Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 19(2): 79 - 86, 2013
ISSN 0852-0151
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMA Mukhtar, Muliawan Firdaus, dan Mulyono Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Psr V Medan Estate Diterima 20 April 2013, disetujui untuk publikasi 15 Juni 2013
Abstract Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika masih kurang memuaskan dan orientasi pembelajaran matematika yang dilaksanakan selama ini kurang menekankan pada usaha memampukan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya, sehingga siswa kurang mampu dalam bernalar dan memahami konsep matematika serta kurang mampu dalam memecahkan masalah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dalam penelitian ini dikembangkan sebuah model pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Proses pengembangan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan model pembelajaran yang valid, praktis dan efektif. Hal ini memerlukan perangkat-perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian yang terkait. Untuk itu dikembangkan model bahan ajar dan model penilaian serta instrumen kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan model yang dikembangkan. Untuk mendapatkan model yang valid, dilakukan kegiatan validasi terhadap buku model, perangkat-perangkat pembelajaran, dan instrumen penelitian yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep matematika siswa SMA yang valid ditinjau dari rasional teoritis dan konsistensi di antara komponen-komponen model. Hasil penelitian yang dicapai adalah diperolehnya draft model pembelajaran, draft model bahan ajar, dan draft model penilaian yang valid berdasarkan validasi isi dan validasi konstruk oleh para ahli pembelajaran sehingga secara teoritis dapat diterapkan di kelas.
Pendahuluan Salah satu keterampilan matematika yang sangat erat kaitannya dengan karakteristik matematika adalah penalaran. Hal ini dikarenakan materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami serta dilatihkan melalui belajar matematika. Baroody (1993) mengatakan bahwa kemampuan penalaran matematis merupakan proses mental, dan seperti kebiasaan lainnya, kemampuan penalaran matematis harus dibangun secara terus menerus melalui berbagai konteks. Selain itu, kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika perlu dikembangkan karena dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan
Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Penalaran, Pemahaman Konsep
matematika, yaitu dari yang hanya sekedar mengingat kepada kemampuan pemahaman (Sumarmo, 1987). Selain kemampuan penalaran, kemampuan pemahaman dalam pembelajaran matematika juga penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan melalui pemahaman matematis siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya yang akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari. Menurut Driver (1993) pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Dari pengertian ini terdapat tiga hal pokok dalam pemahaman, yaitu kemampuan 79
Mukhtar, Muliawan Firdaus, dan Mulyono
mengenal, kemampuan menjelaskan dan kemampuan menarik kesimpulan. Upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir matematik siswa khususnya kemampuan penalaran dan pemahaman konsep perlu mendapat perhatian dan usaha yang serius dari guru sebagai objek sentral dalam proses pembelajaran. Guru sebagai salah satu faktor penting penentu keberhasilan pembelajaran berperan dalam merencanakan, mengelola, mengarahkan dan mengembangkan materi pembelajaran termasuk di dalamnya pemilihan model, pendekatan atau metode yang digunakan sangat menentukan jenis interaksi pembelajaran yang dilakoni siswa sekaligus keberhasilan pengajaran matematika. Pendekatan pembelajaran yang bersifat transfer of knowledge, yang beranggapan siswa merupakan sebagai objek belajar serta teacher centered yang memfokuskan pembelajaran semata-mata guru sebagai aktor utama pembelajaran jika dilihat dari situasi didaktis yang muncul cenderung parsial dan sangat lemah. Interaksi siswa dengan materi dimana seharusnya siswa terlibat aktif secara mental dalam merekonstruksi kembali ide-ide matematika hampir tidak terjadi. Akibatnya siswa menerima konsep yang sudah jadi tanpa disertai pengertian dan pemahaman yang mendalam. Paradigma baru dalam pembelajaran membuka kesempatan bagi guru untuk menggunakan dan mengembangkan berbagai pendekatan yang berorientasi kepada pengembangan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa. Pembelajaran hendaknya menekankan keterlibatan siswa secara aktif dalam memahami konsep-konsep atau prinsip matematika sehingga memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningfull), siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu (learning to know about), tetapi juga belajar melakukan (learning to do), belajar menjiwai (learning to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to learn), serta bagaimana bersosialisasi (learning to live together). Oleh 80
karena itu, salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Moffit (dalam Permana, 2004) mengatakan bahwa belajar berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif secara optimal, memungkinkan siswa melakukan investigasi, pemecahan masalah yang mengintergrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai konten area. Pendekatan ini meliputi menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan sintesis dan merepresentasikan apa yang didapat kepada orang lain. Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dihadapkan dengan berbagai masalah yang menantang yang dapat menghadirkan kegiatan berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika secara kooperatif dalam kelompok kecil, melibatkan siswa melakukan proses doing math secara aktif, mengemukakan kembali ide matematika dalam membentuk pemahaman baru sehingga membuka kesempatan bagi upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa. Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep layak menjadi acuan pengembangan pembelajaran matematika yang mencakup pengembangan bahan ajar, model kegiatan pembelajaran, dan model asesmen pembelajaran untuk menumbuhkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa Sekolah Menengah Atas.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan studi pengembangan model pembelajaran yang mencakup pengembangan model pembelajaran, model bahan ajar, dan model penilaian pembelajaran untuk menumbuhkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa SMA. Pengembangan model dilakukan mengikuti tahapan sebagai hasil modifikasi model pengembangan yang dikemukakan oleh Plomp (1997) dengan memperhatikan tiga aspek kualitas produk dari Nieveen (1999) sebagai berikut.
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 19 Nomor 2
September 2013
Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Konsep Siswa SMA
a. Investigasi Awal (Fase 1) Kegiatan investigasi awal bertujuan untuk mengidentifikasi masalah mendasar yang terjadi di dalam pembelajaran matematika di sekolah dan hasil identifikasi ini dibutuhkan dalam pengembangan pembelajaran. b. Perancangan (Fase 2) Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk merancang pemecahan masalah yang dikemukakan pada fase investigasi awal. c. Realisasi (Fase 3) Perancangan yang dilakukan pada Fase 2 hanyalah merupakan rencana tertulis atau rencana kerja. Dengan menggunakan hasil dari Fase 2 sebagai titik keberangkatan dari tahap ini, dilakukan realisasi rencana pemecahan masalah penilitian. Pada fase ini dihasilkan prototipe model pembelajaran, model bahan ajar, model penilaian, dan instrumen kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan model. d. Pengujian, Evaluasi, dan Revisi (Fase 4) Fase ini difokuskan pada kegiatan memvalidasi prototipe model pembelajaran, model bahan ajar, model penilaian, dan instrumen kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan model yang telah direalisasi pada Fase 3 sebelumnya. e. Implementasi (Fase 5) Fase ini difokuskan pada kegiatan uji coba lapangan yang dilakukan pada tahun kedua dan ketiga penelitian. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kepraktisan dan efektifitas model pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan hasil validasi dan uji coba terbatas. Prototipe yang telah dievaluasi dan direvisi diimplementasikan pada situasi yang sesungguhnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian ini melibatkan beberapa orang tenaga ahli yaitu satu orang ahli pendidikan dan tiga orang guru matematika SMA. Setiap tenaga ahli diberi kesempatan untuk memberikan masukan atau pendapat tentang permasalahan pembelajaran matematika di sekolah dan kebutuhan pengembangan model pembelajaran berbasis masalah yang fokus terhadap peningkatan kemampuan penalaran Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 19
dan pemahaman konsep. Selain itu, subjek pengumpulan data investigasi awal dalam penelitian ini adalah empat guru matematika SMA negeri dan swasta di Medan dan salah satu kelas X yang diajar guru tersebut. SMA yang dijadikan sebagai lokasi pengambilan data investigasi awal adalah SMA Negeri 5 Medan, SMA Negeri 11 Medan, SMA Muhammadiyah I Medan, dan SMA Perguruan Islam Terpadu Al-Ulum Medan. Dari hasil diskusi dengan ahli dan praktisi pembelajaran dan wawancara dengan guru, permasalahan dalam pembelajaran matematika dan kaitannya dengan pengembangan model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep diidentifikasi sebagai berikut. 1. Didasari oleh fakta bahwa ada sekolah yang sebahagian besar bahkan semua siswanya tidak lulus Ujian Nasional (UN), pembelajaran matematika berorientasi pada penyelesaian soal UN, sehingga metode pembelajaran yang digunakan praktis didominasi oleh metode latihan dan penggunaan teknik/cara cepat penyelesaian soal. 2. Waktu yang cukup banyak yang dibutuhkan guru dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah untuk satu pokok bahasan. 3. Guru lebih memilih untuk tidak menggunakan model pembelajaran yang dikembangkan dalam mengajarkan materi yang dianggap mudah diajarkan dengan model konvensial. 4. Kecenderungan siswa memilih cara yang instan menemukan penyelesaian masalah daripada harus berproses. 5. Kesiapan siswa yang belum cukup baik dalam implementasi model dengan berdasarkan fakta bahwa sebagian besar siswa masih lemah dalam menggunakan logika yang menjadi syarat penting dalam model yang dikembangkan. 6. Persepsi dan pemahaman guru tentang tidak tersedianya konteks dalam penyajian beberapa konsep matematika.
Nomor 2
September 2013
81
Mukhtar, Muliawan Firdaus, dan Mulyono
7. Tidak tersedianya bahan ajar yang mendukung model pembelajaran yang dikembangkan. 8. Guru tidak memilih menggunakan penilaian autentik dengan alasan beban mengajar yang cukup tinggi. 9. Media yang digunakan belum memanfaatkan media yang bervariasi untuk memfasilitasi masalah kontekstual dan proses konstruksi pengetahuan siswa. 10. Dalam pembelajaran di kelas, sebagian besar siswa memiliki sifat yang tertutup, malu dan tidak percaya diri. Dari hasil tes kemampuan penalaran dan pemahaman konsep yang diberikan kepada seluruh siswa kelas X dari empat sekolah lokasi penelitian yang berjumlah 154 orang siswa diketahui bahwa sebagian besar (66%) siswa di lima sekolah subjek memiliki kemampuan penalaran dan pemahaman konsep yang sangat rendah. Untuk mengukur sikap siswa terhadap pembelajaran matematika digunakan angket yang merupakan pengembangan dari Karoline. Dari hasil angket, secara keseluruhan diperoleh rata-rata sebesar 3,54 yang meskipun rata-rata ini tidak jauh dari batas sikap netral dan sikap negatif, rata-rata ini masih berada dalam klasifikasi sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika. Berdasarkan data kualitatif dan kuantitatif di atas yang diperoleh dalam tahap investigasi awal ditambah dengan hasil analisis materi, analisis tugas, dan spesifikasi kompetensi pada pokok bahasan Geometri di kelas X SMA, dilakukan perencanaan dan realisasi perencanaan berupa prototipe model pembelajaran, model bahan ajar, dan model penilaian.
82
MODEL PEMBELAJARAN Sintaks atau deskripsi tindakan dalam model pembelajaran berbasis masalah yang dikembangkan ini disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut. Sistem sosial dalam pembelajaran yang dibangun memiliki sifat yang fleksibel yaitu lentur dan resposif dalam pelaksanaannya, sehingga memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang siswa. Guru memberikanfasilitas dan mengkondisikan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri proses demokrasi dan proses ilmiahsedemikian sehingga siswa dapat mengekspresikan ide-ide secara bebas dan terbuka. Untuk memfasilitasi siswa dalam mengembangkan dan menyajikan hasil kerja siswa, guru melakukan klarifikasi hasil pemecahan masalah antar kelompok dan melakukan komunikasi transaksional dengan cara meminta beberapa kelompok mempersentasikan hasil kerjanya, dan memberi kesempatan pada kelompok lain mengkritisi hasil kerja kelompok penyaji dan mengekspresikan ide-ide secara terbuka. Sesekali guru mengajukan pertanyaan untuk memastikan pemahaman penyaji dan dapat ditanggapi oleh kelompok lain. Dalam seluruh rangkaian kegiatan, guru mengintegrasikan siswa dalam kelompok dengan pertimbangan bahwa premis dasar dari belajar kolaboratif dan kooperatif adalah membangun konsensus dalam kerja sama kelompok yang menempatkan hasil kegiatan sebagai tujuan utama sehingga memungkinkan guru untuk menggunakan pendekatan kuantitatif dalam mempelajari pencapain kinerja belajar siswa yang diukur dengan produk belajar yang dapat diwujudkan siswa.
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 19 Nomor 2
September 2013
Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Konsep Siswa SMA
Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah yang Dikembangkan No 1
Langkah-langkah Orientasi siswa kepada masalah
2
Mengorganisasi siswa belajar
3
Membimbing penyelidikan secara individu/kelompok
4
Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
5
Menganalisis dan mengevaluasi hasil kerja
Kegiatan Guru 1. Memberikanfasilitas dan mengkondisikan siswa agar dapat mengekspresikan ide-ide secara bebas dan terbuka. 2. Mengarahkan kognitif siswa secara individu dalam memandang masalah dan kesadaran atas keberagaman konsep awal di antara siswa. 1. Memecahkan masalah secara kelompok. 2. Dialog interaktif antar anggota kelompok. 1. Membangun konsep, prinsip dan sifat-sifat berdasarkan model matematika yang ditemukan dari proses pemecahan masalah 2. Penguatan skemata baru 1. Klarifikasi hasil pemecahan masalah antar kelompok dan melakukan komunikasi transaksional. 2. Penetapan model matematika sebagai bahan abstraksi konsep. 1. Mengkaji ulang proses dan hasil pemecahan masalah 2. Mengevaluasi materi akademik
Model pembelajaran yang dikembangkan merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, dengan demikian mengharuskan guru untuk merancang aktifitas-aktifitas pembelajaran di mana siswa memiliki tanggungjawab yang lebih besar terhadap pembelajaran mereka sendiri dan berinterksi dengan yang lain. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi kebutuhan pengetahuan siwa dalam proses belajar daripada mengajar secara langsung, dan guru juga dituntut secara sadar untuk menempatkan perhatian yang lebih banyak pada keterlibatan, inisiatif, dan interaksi sosial siswa selama proses belajar. Sebagai konsultan, guru tempat bertanya ketika siswa mengalami kesulitan menemukan jalan keluar pemecahan masalah, mendorong siswa agar terus berusaha mencoba menemukan solusi masalah. Sebagai moderator, guru memimpin jalannya diskusi, mengarahkan diskusi kelompok agar berjalan efektif. Guru mengajukan alternatif pemecahan masalah dan memastikan seluruh siswa melakukan kegiatan aktif selama proses Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 19
pembelajaran. Untuk mewujudkan tingkah laku tersebut, guru harus memberikan kesempatan kepada iswa untuk mengungkapkan hasil pemikirannya secara bebas dan terbuka, mencermati pemahaman siswa atas objek matematika yang diperoleh dari proses dan hasil pemecahan masalah, menunjukkan kelemahan atas pemahaman siswa dan memancing mereka menemukan jalan keluar untuk mendapatkan pemecahan masalah yang sesungguhya. Jika ada siswa yang bertanya, guru terlebih dahulu memberi kesempatan pada siswa lainnya untuk memberikan tanggapan dan merangkum hasilnya. Jika keseluruhan siswa mengalami kesulitan, maka guru saatnya memberi penjelasan atau bantuan atau memberi petunjuk sampai siswa dapat mengambil alih pemecahan masalah pada langkah berikutnya. Petunjuk yang dimaksud adalah scaffolding yang merupakan metafora yang digunakan oleh Brunner untuk menggambarkan penstrukturan yang diberikan guru (Wood, Nomor 2
September 2013
83
Mukhtar, Muliawan Firdaus, dan Mulyono
dkk, 1976). Guru membimbing pembelajaran siswa dan mengintervensi hanya jika diperlukan untuk mencegah mereka melakukan miskonsepsi.Satu hal yangpenting di sini adalah bahwa scaffolding harus dihapus bila siswa mulai mampu mengatasi permasalahannya dan jika tidak, maka siswa akan selalubergantung padanya (Muktar, 2013). Sistem pendukung merupakan syarat/kondisi yang diperlukan agar model pembelajaran yang sedang dirancang dapat terlaksana, seperti setting kelas, sistem instruksional, perangkat pembelajaran, fasilitas belajar, dan media yang diperlukan dalam pembelajaran. Untuk keperluan yang demikian dikembangkan buku model yang berisikan teori-teori pendukung dalam melaksanakan pembelajaran, komponenkomponen model, petunjuk pelaksanaan dan seluruh perangkat pembelajaran yang digunakan seperti rencana pembelajaran, buku guru, buku siswa, lembar kerja siswa, objekobjek abstraksi dari lingkungan sekitar siswa, dan media pembelajaran yang diperlukan. Konsepsi konstruktivis memandang bahwa pengetahuan tidak dapat sekadar ditransfer atau ditransmisikan dan bahwa pengetahuan dikonstruksi secara individual dan dikonstruksi bersama secara sosial oleh siswa berdasarkan interpretasi terhadap pengalaman. Pengetahuan yang dikonstruksi dengan cara demikian akan melahirkan pemahaman yang berguna bagi siswa untuk menggunakan pengetahuannya dalam menyelesaikan masalah. Untuk itu, kemampuan siswa merekonstruksi konsep dan prinsip matematika melalui penyelesaian masalah menjadi dampak langsung penerapan pembelajaran yang dikembangkan. Selain itu, dampak pengiring yang diharapkan akan terjadi melalui penerapan model pembelajaran yang dikembangkan ini adalah timbulnya kesadaran siswa akan pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari.
84
MODEL BAHAN AJAR Model bahan ajar yang dikembangkan adalah bentuk operasional dari komponenkomponen model pembelajaran yang dikembangkan. Pemilihan media yang tepat juga dilakukan dalam penyajian materi pembelajaran dengan prinsip bahwa konsep matematika yang akan disampaikan melekat pada permasalahan yang diajukan kepada siswa atau objekobjek abstraksi, dan pemecahan masalah menunjukkan manfaat mempelajari matematika terutama dalam peningkatan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep. Format bahan ajar meliputi isi, strategi pembelajaran, dan sumber belajar. Model bahan ajar diwujudkan dalam bentuk Rencana Pembelajaran, Buku Guru, Buku Siswa, dan Lembar Kerja Siswa. MODEL PENILAIAN Isu penting yang sering muncul dalam pembelajaran berbasis masalah adalah pengembangan strategi penilaian autentik. Dalam penelitian ini, strategi penilaian dibagi menjadi tiga bagian: (1) penilaian isi, (2) penilaian proses, dan (3) penilaian hasil. Isi berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh siswa, sedangkan proses berfokus pada kemampuan siswa untuk menerapkanpengetahuan dan keterampilan dalam pemecahan masalah. Sementara itu, hasil penilaian melibatkan produk yang dirancang siswayang menunjukkan kombinasi dalam isi dan aplikasi pengetahuan baru. Dalam penelitian ini ada dua jenis penilaian autentik dikembangkan menjadi suatu bentuk instrumen portofolio, yakni performance assessment yang menilai hasil belajar siswa yang bersifat ekslusif atau dapat diamati, dan self-assessment yang menilai perasaan siswa dari pengalaman belajarnya yang bersifat inklusif atau berasal dari dalam diri. Kedua jenis penilaian ini akan di padukan dalam bentuk penilaian portofolio, yang bertujuan untuk mengumpulkan hasil pekerjaan siswa yang
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 19 Nomor 2
September 2013
Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Konsep Siswa SMA
representatif menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dari waktu ke waktu. Di dalam penilaian portofolio ini berisi tentang hasil kinerja siswa dalam belajar matematika. Penilaian portofolio ini disamping dapat dijadikan sebagai penilaian, juga dapat dipakai untuk membantu siswa merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Hal ini sangat sesuai dengan pembelajaran berbasis masalah dan prinsip kooperatif, oleh karena dalam pembelajaran berbasis masalah dan kooperatif, selain banyak perilaku siswa yang perlu dinilai, juga diperlukan penilaian diri kelompok agar guru senantiasa dapat mengetahui apa yang dialami mereka selama mengerjakan tugas-tugas dalam penilaian Portofolio dan Lembar Kerja Siswa dalam kelompok. VALIDASI MODEL Dalam kegiatan validasi, diminta pertimbangan secara teoritis dari ahli dan praktisi pembelajaran tentang kevalidan isi dan konstruksi prototipe model pembelajaran, model bahan ajar, dan model penilaian yang dikembangkan. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, model yang dikembangkan termasuk dalam kategori valid karena memenuhi validitas isi dan validitas konstruk dengan revisi kecil. Dari hasil validasi, juga diperoleh data tentang kepraktisan yakni pernyataan dari ahli dan praktisi yang menyatakan bahwa model ini secara teoritis dapat dilaksanakan di kelas dengan revisi kecil.
Simpulan dan Saran Dari tahapan investigasi awal, perencanaan, realisasi dan validasi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran, model bahan ajar, dan model penilaian matematika berbasis masalah yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa SMA adalah valid karena memenuhi validitas isi dan validitas konstruk dengan revisi kecil. Model pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan pedoman bagi para
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 19
Nomor 2
guru untuk menerapkan pembelajaran konstruktivisme yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siwa. Hasil-hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru-guru SMA dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran di kelas. Produk pengembangan model pembelajaran, model bahan ajar, dan model penilaian, serta instrumen kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan model pembelajaran dapat diterapkan pada pembelajaran pokok bahasan lain. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan Nasional dan Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan yang telah memberikan fasilitas dan dukungan dana Penelitian Hibah Bersaing sehingga penulis tidak mengalami hambatan dana dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan berupa dukungan dan sumbang pemikiran yang begitu berharga sehingga penulis dapat melaksanakan kegiatan penelitian dengan hambatan yang tidak berarti.
Daftar Pustaka Baroody, A. J., (1993), Problem solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping Children think Mathematically. Macmillan Publishing Company. New York. Driver, R. dan Leach, J., (1993), A Constructivist view of Learning: Children’s Conceptions and Nature of Science. In What Research Says to the Sciences Teacher. National Science Teacher Association. Washington. p: 103-112 Mukhtar, (2013), Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Masalahuntuk Memfasilitasi Pencapaian Kemampuan
September 2013
85
Mukhtar, Muliawan Firdaus, dan Mulyono
Penalaran danPemahaman Konsep Siswa, Proceeding Semirata BKS PTN Bidang MIPA Bandar Lampung Tahun 2013, p: 353-360. Nieveen, N., (1999), Prototyping to Reach Product Quality. In Jan Van den Akker, R. M. Branch, K. Gustafson, N. Nieveen, & Tj. Plomp. Design Approaches and Tools in Education and Training. Kluwer Academic Publisher.Dordrecht, The Netherlands. Permana, Y., (2004), Memgembangkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis PPS UPI. Bandung. Plomp, T., (1997), Educational Design: Introduction. From Tjeerd Plomp (eds).
86
Educational & Training System Design: Introduction. Design of Education and Training (in Dutch). Utrecht (the Netherlands): Lemma. Faculty of Educational Science and Technology, University of Twente.Netherland. Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logika Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi PPS UPI. Bandung. Wood, D., Bruner, J., & Ross, G. (1976). The Role of Tutoring in Problem Solving. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 17: 89-100.
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 19 Nomor 2
September 2013