IMPLEMENTASI BALANCED SCORECARD PADA SME: REFLEKSI LITERATUR DAN PRAKTEK 1 Oleh Wilopo 2 Banyak adigum, yang bermakna tidak tepatnya alat manajemen untuk perusahaan besar diterapkan untuk perusahaan kecil, acap kali dilontarkan ketika para konsutan atau peneliti menemui kebuntuan didalam memberikan alternatif strategis bagi pengembangan perusahaan kecil. Adigum tersebut sebagai argumentasi adalah tidaklah tepat, karena Manajemen untuk perusahaan besar secara esensi dapat pula ditransformasikan untuk perusahaan kecil terutama pada aspek-aspek yang tsrategis. Hal ini sesuai dengan penelitian terakhir menunjukkan terdapat hubungan yang jelas antara perencanaan strategic dan hasil kinerja suatu organisasi baik untuk organisasi kecil maupun organisasi besar (Lyles et.al. 1993; Jennings & Beaver 1997; Joul Aderson 2000; Ernst & Young 2000). Akar masalah atas kesalahan dan keterpurukankan kinerja usaha kecil disebabkan oleh tiadanya perhatian manajemen yang cukup terhadap isi-isu strategis. ( Peter Jennings, The Business School, Loughborough University, UK and Graham Beaver, Nottingham Business School Nottingham Trent University England) Untuk itu dibutuhkan improvisasi atau peningkataan proses manajemen strategic. Hal tersebut bisa jadi akan mampu mendorong pengembangan kepada struktur Manajemen yang lebih komplek , dimana proses ini harus dilalui dengan baik oleh industri kecil yang sedang tumbuh ( Miller 1859, Atkins & Lowe 1997). Alat yang popular guna mendukung akitfitas Manajemen strategic pada perusahaan besar adalah Balanced Scorecard (BSC). Sampai saat ini pengembangan Sistem Manajemen yang berbasis Balanced Scorecard terfokus pada perusahaan besar, perusahaan multinasional, perusahaan multi-devisi (seperti Mobil, Cigna, AT & T, Motorola) Makalah ini mendiskusikan dari pandangan praktis tentang potensi dan fleksibilitas pengembangan Balanced Scorecard pada SME (Small Medium Enterprise ) berbarengan dengan adanya perbedaan penggunaan dan nilai implementasi antara perusahaan besar dan kecil. Belum ada literature maupun penelitian empirik yang secara komprehensive mengkaji tentang pemakaian BSC pada SME. Oleh karenanya, paper ini didasarkan pada kombinasi antara literatur penelitian BSC, SME, Manajemen Strategik dan Perencanaan Korporat dengan pengalaman didalam penerapan BSC pada SME. BSC BAGIAN KERANGA MANAJEMEN STRATEGIK Havard Business Review, pada ulang tahunnya yang ke-75, telah menetapkan BSC sebagai salah satu dari 15 konsep Manajemen terpenting yang pernah dipublikasikan, dan termasuk Best Selling Book. Sejak diperkenalkan pada tahun 1992, BSC telah menjadi topik hangat bagi akademisi maupun para konsultan manajemen. Tetapi penulisan BSC lebih banyak didasarkan pada pengalaman pada perusahaan besar diantaranya Mobil dan CIGNA ( Kaplan & Norotn 1996, 2000), ABB, Skandia, SKF dan 1
Disarikan dari hasil Konferensi ke-4 SME-SME International, Aalborg University, Denmark14-16 May 2001 2 Staf Pengajar FIA UNIBRAW
Halifax (Olve et al 1999) yang kesemuannya perupakan perusahaan multi billion Dollar. Satu penjelasan yang mendominasi dari pengalamnya di perusahaan besar adalah berfokus pada permasalahan komunikasi, koordinasi, dan pengendalian. Sedangkan spesialisasi pekerjaan dan jenjang hirarki organisasional yang dibutuhkan untuk mendukung perubahan pada semua formasi organisasi lebih sulit pada organisasi besar (Miller 1959, Sprott 1973, Simon, 1976, Atkins & Lowe 1997). Proposal awal BSC adalah pengukuran kinerja yang mengkombinasikan antara pengukuran keuangan tradisional dengan pengukuran non-keuangan, guna membantu memperkayan para manager terhadap informasi yang lebih relevan tentang kinerja organisional. Hal penting untuk menjadikan manager lebih fokus pada pengukuran, yang dibatasi pada 4 perspektif . BSC adalah suatu kerangka kerja baru untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan. Selain ukuran kinerja keuangan masa lalu, Balanced Scorecard juga memperkenalkan pendorong kinerja finansial masa depan. Pendorong kinerja, yang meliputi perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan, diturunkan dari proses penerjemahan strategi perusahaan yang dilaksanakan secara eksplisit dan ketat ke dalam berbagai tujuan dan ukuran yang nyata. Balanced Scorecard menutup lubang yang ada di sebagian besar sistem manajemen, yakni kurangnya proses sistematis untuk melaksanakan dan memperoleh umpan balik sebuah strategi, melalui 4 (empat) perspektif dasar yaitu:
KEUANGAN
PELANGGAN
VISI & STRATEGI
PROSES BISNIS INTERNAL
PERTUMBUHAN DAN PEMBELAJARAN Perspektif Keuangan Bagi perusahaan atau instansi swasta penggunaan perspektif keuangan merupakan ukuran yang sangat penting didalam merangkum kinerja dari tindakan ekonomis yang telah diambil. Ukuran kinerja keuangan dapat memberikan indikasi apakah strategi perusahaan, dan implementasinya telah memberikan kontribusi ekonomi atau keuntungan bagi perusahaan. Untuk itu ada 3 (tiga) tema keuangan yang dapat mendorong penetapan strategi: • Bauran dan pertumbuhan pendapatan • Penghematan biaya/peningkatan produktifitas • Pemanfaatan aktiva/strategi investasi Perspektif Pelanggan Segmen pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasilan tujuan keuangan perusahaan, karena pusat laba terdapat di pasar bukan di
perusahaan. Perspektif Pelanggan secara strategis mencoba memaksimal;kan bagian pasar/pangsa pasar melalui beberapa pendekatan sistematis dan terukur. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menselaraskan berbagai ukuran - kepuasan, loyalitas, akuisisi dan profitabilitas terhadap pelanggan dan segmen pasar sasaran.
Pangsa Pasar
Profitabilitas Pelanggan
Akuisisi Pelanggan
Retensi Pelanggan
Kepuasan Pelanggan Perspektif Proses Bisnis Internal Pada perspektif proses bisnis internal, perusahaan dituntut melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat penting bagi pencapaian tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuranukuran untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan. Konfigurasi proses internal bisnis didalam menciptakan rantai nilai akan masuk dalam 3 (tiga) proses bisnis utama yaitu: • Inovasi • Operasi • Layanan purna jual
Proses Inovasi Kebutuhan Pelanggan Diidentifikasi
Kenali Pasar
Ciptakan Produk/ Jasa
Proses Operasi Bangun Produk/ Jasa
Luncurkan Produk/ Jasa
Proses Layanan Purna Jual Layani Pelanggan
Kebutuhan Pelanggan Terpuaskan
Perspektif Pertumbuhan & Pembelajaran Tujuan yang ditetapkannya dalam masing-masing perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja istimewa. Tujuan didalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya dapat tercapai. Ada 3 (tiga ) katagori utama untuk perspektif pertumbuhan & pembelajaran: • Kapabilitas pekerja • Kapabilitas Sistem Informasi • Motivasi, Pemberdayaan dan Keselarasan
HASIL
Retensi Pekerja
Produktifitas Pekerja
Kepuasan Pekerja
Kompetensi Staf
Infrastruktur Tehnologi
Iklim Untuk Bertindak
Melalui 4 (empat ) prespektif tersebut memiliki pendekatan yang sistemik, koprehensif, koheren dan seimbang didalam mengukur sasaran strategik perusahaan. Sesuai dengan perjalan waktu BSC dikembangkan untuk membangun formasi kerangka pengukuran kinerja dan komunikasi strategik, yang diharapkan dapat membantu team manajemen mengartikulasikan, mengkomunikasikan dan monitoring implementasi strategi dengan menggunakan sistem keterkaitan (inter-link system) visi organisasi jangka panjang. FINANCIAL PRESPECTIVE “ if we succeed, how will we • Profitability look to our owners/principles?” • Growth • Shareholder Value CUSTOMER PRESPECTIVE “ to achieve our vision how must • Price we look to our customers?” • Service • Quality INTERNAL PROCESS BUSINESS PRESPECTIVE “ to satisfy our customer, what • Cycle Time management process must we • Productivity excel at?” • Cost LEARNING & GWOWTH PRESPECTIVE “ to achieve our vision, how • Market Innovation must our organization learn and • Continuous Learning improve?” • Intellectual Assets
Sisitem terkaitan tersebut (sebagaimana gambar diatas) menempatkan satu mata rantai mengukuran dan keterkaitan antar perspektif. Sistem keterkaitan inilah yang menjadikan BSC sebagai sistem manajemen kinerja yang akan banyak memberikan kontribusi didalam membangunstrategi perusahaan. Keterkaitan, koherensi, keseimbangan merupakan nilai utama yang disajikan oleh BSC. Bagi SME dengan struktur organisasi yang sederhana, koherensi, keseimbangan dan keterkaitan lebih mudah untuk dibangun, sehingga pertumbuhan perusahaan seharusnya dapat terjaga dengan baik. Yang menjadi persoalan adalah tiadanya SME terhadap isu-isu strategis telah menjadikan dirinya rentan dalam keseimbangan, koherensi, dan keterkaitan ketika dihadapkan pada isu-si strategis yang muncul kemudian. Artinya Keterkaitan, koherensi, dan keseimbangan harus dibangun sedini mungkin dan sistematis formal, tidak berhenti pada wacana yang dikuasai oleh pemilik semata. Olehkarena itu pandangan terakhir mengusulkan bahwa keberhasilan implementasi BSC membutuhkan penyesuaian dalam proses manajemen secara keseluruhan. Dan ini hanya akan berhasil apabila BSC dimasukkan sebagai matra utama keranga manajemen strategik (Kapaln & Nortom 1996, Epstein & Manzoni 1997). Pada titik ini maka metodelogi BSC relevan digunakan pada SME. Alasannya proposisi nilai terbesar dari BSC bagi SME datang dari diskripsi visi dan kaitannya dengan ssasaran dan oprioritas strategik sebagai dasar konsensus, guna merangsang pengembangan penerapan proses managemen umum dan strategik yang lebih effisien – yang pada kedua bidang tersebutlah pada umumnya SME lemah (Jening & Baever 1997) KARAKTERISTIK SME Telah banyak pekerjaan yang dirampungkan guna mengidentifikasi perbedaan antara proses manajemen pada small dan medium enterprises dan larger enterprises. Dua area perbedaan yang memiliki keterkaitan yaitu antara struktur keorganisasian dan proses manajemen. SME (khususnya perusahaan kecil) yang tingkat kompleksitas operasionalnya rendah dan jumlah karyawannya relatif sedikit, akan memiliki karekteristik “struktur sederhana” atau “sistem yang sederhana” dimana pimpinan Top Management (yang biasanya dijabat oleh (Strategic Apex) pendiri atau pemilik) mengarahkan pekerjaan Middle Line beberapa pekerja dengan sedikit bahkan tanpa manager “Worker” lainnya. (Operational Core) Seiring dengan pertumbuhan perusahaan, dan Sumber: H. Mintzberg, 1981 ketika jumlah pekerja sekitar 100 orang, pendekatan melalui struktur sederhana sudah mulai tidak effisien dan effektif, seiring dengan berjalannya waktu dimana jumlah pekerja mencapai 500 orang maka struktur hirarki yang pendek mulai diperkenalkan diiringi penempatan manager pada setiap area aktifitas fungsional. Pada struktur organisasi yang sederhana memungkinkan perusahan fokus pada startegi dan komunikasi. Namun demikian seiring dengan sederhananya struktur organisasi secara tidak disadari menjadikan organissi tersebut tidak perhatian
terhadap persoalan atau isu-isu strategis. Ini merupakan kendala dan penyebab buruknya kinerja perusahaan kecil dan menengah. Sebagaimana organisasi yang sedang tumbuh, perubahan struktur banyak dipengaruhi oleh peningkatan masalah komunikasi dan koordinasi. Untuk itu dibutuhkan struktur pendukung dan tehnis (support and techno structure) untuk menangani standartisasi dan koordinasi. Sedangkan komunikasi dan pengendalian dilakukan oleh lini manajemen tengah (middle management).
PROFESSIONAL BUREAUCRACY Top Management (Strategic Apex) Analysts (Techno Structure)
Middle Line
Support Staff
“Worker” (Operational Core) MACHINE BUREAUCRACY Top Management
Pertumbuhan perusahaan yang mengarahApex) pada pemekaran struktur organisasi (Strategic
Middle Line
Analysts (Techno Structure)
Support Staff
“Worker” (Operational Core) Sumber: H. Mintzberg, 1981 juga akan memberikan dampak negatif berupa berkurangnya flesibilitas dab respositas perusahaan ketika biaya sedang mengalami pertumbuhan. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa masa tersebut merupakan masa kritis bagi organisasi, sehingga banyak kesalahan akan terjadi. Namun demikian senyampang kesalahan-kesalahan yang terjadi diposisikan sebagai kesalahan biasa sebagaimana sebelum masa kritis maka periode tersebut merupakan periode yang berbahaya bagi perusahaan/ (Mintzberg 1981). Seharusnya permasalahan yang muncul disikapi sebagi signal atau rambu-rambu pada persimpangan antara terus tumbuh, stabil, atau penurunan. Koordinasi pada perusahaan kecil terjadi melalui instruksi dan supervisi secara langsung, hal tersebut meminimalkan kebutuhan proses manajemen formal (seperti perencanaan dan pengendalian). Banyak yang melihat hal tersebut sebagai kekuatan bagi perusahaan kecil, selama menghindari standartisasi dan koordinasi yang
berlebihan , dan mensinergikan kebutuhan antara manajemen lini dengan staf pendukung; maka perusahaan kecil dapat menjaga fleksibilitas, respositas dan struktur biaya rendah mereka. (Miller 1959, Mintzberg 1981). APLIKASI BSC PADA SME Pada pandangan kami tidak adanya sumber literatur yang membicarakan penggunaan BSC pada SME tidaklah menindikasikan bahwa BSC tidak dapat di terapkan pada SME. Sebagaimana dibuktikan bahwa terdapat hubungan yang jelas antara perencanaan strategic dan hasil kinerja suatu organisasi baik untuk organisasi kecil maupun organisasi besar (Lyles et.al. 1993; Jennings & Beaver 1997; Joul Aderson 2000; Ernst & Young 2000). Maka BSC pun seharusnya dapat diterapkan pada SME. Isu strategis relevan yang bayak terjadi di SME maupun perusahaan besar adalah: • Perlunya kejelasan arah: Kemana organisasi akan diarahkan? • Manager harus memahami dengan baik model bisnis: Apakah perusahaan perlu melakukan semua agenda kegiatan? • Kemampuan untuk melakukan focus dan menentukan priorotas: Bagaimana menyeimbangkan antara pembangunan jangka panjang dengan godaan kepentingan jangka pendek. • Proaktif - Fleksibilitas yang dipancu oleh pembelajaran: bagaimana memasukkan pengetahuan baru dalam proses perencanaan strategis dan operasional? Pada umumnya isu-isu strategis diatas merupakan dasar didalam melaklukan identifikasi, proses dan pencapaian sasaran strategik. Saat ini isu-isu tersebut telah menjadi agenda umum dalam rangka memenuhi harapan stakeholder. Isu-isu tersebut merupakan are dimana BSC dapat tumbuh dan berkembang. Sejak BSC diperkenalkan kepada publik, BSC telah ditempatkan pada 2 (dua) konteks besar yaitu 1. Strategic Balanced Scorecards: • Menjadikan organisasi lebih focus pada pencapaian tujuan • Mendorong tumbuhnya aktifitas yang mendorongtercapainya tujuan • Termonitornya pencapian tujuan tersebut 2. Operational Scorecards: • Identifikasi proses paling penting untuk dimonitoring • Definisi terhadap aspek-aspek dalam proses yang perlu dimonitor • Kesepakatan terhadap pendekatan yang terbaik Organizational Pada konteks itulah BSC telah menempatkan Hierarchy dirinya Management Control menjadi Strategic Control Tool.. Pada konteks ini BSC telah mampu mengangkat dirinya sebagai satu konsep pengukuran yang mampu menjadikan dirinya sebagai suatu system manajemen kinerja (performance management system). Dengan menempatkan hasil pengukuran dalam konfigurasi perbaikan kinerja berjalan (ongoing adjusment), BSC merupakan alat yang mampu menterjemahkan aspek atau isu-isu strategis seperti visi, tujuan strategi menjadi aksi dan program kegiatan perusahaan. BSC berada dalam satu kelangkaan alat yang mengkoneksitaskan antara isu-isu
strategis dengan isu-isu operasional, antara isu-isu jangka panjang dengan isu-isu jangka pendek. DESAIN SISTEM MANAJEMEN STARTEGI BERBASIS BSC PADA SME Desian BSC pada SME akan memiliki proses atau tahapan yang sama sebagaimana organisasi besar. Kunci perbedaaanya terletak pada masa/periode proses – SME lebih singkat singkat karena sedikitnya orang dan tidak kompleknya struktur organisasi.3 Desian awal BSC adalah memproses dokumentasi atas Pernyataan Visi, Sasaran Strategik, Pengukuran dan Inisiatif Strategik sebagai dasar implementasi dan penggunaan metodelogi BSC. Proses design dapat dikatakan sebagai formulasi struktur atau formalisasi menuju perencanaan strategik – sebagai satu pertimbangan yang penting bagi SME. Tahapan-tahap tersebut lebih merupakan metodelogi didalam peterjemahan visi hingga menjadi aksi. Dimana banyak perusahaan mengalami masalah dibidang ini. Penyusunan visi yang metodelogis dan diperhitungkan dengan baik akan memberikan kontribusi terhadap penyusunan strategi dan sekaligus mengilhami proses kinerja dari masing-masing perpektif baik dalam bentuk penetapan tujuan, ukuran, target hingga inisiatif. Disinilah pentingnya proses penterjemahan visi, senyampang visi tersebut memiliki bobot yang baik maka visi tersebut akan banyak bicara atau memberikan kontribusi dalam mekanisme kerja seluruh aspek perusahaan.
VISION STRATEGY
Financial Perspective Measures
Target
Initiatives
Customer Perspective Objectives
Measures
Target
Initiatives
Outcomes
Objectives
Objectives
Measures
Target
Initiatives
Learning & Growth Perspective Objectives
3
Measures
Target
Initiatives
Activities
Internal Business Perspective
Dengan proses fasilitasi internal atau ekternal, organisasi kecil biasanya dapat menyelesaikan desain awal 4-6 minggu, dibandingkan dengan perusahan besar 12-14 minggu. Sebagian besar pekerjaan selesai selama 1- 2 hari workshop. (2GC Active Management 2000)
Saran bagi organsiasi besar pada saat melakukan aktifitas desain BSC seharusnya merupakan usaha kolektif, yang mengkombinasikan pendangan karyawan kunci terhadap aspek operasional dan startegic. Kesalahan dalam penggunaan pendekatan kolektifitas merupakan kelemahan strategi itu sendiri (Simon 1959, Mintzberg 1990) dan hal tersebut kerakibat kurangnya dukungan dalam proses implementasi. (Thomson’s “dominant coalition”: Thomson 1967) Organisasi kecil pada khususnya, ditengarai oleh terbatasnya sistem pengendalian dan perencanaan (Mintberg 1981; Atkin & Lowe 1997), masih terdapat potensi nilai tambah melalui kerterlibatan staf dalam pembuatan keputusan. Hal ini didukung struktur organisasi yang sederhana dengan jalur komunikasi yang pendek. Seiring dengan pertumbuhan perusahan menjadi perusahaan menengah, kompleksitas lingkungan operasional internal pun juga meningkat ( Miller 1959; Atkin & Lowe 1997). Sebagai konsekuensi, pencapaian “nilai kreatifitas dari dalam” (Campbell & Alexander 1997) yang selama ini menjadi keunggulan SME menjadi lebih kompleks – satu orang sudah tidak lagi menguasai satu aktifitas perusahaan dan sebagai penentu keberhasilan suatu strategi. Sudah dibutuhkan sikap kolektifitas karyawan untuk membangun keberhasilan sutau strategi. Pada organisasi kecil maupun sedang, penyebaran rasa kepemilihan terhadap strategi pada organisasi sama pentingnya dengan efektivitas formulasi strategi. Tidak perduli organisasi besar atau kecil, kesuksesan secara ekstrim tergantung pada kualitas keterkaiatan antar pemahaman pekerjanya terhadap tujuan strategik perusahaan dan perilaku mereka. Diskripsi Visi Strategi Dalam rangka pembuatan keputusan yang rasional tentang aktifitas organisasi dan penetapan arah aktifitas tersebut, perusahaan seharusnya membangun ide yang jelas tentang apa yang organisasi coba untuk dicapai (Sange 1990, Kotter 1996). Berkaitan dengan hal tersebut, proses desian BSC yang paling effektif adalah menggunakan kreatifitas atas diskripsi pernyataan visi strategik, idealnya dalam bentuk detail, gambaran organisasi yang diinginkan kedepan (Olve et al 1999; Shulver et al. 2000). Tahapan ini merupakan langkah awal yang cukup kritis, karena bangunan visi perusahan harus didorong oleh kekuatan kolektif atas pemahaman, kesepakatan da, apresiasi visi perushaan kedepan. Tanpa adanya kejelasan dan kesepakatan terhadap visi secara kolektif maka kelahiran BSC hanya akan membawa cacat bawaan dalam proses pertumbuhannya. Pada SME yang memiliki struktur organisasi sederhana dimana kompleksitas opertasionalnya rendah, relatif Visi yang dimiliki oleh pemilik saja bukanlah menjadi kendala dalam perjalanan operasionalnya, Namun seiring dengan pertumbuhan perusahaan, maka visi tersebut pun harus diberikan ruang yang cukup untuk tumbuh dan berkembangnya visi tersebut. Agar kolektifitas visi perusahaan dapat dicapai oleh seluruh jajaran. Ketika hal tersebut gagal untuk dibangun maka pengatasn isu-isu strategis akan menghadapi tembok besar menuju implementasi yang maksimal. Untuk itu diperlukan sutau keranga piker terhadap Idiologi Inti visi yang jelas dan memiliki daya kemampuan sebagai alat Core Ideology yang mempu mengarahkan organisasi secara keleuruhan. Visi yang baik memiliki 2 demensi utama yaitu Core Ideology dan Envisioned Future. Core Ideology , lebih Ancangan Masa Depan mendekati makna Yin didalam kepercayaan Hindu Budha, Envisioned Future yang didefinisikan sebagai alasan keberadaan kita dan
mengapa kita ada. Yin adalah sesuatu yang tidak berubah dan merupakan pelengkap dari Yang, Envisioned Future. Envisioned Future merupakan inspirasi untuk apa kita menjadi, apa yang seharusnya diraih, apa yang seharusnya dikreatifitaskan – yang pemaknaanya mendekati pada kemapuan untuk berubah dan perkembangan yang ingin dicapai. Tujuan Strategik Sekali visi strategi telah ditetapkan maka langkah berikutnya adalah kesepakatan pada kelompok yang sama terhadap penetapan aktifitas dan outcome strategik yang paling penting (tujuan strategik) untuk mencapai visi tersebut. Step ini menjadikan team building BSC fokus pada aksi secara langsung – menuju kesepakatan terhadap tujuan-tujuan yang dikejar - sebagai akhir proses desain. Melalui penyajian kembali tujuan yang telah terseleksi pada Strategic Linkage Model, team desain BSC akan mempromosikan Systems Thinking (Senge 1990; Senge et al 1999) untuk mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara tujuan-tujuan yang telah terseleksi, hal ini bermanfaat untuk ujuk keyakinan atas pemilihan tujuan yang saling mendukung. Hal terpenting dari kejelasan artikulasi tujuan adalah ditekankan oleh Lingle & Schieman (1996), sebagai orang yang mengingatkan apa yang disebut sebagai “fuzzy objective” “tujuan yang mubajir” yang sering ditemui sebagai penyabab kegagalan implementasi dan tercapainya hasil yang diharapkan. Kejelasan dan kesepakatan tentang tujuan strategik perusahaan merupakan landasan bagi penetapan ukuran, target dan inisiatif. Kejelasan dan pemahaman terhadap tujuan akan memperjelas gambaran kemana arah organisasi seharusnya bergerak, dalam jangka waktu tertentu. Ini merupakan isu utama baik untuk perusahaan kecil-menegah maupun perushaan besar. Artinya isu tujuan tidak didominasi oleh perusahan besar namun perusahaan kecilpun membutuhkan kejelasan arah dan tujuan perusahaan akanbergerak. BSC menekankan formulasi tujuan sebagaui tindakan awal untuk tersusunnya satu pengukuran, target dan inisiatif bagi pengembangan program perusahaan. Tanpa penetapa ntujuan yang jelas maka tindakan-tindakan perusahaan tidak dalam koridor isu yang produktif. Tujuan strategik merupakan isu penting dalam pengembangan perusahaan, namun hal yang lebih penting adalah bagaimana mengkonfigurasikan tujuan-tujuan strategik pada masing-masing bidang kegiatan atau perspektif dalam keterkaitan yang seimbangan, konruen, korehen dan saling menunjang ghuna pencapaian visi perusahaan. Hal tersebutlah yang menjadi banyak kelamahan desain perencanaan dibanyak SME maupun Larger Enterprise. Kemampuan mengkonfigurasikan masingmasing tujuan di 4 (empat) perspektif, guna memaksimalkan sumberdaya yangada dan pencapaian visi yang effisien, merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaan. Disinilah kemampuan, kreatifitas dan pengelolaan pengetahuan akan banyak memberikan kemanfaatan dalam desain strategi perusahaan. Ibarat permaninan sepak bola dimana dibatasi oleh aturan-aturan seperti jumlah pemain, batasan-batasan yang diperbolehkan untuk dilakukan, namun permainan tersebut memberikan ruang yang cukup untuk melakukan konfigurasi pemain guna mencapai tim yang unggul guna mengungguli potensi lawan. Dibawah ini merupaka contoh bagaimana tujuan-tujuan strategis di konfigurasikan dalam satu sistem keterkaitan (linkage system).
Financial Perspective Customer Perspective Internal Process Learning & Growth
Value Revenue
Customer Perception
Organizational Capabilities
Skills & Culture
Cost
Partner Perception
Supplier Perception
Critical Processes
Development
Strategic Linkage Model Perspective Strategi Linkage Model diatas menunjukkan tujuan strategik yang terpilih tersebar pada lintas 4 (empat) zone atau perspektive. Prespektif 2 (dua) terendah terdapat tujuan yang paling penting bagi aktifitas proses bisnis, waktu daur, produktifitas dan lain sebagainya (Internal Processes) dan kebutuhan apa saja yang dibutuhkan untuk kesinambungan proses dan pengambangan kedepan dalam koridor orang, produk ,dan pengembangan proses (Learning & Growth). Perspektif 2 (dua) teratas merupakan zone tujuan yang harus dicapai oleh aktifitas yang dibawahnya diantaranya harapan perusahaan terhadap kustiomer, rekanan dan pihak luar perusahaan lainnya (External/Customer Perspective) dan bagaimana hal tersebut akan mewujud dalam hasil keuangan dan nilai ekonomi. Keterkaiatan antara tujuan secara bersama akan membantu artikulasi sebab-akibat antar tujuan. Pengembangan Strategic Linkage Model yang tergambarkan diatas akan menbantu SME: - Uji validasi model bisnis melalui pengembangan pemahaman terhadap model dan kebutuhannya strategik / operasional model
-
Identifikasi tujuan strategik terpenting dalam formasi strategi koheren keseluruhan spektrum bisnis dan memberikan jalan membangun kreatifitas untuk lebih fokus agar tujuan tercapai
Ukuran Design BSC pada perusahaan besar pada umumnya termasuk proses elaborasi untuk mengidentifikasi dan mendikripsikan ukuran yang terpilih untuk menginformasikan kepada manajemen tentang perkembangan organisasi dalam mencapai tujuan (Olve et. Al 1999). Pada SME ( khususnya perusahaan kecil) kebutuhan ukuran formal sangatlah rendah. Terbatasnya ukuran dan rendahnya kompleksitas organisasi menjadikan manager memahami dengan baik hasil kinerja . (Miller 1959, Mintzberg 1981) . Namun kebutuhan indentifikasi ukuran, paling tidak mampu mendukung penetapan tujuan dan tindak lanjutnya, hal ini membantu untuk uji validasi terhadap asumsi sebab-akibat dalam desain sebagai dasar strategi. Tanpa melakukan pendekatan untuk uji asumsi, koreksi terhadap penetapan atau pilihan, akan menjadikan ide perencanaan beresiko kehilangan nilai – aspek penting untuk kedepan. Karena hal tersebut, beberapa SME, akan menemukan makna nilai dari ukuran aktifitas. Pembangunan ukuran akan mengikuti tingkat kejelasan dan kesepakatan kolektif terhadap tujuan strategis, karen aukuran akan diopakai melihat tingkat progresifitas pencapaian tujuan dibanding dengan target. Oleh karenanya ukuran merupakan alat yang memberikan signal sampai sejauhmana kesepakatan terhadap aktifitas telah berjalan dan sampai sejauhmana hasil yang diperolehnya. Hal tersebut menjadi penting ketika target merupakan penterjemahan visi perusahaan. Pada SME ukuran dan target sering kali merupakan fungsi mental dan retorika ketimbang sebagai informasi penting dan bagian dari prosedur formal. IMPLEMENTASI BSC gagal ketika pengembangan sasaran strategik dan identifikasi ukuran kinerja perusahaan tidak menggunakan infromasi yang berpotensi untuk mendorong perubahan atas kerangka kerja organisasi (Schneiderman 1999) Sebagai contoh, organisasi yang sangat berorientasi pada anggaran sebagai pendekatan dalam perencanaanya, siklus anggaran akan berubah dan hal tersebut diawali dari BSC. Jika tidak, kebutuhan stratagi jangka panjang cenderung tidak integral dengan anggran sebagai perencanaan keuangan jangka pendek. Sebagaimana telah dicatat oleh Jennimng & Graham (1997), keseimbangan pengembangan jangka panjang dengan kebutuhan jangka pendek untuk ketahanan hidup organisasi merupakan isu penting bagi perusahaan kecil dan sebagai titik berangkat - kegagalan untuk menyatukan proses penganggran dengan sasaran strategik perusahaan akan berakibat pencapaian keseimbangan lebih sulit. Sering kali, perubahan implemetasi pada proses manajemen membutuhkan team manajemen atau manager untuk lebih ekstra didalam mendukung penerapan sistem manajemen yang baru (Schneiderman 1999) dan hal tersebut membutuhkan komitmen jangka panjang untuk menjaga keberlanjutan perubahan tersebut. Herbert Simon, Robert Schrank, dan Rosabeth Moss Kanter menyarankan hal tesebut, memecahkan pundi kebiasaan lama dan mensosialisasikan kebiasaan baru seharusnya dimulai dari manager merubah cara meraka yang lama.
Kombinasikan Arah, fokus dan prioritas Penggunaan BSC sebagai pusat sistem manajemen strategik, secara alamiah mendorong pendelegasian sasaran dan tugas. Melalui perencanaan logiik dan artikulasi yang baik dalam proses kontruksi dan komunikasi yang didukung oleh pendekatan yang effisien guna monitoring atas implementasi, menjadikan manajemen dan keseluruhan organisasi agar lebih fokus pada critial strategic outcome sampai pada preferensi faktor-faktor taktikal dan fungsional sempit. Dengan penekanan pada komponen organisasi untuk melakukan koordinasi atas dasar referensi kejelasan strategi korporate, manager senior dapat mengurangi penggunaan waktu untuk pengawasan manajemen operasonal secara detail, pembebasan sumberdaya manajemen dapat akan lebih bernilai apabila diarahkan untuk koordinasi pengembangan organisasi kedepan. Pengenalan sistem manajemen startegi berbasis BSC mendampingi kebutuhan organisasi pada struktur yang organisasi yang kompleks dengan konsekuensi potensi rendahnya biaya dan mempertahankan fleksibilitas dan inovasi . Akhirnya, dimana organisasi mampu mendefiniskan visi organisasi secara gamblang sekaligus strategi untuk mencapainya, resiko adanya pengkeroposan dari dalam dapat dikurangi. Hal tersebut perlu dicacat dengan baik bahwa organisasi tidak memperkirakan dengan berkurangnya resiko akan memperluas kesempatan dan potens tumbuhnya bisnis. Untuk organisasi entrepeneurial yang inovatif nampaknya mudak sekali untuk mencapai pertumbuhan nilai , tetapi mengejaran kesempatan baru membawa konsekuensi tambahan resiko bisnis dan resiko kekecewaan atas kestabilan ssasaran jangka panjnag (Bhide 1996, Jenning and Beaver 1997). Seringkali perusahaan akan memperoleh kemanfaatan melalui penjabaran visi dan tujuan strategik sebagai basis evaluasi nilai tambah dan strategi guna memasuki peluang baru. Penerapan BSC pada SME akan membantu didalam mengartistekturkan tujuan, ukuran, target dan inisiatif untuk menjadikan SME lebih mengarah pada tujuan, lebih fokus pada aktifitas yang mampu meberikan nilai terhadap pencapaian tujuan, dan membantu pengambilan kebijakan bisnis penentuan aktifitas-aktifitas yang diprioritaskan untuk diberikan sumberdaya, menitoring dan evaluasi. Pemahaman Model Bisnis Meskipun diskusi sejauh ini berfokus pada pemikiraan BSC sebagai pemantap SME, ini bukanlah satu prekondisi yang disyarakatkan. Mengadopsi pendekatan BSC tersebut selama tahap perencanaan dari proses panjang penjelajahan dunia bisnis telah memberikan daya ungkit terhadap keunggulan dalam membatu team manajemen mengarikulasi dengan jelas tujuan penjelajahan tersebut, dan aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk meraih tujuan. BSC juga membatu tim manajemen memberikan signal terhadap area-area manajemen yang perlu diperhatikan dalam konteks perlunya segera dilakukan perubahan, dan tersebut mampu membuktikan pada pihak eksternal yang lebih mendukung bisnis tersebut. Sebagaiamana proses desin BSC telah mendemostrasikan dan membuktikan model bisnis pada entrepreneur dan/ atau team manajemen itu sendiri, jadi kemampuan untuk mengkomunukasikan artikulsi dengan baik dan kontruksi logis dari perencanaan yangd idukung oleh pendekatan efisiens dalam monitorng implementasi, hal tersebut akan membntu organisasi mencoba untuk memperoleh atau menjaga keajegan terhadap dukungan stakeholder (Blide 1996) – area-area persoalan dimana keberadaan BSC sangat menguntungkan. Pendekatan yang populer yang banyak dibuktikan oleh manajemen, tidak hanya ketika proses pencarian dana baru tetapi
juga evaluasi investor terhadap organisasi, hal ini ditekankan oleh penilaian yang menunjukkan bahwa 35% keputusan investor dipengaruhi oleh faktor-faktor nonkeuangan melainkan oleh strategi dan kualitas strategi korporate merupakan hal yang terpenting (Ernst & Young 2000) “ Akar penyebab kesalahaan (untuk SME) terletak pada perilaku dan pembuatan keputusan pendiri dan atau manager yang tidak rasional karena tidak patuh pada “aturan” teori manajemen klasikal” (Peter Jenning, The Business School, Loughborough University, UK and Graham Beaver, Nottingham Busienss School Nottingham Trent University England) Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Fleksibilitas Konsep penggunaan BSC sebagai sentral sistem manajemen startegik (Kaplan & Norton 1996, 2000) adalah didasari oleh “siklus pembelajaran dua lompatan” (argyris 1977, 1991), dimana hal tersebut secara umum dalam penilaian kinerja strategik selalu dilontarkan 3 issu: 1. Sudahkah dilakukan pekerjaan yang telah di desain sebelumnya? 2. Sudahkan dicapai hasil dimana hal telah terpikir ? 3. Apa yang diperlukan untuk aksi iyang berbeda di masa mendatang? Jawaban terhadap isu-isu dan perubahan informasi dari lingkungan eksternal diformulasikan melalui analisa yang luas dan diskusi mendalam untuk keputusan keberlanjutan validasi pilihan straegi secara murni yang tergambarkan dalam BSC. Informasi yang diberikan oleh BSC dapat mendorong adanya perubahan baik untuk perubahan atas tujuan maupun perubahan atas ukuran. Seperti perubahan yang direfleksikan oleh kombinasi perubahan pasar dan perubahan kondisi organisasi akan beriringan dengan perubahan pembelajaran terhadap asumsi sebabakibat. Mintzberg 1990 and Simon 1995 masing-masing mengusulkan bahwa perusahaan dimana “interactive componen” (dimana penyesuaian perencanaan berjalan yang memasukkan “strategi darurat”) dimasukkan dalam perencanaan dan proses penilaian, hal tersebut akan memberikan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi didalam merespon perubahan lingkungan luar. Bagaiamana proses review BSC akan dilakukan, hal tersebut akan bayak tergantung dari kompleksitas dan budaya perusahaan. Usaha tersebut sama dengan mengumpulkan berbagai macam variasi ukuran BSC. Proses formal dalam penentuan seperangkat ukuran bisa jadi akan terlihat pada organisasi kecil sebagai kesulutan administrasi yang tidak memiliki landasan yang kuat. Tetapi pengalaman menunjukkan bahwa proses informal dalam penyusunan seperangka ukuran berjalan dengan baik dalam organisasi kecil. Semakin besar transparansi untuk perusahaan tersebut menjadikan proses formal and mengkonsumsi waktu yang potensial akan menjadikannya proses tidak penting. Sebagai gantinya, keluaran dari proses desain adalah utamanya menyajikan kerangka kerja untuk mengorganisasi proses berfikir secara merntal maupun verbal melalui “Tanyajawab… dan (memecahkan masalah atas dasar) relevansi asumsi dasar atas tujuan, strategi, operasi dan internaksinya: (Hetten & Rosental 1999) – suatu proses yang sering mengecewakan di perusahaan kecil menurut Jennings & Beaver (1997).
DAFTAR PUSTAKA Newman AD and Rowbottom RW (1968). Organization Analysis; a guide to better understanding of structure problems of organization, Heineman Educational Books, UK Norton, Kaplan, Balanced Scorecard , Havard Business School, 1999, US Olve N, Roy J, Wetter M (1999 English translation, 1st published Swedish 1997), Performance Drivers: A Practical guide to using the Balanced Scorecard, Wiley, UK Schneiderman AM (1999), Why Balanced Scorecard fail, Journal of Startegic Performance Maesurement, January Special Edition: 6 Schrank R (1978), Ten Thousand working days, The MIT Press, US Senge P (1990), The Fifth Discipline, Doublenday Currency, US Senge P, Roberts C, Ross R, Smith B, Roth G, Kleiner A (1999) The Dance of Change; Thee Challenges of Sustaining Momentum in Learning Organization”, Nicholas Brealey Publishing Ltd, UK