ILMU WILAYAH C REGIONAL
SCIENCE >
DALAM KAITANNYA DENGAN ANALIS A KEBIJAK SANAAN DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Dl
INDONESIA
OLEH:
SUTAMI
UNIVERSITAS INDONESIA
llrYIU WILAYAH (REG IONA L
SCIE NCE )
DAL AM KAIT ANN YA DEN GAN ANA LISA KEB IJAK SAN AAN
DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Dl
INDONESIA
PIDATO
•-4rl '- "-·,. · .·-·"
.----·-- - --- ~... · - - - - -..
DlucapkJn Mblgal l'fnt pengukuhln Jat.tan Guru Beaar dalam llmu Wllayeh di U;1ivenltu lndonesle
Plda tanggel 20 Nopember 1978
!
· __ I., '""-M
f3.''Li
A
..-~-~:DJJ
P
c ~~
c;
- - O• P
o_ _ _ _
f · :-.Cf{ JA.A.N Ui.-. u;vl
.'.o. .,l G. PJ.
? 0 J I' A <<. A .\ '.J
! - - - · -- - - . --· . -------- ----- - \. iiterima tgl. : ; d/H/T/L N. I.: N.K.:
t
Yang terhormat Saudata Rektor dan para anggauta Senat Guru Besar Universitas Indonesia; Yang terhormat Saudara-saudara Para Dekan Fakultas dalam lingkungan Universitas lr!~Onesia dan seluruh Staf Pengajar; Yang terhormat Saudara-saudara para Mahasiswa; · Hadirin sekalian yang saya 1ormati ..
Assalamu'alaikum Warokhmatullahi Wabarakatuh, Pertama-tama perkenankanlah saya memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas ridhoNya hari ini saya berkesempatan mengucapkan kata pengukuhan sebagai guru besar dalam mata kuliah llmu Wilayah atau Regional Science. Semula saya diminta untuk memberikan .kuliah Dasar-dasar Konstruksi pada Fakultas Tehnik Universitas Indonesia, tetapi saya berpendapat, bahwa dalam era pembangunan seperti sekarang ini kiranya Ilmu Wilayah lebih. kita perlukan dari pada sekedar Dasar-dasar Konstruksi yang sifatnya. terldu teknis. Lagi pula dewasa ini telah dicapai kemajuan-kemajuan yang cukup menggem· birakan dalam bidang konstruksi pada khususnya dan teknologi pada umumnya, sehingga justru ya-ng lebih diperlukan · adala~ pengendaliannya yang baik di masa-masa mendatang. Apabila diteliti lebih lanjut maka antara kedua mata kuliah ter.sebu't pada hakekatnya terdapat semacam analogi dan masing· masing menggunakan cara pendekatan yang sama, yaitu pendeka· tan sistim atau systems approach. Seperti diketahui~ pada suatu konstruksi kita menganalisa peranan serta fungsi tiap-tiap unsur (bahan ataupun komponen dari konstruksi tersebut) dalam satu kesatuan yang rnampu memikul beban yang diperkirakan akan timbul. Dan akhirnya akao diperoleh ukuran dari komponen· komponen konstruksi serta persyaratan bahan-bahan yang diperlukan. Dalam Ilmu Wilayah kita juga menganalisa peranan serta fungsi dari unsur-unsur yarig membentuk ataupun yang ada dalam suatu wilayah . termasuk peranan · serta fuo.gsinya sebagai satu kesatuan dalam suatu wilayah yang lebih besar, sehingga mampu memikul beban yang berupa perkembangan masyarakat. Menurut sejarahnya sejak ratusan tahun yang lalu banyak ilmu pengetahuan yang dalam perkembangannya menjurus ke arah spesialisasi, yang satu lebih cepat dari pada yang lain. Kemudian, terutama sejak beberapa puluh tahun tera.khir, mulai dirasakan, bahwa dengan perkembangan tersebut di satu pihak dapat dicapai kemajuan-kemajuan yang sangat pesat dalaril berbagai bidang, 1
tetapi di lain pihak kurang melengkapi akal manusia dalam usahanya untuk dapat melihat sesuatu permasalahan secara lebih integrated, apalagi comprehensive. Padahal manusia dengan nalurinya, biasanya selalu mem b~wa ke 3 cirinya yang kurang bail{, yaitu: suka mempunyai pendapat yang berlainari, yang kuat menggeser yang lemah dan suka berselisih. Akibatnya banyak masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan sebaikbaiknya sesuai dengan yang dikehendaki bersam.a, walaupun telah banyak tenaga dan fikiran yang dicurahkan untuk itu. Oleh karena itu ada kecenderungan yang cukup kuat di kalangan para cerdik pandai untuk merangkumkan kembali ilmu-ilmu pengetahuan tersebut menjadi satu dengan landasan pemikiran yang lebih interdisipliner. Dengan usaha perangkuman ini diharapkan, bahwa di satu ·pihak dapat dikurangi sebanyak mungkin asumsi-asumsi yang tidak sesuai dengan kenyataan, dan di lain fihak masingmasing ilmu pengetahuan dapat meneruskan perkembangannya dengan lebih baik:. palam hubungan ini kita jumpai beberapa aliran yang cukup menonjol, tetapi kita ingat kepada kata-kata Confucius yang mengatakan bahwa: "hakekat dari pada penguasaan sesuatu ilmu itu adalah untuk diterapkan". Oleh karena itu kita juga akan memilih yang dapat diterapkan di Indonesia, disesuaikan dengan situasi dan kondisi dewasa in.i dan di masa-masa yang akan. datang. Di samping itu perlu diperhatikan juga perkembangan umum di dunia, terutama kecenderungannya di kemudian hari. Ilmu Wilayah sesuai bunyi kata-katanya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sesuatu wilayah. Di sini wilayah atau region diberi arti yang umum. Bisa diartikan bumi kita atau wilayah-wilayah tertentu daripadanya. Bisa juga diartikan sesuatu Negara, atau wilayah~wilayah tertentu dari padanya. Tetapi terlepas dari pada apa yang ingin kita soroti atau kita garap, semua tindakan atau actions akhirnya harus diarahkan kepada tercapainya • keaeimbangan socio-spatial di wilayah yang bersangkutan ·dengan memperhitungkan' dimensi waktu. Oleh karena itu Ilmu Wilayah atau Regional Science, pada tingkat permulaan perkembangannya, yaitu dal.am tahun-tahun sembilanbelas limapuluhan sampai permulaan tahun · SefDbilan· belas enampuluhan dapat disebut sebagai ilmu ·untuk men-cari keseimbangan. Disebut juga "Clas-sical Regional Science". (Menurut Rolf Funck ada· tiga tahap perkembangan daripada Regional Science yaitu: tahap "Classical Regional Science", tahap "Operations Research Regional Science" dan tahap "New Regional
Science'}. Pada perkembangan selanjutnya, Regional Science dalam tahun-tahun sembilanbelas enampuluhan sampai dengan permulaan 2
tahun
sembilanbe las tujuhpuluh an memasukka n tehnik-tehn ik programming (baik linear, non-linear maupun static, dynamic) dalam mempelajar i tingkat dan perkemban gan optimal daripada regional variables seperti pendapatan , kesempatan kerja serta investasi. ('•operatio ns R·?Search Regional Science"). Apabila dalam hal ini "Classical R erional Science" belum dapat m emenuhi kata-kata Confucius bahw,:t "Hakekat daripada penguasaan ilmu adalah untuk· diterapkan"~ maka "Operations Research Regional Science" ternyata menju rus menjadi ilm u-tehnik yang tidak su bstan siil. Baru dalam tahun sembilanbe ias tujuhpuluh an ini be·rkembang apa yang disebut "New Regional Science", yang dapat dianggap sebagai satu teori dari regional planning dan regional economic and social policy, yang terutama menekanka n pada pemanfaata n apa yang disebut Information Theory dan IJ.ecision Theory, sehingga dapat lebih memantapk an pendekatan secara interdisipli ner. Agama kita telah mengajarka n kepada kita, bahwa: "Sekiranya Tuhan Yang Maha Esa tidak menciptaka n manusia, maka ·alam semesta inipun juga · t~dak akan diciptakan" . J adi alam semesta diciptakan oleh Tuhan untuk kepentinga n umat manusia. Begitu pula Tanah Air lndone·sia diciptakan Tuhan untuk kepentingan Ban gsa Indonesia; .Yaitu untuk dimanfaatk an bagi kelangsungan hidup bangsa kita, dari generasi ke generasi. Selanjutnya untuk dapat memanfaat kan karunia Tuhan tersebut manusia diperlengka pi pertama-tam a dengan akal. Dan dari akal inilah mulai berkemban g berbagai-ba gai ilm u pengetahua n yang kita kenai sampai sekarang ini. Akhirnya Tuhan Yang Maha Esa memberika n petunjuk secara lengkap bagaimana manusia harus membawak an dirinya di muka bumi ini. Dalain petunjuk tersebut telah diatur:
1. Hubungan manusia dengan Tuhan. 2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri. 3. Hubungan manusia dengan sesama manusia. 4. Hubungan manusia dengan bumi. Bumi sebagai suatu region merupakan ecosystem yang paling besar yang sampai sekarang d,apat kita bayangkan. Dan salah satu definisi daripada ecology dapat disebutkan di sini yaitu sebagai ilmu yang· mempelajar i permasalah an ecosystem. Ecosystem itu sendiri mencakup satuan-satu an fungsionil yang merupakan hasil dari interaksi antara tumbuh-tum buhan dan khewan dan unsur-unsu r fisik/kimia dari alam lingkungan nya. Manusia pada dasarnya merupakan mahluk yang menurut nalurinya tidak dapat hid up menyendiri , tetapi berkelom pok. 3
Dengan demikian maka akh irnya akan berkem banglah apa yang disebut: Social System. Se·: angkan ilmu-ilmu yang mempelajari dan mendalami gejala-gejala rang terjadi dalam suatu social system disebut: Social Sciences (dal; .m arti luas). Sekarang timbul pertaJ:yaan: "Apa hubungan llmu Wilayah atau Regional Science deng1 n semua itu?" Pertama: Regional Sci mce, yang akhit-akhir ini m ulai berk~mbang, ingin mencoba n.ttJk memberikan pola dan kerangka spatial/regional kepada ilm lJ -ilm u so sial yang telah :ada. Pemikiran secara interdisipliner.mulai 1iite.rapkan dalafi! menghadapi masalahmasalah di berbagai bida tg, sep.erti: ekonomi, politik, sos'ial, budaya, dsb. Dalam men !adakan analisa kebijaksanaan dalam rangka proses perumusan kebijaksanaan mulai diusahakan adanya deprofesionalisasi dari semua fihak yang ikut mengambil bagian. Di sinilah letak keindahan dari Regional Science tersebut, yang dalam mertghadapi permasalahan yang kompleks. dapat digunakan sebagai alat yang cukup memadai bagi pengambilan keputusan yang lebih mantap. Kedua: Dalam perkembangannya yang relatif masih muda itu, Regional Science mulai juga meningkatkan perhatiannya terhadap ecosystem yang dalam konteks ini merupakan landasan yang sangat menentukan. Hal ini mulai dirasakan terutama setelah dunia dilanda berbagai macam krisis, seperti krisis energi~ krisis pangan, dsb. Di mana-mana sekarang mulai dibicarakan tentang pencemaran udara· dan penceltlaran air, termasuk air laut, yang dianggap sebagai sesuatu yang mempunyai pengaruh yan·g kurang baik bagi kesehatan lingkungan. Perubahan iklim yang kurang menguntungkan, bencana banjir, bencana kekeringan, angin taufan, gempa bumi, erosi, dsb. yang tidak jarang menimbulkan kerugiankerugian yang sangat besar, bahkan d·apat memusnahkan investa~: si·investasi yang telah dilakukan, merupakan topik-topik pembicaraan yang cukup hangaf. Bahkan di b.eberapa negara mulai dirasakan, bahwa daerah·daerah pertaniannya yang bisa digarap sudah menjadi semakin sempit sebagai akibat dari pertambahan penduduk, ditambah dengan makin berkurangnya persediaan air untuk irigasi, industri, dsb. Semua itu merup~kan permasalahan ecosystem yang perlu diberikan bobot yang lebih besar lagi sekarang dan di masa-masa mendatang. Apalagi mengingat pen· ·-duduk dunia yang terus bertambah dengan kira·kira 70 juta Ofang tiap tahunnya. Pendek kata menjelang akhir abad ke-20 ini perlu dicari Ic~~~iml>angan yang lebih man tap ~an tara penggarapan terhadap social _system dan ecosystem dengan segala aspeknya. Bahkan· interaksi antara keduanya perlu mendapatkan pengamatan dan peneropongan secara khusus, baik kwalitatif maupun kwantitatif.
'i
4.
Dan untuk itu Regional S;:!ence perlu dikembangkan lebih lanjut dengan memperhitungkan hambatan-hambatan dan pembatasan· pembatasan yang terdapat pada s;ystem-system terse·but. Permasa· lahan-permasalahan yang Lersifat fisik, biologis dan sosial perlu. ditelaah secara serempak. 3erbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, baik yang ada hu\1 ungannya dengan ecosystem, maupun yang ada hubungannya <" ~ngan social system, ha.rus diusahakan saling mempengaruhi, me11: perkuat dan melengkapi. Di muka telah .dikr takan, bahwa salah satu definisi dari ecolog;y adalah ilmu yan;J mempelajari ecosystem. Dalam sejarah perkembangannya, ilmu i li terlalu cepat mengadakan spesialisasi. Akibatnya dalam menelaa h tingkah laku ecosystem pandangannya ·kadang-lcadang terlalu sempit. Lagi pula setelah dunia sebagai ecosystem yang terbesar (dengan biosphere sebagai bagian di mana terdapat kehidupan) mengalami perkembangan-perkembangan yang memerlukan, pemikiran. Pada umumnya permasalahan yang · dihadapi adalah akiba_t dari : 1. Pertambahan penduduk, yang dalam tahun 1930 baru berjumlah sekitar _2_ milyard orang, diperkirakan akan mencapai lebih dari 7 milyard orang dalarn tahun 2000. 2. Industrialisasi yang mencapai kemajuan yang pesat sejak pertengahan abad yang lalu. Kita mengetahui, bahwa kira-kira seperernpat dari perinukaan bumi terdiri dari daratan, dan dati luas daratan ini kurang· dari seper-tiganya dapat digunakan untuk pertanian, peternakali dan tempat pernukirnan. Sementara itu penggunaan tanah secara kurang bertanggung-jawab menimbulkan kerusakan-kerusakan yang sangat merugikan. Banjir dan erosi terjadi di mana-mana yang menyebabkan hilangnya tanah yang subur. Ditambah dengan pencernaran udara dan pencemaran air yang m'akin lama makin terasa ~kibatnya yang kurang baik bagi kesehatan lingkungan. Ada 2 gejala ekolo· . gis yang kurang menguntungkan bagi kesejahteraan hidup manusia yang dapat disimpulkan di sini, yakni: 1. makin s.empitnya tanah yang tersedia. 2. makin bertambahnya kerusakan tanah. Oleh karena itu perlu segera diadakan usaha restorasi dan konser· vasi yang memadai terhadap tanah. Sementara itu perlu disiapkan perencanaan penggunaan tanah yang lebih baik dengan jangkauan yang agak jauh. Untuk menangani permasalahan itu semua perlu dikerahkan berbagai-bagai disiplin ilmu pengetahuan, yang masih termastik atau dimasukkan ke dalam kelo.mpok applied ecology. Sekedar sebagai gambaran dapat disebutkan di sini cabang ilmu pengeta-
.
5
huan yang dimaksud, anta
A.
B. C,
1
·l
lain:
Mathematics, Geology~ Chemistry, Physics, Genetic&, Computer Scien :e. Evolution, Mole.~t~lar Biology, Bacteriology, Behavioral Biology, Physi Jlogy, Oceanography, Entomology. Public Health, Agriculture, Engineering, Agronomy. Forestry, Land· use Planning.
Kemudian harus dil ;!ngkapi dengan:
D.
Geography, Uroan and Regional Planning.
Sebenarnya di dalam m1:nyinggung berbagai ilinu pengetahuan di atas, telah dirnasukkan secara implisit teknologi, yang ju'stru jika kurang dikendalikan dengan baik, dapat menirnbulkan keruaakan-kerusaka n pada -ecosystem. Socia·/ System, seperti yang digambarkan oleh Talcott Parsons, dapat dibagi atau diuraikan menjadi 4 sub-system, yaitu: 1. The adaptive or economy subsystem
2. The goal attainment or polity subsystem 3. The integrative subsystem 4. The pattern maintenance subsystem. Walaupun pembagian ini mungkin belum lengkap ataupun belum sempurna, tetapi cukup dapat c;ligunakan untuk mendalami struktur dan fungsi dari pada social system. Di sini kecuali economic commodities, akan dijumpai juga non-economic commo· dltles sebagai input dan output daripada social system,· seperti: c • kekuasaan c • kepercayaan c • keadilan c • -kebenaran c • keamanan c • kecintaan c - kesetiaan c - ketertiban
c • kewibawaan c- keuletan c • ke beranian c • ketangguhan c ~ kepandaian c • keahlian c- ketrampilan · c - kesadaran
dsb.
Kemudian tingkah laku atau behavior dari subsystem tersebut, yang dalam hal ini bisa bertindak: perorangan, sekelompok orang, organisasi. a tau lem.baga masyarakat, akan diikuti dan dipelajari. Dalam hubungan ini kebutuhan manusia sebagai unsur dari social sy1tem dapat diperinci dalam beberapa tingkatan sebagai berikut: 1. lapangan kerja, penghasilan, barang dan jasa (termasuk kesehatari, pendidikan, dsb.) 2. rasa aman dan ten.teram. 3, kesejahteraan dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat (termasuk rekreasi, kesenian, dsb.), 4. kehorrilatan dan harga diri,' S. kepuasan· dalam mencapai cita-cita yang luhur. 6
Di dunia dewasa ini (S'ebagai ecosystem. yang terbesar yang sampai sekarang dapiat dibayangkan) terdapat p·eradaban manusia dari berbagai tingkat mulai zam m batu sampai dengan zaman ruang angkasa. Keriyataan ini me .-~pakan tantang~m yang san gat berat bagi para social scientist. Jlerbagai ilm u so sial dalam arti yang luas (politik, ekonomi, sosi 11,' budaya) telah berkembang dengan pesat. Teori-teori baru muld bermunculan, tetapi di suatu region atau wilayih, k'adang-kadan g teori lama yang telah · tidak digunakan lagi, masih berlaku. f,ahkan kadang-kadang teori lama dan teori baru secara bersama tn harus diterapkan. Ini merupakan gejala·gejala yang bisa dikaji kebenarannya. Dengan pembagian atau penguraian suatu social system menjadi 4 subsystem, seperti yang dilakukan oleh Parsons, maka seseorang bisa berfungsi sebagai: 1. Economic man atau· insan ekonomi 2. Political man atau insan politik 3. Social man atau insan sosial 4. Cultural man atau insan budaya. Begitu pula suatu kelompok orang, organisasi atau lembaga masyarakat. Tetapi dalam kenyataan kita tidak dapat mengadakan pembatasan yang terlalu taja.~, sebab selalu terjadi overlap, interdependensi dan interaksi.· Paling-paling yang bisa dilakukan adalah pemberian bobot kepada fungsl-fungsi tersebu~ yang berbeda·, yang satu lebih besar dari pada yang lain. Dan ini ak~n tercermin pada tingkah lakunya. Untuk mempermudah penelaahan, maka di sini kita juga bisa membuat semacam: structure-function matrix dari suatu scicial system dengan commodities, baik economic, maupun non~economic .. Sehingga akhirnya kita bisa mengerti dan mengendalikan tingkah lakunya. . Ulasan dari ke 4 subsystem dalam suatu social system adalah sebagai berikut:
1.
The adaptive or economy subsystem. · Tingkah laku dari subsystem ini pada dasarnya diarahkan untuk mengatasi environmental constraints dan memanfaatt.--
kan sumber-sumber daya yang terbatas yang terdapat pada
2.
environment dan social system itu, guna mendapatkan commodities (facilities) yang dibutuhkan bagi tercapainya ber berbagai tujuan dari system terse but. The goal-attainment or polity subsystem. Tingkah laku' dari subsystem ini ·pada dasarnya diarahkan untuk menetapkan urutan prioritas dan penilaian berbagai Q&juan dari social system yang kompleks· dengan memperhitungkan keinginan dan kebutuhan, baik dari masyarakat secara keseluruhan, maupun dari kelompok-kelompok dan perorangan. Subsystem ini mempunyai kekuasaan dan 7
wewenang untuk m: njaga kepentingan perorangan a tau kelompok masyarakar sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku;
3.
4.
··.~
The integrative subsy ~tem. Tingkah laku dari st bsystem ini pada dasarnya diarahkan pada usaha untuk mengatasi perselisihan dan perpecahan yang terjadi di kal: 1gan terbatas, baik antar perorangan, kelompok, ataupun keduanya, dan mengusahakan adanya keserasian dan kerj~ sam a yang lebih baik. Kasih sayang, saling menghormati, tolong-menolong dan kesetia-kawanan antar semua anggauta masyarakat merupakan sasaran dari sub system tersebut. The pattern-maintenance subsystem. Tingkah laku dari subsystem ini pada dasarnya diarahkan pada usaha untuk mempertahankan nilai-nilai budaya dan pola-pola institusionil dan interaksi antara berbagai unsur di dalam masyarakat, dan dalam arti yang lebih comprehensive dari pada integrative subsystem, mengendalikan kekuatan-kekuatan yang bisa menim bulkan keteganganketegangan di antara organisasi-organisasi sosial, ekonomi dan politik serta perorangan dengan menggunakan berbagai-bagai ikatan tertentu, sep~rti_ an tara lain etika, moral, adat-.istiadat, dan sebagainya. Dalam subsystem ini termasuk Iembagalembaga pendidikan dan keagamaan yang kegiatannya teru·tama diarahkan pada pem'eliharaan nilai-nilai dan arti lam banglam bang tertentu atau mengembalikan keseimbangan manakala ada pengaruh-pengaruh yang merugikan menyusup ke dalam kebudayaan dalam arti yang Iuas.
Oleh karena segala sesuatu yang diuraikan di atas, ada kaitannya dengan regions, maka dikembangkanlah suatu teori yang disebut: "A general theoty on the social, political and econonimic ·structure and function of regions". Berbagai b idang ilmu pengetahuan, baik yang masuk k~lompok applied ecology, maupun kelompok social. sciences, seperti: geography, economics, lociolf!gy, political sciences, anthropology, planning,· dsb. digunakan untuk meme~ahkan masalah-masalah community, urban, regional dan spatial. Begitu pula berbagai keahlian dan profesi diikut sertakan dalam usaha untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Dan karena semua itu diarahkan .untuk mencapai suatu keaeimbangan, maka dikembangkanlah suatu teori yang diberi nama: "A general social, political and economic equilibrium theory for a sys.tem of regions". Ini semua penting untuk analisa kebijaksanaa.n yang san gat diperlukan bagi pen gam bilan keputusan.
8
Demikianlah gambaran yang agak terperinci mengenai social .sy1tem, yang dapat dikeLbangkan lebih lanjut sesuai dengan yang dikehendaki. Namun permasalahannya tetap akan berkisar pada: the economic man, :~e political man, the social man and the cultural man. Oleh kan na itu dalam penglihatan Ilmu Wilayah atau Regional Science tia > permasalahan harus selalu disoroti dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kita bisa memberi· kan bobot yang agak bert eda kepada masing·masing segi, tetapi meninjau dari satu segi sa.;a jelas bisa menim bulk an kepincangan atau ketidak-seimbangan :~ ang bisa merugikan. Kemudian harus .dimasukkan juga ke dalam peninjauan Ursebut dimensi waktu dan dimensi ruang. Ruang di sini adalah region atau ecosystem yang merupakan ruang gerak dari social system tersebut. Sehingga akhirnya yang juga harus diusahakan adalah apa yang disebut: the spatial equilibrium. Social system dan ecosystem merupakan dwi-tunggal, yang tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain. Walter Isard dalam bukunya: "General Theory: Social,
Political, Economic, and Regional. With particular reference to decision-making analysis", telah menyatakan, bahwa applied research dalam hubungannya dengan planning dan policy-making yang sam.pai sekarang dilakukan, sangat dirasakan ketidak· mampuannya untuk menggarap apa yang disebut "project behavior" dengan baik. Di sini istilah project mempunyai arti yang lebih luas daripada yang biasa digunakan ~i Indonesia. Project yang dimaksud bisa berupa: perorangan., sekelompok ora~g. organisasi, lembaga masyarakat, dan sebagainya yang merupakan unsur-unsur dari subsystem menurut Parsons. Berbagaibagai ilmu pengetahuan digunakan untuk menggarap projectbehavior, dan masing-masing mencoba untuk menjuruskannya ke arah tujuan yang dikehendakinya. 11m u-ilm u so sial, ekonomi, politik sampai kepada administrative theory, psycho.logy dan sociology ikut .ambil bagian dalam konteks ini. Tetapi karena ilmu-ilmu tersebut bekerja sendiri-sendiri maka basil dari applied research yang telah dilakukan, masih perlu menjalani penggodogan · lebih lanjut, agar dicapai keseim bangan an tar tujuan yapg lebih mantap. Kita mengetahui, bahwa tujuan dari ilmu ekonomi semata·mata tidak selamanya sejajar dengan tujuan dari ilm u-ilm u sosiallainnya, seperti: politik, sociology, psychology, dan sebagai· nya. Begitu pula sebaliknya. Permasalahan· ini sudah barang tentu tidak akan memper· mudah analisa kebijaksanaan yang harus dilakukan. Kita masih ingat salah satu naluri manusia yaitu yang kuat menggeser yang Iemah. Oleh karena itu pendekatan secara interdisiplinet sangat diperlukan. Malahan dianjurkan agar sem ua fihak yang ikut am bil bagian dalam kegiatan analisa kebiJaksanaan melakukan depro9
fesionalisasi, agar dapat dicapai suatu perumusan kebijaksanaan yana1ebih mantap. Di sini terasa betapa pentingnya suatu landasan filosofis yang bisa membawa semua fihak ke arah pemikiran yang sama. Berbahagialah kih sebagai bangsa Indonesia yang telah memiliki Pancasila sebagai ldeologi Negara. Pancasila merupa.kan landasan filosofis yang sangat ampuh. Decision-making atau pengambilan keputusan merupakan peristiwa yang sangat menentukan bagi perkembangan selanj\,\tnya. Kesalahan yang dibuat di sini bisa berakibat luas. Oleh karena itu suatu analisa kebijaksanaan yang baik merupakan kegiatan yang sangat penting. Sebab analisa kebijaksanaan yang baik bisa menelorkan perumusan·' kebijaksanaan yang baik. Dan perumusan kebijaksanaan yang baik bisa menghasilkan keputusan-keputusan yang bJik. Dalam hubungan ini kita seting menjumpai istilah yang lazim dipakai, yaitu:
decision-situation yaitu suatu situasi yang berlaku pada saat .sesuatu keputusan harus diambil. Jadi ~ dimensi waktu telah dimasukkan di · sini. Walter Isard melukiskan suatu decilion-situatlon sebagai ditandai oleh S aspek, yaitu:
1. 2. 3. 4. 5.
actions outcomes preferences objectives guiding principles.
Dengan kata-kata yang bebas kira-kira konsepsi ini dapat dirumuskan aebagai berikut, yaitu: "dengan mempethatikan preferences, maka dalam usaha untuk mencapai objectives, dipilihlah· actions yang menghasilkan outcomes yang optimal dan konsisten dengan guiding principles". Konsepsi ini berlaku umum dan bisa digunakan untuk mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai permasalahan termasuk permasalahan-permasalahan dalam proses pembangunan. Dalam konstelasi negara-negara yang sedang berkem bang dewasa ini, proses pembangunan tersebut dirumuskan, diarahkan dtn dimantapkan dengan suatu perencanaan (planning). Perencanaen dalam arti dan pengertiannya yang luas adalah "satu proses secara terus menerus dalam merumuskan (dan merumuskan kembali) dan melaksanakan (dan melaksanakan kembali) satu mt~trlx keputusan-keputusan yang saling berhubungan, yang ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan dalam satu jal)gka dan urutan waktu yana ditent-ukan dan denaan cara-cara yang optimal". (Saul M. Katz). Dibandinskan dengan definisi· de(inisi tentang perencanaan yang terdahulu, definisi teuebut. di atas adalah sangat action oriented. 10
Seperti telah dimaklumi, hakekat proses pembangunan adalah pertumbuhan (kwantitatif) dan. perubahan (kwalitatif) menuju ke satu tingkat yang dianggap lebih baik. Dalam hubungan ini ada beberapa kriteria menuru1 Katz yang harus diperhatikan, yaitu: desirability dan consiste11cy ya~g terutama menekankan pada segi-segi kwalitatif, sedangkan [e._f!S.i~ility dan efficiency terutama menekankan pada segi.;seg. kwantitatif. Pr.oses perencanaan 1Jerjalan d ua arah; dari at as ke bawah dan dari b-awah ke -ifis~ Dari atas dimulai dengan perencanaan macro-aggregative sampat ke bawah pada tingkat perencanaan proyek-proyek. Dari bawah dim ulai dengan perencanaan proyekproyek. sampai ke atas pada titlgkat perencanaan macro-aggregrative. Menurut Albert. Waterstotl dalam pola dua arah dari pada proses perencanaan tersebut di atas, ada satu kaitan penting antara · kedua tingkat perencan~an yaitu yang disebut sector
programming. Analog dengan apa yang cliuraikan di at.as, dalam bahasa regional science dapat disebutk:an bahwa proses perencanaan yang berjalan dari at as ke bawllh dim ulai dengan perencanaan pada tingkat nasional yang tenJtama menekankan pada aspek· aspek dalam social system (aspek-aspek sosial dalam arti yang luas) sampai pada perencanaan pada tingkat area/lokal yang teru tam a menekankan pada aspek-aspek dalam ecosystem (aspek-aspek fisik/ekologis); demikian · pula di sini ada proses perencanaan yang berjalan dari bawah ke at~s. Kaitan penting antara kedua tingkat perencanaan dalam hal itli disebut regional programming. Jadi pada tingkat nasion#l, development planning a tau perencanaan pembangunan ditentukan secara sektoral aggregative alan selanjutnya pada tingkat ctaerah dilakukan secara regional integrative. Baik perencanaan secara sektoral aggregative maupun perencanaan secara regional integrative, keduanya mempunyai sangkut paut dengan social sysum dan ecosystem, hanya bobotnya saja yang berbeda. Pada tingkat daerah di mana planning dilakukan secara regional integrative peranan dan bobot yang harus diperoleh daripada social system dan ecosystem dapat dikatakan seimbang. Kemudian ~Jntuk implementasi development 'planning tersebut ada 6 technical inputs yang harus dibina dan dikembangkan secara sebaik·baiknya (menurut saul M. Katz):
·National finante National logistics National manpower National infonrzation system National participation Legitimate power. 11
Apabila development at2u pembangunan itu dapat diibaratkan sebagai. sebuah kereta, :naka ke 6 technical inputs tersebut merupakan · kuda-kuda yang harus menariknya. Jelas bahwa keenam kuda tersebut hants, berlari dengari kecepatan yang sama. Di samping itu selama in;plementasinya tiap kali perlu diadakan apa yang disebut: mid-term review, yaitu penelaahan kembali di tengah jalan, agar arah dac:i jalannya pembangunan dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya. f1 engan demikian, maka tiap kali pula ada keputusan-keputusan yar. g harus diambil. Bagaimana sekarang pengetrapan Ilmu WHayah atau Regional Science tersebut di Indonesia? Di muka telah dikemukakan bahwa ideologi Negara kita Pancasila merupakan landasan filosofis yang sangat ampuh, yang ~arus s'elalu menji~ai tingkah laku a tau behavior dari kita sem ua. Dengan demikian diharapkan bahwa kita juga akan mempunyai cara berfikir a tau pemikiran yang sam a terhadap perm asalahan yang dihadapi oleh Negara kita. Dalam garis besarnya masyarakat Indonesia sebagai social system dapat juga diuraikan m enjadi 4 subsystem·, sesuai dengan fungsi yang dimilikinya. Tingkah laku dari masing-masing subsvstem tersebut juga harus dijiwai oleh silasila dari falsafah kit a Pancasila, yaitu : -
KetuhananYang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, - Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sini jelas, bah\Va dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan, ke 4 subsystem dari masyarakat kita akan menggunakan input dan output tidak hanya economic commodities, tetapi juga non-economic commodities, seperti: ketaqwaan, kebenaran, kesusilaan, keadilan, kepandaian, kerukunan, kehormatan, keamanan, ketertiban, keuletan, ketangguhan, dsb. Dalam hubungan ini the goal attainment or polity subsystem memegang peranan yang sangat menentukan. Untuk itu telah ada landasan konstitusionil berupa: Undang-undang Dasar 1945. Fasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 berbunyi: • "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar·besar kemakmuran Raky,at". Di sini Rakyat sebagai social system dan bumi sebagai ecosystem mulai bertemu. Dan keduanya memang merupakan dwitunggal yang tidak dapat dipi·sahkan satu sama lain. Aspek-aspek dari kedua system tersebut, begitu pula interdependensi dan interaksinya, termasuk dalam ruang lingkup yang digarap oleh 11m \1 Wilayah 12
atau Regional Science. Dengan orientasi ke dalam ini,.rnaka apa yang disebut wilayah atau region· bisa berarti: seluruh Tanah Air, tetapi bisa juga berarti wilayah-.wilayah tertentu dari padanya, seperti wilayah pengaliran sungai, dan sebar,ainya. Dan Regional Science sebenarnya mer:upakan rangkuma::t dari ilmu-ilmu pengetahuan yang menangani social system da'1 ilmu-ilmu pengetahuan yang menggarap ecosystem. Apabila ilrr. u-ilmu pengetahuan terse but diibarat· kan sebagai cab?ng-cabang olah-raga atletik, maka regional science dapat diibaratkan sebagai m isalnya dasa-lomba. Jadi ada 10 macam prestasi atau tujuan yang harus dicapai, walaupun bobotnya tidak perlu sama. Regional science ~engusahakan adanya keseimbangan antara tujuan-tujuan tersebut, keseimbangan yang disesuaikan dengan s~tuasi dan kondisi yang ~erlaku pada saat itu. Oleh karena itu keseimbangan tersebut sifatnya tidak statis, melainkan dinamis. Tujuan-tujuan dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan bu~aya harus diusahakan dalam perimbangan bobot demikian rupa sehingga terarah pada tercapainya ketahal'lan Nasional. Dan dalam konteks ini Tanah Air kita sebagai ecosystem memegang peranan yang sangat penting, baik secara ·keseluruhan maupun secara wilayah per wilayah. Tanah Air kita terkenal kaya akan sumber-sumber daya alam dan secara geografis letaknya sangat menguntungkan. Ini rnerupakan karunia Tuhan yang wajib kita syukuri. Mensyukuri berarti memanfaatkan sesuai dengan kehendak Tuhan, dan Tuhan melarang manusia menimbulkan kerusakan-kerusakan di atas. bumi. Oleh karena itu di sinipun ha·rus diusahakan adanya suatu keseiinbangan, yaitu keseimbangan ekologis. Padahal ketidak-seimbangan pada ecosystem tersebut biasanya disebabkan karena sentuhan tangan manusia yang merupakan unsur dari social system. Di mana terdapat konsentrasi man usia yang besar, di situ keaeimbangan ekologis mulai terganggu. Oleh karena itu Regional Science juga mengusahakan, agar .terdapat keseimbangan yang wajar antara social system yang memanfaa.tkan dan ecosystem yang dimanfaatkan. Social system dalam tingkah laku dan kegiatannya di berbagai bidang tidak boleh merusak ecosystem. Dalam konteks ini perlu selalu diusahakan tercapainya spatial atau regional equilibrium. Dewasa ini bangsa Indonesia sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. ·Tujuan-tujuan yang harus dicapai di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya (dalam perimbangan yang dapat membawa ke arah ketahanan Nasional) sudah diketahui. Apabila ini yang menjadi Mission kita, maka sebelum kita menetapkan sasaran-sasaran, ada 3 kegiatan yang penting yang harus dilakukan, yaitu: 13
I.
2.
3.
Kita harus berusaha uutuk sejauh mungkin mengenal aspekaspek dari Tanah Air kita, baik geografis, maupun demografis; Regional studies harus dilakukan. Sum ber-sum ber day a a lam harus diinventarisir. Wiliyah-wilayah pengaliran sungai, keadaan iklim, kondisi tan 1h dan lain sebagainya harus diketahui, baik secara kwantitatif maupun kwalitatif. Pembatasan-pem batasan dan ham ba tan-ham batan, baik ekologis, maupun sosial, baik secara kwantitatif maupun kwalitatif, harus sejauh m 1.1ngkin diketahui dan diperhitungkan. Kemampuan kita dalam bidang pembiayaan, peralatan/ perbekalan dan tenaga kerja, baik kwantitatif, maupun kwalitatif harus diketahui dan disiapkan.
Dengan caranya masing-masing basil dari ke 3 kegiatan tersebut harus disistimatisir untuk memudahkan penggunaannya. Dalam· hubungan ini dim«!nsi ruang dan dim ensi waktu sudah · harus dimasukkan, sedangkan kegiatan-kegiatan itu sendiri dilakukan secara terus-menerus. Dengan demikian, maka akan didapatkan gambaran yang jelas mengenai situasi dan. kondisi seluruh Tanah Air, baik yang· posit if, maupun yang negatif. Kern udian diadakan 'uatu analisa kebijaksanaan yang sebaik-baiknya. Setelah kebijaksanaan berhasil dirumuskan, maka akhirnya diputuskanlah sasaran· sasaran yang harus dicapai. Region menuru t pengertian Regional Science, bagi kit a di Indonesia, dapat dibagi menjadi 3. tingkatan. Region yang terbesar adalah seluruh Tanah Air kita. Kemudian menyusul wilayah·wilayah tertentu dari padanya, dan akhirnya yang ·paling kecil adalah: area. Misalnya saja sebagai illustrasi dapat dikem ukakan di sini, bahwa kita sedang mengadakan regional studies untuk seluruh wilayah Sulawesi. Dalam melakukan regional planning untuk Sulawesi, maka kepada social system dan .ecosystem diberikan bobot dan peranan yang boleh dikatakan sama. Sementara itu untuk menghemat waktu, sekaligus juga dilakukan suatu area development planning untuk suatu area yang terletak antara Parigi dan Poso. Di sini planning tersebut juga dilakukan secara regional integrative, bahkan lebih terperinci lagi. Dalam melakukan suatu integrated area development planning semacam. itu, maka kepada ecosystem diberikan bobot dan peranan yang lebih besar daripada kepada social system. Jadi merupakan kebalikan dari planning secara sektoral aggregatif. Dengan dem ikian, maka sebenarnya kita mengenal 3 tingkatan perencanaan, m irip dengan perencanaan suatu jaringan irigasi, di mana terdapat salunfn induk, saluran sekunder dan saluran tertiair. 14
Planning pada hakekat.nya adalah decision making. Amitai Etzioni mengembangkan satu pendekatan dalam decision making, ya.ng disebut: mixed scanning approach. Regional development planning untuk Sulawesi (d~ngan skala gambar 1 :250.000) dan integrated area developm en r planning un tu k Poso-Parigi ( dengan skala gam bar lebih besar da :i 1:1 0.000) yang dilakukan serempak (untuk menghemat waktu) 1dal~h suatu mixed scanning appraach. Yang pertama disebut: in remental approach. dan yang kedua: rationalistic: approach. Y: ng pert am a: bobot yang diberikan kepada ecosystem boleh d, ka takan sanu dengan yang diberikan kepada social-system. dan yang kedua: bobot yang diberikan kepada ecosystem Jebih besar dari pada bobot kepada socialsystem. Pendekatan semacam ini .berlaku umum dan bisa digunakan dalam beroagai kegiatan. Di sini faktor waktu merupakan penyebab dikembangkannya ~.:ara pendekatan tersebut. Dan mernang Tuhan Yang Maha Esa pun memcrintahkan kepada manusia untuk memperhatika.n waktu.
Jadi sebenarnya semua permasalahan itu akhirnya dapat dikembalikan menjadi permasalahan: Man - Space - Time Kita tidak bermaksud untuk mengadakan over-simplification, melainkan sekedar mencari pegangan yang m udah dalam usaha untuk mengerti dan meng~ayati gejala-gejala yang terjadi di Indonesia, baik yang positif, maupun yang negatif. Kadang-kadang kita terpukau oleh majunya suatu ilmu pengetahuan, sehingga · meremehkan masalah-masalah yang kecil yang akhirnya menumpuk dan berubah menjadi masalah yang besar. Begitu pula dalam menggunakan teknologi yang maju. Oleh karena itu kita perlu menggalakkan kegiatan-kegiatan: 1. problem identification 2. problem analysis 3. formulation of problem structure. Dengan. demikian maka kita membiasakan diri untuk tidak hanya melihat hal-hal yang positif saja, tetapi juga yang negatif. Justru hal-hal yang negatif tersebut perlu segera di-identifisir, dianalisa dan dirumuskan, dan dengan expertise yang ada dicoba untuk diatasi sebelum terlambat. lni berlaku, baik untuk man (social system) maupun untuk space (ecosystem). Dewasa ini selain ind_ikator-indikalor ekqnomi, dikembang-....._ ___ ... . -·-··· .... -. -· -· kan juga indikator-indi~ator jqsial, . yang diharapkan dapat 'mertlberikan kerangka data yang dapat digunakanuntuk rnengukur perkembangan masyarakat di bida'ng s()sia'l. P~rh~ __dijdask.an dJ$.inj, bahwa usaha tersebut hanya merupakan .suatu cara untuk mf:m:permudah, bukan tujuan, sehingga tidak. perlu bertentangan ~·-----._
____
,,••
.
.
-
.-
'
-~
.
15
densan kecenderungan yang . justru ·sebaliknya. Pertukaran atau peminjaman metodologi dalam alam ilmu pengetahuan modern sekarang ini sering dilakukan (asal harus hati·hati menggunakannya). J adi dalam hubungan ini kit a berusaha untuk meng-quantify kesej 1hteraan rakyat dan mengukurnya selarna suatu jangka waktu te .·tentu. Hasilnya dapat mencerminkan tingkat·tingkat perbaikan d a lam setiap bidang so sial, berikut tingkat·tingkat perataannya~ seperti: • kesehatan dan gizi • kesempatan ·oelajar • pendapatan dan konsum si • kesempat•n kerja. • keselamafan umum dan keadilan, dsb. Hal il\i penting bagi perumusan kt!bijaksanaan· so sial (social policies) sekarang dan di masa-masa mendatang. Di Indonesia terdapat hal-hal yang cukup menarik: Ada rakyat yang masih hidup sangat sederhana (suku-suku terasing di daerah-daerah, terutama di Irian Jaya), ada rakyat yang sudah hid up mddern (di kota-kota besar, terutama di Jakarta). Ada wilayah-wilayah yang masih sarigat terbelakang perkembangannya (belum terjamah oleh pembangunan), ada daerah daerah yang telah berkembang cepat, bahkan telah melampaui titik jenuhnya (seperti pulau Jawa dan kota Jakarta). Sekitar 60% dari jumlah penduduk Indonesia terdapat di pulau Jawa, yang hanya merupakan kira-kira 7% dari seluruh· wilayah Indonesia. · J{eadaan-keadaan yang sangat ekstreem seperti ini masih mewarnai wilayah-wilayah tertentu Tanah Air kita. Oleh· kar~na itu kadang· kadang kita terpaksa harus mempertimbangkan kembali dalam batas·batas tertentu validity daripada doktrin-doktrin ekonomi klasik seperti misalnya: "Supply creates its own Demand ... Dalam hubungan itu dapat disebutkan, bahwa dalam menentukan apakah suatu proyek di suatu wilayah di luar Jawa feasible atau tidak, ternyata perlu dipertimbangkan penggunaan discount rate yang berbeda dengan yang lazi.m digunakan untuk' perencanaan proyek·proyek di pulau Jawa, atau melalui cara perhitungan benefit yang memperhitungkan potensi-potensi, yang bila diadakan investasi, segera mern berikan manfaat. Begitu pula penggunaan daripada teknologi. Teknologi yang sudah kuno masih bisa dipakai, bahkan kadang-kadang lebih sesuai untuk wilayah yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk Indonesia kita tidak perlu rnernasalahkan teknologi atau teori yang mana yang paling sesuai. Semua teknologi atau teori, mu·
16
lai dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling maju bisa digunakan. Tergant'ung kepada wilayah atau region, di mana teknologi atau teori tersebut akan diterapkan, sebab semua itu pada hakekatnya hanya merupakan alat, bukan tujuan. Oleh karena itu dalam .proses perencanaan, apa yang disebut "indeksindeks regionalu makin menonjol peranannya. Memang harus diakui. bahwa hanya 'iuatu information. system yang baik, yang bisa menunjang analisa kebijaksanaan yang. harus dilakukan. Yang justru kita risaukan adalah perkembangan-perkem bangan suatu region yang te!ah melampaui titik jenuhnya, yang berarti sudah melampaui kemampuannya. Di region yang bersangkutan terjadi apa yang diseb~t agglomeration diseconomies. Hambatan· hambatan a tau pembatasan-pem batasan semacam ini, baik yang· terd.apat pada social system, maupun ecosystem, harus kita perhitungkan dalam analisa kebijaksanaan kita. Berikut ini diberikan satu contoh outline daripada po-sition paper mengenai analisa kebijaksanaan (policy analysis) yang dapat mencakup:
1.
Value Premises
2.
Goal Formulation
3.
Defining Systems
4.
Alternatives
5.
~esearch Info~tion
6.
Analysis of Alternatives and Choice Strategies for Implementation
7.
·s. Feasibility and Tactical Consideration 9. 10.
Constraints Checking ~ecommendation
for Action.
Dalam hubungan ini kita ·menganut cara b.erfikir, bahwa: "Kebijaksanaan yang baik tentunya Juga harus sudah' memp~r~ hitungkan segi-segi k~m ungkinan pelaksanaannya ". Selanjutnya sebagai satu penegasan kern bali, maka berbeda deng~n sementara cerdik pandai yang membagi ilmu pengetahuan menjadi empat kelompok, yaitu:
- social sciences, - physical sciences, - biological sciences, dan - humanities, 17
say a cenderung untuk mem·bagi ilm u pengetahuan hany• menjadi dua kelompok saja, yaitu: Social Sciences yang ada hubungannya dengan social sys ~ tem (sudah tercakup d.i dalamnya humanities), da~ Natural Sciences yang ada hubungannya dengan ecosystem (mencakup physi,al. rciences dan biological sciences).
Sedangkan dari uraian saya terse but di. a~as jelas, bahwa yang aaya maksudkan dengan Ilmu Wilayah atau Regional Science adalah apa yang sampai sekarang sudah dikembangkan di luar negeri plus . penonjolan khusus daripada peranan ecosystem; · sehinaga regional science yang saya maksuct merangkum semua ilmu yang masuk dalam kelompok Social Sciences dan Natural Sciences dalam rangka penghayatan, pendalaman dan pengem· bangan suatu wilayah atau region.
Sampailah saya sekarang pada akhir penyajian saya dan per· lcenankanlah saya menggunakan kesempatan ini untuk menyam· paikan terimakasih saya kepada semua fihak yang telah membantu saya dalam usaha pembaktian saya kepada dunia universitas dan maayarakat.
Pertama·tama saya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah melalui Saudara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk kepetcayaan dan kehormatan yang diberikan kepada saya untuk memikul tugas selaku Guru Besar; dan u~tuk kesempatan yana diberikan kepada saya dalam pelaksanaan tugas mengadakan peninjauan ke berbagai daerah yang meliputi hampir seluruh wilayah Neaara Republik Indonesia, saya dapat mempelajari juga aecara langsung kondisi dan situasi yang beraneka ragam dati Tanah Air kita. Dengan demikian saya lebih yakin bahwa Ilmu Wilayah perlu kita kembangkan di Indonesia.
Kepada Saudn Rektor Universitas Indonesia, SaUdara-5audara anaota Seaat Guru Baar Universitas Indonesia saya ampaikan juaa terima kuib ataa be'lun Saudara-Saudara untuk menerima saya dalam linJkunpn tups dan pemblktiall Saudtra-Saudara.
18
Kepada Saudara Dekf n Fakultas Tehnik, Saudara-saudara Lektor, Dosen, Asisten dan seluruh Civitas Academica Universitas Indonesia, pada kesempatan ini saya mohon ban.tuan moril Saudara-saudara agar saya dapat menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya.
Selanjutnya saya uc;tpkan terima kasih kepada Saudara· saudara Rektor Universit 1s dan lnstitut ·serta para undangan dan para mahasiswa untuk kehadiran pada upacara ini. Akhirnya kepada para Mahasiswa sekalian, saya ingin mengajak untuk bersama-sama dengan saya menanggapi tantangan jaman dengan penuh lcepekaan terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh Negara dan Bangsa kita dalam proses pem bangunan; tetapi juga dengan penuh optimisme dan enthusiasme dalam ketekunan pengabdian kita bersama di bidang ilmu pengetahuan. Amien, Terima kas{h, Wassalamu'alaikum Warokhmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 20 Nopember 1976.
SUTAMI.
19
DAFT A R KEPUSTAKAAN
1. Berry, Brian J.H. & Allen Fred, "Central Place Studies", R.S.R.I., 1961. 2. Berry, David & Gene Steiker, "The Concept of Justice in Regional Planning: Some Policy Implications", R.S.R.I., November 1973. 3. Berry, David, "Land ~cape A esthetics and Environmental Planning", R.S.R.I., ~ovember 1975. 4. Boyce, David E., Norman D. Day, Chris Me. Donald, "Metropolitan Plan Making", R.S.R.I., 1970. S. Brown, Lawrence· A., "Diffusion Processes and· Location", R.S.R.I., 1968. 6. Coughlin, Robert E... "Criteria for Open Space System Planning: An Exploratory Survey and Synthesis", R.S.R.I., October 1975. 7. Etzioni, A., "Mixed-Scanning: A third Approach to DecisionMaking", Public Administration Review, ·Vol.XXVII, Dec . 1967. Hansen, Niles M., "Rural Pov~rty and 'the Urban Crisis", Indiana University Press, 1970. 9. Hill, Morris, "Planning for Multiple Objectives", R.S.R.I., . 1973.
8.
10. I.L.O., "Employment, Growth and Basic Needs: A one-world problem", Report of the Director General of the I.L.O. Office, 1976.
11. Isard, Walter, uMethods of Regional Analysi$", The M.I.T. Press, November 1973. 12. bard, Walter, "General Theory: Social, Political: Economic, and Regional", The M.I.T .·Press, May 1973. 13. bard, Walter, "Rtgional Input-Output Study", The M.I.T:, 1971. 14. Katz, S.M., "A Systems- Approach to Development A dmiriistration ", (American Society for Public Administration , Speciat Series No.6~ Washington D.C., May 1965). IS. Katz, S.M., "Guide to modernizing Administration for National Development", G.S.P .I.A., Univ. of Pittsburgh,·. 1965. 16. Lego Nirwhono, "Laporan dari Expert Group Meeting tentang Policy Analysis & Development" , A.C.D.A., Singa· pore, Agustus 197 5. ;
20
17. Leven, Charles L. Cs., "An Analytical Framework for Regional Development Policy", The M.I.T ., 1970. 18. Me. Loughlin, "Urban and Regional Planning"- A Systems Approach-, Faber Ltd.,.1970. 19. Meadows, Donella H. Cs., "The Limits to Growth·", London & Sydney: Pan; 1974. 20. Mesarovic, M. and Eduard Pestel, "Mankind at the Turning Point", The Second R~port to the Club of Rome, E.P. Dutton & Co., Inc. I Reader's Digest Press, New York, 1974. 21. Milles, James C., "Planning Assistance· for Local Communities in a Regional Context", U.S.A.I.D., May 1975. 22. Milles, James C., "Regional Development - A Review of the State of the Art", U.S .A .I.D ., August 197 4. 23. PADCO Inc., "Feasibility Study for Networking in Urban & Refional Development", U.S.A.I.D., February 1975. 24. R.S.A. Papers, Vo1.33, 1974. Thirteenth European Congress, Vienna, 1973. 25. R.S.A. Paper·s, Vol.34, 1975. Fourteenth European Congress, Karlsruhe, 1974. 26. R.S.A. Papers, Vol.3S, 1975. The Chicago Meeting, Nov. 1974. 27. Rivkin/Carson Inc., "Land Use Programming and the Intermediate Sized City", U.S.A.I.D., October 1974. 28. Rondinelli, ·Dennis A., "Urban and Regional Development Planning", Cornell University Press, Ithaca & London, 1975. 29. Rondinelli, Dennis A. & Kenneth Ruddle, .,Urban Functions in Rural Development: An Analysis of Integrated Spatial Development Policy", U.S.A .I.D ., 1976. 30. Sethuraman, S.V ., "Jakarta - Urban Development· and Employment", I.L.O ., 1976. 31. Smith, Tony E., "Rationality of lndeclsiv, Choice Functions': R.S.R.I., February 1973 .. 32. Sumitro Djojohadikusumo, "Technology, Economic Growth and Environment: State of the Debate", (Text of Address to the International Conference on the Survival of ·Humankind: The Philippine Experiment, Manilla, September 1976). 33. U.N.C.R.D., "Growth Pole Strategy and Regional Develop• ment Planning in Asia", Nagoya, November 197 5.
21
34. United Nations, "Jnues of Training and Research in Regional Development", Nagoya, 1972. 35. U.N.C.R.D., "Strengthening Regional Planning Capacities in Developing Countries"~ Nagoya, 1975. 36. U.N.C.R.D., "Urban Development Strategies in the Context of Regional Development", Nagoya, 1974. 37. U.N.C.R.D., ,.Regional Development of Yogyakarta", July 1975.
22