Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember 2009
Makalah Profesional IATMI 09 – 039 Pengaruh Laju Alir Fluida pada Optimasi Diameter Pipa Transmisi Minyak Titik Tuang Tinggi Oleh: Darmadi , L. Mucharam , K.A. Sidarto2,3, A. Akbar3, Z. Manan1,3, G.T. Paska2,3, Bernard2,3, R. Soewarno4, T.S. Asikin4, L. Gandaatmadja4, Mudjiono4 1,3
1,3
1
Program Studi Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung 2 Program Studi Matematika Institut Teknologi Bandung 3 Research Consortium OPPINET Institut Teknologi Bandung 4 BOB PT. Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu
Abstrak Pada operasi produksi di lapangan minyak, kadang dijumpai masalah dimana minyak yang dihasilkan mempunyai titik tuang tinggi. Transportasi minyak yang mempunyai titik tuang tinggi melalui pipa, memerlukan perhatian lebih karena minyak bisa mengalami penggumpalan akibat perpindahan panas dari minyak ke lingkungan. Mucharam dan Tobing [6] mengembangkan sebuah persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi penurunan tekanan dan temperatur aliran fluida, yang terdiri dari campuran minyak dan air, dalam pipa. Persamaan tersebut berbentuk implisit dimana parameter tekanan dan temperatur fluida saling mempengaruhi. Salah satu cara untuk mengatasi penurunan temperatur fluida adalah dengan memasang alat pemanas di sepanjang pipa. Leksono Mucharam dkk [4] menambahkan sebuah persamaan untuk memodelkan kenaikan temperatur fluida akibat pemasangan alat pemanas. Pada penelitiannya, Leksono Mucharam dkk juga telah mengamati bahwa makin besar diameter pipa makin kecil penurunan tekanan dan makin besar penurunan temperatur. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati pengaruh laju alir fluida terhadap penurunan tekanan dan temperatur. Dengan mengetahui besarnya penurunan tekanan dan temperatur untuk berbagai kondisi laju alir fluida, IATMI 09-039
maka dapat ditentukan diameter pipa optimum yang digunakan untuk transmisi minyak titik tuang tinggi. Beberapa perubahan juga dilakukan terhadap model yang digunakan Leksono Mucharam dkk, antara lain dengan mengubah korelasi sifat-sifat fluida yang digunakan. Korelasi yang baru didasarkan pada pengelompokan data sifat-sifat fluida yang sudah terpublikasi berdasarkan rentang temperatur yang ada. Perubahan lain adalah perhitungan heat capacity minyak menggunakan korelasi Gambill. Satu contoh kasus hipotetik disimulasikan untuk mengetahui hasil perubahan model yang dilakukan dan mengetahui pangaruh laju alir fluida pada penurunan tekanan dan temperatur aliran. Hasilnya menunjukkan bahwa model yang baru lebih mendekati hasil perhitungan software komersial. Selain itu juga ditemukan adanya pengaruh laju alir fluida terhadap penurunan tekanan dan temperatur aliran yang akan berdampak pada pemilihan diameter pipa yang optimum.
Pendahuluan menuju
Transportasi minyak dari sumur produksi stasiun pengumpul dan dari stasiun
1
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia pengumpul menuju export station merupakan salah satu hal yang paling penting dalam industri perminyakan. Sumur-sumur produksi biasanya memiliki jarak yang cukup jauh antara sumur yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, akan lebih efektif jika dibangun satu atau beberapa stasiun pengumpul untuk beberapa lapangan produksi. Pada kasus ini, transportasi minyak menggunakan pipeline merupakan salah satu alternatif terbaik untuk mengirim minyak dari lapangan produksi menuju stasiun pengumpul dan dari stasiun pengumpul menuju export station. Untuk minyak yang memiliki titik tuang rendah, transportasi minyak dari sumur produksi menuju stasiun pengumpul dan dari stasiun pengumpul menuju export station relatif sederhana karena kondisi aliran dapat diasumsikan isotermal, yaitu kondisi temperatur yang sama sepanjang aliran pipa. Akan tetapi, pada aliran minyak yang memiliki titik tuang tinggi, transportasi minyak menggunakan pipeline akan kompleks, karena alirannya tidak isotermal. Temperatur minyak akan turun di sepanjang aliran pipa karena adanya transfer panas dari minyak ke lingkungan. Temperatur akan turun sampai di bawah titik tuang minyak dan akan menyebabkan aliran minyak terhenti akibat minyak berubah menjadi parafin. Agar minyak dapat ditransportasikan dengan aman dari sumur produksi menuju stasiun pengumpul kemudian ke export station, maka temperatur minyak harus senantiasa berada di atas titik tuangnya. Salah satu cara untuk mempertahankan temperatur minyak tetap di atas titik tuangnya adalah dengan pemasangan alat pemanas. Bagi operator lapangan minyak yang memiliki titik tuang tinggi, analisa yang baik mengenai masalah penurunan tekanan dan temperatur di sepanjang aliran dalam sistem jaringan pipa akan sangat membantu dalam memperkirakan ukuran diameter pipa, daya pompa serta jumlah panas yang dibutuhkan dan lokasi sistem pemanas untuk memastikan minyak akan mengalir ke tempat tujuan tanpa mengalami pembekuan, sehingga pada akhirnya diperoleh sistem transportasi minyak titik tuang tinggi yang paling ekonomis.
Metode Profil Tekanan dan Temperatur
IATMI 09-039
Model Perhitungan Penurunan Tekanan dan Temperatur.Model yang akan dikembangkan dalam penelitian ini bersifat non-isothermal. Artinya, perubahan temperatur fluida alir akibat transfer panas dengan lingkungan menjadi faktor yang penting dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan faktor penurunan tekanan dalam pengembangan model untuk kasus aliran fluida dalam sistem jaringan pipa transmisi minyak titik tuang tinggi. Dengan mengasumsikan bahwa aliran campuran fluida dalam pipa adalah steady-state, persamaan distribusi tekanan dalam pipa dapat diturunkan dari persamaan kesetimbangan energi. Dalam bentuk implisit, profil tekanan dapat dituliskan sebagai berikut
P0 − P1 + 36.67 ⋅ ρ m ⋅ L ⋅ sin α + −4
9.7 ⋅ 10 ⋅ ρ m ⋅ f ⋅ Qm ⋅ L 2
D
5
=0
(1)
Persamaan profil temperatur juga diturunkan dari persamaan kesetimbangan energi. Dengan mengabaikan Joule-Thomson effect dan tidak melibatkan parameter molecular weight, persamaan profil temperatur dapat dirumuskan sebagai berikut
⎛
C1 ⎞
⎝
C2 ⎠
Tot = ⎜Tin − Ts + Ts −
⎟ ⋅ exp( −C2 ⋅ ΔL ⋅ 5280) + (2)
C1 C2
dengan C1 =
− sin α 778.17 ⋅ C p
(3)
dan
⎛ 1.119000055 ⋅ D ⋅ U hm ⎞ ⎟⎟ ⎜ Qm ⋅ ρ m ⋅ C pm ⎝ ⎠
C2 = ⎜
(4)
Perhitungan Sifat - sifat Fluida Dengan mengasumsikan bahwa air terdistribusi seragam selama berada dalam sistem, sifat-sifat fluida dari campuran minyak dan air dapat direpresentasikan oleh rata-rata volumetriknya. Akan tetapi, viskositas campuran minyak dan air tidak selalu linear terhadap fraksi volumetrik air.
2
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia 2. Densitas Campuran 1. Faktor Volume Formasi Faktor volume formasi suatu fluida adalah parameter yang digunakan untuk konversi dari volume standar ke volume aktual atau in-situ pada sebarang tekanan dan temperatur dalam sistem. Persamaan faktor volume formasi untuk minyak dan air diberikan di bawah ini. a). Minyak Metode Vasquez dan Beggs [2] digunakan untuk memperkirakan faktor volume formasi minyak sebagai fungsi dari specific gravitaty gas, API, gas terlarut dan temperatur. Persamaan tersebut adalah,
⎛ API ⎞ B0 = 1 + C1 ⋅ Rs + C2 ⋅ (T − 60) ⋅ ⎜ ⎟+ ⎝ λg ⎠
(5)
ρ m = ρ 0 ⋅ (1 − f w ) + ρ m ⋅ f w
Dalam model ini, densitas fasa minyak ditentukan dengan menggunakan persamaan korelasi Standing [1], yang dapat ditulis sebagai berikut,
⎞ 6.24 ⋅ γ 0 1.175 ⎟ ⎝ 0.972 + 0.000147 ⋅ (1.25 ⋅ T ) ⎠ ⎛
ρ0 = ⎜
C1 = 0.9911 + 6.35 ⋅10 ⋅ T + 8.5 ⋅10 ⋅ T
3. Viskositas campuran
b). Air Persamaan faktor volume formasi untuk air diambil dari HP Petroleum Fluids Pac sebagai berikut
Bw = Bwp ⋅ (1 + X ⋅ Y ⋅10−4 )
(6)
Dalam model ini, campuran minyak dan air diasumsikan dalam bentuk emulsi, yaitu bahwa hubungan antara viskositas campuran dan persentase air adalah non-linear. Korelasi yang digunakan dalam studi suatu lapangan minyak di Sumatera Selatan dapat dinyatakan sebagai berikut [6], μ m = (1 + 20.6162 ⋅ f w − 34.9295 ⋅ f w + 13.184855 ⋅ f w ) ⋅ μ0 2
dengan, 2 Bwp = C1 + C2 ⋅ P + C3 ⋅ P −6
−10
⋅ P) +
(T − 60) 2 ⋅ ( −3.23 ⋅10 −8 + 8.5 ⋅ 10 −13 ⋅ P ) C1 = 0.9911 + 6.35 ⋅ 10−5 ⋅ T + 8.5 ⋅ 10−7 ⋅ T 2 C2 = 1.903 ⋅ 10 −6 − 3.947 ⋅ 10 −9 ⋅ T + 4.57 ⋅ 10−12 ⋅ T 2 C3 = −5 ⋅ 10−11 + 6.429 ⋅ 10 −13 ⋅ T − 1.43 ⋅ 10 −15 ⋅ T 2
IATMI 09-039
(9)
Dalam kasus ini, densitas air adalah fungsi dari tekanan dan temperatur .
2
C2 = 1.903 ⋅10−6 − 3.497 ⋅10−9 + 4.57 ⋅10−12 ⋅ T 2
X = 5.1 ⋅ 10 ⋅ P + (T − 60) ⋅ (5.47 ⋅ 10 − 1.95 ⋅ 10
(8)
Densitas air ditentukan oleh persamaan berikut [6], 6.24 ⋅ γ w ⎛ ⎞ ⎟ −6 ⎝ −1.485 ⋅ 10 ⋅ P + 0.952 + 10 ( 0.001996 ( T − 60 ) −1.2676 ) ⎠
−7
air
(7)
ρw = ⎜
dengan,
−8
dan
Persamaan di atas mendefinisikan densitas minyak sebagai fungsi dari temperatur.
⎛ API ⎞ C3 ⋅ Rs ⋅ (T − 60) ⋅ ⎜ ⎟ ⎝ λg ⎠
−5
Densitas campuran minyak didefinisikan oleh persamaan berikut ini,
3
(10)
Pada studi sebelumnya menggunakan korelasi Glasso untuk menentukan viskositas campuran, input yang diperlukan adalah fraksi volume air dan viskositas minyak. Pada studi kali ini viskositas minyak ditentukan dengan menerapkan korelasi Standing dan Beal, yang dapat ditulis sebagai berikut [1],
⎛ 1.8 ⋅10−7 ⎞ ⎛ 360 ⎞ μod = ⎜ 0.32 + ⎟⋅⎜ ⎟ API 4.53 ⎠ ⎝ T − 200 ⎠ ⎝
A
(11)
3
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia lingkungan, atau sebaliknya. Dalam model ini, koefisien perpindahan panas diperoleh dengan menggunakan persamaan korelasi yang dikembangkan oleh Hignes, yang dapat ditulis sebagai berikut [4],
dimana,
A = 10(
0.43+ 8.33/ API )
1 1 1 1 = + + Uhm hs h p h f
Untuk korelasi Standing
μob = 10a μod b
(12)
(15)
dengan,
Dengan,
a = Rs ⋅ (2.2 ⋅10−7 ⋅ Rs − 7.4 ⋅10−4 ) ⎛ 0.68 ⎞ ⎛ 0.25 ⎞ ⎛ 0.062 ⎞ b = ⎜ c ⎟+⎜ d ⎟+⎜ e ⎟ ⎝ 10 ⎠ ⎝ 10 ⎠ ⎝ 10 ⎠ c = 8.62 ⋅10−5 ⋅ Rs
hs =
24(k s / OD ) ln(4 Dc / OD )
hp =
24(k p / OD) ln(OD / ID)
−3
d = 1.1 ⋅10 ⋅ Rs
h f = Ch.N Re
e = 3.74 ⋅10−3 ⋅ Rs
Ch = 0.324
4. Sifat-sifat Termodinamika Campuran Untuk menghitung penurunan tekanan dan temperatur, sifat-sifat termodinamika dari suatu campuran perlu dievaluasi. Sifat-sifat ini meliputi konduktifitas panas campuran (kfm), kapasitas panas campuran (Cpm), dan koefisien perpindahan panas campuran (Uhm). Nilai koefisien konduktivitas panas dari air adalah fungsi dari temperatur sistem. Dalam model ini, kfm ditentukan menggunakan persamaan korelasi perpindahan panas berikut ini [6],
kf w = 0.3243 + (7 x10 −4 T ) − (1.1985 x10 −6 T 2 )
kf m = kf o (1 − f w ) + kf w . f w
0.3
Cpm μ m kf m
Apabila pipa berada di atas permukaan tanah, maka transfer panas terjadi antara fluida alir dengan udara. Dalam hal ini digunakan persamaan perpindahan panas konveksi melalui udara sebagai berikut [4],
ha =
kf m N Nu ID
dengan,
N Nu
5/8 0.62 Re1D/ 2 Pr 1 / 3 ⎡ ⎛ Re D ⎞ ⎤ = 0.3 + 1 + ⎜ ⎟ ⎢ ⎥ 2 / 3 1/ 4 ⎢⎣ ⎝ 282000 ⎠ ⎥⎦ 1 + (0.4 / Pr )
[
4/5
]
(14)
Kapasitas panas minyak ditentukan dengan menggunakan persamaan korelasi Edmister. Koefisien perpindahan panas untuk campuran (Uhm) diperlukan untuk menentukan kemampuan pipa untuk memindahkan panas dari fluida ke
IATMI 09-039
kf m N Pr ID
N Pr = 2.419
(13)
Koefisien konduktivitas panas dari minyak dianggap konstan terhadap perubahan tekanan dan temperatur. Oleh karena itu, nilai koefisien konduktivitas panas untuk campuran fluida bergantung pada fraksi volumetrik air dan temperatur, yang dapat ditulis sebagai berikut [6],
0.8
5. Model Faktor Gesekan Pada penelitian ini digunakan persamaan faktor gesekan Jain sebagai berikut [5],
4
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia
⎛ ε 21,25 ⎞ ≡ 1,14 − 2 log ⎜⎜ + 0 ,9 ⎟⎟ f ⎝ D N Re ⎠
a). Biaya Investasi Pipa
1
(16)
Persamaan tersebut berbentuk implisit diselesaikan dengan iterasi Newton Raphson.
dan
CI Pipe = CIns pipe + Cost pipe
6. Model Sistem Pemanas Pada penelitian ini digunakan sistem pemanas model SECT (Skin Electrical Current Transient), dimana fluida alir dipanasi menggunakan alat seperti tube yang dialiri listrik dan terpasang (terinstall) kontinyu pada beberapa segmen pipa. Dalam studi ini temperatur pemanas diatur antara rentang 135°F sampai 142°F. Prediksi profil temperatur aliran fluida akibat pemanasan dihitung menggunakan persamaan berikut ini [5],
Tm,i ( x) = Tm ,i +
Biaya untuk pipa terdiri dari biaya investasi dan biaya operasi. Biaya investasi terdiri dari biaya untuk material pipa itu sendiri dan biaya konstruksi, sedangkan biaya operasi terdiri dari biaya untuk perawatan pipa.
q x Q ⋅ ρ m ⋅ Cpm ⋅ LHeater
Biaya untuk material persamaan berikut ini,
pipa
diberikan
CostPipe =15.89 ( OD − t ) t × C p × L
(20)
pada
(21)
Sedangkan biaya konstruksi pipa diasumsikan sebanding dengan harga material pipa sebagai berikut,
(17)
CIns Pipe = R p Cost Pipe
(22)
7. Model Perhitungan Daya Pompa Daya pompa yang dibutuhkan untuk mentransportasikan minyak titik tuang tinggi dihitung dengan persamaan berikut ini [5],
BHP = 9.3583 × 10 −3
ΔP Q m + BL + SL 550 × E p
(19)
Berdasarkan persamaan di atas maka dapat diturunkan komponen-komponen biaya untuk masing-masing unit cost seperti diuraikan di bawah ini.
IATMI 09-039
(23)
b). Biaya Operasi Pipa
Secara garis besar, fungsi biaya total untuk membangun dan mengoperasikan suatu jaringan pipa transmisi minyak dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut [5],
+ [OperatingCost ]Pipe+Pump+Heater
CI Pipe = 15.89 (1 + R p ) C p L (OD − t )t
(18)
8. Model Perhitungan Biaya
Total Cost = [ InvestmentCost ]Pipe+Pump+Heater
Total biaya investasi pipa adalah,
Pada penelitian ini diasumsikan biaya operasi pipa proporsional terhadap biaya investasi pipa berdasarkan persamaan berikut ini,
OC Pipe = C fp CI Pipe
(24)
c). Biaya Investasi Pompa Biaya investasi pompa bergantung pada daya yang digunakan. Makin besar daya maka makin besar pula biaya investasi yang diperlukan. Biaya investasi pompa dihitung dengan persamaan berikut,
CI Pump = Php × BHP
(25)
5
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia d). Biaya Operasi Pompa Biaya operasi pompa terdiri dari dua komponen utama, yaitu biaya listrik dan biaya perawatan. Biaya listrik berbanding lurus dengan daya yang digunakan, sedangkan biaya perawatan diasumsikan sebanding dengan biaya listrik. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan biaya operasi pompa adalah sebagai berikut,
OC Pump = (1 + Pop ) (0.746 × BHP ) H y C e
(26)
Dimana E(P,T) mewakili persamaan (1), bentuk implisit persamaan profil tekanan; G(P,T) mewakili persamaan (2), bentuk implisit persamaan profil temperatur. Persamaan (29) digunakan untuk menghitung tekanan dan temperatur fluida alir yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metode iterasi Newton-Raphson. Dengan metode ini, persamaan dapat ditulis dalam bentuk,
U n +1 = U n − e). Biaya Investasi Pemanas Seperti halnya pada pompa, biaya investasi pemanas berbanding lurus dengan daya yang digunakan. Makin besar daya maka makin besar pula biaya investasi yang dibutuhkan. Selain itu, biaya investasi pemanas juga merupakan fungsi dari panjang pipa yang harus dipanasi. Biaya investasi pemanas dihitung dengan persamaan berikut ini,
CI Heater = PkW × LHeated
F ( P, T ) J ( P, T )
(30)
F(P,T) merupakan bentuk implisit dari sistem persamaan yang akan dipecahkan, sedangkan U adalah parameter tekanan dan temperatur. J(P,T) menggambarkan matriks Jacobian dari sistem persamaan. Matriks Jacobian didefinisikan sebagai berikut,
⎡ ∂E ⎢ ∂P J ( P, T ) = ⎢ ⎢ ∂G ⎢⎣ ∂P
(27)
∂E ⎤ ∂T ⎥ ⎥ ∂G ⎥ ∂T ⎥⎦
(31)
f). Biaya Operasi Pemanas Biaya operasi pemanas terdiri dari biaya listrik dan biaya perawatan. Biaya listrik berbanding lurus dengan daya yang digunakan, sedangkan biaya perawatan diasumsikan sebanding dengan biaya listrik. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan biaya operasi pompa adalah sebagai berikut,
(
)
OCHeater = 1 + Pop × Pow H y Ce
n +1
−1
∂E ⎤ ∂T ⎥ ⎡ E ( P, T ) ⎤ ⎥ ∂G ⎥ ⎢⎣G ( P, T )⎥⎦ ∂T ⎦⎥
(32)
Persamaan di atas merupakan persamaan yang digunakan untuk menghitung tekanan dan temperatur fluida alir secara simultan.
Persamaan (1) dan (2) membentuk satu sistem persamaan dengan tekanan dan temperatur sebagai parameter utama. Persamaan tersebut dapat ditulis ulang menjadi,
IATMI 09-039
⎛P⎞ ⎜ ⎟ ⎝T ⎠
⎡ ∂E n P ⎛ ⎞ ⎢ ∂P =⎜ ⎟ −⎢ ⎝ T ⎠ ⎢ ∂G ⎣⎢ ∂P
(28)
Prosedur Komputasi
⎡ E ( P, T ) ⎤ F ( P, T ) = ( E , G ) T = ⎢ ⎥ ⎣G ( P, T )⎦
Sehingga persamaan (29) dapat diperluas menjadi,
Prosedur perhitungan untuk menghitung distribusi tekanan dan temperatur sepanjang aliran pipa diberikan sebagai berikut: [1] Asumsikan nilai tekanan dan temperatur di outlet adalah P1 dan T1.
(29)
[2] Hitung nilai temperatur dan tekanan rata – rata di setiap segmen pipa. 6
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia [3] Hitung properti fluida campuran menggunakan nilai tekanan dan temperatur rata – rata untuk setiap segmen. [4] Lakukan iterasi untuk P dan T dengan menggunakan persamaan (32). [5] Bandingkan nilai P dan T yang diperoleh dari langkah 4 menggunakan nilai yang diasumsikan pada langkah 1. Jika selisih nilainya lebih besar atau sama dengan nilai toleransi yang diberikan, ulangi perhitungan P dan T dari langkah 2 menggunakan nilai P1 dan T1 yang diperoleh langkah 4. Lanjutkan perhitungan hingga nilainya konvergen. Dalam makalah ini nilai toleransinya adalah sebesar 10-4. [6] Teruskan perhitungan untuk P dan T untuk segmen selanjutnya dengan menggunakan nilai P0 dan T0 yang sama dengan nilai P1 dan T1. [7] Jika temperatur T1 mencapai nilai maskimum dari pemanas, tukar persaman (2) dengan persamaan (17). Perhitungan untuk P dan T seperti dengan langkah 5. [8] Lanjutkan perhitungan yang sama untuk segmen selanjutnya menggunakan nilai P0 dan T0 yang sama dengan P1 dan T1.
Studi Kasus Pada makalah ini disimulasikan dua studi kasus menggunakan data hipotetik. Kasus pertama ditujukan untuk perbandingan hasil perhitungan tekanan dan temperatur menggunakan model yang dikembangkan dalam makalah ini dengan hasil perhitungan software komersial. Data masukan untuk studi kasus yang pertama diberikan pada Tabel 1 sampai 3. Hasil simulasi adalah distribusi tekanan dan temperatur pada beberapa lokasi di pipa, diberikan pada Tabel 6. Studi kasus yang kedua dilakukan untuk mengetahui pengaruh laju alir minyak pada optimasi diameter pipa transmisi minyak titik tuang tinggi. Data masukan terdiri dari data konfigurasi jaringan
IATMI 09-039
pipa diberikan pada Tabel 4 dan data masukan biaya diberikan pada Tabel 5. Pada keempat konfigurasi jaringan pipa tersebut dilakukan simulasi untuk empat kondisi laju alir minyak, yaitu berturutturut 15,000; 20,000; 25,000 dan 30,000 bbl/hari.
Analisis dan Pembahasan Hasil simulasi studi kasus pertama adalah perhitungan distribusi tekanan dan temperatur menggunakan metode lama dan metode yang baru (revisi). Hasilnya diberikan pada Tabel 6 dan 7. Berdasarkan kedua tabel tersebut terlihat bahwa perhitungan distribusi tekanan dan temperatur menggunakan metode yang baru memberikan hasil yang lebih dekat dengan hasil perhitungan menggunakan software komersial dibanding metode sebelumnya. Perhitungan tekanan menggunakan persamaan yang telah direvisi memberikan perbedaan berturut-turut sebesar 2.26% dan 11.21% jika dibandingkan dengan software Pipephase dan Pipesim. Sedangkan metode yang lama memberikan perbedaan sebesar 11.18% dan 18.36%. Perhitungan distribusi temperatur fluida menggunakan persamaan yang telah direvisi memberikan perbedaan sebesar 0.33 % dan 2.68% jika dibandingkan dengan software Pipephase dan Pipesim. Sedangkan untuk temperatur yang dihitung menggunakan persamaan yang lama memberikan perbedaan sebesar 4.91 % dan 3.22%. Perbandingan hasil perhitungan distribusi tekanan dan temperatur metode yang baru dengan kedua software komersial tersebut diperlihatkan pada Gambar 2 dan 3. Hasil simulasi studi kasus kedua adalah estimasi biaya investasi dan operasi pembangunan suatu jaringan pipa transmisi minyak titik tuang tinggi yang diberikan pada Tabel 8 dan 9. Terlihat bahwa untuk semua nilai laju alir minyak, biaya investasi linear terhadap diameter pipa yang digunakan tetapi untuk biaya operasi tidak. Hal ini disebabkan karena untuk biaya investasi, komponen termahal adalah biaya investasi pipa dan pemanas dibanding pompa. Sementara biaya invetasi pipa
7
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia dan pemanas linear terhadap besarnya diameter pipa yang digunakan, sehingga makin besar diameter yang digunakan maka akan makin besar biaya investasinya. Dari sudut biaya investasi, maka terlihat bahwa biaya investasi termurah adalah pada sistem jaringan 1 dengan laju alir minyak sebesar 20,000 bbl/hari. Sedangkan untuk biaya operasi tidak linear terhadap diameter pipa yang digunakan untuk tiaptiap laju alir minyak yang ada. Hal ini dikarenakan komponen biaya operasi yang paling dominan adalah biaya listrik untuk pemanas. Konsumsi listrik pemanas akan makin besar apabila kehilangan temperatur makin besar. Sedangkan besarnya kehilangan temperatur tergantung pada laju alir minyak dan diameter yang digunakan. Pada laju alir tertentu, makin besar diameter pipa maka makin besar kehilangan temperaturnya. Sebaliknya, pada diameter tertentu, makin besar laju alir minyak, maka makin kecil kehilangan temperaturnya. Sedangkan biaya operasi pipa linear terhadap diameter pipa yang digunakan, sementara biaya operasi pompa berbanding terbalik. Jadi ada 3 komponen biaya operasi yang saling mempengaruhi yang menyebabkan biaya operasi total tidal selalu linear terhadap diameter pipa yang digunakan. Pada studi kasus ini, biaya operasi termurah adalah pada sistem jaringan 2 dengan laju alir minyak sebesar 30,000 bbl/hari.
Berdasarkan hasil simulasi di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Model yang dikembangkan dalam makalah ini dapat digunakan untuk memprediksi distribusi tekanan dan temperatur pada jaringan pipa minyak titik tuang tinggi yang dilengkapi dengan pemanas. 2. Perbaikan metode yang digunakan memberikan hasil perhitungan yang lebih dekat dengan software komersial dibandingkan metode lama. 3. Model yang dikembangkan pada makalah ini dapat digunakan untuk membuat estimasi biaya investasi dan operasi pembangunan suatu jaringan pipa minyak titik tuang tinggi yang dilengkapi dengan pemanas. 4. Biaya investasi untuk semua nilai laju alir minyak, berbanding lurus dengan diamterer pipa yang digunakan, sedangkan biaya operasi tidak. 5. Pemilihan diameter yang akan digunakan untuk pipa transmisi minyak titik tuang tinggi harus memperhatikan kemungkinan peningkatan dan penurunan produksi sehingga dapat ditentukan yang mana yang paling optimum.
Daftar Simbol Cpm
Berdasarkan estimasi biaya investasi dan operasi tersebut di atas, terlihat bahwa keputusan pemilihan diameter pipa yang mana yang akan dipilih sangat ditentukan oleh besarnya laju alir minyak. Di satu sisi perlu diperhatikan kemungkinan peningkatan laju alir minyak oleh aktivitas optimasi produksi atau pengembangan sumur/lapangan baru, tetapi di sisi yang lain juga harus memperhatikan penurunan laju alir minyak akibat penurunan alami produksi lapangan. Untuk itu hasil estimasi biaya tersebut perlu ditindaklanjuti sampai ke perhitungan keekonomian sehingga dapat membantu pengguna di lapangan untuk mengambil keputusan lebih cepat dan tepat.
Kesimpulan
IATMI 09-039
D f kf m
: Fluid heat capacity, BTU/lbm-oF : Pipe diameter, in. : Friction factor, dimensionless
L
: Fluid heat conductivity, BTU/h-ft-oF : Pipe length, ft
LHeater
: Heater length, ft
OD Pipe
: Pipe outer diameter, in.
Po
: Pipe outlet pressure, psia
Pi
: Pipe inlet pressure, psia
Qm q
: Fluid flow rate, bpd : Heat transfer rate, BTU/h
Ts
: Surrounding temperature, oF
To
: Pipe outlet temperature, oF
Ti
: Pipe inlet inlet, oF
Uhm
: Fluid overall heat transfer coefficient, BTU/ft2.s.oF
8
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia ρm
α
μod μob Tm,i X
: Fluid density, lbm/ft3 : Elevation angle, derajat : Viscosity of the dead oil, cp : Viscosity of saturated oil, cp
Viscosity Oil and Water in Pipelines” RCIPA94-2.3-018, Jakarta, October, 1994.
: Fluid temperature at heater inlet, oF : Distance from heater inlet, ft
Daftar Pustaka [1]. [2].
[3].
[4].
[5].
[6].
Ahmed, T., “Hydrocarbon Phase Behavior”, Gulf Publishing Company, Houston, 1989. Beggs, H. Dale, “Gas Production Operations”, Oil & Gas Consultant International Inc., Tulsa, 1985. Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., “Fundamentals of Heat and Mass Transfer”, John Wiley & Sons Inc., New York, 1996. Leksono Mucharam, Septoratno Siregar, Darmadi, Musyoffi Yahya, Achirul Akbar : “Optimization of Paraffinic Oil Transmission Pipeline Network Design; Simulation Approach”. The 32nd Annual IPA Convention & Exhibition, Jakarta, 27 – 29 May 2008. Leksono Mucharam, Kuntjoro A. Sidoarto, Darmadi, Achirul Akbar, Gilang T. Paska, Zainul Manan, “Modelling of Oil Water Flow in Complex Transmission Pipeline Network” RCOPPINET 8th Year Annual Report, Bandung, April 2009. Mucharam, L., and Tobing, B.L., “The Development of an Implicit Flow Model for Predicting the Flow Performance of High
IATMI 09-039
9
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia
Gambar 1. Jaringan pipa minyak Tabel 1. Data sifat-sifat termodinamika Data Konduktivitas panas minyak Konduktivitas panas pipa Koefisien panas insulator Kecepatan angin
Nilai
Satuan
0.138
BTU/h.ft.°F
23.69
BTU/h.ft.°F
0.15
BTU/h.ft.°F
4.56
ft/s
Tabel 2. Data – data pada source dan sink
Source/Sink
Laju alir minyak (bbl/hari)
SG minyak
Water Cut (%)
Temperatur (°F)
Tekanan (psia)
Source-1
15,000
0.8412
0.05
177
-
Source-2
15,000
0.8311
0.05
156
-
Sink
30,000
-
-
-
20
Tabel 3. Data – data geometri pipa
Segmen Pipa
S1‐J S2‐J J‐Sink
IATMI 09-039
Diameter Dalam Pipa(inch)
Ketebalan Dinding Pipa (inch)
Ketebalan Insulator (inch)
10
0.375
8
0.375
12
0.375
2
Kekasaran Absolut (in)
Panjang Pipa (km)
2
0.0018
34.0
2
0.0018
0.1
0.0018
20.0
10
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia Tabel 4. Data biaya studi kasus 2 Data
Nilai
Pipe Instalation/Pipe Cost, Rp
Satuan
1.4
Fraction
2,000
US$/Ton
0.05
Fraction
1,200
US$/HP
Heater’s Price, PkW
100,000
US$/km
Bearing Losses, BL
30
HP
Seal Losses, SL
20
HP
Non Electricity Cost vs Electricity Cost, Pop
0.1
Fraction
Electricity Price, Ce
0.1
US$/ kWh
8760
hours
Pump Efficiency, Ep
0.8
Fraction
Heater Power
100
kW
Pipe Cost, Cp Ratio Pipe Operation Cost vs Investment Cost, Cfp Pump's Price, Php
Time of Operation, Hy
Tabel 5. Data jaringan pipa studi kasus 2 S1-N1 Jaringan Diameter Diameter Dalam (in.) Luar(in.)
IATMI 09-039
S2-N1
N1-Sink
Diameter Dalam (in.)
Diameter Luar(in.)
Diameter Dalam (in.)
Diameter Luar(in.)
1
6
6.625
6
6.625
8
8.644
2
6
6.625
6
6.625
10.020
10.75
3
7.981
8.625
7.981
8.625
10.020
10.75
4
7.981
8.625
7.981
8.625
12
12.75
11
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia Tabel 6. Hasil perhitungan distribusi tekanan dan temperatur metode lama Parameter
Tekanan (psia)
Lokasi
OWFNet
Pipephase
Perbedaan (%)
Pipesim
Perbedaan (%)
Source 1
104.79
128.75
18.610
161
34.913
Source 2
73.472
68.45
7.337
82
10.400
Junction
73.16
67.99
7.604
81.08
9.768
Outlet
20
20
-
20
-
Perbedaan Rata-rata
Temperatur (F)
11.184
18.360
Source 1
177
177
-
177
-
Source 2
156
156
-
156
-
Junction
111.51
114.08
2.253
112
0.437
Outlet
70.503
76.28
7.573
75
5.996
Perbedaan Rata-rata
4.913
3.217
Tabel 7. Hasil perhitungan distribusi tekanan dan temperatur metode baru
Parameter
Tekanan (psia)
Lokasi
OWFNet
Pipephase
Perbedaan (%)
Pipesim
Perbedaan (%)
Source 1
126.53
124.64
1.516
146
13.336
Source 2
68.943
67.2
2.594
77
10.464
Junction
68.523
66.74
2.672
76
9.838
Outlet
20
20
-
20
-
Perbedaan Rata-rata
Temperatur (F)
11.212
Source 1
177
177
-
177
-
Source 2
156
156
-
156
-
Junction
118.05
118.83
0.656
116
1.767
Sink
90.125
90.13
0.006
87
3.592
Perbedaan Rata-rata
IATMI 09-039
2.261
0.331
2.680
12
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia
Gambar 2. Hasil perhitungan tekanan
Gambar 3. Hasil perhitungan temperatur
IATMI 09-039
13
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan indonesia Tabel 8. Hasil perhitungan biaya investasi
No.
Laju Alir Minyak (bbl/hari)
Network 1
Network 2
Network 3
Network 4
1
15,000
14,219,335
15,859,319
17,819,095
19,113,129
2
20,000
14,165,475
15,752,074
17,712,500
18,989,121
3
25,000
14,208,174
15,706,357
17,629,167
18,881,326
4
30,000
14,375,564
15,741,038
17,585,102
18,797,023
Biaya Investasi (US$)
Tabel 9. Hasil perhitungan biaya operasi
IATMI 09-039
Biaya Operasi (US$/Year)
No.
Laju Alir Minyak (bbl/hari)
Network 1
Network 2
Network 3
Network 4
1
15,000
5,184,845
5,244,189
5,471,899
5,528,981
2
20,000
5,068,114
5,097,824
5,350,557
5,397,210
3
25,000
5,004,532
4,984,797
5,240,809
5,273,979
4
30,000
5,009,779
4,916,410
5,155,754
5,164,820
14