II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel padat tersebut (Das, 1995). Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relative lepas (loose) yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, H.C., 1992). Menurut Bowles, tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut : 1. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles). 2. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm. 3. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm). 4. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang
6
disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai. 5. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif. 6. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.
B. Klasifikasi Tanah Sistem Klasifikasi Tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompokkelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya (Das, 1995). Sistem
klasifikasi
tanah
dimaksudkan
untuk
menentukan
dan
mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian
terhadap
pemakaian
tertentu
dan
juga
berguna
untuk
menyampaikan informasi mengenai kondisi tanah dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data dasar. Klasifikasi tanah juga berfungsi untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1991). Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indek pengujian yang sangat sederhana untuk memperoleh karakteristik tanahnya. Umumnya klasifikasi
7
didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisis saringan (percobaan sedimentasi) dan plastisitasnya (Hardiyatmo, 2002). Adapun sistem klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official) Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria berikut ini : a. Ukuran butir dibagi menjadi : Kerikil
: bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan diameter 2 mm.
Pasir
: bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 2 mm dan tertahan pada ayakan diameter 0,0075 mm.
Lanau & Lempung : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 0,0075 mm. b. Plastisitas, nama berlanau dipakai apabila bagian–bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih. c. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan dalam contoh tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.
8
Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Klasifikasi umum Klasifikasi kelompok Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)
Tanah berbutir (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 A-1 A-2 A-3 A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Maks 50 Maks 30 Maks 15
Min 51 Maks 10
Maks 35
Maks 35
Maks 35
Maks 35
Maks 6
NP
Maks 40 Maks 10
Min 41 Maks 10
Maks 40 Min 11
Min 41 Min 11
Tipe material yang paling dominan
Batu pecah, kerikil dan pasir
Pasir halus
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Baik sekali sampai baik Tanah berbutir (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi umum Klasifikasi kelompok NNNNNN Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)
Maks 50 Maks 25
A-4
A-5
A-6
A-7 A-7-5 A-7-6
Min 36
Min 36
Min 36
Min 36
Maks 40 Maks 10
Min 41 Maks 10
Maks 40 Min 11
Min 41 Min 11
Tipe material yang paling dominan
Tanah berlanau
Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Biasa sampai jelek
Tanah Berlempung
Catatan: Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 bergantung pada batas plastisnya (PL) Untuk PL > 30, klasifikasinya A-7-5; Untuk PL < 30, klasifikasinya A-7-6. NP = Non Plastis.
Sumber: Hardiyatmo (1992).
2. Sistem Unified Soil Classification System (USCS)
Unified Soil Classification System (USCS) diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE).
9
Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu : 1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200. Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil dan S untuk tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah bergradasi buruk. 2. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50% berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk plastisitas rendah dan H untuk plastisitas tinggi. Menurut Bowles, Kelompok-kelompok tanah utama sistem klasifikasi USCS dapat dilihat pada tabel 2. berikut ini : Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah USCS Jenis Tanah
Prefiks
Kerikil
G
Pasir
S
Lanau Lempung Organik Gambut
M C O Pt
Sub Kelompok Gradasi baik Gradasi buruk Berlanau Berlempung
Sufiks W P M C
wL< 50 % wL> 50 %
L H
10
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem USCS
Kerikil bersih (hanya kerikil) Kerikil dengan Butiran halus
Kerikil 50%≥ fraksi kasar tertahan saringan No. 4
GW
GP
Pasir bersih (hanya pasir) Pasir dengan butiran halus Lanau dan lempung batas cair ≥ 50%
Lanau dan lempung batas cair ≤ 50%
Pasir≥ 50% fraksi kasar l olos saringan No. 4
Tanah berbutir kasar≥ 50% butiran tertahan saringan No. 200
Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau
GC
Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung
SP
Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
SM
Pasir berlanau, campuran pasirlanau
SC
Pasir berlempung, campuran pasir-lempung
ML
Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
CL
Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
OL
Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah
MH
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis
CH
Kriteria Klasifikasi
Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
GM
SW
Tanah berbutir halus 50% atau lebih lolos ayakan No. 200
Nama Umum
Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus ; Kurang dari 5% lolos saringan no.200: GM, GP, SW, SP. Lebih dari 12% lolos saringan no.200 : GM, GC, SM, SC. 5% - 12% lolos saringan No.200 : Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel
Simbol
Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)
OH
Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi
Tanah-tanah dengan PT kandungan organik sangat tinggi Sumber : Hardiyatmo, 1999.
Peat (gambut), muck, dan tanahtanah lain dengan kandungan organik tinggi
Cu = D60> 4 D10 Cc =
(D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Cu = D60> 6 D10 Cc =
Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol
(D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
Batas-batas Bila batas Atterberg di Atterberg bawah garis A berada didaerah atau PI < 4 arsir dari diagram Batas-batas plastisitas, Atterberg di maka dipakai bawah garis A dobel simbol atau PI > 7 Diagram Plastisitas: Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Attebergyang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. 6 0 Batas Plastis (%)
Divisi Utama
5 50
CH
40
CL
30 CL-ML
20 4
ML
0
10 20 30
40 50 60 70
80
Batas Cair (%) Garis A : PI = 0.73 (LL-20)
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
11
C. Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif (Bowles, 1991). Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan, tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak (Das, 1995). Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum dari pada yang dipadatkan pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan air oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang (Hardiyatmo, 2002). 1.
Sifat–Sifat Tanah Lempung Sifat yang khas dari tanah lempung adalah dalam keadaan kering, maka tanah lempung akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis, dan kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air.
12
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 2002) : a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm b. Permeabilitas rendah c. Kenaikan air kapiler tinggi d. Bersifat sangat kohesif e. Kadar kembang susut yang tinggi f. Proses konsolidasi lambat Tabel 4. Sifat Tanah Lempung Tanah
Sifat Sangat Lunak
Uji Lapangan Meleleh diantara jari ketika diperas
Lunak
Dapat diperas dengan mudah
Keras
Dapat diperas dengan jari yang kuat
Lempung Tidak dapat diremas dengan jari, tapi Kaku dapat di gencet dengan ibu jari Sangat Kaku
Dapat digencet dengan kuku ibu jari
Sumber : Craig, (1991).
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa untuk menguji sifat dari tanah lempung di lapangan, dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Yaitu dengan meremas sampel tanah lempung dengan tangan, apabila tanah tersebut meleleh diantara jari ketika diperas maka tanah tersebut merupakan tanah lempung yang bersifat sangat lunak. Struktur tanah lempung dijelaskan pada tabel 5.
13
Tabel 5. Struktur Tanah Lempung Hal Struktur terdispersi Struktur terflokulasi Domain
Claster
Ped
Keterangan Terbentuk oleh partikel–partikel lempung yang mengendap secara individu. Orientasi butir-butirnya hampir parallel. Terbentuk oleh gumpalan–gumpalan butiran lempung yang mengendap. Kelompok unit–unit submikrokopis dari partikel lempung. Kelompok dari domain yang membentuk cluster. Dapat dilihat dengan mikroskop biasa. Kelompok dari cluster yang membentuk ped. Dapat dilihat tanpa mikroskop.
Sumber : M. Das (1995)
2.
Jenis Mineral Lempung a. Kaolinite Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4. Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan sifatsifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite menjadi rendah. b. Illite Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus.
14
c. Montmorillonite Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan kering. 3.
Karakteristik Mineral Tanah Lempung
Menurut Bowles (1995), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1. Hidrasi Partikel-partikel lempung dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yangdisebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. 2. Aktifitas Tepi-tepi mineral lempung mempunyai muatan negatif netto. Ini mengakibatkan terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan ini dengan tarikan kation. Tarikan ini akan sebanding dengan kekurangan muatan netto dan dapat juga dihubungkan dengan aktifitas lempung tersebut. Aktifitas inididefinisikan sebagai :
Dimana persentase lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 µm. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilainilai khas dari aktifitas dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:
15
Tabel 6. Nilai-Nilai Khas Dari Aktifitas Mineral
Nilai Aktivitas
Kaolinite
0,4 – 0,5
Illite
0,5 – 1,0
Montmorillonite
1,0 – 7,0
3. Flokulasi dan dispersi Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan mineral lempung didalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7 dan bersifat alkali tertarik oleh ion-ion H+dari air, gaya Van der Waal. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. 4. Pengaruh Air Air pada mineral-mineral lempung mempengaruhi flokulasi dan disperse yang terjadi pada partikel lempung. Untuk meninjau karakteristik tanah lempung maka perlu diketahui sifat fisik atau Index Properties dari tanah lempung tersebut, yaitu: a. Batas-batas Atterberg (Atterberg Limits) Atterberg telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada kadar air, bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, plastis, dan batas susut. Batas Atteberg dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini :
16
Tabel 7. Batas-Batas Atterberg Untuk Mineral Lempung Mineral
Batas Cair Batas Plastis
Batas Susut
Montmorillonite
100 -900
50-100
8,5-15
Illite
60-120
35-60
15-17
Kaolinite
30-110
25-40
25-29
Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat pada gambar 1, tanah lempung dapat dikategorikan ke dalam kelompok MH atau OH.
Gambar 1. Grafik Plastisitas. b. Berat Jenis (Gs) Nilai berat jenis yang didasarkan pada tiap-tiap mineral pada tanah lempung lunak dapat dilihat pada tabel 8 . Tabel 8. Nilai Berat Jenis Untuk Tiap Mineral Tanah Lempung Lunak Mineral Lempung Lunak
Berat Jenis ( Gs )
Kaolinite
2,6 – 2,63
Illite
2,8
Montmorillonite
2,4
17
c. Komposisi Tanah Angka pori, kadar air, dan berat volum kering pada beberapa tipe tanah lempung dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Nilai Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume Kering pada Tanah Lempung
Tipe Tanah
Angka pori, e
Kadar Air Dalam Keadaan Jenuh
Berat Volume Kering, (kN/m3 )
Lempung kaku
0,6
21
17
Lempung lunak
0,9 – 1,4
30 – 50
11,5 – 14,5
Lempung organik lembek
2,5 – 3,2
30 – 120
6–8
Kesimpulannya adalah tanah kohesif seperti lempung memiliki perbedaan yang cukup mencolok terhadap tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan tersebut adalah : 1. Tahanan friksi tanah kohesif < tanah nonkohesif 2. Kohesi lempung > tanah granular 3. Permeabilitas lempung < tanah berpasir 4. Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir. 5. Perubahan volume pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah granular.
D. Cornice Adhesive
Cornice Adhesive adalah bubuk plaster yang berdaya rekat kuat, sangat dianjurkan dalam aplikasi di atas permukaan papan gypsum, semen, dan
18
plasterglass. Material cornice adhesive banyak digunakan sebagai perekat gypsum pada pemasangan plafond pada suatu konstruksi bangunan. Berat jenis (Gs) dari cornice adhesive berkisar antara 2,6–2,7. Komposisi cornice adhesive ditampilkan pada tabel 10. Tabel 10. Komposisi Cornice Adhesive Bahan
Rumus
Nomor CAS
Kadar
Silika, Kristal-kuarsa
Si-O2
14808-60-7
<0,3 %
Ca-O4-S.1/2-H2-O
10034-76-1
>60 %
Batu Kapur
Ca-CO3
1317-65-3
<30%
Dekstrin
(C6H10O5) n x H2O
9004-53-9
<5%
Selulosa Thickener
Tidak Tersedia
Tidak Tersedia
<2%
Synthetic Polimer
Tidak Tersedia
25213-24-5
<2%
Kalsium Sulphate Hemihyrate
Sumber: http://www.boral.com.au/plasterboard/msds/pdfs/CORNICE_ADHESIVE.pdf
Dalam kandungannya Cornice Adhesive banyak terdapat Kalsium Sulphate Hemihyrate sebesar 60% dan batu kapur sebesar 30% dibandingkan unsurunsur lainnya yang hanya 0,3 % - 5% yang terdapat pada cornice adhesive. Bila dibandingkan dengan kandungan material semen yang juga digunakan sebagai bahan material suatu konstruksi bangunan, terdapat unsur SiO2 yang sama pada kandungan material cornice adhesive, namun persentase kadarnya berbeda jauh bila dibandingkan, SiO2 pada semen persentasenya 20,8%, sedangkan pada cornice hanya 0,3%. Komposisi semen bisa dilihat pada tabel 11.
19
Tabel 11. Kandungan Kimia Semen SiO2 20,8
Nama Kandungan Semen Persentase (%)
CaO 65,3
Fe2O3 3
Al2O3 6,9
MgO SO3 2 1,6
E. Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan menyatukan agregat material yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang padat. Sifat – sifat tanah yang telah diperbaiki dengan cara stabilisasi dapat meliputi: kestabilan volume, kekuatan atau daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan. Menurut
Bowles
(1995)
beberapa
tindakan
yang dilakukan
untuk
menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kerapatan tanah. 2. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi atau tahanan gesek yang timbul. 3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan atau fisis pada tanah. 4. Menurunkan muka air tanah (drainase tanah) 5. Mengganti tanah yang buruk. Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri dari salah satu atau kombinasi dari pekerjaan-pekerjaan berikut (Bowles, 1995) :
20
1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya. 2. Bahan Pencampur (Additive), yaitu penambahan kerikil untuk tanah kohesif, lempung untuk tanah berbutir, dan pencampur kimiawi seperti semen, gamping, abu vulkanik/batubara, gamping dan/atau semen, semen aspal, sodium dan kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan lain-lainnya. Metode atau cara memperbaiki sifat – sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat – sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam additive untuk bereaksi. Pada penelitian ini digunakan waktu pemeraman 7 hari, karena Cornice Adhesive memiliki setidaknya 30% kandungan kapur dalam komposisinya, dan merujuk pada penelitian terdahulu bahwa pada bahan stabilisasi kapur mampu meningkatkan nilai CBR tanah hanya pada 3 hari masa pemeraman. Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dipandang waktu pemeraman 7 hari cukup untuk meningkatkan daya ikat antara butiran tanah dan kapur.
G. Batas-Batas Atterberg
Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg. Pada kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis. Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi tersebut yang mana bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung. Bila kandungan
21
air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Sedangkan jika kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dibedakan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu: padat (solid), semi padat (semi solid), plastis (plastic), dan cair (liquid) seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.
Kadar Air Bertambah
Kering
Padat
Makin
Semi Padat
Basah
Plastis
Cair
Cakupan Plasticity Index (PI) PI LL - PL
Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Cair (Liquid Limit)
Gambar 2. Batas-Batas Atterberg. Adapun yang termasuk ke dalam batas-batas Atterberg antara lain : 1. Batas Cair (Liquid Limit) Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. 2. Batas Plastis (Plastic Limit) Batas plastis (PL) adalah kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah yang di buat
22
menyerupai lidi-lidi sampai dengan diameter silinder 3 mm mulai retakretak, putus atau terpisah ketika digulung. 3. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis.
H. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian laboratorium yang menjadi bahan pertimbangan dan acuan penelitian ini dikarenakan adanya kesamaan metode dan sampel tanah yang digunakan, akan tetapi untuk bahan aditif dan variasi campuran serta waktu pemeraman yang berbeda, antara lain : 1. Perbaikan Tanah Timbunan Menggunakan Abu Gunung Merapi. Penelitian yang dilakukan oleh Andre Mei Budiartarto pada tahun 2012 adalah mengenai “Pengaruh Waktu Pemeraman (Curing Time) Stabilitas Tanah
Timbunan
Dengan
Menggunakan
Abu
Gunung
Merapi”
menyatakan bahwa penggunaan bahan campuran abu gunung merapi dengan kadar abu optimum 20%, nilai CBR tanpa rendaman dengan waktu pemeraman selama 14 hari mampu meningkatkan kekuatan daya dukungnya. Hasil pengujian nilai pada variasi waktu pemeraman dapat dilihat pada tabel 12.
23
Tabel 12. Hasil Pengujian CBR Tiap Waktu Pemeraman (Andre Mei Budiartarto. 2012) Waktu Pemeraman (Hari) 0 7 14 28
CBR Tanpa Rendaman (%) 17,9 18,4 20,0 21,9
CBR Rendaman (%) 4,2 5,8 8,2 11,6
2. Perbaikan Tanah Menggunakan Cornice Adhesive Penelitian yang dilakukan oleh Deny Nugraha pada tahun 2012 mengenai “Studi Kuat Geser Langsung Dan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Lunak Yang Distabilisasi Menggunakan Cornice Adhesive” dengan penggunaan bahan campuran cornice adhesive sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung lunak dengan menggunakan variasi campuran kadar cornice adhesive sebanyak 0%, 6%, 12%, 18%, 24% dengan pemeraman 7 hari, nilai kohesi (c), sudut geser (φ), dan tegangan maksimum (σ) dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Nilai Kohesi, Sudut Geser Dan Tegangan Maksimum Terhadap Persentase Kadar Aditive (Deny N. 2012)
Kadar (%)
c (kg/cm2)
φ
σ (kg/cm2)
0 6 12 18 24
0,873 1,018 1,103 1,271 1,347
23,941 28,502 30,626 32,701 34,645
0,262 0,339 0,356 0,378 0,399
Dari tabel 13 dapat disimpulkan bahwa semakin besar kandungan additive pada sampel tanah, nilai kohesi yang bekerja semakin besar dan nilai sudut
24
geser semakin besar, dapat diartikan energi antar partikel tanah yang diberikan lebih besar atau lebih berpengaruh pada nilai kohesinya. Kekuatan kohesi antar partikel lebih dominan bekerja yang diimbangi dengan sudut geser antar partikel tersebut, berarti semakin besar kandungan additive, kekuatan yang lebih bekerja yaitu antar tanah lempung dan cornice adhesive. Pada tegangan maksimum, semakin besar persentase kadar cornice adhesive yang terkandung pada sampel tanah, maka nilai tegangan maksimum semakin meningkat. Sebaliknya, semakin kecil persentase kadar cornice adhesive yang terkandung pada sampel tanah, maka semakin kecil nilai tegangan maksimumnya.