II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Buah-buahan Lokal Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang peranan penting bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Fungsi buah-buahan sangat penting bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung banyak vitamin dan mineral. Dewasa ini, masyarakat mulai memperhatikan untuk mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung zat gizi. Hal ini berarti bahwa buah-buahan memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Pengertian buah dalam lingkup pertanian (hortikultura) adalah Hortikultura berasal dari kata “hortus” (= garden atau kebun) dan “colere” (= to cultivate atau budidaya).
Secara
harfiah
istilah
Hortikultura
diartikan
sebagai
usaha
membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Wisnu,2011). Buah lokal Bali adalah semua jenis buah-buahan yang dikembangkan dan dibudidayakan di Bali. Produk buah lokal adalah semua hasil dan turunan hasil yang berasal dari tanaman buah lokal yang masih segar. Buah lokal meliputi dua macam, pertama adalah buah yang varietas tanamannya asli Indonesia dan ditanam petani di Indonesia, kedua ialah buah yang varietas tanamannya dari negara lain namun ditanam petani di Indonesia. Dengan demikian, buah lokal itu buah yang dihasilkan petani Indonesia terlepas dari mana asal varietasnya (Hidayat, 2012). 2.2 Keanekaragaman Hayati Buah-buahan Lokal Keanekaragaman hayati atau Biodiversity adalah kata yang belum lama diperkenalkan oleh pakar yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup. Kata ini
kemudian menjadi lebih bermakna setelah diperkenalkan oleh E.O.Wilson pada tahun 1989 dalam buku dan tulisan ilmiahnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini kemudian menjadi sangat populer dan dipakai bukan saja oleh ahli lingkungan, tetapi juga oleh peneliti, pemerhati lingkungan, penyandang dana, pendidik, ahli sosial, ekonomi, para pengambil kebijakan, dan banyak lagi orang yang mengenal kata tersebut tetapi tidak mengetahui artinya (Supriatna, 2008). Definisi keanekaragaman hayati yaitu kekayaan hidup di bumi, jutaan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, genetika yang dikandungnya, dan ekosistem yang dibangunnya menjadi lingkungan hidup. Keanekaragaman hayati berkembang dari (1) keanekaragaman tingkat gen, (2) keanekaragaman tingkat jenis dan (3) keanekaragaman tingkat ekosistem. Keanekaragaman hayati perlu dilestarikan karena di dalamnya terdapat sejumlah spesies asli sebagai bahan mentah perakitan varietas-varietas unggul. Kelestarian keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan terganggu bila ada komponen-komponennya yang mengalami gangguan. Gangguan terhadap komponen-komponen ekosistem tersebut dapat menimbulkan perubahan pada tatanan ekosistemnya (Drew and Romig, 2013). Bali memiliki kekayaan alam dan kekayaan hayati yang sangat melimpah dan beragam yang harus dijaga, dilestarikan, dikembangkan, dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan pemanfaatan dan pengelolaan berbagai potensi yang ada tersebut untuk sebesar-besarnya digunakan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Tanaman buah adalah suatu kelompok jenis tanaman hortikultura selain tanaman sayuran, tanaman bahan obat dan tanaman perkebunan yang keseluruhan atau bagian dari buahnya dapat dikonsumsi dalam keadaan segar maupun setelah diolah. Keanekaragaman hayati tanaman buah telah berkembang di Bali, baik sebagai konsumsi masyarakat, maupun untuk sarana kegiatan keagamaan, bahkan secara turun-temurun buah lokal telah digunakan sebagai salah satu pelengkap sarana dalam usada (pengobatan) di Bali. 2.3 Jenis-jenis Buah-buahan di Indonesia Banyak jenis buah-buahan tropis dihasilkan di berbagai wilayah Indonesia namun, buah-buahan tersebut kebanyakan tersedia melimpah di pasar lokal hanya pada saat panen raya. Sedikit jenis buah yang menempati pasar swalayan atau pasar dunia (internasional). Jenis buah-buahan tropis yang dipasarkan di pasaran internasional pada saat ini adalah Pisang, Nanas, Mangga, Alpukat, rambutan, Markisa, sirsak, Jambu Biji, Belimbing, dan Manggis (Sunarjono, 2000). Secara botani, buah dapat didefinisikan sebagai ovari matang dari suatu bunga dengan segala isinya serta bagian-bagian yang terkait erat dari bunga tersebut. Oleh karena itu, buah terdiri atas bagian-bagian seperti dinding ovari atau pericarp (yang berdiferensiasi mejadi eksocarp, endocarp, dan mesocarp), biji, jaringan plasenta, partisi, reseptakel, dan sumbu tangkai bunga. Berdasarkan jumlah penyusunnya, buah dapat diklasifikasikan atas beberapa kelompok, yaitu: a)
Buah sederhana, yaitu buah yang berkembang dari satu ovari. Buah sederhana dikelompokkan lagi menjadi :
1. Buah sederhana berdaging (pericarpnya berdaging). Tipe buah demikian dapat dikelompokkan lagi menjadi :
2. Buah sederhana tidak berdaging (pericarpnya kering), yang dapat digolongkan menjadi : a.
Golongan dehiscent (membuka dan menyebarkan biji pada saat matang)
b.
Golongan indehiscent (tidak membuka dan tidak menyebarkan biji pada saat matang)
b)
Buah agregat, yaitu buah yang berasal dari beberapa ovari pada bunga yang sama, baik ovari tersebut bergerombol maupun menyebar pada satu eseptakel, yang kemudian menyatu menjadi satu buah. Contoh buah tipe ini misalya pada tanaman stroberi (Fragaria vesca)
c)
Buah majemuk, yaitu buah yang berasal dari beberapa ovari dari beberapa bunga, lalu menyatu menjadi satu massa. Contoh buah tipe ini misalnya pada tanaman Nanas (Ananas comosus). Berdasarkan asal tanaman buahbuahan, maka tanaman dapat dikelompokkan menjadi dua sumber yaitu : a. Tanaman buah sub-tropik umumnya berasal dari daerah antara 230-400 Lintang, contoh : kasemak, pear. b. Tanaman buah tropik berasal dari daerah khatulistiwa sampai 230 Lintang.Contoh: rambutan, durian, Manggis, duku, dan sebagainya. Tanaman buah sub-tropik umumnya masih dapat dikembangkan di daerah tropik seperti: daerah pegunungan (≥1000 meter di atas permukaan laut), sedangkan tanaman buah tropik lebih sulit dikembangkan di daerah subtropik (Barus, 2008).
2.4 Kendala dan Potensi Pengembangan Tanaman Buah-buahan di Bali Walau Bali memiliki potensi besar di satu pihak, tetapi di pihak lain Bali juga menghadapi kendala dalam pengembangan usaha hortikultura, yang dapat digolongkan menjadi kendala substansi dan kendala organisasi/kelembagaan. Kendala substansi terdiri dari: 1.
Relatif sempitnya kepemilikan atau penguasaan lahan untuk usaha hortikultura buah-buahan
2.
Terbatasnya diversifikasi produk-produk agribisnis dan agroindustri hortikultura, sehingga kurang mampu memenuhi pasar domestik dan pasar ekspor
3.
Kualitas beberapa produk buah-buahan masih belum mampu menyesuaikan dengan tuntutan pasar domestik dan internasional
4.
Kelangkaan kualitas sumberdaya manusia yang mempunyai kemampuan memadai dalam menajamen agribisnis, teknologi pengolahan serta pengetahuan manajemen mutu
5.
Belum maksimalnya dukungan pihak perbankan terhadap pengembangan agribisnis hortikultura, baik dari aspek permodalan maupun suku bunga
6.
Kurangnya kegiatan dan pengetahuan untuk menyiasati pasar (market intelligence)
7.
Kurangnya upaya promosi pasar di luar negeri
8.
Kurangnya dukungan pemerintah untuk merangsang dan mempermudah akses pasar.
Kendala organisasi atau kelembagaan meliputi : 1.
Belum berkembangnya lembaga pemasaran domestik maupun ekspor
2.
Informasi pasar kepada petani secara asimetri akibat belum berfungsinya lembaga-lembaga pemasaran
3.
Upaya koordinasi intensif dalam membangun sistem informasi terpadu belum banyak dilakukan
4.
Iklim persaingan belum berkembang secara baik
5.
Lemahnya manajemen pemasaran terutama di daerah pedesaan
6.
Kurangnya asosiasi-asosiasi untuk setiap jenis komoditi buah-buahan di Bali (Syukron, 2012).
2.5 Perlindungan Buah-buahan Lokal Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 3 tahun 2013 tentang perlindungan buah lokal Pasal 1 ayat 8 yang berbunyi Perlindungan buah lokal adalah keseluruhan kegiatan perencanaan, arahan kawasan, usaha dan produk, informasi, penelitian dan pengembangan, pemberdayaan, pembiayaan, pengawasan dan peran serta masyarakat. Keragaman fungsi dari tanaman dan produk buah tersebut merupakan potensi ekonomi yang sangat besar untuk menggerakkan roda perekonomian yang dapat menciptakan pendapatan, peluang usaha, kesempatan kerja, serta keterkaitan hulu-hilir dan dengan sektor lain. Sehubungan dengan besarnya potensi ekonomi tersebut, diperlukan pengaturan penyelenggaraan peraturan perlindungan buah lokal yang menuntut kejelasan kewajiban dan kewenangan Pemerintah Daerah, serta hak dan kewajiban pelaku usaha dan masyarakat, yang dijamin oleh kepastian hukum.
2.6 Identifikasi, Karakter Morfologi dan Agronomi Sumber Daya Genetik Buah-buahan. Identifikasi berarti mengungkapkan atau menetapkan identitas atau jati diri suatu tumbuhan, dan dalam hal ini bertujuan menentukan namanya yang benar dan tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi. Identifikasi atau determinasi tumbuhan adalah pemberian atau penentuan nama ilmiah atau takson terhadap spesimen tumbuhan yang belum diketahui nama ilmiah atau taksonnya. Identifikasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Menyamakan dengan gambar-gambar pada buku atau majalah 2. Menggunakan kunci determinasi yang terdapat pada buku-buku misalnya Flora untuk sekolah di Indonesia 3. Menyamakan dengan tumbuhan hidup yang telah diketahui namanya di Kebun Raya atau Kebun Botani Kunci identifikasi adalah suatu cara atau alat bantuan secara analitik atau susunan kalimat dimana pilihan dapat dilakukan antara dua keadaan yang berlawanan yang akan menghasilkan penerimaan salah satu pilihan dan penolakan lainnya. Identifikasi karakter morfologi disusun dengan melakukan pengamatan terhadap karakter pohon (bentuk tanaman, percabangan, lebar kanopi, tinggi tanaman, tinggi batang), karakter daun (tipe daun, bentuk daun, panjang tangkai daun, panjang dan lebar helaian daun, warna daun), karakter bunga (tempat tumbuh bunga, tipe bunga, susunan bunga, warna bunga, warna bagian-bagian bunga, panjang tangkai bunga, waktu berbunga, lama musim berbunga), karakter buah (kedudukan buah, bentuk buah, warna kulit buah, warna daging buah, musim
berbuah, umur buah panen/waktu dari sejak bunga mekar sampai buah masak), dan karakter biji (ada tidaknya biji, berat biji, warna biji, panjang dan lebar biji). Identifikasi karakter agronomi disusun dengan melakukan pengamatan terhadap, umur berbunga, jumlah buah per pohon, jumlah bunga per pohon, hasil per pohon, dan berat per buah, waktu panen (Tjitrosoepomo. 1985). 2.7 LQ (Location quotient) Metode Location Quotients merupakan suatu alat yang dapat digunakan dengan mudah, cepat, dan tepat. Karena sederhanaannya, teknik Location Quotient dapat dihitung berulang kali dengan menggunakan berbagai perubahan acuan dan periode waktu. Analisis Location Quotient dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergesaran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi golongan, yaitu : 1. Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. 2. Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri. Adapun rumus untuk menghitung LQ, sebagai berikut : Xikj / Xkj kj
LQi = Xip / Xp LQikj = LQ komoditas i di wilayah kecamatan Xikj = Output komoditas i di wilayah kecamatan Xkj
= Total output/agregat komoditas sejenis di wilayah kecamatan
Xip
= Output komoditas i di wilayah kecamatan
Xp
= Total output/agregat komoditas sejenis di wilayah kabupaten
LQ > 1 menunjukkan terdapat konsentrasi relatif disuatu wilayah dibandingkan dengan keseluruhan wilayah. Hal ini berarti komoditas i di suatu wilayah merupakan sektor basis yang memiliki keunggulam komparatif. LQ = 1 merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan komparatif. Produksi komoditas yang dihasilkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam wilayah itu. LQ < 1. merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan komparatif, produksi komoditas i di wilayah itu tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan harus mendapat pasokan dari luar wilayah. Komoditas yang menghasilkan nilai LQ > 1 merupakan strandar normatif untuk ditetapkan
sebagai
komoditas
unggulan.
jika
banyak
komoditas
yang
menghasilkan nilai LQ > 1 maka derajat keunggulan komparatif ditentukan berdasarkan nilai LQ yang lebih tinggi di suatu wilayah, karena makin tinggi nilai LQ maka menunjukkan semakin tinggi pula potensi keunggulan komoditas tersebut(Meiningsih,2010).
10