Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model Struktural Pada Siswa Kelas XA Tari SMKN 8 Surakarta Wiyana SMKN 8 Surakarta
[email protected] Abstract - In education the old paradigm of the learning process rooted in the theory (or rather assumption) John Locke's tabula rasa stating that the child's mind as a blank white paper and are ready to wait graffiti teacher. In other words, the brain of a child crate empty bottles ready to be filled with all knowledge and kebikaksanaan the master himself. Fears that the spirit of the students to develop themselves individually could be threatened in the group work method uses understandable because the group assignment performed carelessly, the student instead of the maximum learning, but learning to dominate or shifting the responsibility. Learning methods of mutual cooperation is structured such that each member in the group carry out their own personal responsibility because no system of individual accountability. Students can not just ride his hard work and efforts of each student will be rewarded in accordance with the points improvement. Referring to the above description can be studied there are some problems that are formulated as follows: 1. Is the cooperative learning model of structural effect on student learning outcomes Civics Grade X A Dance school year 2013/2014. 2. How high is the level of mastery of the subject matter Civics with the implementation of cooperative learning method on students' Structural model of Grade X A Dance school year 2013/2014. Based on the research that has been presented during the three cycles of the results of the entire discussion and analysis has been done can be summarized as follows 1.Metode Structural model of cooperative learning can improve the quality of teaching Civics 2. Structural model of cooperative learning methods have a positive impact in improving student achievement marked by increased mastery learning students in each cycle, the first cycle (59.09%), the second cycle (77.27%), the third cycle (86.36%) 3. Structural model of cooperative learning methods can be a student feels he got the attention and the opportunity to express their opinions, ideas, ideas and questions. 4. Students can work independently or in groups, and be able to account for all individual and group assignments. 5. The application of contextual learning teaching modelbased project / task has a positive effect, which can increase motivation, interest, and participation of student learning. Keyword : Teacher, Learning Absraksi - Dalam dunia pendidikan paradigma lama mengenai proses belajar mengajar bersumber pada teori (atau lebih tepatnya asumsi) tabula rasa John Locke yang menyatakan bahwa pikiran anak seperti kertas kosong yang putih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak sepeti botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebikaksanaan sang mahaguru. Kekawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam menggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada system akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya. Merujuk pada uraian di atas dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah pembelajaran kooperatif model Struktural berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa Siswa kelas X A Tari Tahun pelajaran 2013/2014. 2. Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran PKn dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Struktural pada siswa Siswa kelas X A Tari Tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga siklus hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut. 1.Metode pembelajaran kooperatif model Struktural dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PKn 2. Metode pembelajaran kooperatif model Struktural memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (59,09%), siklus II (77,27%), siklus III (86,36%) 3. Metode pembelajaran kooperatif model Struktural dapat menjadi siswa merasa ISSN : 2541-4704
21
Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide dan pertanyaan. 4. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, serta mampu mempertanggung jawabkan segala tugas individu maupun kelompok. 5. Penerapan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi, minat, dan partisipasi belajar siswa. Kata Kunci: Aktivitas, Prestasi Belajar 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan paradigma lama mengenai proses belajar mengajar bersumber pada teori (atau lebih tepatnya asumsi) tabula rasa John Locke yang menyatakan bahwa pikiran anak seperti kertas kosong yang putih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak sepeti botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebikaksanaan sang mahaguru. Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama tersebut. Teori, penelitian dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar membuktikan bahwa para guru sudah harus mengubah paradigma pengajaran. Kita perlu menelaah kembali praktik-praktif pembelajaran di sekolah-sekolah . peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolahsekolah. Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahua. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi . lebih celaka lagi siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengajar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi. Tampaknya perlu adanya perubahan dalam menelaah proses belajar siswa interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanya kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesame siswa yang lainnya. Bahkan banyak penelitian ISSN : 2541-4704
menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (pear teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. System pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai system “ pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam system ini, guru bertindak sebagai fasilitator. Ada beberapa alas an penting mengapa system pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi social, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat. Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugarkan para siswa untuk bekerja dalam kelompok. Sayangnya, metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan negative memang bermunculan dalam pelaksanaan metode kerja kelompok. Jika kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya metode kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasan dan kekecewaan. Bukan hanya guru dan siswa yang merasa pesimis mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang orang tua pun merasa was-was jika anak mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan siswa lain yang dianggap kurang seimbang. Berbagai dampak negative dalam menggunakan metode kerja kelompok tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode
22
Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
kerja kelompok. Yang diperkenalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompok melainkan pada penstrukturannya, jadi system pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsure pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama dan proses kelompok. Kekawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam menggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada system akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya. Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melihat pengaruh pembelajaran kooperatif model Struktural terhadap prestasi belajar siswa dengan mengambil judul “ Meningkatkan Prestasi Belajar PKn melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model Struktural pada Siswa kelas X A Tari Tahun pelajaran 2013/2014. 1.2.. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan tersebut , maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pembelajaran masih bersifat monoton, metode ceramah. 2. Prestasi belajar siswa masih belum maksimal 3. Motivasi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran masih rendah. 1.3. Rumusan Masalah Merujuk pada uraian latar belakang di atas dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah pembelajaran kooperatif model Struktural berpengaruh terhadap hasil belajar PKn siswa Siswa kelas X A Tari Tahun pelajaran 2013/2014. ISSN : 2541-4704
2. Seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran PKn dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Struktural pada siswa Siswa kelas X A Tari Tahun pelajaran 2013/2014. 1.4. Tujuan Penelitian 1. Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif model Struktural terhadap hasil belajar PKn siswa Siswa kelas X A Tari Tahun pelajaran 2013/2014. 2. Ingin mengetahui bagaimanakah pemahaman dan penguasaan mata pelajaran PKn setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model Struktural pada Siswa kelas X A Tari Tahun pelajaran 2013/2014. 1.5. Manfaat Hasil Penelitian 1. Hasil dan temuan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pembelajaran kooperatif model Struktural dalam Pembelajaran PKn 2. Sebagai penentuan kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran PKn . 3 Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa. 4. Dapat meningkatkan motivasi belajar dan melatih sikap sosial untuk saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar. 5. Menambah pengetahuan dan wawaan penulis tentang peranan guru PKn dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar PKn 6. Sumbangan pemikiran bagi guru PKn dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar PKn 1.6. Definisi Operasional Variabel Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan halhal sebagai berikut: 1. Metode pembelajaran kooperatif adalah Pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. 2. Motivasi belajar adalah Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu
23
Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. 3. Prestasi belajar adalah Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran. 1.7. Batasan Masalah Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah meliputi: 1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas X A Tari Tahun pelajaran 2013/2014 2. Penelitian ini dilakukan pada bulan september semester gasal tahun pelajaran 2013/2014 3. Meteri yang disampaikan adalah pokok bahasan penegakkan HAM dan implikasinya. 2.1. Hasil Belajar PKn 1. Pengertian Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsure di dalamnya, yaitu unsure hasil dan unsur belajar. Hasil merupakan suatu hasil yang telah dicapai pelajar dalam kegiatan belajarnya (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya) sebagaimana dijelaskan dalam kamus besar bahasa Indonesia (1995:787). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran , lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita bicara tentang hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh si pelajar. Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya. ISSN : 2541-4704
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Sejak awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahasa mengenai bagaimana mencapai hasil belajar yang efektif. Para pakar bidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar . dengan diketahuinya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberi investasi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang eksternal. a. Faktor Internal Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya disbanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah. Faktor psikologis yaitu yang mendorong atau memotivasi belajar. Faktor-faktor tersebut diantaranya: - Adanya keinginan untuk tahu - Agar mendapatkan simpat dari orang lain. - Untuk memperbaiki kegagalan - Untuk mendapatkan rasa aman b. Faktor Eksternal Faktor eksternal yaitu faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah dan masyarakat. 1. Faktor yang berasal dari orang tua Faktor yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah sebagai cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dalam hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua mendidik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter atau cara laisses faire. Cara atau tipe mendidik yang demikian masingmasing mempunyai kebaikannya dan ada pula kekurangannya. Menurut hemat peneliti, tipe mendidik sesuai dengan kepemimpinan Pancasila lebih baik dibandingkan tipe-tipe diatas. Karena orang tua dalam mencampuri belajar anak tidak akan masuk terlalu dalam. Prinsip kepemimpinan Pancasila sangat manusiawi, karena orang tua akan bertindak ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun
24
Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
karsa dan tut wuri handayani. Dalam kepemimpinan Pancasila ini berarti orang tua melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif kepada anak untuk dapat diteladani. Orang tua juga selalu memperhatikan anak selama belajar baik langsung maupun tidak langsung, dan memberikan arahan-arahan manakala akan melakukan tindakan yang kurang tertib dalam belajar. Dalam kaitan dengan hal ini, Tim Penyusun Buku Sekolah Pendidikan Guru Jawa Timur (1989:8) menyebutkan, “ Di dalam pergaulan di lingkungan keluarga hendaknya berubah menjadi situasi pendidikan, yaitu bila orang tua memperhatikan anak, misalnya anak ditegur dan diberi pujian….” Pendek kata, motivasi, perhatian, dan kepedulian orang tua akan memberikan semangat untuk belajar bagi anak. 2. Faktor yang berasal dari sekolah Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan anak memusatkan perhatiannya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketrampilan, kemampuan dan kemauan belajar anak tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar. 3. Faktor yang berasal dari masyarakat Anak tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor yang bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhinya. B. Pengajaran Kooperatif Pengajaran kooperatif (Cooperative Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekeja sama dalam memaksimalkan kondisi dalam mencapoai tujuan belajar (Houlobee, 2001) 1. Pengertian Pempelajaran Kooperatif Manusia memiliki deraja potensi, latar belakang historis serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan. Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan ISSN : 2541-4704
hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesame siswa. Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk social, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya . karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih ( saling menyayangi dan mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesame siswa. 2. Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan social yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman &Bintoro, 2000:78-79) 3. Peran Guru dalam Pembelajaran kooperatif Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relative berberada dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukanan sebagai berikut ini: a. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yan perlu diperhatikan oleh guru, tujuan akademik (Academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaboratives skill objectives. tujuan akademis dirumuskan ssuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain dna mengelola konflik. b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar, jumlah anggota dalam tiap kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar hedaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan tugas. c. Menentukan tempat duduk siswa. Tempat duduk siswa hendaknya disusun agar tiap
25
Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunannya tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan. d. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menentukan tidak hanya efektifitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bawa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. e. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelaran PKn misalnya seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya sebagai penyimpul yang lailnnya lagi sebagai penulis yang liannya lagi sebagai pember semangat dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinnya keja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama. C. Pembelajaran Terstruktur 1. Pengertian Pembelajaran tersetruktur, adalah bentuk pembelajaran sistematis. Dalam pelaksanaan pembelajaran tersetruktur, guru menyampaikan tujuan yang ingin dicapai dalam prose situ. Dapat juga pembelajaran terstruktur ini disebutkan sebagai pembelajaran yang berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai. 2. Tugas Terstruktur Tugas terstruktur adalah salah satu bentuk kegiatan kurikuler sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap proses kegiatan pasti ada arah tujuan yang hendak dicapai, demikian halnya belajar mengajar yang dilakukan guru. Guru diharapkan memiliki strategi tertentu dalam melaksanakan pembelajaran, agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien. 3. Tujuan dan Lingkup Tugas Tersetruktur ISSN : 2541-4704
Tugas terstruktur dapat diberikan kepada siswa di luar proses pembelajaran. Tujuan pemberian tugas terstruktur adalah untuk menunjang pelaksanaan program intrakurikuler. Tujuan tersebut juga agar siswa dapat lebih menghayati bahan-bahan pelajaran yang telah dipelajarinya serta melatih siswa untuk melaksanakan tugas secara bertanggung jawab. Ruang lingkup kegiatan tugas terstruktur dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat), sebagai berikut: a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di luar jam pelajaran tatap muka (di rumah) b. Tugas diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu separoh dari jam tatap muka suatu pokok bahasan. c. Siswa mengerjakan tugas tersebut secara individu maupun kelompok. d. Pengumpulan tugas sekaligus dilakukan pemeriksaan, dan penilaian. 4. Azas Pelaksanaan Kegiatan terstruktur dapat dilaksanakan di rumah, di perpustakaan atau di tempat lain. Bentuknya juga dapat disesuaikan dengan materi pokok bahasan yang sedang dipelajari. Misalnya dapat berupa membuat laporan, mengarang, mengerjakan soal-soal, membaca buku, dan sebagainya. Pelaksanaan kegiatan tugas terstruktur harus memperhatikan azas-azas sebagai berikut: a. Menunjang langsung kegiatan intrakurikuler. b. Hubungannya jelas dengan pokok bahasan yang diajarkan. c. Menunjang kebutuhan siswa memanfaatkan ilmunya untuk menghadapi tantangan dalam kehidupannya. d. Tidak menjadi beban yang berlebihan bagi siswa yang dapat mengakibatkan gangguan fisik ataupun psikologis. e. Tidak menimbulkan beban pembiayaan yang memberatkan siswa maupun orang tua siswa. f. Perlu pengadministrasian yang baik dan teratur. Jadi pemberian tugas terstruktur yang tidak berdasarkan azas-azas tersebut dapat berakibat pada beban fisik maupun psikologis pada siswa, oleh sebab itu guru harus mempertimbangkan pelaksanaannya secara baik.
26
Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
5. Bentuk Pelaksanaan Tugas Terstruktur Kegiatan tugas terstruktur dapat dilaksanakan secara perorangan maupun kelompok. Kerja kelompok mempunyai arti yang sangat penting untuk mengembangkan sikap bergotongroyong, tenggang rasa, persaingan sehat, kerjasama dalam kelompok dan kemampuan memimpin. Jenis tugas hendaknya juga disesuaikan dengan jumlah anggota kelompok, sehingga tugas benar-benar dapat dilakukan secara kelompok. Jadi tugas yang tidak seharusnya diberikan secara kelompok dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi siswa, sedangkan tugas perorangan mempunyai makna untuk mengembangkan sikap mandiri dan memungkinkan penyesuaian kegiatan belajar dan minat serta kemampuan siswa. 6. Langkah-langkah Pelaksanaan Pelaksanaan tugas terstruktur meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu: persiapan, pelaksanaan, dan penilaian. Persiapan dilakukan oleh guru dengan cara menyiapkan, merencanakan bahan atau materi yang akan ditugaskan kepada siswa. Kemudian menginformasikan tugas tersebut kepada siswa disertai penjelasan yang menyangkut pelaksanaan tugas tersebut. Pelaksanaan dilakukan oleh siswa, yaitu siswa mulai mengerjakan tugas tersebut secara perorangan maupun kelompok seperti yang dikehendaki guru. Peyelesaian tugas tersebut dapat dalam satu kali tatap muka (1 minggu) atau dalam beberapa kali tatap muka (beberapa minggu). Penilaian kegiatan terstruktur dilakukan terutama terhadap hasil kegiatan terstruktur. Penilaian kegiatan terstruktur dilakukan setelah siswa selesai mengerjakan tugas terstruktur, dan hasil penilaian tersebut dipertimbangkan dalam menentukan nilai rapor. D. Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah : Penggunaan Metode kooperatif model struktural pada siswa kelas X A tari Tahun Pelajaran 2013/2014 dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 3.1.. Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SMK N 8 Surakarta 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah waktu yang berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga oktober 2013. ISSN : 2541-4704
3. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa-siswi Kelas X A tari .tahun pelajaran 2013/2014 pada pokok bahasan penegakkan HAM dan implikasinya. B. Rancangan Penelitian Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto Suharsimi 2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara penelitian dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah satu strategi pemecahana masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk pross pengembangan inovatif yuang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang teribat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat di lihat pada gambar berikut:
Put ar an 1 Refl eksi
Rencan Put ar an 2
Ti ndaka Refl eksi Ti ndaka
Rencan Put ar an 3
Gambar Alur PTK Refl eksi 3.1Rencan Ti ndaka Penjelasan alur diatas adalah: 1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk di dalamnya instrument penelitian dan perangkat pembelajaran. 2. Kegiatan dan pengamatan meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Struktural . 3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
27
Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
4. rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya: Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1,2, dan 3 dimana masing-masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama ) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing-masing putaran. Siklus ini berkelanjutan dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup. C. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang fungsinya adalah (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu : (2) untuk menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai dan (3) untuk memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149). Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individu maupun secara klasikal. Disamping itu untujk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa sehingga dapat dilihat dimana kelemahan, khususnya pada bagian mana TPK yang belum tercapai. Untuk memperkuat data yang di kumpulkan maka juga digunakan metode observasi (pengamatan ) yang dilakukan oleh teman sejawat untuk mengetahui dan merekam aktivitas guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. D. Analisis Data Dalam rangka menyusun dan mengelola data yang terkumpul sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi digunakan data kuantitatif. Cara perhitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam proses belajar mengajar sebagai berikut: 1. Merekapitulasi hasil tes 2. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan prosentasenya untuk masingmasiong siswa dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar seperti yang terdapat dalam buku petunjuk teknis penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas secara individual jika mendapatkan nilai minimal 75, sedangkan secara individual ISSN : 2541-4704
mencapai 85% yang telah memcapai daya serap lebih dari sama dengan 75%. 3. Menganalisis hasil observasi yang dilakukan oleh teman sejawat pada aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. E. Kriteria Keberhasilan Tindakan Tindakan pembelajaran pada pelaksanaan penelitian ini dinyatakan berhasil apabila siswa yang tuntas belajar pada pembelajaran bermain mencapai > 85 % telah tuntas. 4.1. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar siswa Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I,II dan III) yaitu masing-masing 59,09%,77,27% dan 86,36% . pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Struktural dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata—rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Kewarganegaraan pada pokok bahasan nilai, macam norma dan sanksinya dengan pembelajarsan kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas yang paling dominant adalah belajar dengan sesame anggota kelompok, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru dan diskusi antara siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkahlangkah kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Struktural dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya
28
Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, menjelaskan materi yang sulit, memberikan umpan balik/evaluasi/Tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga siklus hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Metode pembelajaran kooperatif model Struktural dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PKn 2. Metode pembelajaran kooperatif model Struktural memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (59,09%), siklus II (77,27%), siklus III (86,36%) 3. Metode pembelajaran kooperatif model Struktural dapat menjadi siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide dan pertanyaan. 4. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, serta mampu mempertanggung jawabkan segala tugas individu maupun kelompok. 5. Penerapan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis proyek/tugas mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi, minat, dan partisipasi belajar siswa. 5.2. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar Kewarganegaraan lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk melaksanakan metode pembelajaran kooperatif kooperatif model Struktural memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bias diterapkan dengan pembelajaran kontektual model pengajaran berbasisw proyek/tugas dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya ISSN : 2541-4704
dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3 Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di Kelas XA tari tahun pelajaran 2013/2014 4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA [1] Ali, Muhammad, 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algesindo [2] Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud Dirjen Dikti [3] Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta Rineka Cipta [4] Arikunto, suharsimi. 2001 . Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta. Bumi Aksara [5] Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta; Rikena Cipata [6] Azhar, lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta Usaha Nasional [7] Combs, Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teacher. Alin and Bacon, Inc. Boston [8] Dareos, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang; Aneka Ilmu [9] Dayan, Anto . 1972. Pengantar Metode Statistik Deskripsi. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi. [10] Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta Rineksa Cipta. [11] Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar Baru [12] Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. [13] Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
29
Ijer.web.id
Indonesian Journal on Education and Research - Volume 1 No 1 – Desember 2016
[14] Hamalik, Oemar. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran . Jakarta : PT. Bumi Aksara [15] Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung Sinar Baru Algesindo. [16] Hasibuan. J.J dan moerdjiono. 1998 Proses Belajar mengajar . Bandung : Remaja Rosdakarya [17] Margono, 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta Rineksa Cipta [18] Masriyah. 1999 Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press [19] Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. [20] Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar. Surabaya University Press Universitas Negeri Surabaya. [21] Puerwodarminto, 1991. Strategi Belajar Mengajar . Jakarta Bina Aksara [22] Rustiyah, N.K. 1991 Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara [23] Sardiman, A.M. 1996 Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar. Jakarta: Bina Aksara. [24] Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan . Jakarta: Bina Aksara [25] Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, universitas Terbuka. [26] Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendikia [27] Surakhmad, Winarno, 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung : Jemmars [28] Suryabrata, Sumadi . 1990. Prikologi Pendidikan. Yogyakara: Andi Offset [29] Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. [30] Syah, Muhibbin, 1995. Psikologi Pendidikan , Suatu Pendekatan Baru. Bandung; Remaja Rosdakarya [31] Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya. [32] Wawan Saputra, Bambang Eka Purnama, Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Untuk Mata Kuliah Organisasi Komputer, Vol 4, No 2 (2012): Speed 14 – 2012 [33] Eka Nanda Muttaqin, Bambang Eka Purnama, Analisa Dan Perancangan Sistem Komputerisasi Pembelajaran Dengan Media Video Menggunakan ISSN : 2541-4704
Software Adobe Premiere Di SMK Wisudha Karya Kudus, Vol 4, No 1 (2012): Speed 13 – 2012 [34] Neni Yuniati, Bambang Eka Purnama, Gesang Kristianto Nugroho, Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif Ilmu Pengetahuan Alam Pada Sekolah Dasar Negeri Kroyo 1 Sragen, Vol 3, No 4 (2011): Speed 12 – 2011 [35] Oza Oryza Al Aziz Hakim, Bambang Eka Purnama, Perancangan dan Implementasi Sistem Pembelajaran Aksara Jawa untuk SD Berbasis Multimedia Di SDN Bumirejo 02, Vol 4, No 2 (2012): Speed 14 – 2012 [36] Bambang Supiyarto, Bambang Eka Purnama, Gesang Kristanto Nugroho, Pembuatan Media Pembelajaran Ketrampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi Pada Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah 01 Boyolali, Vol 4, No 3 (2015): IJNS Juli 2015 [37] Praptiningsih ., Bambang Eka Purnama, Pembuatan Engine ELearning Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Kebonagung, Vol 4, No 1 (2015): IJNS Januari 2015
30