BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu Penggalian dari wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya memperjelas tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Umumnya kajian yang dilakukan
oleh
peneliti-peneliti
dari
kalangan
akademis
dan
telah
mempublikasikannya pada beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet). Penelitian mengenai motivasi dan kepuasan kerja yang dilakukan peneliti terdahulu antara lain: Listiyanto dan Setiaji (2007), Ma’rifah (2005) dan Damayanti (2006). Listiyanto dan Setiaji (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Motivasi, Kepuasan, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode survey dan kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier berganda. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3 (satu) yaitu motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja dan sedangkan dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja dan motivasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi, kepuasan kerja, dan variabel disiplin kerja terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan.
20
Ma’rifah (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Motivasi Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial Pada Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode sensus dan kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier berganda. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 2 (dua) yaitu motivasi kerja dan budaya organisasi sedangkan dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja dan budaya organisasi secara bersama-sama (serempak) berpengaruh signifikan terhadap kinerja pekerja sosial. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja pekerja sosial adalah budaya organisasi data menunjukkan hubungan positif (searah) antara budaya organisasi dengan kinerja pekerja sosial. Damayanti (2006) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Faktor-Faktor Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan dan Jaringan Malang). Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode survey dan kuesioner sebagai alat pengumpulan data, analisis data dengan regresi linier berganda. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3 (satu) yaitu karateristik individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja sedangkan dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas yang meliputi karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan karakteristik situasi kerja secara bersama-sama
37
berhubungan dan berpengaruh sangat kuat terhadap pegawai. Hal ini dapat dilihat dari hasil sig F < 5% (0,000 < 0,05) yang artinya bahwa secara bersama-sama variabel karakteristik individu (X ), karakteristik pekerjaan (X ), dan karakteristik 1
2
situasi kerja (X ) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja pegawai. 3
II.2. Teori Tentang Motivasi II.2.1. Pengertian dan Tujuan Motivasi Untuk memberikan dorongan dan menggerakkan orang-orang agar mereka bersedia bekerja semaksimal mungkin, perlu diusahakan adanya komunikasi dan peran serta dari semua pihak yang bersangkutan. Motivasi menunjukkan agar manejer mengetahui bagaimana memberikan informasi yang tepat kepada bawahannya agar mereka menyediakan waktunya guna melakukan usaha yang diperlukan untuk memperoleh saran-saran dan rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah yang dihadapi. Untuk itu diperlukan keahlian manejer untuk memberikan motivasi kepada bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan. Manullang (2004) menyatakan bahwa, motivasi adalah memberikan daya perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya. Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2000), motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Sedangkan Nawawi (2003) menyatakan:
38
motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar. Dari defenisi di atas tersebut dapat dijelaskan bahwa pimpinan harus mengetahui apa dan bagaimana yang harus dipenuhi (pemuas kebutuhan karyawan) sehingga dapat menjadi daya pendorong bagi karyawan untuk berperilaku ke arah tercapainya tujuan perusahaan. Dalam pemberian motivasi seluruh perusahaan mempunyai kesamaan tujuan untuk merangsang dan mendorong individu agar bekerja lebih giat, efisien dan efektif dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa tujuan yang dapat diperoleh dari pemberian motivasi menurut Hasibuan (2005) yaitu: 1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2) Meningkatkan prestasi kerja karyawan 3) Meningkatkan kedisiplinan karyawan 4) Mempertahankan kestabilan perusahaan 5) Mengefektifkan pengadaan karyawan 6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 7) Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi 8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan 9) Meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas 10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
39
Dalam menyelaraskan hubungan antara pimpinan dengan bawahan dalam suatu perusahaan perlu dipertimbangkan rasa keten-traman dan ketenangan yang mendasar. Dengan adanya rasa tentram dan tenang ini, maka setiap karyawan akan dapat mewujudkan hubungan kerja sama yang harmonis yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil kerja mereka. Menurut Mengkunegara (2000) petunjuk penilaian untuk daftar pertanyaan mengenai motivasi berprestasi yaitu: kerja keras, orientasi masa depan, tingkat citacita yang tinggi, orientasi tugas/sasaran, usaha untuk maju, ketekunan, rekan kerja yang dipilih dan pemanfaatan waktu. Dalam hal pemberian motivasi ini pimpinan harus mampu melihat situasi serta suasana kerja para karyawan pada saat bekerja, hal ini berguna untuk memberikan motivasi pada saat kapan para karyawan diberikan motivasi, baik itu motivasi positif maupun negatif. Secara garis besarnya, menurut Hasibuan (2005) motivasi terdiri dari: 1) Motivasi
positif
(incentive
positif),
maksudnya
manajer
memotivasi
(merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi.
Dengan
motivasi
positif,
semangat
kerja
bawahan
akan
meningkatkan karena umumnya manusia senang yang baik-baik saja.
40
2) Motivasi negatif (incentive negatif), maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan memberi hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik, dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik. Dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan, Insentif (positif/negatif) harus sesuai dengan perjanjian, penggunaan harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja serta dapat meraih prestasi kerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif sangat efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi pimpinan harus konsisten dan adil dalam menerapkannya. II.2.2. Teori-Teori Motivasi Teori-teori motivasi yang akan dikemukakan berikut ini merupakan hal penting, karena teori motivasi ini dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan untuk dapat menggerakan, mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada para karyawan. Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut: 1). Teori Motivasi Klasik. Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori motivasi klasik, Frederick Winslow memandang bahwa memotivasi para karyawan hanya dari sudut pemenuhan kebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi
41
melalui gaji atau upah yang diberikan, baik uang ataupun barang, sebagai imbalan dari prestasi yang telah diberikannya. Frederick Winslow dalam Hasibuan (2005) menyatakan bahwa : “Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja bilamana ia giat, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya, manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan sistem intensif untuk memotivasi para pekerja, semakin banyak mereka berproduksi semakin besar penghasilan mereka.” Sehingga dengan adanya teori ini, maka pimpinan perusahaan dituntut untuk dapat menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan sistem intensif untuk memotivasi para karyawannya, semakin banyak karyawan berproduksi, maka semakin besar penghasilan mereka. Pimpinan perusahaan mengetahui bahwa kemampuan karyawan tidak sepenuhnya dikerahkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan demikian karyawan hanya dapat dimotivasi dengan memberikan imbalan materi dan jika balas jasanya ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya meningkat. Dengan demikian teori ini beranggapan bahwa jika gaji karyawan ditingkatkan maka dengan sendirinya ia akan lebih bergairah bekerja. 2). Teori Motivasi Abraham Maslow Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslow’s Needs Hierarchy Theory/A Theory of Human Motivation atau teori Motivasi Hierarki kebutuhan Maslow. Teori Motivasi Abraham Maslow mengemukakan bahwa teori hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak, yakni
42
seseorang berprilaku dan bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima. Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang berjenjang, artinya bila ada kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi utama, selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima. Hasibuan (2005) mengemukakan jenjang/hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow, yakni : a) Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis) Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan akan makan, minum, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berprilaku dan bekerja dengan giat.
43
b). Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan). Kebutuhan tingkat kedua menurut Maslow adalah kebutuhan keselamatan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk. c). Affiliation or Acceptance Needs (kebutuhan social) Kebutuhan Sosial dibutuhkan karena merupakan alat untuk berinteraksi social, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada asarnya manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri di tempat terpencil, ia selalu membutuhkan hidup berkelompok. d). Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan akan penghargaan dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu organisasi,
semakin
tinggi
pula
prestisenya.
Prestasi
dan
status
dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai symbol status itu. e). Self Actualization (aktualisasi diri ) Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda
44
satu dengan yang lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, sangat penting untuk memuaskan kebutuhan manusia, ini terlihat jelas pada perusahaan yang modern yang selalu memperhatikan kebutuhan karyawannya. Bentuk lain dari pembahasan ini adalah dengan memberikan perlindungan dan kesejahteraan para karyawannya. 3). Teori Motivasi Dari Frederick Herzberg Frederick Herzberg seorang Profesor Ilmu Jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan teori motivasi dua factor atau Herzberg’s Two Factors Motivation Theory atau sering juga disebut teori motivasi kesehatan (factor Higienis) Menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005) orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan yaitu: a). Pertama,
Kebutuhan
akan
kesehatan
atau
kebutuhan
pemeliharaan
maintenance factors (faktor pemeliharaan). Faktor pemeliharaan berhubungan dengan hakekat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah.
45
b). Kedua, faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang, kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan pekerjaan dengan baik. Dari teori ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa, agar kedua faktor ini (faktor pemeliharaan dan faktor psikologis) dapat dipenuhi supaya dapat membuat para karyawan menjadi lebih bersemangat dalam bekerja. Menurut Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005) ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut: a). Hal-hal yang mendorong para karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya. b). Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, dan lain-lain. c). Para karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
46
4).Teori Motivasi Prestasi Dari Mc Clelland Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement Motivation Theory atau teori Motivasi Prestasi Mc Clelland. Menurut Mc Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2005) teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia Dari beberapa teori motivasi di atas dapat disimpulkan tidak cukup memenuhi kebutuhan makan dan minum pakaian saja. Akan tetapi orang juga mengharapkan pemuasan kebutuhan biologis dan psikologis orang tidak dapat hidup bahagia. Semakin tinggi status seseorang dalam perusahaan, maka motivasi mereka semakin tinggi dan hanya pemenuhan jasmaniah saja. Semakin ada kesempatan untuk memperoleh kepuasan material dan non material dari hasil kerjanya, semakin bergairah seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan kemampuan yang dimilikinya.
II.3. Teori Kepuasan Kerja II.3.1. Pengertian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Organisasi merupakan wadah tempat berkumpulnya orang-orang yang melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan pribadi anggota organisasi dan tujuan global organisasi.
47
Melalui pendapat-pendapat para ahli dapat dipahami bahwa aktivitas manusia dalam mencapai tujuan dilatarbelakangi oleh perilaku individu, perilaku kelompok, dan perilaku organisasi. Ketiga perilaku tersebut berdampak pada tinggi rendahnya kinerja karyawan, tingkat kemangkiran, perputaran karyawan (turnover) dan kepuasan kerja. Pemahaman kepuasan kerja (job satisfaction) dapat dilihat dengan mengenal istilah dan pengertian kepuasan kerja tersebut. Beberapa referensi berikut ini dapat memberikan kejelasan makna kepuasan kerja. Handoko (2000) menyatakan :
“Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.” Davis dalam Mangkunegara (2000) mengatakan: “Kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami karyawan dalam bekerja.” Sedangkan menurut Hasibuan (2005) : “Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan kinerja.” Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan rasa menyenangkan dan tidak menyenangkan yang dirasakan oleh karyawan, secara langsung berpengaruh pada emosional dan tingkah laku dalam bekerja berupa kinerja, disiplin dan moral kerja. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka
48
menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini akan lebih mengutamakan pekerjaanya dari balas jasa, walaupun balas jasa itu penting. Adanya kepuasan kerja tentunya mempengaruhi beberapa aspek yang melingkupi pada karyawan itu sendiri. Kepuasan kerja karyawan terbentuk karena adanya faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Seperti kajian teori-teori kepuasan kerja sebelumnya, kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Menurut Harianja (2002) faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu: gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja Menurut Hasibuan (2005) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: 1) Balas jasa yang adil dan layak, 2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, 3) Berat ringannya pekerjaan, 4) Suasana dan lingkungan pekerjaan, 5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, 6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, 7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
49
Menurut Mangkunegara (2000) ada 2 faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: 1) Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja. 2) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja. Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja menurut Robbins (2001) yaitu: 1) Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptkan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
50
2) Ganjaran yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci hubungan antara upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka. 3) Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
51
4) Rekan kerja yang mendukung Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama darikepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. 5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka. Pemahaman tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan kinerja, tingkat kemangkiran, keinginan pindah, usia, jabatan dan besar kecilnya organisasi. (Siagian, 2002). Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat
52
pekerjaan dan ukuran organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam Mangkunegara (2000). II.3.2. Teori Kepuasan Kerja Pada umumnya terdapat banyak teori yang membahas masalah kepuasan seseorang dalam bekerja. Teori-teori kepuasan kerja menurut Mangkunegara (2000) antara lain: 1) Teori Keseimbangan (Equity Theory) Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan karyawan. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status symbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Sedangkan comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan inputoutcome karyawan lain (comparison person). Jadi jika perbandingan tersebut
53
dirasakan seimbang (equity) maka karyawan tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan lain yang menjadi pembanding atau comparison person. 2) Teori Perbedaan (Discrepancy Theory) Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Locke mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh karyawan. Apabila yang didapat karyawan ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka karyawan tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan karyawan tidak puas. 3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory) Teori ini pertama kali dipelopori A. H. Maslow. dikemukakan oleh A. H. Maslow tahun 1943. Teori ini merupakan kelanjutan dari “Human Science Theory” Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak, yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa kebutuhan meteriil dan non-materiil.
54
Dalam teori ini Maslow menyatakan adanya suatu hirarki kebutuhan pada setiap orang. Setiap orang memberi prioritas pada suatu kebutuhan sampai kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Jika suatu kebutuhan sudah terpenuhi, maka kebutuhan yang kedua akan memegang peranan, demikian seterusnya menurut urutannya. 4) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory) Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergatung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan. 5) Teori Pengharapan (Ecpentancy Theory). Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Vroom menjelaskan bahwa motivasi suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya. Pernyataan ini berhubungan dengan rumus dibawah ini:
Valensi X Harapan = Motivasi
55
Keterangan: a) Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu. b) Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. c) Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan tertentu. 6) Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg’s Two Factor Theory) Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg menggunakan teori
(1950). Ia
Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian
Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami mereka baik yang menyenangkan (memberikan kepuasan) maupun yang tidak menyenangkan atau tidak memberi kepuasan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan. Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor pemotivasian
(motivational factors).
Faktor
pemeliharaan
disebut
pula
dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan sub ordinat, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job
56
content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), kesempatan berkembang dan tanggung jawab.
II.4. Teori Tentang Prestasi Kerja II.4.1. Pengertian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Istilah prestasi kerja sering kita dengar atau sangat penting bagi sebuah organisasi
atau
perusahaan
untuk
mencapai
tujuannya.
Dalam
konteks
pengembangan sumber daya manusia prestasi kerja seorang karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi kerja bagi karyawan itu sendiri dan juga untuk keberhasilan perusahaan. Prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Prestasi kerja merupakan hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Menurut Dharma (1996) prestasi kerja kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang. Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
57
Hasibuan (2005) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Sastrohadiwiryo (2002) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja karyawan merupakan hasil yang dicapai karyawan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang diberikan kepadanya baik secara kuantitas maupun kualitas melalui prosedur yang berfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya standard pelaksanaan. Untuk mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut akan sia-sia. Prestasi kerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi. Dalam mencapai prestasi kerja yang tinggi beberapa faktor yang mempengaruhi menjadi pemicu apakah prestasi kerja karyawan tinggi atau rendah. Faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yang baik menurut Mangkunegara (2000) menyatakan faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yang baik menurut adalah :
58
1.
Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.
2.
Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+ skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120)
dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan seharihari, maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh sebab itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja dari individu tenaga kerja memampuan mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi. Pada banyak organisasi, prestasi kerjanya lebih bergantung pada prestasi kerja dari individu tenaga kerja. Anoraga (2004) menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan seperti: motivasi, pendidikan, disiplin kerja, keterampilan, sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan sistem kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen dan kesempatan berprestasi
59
Prestasi kerja yang optimal selain didorong oleh motivasi seseorang dan tingkat kemampuan yang memadai, oleh adanya kesempatan yang diberikan, dan lingkungan yang kondusif. Meskipun seorang individu bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang jadi penghambat. II.4.2. Mengukur dan Mengidentifikasi Prestasi Kerja Untuk mengetahui tinggi-rendahnya prestasi kerja seseorang, perlu dilakukan penilaian prestasi kerja. Handoko (2000) menyatakan bahwa: “Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasiorganisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.” Mathis dan Jakson (2002) menyatakan bahwa, prestasi kerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Prestasi kerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka membei kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: (1) kuantitas output, (2) kualitas output, (3) jangka waktu output, (4) kehadiran di tempat kerja, dan (5) sikap kooperatif. Menurut Mangkunegara (2000) unsur-unsur yang dinilai dari prestasi kerja adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerjasama.
60
Keseluruhan unsur/komponen penilaian prestasi kerja di atas harus ada dalam pelaksanaan penilaian agar hasil penilaian dapat mencerminkan prestasi kerja dari para karyawan.
61