BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanah 2.1.1 Definisi Tanah Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Sementara tanah menurut Terzaghi yaitu “tanah terdiri dari butiran-butiran hasil pelapukan massa batuan massive, dimana ukuran tiap butirnya dapat sebesar kerikil-pasir-lanau-lempung dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan organik.
Udara (air) Air (water)
Partikel Padat (solid)
Volume Rongga (void)
Volume Solid
Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das, 1994) Tanah terdiri dari tiga komponen yaitu udara, air dan bahan padat (Gambar 2.1). Udara dianggap tak mempunyai pengaruh teknis sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran (ruang ini disebut pori atau
Universitas Sumatera Utara
voids) sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Sehingga jika beban diterapkan pada tanah kohesif yang jenuh maka pertama kali beban tersebut akan didukung oleh tekanan air dalam rongga pori tanahnya. Pada kondisi ini butiran-butiran lempung tidak dapat mendekat satu sama lain untuk meningkatkan tahanan geser selama pori di dalam rongga pori tidak keluar meninggalkan rongga tersebut. Karena rongga pori tanah lempung sangat kecil, keluarnya air pori meninggalkan rongga pori memerlukan waktu yang lama. Jika sesudah waktu yang lama setelah air dalam rongga pori berkurang butiran-butiran lempung dapat mendekat satu sama lain sehingga tahanan geser tanahnya meningkat. Masalah ini tak dijumpai pada tanah granuler yang rongga porinya relatif besar karena sewaktu beban diterapkan air langsung keluar dari rongga pori dan butiran dapat menedekat satu sma lain yang mengakibatkan tekanan gesernya langsung meningkat.
2.1.2 Komposisi dan Istilah Tanah Pada bidang ilmu teknik sipil, mendefinisikan tanah sebagai semua bahan pada kulit bumi yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated). Dan menganggap bahwa batuan merupakan mineral agregat yang dihubungkan oleh berbagai kekuatan besar, sedangkan tanah merupakan partikel-partikel alam yang dapat dihancurkan dengan kekuatan rendah. Dengan perkataan lain, tanah merupakan bahan lepas di luar lapisan batuan, yang terdiri atas kumpulan butir-butir mineral dengan berbagai ukuran dan bentuk serta kandungan bahan organik, air dan udara. Sesuai dengan klasifikasi USCS, ukuran tekstur tanah seperti di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
a. Kerikil (gravel): yaitu partikel tanah berbutir kasar yang berukuran 4,76 (No. 4) sampai 75 mm (No. 3). b. Pasir (sand): yaitu partikel tanah berbutir kasar yang berukuran 0,074 (No. 200) sampai 4,76 mm (No. 4). Berkisar dari kasar (3 sampai 5 mm) sampai halus (< 1 mm). c. Lanau (silt) dan Lempung (clay): yaitu tanah berbutir halus yang berukuran lebih kecil dari 0,074 mm (No. 200). Lanau (dan lempung) dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau dekat garis pantai pada muara sungai. Deposit loess terjadi bila angin mengangkut partikelpartikel lanau ke suatu lokasi. Angkutan oleh angin ini membatasi ukuran partikel sedemikian rupa sehingga deposit yang dihasilkan mempunyai ukuran butir yang hampir sama. d. Koloid (colloids): yaitu partikel mineral yang ”diam”, berukuran lebih kecil dari 0,001 mm. Adapun batasan-batasan interval dari ukuran butiran/partikel tanah lempung, lanau, pasir, dan kerikil menurut Bureau of Soil USDA, ASTM, M.I.T, International Nomenclature, dan British Standard BS 6930 dapat dilihat pada Gambar 2.2. Banyak deposit tanah yang mengandung berbagai persentase dari partikelpartikel tersebut di atas. Apabila suatu partikel merupakan deposit yang terbanyak, maka deposit tersebut akan diberi nama partikel tadi, misalnya: pasir, kerikil, kerikil kepasiran, lempung, dan sebagainya. Jadi partikel yang memiliki persentase yang paling banyak dalam suatu tanah, maka akan menjadi nama dari tanah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2,0 mm 1,0 0,5 Bureau of soil USDA
0,05
0,002mm
sangat halus
kasar sedang halus
lanau
0,420
pasir sedang
kasar
0,075
0,005
pasir halus
0,6
0,2 sedang
0,06
0,006 kasar
halus
sedang
lempung koloidal
0,002
0,0006 kasar
halus
0,2
0,1
0,05
0,02
Lanau
0,006
kasar
0,002
halus
0,0006
kasar
0,1
0,2
1
2
sangat halus
lempung
Kerikil
0,6
0,0002mm
halus
lanau
Pasir
0,06
halus
lempung
Halus Medium Kasar Halus Medium Kasar Halus Medium Kasar
0,002 0,006 0,02 0,001 0,01
0,0002 sedang
lanau
Intersangat national kasar kasar sedang halus kasar halus nomenclature pasir Mo
Lempung
0,001 lempung
lanau
pasir 2,0 mm 1,0 0,5
BS 6930
lempung
pasir
2,0 mm MIT nomenclature
0,1
kerikil
2,0 mm ASTM
0,25
6
10
20
60
Cobbles Boulders
100
200
Ukuran partikel (mm)
Gambar 2.2 Klasifikasi butiran menurut sistem USDA, ASTM, MIT International Nomenclature dan British Standard BS 6930 (Kovacs, 1981). Tanah yang rentang partikelnya terdiri dari rentang ukuran kerikil dan pasir disebut tanah berbutir kasar (coarse grained) dan bila partikelnya kebanyakan berukuran partikel lanau dan lempung disebut tanah berbutir halus (fine grained). Jika mineral lempung terdapat pada suatu tanah, biasanya akan sangat mempengaruhi sifat tanah tersebut, meskipun persentasenya tidak terlalu besar. Secara umum tanah disebut kohesif bila partikel-partikelnya saling melekat setelah dibasahi kemudian dikeringkan dan
Universitas Sumatera Utara
diperlukan gaya yang cukup besar untuk meremas tanah tersebut, dan ini tidak termasuk tanah yang partikel-partikelnya saling melekat ketika dibasahi akibat tegangan permukaan. Tanah termasuk tipe pasir atau kerikil (disebut juga tanah berbutir kasar) jika setelah kerakal atau berangkalnya disingkirkan, lebih dari 50% material tersebut tertahan pada ayakan No. 200 (0,075 mm). Tanah termasuk tipe lanau atau lempung (disebut juga tanah berbutir halus) jika setelah kerakalnya atau berangkalnya disingkirkan, lebih dari 50% material tersebut lolos ayakan No. 200. Pasir dan kerikil dapat dibagi lagi menjadi fraksi-fraksi kasar, medium, dan halus. Pasir dan kerikil juga dapat dideskripsikan sebagai bergradasi baik, bergradasi buruk, bergradasi seragam, atau bergradasi timpang (gap-graded). Istilah pasir, lempung, lanau, dan sebagainya, selain digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas yang telah ditentukan, dapat juga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus, seperti istilah ”lempung” untuk jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis, dan ”pasir” untuk jenis tanah yang tidak kohesif dan tidak plastis.
2.2 Deskripsi Tanah Lempung Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous terdiri dari mineral inorganis dan organis. Mineral-mineral lempung merupakan substansi-substansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral
Universitas Sumatera Utara
lempung sangat tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Mitchell (1976) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran butir lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm, sedangkan mineral lempung adalah kelompok-kelompok partikel kristal berukuran koloid (< 0,002 mm) yang terjadi akibat proses pelapukan dan batuan ditambah dengan sifatnya yang dijelaskan lebih lanjut. Sedangkan menurut Craig (1987), tanah lempung adalah mineral tanah sebagai kelompok-kelompok pertikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm, yang terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun alkali, dan karbondioksida. Lapisan lunak umumnya terdiri dari tanah yang sebagian besar terdiri dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Pada lapisan lunak, semakin muda umur akumulasinya, semakin tinggi letak muka airnya. Lapisan muda ini juga kurang mengalami pembebanan sehingga sifat mekanisnya buruk dan tidak mampu memikul beban. Sifat lapisan tanah lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, dan koefisien permeabilitas yang kecil. Jadi, bilamana pembebanan konstruksi melampaui daya dukung kritisnya maka dalam jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan meningkat yang akhirnya akan mengakibatkan berbagai kesulitan.
2.2.1 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari tanah yang sebagian terbesar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau.
Universitas Sumatera Utara
Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, koefisien permeabilitas yang kecil dan mempunyai daya dukung rendah dibandingkan tanah lempung lainnya. Tanah-tanah lempung lunak secara umum mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1. Kuat geser rendah 2. Berkurang kuat gesernya bila kadar air bertambah 3. Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu 4. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat 5. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah 6. Kompresibilitasnya besar (Tabel 2.1) Tabel 2.1 Klasifikasi kompresibilitas tanah (Coduto, 1994) Compresibility, C 0 – 0,05 0,05 – 0,1 0,1 – 0,2 0,2 – 0,35 > 0,35
Classification Very slightly compressible Slightly compressible Moderately compressible Highly compressible Very highly compressible
7. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak pada beban yang konstan 8. Merupakan material kedap air Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebagai tanah lempung lunak apabila mempunyai daya dukung ultimit lebih kecil dari 0,5 kg/cm2 dan nilai standard penetrasi tes lebih kecil dari 4 (N-value < 4). Berdasarkan uji lapangan, lempung lunak secara fisik dapat diremas dengan mudah oleh jari-jari tangan. Toha (1989) menguraikan sifat umum lempung lunak seperti dalam Tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Sifat-sifat umum lempung lunak (Toha, 1989) No 1 2 3 4 5
Parameter Kadar air Batas cair Batas plastik Lolos saringan no. 200 Kuat geser
Nilai 80 – 100% 80 – 110% 30 – 45% > 90% 20 – 40 kN/m2
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Hidrasi. Partikel-partikel lempung dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. 2. Aktivitas Tepi – tepi mineral lempung mempunyai muatan negatif netto. Ini mengakibatkan terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan ini dengan tarikan kation. Tarikan ini akan sebanding dengan kekurangan muatan netto dan dapat juga dihubungkan dengan aktivitas lempung tersebut. Aktivitas ini didefinisikan sebagai : Aktifitas =
IndeksPlastisitas …………...……….. (2.1) Persentasi Lempung
dimana persentasi lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 µm. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Nilai-nilai khas dari aktivitas (Mitchell, 1976) Kaolinite Illite Montmorillonite
0,4 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 7,0
3. Flokulasi dan Dispersi Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7 dan bersifat alkali tertarik oleh ion- ion H+ dari air, gaya Van Der Waal. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam. Tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih, beban desain dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang. 4. Pengaruh air Air pada mineral – mineral lempung mempengaruhi flokulasi dan disperse yang terjadi pada partikel lempung. Untuk meninjau karakteristik tanah lempung maka perlu diketahui sifat fisik atau Index Properties dari tanah lempung tersebut, yaitu: a. Batas – batas Atterberg (Atterberg Limits) Atterberg telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada kadar air yang bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis, dan batas susut.
Ada
tiga
montmorillonite,
jenis
mineral
lempung
yang
diteliti,
yaitu:
illite, dan kaolinite. Hasil penelitian tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Batas-batas Atterberg untuk mineral lempung (Mitchell, 1976) Mineral Montmorillonite Illite Kaolinite
Batas Cair 100 – 90 60 – 120 30 – 110
Batas Plastis 50 – 100 35 – 60 25 – 40
Batas Susut 8,5 – 15 15 – 17 25 – 29
Berdasarkan Tabel 2.4 maka dapat dilihat pada Gambar 2.3, tanah lempung lunak dapat dikategorikan ke dalam kelompok MH atau OH berdasarkan sistem klasifikasi tanah unified. Dalam sistem Unified, yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh Casagrande (1948), simbol kelompok terdiri dari huruf-huruf deskriptif primer dan sekunder. Klasifikasi didasarkan atas prosedur-prosedur di laboratorium dan di lapangan. Tanah yang mempertunjukkan karakteristik dari dua kelompok harus diberi klasifikasi pembatas yang di tandai oleh simbol yang dipisahkan oleh tanda hubung. 60 - A s i r Ga
INDEKS PLASTIS
50 CH 40 30 CL 20 MH & OH 10
CL - ML ML & OL
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
BATAS CAIR
Gambar 2.3 Grafik plastisitas, sistem USCS (Das, 1994)
Universitas Sumatera Utara
b. Berat Jenis (SG) Nilai Specific Gravity yang didasarkan pada tiap-tiap mineral pada tanah lempung lunak dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Nilai Specific Gravity untuk tiap mineral tanah lempung (Mitchell, 1976) Mineral Lempung Lunak Kaolinite Illite Montmorillonite
Specific Gravity (SG) 2,6 – 2,63 2,8 2,4
c. Permeabilitas Tanah (k) Struktur tanah, konsistensi ion, dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung berperan penting dalam menentukan koefisien permeabilitas tanah lempung. Umumnya nilai k untuk lempung kurang dari 10-6 cm/detik2. d. Komposisi Tanah Angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada beberapa tipe tanah lempung dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Nilai angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada tanah lempung (Mitchell, 1976)
Lempung kaku
0,6
Kadar air dalam keadaan jenuh 21
Lempung lunak
0,9 – 1,4
30 – 50
11,5 – 14,5
Lempung organik lembek
2,5 – 3,2
30 – 120
6-8
Tipe Tanah
Angka Pori, e
Berat volume kering (kN/m3) 17
Kesimpulannya adalah tanah kohesif seperti lempung memiliki perbedaan yang cukup mencolok terhadap tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
·
Tahanan friksi tanah kohesif < tanah non kohesif
·
Kohesi Lempung > tanah granular
·
Permeability lempung < tanah berpasir
·
Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir
·
Perubahan
volume
pada
lempung
lebih
lambat
dibandingkan pada tanah granular.
2.2.2 Mineral Lempung Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus. Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Secara umum kira-kira 15 macam mineral diklasifikasikan sebagai
mineral
lempung.
Di
antaranya
terdiri
dari
kelompok-kelompok
:
montmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Kelompok yang lain, yang perlu diketahui adalah : chlorite, vermiculite, dan hallosite. Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan alumunium okthedra (Gambar 2.4). Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substansi isomorf. Kombinasi dari susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng terbentuk oleh kombinasi tumpukan dari susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbedabeda.
Universitas Sumatera Utara
lembaran alumnium
silika tetrahedra aluminium oktahedra lembaran silika silikon oksigen
alumninium hidroksil (a)
(b)
Gambar 2.4 Mineral-mineral lempung (Mitchell, 1976) Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Å (1 angstrom = 10-10 m) (Gambar 2.5a). Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2.5b). Pada keadaan tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya.
silika
OH
OH
OH OH
OH
aluminium silika aluminium silika
7,2 A
oksigen
aluminium silika
OH
OH
aluminium silikon
aluminium OH
OH
OH OH
OH
(a)
hidroksil
(b)
Gambar 2.5 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (b) Struktur atom kaolinite (Mitchell,1976)
Universitas Sumatera Utara
Halloysite hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. Jika lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan berkelakuan lain. Maka, sifat tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan berubah secara tajam jika tanah dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal molekul airnya. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat. Montmorillonite, disebut juga dengan smectit, adalah mineral yang dibentuk oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar 2.6a). lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.6b). Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang mengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya. Di samping itu tanah yang mengandung montmorillonite juga mempunya daya susut yang tinggi pada waktu musim kemarau. Faktor kembang susut ini yang mengakibatkan struktur perkerasan jalan maupun struktur ringan lainnya mengalami kerusakan.
Universitas Sumatera Utara
silika silika
OH
aluminium silika OH
silika aluminium
OH
oksigen OH
silika aluminium
Lapisan-lapisan nH2O dan kation-kation yang dapat bertukar
silika
silika. kadang-kadang aluminium
silika
(a)
hidroksil aluminium, besi magnesium
(b)
Gambar 2.6 (a) Diagram skematik struktur monmorillonite (b) Struktur atom montmorillonite (Mitchell, 1976) Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2.7). Lembaran-lembaran terikat besama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaranlembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.
Universitas Sumatera Utara
silika K silika aluminium silika K o
10 A
ion kalium
silika aluminium K silika aluminium silika K silika
Gambar 2.7 Diagram skematik struktur Illite (Mitchell, 1976) Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg digunakan untuk keperluan identifikasi tanah ini.
2.3 Pembuatan Tanah Remolded dengan Metode Pemadatan Pemadatan tanah remolded yang akan digunakan sebagai sampel pada pengujian unconfined compression maupun triaksial dilakukan berdasarkan AASHTO dan ASTM. Dalam menyiapkan benda uji dengan menggunakan metode pemadatan, terlebih dahulu tentukan kadar air dan kepadatan sampel tanah remoulded. Pemadatan benda uji dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan material pemadatan sedikitnya enam lapisan, gunakan tekanan atau remasan, ke dalam suatu cetakan berpenampang lingkaran dan berbentuk silinder dengan diameter minimum 3.3 cm dan perbandingan tinggi dan diameter silinder diantara 2 dan 2,5. Tanah yang akan di buat sebagai benda uji dikumpulkan secara menyeluruh, kemudian dicampur dengan dengan air secukupnya untuk menghasilkan kadar air yang diinginkan. Setelah benda uji bercampur secara homogen, simpan material tersebut di dalam kantong plastik yang tertutup paling sedikit 16 jam sebelum pemadatan. Benda uji dapat dibentuk kembali dengan kepadatan yang diinginkan juga; (I) remas atau padatkan tiap lapisan hingga massa tanah akumulatif yang ditempatkan dalam cetakan adalah pemadatan untuk mengetahui volume atau (II) dengan menyesuaikan banyaknya lapisan, banyaknya tumbukan tiap lapisan, dan kekuatan tiap tumbukan.. Gemburkan puncak tiap lapisan terlebih dahulu sebelum penambahan material untuk lapisan yang berikutnya. Penumbuk pneumatik yang digunakan untuk memadatkan material mempunyai luasan kontak dengan tanah sama dengan atau kurang dari ½ luasan cetakan tersebut. Setelah benda uji dibentuk, dengan akhir yang tegaklurus kepada poros yang membujur, pindahkan cetakan itu dan tentukan dimensi dan massa benda uji menggunakan alat yang telah ditentukan. Laksanakan satu atau lebih penentuan kadar air pada material yang berlebih gunakan untuk menyiapkan benda uji sesuai dengan ASTM D 2216.
2.4 Kuat Geser Tanah Lempung Perubahan volume dapat terjadi pada pengujian dengan drainase terbuka (drained). Perubahan volume dapat berupa pengurangan atau penambahan, karena
Universitas Sumatera Utara
pelonggaran tergantung dari kerapatan relatif maupun tekanan kekang atau tekanan sel (confining pressure). Demikian pula yang terjadi pada kelakuan tanah kohesif yang jenuh air bila mengalami pembebanan. Dalam kondisi pengujian dengan drainase terbuka, perubahan volume yang berupa kompresi ataupun pelonggaran tidak hanya tergantung pada kerapatan dan tegangan kekang saja, akan tetapi tergantung pula pada sejarah tegangan. Demikian pula pada pembebanan kondisi tak terdrainase (undrained), nilai tekanan air pori sangat tergantung dari jenis lempung, apakah lempung tersebut normally consolidated atau overconsolidated. Biasanya bekerjanya beban bangunan di lapangan, lebih cepat daripada kecepatan air untuk lolos dari pori-pori tanah lempung akibat pembebanan. Keadaan ini menimbulkan kelebihan air pori (excess pore pressure) dalam tanah. Jika pembebanan sedemikian rupa sehingga tak terjadi keruntuhan tanah, maka yang terjadi kemudian adalah air pori menghambur ke luar dan perubahan volume terjadi. Kecepatan perubahan volume yang terjadi pada tanah pasir dan lempung berbeda. Karena, kecepatan perubahan volume tanah akan sangat tergantung dari permeabilitas tanah. Karena tanah lempung berpermeabilitas sangat rendah, sedangkan tanah pasir tinggi, kecepatan berkurangnya tekanan air pori akan lebih cepat terjadi pada tanah pasir. Jadi, untuk tanah pasir, perubahan volume akibat penghamburan tekanan air pori akan lebih cepat daripada tanah lempung.
2.4.1 Kuat Geser Tanah Lempung pada Kondisi Undrained Kuat geser tanah lempung pada kondisi undrained dapat diperoleh pada pengujian triaksial dengan dua cara yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Uji triaksial consolidated undrained b. Uji triaksial unconsolidated undrained a. Uji triaksial consolidated undrained Uji triaksial CU (consolidated undrained) digunkan untuk menentukan kuat geser lempung pada kondisi tak terdrainase (undrained), yaitu bila lempung angka porinya (e) telah berubah dari kondisi asli di lapangan oleh akibat konsolidasi. Dalam uji consolidated undrained, mula-mula benda uji diberikan tekanan sel supaya berkonsolidasi dengan drainase penuh diberikan. Setelah kelebihan tekanan air pori uc yang disebabkan oleh bekerjanya tekanan sel (s3) nol, tegangan deviator (Ds) dikerjakan sampai menghasilkan keruntuhan benda uji. Selama pembebanan, saluran drainase ditutup. Karena drainase tertutup, tekanan air pori (tekanan air pori akibat tegangan deviator sewaktu drainase telah ditutup = ud) dalam benda uji bertambah. Pengukuran serempak tegangan deviator Ds = s1 - s3 dan ud dilakukan saat pengujian. b. Uji triaksial unconsolidated undrained Uji triaksial dengan cara unconsolidated undrained, atau triaksial UU (tak terkonsolidasi-tak terdrainase), digunakan untuk menentukan kuat geser tanah lempung pada kondisi aslinya (di dalam tanah), dimana angka pori benda uji pada permulaan pengujian tidak berubah dari nilai aslinya di dalam tanah. Akan tetapi dalam praktik, pada pengambilan contoh benda uji, akan terjadi sedikit tambahan angka pori. Ada bukti bahwa kuat geser lempung kondisi undrained di lapangan adalah tidak isotropis (anisotropis), yaitu kuat gesernya tergantung dari arah tegangan utama mayor (s1) relatif di lokasi benda uji. Saat pengujian, tegangan efektif benda uji tidak berubah sesudah
Universitas Sumatera Utara
bekerjanya tekanan sel. Sebab, untuk tanah jenuh pada kondisi tanpa drainase, sembarang tambahan tekanan sel menghasilkan tambahan tekanan air pori. Jika seluruh benda uji dari tanah yang sama, sejumlah uji unconsolidated undrained, dilakukan dengan tekanan sel yang berbeda, akan menghasilkan nilai-nilai tegangan deviator (s1 s3) yang sama, pada saat runtuh. Uji unconsolidated undrained dan uji drained dari bagian pengujian consolidated undrained (tahap pengujian setelah konsolidasi penuh diizinkan dengan jalan penerapan tekanan sel) dikerjakan dengan cepat, dan dapat pula dilakukan pengukuran tekanan air pori. Biasanya keruntuhan dihasilkan dalam periode 5 – 15 menit. Tiap pengujian dilaksanakan sampai tercapai nilai tegangan deviator maksimum atau regangan telah melampaui regangan aksial (axial strain) sampai sebesar 20%. Seperti telah disebutkan, dalam uji unconsolidated undrained, drainase tidak diijinkan selama proses pengujian. Pertama, tekanan sel (s3) diterapkan, setelah itu tegangan deviator (Ds) dikerjakan sampai contoh tanah runtuh. Dalam pengujian ini: Tegangan utama mayor total = s3 + Dsf = s1 Tegangan utama minor total = s3 Bila tanah jenuh, uji unconsolidated undrained, akan menghasilkan tegangan deviator pada saat keruntuhan (Dsf) yang praktis sama, seolah-olah mengabaikan tekanan sel s3. Sehingga bentuk selubung kegagalan tegangan total adalah berupa garis horizontal atau f = 0 (Gambar 2.8). Persamaan kuat geser pada kondisi undrained dapat dinyatakan dalam persamaan: su = cu =
s 1 -s 3 2
............................................. (2.2)
Universitas Sumatera Utara
Dengan Dsf = s1 - s3, dan cu atau sering juga ditulis su adalah kohesi lempung pada kondisi unconsolidated undrained. Nilai kuat geser yang dihasilkan biasanya disebut kuat geser undrained (cu). Sehingga persamaan (2.21) sering ditulis dalam bentuk: su = cu =
Ds f 2
................................................ (2.3)
dengan Dsf = s1 - s3 = tegangan deviator pada kondisi unconsolidated undrained. Dalam pengujian triaksial UU ini, walaupun pengujian dilakukan pada tekanan sel yang berbeda akan menghasilkan Dsf yang sama. Hal tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: Ditinjau benda uji tanah lempung jenuh A yang pada mulanya dikonsolidasikan dengan tekanan sel s3, dan kemudian dibebani sampai runtuh pada kondisi undrained. Hasil yang diperoleh adalah lingkaran Mohr untuk tegangan total adalah lingkaran 1 dan untuk tegangan efektif, lingkaran 2 (Gambar 2.9), dimana lingkaran 2 menyinggung garis selubung kegagalan tegangan efektif. Benda uji B dari jenis tanah yang sama, dikonsolidasikan dengan tekanan sel s3 dengan tambahan tegangan keliling Ds3 yang juga tanpa adanya drainase, tekanan air pori akan bertambah dengan Duc. Karena Duc = BDs3, (B adalah parameter tekanan air pori) dimana untuk tanah jenuh B = 1, benda uji A dan B akan runtuh pada tegangan deviator yang sama, yaitu Dsf. Lingkaran Mohr benda uji B dalam tinjauan tegangan total pada saat runtuh, diberikan oleh lingkaran nomor 3.
Universitas Sumatera Utara
t
selubung kegagalan lempung retak-retak
lingkaran tegangan efektif selubung kegagalan Ou = 0
cu s
Gambar 2.8 Uji triaksial UU (unconsolidated undrained) pada tanah lempung jenuh (Das, 1987) t
selubung kegagalan tegangan efektif t = s' tg f
selubung kegagalan tegangan total t = s tg fcu O=0
O=0
2 fcu f s'3
Dsf
1
s3
AfDsf
s1' Dsf Duc = Ds3
3 s3 + Ds3 s3 + Ds3 + Dsf s1
s
Dsf
Gambar 2.9 Kuat geser undrained (Das, 1987) Pada benda uji B, saat runtuh: besarnya s3 adalah s3 + Ds3 besarnya s1 adalah s3 + Ds3 + Dsf Tegangan efektif benda uji B, s1’ = (s3 + Ds3 + Dsf) – (Duc + AfDsf) Karena tanah jenuh, maka Ds3 = Duc. Persamaaan tegangan efektif menjadi: s1’ = (s3 + Dsf) – AfDsf = s1 – AfDsf = s1’ (sama dengan s1’ benda uji A)
Universitas Sumatera Utara
s3’ = (s3 + Dsf) – (Duc + AfDsf) = s1 – AfDsf = s3’ (sama dengan s3’ benda uji A) Jadi, tegangan-tegangan utama yang diperoleh akan sama dengan tegangan-tegangan utama pada benda uji A, atau lingkaran Mohr tegangan efektif pada benda uji B akan sama dengan lingkaran Mohr tegangan efektif pada benda uji A, yaitu lingkaran nomor 2. Dengan demikian, sembarang s3 yang dibebankan pada benda uji B akan memberikan tegangan deviator (Dsf) yang sama. Pada jenis lempung retak-retak, garis selubung kegagalan pada s3 yang rendah akan berupa lengkung (Gambar 2.8). Hal ini terjadi karena pada tegangan s3 rendah tersebut celah masih membuka, yang berakibat nilai kuat gesernya lebih rendah. Hanya, jika tegangan keliling s3 cukup besar untuk menutup celahnya kembali, kuat gesernya menjadi konstan. Persamaan kuat geser sering dituliskan dalam bentruk persamaan: s = c + s tg f. Karena pada kondisi undrained untuk lempung jenuh fu = 0, sehingga nilai s tg f = 0. Pada kondisi ini, kuat geser udrained dituliskan sebagai su = cu (kohesi undrained).
2.4.2 Kuat Geser Tanah Berdasarkan Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) Uji tekan bebas termasuk hal yang khusus dari uji triaksial unconsolidatedundrained, UU (tak terkonsolidasi-tak terdrainase). Gambar skematik dari prinsip pembebanan dalam percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.10. Kondisi pembebanan sama dengan yang terjadi pada uji triaksial, hanya tekanan selnya nol (σ3 = 0).
Universitas Sumatera Utara
Bila maksud pengujian adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah, pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada pembebanan cepat, air tidak sempat mengalir ke luar dari benda uji. Pada lempung jenuh, tekanan air pori dalam benda uji pada awal pengujian negatif (tegangan kapiler).
s1
s3 = 0
Contoh tanah
s3 = 0
s1 Gambar 2.10 Skema uji tekan bebas (Christady, 2006) Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka: σ1 = σ3 + Dσf = Dσf = qu ......................................... (2.4) dengan qu adalah kuat tekan bebas (unconfined compression strength). Secara teoritis, nilai Dσf pada lempung jenuh seharusnya sama seperti yang diperoleh dari pengujianpengujian triaksial unconsolidated-undrained dengan benda uji yang sama. Sehingga diperoleh: su = cu =
qu …………………..…………… (2.5) 2
dimana su atau cu adalah kuat geser undrained dari tanahnya. Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.7.
Universitas Sumatera Utara
Hasil uji tekan bebas biasanya tidak begitu meyakinkan bila digunakan untuk menentukan nilai parameter kuat geser tanah tak jenuh. Tabel 2.7 Hubungan kuat tekan bebas (qu) tanah lempung dengan konsistensinya (Christady, 2006) Konsistensi Lempung keras Lempung sangat kaku Lempung kaku Lempung sedang Lempung lunak Lempung sangat lunak
qu (kN/m2) > 400 200 – 400 100 – 200 50 – 100 25 – 50 < 25
Dalam praktek, untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada kondisi keruntuhan, beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs, 1981): (1) Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan benda uji bertambah. (2) Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain. Dengan kata lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen. Dalam praktek, sangat jarang lempung overconsolidated dalam keadaan utuh, dan bahkan sering terjadi pula lempung normally consolidated mempunyai retakan-retakan. (3) Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Tekanan kekang efektif (effective confining pressure) awal adalah tekanan kapiler residu yang merupakan fungsi dari tekanan pori residu (-ur). Hal ini berarti bahwa penentuan kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah lempung.
Universitas Sumatera Utara
(4) Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah mencapai keruntuhan. Pengujian ini merupakan uji tegangan total dan kondisinya harus tanpa drainase selama pengujian berlangsung. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tegangan kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit. Perlu diperhatikan bahwa kuat tekan bebas adalah nilai (σ1 - σ3) saat runtuh (dengan σ3 = 0), sedang kuat geser undrained adalah nilai tf = ½ (σ1 - σ3) saat runtuh.
2.4.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb Keruntuhan (failure) telah dijelaskan, dapat diartikan sebagai ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan dapat dihubungkan dengan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat dimana tidak dapat ditahan oleh tanah. Tujuan dari teori ini adalah untuk menyajikan hubungan dimana kekuatan sebagai fungsi dari beberapa propertis tanah dan beban yang terjadi dan dapat memperkirakan kombinasi tegangan yang kritis. Teori keruntuhan digunakan untuk menguji hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser tanah. Landasan teori yang digunakan dalam teori keruntuhan Mohr-Coulomb ini adalah berdasarkan teori kekuatan geser tanah Mohr-Coulomb yang bila dinyatakan dalam fungsi tegangan normal efektif seperti pada persamaan (2.6). tf = c’ + σ’f tan f’ ............................................ (2.6) Tegangan normal ini dinotasikan dalam suatu tegangan utama, yang terdiri dari: ·
Tegangan utama maksimum (σ1)
Universitas Sumatera Utara
·
Tegangan utama menengah (σ2)
·
Tegangan utama minimum (σ3) Pada kondisi di lapangan, umumnya tanah mengalami tegangan anisotrpis, tetapi
pada pengujian dengan menggunakan alat triaksial, tanah mengalami tegangan secara isotropis, sehingga diperlukan suatu penyederhanaan dimana σ2 = σ3 sebagai tegangan utama minimum. Hasil dari suatu seri pengujian triaksial secara berurutan dapat digambarkan dalam lingkaran-lingkaran Mohr dan hubungan antar titik tegangan pada keadaan runtuh akan mendapatkan suatu selubung keruntuhan (Gambar 2.11). Dimana kemiringannya menyatakan sudut tahanan geser (f’) dan perpotongannya dengan sumbu t menyatakan nilai kohesi (c’) dari tanah tersebut. s'1 t
s'f tf s'3 Selubung keruntuhan
s'3 q
f'
s'1 tf c'
2q
s'3
s'3
s'f s'1
s'1
s'
Gambar 2.11 Kondisi tegangan pada keadaan runtuh (Das, 1987) Dengan memplot grafik hubungan antara ½(σ’1 – σ’3) terhadap ½(σ’1 + σ’3) maka setiap kondisi tegangan dapat dinyatakan dengan suatu titik tegangan yang lebih baik daripada lingkaran Mohr (Gambar 2.12). Hal ini dikenal sebagai selubung keruntuhan yang dimodifikasi, yang dinyatakan dalam persamaan (2.7).
Universitas Sumatera Utara
½(σ’1 – σ’3) = a’ + ½(σ’1 + σ’3) tan a’ ………………….. (2.7) Dimana a’ dan a’ adalah kekuatan geser yang dimodifikasi. Parameter c’ dan f’ dinyatakan sebagai: f’ = sin-1 (tan a’) ............................................. (2.8) c’ = 1/2
a' ................................................... (2.9) cos f '
(s'1 - s'3)
Modifikasi selubung keruntuhan Titik tegangan
a' a'
s'3
45°
s'f
45°
s'1
1/2
(s'1 + s'3 )
Gambar 2.12 Alternatif yang menggambarkan kondisi tegangan (Das, 1987)
2.5 Kesensitifan dan Thixotrophy dari Tanah Lempung Pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah dapat diamati bahwa kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak, bila tanah tersebut dujiulang lagi setelah tanah tersebut menderita kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.13. Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah tersebut disebut kesensitifan (sensitifity). Tingkat kesensitifan dapat ditentukan
sebagai rasio
(perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara
Universitas Sumatera Utara
tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan: ST =
q u (benda uji asli) ................................. (2.10) qu (benda uji remolded )
s
Asli (undisturb)
Rusak (remolded)
qu qu
Tegangan aksial
Gambar 2.13 Kekuatan tekan tak tersekap (unconfined) dari tanah lempung yang asli dan yang telah menderita kerusakan struktural Rasio kesensitifan sebagian besar tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, biarpun pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi didapat juga harga rasio kesensitifan yang dapat berkisar antara 10 sampai 80. Ada beberapa jenis tanah lempung tertentu yang akibat kerusakan tersebut dapat tiba-tiba berubah menjadi cair. Tanah-tanah seperti itu sebagian besar dijumpai di daerah Amerika Utara dan daerah semenanjung Skandinavia yang dulunya tertutup es. Tanah-tanah lempung seperti ini biasa dinamai sebagai quick clays. Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, maka perlu diadakan pengelompokan yang berhubungan dengan sifat sensitifnya. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.8 Sensitifitas lempung (Peck et al, 1951) Sensitifitas »1 1-2 2–4 4–8 8 – 16 > 16
Lempung Tidak sensitif Sensitifitas rendah Sensitifitas sedang Sensitifitas Sensitifitas ekstra Quick
Kehilangan kekuatan setelah adanya kerusakan struktural pada tanah dapat terjadi terutama karena memang sudah ada perubahan-perubahan yang berarti dari struktur dasar partikel tanah asli selama berlangsungnya proses sedimentasi dari tanah tersebut pada mulanya. Bila setelah adanya kerusakan tersebut sampel tanah dibiarkan tidak terusik (juga tanpa adanya perubahan dari kadar airnya), tanah tersebut akan lambat laun pulih kekuatannya. Peristiwa ini disebut sebagai thixotrophy. Thixotrophy adalah proses pulihnya kembali kekuatan tanah, yang melemah akibat kerusakan struktural, sebagai fungsi dari waktu. Hilangnya kekuatan tanah tersebut lambat laun dapat kembali apabila tanah tersebut dibiarkan beristirahat. Sebagian besar tanah pada kenyataannya hanya thixotrophy parsial. Artinya bahwa hanya sebagian saja dari kekuatan tanah yang hilang akibat kerusakan tersebut yang lambat laun dengan berjalannya waktu akan kembali. Perbedaan yang ada antara kekuatan tanah mula-mula (asli) dan kekuatan tanah setelah pulih akibat thixotrophy diperkirakan akibat dari struktur partikel tanah yang tidak sepenuhnya pulih seperti sediakala. Durasi waktu yang digunakan tanah untuk beristrahat juga harus diperhatikan, karena makin lama tanah dibiarkan maka kadar air dalam tanah akan menguap, sehingga kekuatan tanah dapat lebih kuat dari tanah aslinya.
Universitas Sumatera Utara
6
Sensitivitas yang diperoleh
5 4
3 2 1 0
0.2
0.4
0.6 0.8 Indeks Cair (LI)
1.0
1.2
1.4
Tak terganggu
Terganggu
Mengeras
Terganggu
Kuat geser
Gambar 2.14 Variasi sensitifitas yang diperoleh dengan Indeks Cair (Liquid Index, LI) pada lempung Laurentian (Seed dan Chan, 1959)
Pengerasan Terganggu
Waktu
Gambar 2.15 Kenaikan kembali kekuatan material Thixotropic secara parsial (Seed dan Chan, 1959) Terdapat beberapa jenis lempung yang sensitifitasnya secara keseluruhan tidak dapat diperhitungkan dari Thixotropy (Berger dan Gnaedinger, 1949). Artinya, hanya sebagian dari kehilangan kekuatan akibat gangguan dapat diperolehnya kembali oleh pengerasan sejalan dengan waktu. Hilangnya kekuatan sebagian ini, diakibatkan oleh pecahnya susunan asli dari lempung. Sifat umum kenaikan kembali kekuatan material
Universitas Sumatera Utara
thixotropy secara parsial (partially thixotropy) diperlihatkan dalam Gambar 2.15. Seed dan Chan (1959) melakukan beberapa pengujian pada tiga lempung dipadatkan dengan kadar air di dekat atau di bawah batas plastisnya (PL), untuk mempelajari karakteristik kenaikan kembali kekuatannya. Sifat-sifat lempung ini ditunjukkan dalam Tabel 2.9 dan Gambar 2.20, yang memperlihatkan rasio kekuatan thixotropy dengan waktu. Rasio kekuatan thixotropic didefinisikan sebagai: Rasio kekuatan thixotropic =
qu
(t )
qu ( dipadatkan pada t = 0)
.................... (2.11)
Dengan qu adalah kuat geser undrained pada waktu t setelah pemadatan.
Tabel 2.9 Sifat-sifat tanah lempung (Seed dan Chan) Tanah Lempung berlanau Vicksburg Lempung berpasir Pittsburgh Lempung Friant-Kern
Batas cair LL (%) 37 35 59
Batas plastis PL (%) 23 20 35
Kadar air W (%) 19,5 17,4 22
Derajat kejenuhan S (%) 95 96 95
1.6
Rasio kekuatan thixotropik
1.5
Lempung berlanau Vicksburg
1.4 1.3 1.2
Lempung berpasir Pittsburg Lempung Friant-Kem
1.1 1.0 10
100
1000 Waktu (menit)
10000
100000
Gambar 2.16 Kenaikan Kekuatan thixotropic dengan waktu untuk tiga lempung dipadatkan (Seed dan Chan)
Universitas Sumatera Utara
Hasil ini mendemonstrasikan bahwa kenaikan kembali kekuatan thixotropic dimungkinkan terjadi pada tanah-tanah dengan kadar air (w) pada atau di dekat batas plastisnya (PL). 2.6 Hubungan Tegangan-Regangan pada Program Plaxis Model material merupakan suatu persamaan matematis yang menyatakan hubungan antar tegangan dan regangan. Model material seringkali dinyatakan dalam bentuk dimana suatu peningkatan tegangan tertentu (atau ”perubahan tegangan”) dihubungkan dengan suatu peningkatan regangan tertentu (atau ”perubahan regangan”). Seluruh model material di dalam program Plaxis didasarkan pada suatu hubungan antara ×
×
perubahan tegangan efektif ( s ' ), dan perubahan regangan ( e ). Hubungan teganganregangan dapat dituliskan sebagai berikut: ×
×
s ' = C . e .............................................. (2.12a) Dimana: C = Matrik konstitutif material × × × × × × × s ' = æç s ' xx s ' yy s ' zz s ' xy s ' yz s ' zx ö÷ T ......................... (2.12b) è ø × × × × × × × e = æç e xx e yy e zz g xy g yz g zx ö÷ T ............................... (2.12c) è ø ×
×
×
×
×
×
s ' xx s ' yy s ' zz = pertambahan tegangan normal efektif arah sumbu X–X, Y–Y dan Z-Z s ' xy s ' yz s ' zx = pertambahan tegangan normal efektif arah sumbu X–Y, Y–Z dan Z-X ×
×
×
e xx e yy e zz ×
×
= pertambahan tegangan normal efektif arah sumbu X–X, Y–Y dan Z-Z
×
g xy g yz g zx
= pertambahan tegangan normal efektif arah sumbu X–Y, Y–Z dan Z-X
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan hubungan tegangan-regangan terlihat jelas bahwa tekanan air pori tidak dimasukkan di dalam hubungan tegangan-regangan, sehingga regangan yang terjadi adalah pada material yaitu pada butir tanah (soil skeleton). Analisis yang bisa dilakukan pada program Plaxis yaitu: plane strain dan axisymetris.
2.6.1 Definisi Umum dari Tegangan Tegangan merupakan suatu tensor yang dapat dinyatakan oleh sebuah matriks dalam koordinat Cartesius: és xx ê s = ês yx ês zx ë
s xy s xz ù ú s yy s yz ú ....................................... (2.13) s zy s zz úû
Dalam teori deformasi standar, tensor tegangan adalah simetris sehingga sxy = syx, syz = szy, dan szx = sxz. Dalam situasi ini, tegangan sering dinyatakan dalam notasi vektor, yang melibatkan hanya enam buah komponen saja, yakni:
s = (s xx s yy s zz s xy s yz s zx ) T ................................ (2.14) Namun dalam kondisi regangan bidang, syz = szx = 0. Menurut prinsip dari Terzaghi, tegangan dalam tanah menjadi tegangan efektif, s ’ dan tekanan air pori, s
w
sehingga
dapat ditulis menjadi:
s = s ’+ s
w
............................................. (2.15)
Air dianggap tidak dapat menahan gaya geser sama sekali. Karena itu, tegangan geser efektif adalah sama dengan tegangan geser total. Komponen tegangan normal positif dianggap menyatakan tarik, sedangkan komponen tegangan normal negatif menyatakan tegangan tekan.
Universitas Sumatera Utara
Model material untuk tanah dan batu umumnya dinyatakan sebagai hubungan antara peningkatan tegangan efektif tertentu terhadap peningkatan regangan. Dalam hubungan semacam itu, peningkatan tegangan efektif tertentu dinyatakan oleh perubahan tegangan (dinotasikan oleh sebuah titik di atas simbol tegangan) pers. (2.16). × × × × × × × s ' = æç s ' xx s ' yy s ' zz s ' xy s ' yz s ' zx ö÷ T ........................... (2.16) è ø
syy y
syx
syz szy x
szz
z
szx
sxz
sxy sxx
Gambar 2.17 Sistem koordinat umum tiga dimensi dan perjanjian tanda pada tegangan (Manual Plaxis version 8, 2007) Seringkali lebih menguntungkan menggunakan tegangan utama dibandingkan komponen tegangan Cartesius dalm formulasi model material. Tegangan utama adalah tegangan di dalam sistem koordinat dimana seluruh komponen tegangan geser adalah nol. Sebenarnya tegangan utama adalah nilai eigen dari tensor tegangan. Tegangan efektif utama dapat ditentukan dengancara berikut: det ( s ' - s ' I ) = 0 .......................................... (2.17a) Dimana I adalah matrik identitas. Persamaan ini menghasilkan tiga buah solusi untuk s’, yaitu tegangan-tegangan efektif (s’1, s’2, s’3). Dalam Plaxis tegangan efektif utama diatur secara berurutan sebagai berikut: s’1 £ s’2 £ s’3 ........................................... (2.17b)
Universitas Sumatera Utara
Dimana s’1 merupakan tegangan tekan utama terbesar dan s’3 merupakan tegangan tekan utama terkecil. Dalam program Plaxis, model sering dinyatakan dengan mengacu pada ruang tegangan utama, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.18. Selain tegangan utama, umumnya juga berguna untuk mendefinisikan invarian tegangan, yaitu besarnya tegangan yang tidak tergantung dari orientasi sistem koordinat. Dua buah invarian tegangan yang berguna adalah: p’ = -
q=
1 1 (s’xx + s’yy + s’zz) = - (s’1 + s’2 + s’3 ................ (2.18) 3 3
(
(
1 (s ' xx - s ' yy )2 + (s ' yy - s ' zz )2 + (s ' zz - s ' xx )2 + 6. s 2 xy + s 2 yz + s 2 zx 2
))
(2.19)
Dimana p’ adalah tegangan efektif isotropis, atau tegangan efektif rata-rata, dan q adalah tegangan deviatorik atau tegangan geser ekivalen. Perhatikan bahwa perjanjian tanda yang digunakan untuk p’ adalah positif untuk tegangan tekan, berbeda dengan perjanjian tanda untuk tegangan lainnya. Tegangan geser ekivalen q, mempunyai sifat penting dan berubah menjadi q = s '1 - s '3 untuk kondisi tegangan triaksial dengan s’2 = s’3.
-s1' -s1'= -s2'= -s3'
-s3' -s2' Gambar 2.18 Ruang tegangan utama (Manual Plaxis version 8, 2007) Tegangan efektif utama dapat dituliskan sebagai fungsi dari invarian sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
-s’1 = p’ +
2 2 qsin (q - p) .................................. (2.20a) 3 3
-s’1 = p’ +
-s’1 = p’ +
Dimana, q =
2 qsin (q) ...................................... (2.20b) 3
2 2 qsin (q + p) .................................. (2.20c) 3 3 1 .arcsin 3
æ 27 J 3 ö çç . 3 ÷÷ ............................... (2.21) è 2 q ø
Dengan, J3 = (s’xx – p’) (s’yy – p’) (s’zz – p’) - (s’xx – p’)s2yz - (s’yy – p’)s2zx - (s’zz – p’)s2xy + 2sxysyzszx .......................................... (2.22)
2.6.2 Definisi Umum dari Regangan Regangan merupakan sebuah tensor yang dapat dinyatakan oleh matriks dalam koordinat Cartesius:
ée xx ê e = êe yx êe zx ë
e xy e yy e zy
e xz ù ú e yz ú ....................................... (2.23) e zz úû
Sesuai dengan teori deformasi kecil, hanya jumlah dari komponen regangan geser Cartesius eij dan eji yang saling melengkapi saja yang menghasikan tegangan geser. Jumlah ini dinotasikan sebagai regangan geser g. Karena itu bukan exy, eyx, eyz, ezy, ezx dan exz melainkan komponen regangan geser gxy, gyz, dan gzx yang digunakan. Di bawah kondisi di atas, regangan seringkali dituliskan dalam notasi vektor, yang melibatkan hanya enam buah komponen yang berbeda, yaitu:
e = (e xx e yy e zz g xy g yz g zx ) T .................................... (2.24)
Universitas Sumatera Utara
¶u x ................................................. (2.25) ¶x
exx =
¶u y
eyy =
ezz =
¶y
................................................. (2.26)
¶u z ................................................. (2.27) ¶z
gxy = exy + eyx =
gyz = eyz + ezy = gzx = ezx + exz =
¶u y ¶u x + ................................... (2.28) ¶y ¶x ¶u y ¶z
+
¶u z ................................... (2.29) ¶y
¶u x ¶u z + ................................... (2.30) ¶x ¶z
Sama dengan tegangan, komponen regangan normal positif menyatakan regangan tarik, sedangkan komponen regangan normal negatif menyatakan tekan. Dalam formulasi model material, dimana digunakan peningkatan regangan tertentu, peningkatan ini dinyatakan oleh perubahan regangan (dinotasikan dengan sebuah titik di atas simbol regangan). × æ× × × × × × ö e = ç e xx e yy e zz g xy g yz g zx ÷ T ................................. (2.31) è ø
ezz = gxz = gyz = 0 (kondisi regangan bidang/plane strain) ezz =
1 .ux (kondisi axisimetyris; r = jari-jari) r
Invarian regangan yang sering digunakan adalah regangan volumetrik (ev) yang didefinisikan sebagai jumlah dari seluruh komponen regangan normal, seperti rumus berikut: ev = exx + eyy + ezz = e1 + e2 + e3 ................................. (2.32)
Universitas Sumatera Utara
Pada program Plaxis untuk model elastoplastik, strain yang terjadi adalah gabungan dari regangan elastik dan plastis yang dirumuskan sebagai berikut:
e = e e + e p ............................................. (2.33)
2.7 Jenis Material Ada 3 (tiga) jenis material pada programn Plaxis yang bisa dipilih untuk masingmasing model tanah yang digunakan, yaitu: 1. Jenis material drained Material drained digunakan untuk mengatur tidak ada kenaikan tekanan air pori (pore water pressure) pada material tersebut. Jenis ini diterapkan untuk kondisi tanah kering, tanah yang mempunyai permeabilitas besar seperti pasir, tanah yang mengalami pembebanan sangat lambat, serta untuk mensimulasikan prilaku tanah dalam jangka panjang. 2. Jenis material undrained Material undrained digunakan untuk mengatur timbulnya kenaikan tekanan air pori (excess pore water pressure) pada metrial tanah. Jenis ini diterapkan pada kondisi tanah yang mempunyai koefisien permeabilitas (k) kecil seperti tanah lempung, sehingga sewaktu diberikan excess pore water pressure tidak langsung terdisipasi. Besarnya kenaikan tekanan air pori dihitung berdasarkan bulk modulus air: DUw =
Kw Dev ............................................ (2.34) n
Kw = 100G .............................................. (2.35) n
Universitas Sumatera Utara
G=
E' .............................................. (2.36) 2.(1 + u ' )
Besarnya kenaikan tegangan rata-rata efektif adalah: DP’ = K’ Dev ............................................... (2.37) K’ =
E' .......................................... (2.38) 2.(1 - 2u ' )
Dimana: K’ = bulk modulus untuk skelaton Kw = bulk modulus air Dev = kenaikan regangan volume n
= porositas tanah
E’ = Young’s modulus efektif u’ = Poisson ratio efektif, dibatasi maksimum 0,35 3. Jenis material non-porous Digunakan untuk mengatur tidak ada kenaikan tekanan air pori pada material, jenis material non-porous untuk memodelkan material beton, batuan atau prilaku struktu lainnya.
2.8 Analisis Tak Terdrainase Dengan Parameter Efektif dan Total Dalam program Plaxis, perilaku tak terdrainase dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara analisis yaitu: analisis dengan menggunakan parameter efektif dan parameter total. Analisis tak terdrainase dengan menggunakan parameter efektif dapat dicapai dengan mengatur jenis prilaku material (jenis material) dari lapisan tanah menjadi tak terdrainase.
Universitas Sumatera Utara
Adanya tekanan air pori dalam massa tanah, umumnya diakibatkan oleh air, ikut menentukan besarnya tegangan total. Menurut prinsip Terzaghi, tegangan total ( s ) dapat dibedakan menjadi tegangan efektif ( s ' ) dan tekanan air pori (u). Walaupun demikian air dianggap tidak dapat menerima tegangan geser, sehingga tegangan geser efektif akan sama dengan tegangan geser total seperti rumus di bawah ini: sxx = s’xx + u ; sxy = s’xy ;
syy = s’yy + u ; sxx = s’xx ;
szz = s’zz + u ...…….. (2.39) sxx = s’xx …….….. (2.40)
Pada program Plaxis, analisis tak terdrainase dengan menggunakan parameter efektif dapat dilakukan dengan cara parameter efektif seperti shear modulus (G), Poisson ratio (u) secara otomatis ditransfer ke dalam bentuk parameter undrained Eu dan uu dengan menggunakan persamaan: Eu = 2G(1 + uu) m =
1 Kw . 3n K '
uu =
u ' + m (1 + u ' ) ….…........ (2.41) 1 + 2 m (1 + 2u ' )
K’ =
E' ………......….. (2.42) 3(1 - 2u ' )
Untuk memodelkan perilaku material tak terdrainase yang didasarkan pada parameter efektif dari model ini tersedia untuk seluruh model material dalam program Plaxis. Dengan pilihan ini maka perhitungan tak terdrainase dapat dilakukan dengan menggunakan masukan berupa parameter efektif, dengan perbedaan secara explisit antara tegangan efektif dan tekanan air pori berlebih. Analisis seperti ini memerlukan parameter efektif dari tanah sehingga akan sangat baik dan tepat jika parameter efektif tersebut tersedia. Untuk proyek tanah lunak, data berupa parameter efektif yang akurat tidak selalu tersedia, tetapi uji lapangan atau uji laboratorium mungkin telah dilakukan
Universitas Sumatera Utara
untuk memperoleh parameter tanah yang tak terdrainase. Dalam situasi seperti ini maka modulus Young tak terdrainase yang terukur dapat dengan mudah dikonversikan menjadi modulus Young terdrainase dengan cara: E’ =
2(1 + u ' ) .Eu ........................................... (2.43) 3
Namun demikian, kuat geser tak terdrainase tidak dapat dengan mudah digunakan untuk menentukan parameter kuat geser efektif f’ dan c’. Untuk proyek semacam ini Plaxis menawarkan kemungkinan untuk melakukan analisis tak terdrainase dengan masukan berupa parameter kuat geser tak terdrainase (cu atau su) dan f = fu = 0°. Pilihan ini hanya tersedia untuk model Mohr Coulomb dan model hardening Soil, tetapi tidak tersedia untuk model Soft Soil (Creep). Sementara untuk analisis tak terdrainase dengan menggunakan parameter total, dalam program Plaxis dapat menggunakan jenis material non-porous dan secara langsung memasukkan parameter-parameter elastis tak terdrainase E = Eu dan u = uu = 0.495 serta parameter kuat geser tak terdrainase c = cu dan f = fu = 0°. Dalam kasus ini analisis tegangan total dilakukan tanpa membedakan tegangan efektif dengan tekanan air pori. Karena itu, seluruh keluaran yang dinyatakan sebagai tegangan efektif harus diinterpretasikan sebagai tegangan total dan seluruh tekanan air pori adalah nol. Dalam keluaran grafis untuk tegangan, tegangan dalam klaster yang non-porous tidak ditampilkan. Jika kondisi tegangan ingin ditampilkan, maka jenis material yang harus dipilih adalah terdrainase dan bukan non-porous, serta pastikan tidak ada tekanan air pori yang terbentuk dalam klaster-klaster ini. Perhatikan bahwa pendekatan ini tidak dapat dilakukan saat menggunakan model Soft Soil Creep. Secara umum, analisis tegangan efektif dengan menggunakan pilihan tak terdrainase di dalam Plaxis untuk
Universitas Sumatera Utara
memodelkan perilaku tak terdrainase lebih baik dibandingkan dengan analisis tegangan total.
2.9 Pemodelan Material Ada banyak model material yang bisa digunakan untuk analisis teganganregangan pada tanah, tetapi yang akan disajikan dalam tulisan ini hanya 3 (tiga jenis), yaitu: 1. Model Elastik Linier 2. Model Mohr Coulomb 3. Model Soft Soil
2.9.1 Model Elastik Linier Model material untuk tanah dan batuan umumnya dinyatakan sebagai suatu hubungan antara peningkatan tegangan efektif tertentu (perubahan tegangan efektif) dan peningkatan regangan tertentu (perubahan regangan). Hubungan ini dapat dinyatakan dalam bentuk: ×
×
e s ' = C . e ............................................... (2.44)
e
C adalah matrik kekakuan material. Perhatikan bahwa dalam pendekatan ini, tekanan
air pori secara eksplisit dipisahkan dari hubungan tegangan-regangan. Model material yang paling sederhana dalam Plaxis didasarkan pada hukum Hooke untuk perilaku elastis linier isotropis. Model ini dinamakan sebagai model linier elastis, namum model ini juga menjadi dasar dari model-model yang lain. Hukum Hooke dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
é× ù ês× ' xx ú ês ' ú ê × yy ú ês ' ú E' ê × zz ú = ês ' xy ú (1 - 2.u ' )(1 + u ' ) ê× ú ês ' yz ú ê× ú êës ' zx úû
u' 0 0 0 ù é× ù é1 -u' u' ú êe× ' xx ú ê u ' 1 - u' u' 0 0 0 ú êe ' ú ê ê u' u' 1 - u ' 0 0 0 ú ê × yy ú ú ú ê ê 1 0 0 0 0 ú . êe ' zz ú (2.45) - u' ê 0 × 2 ú êg ' xy ú ê 1 ê 0 0 0 0 0 ú ê× ú - u' 2 ú êg ' yz ú ê 1 ú ú ê ê 0 0 0 0 -u'ú ê × ú êë 0 g ' 2 û ë zx û
Hubungan antara modulus Young (E), dengan modulus-modulus kekakuan yang lain, seperti modulus geser (G), modulus bulk (K), dan modulus oedometer (Eoed), dinyatakan sebagai berikut: G=
E ............................................... (2.46) 2.(1 + u )
K=
E ............................................. (2.47) 3.(1 - 2u )
Eoed =
(1 -u ) E ......................................... (2.48) (1 - 2u )(1 + u )
Saat memasukkan parameter dari material untuk model linier elastis atau MohrCoulomb, nilai dari G dan Eoed ditampilkan sebagai parameter tambahan (alternatif). Dalam program Plaxis parameter alternatif tersebut dipengaruhi oleh nilai modulus Young (E) dan Poisson ratio (u) yang dimasukkan ke dalam program Plaxis. Model linier elastis umumnya tidak sesuai untuk memodelkan perilaku tanah yang sangat tidak linier, tetapi akan tepat jika digunakan untuk memodelkan perilaku dari struktur, seperti dinding atau pelat beton yang tebal, yang umumnya mempunyai kekuatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan kekuatan tanah. Untuk aplikasiaplikasi semacam ini, model linier elastis akan sering digunakan bersamaan dengan jenis material non-porous untuk menghilangkan tekanan air pori dari elemen-elemen struktural ini.
Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Model Mohr Coulomb (Perfect-Plasticity) Plastisitas mempunyai hubungan dengan terbentuknya regangan yang tidak dapat kembali seperti semula. Untuk mengevaluasi apakah plastisitas telah terjadi dalam perhitungan, sebuah fungsi leleh (yield function f), digunakan sebagai fungsi dari tegangan dan regangan. Sebuah fungsi leleh umumnya dapat dinyatakan sebagai suatu bidang dalam ruang tegangan utama. Sebuah model plastis sempurna merupakan suatu model konstitutif dengan bidang leleh tertentu, yaitu bidang leleh yang sepenuhnya didefinisikan oleh parameter model dan tidak terpengaruh oleh peregangan (plastis). Untuk kondisi tegangan yang dinyatakan oleh titik-titik yang berada di bawah bidang leleh, perilaku dari titik-titik tersebut akan sepenuhnya elastis dan seluruh regangan dapat kembali seperti semula (Gambar 2.19). Prinsip dasar dari elastoplastis adalah regangan yang terjadi merupakan gabungan dari elastis dan plastis. ( e = e + e e
p
×
×
×
atau e = e + e ). Apabila tanah masih e
p
dalam kondisi elastis, maka persamaan (2.43) bisa dituliskan sebagai berikut: ×
×
×
×
e e s ' = C . e e = C ( e - e p ) ................................. (2.49)
Berdasarkan teori plasticity klasik (ill, 1950), bahwa pertambahan regangan plastis adalah turunan dari fungsi leleh (yield function) terhadap tegangan. Hal ini berarti bahwa perubahan regangan plastis dapat dinyatakan sebagai vektor yang tegak lurus terhadap bidang leleh. Bentuk klasik dari teori plastisitas ini disebut sebagai plastisitas terasoisasi (associated plastisity). Namun bila teori tersebut dipakai untuk fungsi leleh model Mohr Coulomb yang diaplikasikan dalam Plaxis akan membuat prediksi yang berlebihan terhadap dilatansi. Karena itu, selain fungsi leleh (yield function (f))
Universitas Sumatera Utara
digunakan juga sebuah fungsi potensial plastis (plastic potential function (g)) yang besarnya tidak sama dengan fungsi leleh tersebut (f ≠ g), yang dinyatakan sebagai non associated plastisity. Secara umum pertambahan regangan plastis ditulis sebagai berikut: ×
e p = l.
¶g ¶s '
dimana l adalah faktor pengali plastis
Untuk tanah yang berperilaku elastis murni: l = 0, untuk f < 0 atau
× ¶f T e .C .e £ 0 ¶s '
Sementara untuk tanah yang berperilaku dalam kondisi plastis: l > 0, untuk f = 0 atau
× ¶f T e .C .e > 0 ¶s '
s'
e Gambar 2.19 Ide dasar dari suatu model elastis plastis sempurna (Manual Plaxis version 8, 2007) Persamaan-persamaan ini dapat digunakan untuk mendapatkan hubungan antara pertambahan tegangan efektif dan pertambahan regangan pada elastoplastis (Smith & Griffith, 1982; Vermeer & de Borst, 1984) adalah: ×
×
ep s ' = C . e .............................................. (2.50)
×
e s' = (C -
× a e ¶g ¶f T e .C . . . C ). e ........................... (2.51) d ¶s ' ¶s '
Dimana:
Universitas Sumatera Utara
¶f T e ¶g .C . ........................................... (2.52) ¶s ' ¶s '
d=
α = Parameter pengatur, bila tanah dalam kondisi elastis α = 0 dan dalam kondisi plastis α =1 Teori plastisitas di atas terbatas untuk bidang leleh yang menerus dan mulus, dan tidak meliputi multi bidang kontur leleh seperti pada model Mohr Coulomb. Untuk bidang leleh seperti ini, teori plastisitas telah dikembangkan oleh Koiter (1960) dan beberapa peneliti lain untuk memperhitungkan flow vertices yang melibatkan dua atau lebih fungsi potensi plastis, yakni: ×
e p = l 1.
¶g1 ¶g + l2. 2 +... .................................. (2.53) ¶s ' ¶s '
Sama dengn persamaan di atas, beberapa fungsi leleh yang bersifat quasi-independent (f1, f2, …) digunakan untuk menentukan besarnya nilai pengali (l1, l1, ...). Kondisi leleh Mohr Coulomb secara penuh terdiri dari enam buah fungsi leleh saat diformulasikan dalam konteks tegangan utama dan dipengaruhi oleh parameter c dan f. (Smith & Griffith, 1982). Fungsi-fungsi leleh ini secara bersamaan membentuk kerucut heksagonal dalam ruang tegangan utama seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.20. f1a = 12 (s’2 - s’3) +
1 2
(s’2 + s’3).sin f - c. cos f £ 0
f1b = 12 (s’3 - s’2) +
1 2
(s’3 + s’2).sin f - c. cos f £ 0
f2a = 12 (s’3 - s’1) +
1 2
(s’3 + s’1).sin f - c. cos f £ 0
f2b = 12 (s’1 - s’3) +
1 2
(s’1 + s’3).sin f - c. cos f £ 0
f3a = 12 (s’1 - s’2) +
1 2
(s’1 + s’2).sin f - c. cos f £ 0
f3b = 12 (s’2 - s’1) +
1 2
(s’2 + s’1).sin f - c. cos f £ 0 ……..….. (2.54)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Bidang leleh Mohr Coulomb dalam ruang tegangan utama (c = 0) (Manual Plaxis version 8, 2001) Selain fungsi leleh, didefinisikan enam buah fungsi potensial (g) plastis untuk model Mohr Coulomb sebagai berikut: g1a =
1 2
(s’2 - s’3) +
1 2
(s’2 + s’3).sin y
g1b =
1 2
(s’3 - s’2) +
1 2
(s’3 + s’2).sin y
g2a =
1 2
(s’3 - s’1) +
1 2
(s’3 + s’1).sin y
g2b =
1 2
(s’1 - s’3) +
1 2
(s’1 + s’3).sin y
g3a =
1 2
(s’1 - s’2) +
1 2
(s’1 + s’2).sin y
g3b =
1 2
(s’2 - s’1) +
1 2
(s’2 + s’1).sin y …………..…….. (2.55)
Pada fungsi potensial plastis model Mohr Coulomb dipengaruhi oleh besarnya sudut dilatancy (y), parameter ini diperlukan untuk memodelkan pertambahan regangan volume plastis (dilatansi) yang terjadi pada tanah padat. Maka secara keseluruhan parameter yang diperlukan untuk model Mohr Coulomb pada program Plaxis adalah plastisitas (c, f, dan y), modulus elastisitas Young’s (E) dan Poisson ratio (u).
Universitas Sumatera Utara
2.9.3 Model Soft Soil Dalam model soft soil, diasumsikan bahwa hubungan antara regangan volumetrik (ev) dan tegangan efektif rata-rata (p’), berupa hubungan logaritmik yang dapat diformulasikan sebagai berikut: æ p' ö ev - e0v = - l*.ln çç 0 ÷÷ (kompresi alami di lapangan) …….... (2.56) èp ø
Agar pers. (2.55) tetap berlaku, nilai p’ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan. Parameter l* adalah indeks kompresi termodifikasi, yang menentukan kompresibilitas material dalam pembebanan primer. Perhatikan bahwa l* berbeda dari indeks l yang digunakan oleh Burland (1965). Perbedaannya adalah bahwa pers (2.56) merupakan fungsi dari regangan volumetrik dan bukan angka pori. Penggambaran pers (2.56) akan menghasilkan sebuah garis lurus seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.21. Pengurangan dan pembebanan kembali secara isotropis akan menghasilkan lintasan tegangan yang berbeda, yang dapat dinyatakan sebagai:
æ p' ö eev - ee0v = - k*.ln çç 0 ÷÷ (pengurangan dan pembebanan kembali) .... (2.57) èp ø Dalam persamaan ini juga, nilai p’ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan. Parameter k* adalah indeks muai temodifikasi, yang menentukan kompresibilitas material pada saat pengurangan beban dan pembebanan kembali. Perhatikan bahwa k* berbeda dengan indeks k yang digunakan oleh Burland. Walaupun demikian, rasio l*/k* adalah sama dengan rasio l/k. Respon tanah selama pengurangan dan pembebanan kembali diasumsikan bersifat elastis dan dinotasikan dengan notasi atas (superscript) e
Universitas Sumatera Utara
dalam persamaan (2.57). Perilaku elastis dideskripsikan oleh hukum Hooke dan pers. (2.57) menyatakan ketergantungan tegangan secara linier pada modulus bulk tangensial sebagai berikut: Kur º
E ur p' = …………..........…….. (2.58) 3.(1 - 2u ur ) k *
dimana notasi bawah (subscript) ur menyatakan pengurangan/pembebanan kembali. Perhatikan bahwa digunakan parameter efektif dan bukan sifat tanah yang tak terdrainase. Modulus elstisitas bulk (Kur), maupun modulus elastisitas Young (Eur), tidak digunakan sebagai parameter masukan, melainkan uur dan k* yang digunakan sebagai konstanta masukan untuk bagian dari model yang menghitung regangan elastis. Kurva pengurangan/pembebanan kembali dalam jumlah yang tak terbatas dapat dibentuk dalam Gambar 2.21, dimana tiap kurva menyatakan nilai tekanan prakonsolidasi isotropis pp tertentu, yaitu tegangan tertinggi yang pernah dialami oleh tanah. Selama pengurangan/pembebanan kembali, tekanan prakonsolidasi ini tidak berubah. Walaupun demikian, dalam pembebanan utama tekanan prakonsolidasi akan semakin meningkat sesuai dengan tingkat tegangan yang bekerja, dan menyebabkan regangan volumetrik (plastis) yang tidak dapat kembali ke kondisi semula. ev
1 l* k* 1 pp
ln p'
Gambar 2.21 Hubungan logaritmik antara regangan volumetrik dan tegangan rata-rata (Manual Plaxis version 8, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Model soft soil dapat memodelkan perilaku tanah pada kondisi tegangan secara umum. Kondisi tegangan yang dimaksud seperti pada kondisi pembebanan triaksial dengan s’2 = s’3. Untuk kondisi tegangan seperti itu fungsi leleh dari model soft soil didefinisikan sebagai: f = f . p p …………...................……….. (2.59)
dimana f adalah fungsi dari kondisi tegangan (p’, q) dan tekanan prakonsolidasi (pp) adalah fungsi dari regangan plastis, sehingga: f=
q2 + p ' …............…...…….. (2.60) M 2 . ( p ' + c. cot f )
æ - e pv ö ÷ …………..........…….. (2.61) p p = p 0 p . exp çç * * ÷ è l -k ø Fungsi leleh f mendeskripsikan sebuah elips dalam bidang p’-q, seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.26. Parameter M dalam persamaan (2.60) menentukan tinggi dari elips. Tinggi dari elips akan menentukan rasio dari tegangan horizontal terhadap tegangan vertikal dalam kompresi primer satu dimensi. Kemudian parameter M akan banyak menentukan nilai koefisien tekanan tanah lateral (K0NC). Dari sudut pandang ini, nilai M dapat dipilih sedemikian rupa sehingga nilai K0NC yang telah diketahui dapat sesuai dengan kompresi primer satu dimensi. Interpretasi dan penggunaan M semacam ini berbeda dengan ide dasar dari garis critical state, tetapi hal ini menjamin nilai K0NC yang sesuai. Titik-titik puncak dari seluruh elips berada pada garis dengan kemiringan M dalam bidang p’-q. Pada model modified cam-clay (Burland, 1965, 1967) garis M
Universitas Sumatera Utara
disebut sebagai garis critical state dan menyatakan kondisi tegangan setelah puncak keruntuhan terlampaui. Parameter M kemudian didasarkan pada sudut geser critical state. Namun demikian , dalam soft soil, keruntuhan tidak harus berkaitan dengan kondisi kritis (critical state). Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb adalah fungsi dari parameter kekuatan f dan c, yang mungkin tidak berkaitan dengan garis M. Tekanan prakonsolidasi isotropis (pp), menentukan besarnya elips sepanjang sumbu p’. Selama pembebanan, elips dalam jumlah tak terhingga dapat terbentuk (Gambar 2.22) dimana tiap elips berkaitan dengan nilai pp tertentu. Dalam kondisi tegangan tarik (p’ < 0), elips akan berkembang hingga mencapai c.cot f (pers 2.60) dan (Gambar 2.22). Untuk memastikan agar bagian kanan dari elips (yaitu ”cap”) tetap berada dalam daerah ”kompresi” (p’ > 0) maka digunakan nilai minimum dari pp sebesar c.cot f. Untuk c = 0, nilai minimum pp diambil sebesar satu dimensi tegangan. Karena itu, terdapat suatu elips ”pembatas” seperti ditunjukkan Gambar 2.22. Tekanan prakonsolidasi meningkat secara eksponensial dengan meningkatnya regangan plastis volumetrik (pemampatan), persamaan (2.61). p0p dapat dianggap sebagai nilai awal dari tekanan prakonsolidasi. Nilai regangan plastis volumetrik awal diasumsikan sebesar nol. q'
Garis keruntuhan Mohr-Coulomb
M 1
"cap"
Elips pembatas p' pp c . cot f
Gambar 2.22 Bidang leleh dari model soft soil dalam bidang p-q (Manual Plaxis version 8, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.23 Ilustrasi dari seluruh kontur bidang leleh dari model soft soil dalam ruang tegangan utama (Manual Plaxis version 8, 2007) Dalam model soft soil, fungsi leleh menyatakan regangan volumetrik yang tidak dapat kembali ke kondisi semula dalam kompresi primer, dan membentuk ”cap” dari kontur bidang leleh. Untuk memodelkan kondisi runtuh, digunakan fungsi leleh jenis Mohr-Coulomb yang bersifat plastis sempurna. Fungsi leleh ini berupa sebuah garis lurus dalam bidang p’-q seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.22. Kemiringan garis keruntuhan akan lebih kecil dibandingkan kemiringan garis M. Seluruh bidang leleh, seperti ditunjukkan oleh garis tebal dalam Gambar 2.22, merupakan batas dari daerah tegangan elastis. Garis keruntuhan mempunyai lokasi tetap, tetapi ”cap” dapat meningkat dalam kompresi primer. Lintasan tegangan di dalam batas ini hanya akan menghasilkan peningkatan regangan elastis, dimana lintasan tegangan yang cenderung memotong batas umumnya akan menhasilkan peningkatan regangan elastis dan plastis. Untuk kondisi tegangan secara umum, perilaku plastis dari model soft soil didefinisikan oleh enam buah fungsi leleh, tiga buah fungsi leleh kompresi dan tiga buah fungsi leleh Mohr-Coulomb. Seluruh kontur bidang leleh dalam ruang tegangan utama yang dihasilkan oleh keenam fungsi leleh ini ditunjukkan ditunjukkan dalam Gambar 2.23.
Universitas Sumatera Utara