IKATAN AHLI TEKNIK PERMINYAKAN INDONESIA
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember 2009
Makalah Profesional ______________________________________________________________________________________
IATMI 09 – 027 OPTIMASI RANCANGAN INJEKSI KIMIA ASP UNTUK IMPLEMENTASI METODA EOR Hestuti Eni, Usman Pasarai, Sugihardjo PPPTMGB ”LEMIGAS”
ABSTRACT Chemical injection design optimization is commonly performed comprehensively in the laboratory scale prior implementing chemical injection in the pilot scale to reactivate brown/mature oil fields. This study was aimed to determine ASP (AlkaliSurfactant-Polymer) injection fluid design for improving the oil recovery when it is applied in oil field. This study was divided into the following important steps; alkali concentration determination, polymer concentration determination, ASP mixing, and core flooding experiments. The detail laboratory works consisted of aqueous stability, phase behavior, rheology, thermal stability, and injectivity tests were included. The results of this laboratory study will normally be used as input parameters for field scale reservoir simulation. Phase S#MF, sodium middle
behavior tests of 0.2% surfactant 2000 ppm polymer and scanning carbonate concentrations produce phase micro-emulsions or Winsor
type-III micro-emulsions with the optimum solubilization ratio at 8500 ppm of sodium carbonate concentration. The phase behavior tests were used to design the injection fluid for Briar Hill core flooding as the primary standard test prior injected to the native core. Successful criterion for this injection fluid design is recovery factor higher than 80% of ROIP that was achieved by the fluid design. Keywords: surfactant, alkali, polymer, fluid design, core flood, oil recovery
Pendahuluan Kebutuhan energi Indonesia sangat tergantung dengan bahan bakar minyak bumi. Seiring perkembangan penduduk dunia, khususnya Indonesia, maka kebutuhan akan energi juga meningkat. Namun, sejak tahun 1995 laju produksi minyak bumi Indonesia terus mengalami penurunan. Disisi lain, harga minyak juga makin membubung tinggi, bahkan sebuah laporan dari Badan Energi Internasional mengatakan bahwa harga minyak akan terus naik sampai tahun 2030. Berdasarkan
1
alasan-alasan tersebut, ditambah banyaknya lapangan-lapangan minyak depleted dengan kandungan minyak residual masih relatif tinggi, maka teknologi EOR sangat perlu untuk direalisasikan. Beberapa metoda EOR yang telah terbukti mampu meningkatkan perolehan minyak adalah thermal flooding, gas flooding, dan improved waterflooding termasuk didalamnya injeksi kimia. Penjabaran secara lengkap metode ini ditampilkan pada Tabel 1. Injeksi kimia yang selama ini dikenal adalah surfaktan, polimer, alkali, atau perpaduan dari 2 atau 3 bahan kimia tersebut. Sebelum bahan kimia diinjeksikan, perlu dilakukan optimasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif guna mengoptimalkan perolehan minyak.
Injeksi alkali merupakan injeksi dengan pH tinggi (kondisi basa). Tingginya pH dicirikan dengan tingginya konsentrasi anion hidroksida (OH-). Jenis kemikal yang biasanya digunakan adalah: a. Natrium Hidroksida (NaOH) b. Sodium Orthosilicate (NaSiO6) c. Natrium Carbonate (Na2CO3) Dengan menginjeksikan diharapkan terjadi:
alkali,
a. penurunan tegangan permukaan (IFT) b. gejala emulsi c. perubahan wettability
Dengan nilai tegangan antar muka yang kecil akan diperoleh harga Capillary Number yang besar atau Sor yang kecil (Gambar 1). Jadi, surfaktan dapat meningkatkan effisiensi pendesakan secara mikro (microscopic displacement efficiency) Dalam penelitian ini, surfaktan yang digunakan adalah surfaktan S#MF dengan konsentrasi 0,2%. Larutan surfaktan dibuat dari larutan induk dengan konsentrasi 4% surfaktan. Kemudian dilakukan pengenceran sesuai dengan konsentrasi target. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan pelarutan yang terlalu besar.
Pada penelitian ini, alkali yang digunakan adalah Na2CO3. Surfaktan 0.2% dicampur dengan larutan Na2CO3 pada konsentrasi 0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.7, 0.8, 0.9, 1.0, 1.2, 1.4, dan 1.5 %. Kemudian dilakukan uji aqueous stability dan kelakuan fasa. Hasil uji aqueous stability terlihat pada Gambar 2. Larutan surfaktan tanpa alkali (Na2CO3 0%) terlihat jernih, sedangkan penambahan alkali menghasilkan larutan milky yang semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi. Namun demikian tidak terlihat adanya indikasi terjadi gumpalan atau endapan. Ini artinya pencampuran larutan surfaktan dan alkali stabil. Uji kelakuan fasa menunjukkan terbentuknya mikroemulsi optimum pada konsentrasi 0,8% (Gambar 3). Untuk lebih memastikan konsentrasi terbentuknya mikroemulsi secara maksimum, dilakukan uji ulang dengan konsentrasi 0.75, 0,80 dan 0,85% alkali. Hasil uji aqueous stability ditampilkan pada Tabel 2, dan divisualkan pada Gambar 4 dan 5. Sedangkan hasil uji kelakuan fasa ditampilkan pada Tabel 3 dan Gambar 6. Sampai hari ke-3 pencampuran, surfaktan dan alkali terlihat stabil (tidak menunjukkan terbentuknya gumpalan /butiran) dan tetap dalam kondisi 1 fasa. Sedangkan hasil uji kelakuan fasa menunjukkan pencampuran surfaktan dan alkali 0.85% menghasilkan mikroemulsi optimum.
Penentuan Konsentrasi Alkali
Penentuan Konsentrasi Polimer
Surfaktan Tujuan digunakannya surfaktan adalah menurunkan tegangan antar-muka (interfacial tension) minyak-air di dalam reservoar. Dengan turunnya tegangan antarmuka, maka akan menurunkan tekanan kapiler yang berpengaruh terhadap saturasi minyak sisa (Sor). Hal ini dapat dijelaskan dengan persamaan berikut: Nc = ν µ /σ cosθ dimana: Nc = Capillary Number ν = Darcy Velocity µ = Viscosity σ = Interfacial Tension Θ = Wetting Angle
2
Polimer dari jenis poliakrilamida digunakan pada penelitian ini. Sebagai media pendorong, larutan polimer harus mempunyai viskositas lebih tinggi dari pada viskositas minyak (6.35 cP pada shear rate 7.1 s-1). Mula-mula dibuat larutan induk pada konsentrasi 5000 ppm polimer yang berbentuk serbuk dan dilakukan pengadukan selama 2x24 jam guna mendapatkan kelarutan sempurna. Kemudian dibuat larutan polimer pada konsentrasi 1000, 1500, 2000 dan 2500 ppm dan dipanaskan pada suhu reservoar (85oC) di dalam oven pemanas selama 60 hari. Viskositas polimer diukur pada setiap interval waktu dengan viscometer brookfield DVIII Ultra Programmable Rheometer. Hasil pengukuran viskositas polimer ditampilkan pada Tabel 4. Terlihat bahwa viskositas larutan polimer naik dengan kenaikan konsentrasi polimer. Sedangkan pemanasan memberi pengaruh pada menurunnya viskositas. Degradasi ini karena adanya pemutusan beberapa rantai akibat pengaruh panas. Namun demikian, degradasi ini masih dalam batas wajar, yaitu kurang dari 20%. Pencampuran Alkali, Surfaktan, dan Polimer Pencampuran surfaktan, alkali, dan polimer dilakukan untuk mendapatkan performa kerja yang lebih optimum dari ketiga bahan kimia tersebut. Surfaktan 0.2% dicampur dengan polimer 1000 ppm dan alkali Na2CO3 dengan variabel konsentrasi sama seperti pada penentuan alkali dan ditambah dengan 4 konsentrasi yang nilainya dekat dengan hasil kelakuan fasa optimum, yaitu 0.65, 0.75, 0.85, dan 0.95%. Kemudian dilakukan pengamatan kelakuan fasa yang dihasilkan. Hasil uji kelakuan fasa ditampilkan pada Tabel 5 dan Gambar 7. Fasa III terbentuk mulai pada konsentrasi 0.6% sampai 0.95%. Mikroemulsi maksimum terbentuk pada konsentrasi 0.8%. Berdasarkan hasil ini, dilakukan uji ulang secara lebih intensif dengan konsentrasi alkali 0.75, 0.8, dan 0.85%. Sedangkan untuk mengetahui viskositasnya, ketiga konsentrasi alkali tersebut juga ditambahkan polimer dengan konsentrasi bervariasi. Tabel 6 menunjukkan viskositas campuran ASP. Penambahan surfaktan
pada polimer memberi pengaruh menurunnya viskositas larutan. Terlihat bahwa surfaktan 0.2%, polimer 2000 ppm dan alkali 0.85% menghasilkan mikroemulsi fasa tengah (Winsor tipe III) dengan solubilization ratio optimum dan viskositas yang memadai. Core Flooding Hasil uji kelakuan fasa terbaik dipersiapkan sebagai desain fluida injeksi pada core flooding untuk mendapatkan effisiensi displacement yang tinggi. Core yang digunakan adalah core sintetis Briar Hill core. Core plug yang digunakan berbentuk silinder, tidak ada rekahan, dan mempunyai permeabilitas yang relatif tinggi. Core disaturasi dengan air formasi. Untuk memastikan core yang digunakan adalah homogen, dilakukan initial tracer test. Kemudian dilakukan injeksi minyak untuk mendapatlan Soi, diteruskan dengan injeksi air sehingga didapatkan Sor. Pada tahap ini juga dilakukan ROSw tracer test untuk membandingkan hasil tracer awal dan untuk memvalidasi nilai Sor. Selanjutnya, dilakukan injeksi chemical yang terdiri dari: • 0.15PV surfactant slug ( surfaktan 0.2% + polimer 2000 ppm + alkali 0.85% ). • 0.20PV polymer drive (polimer 0,15%). Fluida keluaran core flooding (effluent) dikumpulkan dan dihitung untuk mengetahui jumlah minyak yang diproduksikan. ROSCh tracer test diinjeksikan lagi untuk memvalidasi minyak tersisa dalam core. Oil recovery yang dihasilkan pada percobaan ini adalah sekitar 80% dari Sor, seperti tertera pada Gambar 8. Kesimpulan Surfaktan, polimer, dan alkali mempunyai peranan masing-masing dalam proses EOR. Optimasi ketiga kemikal tersebut sangat perlu dilakukan agar diperoleh oil recovery yang optimum. Optimum larutan ASP yang dihasilkan dari serangkaian uji laboratorium yang dilakukan dalam penelitian ini selanjutnya digunakan sebagai fluida injeksi pada core flooding menggunakan core sintetis. Oil recovery yang dihasilkan dari uji core flooding adalah sekitar 80% dari Sor. Daftar Pustaka
3
1. Anderson D.R., Bidner M.S., Davis H.T., Manning C.D., dan Scriven L.E.,: "Interfacial Tension and Phase Behavior in Surfactant - Brine - Oil Systems”, SPE, p. 189 - 196, 1976 2. Laurier L.Schramm, : SURFAKTAN Fundamentals and Applications in the Petroleum Industry” Cambridge University Press, 2000 3. Holm L.W., Robertson S.D.,:“Improved Micellar-Polimer Flooding with High pH Chemicals”, SPE 7583, Okt. 1978 4. Sugihardjo,”Capillary Desaturation Curves for Evaluating Surfactant Performance by Core Flooding Experiments”, Lemigas Scientific Contributions Volume 32, April 2009, Jakarta 5. Taber J.J., Martin F.D., Seright, R.S.,: "EOR Screening Criteria Revisited-Part 1 and Part 2: Introduction to Screening Criteria and Enhanced Recovery Field Projects", SPE Reservoir Engineering, Agustus 1997, hal 189-205.
Method Gas and Hydrocarbon Solvent Methods I.1 Inert gas injection I.2 Nitrogen injection I.3 Flue-gas injection I.4 Hydrocarbon-gas (and liquid) injection I.1.a High-pressure gasdrive I.1.b Enriched-gasdrive I.1.c Miscible solvent (LPG/propane) flooding I.5 CO2 flooding II Improved Waterflooding Methods II.1 Alcohol-miscible solvent flooding II.2 Micellar/polymer (surfactant) flooding II.3 Alkaline flooding II.4 ASP flooding II.5 Polymer flooding II.6 Gels for water shutoff II.7 Microbial injection III Thermal Methods III.1 In-situ combustion III.2 Standard forward combustion III.3 Wet combustion III.4 O2-enriched combustion III.5 Reverse combustion III.6 Steam and hot-water injection III.7 Hot-waterflooding III.8 Steam stimualtion III.9 Steamflooding III.10 Surface mining and extraction I
6. Tim A. Oswald, : “Polymer Processing Fundamental”, HANSER, 1998 7. J. Brandrup, EH Immergut, EA Grulke, Eric A. Grulke, D. Bloch Polymer Handbook, 4th Edition:: Books.
Tabel 1. Metode EOR
Tabel 2. Hasil uji aqueous stability Konsentrasi Na2CO3
Waktu 0,75%
0,80%
0,85%
Kondisi awal
milky
milky
milky
24 jam
jernih
jernih
jernih
48 jam
jernih
jernih
jernih
72 jam
jernih
jernih
jernih
Tabel 3. Hasil uji kelakuan fasa Konsentrasi Na2CO3
Waktu
0.75%
0.80%
0.85%
2 fasa
2 fasa
2 fasa
milky
milky
milky
24 jam
2 fasa
2 fasa
3 fasa
48 jam
2 fasa
2 fasa
3 fasa
72 jam
2 fasa
3 fasa
3 fasa
Kondisi awal
Tabel 4. Viskositas Polimer Konsentrasi ppm
Viskositas (cP) setelah pemanasan hari ke‐0 hari ke‐1 hari ke‐7 hari ke‐60
1000
10.14
10.68
10.76
9.41
1500
21.54
22.60
21.15
18.67
2000 2500
38.49
38.83
36.26
33.13
58.02
55.31
58.17
51.41
4
Tabel 5. Hasil uji kelakuan fasa larutan ASP Pemanasan ‐‐‐>
2 hari
5 hari
7 hari
Level Level Level Level Level Level Level Tipe Tipe Tipe Tipe Bawah atas Bawah atas Bawah atas Bawah
3,05 3,1 3,25 3,45 3,5 3,4 3,325 3,25 3,225
3,2 3,25 3,35 3,1
I I II II II II II III III III II II II II II
2,925 2,925
2,925 2,925 2,9 2,85
3
3,05 3,05 3,15 3,225 3,45 3,35 3,3 3,25 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225
I I II II II II III III III III II II III II II
2,95 2,9 2,9 2,8 2,65 2,825 2,85 2,9 2,9 2,9
3,025 3,5 3,4 3,425 3,3 3,275 3,2 3,2 3,3 3,2 3,2 3
I I I II III III III III III III III II II II II
2,925 2,9 2,9 3 2,8 2,7 2,8 2,75 2,8 2,8 2,9
4,25 3,6 3,4 3,375 3,275 3,25 3,2 3,2 3,15 3 3,25 3,2
I I I III III III III III III III III II II II II
Tabel 6. Viskositas larutan ASP Viskositas (cP) larutan pada Konsentrasi konsentrasi Na2CO3 Polimer 0,80% 0,85% ppm 0,75% 1000 3,387 3,332 3,206 1500 6,914 7,096 6,980 2000 11,970 12,084 12,220 2500 17,406 17,312 17,451
Capillary Desaturation Curve Coreflood on Standard Core-CLASSHACH#1 125
100
100
80
75
60 Sor, %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 hari
Level Konsentrasi Level Level lar.Surfakt Na2CO3 (%) minyak atas an 0 2,975 0,9 2,9 0,2 2,95 0,75 2,9 0,4 3 0,75 0,6 2,95 0,75 0,65 2,95 0,875 0,7 2,925 0,65 2,95 0,85 0,75 0,8 2,95 0,9 3,35 2,95 0,9 3,275 0,85 2,925 0,95 2,85 0,9 0,95 2,95 0,875 1 2,975 0,9 1,2 2,95 0,8 1,4 3 0,85 1,5 2,95 0,8
Sor/Sorw, %
No
Setelah 30 menit
Sor/Sorw Sor Chemical Flood Begin
50
40
25
0 1.0E-07
20
1.0E-06
1.0E-05
1.0E-04
1.0E-03
1.0E-02
1.0E-01
1.0E+00
0 1.0E+01
Nc ( Vμ / σ )
5
Gambar 1. Kurva Desaturasi
Gambar 2. Hasil uji aqueous stability surfaktan + alkali
Gambar 3. Hasil uji kelakuan fasa surfaktan + alkali
Gambar 4. Hasil uji aqueous stability surfaktan + alkali dengan konsentrasi 0.75, 0.80 dan 0.85% kondisi awal
Gambar 5. Hasil uji aqueous stability surfaktan + alkali dengan konsentrasi 0.75,0.80 dan 0.85% setelah dipanaskan 72 jam
Gambar 6. Hasil uji kelakuan fasa surfaktan + alkali dengan konsentrasi 0.75,0.80 dan 0.85% setelah dipanaskan 72 jam
Gambar 7. Hasil uji kelakuan fasa campuran ASP
6
Core Flooding 1,00 0,90
Recovery Factor
0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30
OIL RECOVERY
0,20 0,10 0,00 0,00
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
Injeksi Chemical , cc
Gambar 8. Recovery factor injeksi larutan ASP dengan Core Brial Hill
7