5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Pandan Pandanus tectorius atau disebut juga pandan laut banyak dijumpai dan menjadi pemandangan umum di Hawaii. Asal mula tanaman ini dari Australia timur dan kepulauan Pasifik. Termasuk dalam family Pandanaceae, jenis pandan ini merupakan salah satu sumber daya yang dipergunakan secara luas untuk produksi tenun, makanan dan obat-obatan. Disamping itu juga digunakan untuk membuat kerajinan ornamen, dan bahan pewarna alami. Pandan merupakan golongan tumbuhan monokotil dari genus Pandanus, anggota tumbuhan ini bercirikan dengan daun memanjang (seperti daun palem atau rumput), tepinya bergerigi, akarnya besar dan memiliki akar tunjang yang menompang tumbuhan ini. Buah pandan tersusun dalam karangan berbentuk membulat, seperti buah durian. Ukuran tumbuhan ini bervariasi, mulai dari 50 cm hingga 5 meter, buah pandan yang sudah matang bersifat lengket dengan rasa manis asam, berwarna kuning pucat sampai oranye bahkan sampai merah Anonim (2013). Tumbuhan tersebut dapat ditemukan mulai dari pantai berpasir hingga hutan dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 3500 m dari permukaan laut dan mulai dari hutan sekunder dan padang rumput dengan corak ragam tanah mulai dari tanah basah subur berhumus, kapur, rawa gambut hingga tanah berpasir yang relatif kering dan miskin zat-zat hara. Buah pandan berbentuk bulat telur terbalik hingga lonjong, kulit buah berwarna hijau, kuning, jingga, merah bila masak daging buah berwarna putih menyerabut dan berisi udara di bagian ujung, berdaging kekuningan hingga jingga
6
atau merah-jingga di pangkal. Biji bulat telur, lonjong, 6-20 milimeter panjangnya. Buah pandan dari sembilan tempat di Kiribati mengandung karotenoid yang sangat bervariasi antara 62-19,086 µg β-carotene/100g. Secara umum semakin tinggi kandungan karoten semakin pekat warna buah pandan Englbelger et al. (2005). Komposisi kimia buah pandan terdiri dari air (80 g) dan karbohidrat (17 g). Ada juga tingkat signifikan beta-karoten (19 sampai 19.000 mg) dan vitamin C (5 mg), dan sejumlah kecil protein (1,3 mg), lemak (0,7 mg), dan serat (3,5 g) Adkar and Bhaskar (2014). Buah pandan disajikan pada Gambar 1.
Gambar.1 Buah pandan (Dokumentasi pribadi, 2015) 2.2 Karotenoid Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna kuning, merah dan oranye yang secara alami terdapat dalam tumbuhan dan hewan, seperti dalam wortel, tomat, jeruk, algae, lobster, dan lain-lain. Lebih dari 100 macam karotenoid terdapat di alam, tetapi hanya beberapa macam yang telah dapat diisolasi atau disintesa untuk bahan pewarna makanan. Diantaranya ialah betakarotein, beta-apo-8’-karotenal, canthaxantin, bixin dan xantofil. Karotenoid merupakan senyawa yang tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam minyak atau lemak. Diperkirakan lebih dari 100 juta ton karotenoid diproduksi setiap
7
tahun di alam. Senyawa ini baik untuk mewarnai margarin, keju, sop, pudding, es krim dan mie dengan level pemakaian 1 sampai 10 ppm. Zat warna ini baik untuk mewarnai sari buah dan minuman ringan (10 sampai 50 g untuk 1000 liter) dan mempunyai keuntungan tahan reduksi oleh asam askorbat dalam sari buah dan dapat memberikan proteksi terhadap kaleng dari korosi. Dibandingkan dengan zat warna sintetis, karotenoid mempunyai kelebihan yaitu memiliki aktivitas vitamin A Koswara (2009). Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena, dengan kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C1 dan C6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi C1 dan C5 serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi. Struktur kimia β-karoten disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia β-karoten (Elbe and Schwartz, 1996). Semua senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metil dan selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya ikatan ganda terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus kromofor yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi, maka makin pekat warna pada karotenoid tersebut yang mengarah ke warna merah (Heriyanto, 2010).
8
2.2.1 Sifat-Sifat Karotenoid Karotenoid mempunyai sifat yang spesial dimana tidak dimiliki oleh zat kimia yang lain. Fungsi dari karotenoid tergantung dari sifat spesial ini sifat ini ditentukan oleh struktur molekulnya. Ciri –ciri struktural merupakan hal yang sangat penting dalam menetukan peran biologis dari karotenoid. Secara keseluruhan geometri molekul (ukuran, pola tiga dimensi, dan adanya fungsional group) adalah sangat penting untuk memastikan bahwa karotenoid sesuai dengan cellular, sub-cellular, struktur molekul pada lokasi yang tepat dan orientasinya untuk memungkinkan ini sesuai dengan fungsinya. Kemudian sistem ikatan rangkap konjugasi menetukan sifat absorpsi cahaya dan kereaktifannya. 1. Bentuk tiga dimensi
Karotenoid bukanlah struktur dua dimensi datar yang sederhana. Mereka mempunyai bentuk tiga dimensi yang seksama yang sangat penting untuk menentukan fungsinya, beberapa perbedaan faktor stereo kimia memberikan kontribusi ke dalam bentuk dari molekul dan harus mempertimbangkan ketika mendeskribsikan dan melukiskan struktur tiga dimensinya a) Konfigurasi : Geometrical isomer Beberapa karotenoid dapat ada dalam beberapa bentuk isomer geometrik. Sekarang ini banyak minat pada bentuk isomer cis, kelarutan, dan stabilitas dibandingkan dengan isomer linear all-trans memberikan kenaikan kepada perbedaan sifat biologis. b) Konfigurasi absolute: Keulinan (chirality) Kebanyakan dari karotenoid yang diketahui memiliki struktur sekurang kurangnya satu pusat chiral atau axis. Serta tampak sebagai isomer optik yang
9
berbeda, termasuk didalamnya enantiomer. Aksi biologi mungkin spesifik untuk satu enantiomer. c) Penyesuaian Pada prinsipnya rotasi memungkinkan kira-kira untuk beberapa ikatan tunggal C – C. Aplikasi dari metode x-ray cristallography untuk mementukan penyesuaian meluas linear dari rantai polyene kaku, bentuk cincin, dan sudut yang didinginkan berliku-liku kira-kira C6 sampai C7 dari ikatan tunggal pada karotenoid yang berakhir dengan ikatan cincin. 2. Sistem Ikatan Rangkap Konjugasi
Karakterisasi pada bagian pusat dari struktur merupakan kunci dari banyak sifat penting karotenoid. a) Sifat photochemical dan penyerapan cahaya. Energi dibutuhkan untuk membawa transisi secara komparatif keadaan eksitasi energi rendah adalah relatif kecil dan kecocokan untuk cahaya pada daerah visibel pada jarak gelombang 400-500 nm. Ini memberikan peningkatan pada warna kuning, merah dan orange yang secara umum terkait dengan karotenoid. Tingkat energi dari karotenoid pada keadaan singlet atau triplet diposisikan pada karotenoid untuk berpartisipasi dalam proses transfer energi. Transfer energi singlet-singlet dan triplet-triplet ini merupakan dasar untuk peran pemanenan cahaya dan peran photophysic pada karotenoid. Dasar fundamental dari photochemistry dan photophysic karotenoid adalah peran mereka dalam proses transfer energi. b) Kereaktifan Oksidasi merupakan implikasi praktis yang penting. Karotenoid dapat rusak jika disimpan pada tempat yang terdapat oksigen. Perawatan yang
10
baik harus dilakukan untuk memastikan bahwa sampel yang digunakan seperti untuk investigasi bebas dari peroksida dan produk degradasi lainnya. c) Karotenoid radikal Karotenoid radikal dan ion radikal stabil dengan adanya delokalisasi dari elektron yang tidak berpasangan sepanjang rantai polyene dan mempunyai sifat khusus yang berkaitan dengan fungsi dari karotenoid. Misalnya pada fotosintesis dan anti-oksidan atau pro-oksidan. 3. Interaksi Molekuler
Sifat fisik dan kimia dari karotenoid dipengaruhi oleh interaksi dengan molekul lainya, seperti lemak dan protein. Karotenoid dapat mempengaruhi struktur, sifat matrik dari molekul yang berada disekitarnya. a) Aggregation. Karena
hidrophobik
yang
sangat
tinggi,
karotenoid
menunjukan
kecenderungan untuk mengalami aggregrasi dan kristalisasi. Aggregation mengubah sifat dari karotenoid seperti penyerapan cahaya dan kereaktifan kimia. b) Karotenoid pada membran. Karotenoid merupakan senyawa kimia yang sangat hidrophobik, sehingga akan diasosiasikan dengan lemak atau struktur hirophobik atau membran. Molekul hidrophobik sering dilokasikan ke membran alami dan merupakan bagian integral struktur membran komplek. c) Interaksi protein-karotenoid Interaksi antara karotenoid dan protein terjadi pada semua jenis organisme hidup. Interaksinya dapat merubah sifat fisis dan kimia dari karotenoid.
11
2.2.2 Manfaat Karotenoid Karotenoid banyak dikonsumsi orang dari makanan alami seperti buah dan sayur-sayuran karena lebih sehat serta memiliki angka kematian yang rendah dari beberapa penyakit kronis. Pada manusia karotenoid seperti β-carotene sangat berperan sebagai prekusor dari vitamin A, suatu pigmen yang sangat penting untuk proses penglihatan, karotenoid juga berperan sebagai anti oksidan dalam tubuh Ravi et al. (2010). Karatenoid merupakan scavenger yang efisien untuk radikal bebas serta dapat secara signifikan mengurangi resiko dari penyakit kanker Henrikson (2009).
2.3 Ekstraksi Karotenoid Ekstraksi
merupakan
pemisahan
senyawa
tertentu
dari
campuran
menggunakan pelarut. Ekstraksi pelarut menghasilkan senyawa tidak murni, karena setelah proses tersebut senyawa yang diinginkan masih tercampur dengan pelarut, beberapa jenis lilin, albumin dan zat warna, sehingga diperlukan proses pemisahan dan pemurnian senyawa misalnya rektifikasi. Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi caircair dan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi cair-cair, senyawa yang dipisahkan terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair adalah suatu metode pemisahan senyawa dari campurannya yang berupa padatan. Semakin banyak pengulangan dalam ekstraksi, maka semakin besar jumlah senyawa yang terekstrak dari campurannya atau efektivitas ekstraksi semakin tinggi, mengikuti persamaan berikut: DxV Xn = Xo (
DxVxv
)n
12
Keterangan: Xn
= berat zat terlarut yang diperoleh (g)
Xo
= berat zat terlarut yang diekstrak (g)
D
= perbandingan distribusi kedua fase
V
= volume larutan (ml)
v
= volume pelarut (ml)
Cara
ekstraksi
senyawa padat-cair
dengan prosedur
klasik
adalah
menggunakan ekstraksi kontinyu dengan alat ekstraktor Soxhlet menggunakan pelarut yang berbeda-beda, misalnya eter, petroleum eter dan kloroform. Cara kerja dengan ekstraksi pelarut menguap cukup sederhana yaitu bahan dimasukkan ke dalam ketel ekstraktor. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam bahan dan melarutkan minyak beserta beberapa jenis lilin, albumin, dan zat warna Guenther (1987). Ekstrak yang diperoleh disaring dengan penyaringan vakum, lalu dipekatkan dengan rotary evaporator vakum yang akan memekatkan larutan tanpa terjadi percikan pada temperatur antara 30oC sampai 40oC. Saat ini, monoterpen dan seskuiterpen diisolasi dari jaringan tanaman dengan ekstraksi memakai eter, eter minyak bumi atau aseton Harborne (1987). Cara lain yang dapat dilakukan adalah maserasi, yaitu menggunakan lemak panas, dengan temperatur mencapai 80oC dan jaringan tanaman yang dimaserasi dicelupkan ke dalamnya. Penggunaan lemak panas dapat digantikan dengan pelarut organik yang volatil. Penekanan utama metode ini adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan jaringan yang diekstrasi Guenther (1987). Maserasi merupakan penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam pelarut yang sesuai selama beberapa jam
13
sampai tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Sudjadi, 1986). Ekstraksi karotenoid sangat ditentukan oleh pelarut yang digunakan karena keberadaan karotenoid intraseluler dan bersifat sangat hidrofobik Dutta et al. (2006). Oleh karena itu karotenoid umumnya diekstrak dengan pelarut non polar Mortensen (2006). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menggunakan perbandingan bahan dengan pelarut dan lama ekstraksi dalam mengekstrak karotenoid dari bahan salah satunya yaitu pada ekstraksi pigmen karotenoid labu kabocha perlakuan terbaik yaitu rasio antara bahan dengan pelarut yaitu 1:9, dan lama ekstraksi 25 menit pelarut yang digunakan petroleum eter dan aseton Manasika dan Widjanarko (2015), pada penelitian stabilitas warna ekstrak buah merah menunjukkan perlakuan lama ekstraksi buah merah dengan pemanasan menggunakan suhu terbaik adalah 360 menit pada suhu 85 °C Satriyanto dkk, (2012), pada ekstraksi buah pandan ukuran partikel terbaik adalah 60 mesh dan lama ekstraksi terbaik yaitu 5 jam pelarut yang digunakan etanol Antari dkk. (2015) dan suhu terbaik 45°C Cahayanti (2015). Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi pewarna dari buah pandan yaitu kloroform.
14
2.4 Pelarut Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari- hari adalah air. Disamping itu juga menggunakan bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut organik biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah lebih besar Wanto dan Romli (1977). 2.4.1 Kloroform Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform merupakan senyawa karbon yang berwujud cair dan mudah menguap pada suhu kamar. Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, akan tetapi penggunaanya sudah dilarang karena telah terbukti dapat merusak liver dan ginjal. Kloroform kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap, dan berbau khas. Kloroform dapat disintesis dengan cara mencampuran etil alkohol atau etanol dengan kalsium hipoklorit. Kalsium hipoklorit merupakan donor unsur klor. Selain kalsium hipoklorit, penyumbang unsur klor yang dapat dipakai adalah pemutih pakaian. Pemutih pakaian memiliki senyawa aktif yaitu asam hipoklorit. Etil alkohol dipanaskan dan dicampurkan dengan kalsium hipoklorit Sunarya (2012). Penggunaan pelarut kloroform dalam ekstraksi buah pandan karena pelarut kloroform merupakan senyawa non polar dapat memecahkan
15
kandungan lemak yang terdapat dalam buah pandan, dengan pemecahan lemak tersebut maka akan memudahkan dalam mengekstraksi senyawa yang terdapat dalam
buah
pandan.
Polaritas
bahan
pelarut
dan
angka
konstanta
dielektrikumnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konstanta dielektrikum bahan-bahan pelarut Bahan Pelarut n-heksana petroleum ether n-oktan sikloheksan benzene toluene asam propanoat dietilether chloroform butilasetat etilasetat asam asetat metilasetat tetrahidrofuran metilenkhlorida t-butanol piridin 2-butanol n-butanol 2-propanol 1-propanol aseton ethanol metanol asam formiat air
Konst. Dielektrikum 1,89 1,90 1,95 2,02 2,28 2,38 3,30 3,34 4,81 5,01 6,02 6,15 6,68 7,58 9,08 10,09 12,30 15,80 17,80 18,30 20,10 20,70 24,30 33,60 58,50 80,40
Tingkat Kelarutan dalam Air Tak Larut Sedikit Tl tl tl tl s tl
Misibel *
m s s s s s s s s m m s s m s m m m m m
*misibel artinya dapat bercampur dengan air dalam berbagai proporsi. Sumber : Sudarmadji dkk. (1997) 2.4.2 n-Heksana Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 (isomer utama n-heksana memiliki rumus CH3(CH2)4CH3). Awalan heksmerujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Heksana memiliki titik didih 69oC, konstanta dielektrik sebesar 2.0 dan masa jenis 0,655 g/ml. Heksana adalah pelarut non
16
polar yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Heksana merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam Maulida D. dkk. (2010). 2.4.3 Etil Asetat Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut. Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam. Pembuatan etil asetat secara niaga dari asam asetat dan etanol meliputi penyulingan ester bertitik didih rendah (titik didih= 77oC) begitu ester ini terbentuk dari reaksi. Hasil sulingan sebenarnya merupakan azeotron tiga (suatu campuran yang tetap mendidih pada suhu tetap) mendidih pada suhu 70 oC dan terdiri atas 83% etil asetat, 8% etanol dan air 9%. Kedua komponen yang disebut terakhir mudah
17
diambil dengan proses ekstraksi, dan etanolnya didaur kembali untuk pengesteran lebih lanjut (Pine, 1988). CH3CO2C2H5 (etil asetat) + NaOH (natrium hidroksida) → C2H5OH (etanol) + CH3CO2Na (natrium asetat). 2.4.4 Aseton Aseton juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Dengan karakteristik, rumus molekul CH3COCH3, berat molekul 50,1 kg/mol, melting point - 94,6o C, dan spesifik gravity 0,7863 ( 25oC) Aseton dapat digunakan untuk mengaktifkan karbon arang dari batok kelapa. Carbon dari proses carbonasi batok kelapa yang merupakan bahan penutup porinya adalah tar, akan diekstrasi dengan dikontakkan dengan aseton Suhartono dkk. (1998). Aseton sangat baik digunakan untuk mengencerkan resin kaca serat, membersihkan peralatan kaca gelas, dan melarutkan resin epoksi dan lem super sebelum mengeras. Ia dapat melarutkan berbagai macam plastik dan serat sintetis.