BAB II
DASAR TEORI dan TINJAUAN PUSTAKA
II.A. DASAR TEORI II.1. Umum Untuk kasus satu dimensi hubungan tegangan-regangan plastis sempurna dapat dinyatakan melalui persamaan (2.1) berikut :
ε= ε=
σ
σ <σ0
E
σ
E
(2.1) +α
σ ≥σ0
Bentuk umum kondisi tegangan pada suatu titik dengan digambarkan pada suatu bentuk badan bebas yang berupa elemen kubus kecil dan juga bentuk badan bebas untuk kondisi tegangan pada sistem koordinat silinder / polar , sebagai berikut :
Z
σ zz +
∂σ
zz dz ∂z
σ yy σ xx +
σ xx
∂σ
xx dx ∂x
X
yy σ yy + dy ∂y
Y
∂σ
σ zz
Gambar II.1. Diagram tegangan pada badan bebas dalam koordinat 3D.
4
σ
σ
θθ
+
σ rr
θθ
∂σ
θθ dθ ∂θ
σ
rr
+
∂σ
rr dr ∂r
Gambar II.2. Diagram tegangan pada badan bebas dalam koordinat polar.
Umumnya, hubungan tegangan-regangan elastik-plastik sempurna dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan (2.2) berikut :
p
dσ ij = C ijkl .dε ije = C ijkl .(dε ij − dε ij )
(2.2)
dσij
= tensor kenaikan tegangan
Cijkl
= tensor kekakuan elastis
dεij
= tensor kenaikan regangan total
dεije
= tensor kenaikan regangan elastis
dεijp
= tensor kenaikan regangan plastis
dimana p
dε ij = dε ij + dε ije
i , j = 1, 2 ,3
Untuk kondisi tegangan tertentu pada suatu titik material, kondisi leleh atau fungsi kelelehan f(σij)=0 menyatakan / menentukan apakah material berada dalam kondisi elastis atau plastis. Jika berada dalam kondisi plastis, maka dengan melalui kriteria pembebanan akan ditentukan apakah suatu kenaikan tegangan
5
akan memberikan plastic loading atau elastic unloading. Jika kriteria pembebanan merupakan pembebanan plastis, maka arah dari vektor kenaikan regangan plastis dapat ditentukan melalui flow rule.
II.2. Kriteria Pembebanan
Untuk material plastis sempurna, permukaan leleh, f(σij)=0, merupakan suatu permukaan tertentu dalam ruang tegangan. Deformasi plastis terjadi jika titik tegangan yang terjadi berada di permukaan pembebanan, f(σij)=0. Setelah penambahan kenaikan tegangan, dσij, menghasilkan kondisi tegangan, σij+dσij, harus tetap berada pada permukaan dari f(σij+dσij)=0, untuk mempertahankan plastic flow. Hal ini dikenal sebagai pembebanan (loading). Sebaliknya, jika
menghasilkan kondisi tegangan memasuki permukaan, f(σij+dσij)<0, tidak ada lagi deformasi plastis yang terjadi. Dalam bentuk tensor tegangan σij dan tensor kenaikan tegangan dσij, kriteria pembebanan dinyatakan pada gambar berikut :
σ f (σ ) = k ij
σ
ij
∂f ∂σ ij
ij
σ
ij
f (σ ) < 0 ij
Gambar II.3. Kondisi geometrik dari permukaan leleh dan kriteria loading dan unloading.
6
f (σ ij ) = 0 dan df =
Loading
∂f dσ ij = 0 ∂σ ij
f (σ ij ) = 0 dan df =
Unloading
∂f dσ ij < 0 ∂σ ij
(2.3)
(2.4)
Bila fungsi kelelehan juga digunakan sebagai kriteria untuk pembebanan, fungsi kelelehan juga disebut fungsi pembebanan. Lebih jauh, kondisi df=f(σij+dσij)-f(σij)=0 merupakan kondisi konsisten (consistency condition) yang
penting dalam penentuan besaran vektor regangan plastis.
II.3. Potential Plastic dan Flow Rule Flow rule menentukan rasio dari komponen-komponen tensor kenaikan
regangan plastis dεij atau arah dari dεijp dalam ruang regangan εij. Fungsi potential plastic, g(σij), merupakan suatu fungsi skalar dari tensor tegangan. Vektor
kenaikan regangan plastis yang berhubungan pada suatu tensor tegangan σij ditentukan sebagai suatu vektor normal terhadap fungsi potensial g(σij) pada σij, dinyatakan dalam persamaan (2.5). p
dε ij = dλ.
∂g ∂σ ij
(2.5)
Dimana dλ merupakan besaran skalar positif dan bernilai tidak nol selama pembebanan plastis.
7
dε
pa ij
ρ= J
2
g (σ ij ) = f (σ ij )
ξ=
1 I 3 1
Gambar II.4. Kondisi geometrik dari associated flow rule dimana g (σ ij ) = f (σ ij )
Kasus paling sederhana dalam pemilihan suatu fungsi potensial plastis untuk material elastis-plastis sempurna adalah dengan menggunakan fungsi kelelehan sebagai fungsi potensial, misal g = f ,seperti pada gambar II.4. diatas ,
p
dε ij = dλ.
∂f ∂σ ij
(2.6)
Dimana : g=f Æ associated flow rule g≠f Æ non associated flow rule
II.4. Hubungan Menyeluruh Konstitutif Plastis Sempurna
Hubungan kenaikan konstitutif (incremental constitutiv) yang lengkap yang menyatakan kenaikan tegangan dσij dalam bentuk kenaikan regangan total dεij diturunkan sebagai berikut, menggunakan associated flow rule.
8
dσ ij = C ijkl .dε ije = C ijkl .(dε ij − dε ijp ) dσ ij = C ijkl .(dε kl − dε klp ) = C ijkl .dε kl − dλ.C ijkl .
∂f ∂σ kl
Dimana Cijkl merupakan tensor kekakuan elastis. Dengan menggunakan kondisi konsistensi.
df =
∂f dσ ij = 0 ∂σ ij
Akan diperoleh faktor skalar positif dλ, seperti dalam persamaan (2.7) berikut:
dλ =
∂f C ijkl ∂σ ij ∂f ∂σ pq
C pqrs
∂f
dε kl
(2.7)
∂σ rs
Selanjutnya hubungan konstitutif selengkapnya untuk material elastisplastis sempurna akan berbentuk. ∂f ∂f ⎛ C ijmn C pqkl ⎜ ∂σ mn ∂σ pq ⎜ dσ ij = ⎜ C ijkl − ∂f ∂f ⎜ C rstu ⎜ ∂σ rs ∂σ tu ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎟dε kl ⎟ ⎟ ⎠
(2.8)
ep = C ijkl dε kl
jika f(σij)=0 dan df=0 dσij=Cijkldεkl jika f(σij)=0 dan df<0 atau f(σij)<0 Cijklep Æ tensor modulus tangen untuk material elastis plastis sempurna.
9
II.5. Analisis Tegangan Hardening Plastic
Permukaan pembebanan secara umum dapat dinyatakan sebagai fungsi dari kondisi tegangan yang terjadi, σij, dan akumulasi deformasi plastis yang dinyatakan oleh εijp dan parameter hardening κ sebagai berikut: f (σ ij , ε ij , κ ) = 0
(2.9)
Permukaan pembebanan yang berhubungan pada permukaan leleh awal f0, adalah sebagai berikut: f 0 (σ ij ) = f (σ ij ,0,0)
Untuk titik tegangan yang bergerak pada permukaan pembebanan atau bergerak ke dalam, tidak akan ada kenaikan deformasi plastis yang terjadi. Untuk titik-titik tegangan yang bergerak ke luar permukaan pembebanan, terjadi kenaikan deformasi plastis dan terjadi pengembangan permukaan leleh. Untuk titik tegangan pada permukaan pembebanan yang terjadi f(σij,εijp,κ)=0, kondisi yang menentukan apakah kenaikan tegangan atau regangan lebih jauh akan menyebabkan suatu pembebanan plastis atau tidak disebut sebagai kriteria pembebanan. Dalam bentuk kenaikan tegangan, kriteria pembebanan dapat dinyatakan dalam bentuk
loading
∂f dσ ij > 0 ∂σ ij
neutral loading
unloading
(2.10)
∂f dσ ij = 0 ∂σ ij
(2.11)
∂f dσ ij < 0 ∂σ ij
(2.12)
10
Dalam kasus pembebanan (loading), titik tegangan yang bergerak ke luar dari permukaan pembebanan akan menyebabkan terjadinya deformasi plastis yang lebih jauh, dεijp≠0. Dalam kasus neutral loading, titik tegangan bergerak pada permukaan pembebanan, dan tidak terjadi penambahan regangan plastis lebih jauh lagi, dεijp=0. Dalam kasus unloading titik tegangan bergerak ke dalam dan dengan nilai penambahan regangan plastis dεijp=0.
II.6. Flow Rule
Vektor kenaikan regangan plastis dalam ruang regangan memiliki arah yang sama dengan gradien dari fungsi potensial plastis, g.
p
dε ij = dλ
∂g ∂σ ij
Fungsi potensial plastis, g, tidak hanya tergantung pada kondisi tegangan, tetapi juga pada akumulasi deformasi plastis
p
g = g (σ ij , ε ij , κ )
(2.13)
Gambar II.5. Kondisi geometrik dari non-associated flow rule dimana g ≠ f
11
II.7. Hardening Rule
Work hardening rule mendefinisikan bagaimana suatu permukaan pembebanan baru berkembang sesuai dengan pengembangan dari deformasi plastis. Perilaku hardening ditunjukkan dengan setelah kondisi tegangan mencapai titik leleh maka material masih menunjukkan adanya kenaikan tegangan yang diiringi kenaikan regangan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6 berikut ini.
σ
kenaikan tegangan leleh
ε
Gambar II.6. Response Hardening dari Material
Bentuk umum dari hardening dapat dinyatakan sebagai berikut: p
f (σ ij , ε ij , κ ) = F (σ ij , ε ij ) − k 2 (κ ) = 0
(2.14)
= F (σ ij − α ij ) − k (κ ) = 0 2
k2(κ)Æ menyatakan ukuran dari permukaan pembebanan F Æ mendefinisikan bentuk permukaan
αij Æ menyatakan koordinat dari pusat permukaan pembebanan dalam ruang tegangan
12
α ij = 0 → isotropic hardening α ij ≠ 0 → kinematic hardening
II.7.1. Isotropic Hardening
Perilaku
isotropic
ini
hardening
ditunjukkan
dengan
adanya
pengembangan permukaan leleh, tetapi tidak merubah bentuk dan lokasinya. Bentuk pengembangan permukaan leleh ini umumnya digunakan untuk material yang dikenai oleh beban monotonic, dan juga dapat digunakan untuk memodelkan respon softening dari material dengan menarik permukaan leleh ke dalam permukaan leleh. Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7. berikut ,
σ
2
f (σ ) > κ ij f (σ ) = κ ij
σ O
1
Gambar II.7. Isotropic Hardening Menunjukkan Pengembangan dari Permukaan Leleh
II.7.2. Kinematic Hardening
Perilaku
kinematic
hardening
ini
ditunjukkan
dengan
adanya
pengembangan permukaan leleh, yang diiringi dengan berubahnya bentuk dan lokasi dari permukaan leleh tersebut. Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8. ,
13
σ
Permukaan leleh berikutnya
2
f (σ
Permukaan leleh awal
f (σ ) = κ ij
α
ij
ij
−α ) > κ ij
O'
O
σ
1
Gambar II.8 Kinematic Hardening Menunjukkan Pengembangan dari Permukaan Leleh
II.8. Tegangan dan Regangan Efektif
Untuk memodelkan teori work hardening pada analisis, haruslah dihubungkan dengan fungsi k2(κ) dan parameter hardening κ terhadap variabel tegangan dan regangan plastis dimana variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dari hasil eksperimental kurva tegangan-regangan uniaksial. Untuk aplikasi ini, variabel tegangan σe, dinyatakan sebagai tegangan efektif, dan variabel regangan plastis εp, dinyatakan sebagai regangan efektif. Kurva tegangan efektif-regangan plastis efektif selanjutnya dapat digunakan untuk mengkalibrasi k2 dan κ dengan kurva tegangan-regangan eksperimental.
II.8.1. Tegangan Efektif
Untuk material isotropic hardening, fungsi F(σij) dapat digunakan untuk mendefinisikan tegangan efektif. Bila F(σij) merupakan sebuah fungsi homogen dari komponen tegangan dengan pangkat n, dan parameter ini dibutuhkan untuk mendapatkan tegangan efektif σe terhadap tegangan uniaksial σu pada kondisi
14
tegangan uniaksial, ini akan mengakibatkan bahwa fungsi F dan tegangan efektif
σe dihubungkan oleh F (σ ij ) = C.σ en
dimana C dan n merupakan konstanta.
Untuk material kinematic hardening
σ ij = σ ij − α ij F (σ ij − α ij ) = F (σ ij ) = C.σ e
(2.15)
n
II.8.2. Regangan Plastis Ekivalen
Regangan plastis dapat didefinisikan dalam bentuk plastic work per unit volume, dWp, melalui tegangan efektif σe sebagai dW p = σ e .dε p
(2.16)
Per definisi, kenaikan plastic work dapat ditulis sebagai p
dW p = σ ij .dε ij = dλ .σ ij
∂F ∂σ ij
(2.17)
Dari kedua persamaan sebelumnya di atas akan didapatkan hubungan
σ ij .
∂F = nF ∂σ ij
dλ =
dε ijp .dε ijp
∂F ∂F . ∂σ kl ∂σ kl
diperoleh p
dW p = dλ .n.F =
p
dε ij .dε ij .n.F ∂F ∂F . ∂σ kl ∂σ kl
= σ e .dε p
15
(2.18)
II.9. Hubungan Tegangan Efektif-Regangan Plastis Efektif
Bila tegangan efektif dan regangan efektif dapat dinyatakan dalam tegangan uniaksial, σu, dan regangan plastis uniaksial dalam kondisi tegangan uniaksial. Maka kedua parameter tersebut dapat dikalibrasi terhadap kurva tes tegangan-regangan uniaksial.
σ e = σ e (ε p )
(2.19)
Dengan melakukan diferensiasi didapatkan hubungan
dσ e = H p (σ e )dε p → H p =
dσ e dε p
(2.20)
dimana Hp merupakan modulus plastis yang berhubungan dengan laju ekspansi dari permukaan pembebanan dimana dapat dipertimbangkan disini sebagai kemiringan dari kurva tegangan-regangan plastis uniaksial pada saat nilai σe.
II.10. Hubungan Incremental Tegangan-Regangan
Hubungan kenaikan tegangan-regangan untuk material elastic work hardening plastic dijelaskan di bawah ini. Permukaan pembebanan dari material work hardening mempunyai bentuk umum sebagai berikut: p
f (σ ij , ε ij , κ ) = 0
(2.21)
Kenaikan regangan total dibagi kedalam dua bagian p
dε ij = dε ije + dε ij
(2.22)
Kenaikan regangan elastis dεijp dihubungkan dengan kenaikan tegangan melalui hukum Hooke: e dσ ij = C ijkl .dε kl
(2.23)
p
= C ijkl .(dε kl − dε kl )
16
Sementara kenaikan regangan plastis dapat dinyatakan melalui non associated flow rule dalam bentuk umum. p
dε ij = dλ.
∂g ∂σ ij
(2.24)
dimana g=g(σij,εijp,κ) merupakan fungsi potensial plastis, dan dλ merupakan besaran skalar positif yang akan ditentukan bila titik tegangan yang terjadi harus tetap berada pada permukaan pembebanan/ leleh yang terjadi selama pembebanan plastis, maka haruslah memenuhi kondisi konsistensi.
df =
∂f ∂f ∂f p dσ ij + dε ij + dκ = 0 p ∂σ ij ∂κ ∂ε ij
(2.25)
Kondisi konsistensi menentukan suatu pembatasan pada hubungan ketiga increment dσij,dεijp, dan κ. Menggunakan kondisi konsistensi ini, dapat dinyatakan besaran skalar dλ dan selanjutnya kenaikan regangan plastis dεijp dalam bentuk kenaikan tegangan dσij atau kenaikan regangan dεij.
17
II.B. TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan kolom komposit tubular (concrete-filled steel tubes CFST) telah dimulai pada awal abad 19, yaitu untuk struktur-struktur gedung dan jembatan, misalnya Almondsbury Motorway Interchange (Inggris), Charleroi Railways (Belgia), International Labor Organization dan Martigny-Boury Gymnasium (Swiss). Tabung baja diisi dengan beton yang dipakai pada strukturstruktur tersebut untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi (Shams dan Saadeghvaziri,1997).
Penggunaan tabung baja yang diisi dengan beton memberikan banyak keuntungan, antara lain tidak terjadinya cover spalling beton, tabung baja memberikan kontribusi sebagai tulangan dan juga formwork, mencegah terjadinya tekuk lokal, peningkatan kecepatan konstruksi, mempunyai ketahanan terhadap api yang tinggi dibandingkan dengan penggunaan tabung baja kosong (Tomii et al, 1973 ; Goode, 1994). Kapasitas dukung beban yang diberikan kolom komposit lebih besar untuk tiap satuan luas dibandingkan dengan kolom beton tipe lain dengan dimensi yang sama.
Furlong (1979) menunjukkan, bahwa perilaku karakteristik struktur kolom komposit sebagai berikut : •
Baja mempunyai tingkat kekakuan sepuluh kali kekakuan beton, sehingga regangan baja melampui regangan lelehnya, yaitu sekitar 0.12 % sampai 0.18 % untuk baja komersial.
•
Baja cenderung mengalami tekuk lokal setelah mencapai tegangan lelh tekan.
•
Beton tidak dapat menahan tarik tanpa retak pada regangan kurang dari 0.1 %.
•
Beton yang mengalami regangan kurang dari 0.1 % menunjukkan rasio Poisson sekitar sepertiga sampa setengan yang dimiliki baja pada regangan yang sama, tetapi jika regangan mencapai lebih dari 0.16 %
18
maka rasio Poisson beton lebih besar daripada yang dimiliki baja yang belum leleh.
Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan Ahmed Elremaily dan Atorod Azizinamini ( part of “ Project of The US – Japan Coorporative work in Eearthquake Engineering “ , Phase 5 ), kolom CFT menunjukkan sifat yang baik (nilai yang tinggi) dalam mendisipasi energi dan daktilitas serta menunjukkan peningkatan kapasitas kolom secara signifikan akibat kekuatan beton yang dikekang oleh tabung baja berdasarkan pembebanan aksial dan lateral terhadap enam buah benda uji kolom CFT.
II.11. Efek Kekangan pada Beton
Pada kolom tubular komposit memiliki kekuatan lentur yang lebh besar dari pada jumlah kekuatan beton dan baja secara terpisah (uncoupled), dimana hal ini menunjukkan bahwa terjadinya aksi komposit antara beton dan baja. Menurut Srinivisan (1999), kapasitas aksial tekan kolom tubular komposit pendek mencapai 1.5 kali prediksi kekuatan untuk komponen individual, yaitu tabung baja dan inti beton. Walaupun hasil ini lebih tinggi dari pengamatan peneliti lain, tetapi kecenderungan ke arah tersebut dapat dipahami.
Beton dengan kuat tekan tak-terkekang yang tinggi memperlihatkan efek kekangan yang lebih rendah daripada beton dengan kuat tekan tak-terkekang rendah. Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya kuat tekan akan semakin sedikit retak mikro (mickrocracking) sehingga makin kecil ekspansi lateral yang diperlukan untuk memobilisasi aksi kekangan yang ditimbulka oleh tabung baja. Dengan demikian, beton memgalami tekanan kekang yang lebih kecil, yang akan memberikan efek terhadap kekuatan maupun daktilitas kolom tubular komposit tersebut. Hal ini berdampak ironis dengan penggunaan beton dengan sifat yang lebig baik justru memberikan efek kekangan yang lebih kecil ( Johannsson, 2002).
19
Pengujian kolom komposit yang dilakukan oleh Gardner dan Jacobson (1967) menunjukkan pembebanan hanya pada tabung baja tidak menghasilkan peningkatan kapasitas beban dibandingkan dengan tabung baja kososng. Hal ini disebabkan karena efek Poisson yang menyebabkan tabung baja memisah dari inti beton setelah ikatan kimia antara beton dan baja terlampui.
Studi efek kekangan pada kolom tubular komposit yang dilakukan oleh Imamura et al (1994) berdasarkan pengujian langsung terhadap struktur sebenarnya yaitu berupa bangunan gedung 12 lantai yang betonnya dipompa dari bawah masuk ke dalam kolom. Kondisi tegangan pada material komposit dimana pada tabung baja mengalami tegangan biaksial sementara inti beton mengalami tegangan triaksial ditunjukkan pada Gambar II.4, dimana efek kekangan dinyatakan dengan koefisien kekangan K dan α pada persamaan berikut,
⎛ 2t ⎞ f ' cc = f ' c + Kα ⋅ f y ⎜ ⎟ ⎝D⎠
(2.26)
dimana : t
= tebal tabung baja
D
= diameter luar tabung baja
f ' cc = tegangan beton terkekang f ' c = tegangan beton tak terkekang fy
= tegangan leleh baja
K
= koefisien kekangan
α
= rasio tegangan lingkar ( hoop stress ratio = σ sh / f y )
20
σ axial σ Hoop
f cc
f
lateral
Gambar II.9. Tegangan-tegangan yang bekerja pada tabung baja dan inti beton akibat pembebanan aksial konsentrik.
Koefisien kekangan k dihitung berdasarkan pengujian tekan aksial terhadap inti beton saja, tanpa membebani tabung baja. Nilai α
dihitung berdasarkan
persamaan 2.26 dengan mempertimbangkan hasil pengujian pembebanan pada seluruh penampang ( tabung baja dan inti beton ) maupun pembebanan terhadap inti beton saja.
Gambar II.10 Nilai efek kekangan K ( Imamura et al , 1994 )
21
Pada gambar II.5 menunjukkan hubungan antara tegangan lateral dan kuat tekan beton yang diperoleh dari hasil pengujian pembebanan inti beton, dalam bentuk nondimensional. Nilai gradien garis diperoleh sebesar K = 4.01 , dengan koefisien korelasi sebesar r = 0.99
Gambar II.11. Nilai efek kekangan α K ( Imamura et al , 1994 )
Pada gambar II.6 terlihat hubungan antara tegangan lateral dengan kuat beton pada tabung baja dengan pembebanan seluruh tampang dalam bentuk nondimensional. Dalam hal ini tabung baja mengalami tegangan aksial dan tegangan lingkar ( circumferential ), sehingga tegangan tekan pada tabung baja direduksi sesuai dengan kondisi leleh von Mises. Nilai gradien garis regresi α K = 0.96 , dengan koefisien korelasi sebesar r = 0.85 , dengan demikian didapatkan nilai α = 0.24
Pengaruh efek kekangan terhadap beton yang digunakan Hsuan-The HU et al dalam penelitian untuk memodelkan kolom beton komposit tubular terhadap pembebanan uniaksial adalah : f ' cc = f ' c + k1 ⋅ f l ⎛
ε ' cc = ε ' c ⎜⎜1 + ⎝
k2 ⋅ fl f 'c
22
(2.27) ⎞ ⎟⎟ ⎠
(2.28)
dimana : f ' cc = tegangan beton terkekang f ' c = tegangan beton tak terkekang k1 , k2 = konstanta hasil eksperimen
ε ' cc = regangan beton terkekang fl
= tegangan kekang lateral
Konstanta k1 , k2 merupakan nilai dari data eksperimen yang diusulkan Richart, Brandtzaeg dan Brown (1928), yaitu k1 = 4.1 dan k2 = 5 k1. Ahmed Elremaily dan Atorod Azizinamini (2002) memodelkan kolom tubular komposit dengan persamaan kuat tekan beton terkekang sebagai berikut :
(2.29)
dimana : f ' cc = tegangan beton terkekang f ' c 0 = tegangan beton tak terkekang fl = tegangan kekang lateral efektif beton Tegangan kekang beton ditentukan berdasarkan fungsi dari tegangan lingkar
σ θ dari tabung baja. f 'l =
2σ θ t D
(2.30)
dimana D = diameter kolom t = tebal tabung baja
23
Tegangan lingkar ( hoop stress ) tabung baja yang ditentukan berdasarkan kalibrasi model dari data eksperimental
dengan pertimbangan
perbandingan nilai rata-rata antara tegangan lingkar dengan tegangan leleh, maka diperoleh tegangan lingkar σ θ sebesar 0.1 Fy.
Efek kekangan pada beton yang dibebani aksial konsentrik pada kolom pendek komposit tubular memberikan kapasitas tekan kolom yang lebih besar dibandingkan dengan kolom beton yang tidak terkekang ( Oehlers dan Bradford, 1995 ). Hal ini identik dengan penggunaan sengkang spiral pada kolom beton bertulang konvensional, dimana sengkang spiral memberikan efek kekangan ( lateral stress ) yang meningkatkan kapasitas aksial inti beton. Namun, sifat dari kolom komposit tubular sangat bervariasi berdasarkan metode pembebanan aksial konsentrik yang diberikan, dimana hal ini dapat dibagi menjadi tiga kategori :
1. Pembebanan hanya pada tabung baja Pada pembebanan tipe ini ( Gardner dan Jacobson,1968 ), yang menunjukkan tidak tercapainya peningkatan kapasitas aksial kolom, karena efek Poisson yang menyebabkan tabung baja terpisah dari beton pada saat tercapainya/terlampui ikatan kimia ( adhesi ) / adhesive chemical bond
antara baja dan beton.
Keruntuhan pada tipe ini umumnya diakibatkan terjadinya tekuk setempat ( local buckling ) pada kolom, dimana fungsi beton hanya memperlambat/menunda terjadinya tekuk pada kolom.
2. Pembebanan hanya pada inti beton Kondisi pembebanan ini dikenal sebagai prinsip Lohr ( Lohr , 1934 ), dengan tabung baja berfungsi sebagai wadah pengisi dari beton ( encasement ). Tabung baja hanya berikan efek kekangan pada beton tanpa memebrikan kontribusi dalam memikul beban aksial, yang analog terhadap sifat sengkang spiral pada kolom beton bertulang konvensional.
24
3. Pembebanan pada tabung baja dan inti beton Pada kondisi ini, tabung baja mengalami tegangan biaksial, yaitu : tegangan aksial ( longitudinal ) dan tegangan lingkar ( circumferential ) akibat dari pengembangan/ekspansi lateral inti beton, dimana sesuai dengan kriteria kelelehan dari von Mises , dengan adanya tegangan aksial akan mereduksi tegangan leleh lingkar (circumferential). Hal ini akan menyebabkan menurunnya efek kekangan terhadap inti beton dan juga mengurangi kapasitas beban maksimum pada beton. Walaupun demikian, akibat tabung baja ikut berfungsi dalam memikul beban aksial , maka kapasitas beban kolom tetap akan meningkat.
Pada program riset lima tahun kerjasama antara Amerika dan Jepang ( U.S – Japan Cooperative Earthquake Research Program ) tahap ke lima yang membahas mengenai kolom komposit tubular yang dilakukan oleh Kenji Sakino et al (2004), dengan 114 benda uji dengan pembebanan aksial konsentrik pada kolom pendek komposit tubular, memberikan kekuatan tekan beton terkekang
σ ccB sebagai berikut : σ ccB = γ U f ' c + kσ r
(2.31)
dimana :
25
γU
= faktor reduksi kekuatan beton = 1.67 Dc
−0.112
Gambar. II.12. Perbandingan Reduksi Kuat Tekan Rata-Rata dengan Diameter
k = koefisien kekangan = 4.1 ( Richart et al , 1929 )
σ r = tegangan kekang ( lateral pressure ) Dan hubungan antara tegangan lingkar σ sθ ( hoop stress ) dan tekanan lateral ( latral pressure ) σ r sebgaai berikut ,
σr = −
2t ⋅ σ sθ D − 2t
(2.32)
dimana σ sθ = α U ⋅ σ sy , dan α U = koefisien yang didapatkan berdasarkan hasil eksperimen, yang diasumsikan tidak tergantung dari sifat material dan juga dimensi kolom.
26
27