II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Pandan Secara taksonomi Pandanus tectorius atau pandan laut termasuk kelas Liliopsida (monokotil), ordo Pandanales, famili Pandanaceae, dan genus Pandanus. Tanaman pandan ini berasal dari Australia Timur dan Kepulauan Pasifik. Pohon Pandan (Pandanus tectorius) merupakan salah satu jenis tanaman perdu, yang dapat tumbuh pada berbagai agroekosistem dan daerah penyebaran yang sangat luas (Mogea, 1982 dalam Haris dan Sunarya, 2004). Keunikan bunga pada jenis pandan ini bisa dibedakan jenis jantan dan betinanya. Bunga jantan bentuknya kecil, wangi dan hanya hidup satu hari sedangkan bunga betinanya menyerupai nanas. Buah pandan laut berbentuk agak bulat dan memiliki kulit berserat luar seperti duri. Buah ini dapat bertahan selama berbulan-bulan (Ken, 2010). Buah pandan tersusun dalam karangan berbentuk bulat, seperti buah durian. Ukuran tumbuhan ini bervariasi, mulai dari 50 cm hingga 5 m, bahkan di Papua banyak pandan hingga ketinggian 15 m. Daun pandan selalu hijau (hijau abadi, evergreen), sehingga beberapa di antaranya dijadikan tanaman hias ada 600 jenis pandan di seluruh dunia, di antaranya pandan wangi, pandan laut dan pandan berduri. Tiap pohon pandan mempunyai rata-rata daun sebanyak 300 lembar dan buah 8 – 12 per tahun (Englbelger et al., 2005). Buah pandan (Pandanus tectorius) dari sembilan tempat di Kiribati mengandung karotenoid yang sangat bervariasi antara 62-19,086 µg βcarotene/100g. Secara umum semakin tinggi kandungan karoten semakin pekat 5
6
warna buah pandan (Englbelger et al., 2005). Buah pandan yang sudah matang bersifat lengket dengan rasa manis asam, berwarna kuning pucat sampai oranye bahkan sampai merah. Di Papua Nugini dan Solomon buah pandan dikonsumsi dalam bentuk segar atau yang sudah diolah (Thomson et al, 2006). Buah pandan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Buah pandan (Thomson et al., 2006).
Pandan laut merupakan salah satu sumber daya yang dipergunakan secara luas untuk produksi tenun, makanan, dan obat-obatan. Sebagai tanaman obat, pandan laut dipergunakan untuk mengobati penyakit kelenjar. Bagian akar dapat dibuat jus untuk mengobati peradangan kulit. Bunga jantan pada tanaman ini dapat dicampur dengan akarnya, dan digunakan untuk obat pencahar/pencuci perut. Penduduk Fiji membuat teh dari daun pandan laut antara lain sebagai obat diare. Kegunaan tanaman pandan adalah sebagai bahan baku produk-produk makanan dan serat tekstil (Stone, 1999 dalam Haris dan Sunarya, 2004.) Di Indonesia tanaman pandan umumnya digunakan sebagai bahan baku industri anyaman yang sangat prospektif sebagai komoditas ekspor (Rahayu, 2004).
7
2.2 Karotenoid Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, atau merah orange, yang ditemukan pada tumbuhan, kulit, cangkang / kerangka luar (eksoskeleton) hewan air serta hasil laut lainnya seperti molusca (calm, oyster, scallop), crustacea (lobster, kepiting, udang) dan ikan (salmon, trout, sea beam, kakap merah dan tuna). Karotenoid juga banyak ditemukan pada kelompok bakteri, jamur, ganggang dan tanaman hijau. Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena, dengan kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C1 dan C6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi C1 dan C5 serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi. Struktur kimia β-karoten disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia β-karoten (Elbe and Schwartz, 1996). Semua senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metil dan selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya ikatan ganda terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus kromofora yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi, maka makin pekat warna pada karotenoid tersebut yang mengarah ke warna merah (Heriyanto et al., 2010)
8
2.2.1. Sifat-sifat Karotenoid Karotenoid tahan terhadap basa dan mudah teroksidasi karena mempunyai banyak ikatan rangkap terkonyugasi. Beberapa reaksi oksidasi mengakibatkan kehilangan warna pada makanan. Aktivitas enzim terutama lipoksigenase mempercepat degradasi pigmen karotenoid. Karotenoid agak stabil terhadap panas, mudah mengalami isomerisasi oleh panas, asam, dan sinar (Elbe and Schwartz, 1996). 2.2.2
Manfaat Karotenoid Karotenoid banyak dikonsumsi orang dari makanan alami seperti buah dan
sayur-sayuran karena lebih sehat serta memiliki angka kematian yang rendah dari beberapa penyakit kronis. Pada manusia karotenoid seperti β-carotene sangat berperan sebagai prekusor dari vitamin A, suatu pigmen yang sangat penting untuk proses penglihatan, karotenoid juga berperan sebagai anti oksidan dalam tubuh (Ravi et al., 2010). Karatenoid merupakan scavenger yang efisien untuk radikal bebas serta dapat secara signifikan mengurangi resiko dari penyakit kanker (Henrikson, 2009). Selain itu karotenoid juga banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada makanan yaitu sebagai pewarna makanan (Mortensen, 2006), seperti ekstrak dari kulit citrus digunakan sebagai pewarna pada orange jus sejak meningkatnya harga pewarna jus. Safron banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan karena rasanya dan warna yang di inginkan. Anato berperan selain sebagai pewarna makanan juga dimanfaatkan sebagai pewarna pada industri textile dan kosmetik, Astaxathin merupakan suatu pewarna pada trout dan salmon (Henrikson, 2009). Preparasi
9
dari tomat telah digunakan secara luas untuk menyediakan pewarna pada bahanbahan makanan (Watson, 2008). Pada organisme fotosintesis, khususnya tanaman, karotenoid memegang peranan yang sangat penting dalam reaksi utama fotosintesis karena berpartisipasi dalam proses transfer energi, atau melindungi reaksi utama dari auto-oxidation (Cogdell et al., 2000). Pada
organisme
non-fotosintesis,
khususnya
manusia
karotenoid
berhubungan dengan mekanisme pencegahan oksidasi. Produk dari degradasi karatenoida seperti ionones, damascones, dan damascenones juga sangat penting dalam zat pewangi kimia sehingga sangat sering digunakan dalam industri parfum dan wewangian. Beta-damascenones dan beta-ionone meskipun dalam konsentrasi yang rendah pada distilasi bunga mawar, merupakan senyawa kunci yang memberikan kontribusi wangi (Xiaofen Du, 2009). Secara nyata bau harum bunga yang mucul pada teh hitam, tembakau tua, anggur, dan banyak buah berhubungan dengan senyawa aromatis hasil dari perusakan karotenoid. 2.2.3. Ekstraksi Karotenoid Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa tertentu dari campuran menggunakan pelarut. Ekstraksi pelarut menghasilkan senyawa tidak murni, karena setelah proses tersebut senyawa yang diinginkan masih tercampur dengan pelarut, beberapa jenis lilin, albumin dan zat warna, sehingga diperlukan proses pemisahan dan pemurnian senyawa misalnya rektifikasi. Ekstraksi secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi cair-cair, senyawa yang dipisahkan terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan ekstraksi padat-cair adalah suatu metode pemisahan senyawa dari campurannya yang
10
berupa padatan. Semakin banyak pengulangan dalam ekstraksi, maka semakin besar jumlah senyawa yang terekstrak dari campurannya atau efektivitas ekstraksi semakin tinggi, mengikuti persamaan berikut (Vogel, 1978): DxV Xn = Xo ( Keterangan:
DxVxv
)n
Xn
= berat zat terlarut yang diperoleh (g)
Xo
= berat zat terlarut yang diekstrak (g)
D
= perbandingan distribusi kedua fase
V
= volume larutan (mL)
v
= volume pelarut (mL)
Cara ekstraksi senyawa padat-cair dengan prosedur klasik adalah menggunakan ekstraksi kontinyu dengan alat ekstraktor Soxhlet menggunakan pelarut yang berbeda-beda, misalnya eter, petroleum eter dan kloroform. Cara kerja dengan ekstraksi pelarut menguap cukup sederhana yaitu bahan dimasukkan ke dalam ketel ekstraktor. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam bahan dan melarutkan minyak beserta beberapa jenis lilin, albumin, dan zat warna (Guenther, 1987). Ekstrak yang diperoleh disaring dengan penyaringan vakum, lalu dipekatkan dengan rotary evaporator vakum yang akan memekatkan larutan tanpa terjadi percikan pada temperatur antara 30 oC sampai 40oC. Saat ini, monoterpen dan seskuiterpen diisolasi dari jaringan tanaman dengan ekstraksi memakai eter, eter minyak bumi atau aseton (Harborne, 1987). Cara lain yang dapat dilakukan adalah maserasi, yaitu menggunakan lemak panas, dengan temperatur mencapai 80oC dan jaringan tanaman yang dimaserasi dicelupkan ke dalamnya. Penggunaan lemak panas dapat digantikan
11
dengan pelarut organik yang volatil. Penekanan utama metode ini adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan jaringan yang diekstrasi (Guenther, 1987). Beberapa penelitian yang telah dilakukan yang menggunakan campuran beberapa pelarut dalam mengekstraksi karotenoid dari dalam bahan salah satunya yaitu ekstraksi karoten dari buah palem (Licuala grandis) hasil penelian terebut menunujukkan bahwa perlakuan terbaik dihasilkan pada perbandingan pelarut (heksan : aseton) = 50 : 50 yang menghasilkan pH pelarut 6,8 yang diikuti dengan nilai dielektrikum 11,295, kadar karotenoid sebesar 42,0272 mg/100 ml, rendemen sebesar 18,86%, tingkat kemerahan 298,2395, tingkat kekuningan 64,18687 (Heryanto, 2010). Ekstraksi karoten pada buah merah menunjukkan hasil akurat dengan menggunakan campuran pelarut aseton dan kloroform (3:7) (Sundari, 2008). Ekstraksi karotenoid dari ubi jalar jingga pada ubi segar dan ubi yang dikurangi kadar airnya, menggunakan campuran pelarut etanol dan aseton pada beberapa perbandingan (5:5; 7:3; dan 9:1) dilakukan oleh (Ginting, 2013). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstraksi dengan pelarut etanolaseton (5:5) pada ubi yang dikurangi kadar airnya menghasilkan ekstrak pewarna dengan kadar beta-karoten tertinggi dibandingkan perlakuan yang lain. 2.3. Pelarut Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Disamping itu juga dapat menggunakan bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik. Pelarut organik biasanya memiliki titik didih rendah, lebih mudah menguap dan
12
mempunyai polaritas yang berbeda. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah lebih besar (Wanto dan Romli, 1977). Polaritas pelarut dapat diketahui dari nilai konstanta dielektrikum. Konstanta dielektrikum pelarut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konstanta dielektrikum pelarut
Bahan Pelarut
Konstanta Dielektrikum
Tingkat Kelarutan dalam Air
n-heksana 1,89 petroleum ether 1,90 n-oktan 1,95 sikloheksan 2,02 benzene 2,28 toluene 2,38 asam propanoat 3,30 dietilether 3,34 chloroform 4,81 butilasetat 5,01 etilasetat 6,02 asam asetat 6,15 metilasetat 6,68 tetrahidrofuran 7,58 metilenkhlorida 9,08 t-butanol 10,09 piridin 12,30 2-butanol 15,80 n-butanol 17,80 2-propanol 18,30 1-propanol 20,10 aseton 20,70 ethanol 24,30 methanol 33,60 asam formiat 58,50 air 80,40 Keterangan: tl= tidak larut sl= sedikit larut Sumber: (Sudarmadji et al., 1997)
tl tl tl tl sl tl l sl sl sl sl sl sl sl sl l l sl sl l sl l l l l l l= larut
2.3.3. Etanol Etanol disebut juga etil alkohol adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling
13
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2 H5). Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obatobatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya (Sudarwanto et al., 2004). 2.3.4. Kloroform Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3). Kloroform merupakan senyawa karbon yang berwujud cair dan mudah menguap pada suhu kamar. Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, akan tetapi penggunaanya sudah dilarang karena telah terbukti dapat merusak liver dan ginjal.
Kloroform
kebanyakan
digunakan
sebagai
pelarut
nonpolar
di
laboratorium.Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap, dan berbau khas. Kloroform dapat disintesis dengan cara mencampur antara etil alkohol atau etanol dengan kalsium hipoklorit. Kalsium hipoklorit merupakan donor unsur klor. Selain kalsium hipoklorit, penyumbang unsur klor yang dapat dipakai adalah pemutih pakaian. Pemutih pakaian memiliki senyawa aktif yaitu asam
14
hipoklorit. Etil alkohol dipanaskan dan dicampurkan dengan kalsium hipoklorit (Sunarya, 2012). 2.3.5. Aseton Aseton, yang dikenal juga sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Karakteristik aseton adalah sebagai berikut: rumus molekul CH3COCH3, berat molekul 50,1 kg/mol, melting point - 94,6 oC, dan spesifik gravity 0,7863 ( 25oC). Aseton merupakan keton yang paling sederhana, digunakan sebagai pelarut polar dalam kebanyakan reaksi organik. Aseton digunakan untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya. Pada penelitian Sari (2015) penggunaan pelarut aseton dapat menghasilkan ekstrak buah pandan dengan kadar karotenoid yang tinggi yaitu (0,12%) yang tidak berbeda nyata dengan pelarut klorofom (0,12%) dan etil asetat (0,17%).