IMKASA TASIKMALAYA: MODEL DAKWAH TERHADAP AHMADIYAH DI INDONESIA1 Oleh : Uwes Fatoni, M.Ag2
ABSTRAKSI Penelitian ini dilakukan untuk mengungkapkan model dakwah IMKASA (Ikatan Masyarakat Korban Aliran Sesat Ahmadiyah) di Tasikmalaya terhadap jemaat Ahmadiyah yang dianggap menyimpang dan sesat oleh umat Islam mainstream. Penelitian ini mencoba menggambarkan kemunculan IMKASA sebagai organisasi dakwah dalam membina dan memberdayakan mantan Ahmadi di Tasikmalaya khususnya di Desa Tenjowaringin yang menjadi basis Ahmadiyah di Priangan Timur. Model dakwah yang dilakukan oleh IMKASA terbagi kepada dua yaitu model value-oriented development yaitu pengembangan masyarakat dengan kegiatan yang berorientasi kepada nilai-nilai keislaman dan model people centered development yaitu pengembangan masyarakat dengan menekankan pada kesejahteraan material dan spiritual mantan Ahmadi. Model dakwah ini bisa menjadi contoh bagi penanganan Ahmadiyah di daerah lain di Indonesia.
Kata Kunci : Mantan Ahmadiyah, IMKASA, Model Dakwah, value-oriented development, people centered development
PENDAHULUAN Dakwah dalam pandangan Sayyid Mutawakil adalah “pengorganisasian kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan, menunjukkan ke jalan yang benar dengan menegakkan ‘uruf (norma sosial budaya) dan menghidarkannya dari kemunkaran (penyakit sosial)”3 Penekanan makna dakwah dalam pandangan Sayyid Mutawakil di atas terletak pada pengorganisasian dan pemberdayaan mad’u (sumber daya manusia ) dalam melakukan berbagai petunjuk ajaran Islam 1
Makalah disampaikan dalam Kegiatan International Conference on Islam in Malay World (ICON IMAD) III Bandung, 29-31 Oktober 2013 2 Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung, Kandidat Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran dan Peserta Sandwich Program Kemenag RI 2013 di University of California Santa Barbara USA 3 Al-Mursyid, ‘Ali bin Shalih. 1989. Mustalzamat al-Da'wah fi al-'Ashr al-Hadhir. Beirut: Dar alFikr. Hal. 21
1
(maudhu’/pesan dakwah) dengan menegakkan norma sosial budaya (ma’ruf) dan membebaskan kehidupan manusia dari berbagai penyakit sosial (munkar)4. Makna dakwah ini cakupannya lebih luas dibandingkan makna dakwah sebagai proses penyebaran pesan ajaran Islam seperti yang diungkapkan oleh Ghalwusy5 atau sebagai proses pemberian motivasi untuk melakukan pesan dakwah sebagaimana definisi dari Syekh Ali Mahfudz6. Urgensi memahami dakwah sebagai upaya pengorganisasian mad’u menemukan titik temunya tatkala medan dakwah yang dihadapi oleh da’i sangat menantang, memiliki banyak hambatan dan kesulitan sehingga perlu upaya solutif yang dirumuskan secara berjamaah, dan tidak cukup hanya dengan upaya secara pribadi-pribadi. Dakwah terencana dan terorganisir ini menjanjikan hasil yang lebih maksimal dibandingkan dengan dakwah yang dilakukan secara sporadis personal. Hal ini sesuai dengan pribahasa Arab yang menyatakan “al-Haqqu bila Nidzam Yaglibuhu al-Bathil bin Nidzam” Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir. Dakwah ilallah yang tidak terencana dan tidak teratur akan mudah dikalahkan oleh dakwah ilasy Syaithan yang tersusun dengan baik dan penuh perencanaan yang matang. Kegiatan dakwah dalam pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara terorganisir bisa menciptakan model dakwah yang unik. Peneliti menemukan dua model dakwah yang dikembangkan oleh David C. Korten & Rudy Klauss7 sebagaimana diungkapkan oleh Kuntowijoyo tentang model dakwah, yaitu model value-oriented development dan model people centered development.8 Model value-oriented development adalah kegiatan dakwah dalam rangka pengembangan masyarakat yang berorientasi dan bersumber pada nilai-nilai Islam yang perlu diterapkan dalam masyarakat. Sedangkan people centered development atau pengembangan masyarakat berpusat pada manusia sebagai variabel utama kegiatan dakwah dengan menekankan aspek kesejahteraan material dan spiritual masyarakat dengan fokus pada inisiatif dan kreativitas mereka sebagai pelaku 4
Enjang, & Aliyudin. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Bandung: Widya Padjadjaran Hal. 9 Subandi, Ahmad, & Sambas, Syukriadi. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan (Irsyad) dalam Dakwah Islam. Bandung: KP HADID. Hal. 18 6 Mahfudz, Syaikh Ali. 1987. Hidayat al-Mursidin. Kairo: Dar al-Tiba'ah al-Mahmadiyah. Hal. 10 7 Korten, David C., & Klauss, Rudi. 1984. People Centered Development: Contributions toward Theory and Planning Frameworks. Connecticut: Kumarian Press 8 Kuntowijoyo. 1994. Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan Hal. 248-249 5
2
dakwah. Dua model ini bisa menjadi potret kegiatan dakwah bagi daerah-daerah yang rawan penyimpangan akidah dengan medan yang penuh tantangan seperti pada masyarakat penganut aliran menyimpang, contohnya di Desa Tenjowaringin Salawu Tasikmalaya yang warganya mayoritas Ahmadiyah. Ahmadiyah sendiri merupakan organisasi tingkat internasional yang muncul sejak awal abad ke-20 di benua India. Saat ini Ahmadiyah telah hadir di 130 negara. Di Indonesia Ahmadiyah telah lama hadir yaitu sejak tahun 1920-an seiring dengan pertumbuhan organisasi keislaman masa penjajahan Belanda. Sampai tahun 1970-an belum banyak penentangan terhadap Ahmadiyah dari umat Islam. Baru tahun 1974 Organisasi Islam tingkat dunia, Rabithah Alam Islami, memfatwakan Ahmadiyah sebagai aliran yang menyimpang dari Islam dan orang yang memeluknya dikategorikan di luar Islam. Fatwa tersebut kemudian diperkuat dalam pertemuan Majma’ al-Fiqh al-Islami atau dikenal sebagai Organisasi Konferensi Islam/ OKI tahun 1985. Fatwa tersebut juga turut ditetapkan di Indonesia oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional tahun 1980, 1984 dan 2005. Isinya menyatakan bahwa Ahmadiyah itu menyimpang berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan. Berbagai upaya dakwah telah banyak dilakukan oleh para ulama dan organisasi Islam dalam menyadarkan jemaat Ahmadiyah atas kesesatan mereka. Beberapa ulama memberikan kecaman keras atas penyimpangan pemikiran Ahmadiyah seperti yang dilakukan oleh DR. H. Abdul Karim Amrullah, ayah Hamka, dengan menyusun buku ”al-Qaul ash-Shahih” tahun 1926.
9
Demikian
juga KH. Ruhiyat, Ayah alm. KH. Ilyas Ruhiyat, Pimpinan Ponpes Cipasung Tasikmalaya, menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah kafir dzimmi10. Bahkan Ahmad Hasan, tokoh organisasi Persatuan Islam (Persis) melakukan perdebatan dengan tokoh Ahmadiyah Qadian selama tiga hari berturut-turut tahun 1933.11 Namun, usaha tersebut belum membuahkan hasil yang maksimal. Hal tersebut diprediksi karena tidak ada gerakan /organisasi yang secara sistematis melakukan 9
Zulkarnain, Iskandar. 2011. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: LkiS. Hal. 179 Yudha, Dendi. 2010. Model Interaksi Sosial Jamaah Ahmadiyah – Pondok Pesantren sebagai Strategi Menangkal Konflik dan Aksi Anarkisme. Tasikmalaya: IAIC (Penelitian Kompetitif Kemenag) Hal. 19 11 JAI, Jemaat Ahmadiyah Indonesia. 1986. Officiel Verslag Debat Antara Pembela Islam dan Ahmadiyah Qadian. Bogor: PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Hal. 1-3 10
3
upaya penyadaran kepada jemaat Ahmadiyah. Memang tahun 1980 di Jakarta telah berdiri Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) yang dimotori oleh H. Moh. Amin Djamaluddin. Lembaga ini berhasil menghimpun banyak buku yang membicarakan tentang penyimpangan ajaran Ahmadiyah. Namun lembaga tersebut terlihat lebih bergerak di tingkat wacana dan pemikiran, masih jauh dari aksi nyata melakukan gerakan penyadaran dan pembinaan kepada masyarakat pengikut Ahmadiyah dan mantan Ahmadiyah. Sampai tahun 2005, Ahmadiyah masih leluasa bergerak melakukan perekrutan anggota. Para mubalighnya disebar ke berbagai pelosok melakukan tabligh mengajak masyarakat untuk berbaiat masuk Ahmadiyah. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Hariadi, mantan mubaligh Ahmadiyah yang mengakui telah berhasil membaiat ratusan orang untuk masuk dalam jemaat Ahmadiyah melalui usaha debat12. Di beberapa daerah Ahmadiyah bahkan berhasil menjadikan mayoritas warganya sebagai jemaat Ahmadiyah seperti di Manis Lor Kuningan dan Desa Tenjowaringin Salawu Tasikmalaya. Tatkala fatwa MUI tahun 2005 keluar, dan banyak bermunculan aksi penentangan yang dilanjutkan dengan aksi kekerasan yang menimpa para jemaatnya, barulah Ahmadiyah membatasi upaya dakwahnya. Kondisi Ahmadiyah semakin terpojok tatkala pemerintah turun tangan menugasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) untuk meneliti ajaran Ahmadiyah. Badan ini kemudian melakukan penelitian dan hasil rekomendasinya menyatakan bahwa Ahmadiyah memang sesat. Pemerintah kemudian mengeluarkan SKB tiga menteri tahun 2008 yang memerintahkan Ahmadiyah untuk tidak menyebarluaskan ajarannya kepada masyarakat umum. Seiring dengan pemberitaan SKB tiga menteri tersebut, muncul pula pemberitaan tentang pernyataan keluar dari Ahmadiyah yang dilakukan beberapa orang Ahmadi. Kegiatan syahadat ini bertujuan untuk mempublikasikan bahwa ada beberapa orang Ahmadi yang sudah menyadari kekeliruannya dan ingin kembali masuk Islam. Motif mereka untuk bersyahadat sangat beragam, mulai karena faktor tidak nyaman dalam jemaat, kesulitan ekonomi, sampai mengikuti suami atau keluarga besar. Proses syahadat yang paling banyak terjadi di jemaat 12
Hariadi, Ahmad. 2008. Mengapa saya keluar dari Ahmadiyah Qadiani: sebuah kesaksian. Bandung: Irsyad Baitus Salam
4
Ahmadiyah Tasikmalaya. Selama tahun 2011 di Tasikmalaya tidak kurang dari 8 kali peristiwa ikrar keluar dari Ahmadiyah. Karena demikian banyaknya mantan Ahmadi, maka didirikanlah IMKASA (Ikatan Masyarakat Korban Aliran Sesat Ahmadiyah) yang menjadi wadah pembinaan dan pemberdayaan mantan anggota Ahmadiyah. Peneliti cukup banyak memiliki data tentang kelahiran dan perkembangan Ahmadi ini karena hampir 2 tahun telah melakukan penelitian di Desa Tenjowaringin.
SEJARAH BERDIRI DAN PROGRAM KERJA IMKASA Latar belakang berdirinya IMKASA tidak bisa dilepaskan dari keberadaan mantan Ahmadi di Desa Tenjowaringin dan Tasikmalaya secara umum yang jumlahnya cukup banyak dan sering menghadapi permasalahan baik sosial maupun ekonomi. Sampai tahun 2011 di Tasikmalaya terdata jumlah mantan anggota Ahmadiyah sebanyak 313 orang. Mayoritas mantan Ahmadi tersebut tinggal di daerah Tenjowaringin dan Kutawaringin yang merupakan basis kuat Ahmadiyah di Tasikmalaya. dari 2800 penduduk Desa Tenjowaringin 80% adalah penganut Ahmadiyah. Kehidupan ekonomi dan politik di desa ini dikuasi oleh jemaat Ahmadiyah. Kondisi tersebut jelas melahirkan banyak hambatan bagi warga NU, terutama bagi mereka yang menyatakan diri keluar dari Ahmadiyah. Paling tidak ada 2 masalah utama yang dihadapi mantan Ahmadi di desa ini : Pertama, Pelabelan kepada masyarakat bukan Ahmadiyah dengan sebutan ghair (Non-Ahmadi). Jemaat Ahmadiyah menyebut orang Islam di luar kelompoknya sebagai orang-orang ghair yang harus diperlakukan secara berbeda karena dianggap tidak sama dalam aspek keyakinan dengan mereka. Sudah dimaklumi bahwa Ahmadiyah memiliki keyakinan tentang adanya Nabi setelah Nabi Muhammad. Konsep ini didasari tentang pemikiran Al-Mahdi dan Al-Masih yang menjelma dalam diri Mirza Ghulam Ahmad (MGA). Ahmadiyah menafsirkan bahwa al-Masih yang akan datang di akhir zaman bukan Nabi Isa yang telah wafat, melainkan seorang muslim yang mempunyai sifat seperti Nabi Isa yang dalam keyakinan Ahmadiyah itu terwujud dalam diri Mirza Ghulam
5
Ahmad (Razak, 2007a: 2-3).13 Ahmadiyah menyatakan orang Islam yang tidak mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi dan tidak berbai’at kepadanya dianggap salah dan menyimpang dari jalan yang lurus, durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan akan masuk neraka (M. G. Ahmad, 2004: xix). Bagi mantan Ahmadi yang tinggal di Tenjowaringin tantangan sebagai ghair Ahmadi ini sangat besar mereka rasakan. Beberapa diantaranya mengalami goncangan ekonomi karena menghadapi embargo usaha setelah diketahui keluar dari Ahmadiyah. Ada juga mantan Ahamdi yang dijauhi oleh keluarga, saudara dan juga tetangga di lingkungan sekitarnya. Bahkan ada yang tidak diakui anak oleh orang tuanya yang penganut kuat Ahmadiyah. Di sisi lain citra bahwa orang yang melakukan syahadat mendapatkan bantuan memunculkan tuduhandari jemaat Ahmadiyah bahwa mereka ”telah menjual agama demi bantuan”. Kedua, Konflik Sosial karena ajaran Ahmadiyah yang terkesan eksklusif. Perbedaan keyakinan Ahmadiyah dan selain Ahmadiyah bukan semata dalam aspek keyakinan tapi juga merembet dalam interaksi sosial. Terdapat beberapa ajaran Ahmadiyah yang menciptakan pertentangan dan pertikaian (konflik). Pertentangan ini dalam pandangan Soerjono Soekanto bsia dalam bentuk dalam pertentangan pribadi, kelas sosial bahkan juga pertentangan politik Diantara ajaran Ahmadiyah yang cenderung melahirkan konflik adalah 1) larangan untuk bermakmum kepada ghair Ahmadi, 2) larangan untuk menikahi laki-laki ghair Ahmadi dan 3) larangan bagi ghair Ahmadi untuk mengurus jenazah jemaat Ahmadiyah sekalipun itu adalah saudara atau orang tuanya sendiri. Ketiga hal ini didasarkan pada keyakinan jemaat Ahmadiyah bahwa seseorang yang tidak mengakui MGA sebagai Nabi, al-Masih dan al-Mahdi maka keyakinannya ditolak sehingga tidak sah bermakmum di belakangnya. Mereka juga berpendapat bahwa pernikahan umat Islam luar Ahmadi hukumnya seperti menikah dengan Ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) Laki-laki Ahmadi boleh menikah dengan wanita nonahmadi, tapi wanita Ahmadiyah dilarang untuk menikah dengan laki-laki luar Ahmadi. Sedangkan masalah jenazah, warga non-ahmadi haram untuk mengurus
13
Razak, Abdul. 2007a. Kami Meyakini Turunnya Imam Mahdi dan Nabi Isa a.s. Sebagai Bukti Kesetiaan kepada Islam dan Nabi Muhammad Saw. Jakarta: Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Hal 7
6
jenazah jemaat Ahmadiyah karena dianggap beda keyakinan, sekalipun jenazah tersebut adalah anak, orang tua atau saudaranya.14 Untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh mantan Ahmadi di atas maka satu ormas Islam yang konsen dalam dakwah kepada jemaat Ahmadi mempelopori berdirinya organisasi Ikatan Masyarakat Korban Aliran Sesat Ahmadiyah (IMKASA). Organisasi ini ditetapkan pada tanggal 6 Jumadil Ula 1432 Hirjiyah yang bertepatan dengan tanggal 10 April 2011 Miladiyah melalui Musyawarah di Mesjid al-Barokah Citeguh Tenjowaringin Salawu Tasikmalaya. Pimpinan sidang dipegang oleh Ustadz Acep Sofyan dan Ustadz Wahyudin dari FPI Tasikmalaya. Pada kesempatan itu yang terpilih sebagai ketua IMKASA adalah Didin Ahmudin dan Sekretaris Eti Sukmawati. Namun, dalam perjalanannya Didin Ahmudin tidak bisa aktif karena aktivitas pekerjaannya yang lebih banyak berada di luar kota. Dalam musyawarah berikutnya ditunjuk Atang Rustaman sebagai ketua dan Eti Sukmawati tetap sebagai sekretaris. Berdasarkan AD/ART IMKASA dibentuk dengan alasan “agar masyarakat yang sudah kembali ke agama Islam dapat terbina baik lahir maupun bathin, terjaga dari ancaman dan intimidasi jamaah Ahmadiyah dan yang lebih pentingnya lagi akidah mereka terlindungi.” Dalam bagian Dasar Pemikiran dinyatakan bahwa : “Jamaah Ahmadiyah adalah virus akidah yang setiap saat dapat mengancam akidah umat Islam. Dalam penyebarannya virus ini bisa masuk ke dalam hati siapapun tidak memandang apakah objeknya itu berstatus aparat, birokrasi, pengusaha, karyawan, masyarakat bahkan ulama dan ustad pun dijadikan target penyebaran virus ini. Dalam agama Islam, virus Ahmadiyah ini merupakan ancaman dan kejahatan. Karenanya manusia yang pernah terkontaminasi oleh virus Ahmadiyah adalah korbankorban kejahatan akidah, meskipun tidak sedikit manusia yang mengaku agama Islam menganggap Ahmadiyah ini hanyalah sebuah kebebasan dan sesuatu yang diperbolehkan. Padahal sudah jelas dalam Undang-undang yang berlaku di negara ini dicantumkan pasal tentang penodaan/penistaan agama yang bertujuan agar kerukunan antar umat beragama bisa tertib, 14
Ahmad, Sufni Zafar. 1996. Jenazah. Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Hal. 14
7
saling menghargai dan menjaga kondusivitas di negara tercinta ini. Oleh karena itu, Umat Islam sangat tidak menginginkan kejahatan Ahmadiyah ini semakin merajalela dan memangsa korban-korban berikutnya. Dengan alasan inilah kenapa masyarakat yang pernah masuk Ahmadiyah kemudian kembali bertobat kepada agama Islam, mereka disebut sebagai Korban Aliran Sesat Ahmadiyah”15
Nama IMKASA terlihat sangat provokatif dan cenderung bernada menyerang. Hal ini karena filosofi yang mendalam dalam nama organisasi tersebut.
IKATAN
MASYARAKAT
KORBAN
ALIRAN
SESAT
AHMADIYAH. IKATAN menunjukan rasa persatuan dan persaudaraan untuk menyamakan sikap dan langkah, MASYARAKAT artinya kumpulan individu yang hidup dalam sebuah aturan, KORBAN berarti objek penyesatan aqidah yang sudah bertobat, ALIRAN bermakna faham yang diyakini kebenarannya, SESAT berarti ajaran yang menyimpang dari Al-Qur’an dan al-Hadits dan AHMADIYAH adalah organisasi yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku beragama Islam tapi ajarannya sudah difatwakan sesat, murtad dan kafir oleh Majelis Ulama Indonesia maupun Ulama dunia (ART IMKASA Bab I pasal 1 sampai 6). Tujuan didirikan IMKASA adalah : 1) Mengembalikan jamaah yang belum kembali kepada ajaran Islam yang benar, 2) Mendidik/membina korban penyesatan aqidah agar bisa hidup mandiri, sejahtera dan Islami 3) Terciptanya pandangan yang sama bahwa Ahmadiyah adalah ajaran sesat yang wajib ditinggalkan 4) Menerapkan syari’ah Islam secara kaffah dan 5) Menumbuhkan semangat dan kemampuan anggota dalam membangun perekonomian bagi kesejahteraan para korban Ahmadiyah.16 Untuk memperkenalkan keberadaan IMKASA, pada tanggal 20 Juni 2010 diadakan deklarasi IMKASA di Masjid Agung Kab. Tasikmalaya, Jalan Bojongkoneng, Kecamatan Singaparna. Pada saat itu 313 orang anggota IMKASA turut hadir, dan 5 orang mengikrarkan syahadat keluar dari Ahmadiyah yaitu Amir Hamza, Euis K, Cucu, Cicih dan Lisna. Dalam kegiatan Deklarasi itu 15 16
AD/ART IMKASA 2011 Hal 1 Ibid, Bab 8
8
turut hadir Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya Drs. H. Abdul Kodir, M.Pd., Kepala Badan Kesbang Polinmas Propinsi Jawa Barat, H. A. Hadiat Supratman, SH.,MH., Kabid Pengkajian Strategis Daerah Badan Kesbang Polinmas Prop. Jabar, Sekretaris MUI Kabupaten Tasikmalaya KH. E. Zaenal Abidin Wahab, Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Tasikmalaya, Drs. H. Dadang Romansyah, M.Si, para Kepala OPD, para Tokoh Agama serta unsur terkait lainnya. Dalam deklarasi tersebut tersusun struktur kepengurusan IMKASA Tasikmalaya sebagaimana Tabel di bawah ini : Tabel Pengurus IMKASA Periode 2011-2013 DEWAN PENASEHAT Ustadz. Sofyan Anshari K.H. Aep
DEWAN PEMBINA Ustadz. Dede Alit Ustadz. Harso
DEWAN PENGAWAS Abdul Halim Ustadz. Dudung
KETUA IMKASA Atang Rustaman
WK. KETUA Tarjan
SEKRETARIS Eti S
Bid. DAKWAH Ust. Aceng (Koord) Bid. Pengajian : Ustd. Kostaman Bid. Pendidikan : Unang
BENDAHARA Dedi
Bid. SOSIAL: Barnas (Koord) Bid. Santunan: Nurhanudin Bid. Gotong Royong: Lukman
Bid. HUMAS : Ici Sutisna (Koord) Bid. Internal : Dudu Bid. External : Rismanto
Bid. Perlengkapan: Rusden Bid. Transportasi: Tantan Bid. Logistik: Andi
Program Kerja IMKASA terbagi kepada tiga program: program jangka pendek, program jangka menengah dan program jangka panjang. Program jangka pendek meliputi : deklarasi IMKASA, pembinaan bulanan, anggota IMKASA, kaderisasi, dan silaturahim antara ulama dan umaro. Sedangkan program jangka menengah IMKASA terdiri atas pembangunan Mesjid, pembangunan Madrasah,
9
pendirian Koperasi yang menangani bidang usaha pertanian, peternakan, dan perikanan. Dalam kurun waktu 2011 sampai 2013 mantan Ahmadi telah bertambah menjadi 625 orang dengan rincian sebagaimana tabel di bawah ini :
Daftar Jumlah Mantan Ahmadi di Tasikmalaya
No Desa/Kecamatan
Jumlah Kepala Keluarga
Jumlah Anggota
1
Tenjowaringin
128 KK
314 orang
2
Kutawaringin
57 KK
193 orang
3
Sukaratu
18 KK
30 orang
4
Singaparna
14 KK
32 orang
5
Sukaraja
17 KK
58 orang
232 KK
625 orang
TOTAL
Sumber wawancara dengan Atang Rustaman, Ketua IMKASA (27 /09/13)
MODEL DAKWAH IMKASA Kegiatan dakwah IMKASA selama 2 tahun mengalami pasang surut. Di awal tahun 2011 kegiatan IMKASA cukup semarak, namun kemudian mulai melemah pada tahun 2012. IMKASA mulai kembali mendapat perhatian tatkala terjadi penyerangan kepada jemaat Ahmadiyah di Desa Tenjowaringin pada dini hari Minggu tanggal 5 Mei 2013. Peristiwa yang menjadi berita nasional tersebut dilatarbelakangi oleh sikap keras kepala jemaat Ahmadi untuk tetap memaksakan diri mengadakan kegiatan Jalsah Salanah (pertemuan tahunan) jemaat Ahmadiyah se-Priangan Timur di Dusun Wanasigra Tenjowaringin. Sebelum kejadian sebetulnya pihak kepolisian dan MUI Kabupaten Tasikmalaya telah meminta mereka untuk menghentikan kegiatan. Namun, karena permintaan tersebut tidak diindahkan, beberapa anggota ormas melakukan penyerangan dan pengrusakan rumah serta masjid milik Ahmadiyah.17 Akibat peristiwa itu, muncul ketegangan antara warga Ahmadi dengan warga non-Ahmadi (NU). Jemaat 17
Fatoni, Uwes. (2013). Di Balik Bentrokan Ahmadiyah Tenjowaringin, http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/14/di-balik-bentrokan-ahmadiyah-di-tenjowaringintasikmalaya-555665.html (Akses 1 Okt 2013)
10
Ahmadi menuduh warga non-Ahmadi ikut membantu penyerangan tersebut dengan melaporkan kegiatan Ahmadiyah kepada ormas tertentu. Mereka kemudian melaporkan ke pihak kepolisian dua tokoh non-Ahmadi sebagai provokator kejadian tersebut yaitu Atang Rustaman, Ketua IMKASA dan Ustad Kostaman, pengurus DKM Masjid Al-Aqsha Sukasari. Keduanya kemudian diciduk oleh Polda Jawa Barat dan ditahan selama 2 bulan di Bandung, sampai akhirnya dibebaskan dengan jaminan dari ormas Islam dan Bupati Kabupaten Tasikmalaya, H. Uu Ruzhanul Ulum. Paska kejadian pengrusakan tersebut
pemerintah khususnya dari
Kementerian Agama kembali memberikan perhatian besar kepada IMKASA. Selang satu bulan setelah kejadian, 20 Mei 2013 Menteri Agama Suryadharma Ali datang berkunjung ke Tasikmalaya untuk memantau kondisi Ahmadiyah sekaligus menyaksikan proses syahadat 20 orang warga Kutawaringin di Masjid Agung Tasikmalaya. Satu bulan kemudian Menteri Agama menjanjikan memberikan bantuan usaha untuk mantan Ahmadi dan para pembinanya. Hal tersebut tentu saja memicu semangat pengurus IMKASA untuk kembali bangkit berdakwah dan menuntaskan program kerja yang telah dicanangkan dulu. Bila dikelompokkan kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh IMKASA dalam pemberdayaan masyarakat khususnya mantan Ahmadi bisa dikelompokkan ke dalam dua model dakwah berdasarkan model pemberdayaan masyarakat David C. Korten & Rudy Klauss.18 Sebagaimana diungkapkan oleh Kuntowijoyo model dakwah untuk pemberdayaan masyarakat bisa terbagi menjadi dua model yaitu model value-oriented development dan model people centered development.19 Model value-oriented development adalah kegiatan dakwah dalam rangka pengembangan masyarakat dengan berorientasi pada nilai nilai-nilai keislaman yang ditanamkan ke warga mantan Ahmadi. Sedangkan model people centered development atau pengembangan masyarakat yang berpusat pada manusia dengan menekankan aspek kesejahteraan material dan spiritual masyarakat dengan fokus
18 19
Opcit. Korten Opcit. Kuntowijoyo Hal 248-249
11
pada inisiatif dan kreativitas mereka sebagai pelaku dakwah atau sebagai variabel utama kegiatan pemberdayaan.20
MODEL DAKWAH VALUE-ORIENTED DEVELOPMENT Model dakwah pengembangan masyarakat mantan Ahmadiyah yang berorientasi pada nilai dilakukan melalui 2 kegiatan utama yaitu kegiatan sosialisasi dan kegiatan pembinaan.
Kegiatan Sosialisasi kepada jemaat Ahmadi Kegiatan sosialisasi adalah kegiatan dakwah dengan cara menyampaikan informasi tentang kesesatan aliran Ahmadiyah kepada jemaat Ahmadiyah yang dilakukan oleh anggota IMKASA dengan pemantauan dari para pembina IMKASA. Anggota IMKASA tidak melakukan dakwah secara terbuka, mereka hanya melakukan sosialisasi secara informal kepada anggota kelaurga, saudara atau tetangga yang masih menganut Ahmadiyah melalui obrolan santai dalam aktivas harian. Hal itu dilakukan dengan harapan mereka yang masih memeluk ajaran Ahmadiyah dapat menyadari kesesatan Ahmadiyah dan memiliki keinginan untuk bertobat kembali kepada ajaran Islam yang benar. Sosialisasi dengan cara ini sangat efektif karena dilakukan melalui komunikasi dari hati ke hati. Banyak jemaat Ahmadiyah yang ingin keluar namun hatinya masih bimbang untuk membuat keputusan. Dengan penguatan dari anggota IMKASA, mereka sedikit demi sedikit diberikan pemahaman dan juga informasi tentang berbagai tantangan tatkala keluar dari Ahmadiyah. Dan itu tentu saja dulu pernah dialami oleh anggota IMKASA yang menyampaikan sosialisasi. Dakwah nonformal ini dilakukan secara santai, bisa dalam suasana bincang-bincang biasa tentang keadaan keluarga, tentang kesulitan dalam menghadapi kewajiban sebagai Ahmadi yang harus rutin membayar iuran (chandah) dan janji bulanan. Sekaligus juga membicarakan tentang penyimpangan ajaran Ahmadi tanpa menyingung perasaan. Beberapa anggota IMKASA berhasil mengajak keluarganya untuk keluar, seperti yang dialami oleh Engkun yang berhasil mengajak keluar istri dan anak-anaknya. Demikian juga dengan Tarjan yang berhasil mengajak ibunya yang 20
Chakim, Sulhan. 2004. Dakwah Pembangunan (Sebuah Model Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan). P3M STAIN Purwokerto, Vol. 2(No. 1), 43-54.
12
sudah tua dan masih kuat memegang teguh keyakinan Ahmadiyah. Ibu Tarjan berhasil didakwahi untuk diajak keluar dari Ahmadiyah dengan pendekatan kekeluargaan. Selama jangka waktu 2 tahun telah banyak dilaksanakan proses pensyahadatan baik secara tertutup maupun diekspos oleh media. Diantara proses syahadat mantan Ahmadi yang terekspos media terdapat dalam tabel di bawah ini: Tabel Kegiatan Pensyahadatan Ahmadi No Tanggal 1 9 Maret 2011
2
17 April 2011
3
1 april
4
2 April 2011
5
7 April
6
10 April 2011
7
24 Mei 2011
8
20 Juni 2011
9 10
21 Februari 2012 17 Januari 2013
11.
20 Mei 2013
12.
29 Juni 2013
Jumlah 6 jemaat
35 orang Ahmadi warga Tenjowaringin, Tasikmalaya 17 orang Warga Tolenjeng Sukagalih Sukaratu 27 orang Waga Tolenjeng, Sukagalih, Sukaratu 3 jemaat Tokoh Kampung Tolenjeng, Sukagalih, Sukaratu 3 orang Ahmadi warga Tenjowaringin 72 orang Ahmadi Warga Kawalu, Cihideung, Cipedes, Indihiang 20 orang Ahmadi Warga Tolenjeng 4 orang Ahmadi Warga desa Tenjowaringin 36 orang Ahmadi Warga desa Kutawaringin 20 orang Ahmadi Kutawaringin
Tempat Masjid An-Najiah, Setiaratu, Tawang, Tasikmalaya Masjid Al-Barokah, Tenjowaringin, Salawu, Tasikmalaya Pontren Riyadul Ulum Kampung Sarengkol, Sukagalih, Sukaratu. Pontren Riyadul Ulum
Di rumah Uwon Sukaratu
Masjid Al-Barokah Tenjowaringin, Salawu, Tasikmalaya Masjid Agung Tasikmalaya Masjid Agung Tasikmalaya Di rumah Ustad Aceng Masjid Agung Tasikmalaya Masjid Agung Tasikmalaya
15 orang Ahmadi Masjid Al-Fajr FUUI Tenjowaringin Bandung Sumber : Berita dari berbagai surat kabar daerah dan nasional
13
Proses pensyahadatan ini kemudian dibuktikan secara tertulis berupa sertifikat syahadat yang ditandatangani oleh MUI dan KUA Salawu Tasikmalaya dan diserahkan kepada mantan Ahmadi yang mengikuti kegiatan tersebut. Sertifikat tersebut menjadi bukti sah seseorang telah menyatakan diri keluar dari Ahmadiyah. Tahap berikutnya juga sertifikat tersebut menjadi prasyarat bagi mantan Ahmadi untuk mendapatkan bantuan usaha yang diberikan oleh Menteri Agama dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) (Wawancara dengan Atang Rustaman 27/09/13).
Kegiatan Pembinaan IMKASA Pembinaan mantan Ahmadi tidak dilakukan dalam sebuah kegiatan khusus yang diperuntukan bagi mantan Ahmadi. Sebaliknya, kegiatan tersebut berupa pengajian umum yang biasa dilakukan oleh umat IslamTenjowaringin di masjidmasjid NU. Dengan demikian diharapkan akan terjadi proses asosiasi antara mantan Ahmadi dengan umat Islam yang sebelumnya tersekat oleh ajaran Ahmadiyah yang eksklusif. Proses asosiasi tersebut bisa berupa akomodasi atau upaya merangkul menjadikan mantan Ahmadi sebagai saudara seiman, asimilasi atau mengurangi perbedaan- memperkuat kesatuan, dan akulturasi atau pembauran.21 Dengan demikian ikatan silaturahmi di antara mantan Ahmadi dengan umat Islam semakin kokoh. Bentuk kegiatan pengajian umum tersebut terdiri atas pengajian bulanan, pengajian mingguan dan pengajian insidental. Pengajian bulanan dilakukan secara bergilir di Masjid NU di lingkungan Desa Tenjowaringin Salawu. Tahun 1970-an pengajian bulanan desa ini biasa dilakukan secara bersama-sama antara warga NU dan Ahmadiyah. Namun, karena sering muncul perselisihan tentang materi ceramah, akhirnya kegiatan bulanan desa tersebut khusus diperuntukan bagi warga NU. Pemateri dalam kegiatan pengajian ini biasanya adalah para ustad di Desa Tenjowaringin yang bergilir untuk mengisi.
Terkadang warga juga
mengundang ustad dari luar seperti dari Ormas Islam FPI, MUI bahkan juga dari kampus UIN SGD Bandung. Bulan Juli 2012 peneliti pernah mendatangkan Ketua lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UIN SGD Bandung Dr. H. Syukriadi 21
Soekanto, Soerjono. 1999. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 7780
14
Sambas, M.Si untuk menjadi pemateri dalam kegiatan pengajian bulanan tersebut. Materi yang disampaikan dalam kegiatan pengajian tersebut diserahkan kepada masing-masing pemateri. Beberapa pemateri terkadang memasukkan penjelasan tentang Kesesatan Aliran Ahmadiyah, seperti yang disampaikan oleh Ustadz. Dede Alit Nasrudin Pembina IMKASA. Namun, materi yang paling banyak dikupas adalah masalah akidah, dan Fiqh untuk memperkuat keimanan mereka dan langsung bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain pengajian bulanan ada juga pengajian mingguan yang dilakukan secara rutin di masing-masing masjid dengan jadwal masing-masing, dan pengajian insidental yang dilakukan secara tidak rutin tidak terencana. Biasanya pengajian insidental dilaksanakan ketika ada undangan dari ormas maupun pemerintah daerah untuk menghadirinya dan lokasinya berada di luar desa Tenjowaringin. Kegiatan pembinaan tidak bisa dilakukan tanpa adanya masjid yang refresentatif bagi umat Islam. Masjid merupakan sentral aktivitas keagamaan umat Islam. Di tenjowaringin masjid terpolarisasi menjadi 2 kelompok, masjid Ahmadiyah dan masjid NU. Masing-masing jemaah tidak berbaur dalam melaksanakan shalat berjamaah. Sampai tahun 2010 di Tenjowaringin hanya ada 6 masjid jam’i yang dimiliki oleh umat Islam NU. Pada tahun 2011 saat gerakan dakwah dari ormas Islam gencar dilakukan upaya pertama yang mereka lakukan adalah memfasilitasi pendirian khususnya di Kampung Patrol Sukasari dan di Kampung Muringis. Di dua dusun tersebut warga NU belum memiliki masjid. Mereka terpaksa harus pergi ke daerah Garut untuk bisa menjalankan kewajiban shalat Jum’at, atau kalau tidak bisa berarti menjalankan shalat Jum’at di rumahnya masing-masing bahkan ada sebagian yang terpaksa ikut jum’atan di mesjid Ahmadiyah sehingga rentan untuk dimasuki pemikiran Ahmadiyah. Kedua masjid tersebut akhirnya berhasil didirikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Kedua masjid tersebut dinamakan Mesjid al-Aqsha, dengan arti masjid sebagai tempat perjuangan untuk menegakkan kalimah Allah sebagaimana Masjid Al-Aqsha di Palestina. Di bawah ini daftar nama masjid NU yang ada di lingkungan Tenjowaringin.
15
No
Nama Masjid
Lokasi
Ketua DKM
Pengajian Mingguan
1
Al-Barokah
Citeguh
H. Kodar
Hari Jum’at Sore
2.
Mahbatul Anwar
Ciomas
A. Rosidin
Hari Jum’at Pagi
3.
At-Taufiq
Cipari
A. Adin
Hari Jum’at Pagi
4.
Nurul ihsan
Cisurada
Harun AR
Hari Jum’at Pagi
5.
Khusnul Jama’ah
Sukarasa
Saep Efendi
Hari Jum’at Pagi
6.
Ar-Rasyid
Cituak
Ayub
Hari Jum’at Pagi
7.
Al-Ikhlas/Al-Aqsha 2
Sindangsari
Salim
Hari Jum’at Sore
8.
Al-Aqsha
Patrol
Yusup
Hari Jum’at Pagi
MODEL DAKWAH PEOPLE-CENTERED DEVELOPMENT Model dakwah yang berorientasi kepada masyarakat dalam aspek ekonomi dilakukan melalui program pemberdayaan diantaranya : a. Bantuan setelah proses syahadat Mantan Ahmadi yang baru mengikrarkan syahadat diistilahkan sebagai mualaf. Untuk itu mereka berhak mendapatkan bantuan ala kadarnya (nyecep) dari umat Islam atau dari lembaga Baznas. Bantuan ini dimaksudkan untuk menjaga Akidah sehingga mereka tidak kembali memeluk Ahmadiyah (Wawancara dengan Ustad Aceng MUI Tenjowaringin 27/09/13). Di antara bentuk bantuan yang diberikan seperti uang, pakaian atau makanan. Hampir semua mualaf mantan Ahmadi ketika selesai proses syahadat, mereka mendapatkan bantuan jenis ini. b. Bantuan fasilitas keagamaan Bentuk bantuan kedua yang biasanya diperoleh oleh mantan Ahmadi adalah bantuan fasilitas keagamaan. Bantuan ini bertujuan untuk memfasilitasi kegiatan keagamaan mantan Ahmadi yang diberikan dalam Hari Besar Islam. Bantuan tersebut diantara : 1)
Bantuan paket yang berisi baju takwa dan sarung untuk laki-laki, dan mukena untuk perempuan yang dibagikan pada bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran Idul Fitri. Paket ini di dalamnya juga terdapat bahan makanan untuk dikonsumsi. Bantuan bagi para mualaf ini diperoleh dari Baznas Kabupaten Tasikmalaya.
16
2)
Bantuan Al-Qur’an terjemahan dan Buku. Al-Qur’an terjemahan disumbangkan oleh Kementerian Agama dan diberikan ketika Menteri Agama berkunjung ke Tasikmalaya. Beberapa tahun yang lalu mantan Ahmadi juga diberi buku yang menjelaskan tentang kesesatan Ahmadi seperti Buku karya Ustad Dede Alit Nasrudin berjudul “Koreksi terhadap Pemahaman Ahmadiyah dalam Masalah Kenabian”(Nasrudin, 2008). Hanya setelah itu tidak ada lagi bantuan berbentuk buku seperti itu.
3)
Bantuan hewan Qurban. Setiap perayaan Hari Raya Qurban mantan Ahmadi dan umat Islam di Tenjowaringin mendapatkan bantuan hewan qurban sumbangan dari Baznas atau ormas Islam tertentu. Tahun 2012, Muhammadiyah Tasikmalaya ikut menyumbangkan seekor sapi sebagai Qurban yang diserahkan kepada DKM Masjid al-Aqsha Patrol Sukasari. Sedangkan tahun 2013 sekarang diinformasikan ada bantuan hewan Qurban 2 ekor sapi dari Badan Amil Zakat Nasional dan 1 ekor dari Ormas Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) Bandung pimpinan KH. Athian Ali Da’i. Daging hewan qurban ini penyembelihannya dipusatkan di masjid AlAqsha namun pembagiannya dilakukan secara merata kepada seluruh mantan Ahmadiyah di Tenjowaringin. Daging qurban juga dibagikan kepada umat Islam di beberapa dusun dimana posisi mereka terkucilkan oleh jemaat Ahmadiyah seperti di dusun Citembing dan Muringis.
c. Bantuan Pendidikan dan Sosial Bantuan yang tak kalah pentingnya adalah bantuan pendidikan dan Sosial. Bantuan pendidikan ini dalam bentuk fasilitas sekolah. Pemerintah melalui Kementerian Agama Tasikmalaya tahun 2012 telah mendirikan Raudhatul Athfal (setingkat TK) di lingkungan Masjid Al-Aqsha Patrol dan Masjid Al-Barokah. Khusus di Masjid Al-Aqsha bangunan madrasahnya sudah ada dan tahun ini sudah bisa digunakan untuk aktivitas siswa RA yang sekolah di daerah tersebut. Tahun 2013 ini dikabarkan beberapa madrasah di Tenjowaringin dan Kutawaringin juga mendapatkan bantuan bangunan sekolah di seperti ini di Sukarasa dan Kutawaringin. direncanakan Kemenag akan mendirikan sekolah Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di lingkungan Masjid Al-Aqsha Patrol. Sehingga diharapkan kualitas pendidikan anak-anak
17
mantan Ahmadi semakin hari semakin baik. Bantuan pendidikan lainnya bagi adalah pemberian tunjangan fungsional bagi guru madrasah. Di Tenjowaringin guru dan ustad di madrasah berjumlah lebih dari 30 orang. Bantuan memang belum mencakup keseluruhan guru. Namun ketika datang bantuan tunjangan fungsional, maka bantuan tersebut dibagi rata ke seluruh guru/ustad. Sedangkan bantuan sosial bagi mantan Ahmadi diantaranya adalah bantuan biaya berobat ke Rumah sakit. Bila ada mantan Ahmadi yang sakit dan membutuhkan bantuan biaya maka Baznas siap membantu mereka untuk membayar biaya pengobatan. Ini sebagai bentuk kepedulian dari pemerintah kepada mantan Ahmadi (Wawancara dengan Ketua Baznas Kabupaten Tasik 01/09/2013) d. Bantuan Peningkatan Kehidupan Ekonomi Pemberdayaan masyarakat Ahmadi tidak bisa dilakukan hanya dengan bantuan yang bersifat insidental dan konsumtif. Untuk itu Menteri Agama dalam sebuah kunjungan bulan September 2013 ke Masjid Agung Tasikmalaya menyatakan akan memberikan bantuan modal usaha dan juga operasional organisasi IMKASA sebesar 1,2 Milyar rupiah. Bantuan ini dikelola di bawah pengawasan
Kepala
Kantor
Kemenag
Kabupaten
Tasikmalaya
dengan
penanggung jawab pelaksanana adalah kepala KUA Salawu, Nana Suryana dan Penyuluh Agama Kecamatan Salawu. Saat ini telah dibentuk kelompok penerima bantuan modal usaha warga Eks Jamaah Ahmadiyah di Tasikmalaya dengan Surat Keputusan Kepala Kementerian Agama Kantor Kabupaten Tasikmalaya Nomor: Kd.10.06/I/BA.00/2164/2013 dengan jumlah 6 kelompok di Kutawaringin, 11 kelompok di Tenjowaringin, 1 kelompok di Singaparna, 2 kelompok Sukaraja dan 2 Kelompok di Sukaratu. Masing-masing kelompok tersebut akan mendesain usaha yang sesuai dengan potensi daerah dan kecakapan penerima bantuannya. Diharapkan dengan adanya bantuan ini mantan Ahmadi akan bisa mandiri dan mengembangkan usahanya.
KESIMPULAN Model dakwah IMKASA kepada jemaat Ahmadiyah ini tentu akan terus berkembang seiring dengan kreativitas dan aktivitas pengurus serta anggotanya. Dua model yang diungkapkan dalam tulisan di atas memang belum ideal untuk
18
bisa membina dan memberdayakan mantan jemaat Ahmadi secara maksimal. Masih banyak hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan dakwah kepada mereka. Misalnya ada beberapa mantan Ahmadi yang kembali menjadi pengikut Ahmadiyah karena kurang pembinaan dan pengawasan. Ini adalah salah satu bentuk kegagalan yang perlu dievaluasi agar tidak kembali terulang di masa yang akan datang. Di sisi lain kegiatan dakwah IMKASA sejatinya memiliki banyak keunggulan diantaranya intensitas yang tinggi keterlibatan mantan Ahmadi untuk ikut terlibat dalam berdakwah seperti menyadarkan keluarga, saudara dan tetangga terdekatnya. Mereka juga diikutsertakan dalam menyiapkan program kegiatan dalam kelompok usaha yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini menjadikan kegiatan dakwah IMKASA terlihat maksimal karena dilakukan dari, oleh dan untuk mantan Ahmadi. Selain itu juga, kegiatan dakwah IMKASA terhadap jemaat Ahmadiyah melalui dua model pengembangan masyarakat di atas bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam berdakwah kepada jemaat Ahmadiyah secara lebih terorganisir
dan
terencana.
Dengan
upaya
tersebut
diharapkan
dapat
meminimalisir kesan negatif dalam penanganan jemaat Ahmadiyah seperti yang dilakukan pada jemaat Ahmadiyah di Mataram Nusa Tenggara Barat. Mereka diusir dari kampung halamannya tanpa ada usaha untuk merangkul mereka kembali ke pangkuan Islam sejati. Usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah, ormas Islam dan tokoh-tokoh Umat Islam di Tasikmalaya ini, khususnya di Tenjowaringin, perlu mendapatkan apresiasi dan dukungan dari seluruh umat Islam sehingga usaha dakwah tersebut semakin hari semakin meningkat. Wallahu a’lam .
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Mirza Ghulam. 2004. Inti Pokok ajaran Islam Jilid I. Jakarta: Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Ahmad, Sufni Zafar. 1996. Jenazah. Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Al-Mursyid, Ali bin Shalih. 1989. Mustalzamat al-Da'wah fi al-'Ashr al-Hadhir. Beirut: Dar al-Fikr. Chakim, Sulhan. 2004. Dakwah Pembangunan (Sebuah Model Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan). P3M STAIN Purwokerto, Vol. 2(No. 1), 43-54. Enjang, & Aliyudin. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Bandung: Widya Padjadjaran. Fatoni, Uwes. (2013). Di Balik Bentrokan Ahmadiyah Tenjowaringin, http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/14/di-balik-bentrokan-ahmadiyahdi-tenjowaringin-tasikmalaya-555665.html (Akses 1 Okt 2013). Hariadi, Ahmad. 2008. Mengapa saya keluar dari Ahmadiyah Qadiani: sebuah kesaksian. Bandung: Irsyad Baitus Salam. JAI, Jemaat Ahmadiyah Indonesia. 1986. Officiel Verslag Debat Antara Pembela Islam dan Ahmadiyah Qadian. Bogor: PB. Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Korten, David C., & Klauss, Rudi. 1984. People Centered Development: Contributions toward Theory and Planning Frameworks. Connecticut: Kumarian Press. Kuntowijoyo. 1994. Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan. Mahfudz, Syaikh Ali. 1987. Hidayat al-Mursidin. Kairo: Dar al-Tiba'ah alMahmadiyah. Nasrudin, Dede A. 2008. Koreksi terhadap Pemahaman Ahmadiyah dalam Masalah Kenabian. Bandung Irsyad Baitus Salam. Razak, Abdul. 2007a. Kami Meyakini Turunnya Imam Mahdi dan Nabi Isa a.s. Sebagai Bukti Kesetiaan kepada Islam dan Nabi Muhammad Saw. Jakarta: Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Razak, Abdul. 2007b. Memahami Alasan Ahmadiyah Tidak Bermakmum di Belakang Non-Ahmadiyah. Bogor: Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
20
Soekanto, Soerjono. 1999. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Subandi, Ahmad, & Sambas, Syukriadi. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan (Irsyad) dalam Dakwah Islam. Bandung: KP HADID. Yudha, Dendi. 2010. Model Interaksi
Sosial Jamaah Ahmadiyah – Pondok
Pesantren sebagai Strategi Menangkal Konflik dan Aksi Anarkisme. Tasikmalaya: IAIC (Penelitian Kompetitif Kemenag). Zulkarnain, Iskandar. 2011. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: LKiS.
21
CURRICULUM VITAE
Nama NIP Tempat dan Tanggal Lahir Jenis Kelamin Status Perkawinan Agama Golongan / Pangkat Jabatan Akademik Perguruan Tinggi Alamat Kantor Alamat Rumah No. HP Alamat e-mail
: Uwes Fatoni, M.Ag : 198004032008011009 : Tasikmalaya, 3 April 1980 : Laki-laki : Kawin : Islam : Penata (III/c) : Lektor : UIN Sunan Gunung Djati Bandung : Jl. A.H. Nasution No. 105 Cibiru Bandung : Jl. Jati Sari 2 Blok G.70 Jatiendah Cilengkrang Bandung : 081321553313 :
[email protected]
22