepada siswa, sehingga prestasi belajar dapat meningkat. Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan pemahaman konsep. Sistem pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah harus memperhatikan agar konsep dapat tertanam dengan baik kepada siswa. Sesuai dengan tujuan kurikulum, pemahaman konsep harus mendapat tempat untuk lebih ditingkatkan di sekolah-sekolah.
24
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 24-29
Pemahaman konsep terdiri atas dua kata yaitu pemahaman dan konsep. Pemahaman merupakan terjemahan dari comprehension yang berati “mengerti benar”. Seseorang dikatakan paham terhadap suatu hal, apabila orang tersebut mengerti benar dan mampu menjelaskan suatu hal yang telah dipahaminya. Sedangkan konsep menurut Gagne dalam Suherman (2003: 36) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek/kejadian. Jadi, pemahaman konsep adalah kemampuan untuk memahami, memaknai, mengidentifikasi, serta mampu menjelaskan kembali konsep tersebut secara terperinci. Menurut NCTM (1999), daya matematika adalah kemampuan untuk mengeksplorasi, menyusun konjektur, dan memberikan alasan secara logis. Hal ini berhubungan erat dengan kemampuan pemahaman konsep seseorang. Jika kemampuan pemahaman konsep matematika seseorang telah baik, maka daya matematika yang dimilikinya juga akan berkembang dengan baik. Dalam mempelajari matematika, pemahaman konsep sangat penting untuk siswa karena konsep matematika yang satu dengan yang lain berkaitan sehingga untuk mempelajarinya harus runtut dan berkesinambungan. Jika siswa telah memahami konsep-konsep matematika maka akan memudahkan dalam mempelajari konsep-konsep berikutnya yang lebih kompleks. Salah satu pembelajaran yang mendukung pemahaman konsep matematika siswa adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam Contextual Teaching and Learning (CTL) siswa dibimbing dan diarahkan dalam menemukan sendiri konsep matematika. Sebagaimana menurut Utari Sumarno (2010) yang menyatakan bahwa “belajar diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh siswa, dan bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa”. Lebih lanjut disebutkan Armiati (2009) “menumbuhkembangkan kemampuan yang dimiliki siswa dapat dilakukan dengan cara melibatkan siswa secara aktif”. Dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses dan situasi yang dirancang guru sedemikian rupa
sehingga membuat proses dan kejadian itu menjadi pengalaman bagi siswa. Pembelajaran dengan CTL lebih banyak melibatkan siswa. Untuk menemukan konsep yang sedang dipelajari, siswa dituntut untuk aktif dengan bimbingan guru. Siswa dibimbing untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman-pengalaman faktual yang telah didapat dalam kehidupan sehariharinya. Situasi belajar didesain dengan memperhatikan kehidupan nyata agar siswa mudah mengaitkan pelajaran dengan keadaan sebenarnya. Bahan acuan belajar dapat diperoleh dari berbagai sumber yang ada dilingkungan sekitar, sehingga siswa aktif mencari sumber yang diperlukan dan saling bertukar ide atau gagasan dengan siswa lain. Dengan demikian pemahaman konsep siswa dengan menggunakan CTL akan lebih mendalam, karena siswa membangun konsep dengan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran dengan model CTL guru berperan sebagai pembimbing. Guru menuntun siswa menemukan dan membangun konsep pelajaran sendiri. sebagaimana yang dijelaskan oleh Nuhadi dalam Rusman (2011: 189) pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Jadi, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada pemberi informasi. Prinsip CTL yang harus dikembangkan oleh guru yang pertama adalah konstruktivisme. Dalam konstruktivisme, siswa menggunakan ide dan bahasanya sendiri dalam menyatakan peristiwa-peristiwa yang pernah dialaminya dan berhubungan dengan materi matematika. Guru membantu siswa dalam mengaitkan materi dengan kehidupan nyata dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing siswa dalam mengemukakan idenya. Dalam memahami konsep siswa dibantu dengan Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS disusun dengan langkah-langkah yang mengarahkan siswa dalam 25
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 24-29
menemukan rumus matematika. LKS tersebut dikerjakan secara berkelompok, dimana kerja kelompok merupakan salah satu bagian dari CTL. Prinsip selanjutnya dalam CTL adalah pemodelan, pemodelan adalah salah satu alternatif dalam pengembangan pembelajaran apabila guru mengalami hambatan dalam memberikan pelayanan dalam kebutuhan siswa yang heterogen. Siswa dibantu dengan berbagai media untuk mempermudah mereka dalam menemukan rumus dan memahami konsep. Kemudian refleksi dimana siswa dapat menyatakan dengan jelas rumus yang mereka temukan dengan langkah-langkah yang telah mereka tempuh dalam menemukannya. Terakhir yaitu penilaian secara menyeluruh, disini guru menilai setiap kegiatan siswa selama proses menemukan rumus dan memahamani konsepnya. Pembelajaran dengan penerapan model CTL diharapkan dapat membantu permasalahan siswa dalam memahami konsep matematika. Dengan model pembelajaran CTL siswa akan aktif menemukan sendiri rumus untuk materi yang sedang dipelajari dan guru membantu mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Ada 7 prinsip yang menjadi ciri khas pembelajaran CTL, yaitu (1) konstruktivisme (2) menemukan (3) bertanya (4) masyarakat belajar (5) pemodelan (6) refleksi (7) penilaian secra menyeluruh. LKS yang digunakan adalah LKS yang berisikan langkah-langkah yang membantu siswa dalam menemukan konsep matematika disertai soal-soal aplikasi. Adapun kelebihan LKS yang digunakan dalam penelitian ini adalah LKS tersebut dikembangkan berbasis pendekatan kontekstual. LKS yang telah dikembangkan dengan prinsip-prinsip CTL. Komponenkomponen CTL yang diintegrasikan ke dalam LKS, yaitu: a. Kontruktivisme berupa LKS yang berisigambar-gambar yang mengarahkan siswa untuk mengaitkan materi yang sedang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari. b. Inquiri (menemukan) siswa dituntun dan diajak untuk menemukan sendiri konsep yang telah dimilikinya dan dapat memahami
konsep tersebut tanpa ada penghafalan rumus. c. Questioning (bertanya) yaitu siswa diberikan soal-soal yang berkaitan dengan materi. d. Learning Community (masyarakatbelajar) dilaksanakan melalui diskusi yang dilakukan antar siswa dalam menyelesaikan soal-soal tersebut. Berdasarkan prinsip CTL, pembelajaran adalah proses siswa memaknai sendiri apa yang akan dipelajarinya, bukan sebatas mengetahui tanpa adanya pemahaman secara alamiah. CTL bukan sekedar guru menyampaikan pelajaran kepada siswa, tetapi bagaimana siswa dapat memaknai dan memahami apa yang dipelajarinya. Dalam mempelajari matematika, pemahaman konsep sangat penting bagi siswa karena konsep matematika yang satu dengan yang lain saling berkaitan sehingga untuk mempelajarinya harus runtut dan berkesinambungan. Jika siswa telah memahami konsep-konsep matematika maka akan memudahkan dalam mempelajari konsep-konsep berikutnya yang lebih kompleks. Jadi, guru dituntut untuk selalu memperhatikan pemahaman konsep yang dimiliki siswa. Guru harus tahu kapan siswa telah menguasai konsep agar dapat beralih ke materi selanjutnya dan kapan siswa belum menguasai konsep agar diberi kesempatan untuk lebih memahami. Pemahaman konsep juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Begitu pentingnya peran guru dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa sehingga guru harus mampu mengatur strategi dalam belajar agar konsep dapat dipahami siswa dengan baik. Bagian-bagian konsep harus dapat dimaknai setiap siswa sehingga menjadi satu konsep pembelajaran yang tidak terlupakan bagi siswa. Terdapat permasalahan berkaitan dengan pemahaman konsep matematika siswa. Dalam artikel ini permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pemahaman konsep matematika siswa setelah digunakan model Contextual Teaching
26
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 24-29
and Learning matematika?
(CTL)
dalam
pembelajaran
METODE Untuk menjawab permasalahan di atas telah dilakukan penelitian (Akmil, 2012) praeksperimen dengan model rancangan The OneShot Case Study. Menurut Sumadi (2002) The One Shot Case Study memiliki rancangan, suatu kelompok subjek dikenakan perlakuan tertentu, lalu setelah itu dilakukan pengukuran terhadap variabel tersebut. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII4 SMPN 2 Pasaman yang terdaftar tahun pelajaran 2011/2012. Kelas VIII4 diambil sebagai subjek berdasarkan pada observasi yang dilakukan dimana kelas VIII4 memiliki persentase ketuntasan belajar yang masih jauh dari harapan dengan persentase ketuntasan kurang dari 50% dan peran aktif siswa dalam menggali materi pelajaran masih sangat kurang. Penelitian ini diadakan sebanyak sembilan kali pertemuan dengan materi bangun ruang sisi datar. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian terkait dengan penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang bertujuan melihat bagaimana pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII4 SMPN 2 Pasaman tahun pelajaran 2011/2012. Pada proses pelaksanaan CTL memiliki 7 komponen yang harus terlaksana dalam pembelajaran. Pada penelitian ini ketujuh proses tersebut akan dijelaskan, sebagai berikut: 1. Konstruktivisme Pada pertemuan pertama penelitian ini, kemampuan siswa dalam tahapan konstruktivisme masih terlihat sedikit. Tetapi sampai pada pertemuan ke lima siswa yang aktif terus bertambah. Pertanyaan dari guru mulai direspon siswa, serta siswa sudah mulai menunjukkan ketertarikan antara konsep dan hubungannya dengan kehidupan nyata. Pada pertemuan ke enam siswa yang menanggapi pertanyaan dari guru berkurang, hal ini dikarenakan pada
pertemuan ke enam ini materi yang dipelajari adalah luas permukaan prisma dan limas. Materi permukaan prisma dan limas ini jarang ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pada pertemuan ke tujuh siswa yang menanggapi kembali meningkat, materi pada pertemuan ini adalah mengenai volume kubus dan balok. Banyaknya benda-benda berbentuk kubus dan balok yang ada di sekitar siswa menjadi faktor siswa untuk menunjukkan respon positif. Terhadap materi kali ini. Tahap konstruktivisme menjadi tahap penting untuk mengingatkan kembali siswa terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan konsep pembelajaran. Hal ini menjadi salah satu motivasi siswa dalam belajar. 2. Menemukan Menemukan adalah bagaimana siswa memahami kejadian dalam kehidupan sehari-hari adalah suatu bentuk konsep matematika. Peran guru sangat dibutuhkan pada tahap ini. Guru harus mampu mengarahkan siswa untuk melihat hubungan antara konsep dengan pengetahuan siswa. Dari pertemuan pertama sampai pertemuan ke sembilan, kebanyakan siswa sangat merespon untuk menemukan konsep matematika dari pengetahuan mereka. Pada tahapan menemukan ini siswa dibantu dengan LKS untuk mengidentifikasi konsep. Siswa-siswa cukup antusias dalam mengerjakan LKS mereka. LKS yang berisikan langkah-langkah cukup memudahkan siswa dalam bekerja untuk menemukan konsep, jika siswa kesulitan dalam menemukan konsep guru kembali menggiring siswa pada pengalaman mereka dengan memberikan pertanyaan sekitar kejadian faktual siswa. Tahap menemukan konsep memperlihatkan kemampuan siswa sudah sangat baik sekali. Terbukti banyak siswa yang menunjukkan keaktifannya melalui bertanya dan mengerjakan LKS. 3. Bertanya 27
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 24-29
4.
5.
6.
7.
Selama penelitian kemampuan bertanya siswa berkembang sangat baik. Dari setiap pertemuan pada penelitian ini jika siswa mengalami kesulitan mereka langsung mengajukan pertanyaan kepada guru. Kemampuan ini sangat mendukung mereka dalam menemukan dan mengidentifikasi konsep. Masyarakat Belajar Kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok sangat terlihat di waktu mereka mengerjakan LKS. LKS yang didesain untuk bekerja secara kelompok cukup berhasil. Terbukti dalam menemukan konsep pada LKS siswa mampu untuk bertukar ide dan pengalaman mereka. Pemodelan Pembelajaran CTL memungkinkan apa saja bisa dijadikan model. Mulai dari benda-benda yang pernah ditemui dalam kehidupan sehari-hari sampai alat khusus peraga matematika. Pada penelitian ini yang dijadikan model adalah barangbarang bekas yang berbentuk bangun ruang sisi datar seperti kotak bekas dan kemasan makanan. Barang bekas tersebut dijadikan model untuk mengidentifikasi konsep ataupun sebagai alat untuk aplikasi dari konsep. Refleksi Selama penelitian setiap akhir dari pembelajaran guru selalu meminta seorang siswa untuk menyimpulkan hasil dari penemuan mereka setelah mengerjakan LKS. Penilaian Secara Menyeluruh Kemampuan-kemampuan yang ditunjukkan siswa selama proses pembelajaran dinilai oleh guru. Dalam penelitian ini peran aktif siswa menjadi nilai yang menjadi tolak ukur siswa dalam keberhasilan belajar. Kemampuan siswa kelas VIII4 cukup beragam, tetapi dengan adanya stimulus belajar siswapun menunjukkan respon yang positif terhadap pembelajaran.
Penelitian di kelas VIII4 SMPN 2 Pasaman tahun pelajaran 2011/2012 telah memperlihatkan prinsip-prinsip balajar CTL. Di setiap pertemuan dengan model pembelajaran CTL proses pembelajaran berkembang dengan cukup baik. walaupun ada beberapa prinsip siswa kurang menunjukkan respon, tetapi siswa masih menunjukkan perkembangan pada kemampuan tersebut. Setalah sembilan kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran CTL, diadakan tes akhir pemahaman konsep matematika siswa pada pertemuan ke sepuluh. Berdasarkan tes akhir pemahaman konsep siswa mengenai materi bangun ruang sisi datar yang diikuti 31 siswa, dinyatakan 21 orang siswa telah mencapai standar KKM dalam pokok bahasan bangun ruang sisi datar, sedangkan 10 orang siswa memperoleh nilai di bawah KKM. Persentase ketuntasan mencapai 67,74%. Ratarata nilai tes akhir pemahaman konsep siswa adalah 75,37 dengan nilai tertinggi 96,97 dan nilai terendah 39,39. Secara keseluruhan penggunaan model pembelajaran CTL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Sesuai dengan prinsip model pembelajaran CTL kemampuankemampuan seperti kemampuan bertanya dan kemampuan dalam bekerja sama berkembang dengan baik dalam penelitian ini. Selain itu, kemampuan siswa untuk melakukan percobaan dan mendapatkan pengalaman dari hasil percobaannya adalah hal yang membuat siswa lebih aktif dalam menggali dan menemukan konsep. Percobaan yang dilakukan siswa memberikan pengalaman yang dapat menanamkan konsep dengan baik. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, dapat ditarik kesimpulan pemahaman konsep siswa kelas VIII4 SMPN 2 Pasaman tahun pelajaran 2011/2012 dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) cukup baik. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam pembelajaran CTL membuat siswa lebih aktif untuk menemukan dan menggali 28
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 24-29
sebanyak mungkin informasi dari pengetahuan yang telah mereka alami, dari percobaan alat peraga, dari berbagi pengalaman dengan anggota kelompok serta dari guru. Dengan menemukan sendiri, penanaman konsep kepada siswa berkembang dengan sangat baik sehingga prestasi belajar matematika lebih dapat ditingkatkan. Dengan hasil dari penelitian ini, diharapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif oleh guru untuk meningkatkan keaktifan dan tingkat pemahaman konsep siswa, sehingga prestasi belajar lebih optimal. REFERENSI Akmil, Auliya Rahman (2012). “Penggunaan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada Siswa Kelas VIII SMPN 2 Pasaman Tahun Pelajaran 2011/2012.” Skripsi. UNP
Armiati (2009). “Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika di SMK Teknologi Melalui Modul Matematika Berbasis Kompetensi Profesi”. Disajikan dalam Seminar Nasional Pembelajaran Matematika Sekolah, FMIPA UNY Yogyakarta. Rusman (2010). Model-model Pembelajaran. Bandung: PT. Raja Grafindo Persada Suherman, Herman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Suryabrata, Sumadi. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sumarmo, Utari (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. FMIPA UPI Utari Sumarno (2010). “Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Pesrta Didik”. FPMIPA UPI
29