Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Implementai Pembinaan Teritorial Dalam Penanggulangan Kemiskinan Nuraedhi Apriyanto FPTK IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] ABSTRAK Undang-Undang RI No. 34 Tahun 2004 tentang TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Dalam Pasal 8, salah satu tugas Angkatan Darat adalah “Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat” atau yang dikenal dengan pembinaan teritorial. Pembinaan teritorial yang pada hakekatnya merupakan setiap usaha dan kegiatan menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dengan meningkatkan kepekaan dan daya tangkal setiap ancaman terhadap NKRI. Pembinaan teritorial semestinya juga ikut membuat masyarakat sadar akan berbangsa dan bernegara yang baik. Dalam kondisi sekarang, pembinaan teritorial merupakan alat sistem pertahanan dan keamanan untuk membina agar rakyat waspada terhadap ancamanancaman instabilitas. Fungsi teritorial melekat dengan tentara. Salah satu ancaman instabilitas adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan potensi ancaman yang berkembang di masyarakat khususnya ancaman dari sumber daya manusia (SDM) yang berakibat ancaman bagi keutuhan Bangsa dan Negara yang harus diperangi oleh seluruh masyarakat. Implementasi Binter Dalam Penanganan Kemiskinan Melalui Kebijakan Pemerintah. Kebijakan yang ditempuh Provinsi Jawa Tengah dalam rangka penanggulangan kemiskinan yang disampaikan Wakil Gubernur Jawa Tengah pada acara rakor Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) tanggal 15 Nopember 2010 mencakup: (1)Kebijakan ekonomi, (2)Kebijakan perluasan kesempatan kerja dan berusaha, (3)Kebijakan pengurangan kesenjangan antar wilayah, (4)Kebijakan pemenuhan hak dasar. Target implementasi binter dalam penanggulangan kemiskinan adalah tumbuhnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dengan meningkatkan kepekaan dan daya tangkal setiap ancaman terhadap keutuhan NKRI. Dalam hal ini kemiskinan merupakan salah satu bentuk potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) yang berkembang di masyarakat yang mempengaruhi ketahanan wilayah. Untuk mewujudkan target tadi tidak bisa lepas dari target pengentasan kemiskinan itu sendiri. Sasaran implementasi binter dalam penanggulangan kemiskinan adalah pelaku dan pemanfaat langsung penanggulangan kemiskinan, khususnya untuk PNPM-MP di tingkat Kabupaten/Kota sasarannya Kelompok Belajar Perkotaan (KBP), sedangkan ditingkat masyarakat sasarannya angggota BKM/LKM, relawan, Kelompok swadaya Masyarakat (KSM). Sedangkan sasaran penanggulangan kemiskinan sendiri. Monitoring/pemantauan dan evaluasi penanggulangan kemiskinan dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi kemiskinan dan kinerja kebijakan/program secara obyektif dan sistematik. Monitoring/pemantauan dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan, baik institusi pemerintah maupun non pemerintah, di pusat maupun di daerah termasuk dalam hal ini TNI. Hasil monitoring/pemantauan dan evaluasi oleh berbagai pihak harus diverifikasi dan dikonsolidasi agar menghasilkan informasi yang akurat dan sistematis. Diharapkan dengan monev partisipatif masyarakat dapat tumbuh kesadaran dan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
83
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
partisipasinya yang dapat meningkatkan kepekaan dan daya tangkal setiap ancaman terhadap keutuhan NKRI. Kata Kunci : NKRI, kemiskinan, territorial
PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke dua yang memuat cita-cita bangsa Indonesia dan pada alinea ke empat yang memuat tujuan bangsa Indonesia, untuk mewujudkan sita-cita dan tujuan tersebut diatas ada faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu kondisi geografis, kondisi manusia, dan kondisi lingkungan. Implementasi terwujudnya citacita dan tujuan bangsa Indonesia ini diperlukan wawasan secara nasional. Nusantara sebagai wawasan nasional merupakan cara pandang bangsa Indonesia yang telah bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tentang diri dan lingkungannya sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Wawasan nusantara merupakan sumber utama dan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan kehidupan bagi bangsa Indonesia sesuai dengan falsafah, keadaan geografis dan sosial budaya. Wawasan nusantara mengarah kepada terwujudnya kesatuan dan persatuan yang serasi dalam bidang politik, ekonomi sosial dan budaya, dan pertahanan dan keamanan. Dalam wawasan nusantara mempunyai 2 tujuan yaitu tujuan kedalam dan tujuan keluar. Tujuan kedalam untuk mewujudkan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan nasional baik aspek alamiah (Trigatra: geografis, kekayaan alam, dan penduduk) maupun aspek sosial (Pancagatra: Ipoleksosbudhankam), sedangkan tujuan keluar turut serta mewujudkan perdamaian, kebahagiaan dan ketertiban bagi seluruh umat manusia. Untuk pelaksanaan wawasan nusantara dalam kehidupan nasional khususnya dibidang hankam yaitu bagaimana kesiapan warga negara dalam bela negara. Pada hakekatnya pencapaian tujuan tersebut menggambarkan ketahanan nasional itu sendiri. Konsep dan pengertian pertahanan nasional adalah kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) baik yang datang dari dalam atau luar, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan bangsa. Adapun pokok pikiran ketahanan nasional adalah pendekatan astagatra, model berpikir komprehensif integral, dan keseimbangan antara pendekatan kesejahteraan (PROSPERITY APPROACH) & pendekatan keamanan (SECURITY APPROACH). Hal ini merupakan tugas bersama yang salah satunya Tentara Nasional Indonesia (TNI). MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
84
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Undang-Undang RI No. 34 Tahun 2004 tentang TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Dalam Pasal 8, salah satu tugas Angkatan Darat adalah “Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat” atau yang dikenal dengan pembinaan teritorial. Pembinaan teritorial yang pada hakekatnya merupakan setiap usaha dan kegiatan menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dengan meningkatkan kepekaan dan daya tangkal setiap ancaman terhadap NKRI. Pembinaan teritorial semestinya juga ikut membuat masyarakat sadar akan berbangsa dan bernegara yang baik. Dalam kondisi sekarang, pembinaan teritorial merupakan alat sistem pertahanan dan keamanan untuk membina agar rakyat waspada terhadap ancamanancaman instabilitas. Fungsi teritorial melekat dengan tentara. Hal senada juga dikatakan oleh Kiki Syahnakri, bahwa meskipun TNI melaksanakan tugas selain perang seperti disebutkan dalam UU No 34/2004, tetapi prajurit TNI tetap selalu siap untuk bertempur. Sedangkan tugas selain perang, TNI selalu menaruh peduli kepada hal-hal yang terjadi di tengah masyarakat. (Suara Karya Kamis, 8 Maret 2007) Pembinaan teritorial dalam semua kegiatan yang dilakukan TNI dalam hal ini oleh KODIM,
KORAMIL,
maupun
BABINSA
merupakan
upaya
untuk
menciptakan
kemanunggalan TNI dengan rakyat, dimana kepedulian TNI kepada hal-hal yang terjadi di tengah masyarakat salah satunya masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan musuh utama setiap negara yang berpotensi menimbulkan masalah, karena bisa dimanfaatkan untuk memecah keutuhan bangsa dan Negara. Semua Negara baik miskin, berkembang dan kaya, mempunyai persoalan tentang masalah kemiskinan. Termasuk Negara Indonesia berdasarkan sensus Penduduk 2010 mempunyai penduduk 237.556.363 orang, merupakan tantangan sangat berat dalam masalah kemiskinan. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life (James. C.Scott, 1981 MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
85
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
dalam Gregorius Sahdan:2009), mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7) Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik. Kemiskinan menjadi alasan yang sempurna rendahnya Human Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relatif masih sangat rendah, dibandingkan dengan kualitas manusia di negaranegara lain di dunia. Nilai IPM Indonesia tahun 2006 adalah 0,711 (ranking ke 108 dari 177 negara). Nilai ini merupakan hasil kalkulasi dari angka harapan hidup 67,2 tahun (indeks kesehatan 0,70), angka melek huruf 90,4%, gabungan rata-rata lama sekolah tingkat dasar dan lanjutan 68% (indeks pendidikan 0,83) dan GDP per kapita US$ 3.609 (indeks daya beli 0,60). Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis. Karena sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan, dan dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Salah satu programnya keterlibatan TNI dengan diadakannya TNI manunggal membangun desa (TMMD) atau salah satu metode binter yaitu bhakti TNI, hal ini dapat dilihat di-Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Tengah dalam musrenbang Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 4-5 April 2012. Sedangkan metode binter yang lain yaitu pembinaan pertahanan wilayah (Bintahwil) dan Komunikasi sosial (Komsos) juga dapat dikembangkan dalam implementasi binter dalam penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
86
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
PEMBAHASAN Implementasi Binter Dalam Penanganan Kemiskinan Melalui Kebijakan Pemerintah Utoyo Harjito (2010) dalam Written by pbhmi.org Wednesday menulis bahwa untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan haruslah dilakukan secara terpadu dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini ditekankan pada acara „Konsolidasi Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan Pusat dan Daerah‟ di Jakarta, 29-30 November 2010. Acara yang dihadiri oleh Bapak Wapres Boediono selaku Ketua dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku wakil ketua dan Bapak Bambang Widianto selaku Sekretaris Eksekutif, juga para menteri terkait. Dengan para peserta ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), yang tidak lain adalah para wakil gubernur seluruh Indonesia, dan para kepala Bappeda yang menjadi sekertaris TKPKD di daerah masing-masing. Bapak wakil Presiden memberikan arahan kepada para peserta yang hadir untuk bersinergi dengan pemerintah pusat dalam percepatan penanggulangan kemiskinan. Tujuannya agar program penanggulangan kemiskinan di daerah sehingga hasilnya lebih optimal lagi. Dalam acara ini juga ditandangani Komitmen bersama untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara nasional, yang ditandatangani oleh seluruh wakil gubernur seluruh Indonesia. Hal ini dinilai perlu sebagai wujud komitmen agar lebih fokus dalam menanggulangi kemiskinan. Setiap kelompok program penanggulangan kemiskinan mempunyai fokus dan tujuan yang berbeda dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Oleh sebab itu, setiap kelompok tersebut mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda. Ciri dan karakteristik setiap kelompok program penanggulangan kemiskinan mempunyai hubungan yang erat dengan cakupan kegiatan dan penerima manfaat yang menjadi target dari pelaksanaan kelompok program penanggulangan kemiskinan. Kebijakan yang ditempuh Provinsi Jawa Tengah dalam rangka penanggulangan kemiskinan yang disampaikan Wakil Gubernur Jawa Tengah pada acara rakor Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) tanggal 15 Nopember 2010 mencakup: ● Kebijakan ekonomi, diarahkan pada terwujudnya lingkungan yang kondusif
bagi
pengembangan usaha dan terbukanya kesempatan berusaha yang luas bagi peningkatan
kapabilitas
masyarakat
yang
tercermin
dalam
kebijakan
untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pembangunan infastruktur, pembangunan pertanian, perdagangan dan ketenagakerjaan.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
87
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
● Kebijakan
perluasan
kesempatan
kerja
dan
berusaha,
diarahkan
untuk
menciptakan lapangan kerja, peluang berusaha, meningkatkan produktivitas usaha dan tenaga kerja. ● Kebijakan pengurangan kesenjangan antar wilayah, diarahkan untuk mempercepat pembangunan wilayah miskin, wilayah perbatasan provinsi dan wilayah pasca bencana alam. ● Kebijakan pemenuhan hak dasar, dipusatkan pada prioritas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, lingkungan hidup dan sumber daya alam, rasa aman dan partisipasi masyarakat. Provinsi Jawa Tengah Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan menjadi hal yang sangat penting dan strategis serta menjadi issue yang menguat dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai forum/wadah koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi berbagai program penanggulangan kemiskinan. Sedangkan TKPKD yang diatur melalui SE Mendagri ini,
mengkoordinasi pokja kelembagaan, juga menyerukan agar TKPK Provinsi Jawa
Tengah harus seirama dengan TKPK tingkat nasional yakni forum multistakeholder. Tugas dan fungsinya yang utama adalah membuat strategi, mengkoordinasi dan memonitor pelaksanaannya. Adapun wujud nyata aktivitas TKPKD Jawa Tengah, antara lain melalui: Rapat Koordinasi baik secara insidental (mensikapi permasalahan yang berkembang dan membutuhkan penanganan segera) maupun politik. Monitoring dan evaluasi engan dilengkapi instrumen yang jelas sebagai alat ukur menilai kinerja program/kegiatan penanggulangan kemiskinan. Kajian terhadap berbagai regulasi yangkemungkinan kurang pro poor,pro job dan pro investasi. Penyusunan laporan secara berjenjang dan periodic sesuai dengan tugas dan fungsinya. Oleh sebab itu perlu disiapkan panduan yang memuat proses, mekanisme, sistematika dan substansi pelaporan. Strategi ke Depan Berkaitan dengan penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001, data dan informasi kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama terhadap manfaatnya untuk perencanaan lokal. Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal. Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
88
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat Nasional, tingkat Provinsi, dan tingkat Kabupaten/Kota, maupun di tingkat Komunitas. Pemerintah terus berupaya menurunkan angka kemiskinan dan pengurangan pengangguran melalui perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan
masyarakat
miskin.
Untuk
mencapai
kondisi
tersebut,
pemerintah
menetapkan tiga jalur strategi pembangunan, yaitu : Pro-Pertumbuhan (pro-growth), untuk meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan
ekonomi melalui upaya menarik investasi, ekspor dan bisnis, termasuk perbaikan iklim investasi; Pro-Lapangan Kerja (pro-job), untuk menciptakan lapangan kerja termasuk di
dalamnya menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel dan menciptakan hubungan industri yang kondusif; Pro-Masyarakat Miskin (pro-poor), untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas
masyarakat agar dapat berkontribusi terhadap pembangunan, memperluas akses terhadap layanan dasar, dan merevitalisasi sektor pertanian, kehutanan, kelautan, dan ekonomi perdesaan. Aplikasi tiga jalur strategi pembangunan tersebut di atas, Provinsi Jawa Tengah membuat strategi utama dalam penanggulangan kemiskinan meliputi: Pertama, mengurangi beban biaya bagi penduduk miskin. Bentuk kebijakan riil yang ditempuh adalah dengan mengurangi pengeluaran beban kebutuhan dasar seperti akses pendidikan, kesehatan dan infrastruktur guna mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi. Kedua, meningkatkan pendapatan dan daya beli penduduk miskin. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kapasitas dan produktivitas bagi penduduk miskin agar memperoleh kesempatan dan hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial, politik. Strategi utama tersebut dituangkan dalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Provinsi Jawa Tengah, Secara garis besar proses dan substansi penyusunan SPKD, seperti yang direkomendasikan dalam PRSP, dimulai dengan pembentukan TKPKD, yang merupakan forum multistakeholder dan di Jawa Tengah sudah dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No: 414.2/131/2010 tertanggal 31 Agustus 2010. TKPKD kemudian mendesain penyusunan SPKD. Menyikapi strategi penanggulangan kemiskinan tersebut diatas, bagaimana strategi pembinaan teritorial (Binter) dapat diimplimentasikan pada strategi tersebut, karena masalah kemiskinan merupakan hal yang sensitif mudah menyulut konflik horisontal yang mengancam ketahanan wilayah dan mudah ditunggangi untuk politik, maka strategi Binter kedepan dapat dilakukan: MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
89
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
a. Berkoordinasi dengan TKPK Prov maupun Kabupaten/Kota dan SKPD terkait agar tetap mencantumkan program TMMD pada musrenbang Provinsi maupun Kabupaten Kota. b. TNI melalui Kodim, Koramil, Satuan/Batalyon melakukan kemitraan dengan Program Nasional Penanggulangan Kemiskinan (PNPM) khususnya denan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM)/ Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM). c. Mengupayakan anggota TNI ada yang mengikuti/menjadi bagian
Kelompok Belajar
Kabupaten/Kota (KBP), agar dapat mengetahui dan mengantisipasi perkembangan penanganan kemiskinan dan ikut sumbang saran dalam diskusi-diskusi nangkis yang dilakukan. d. Mendorong/menganjurkan setiap anggota TNI
untuk menjadi relawan penggulangan
kemiskinan, bahkan menjadi anggota BKM/LKM. e. Secara bersama dengan stakeholder di tingkat Kabupaten/Kota maupun dengan BKM/LKM di tingkat masyarakat TNI bisa melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan PNPM-MP. Target Target implementasi binter dalam penanggulangan kemiskinan adalah tumbuhnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dengan meningkatkan kepekaan dan daya tangkal setiap ancaman terhadap keutuhan NKRI. Dalam hal ini kemiskinan merupakan salah satu bentuk potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) yang berkembang di masyarakat yang mempengaruhi ketahanan wilayah. Untuk mewujudkan target tadi tidak bisa lepas dari target pengentasan kemiskinan itu sendiri. Target pencapaian program penanggulangan kemiskinan dapat diukur berdasarkan skala waktu yaitu target jangka pendek, jangka menengah, serta jangka panjang baik di tingkat nasional maupun daerah. Target jangka pendek mengacu pada RKP yang ditetapkan setiap tahun. Sedangkan target jangka menengah mengacu pada perencanaan 5 (lima) tahunan yang ditetapkan dalam RPJM. Target jangka panjang mengacu pada perencanaan pembangunan 25 tahunan yang ditetapkan dalam RPJP Nasional pada lingkup nasional dan RPJP Daerah untuk lingkup provinsi dan kabupaten/kota. Namun dikarenakan adanya krisis global, terutama isu kenaikan BBM secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi perekonomian Nasional. Indonesia sebagai bagian dari komunitas dunia telah mensepakati target capaian MDGs. Oleh karena itu program-program kemiskinan yang sekarang ini dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan langkah nyata sebagai komitmen dalam usaha mencapai target MDGs tersebut. Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam tahun 2015 akan berusaha menurunkan tingkat kemiskinan hingga 7,5%.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
90
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Sasaran Sasaran implementasi binter dalam penanggulangan kemiskinan adalah pelaku dan pemanfaat langsung penanggulangan kemiskinan, khususnya untuk PNPM-MP di tingkat Kabupaten/Kota sasarannya Kelompok Belajar Perkotaan (KBP), sedangkan ditingkat masyarakat sasarannya angggota BKM/LKM, relawan, Kelompok swadaya Masyarakat (KSM). Sedangkan sasaran penanggulangan kemiskinan sendiri Beberapa SKPD atau institusi lain mempunyai ukuran kemiskinan sendiri yang menentukan sasaran sendiri-sendiri, sehingga belum bisa menjadi tolak ukur pengentasan kemiskinan secara bersama. Sebagai contoh
Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat- Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) mempunyai sasaran tersendiri by name-by adreas dalam kelompok PS-2 (Daftar warga miskin) yang didapat dari partisipasi masyarakat melalui refleksi kemiskinan. Menurut Hamonangan Ritonga Kepala Subdit pada Direktorat Analisis Statistik, Badan Pusat Statistik, ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusatpun belum sepenuhnya memadai dalam upaya pengentasan kemiskinan secara operasional di daerah. Sebaliknya, informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat tersebut dapat menjadikan kebijakan salah arah karena data tersebut tidak dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang terjadi di tingkat daerah yang lebih kecil. Oleh karena itu, di samping data kemiskinan makro yang diperlukan dalam sistem statistik nasional, perlu juga diperoleh data kemiskinan (mikro) yang spesifik daerah. Namun, sistem statistik yang dikumpulkan secara lokal tersebut perlu diintegrasikan dengan sistem statistik nasional sehingga keterbandingan antar wilayah, khususnya keterbandingan antarkabupaten dan provinsi dapat tetap terjaga. Sasaran penanggulangan kemiskinan berdasarkan data BPS adalah menurunnya jumlah penduduk miskin laki-laki dan perempuan dan terpenuhinya hak dasar masyarakat miskin secara bertahap yang meliputi: 1.
Terpenuhinya kecukupan pangan yang bermutu dan terjangkau.
2.
Terpenuhinya pelayanan kesehatan yang bermutu.
3.
Tersedianya pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan merata.
4.
Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha.
5.
Terpenuhinya kebutuhan perumahan dan sanitasi yang layak dan sehat.
6.
Terpenuhinya kebutuhan air bersih dan aman bagi masyarakat miskin.
7.
Terbukanya akses masyarakat miskin dalam pemanfaatan SDA dan terjaganya kualitas lingkungan hidup.
8.
Terjamin dan terlindunginya hak perorangan dan hak komunal atas tanah.
9.
Terjaminnya rasa aman dari tindak kekerasan.
10. Meningkatnya partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
91
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan
monitoring/pemantauan
dan
evaluasi
diperlukan
untuk
mencatat
perkembangan kondisi kemiskinan, memantau proses dan kemajuan pelaksanaan kebijakan secara terus-menerus, mengidentifikasi masalah dan penyimpangan yang muncul, merumuskan pemecahan masalah, dan membuat laporan kemajuan secara rutin dalam kurun waktu yang pendek. Kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengkaji relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak suatu kebijakan penanggulangan kemiskinan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan memerlukan data dan informasi yang tepat waktu, akurat, relevan, dan lengkap. Monitoring/pemantauan dan evaluasi penanggulangan kemiskinan dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi kemiskinan dan kinerja kebijakan/program secara obyektif dan sistematik. Monitoring/pemantauan dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan, baik institusi pemerintah maupun non pemerintah, di pusat maupun di daerah termasuk dalam hal ini TNI. Hasil monitoring/pemantauan dan evaluasi oleh berbagai pihak harus diverifikasi dan dikonsolidasi agar menghasilkan informasi yang akurat dan sistematis. Kegiatan monitoring/pemantauan dan evaluasi penanggulangan kemiskinan pada dasarnya dilakukan oleh semua pelaku atau pemangku kepentingan penanggulangan kemiskinan. Monitoring/pemantauan dan evaluasi penanggulangan kemiskinan pada lembaga pemerintah dilakukan secara internal oleh kementerian/ lembaga non departemen terkait, untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kebijakan dan program, dan mengukur dampak kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Kegiatan monitoring/pemantauan dan evaluasi dilakukan juga oleh masyarakat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, organisasi profesi, TNI, dan media massa, yang tujuannya adalah ingin melhat hasil pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan rencana yang telah disusun. Oleh karena itu, Monitoring dan Evaluasi (Monev) adalah satu istilah yang memiliki konotasi seperti tersebut diatas, yang pelaksanaannya dilakukan secara partisipatif. Kontek monev diatas bisa dikatakan sebagai monev partisipatif, dimana yang dimaksud monev partisipatif adalah monev yang dalam pelaksanaannya mengikutsertakan pembelajaran demokrasi dan partisipasi bagi para pelakunya. Pelaku monev partisipatif adalah pihak orang luar maupun warga masyarakat yang menjadi sasaran program tersebut. Diharapkan dengan monev partisipatif masyarakat dapat tumbuh kesadaran dan partisipasinya yang dapat meningkatkan kepekaan dan daya tangkal setiap ancaman terhadap keutuhan NKRI.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
92
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
PENUTUP Sudah lama dipahami bahwa kemiskinan informasi merupakan ciri masyarakat miskin, sekaligus salah satu biang keladi kemiskinan. Karena tidak memiliki informasi, orang miskin luput dari jangkauan berbagai layanan (administrasi, kesehatan, pendidikan dll) yang disediakan pemerintah. Mereka sering tak terjangkau oleh penyebaran informasi penting, yang justru dialamatkan bagi mereka. Pada situasi tertentu yang agak khusus, rendahnya akses terhadap informasi seringkali membuat keadaan bertambah runyam. Penerima bantuan beras bersubsidi (Raskin)
bersitegang
dengan
sesama
warga
yang
sama-sama
merasa
berhak
mendapatkannya, namun tidak masuk dalam daftar penerima bantuan. Kekacauan serupa pernah terjadi pada program bantuan kemanusiaan untuk korban tsunami di Aceh dan Nias. Apalagi akan ada bantuan sementara langsung masyarakat dapak kenaikan BBM. Kemiskinan informasi membuat orang miskin dan mereka yang membutuhkan tidak dapat menjangkau bukan hanya bantuan kemanusiaan dan berbagai layanan sosial. Dari sudut pandang yang lebih luas, kemiskinan informasi membuat masyarakat tidak dapat memanfaatkan berbagai kesempatan dan sumberdaya ekonomi (untuk memperbaiki taraf hidup), maupun sumberdaya politik (guna mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan mereka). Pada sedikit contoh yang dikemukakan di atas, paling tidak ada dua persoalan yang perlu dicermati menyangkut kemiskinan informasi. Pertama adalah rendahnya akses masyarakat miskin terhadap informasi dari luar, khususnya informasi publik, yang bersangkut-paut dengan kehidupan mereka. Pada saat yang sama ada pula kelemahan Kedua, yakni lemahnya kemampuan masyarakat untuk bersama-sama mengidentifikasi kebutuhan informasinya dan secara kolektif melakukan kerja informasi. Dari mulai menggali data tentang keadaan mereka sendiri, untuk mengolah data tersebut, dan kemudian memproduksi informasi yang mereka perlukan. Kemiskinan informasi yang merupakan ciri masyarakat miskin tersebut diatas banyak penyebabnya, bisa dari sebab ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial-budaya, politik dan lain sebagainya, kalau diruntut dicari akar penyebabnya adalah lunturnya nilai-nilai kemanusiaan. Dimana nilai-nilai kemanusian tersebut antara lain: jujur, adil, transparan, dan lain sebagainya. Sedangkan lunturnya nilai-nilai kemanusiaan itu bisa dari si miskin itu sendiri maupun dari pihak luar (misalnya pemegang kebijakan yang tidak pro poor). Kebanyakan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan masih enggan melibatkan elemen kritis masyarakat, bahkan hanya mengakomodasi organ pemerintahan saja.
Kondisi ini sangat merugikan gerakan yang dibangun terutama oleh organisasi
masyarakat – organisasi perempuan (ornop), padahal kalangan ornop ini bisa mengurangi beban dan membantu kinerja pemerintah daerah. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
93
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Menyikapi permasalahan di atas kiranya tidak berlebihan kalau TNI
bisa ikut
berpartisipasi dalam penanggulangan kemiskinan, hal ini justru menunjukkan kepedulian dan kepekaan terhadap permasalahan di masyarakat, sekaligus sebagai daya tangkal setiap ancaman terhadap NKRI dengan mewujudkan ketahanan wilayah, dimana masalah kemiskinan merupakan salah satu bentuk potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) yang berkembang di masyarakat yang mempengaruhi ketahanan wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik: 2010, Jumlah Penduduk Miskin Indonesia, Jakarta Badan Pusat Statistik: 2009. Profil Kemiskinan DI Indonesia Maret 2009. Jakarta Bahan Pelatiahn, 2006: Penanggulangan Bencana Alam. Kabupaten Klaten Departemen Pertahanan-Keamanan, Aspek Kependudukan Ditinjau Dari Pembinaan Teritorial Dini Inayati:2010. Gender, Kemiskinan dan PUG. Pattiro . Semarang Doktrin Kartika Eka Paksi. Formatnews, KASUM TNI BUKA RAKORTER TNI 2012. Rabu, 1 Februari 2012 | 11:30:20 | 31 Views Gubernur Jawa Tengah: 2010, Keputusan Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah. Human Development Report 2006, Beyond scarcity: Power, poverty and the global water crisis, UNDP. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/10/ekonomi/847162.htm http://ekonomirakyat.org/galeri_opi/opini_9.php http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2006/12/21/1405.html Kodiklat TNI AD, Bintahwil, Pusat Pendidikan Teritorial. James. C.Scott, 1981.
Dalam Gregorius Sahdan: 2009. Menanggulangi Kemiskinan
Desa. PNPM-MP. Jakarta Maria Hartiningsih: 2010, Cara Lain Membaca MDGs, PNPM-MP. Jakarta PNPM-MP:
2010,
Kebutuhan
Informasi
Untuk
Penanggulangan
Kemiskinan.
Departemen PU Cipta Karya. Jakarta PNPM-MP: 2010, Modul Good Governance, Departemen PU Cipta Karya. Jakarta PNPM-MP: 2010, Modul Monev Partisipatif, Departemen PU Cipta Karya. Jakarta Praya Arie Indrayana: 2010, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) :
Mempertalikan
Pembangunan Manusia & Pertumbuhan Ekonomi. PNPM-MP. Jakarta: MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
94
Vol : XXI, No : 1, MARET 2014
Sarsetyono: 2013. Meningkatkan Pemberdayaan Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Semakin Sejahtera Di Jawa Tengah. IKIP Veteran Semarang Suara Karya. Pembinaan Teritorial Akan Lebih Diintensifkan. Kamis, 8 Maret 2007 Tribun Kaltim, Kodim Tanjung Redeb Terbaik Dalam Pembinaan Teritorial. Selasa, 29 November 2011 17:40 WITA Undang-Untung RI No 34 Tahun 2004 Tentang TNI. Lembaran Negara Undang-Undang RI No 24 Tahun 2007 Tentang Bencana Alam. Lembaran Negara Waspada Online. Fungsi teritorial sudah berubah. Monday, 27 February 2012 21:08
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
95