BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sabun Mandi
2.1.1 Definisi Sabun Mandi Sabun mandi adalah sabun yang mengandung Natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994). Pertama: Sabun cenderung mengendapkan ion k dan mg yang kadang terdapat di air (disebut sebagai air berat hard water) yang akan mengurangi daya pembersih sabun. Endapan garam k atau mg di dasarkan bathtub berbentuk cincin ( bathring) (Wasitaatmadja, 2006). Kedua: Sabun terdiri atas substansi alkalis kuat (NaOH dan KOH) dan asam lemah (asam lemak jenuh atau tidak jenuh), yang dapat mengiritasi kulit. Untuk menanggulangi hal tersebut, digunakan sulfoleat (dibuat dari asam sulfat dan minyak zaitun), alkil naftalen sulfonat, fatty alcohol, sulfat, alkil benzen sulfonat, dan alkilfenol, pliglikol ester untuk menanggulangi masalah kedua, secara sintetik dibuat bahan sulfat alkohol baru dan minyak sulfonat. Dari lemak dibuat as.lemak, dari as.lemak dibuat fatty alkohol, alkohol sulfat dari fatty alcohol dan berbagai jenis lainnya (Wasitaatmadja, 2006). Secara kimia fisik, bahan pembersih ini bersifat surface active substance (surfaktan), sehingga berdaya larut baik terhadap kotoran maupun lemak. Tidak
3
semua jenis surfaktan sintetik dapat digunakan untuk pembersih kulit. Pengalaman dari ahli kimia, ahli kosmetika, dan dokter kulit untuk membentuk formula yang optimal yang sangat diperlukan. Berbagai substansi lain diperlukan, Misalnya protektor terhadap kulit, antiiritasi, dan bahan-bahan superfatty. Pengalaman teknis fasilitas pengujian dan asupan klinis para dokter kulit diperlukan untuk membuat sabun secara sempurna (Wasitaatmadja, 2006 ). Sapo, yang merupakan asal kata proses pembuatannya saponifikasi (penyabunan) dan dekat dengan kata soap. 2.1.2 Proses Pembuatan Sabun Mandi Sabun merupakan Salah satu Surfaktan yang terbuat dari reaksi antara minyak atau lemak dengan suatu alkali reaksinya dikenal dengan nama reaksi saponifikasi. Proses pembuatan sabun dibedakan menjadi 3, yaitu: cold proses, Semi hot proses, dan hot proses. Pada cold proses pembuatan hanya dilakukan dengan pencampuran antara minyak dengan alkali kemudian diaduk hingga kental dan terakhir dicetak. Sedang pada semi hot proses, lemak dan minyak di panaskan terlebih dahulu hingga mencapai suhu 70 derajat. Kemudian baru dilakukan pencampuran dalam keadaan panas, pengadukan hingga kental kurang lebih 30 menit setelah di aduk maka akan terjadi dua lapisan, yaitu lapisan atas berupa gliserin dan lapisan bawah adalah merupakan sabun, pisahkan antara keduanya, pada sabun ditambahkan zat aditif seperti pewangi dan pewarna, aduk kembali hingga rata, terakhir dicetak dan didiamkan selama dua minggu dan sabun siap digunakan pada hot proses. Proses pembuatan sabun tidak jauh berbeda dengan semi hot proses, yaitu minyak atau lemak dipanaskan hingga mencapai 120
4
derajat, Kemudian dilakukan pencampuran, pengadukan, pemisahan antara gliserin dan sabun yang terjadi, terakhir ditambahkan zat pendukung yaitu pewarna dan pewangi, setelah dicetak dan dibiarkan selama dua minggu baru sabun siap digunakan. Pada proses pembutan Sabun, Jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan seperti minyak zaitun (Sumpena, 2003). Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan sabun antara lain, Minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit (palm oil), minyak kedelai (soy bean oil) dan lain-lain. Masing-masing mempunyai karakter dan fungsi yang berlainan (Wikipedia, 2007). 2.1.3. Komposisi Sabun Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali serta sabun detergen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik, biasanya mengandung surfaktan, pelumnas, antioksidan, deodorant, warna, parfum, pengontrol pH, bahan tambahan khusus (Wasitaatmadja, 2006). Reaksi penyabunan (safonifikasi) dengan menggunakan alkali adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH Atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Proses Saponifikasi Sabun C3H5 (OOCR)3 + 3NaoH C3H5 (OH)3 + 3NaOOCR As.lemak
alkali
Gliserin
atau
5
Sabun
O CH2 – O – C – R
CH2 - OH
O CH2 - O – C - R
Panaskan +3NaOH
3RCOONa +
natrium
Garam natrium
O CH2 – O – C – R
hidroksida
CH2 - OH
acid lemak
CH2- OH
(Sabun)
Alkohol
(alkali)
(Gliserol) Ester (Minyak atau lemak) (Sumpena, 2003). 2.1.4. Saponifikasi Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak/lemak di campur dengan larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereakasikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesa dan air serta garam karbonil (sejenis sabun) (Sumpena, 2003). Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai Sabun asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsur lain. Basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam-garam basa lemah seperti NaOH, KOH, NH4OH, K2CO3 dan lainnya. Sabun menjadi produk yang berasal dari garam asam karboksilat yang tinggi (Sumpena, 2003). 6
Langkah pertama dari proses saponifikasi ini adalah pembentukan sabun dimana trigliserida (lemak/minyak), natrium oksida, larutan elektrolit berupa garam natrium dan alkali dari pencucian diumpan kedalam autoklaf, dipanaskan dan diaduk pada suhu 1200 C dan tekanan 2 atm. Lebih dari 99,5 % lemak berhasil disaponifikasi pada proses ini. Hasil reaksi kemudian dimasukkan kedalam sebuah pendingin berpengaduk dengan suhu 85-900 Sebanyak 1,2 – 1,4% NaCl ditambahkan kedalam sabun untuk mengontrol viskositas larutan. Garam
NaCl
adalah
larutan
elektrolit
yang
biasa
digunakan
untuk
mempertahankan agar viskositas sabun tetap rendah. Kemudian komponen ini diumpan ke turbidisper C. Disini hasil saponifikasi disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase produknya yaitu sabun dan lye. Turbidisper, mikser (pencampur), pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisasi merupakan bagian terpenting pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda dicampur dalam turbidisper yang dilengkapi dengan dialirkan kedalam mixer yang dilengkapi dengan jeket pendingin melalui bagian bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam lemak dan kautik soda yang tidak bereaksi akan dikeluarkan lagi dari saluran dibagian samping mixer untuk diumpan kembali ke turbidisper dengan bantuan pompa sirkulasi. Sabun yang masuk ke mixer diteruskan ke holding mixer kemudian sabun yang telah terbentuk dikeringkan. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30 - 35 % pada sabun murni menjadi 8 – 18% pada sabun butiran atau lempengan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun tersebut merupakan tahap terakhir penyelesaian pembuatan sabun (Sumpena, 2003).
7
2.2 Syarat Mutu Sabun Mandi Syarat mutu untuk Sabun Mandi yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia pada tahun 1994 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. No
Uraian
1. 2.
Kadar air % Maksimal 15 Jumlah >70 as.lemak % Alkali bebas -dihitung %Maksimal sebagai NaOH 0,1 -dihitung Maksimal sebagai KOH 0,14
3.
4.
Asam lemak bebas dan atau lemak
5.
Minyak mineral
Tipe 1
< 2,5
Negatif
Tipe 2
Seperfat
Maksimal 15 64 - 70
Maksimal 15 >70
Maksimal 0,1
Maksimal 0,1
Maksimal 0,14
Maksimal 0,14
< 2,5
2,5-7,5
Negatif
Negatif
(SNI, 1994). Sabun tipe 1 merupakan sabun yang terbaik karena mengandung jumlah asam lemak yang tinggi (lebih dari 70%) dengan asam lemak bebas yang rendah yaitu kurang dari 2,5%. Sabun tipe 1, 2, dan seferfat merupakan sabun yang dapat dipasarkan di masyarakat karena aman untuk digunakan. Sabun tipe 2 lebih baik dari superfat karena kandungan asam lemak bebasnya kurang dari 2,5% (SNI, 1994).
8
2.2.1 Kegunaan Sabun Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun. 1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-polar, seperti tetesan-tetesan minyak. 2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul – molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (fessenden, 1982). 2.2.2 Jenis – jenis sabun Jenis sabun mandi yang utama adalah sabun mempunyai bahan dasar lemak yang sama. Sabun mandi biasanya dibuat dari campuran lemak dan minyak kelapa dengan perbandingan 80/20 atau 90/10, dan sabun yang memiliki lemak yang berlebih mempunyai perbandingan 50/50 atau 60/40 dan ada yang 7 sampai 10% ditambahkan asam lemak bebas juga. Sabun kesehatan mengandung bahan seperti triclosan dan triclorokarban yang merupakan dua senyawa yang banyak digunakan sebagai antimikrobial. Penggunaannya secara khas yaitu 0,3 % - 1,0 % untuk triklosan dan 1,0 % - 1,5 % triklorokarban. Keduanya termasuk kedalam emulgator dan dapat terdispersi atau terlarut dalam pelarut yang sesuai, seperti parfum. Pada umumnya sabun yang akan diperdagangkan mengandung 10 sampai 30 % air, dan jika sabun kekurangan air maka akan sulit larut. Hampir semua sabun memiliki parfum. Hal ini untuk menghilangkan aroma sabun yang asli.
9
Sabun mandi dibuat dengan bahan pilihan yang mengandung 10 sampai 15 % pelembab, parfum dan titanium dioksida sebagai bahan pemutih, pengaduk. Dari turbidisper campuran sabun, asam lemak, dan kaustik soda dialirkan (Depkes RI, 1985). 2.2.3 Sifat-sifat sabun 1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air yang menyebabkan larutan sabun dalam air bersifat basa. 2.
Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan yang disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak ), digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai 4. Gugus polar dan non polar (Sumpena, 2003).
10
2.3 Faktor yang mempengaruhi tegangan permukaan yaitu : -Suhu Tegangan permukaan menurun dengan meningkatnya suhu, karena meningkatnya energi kinetik molekul. -Zat terlarut (solute) Keberadaan zat terlarut dalam suatu cairan akan mempengaruhi tegangan permukaan. Penambahan zat terlarut akan meningkatkan viskositas larutan, sehingga tegangan permukaan akan bertambah besar. Tetapi apabila zat yang berada dipermukaan cairan membentuk lapisan monomolekular, maka akan menurunkan tegangan permukaan. Zat tersebut biasa disebut dengan surfaktan. -Surfaktan Surfaktan (surface active agents), zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Surfaktan mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung pada rantai lurus. Sabun merupakan salah satu contoh dari surfaktan (Yazid, 2006). 2.3.1 Gaya tegangan permukaan Tegangan permukaan (surface tension) cairan dapat didefinisikan sebagai gaya persatuan panjang pada permukaan cairan yang melawan ekspansi dari luas permukaan (Yazid, 2006).
11
2.4 Lemak Dan Minyak Lemak dan minyak merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Lemak dan minyak adalah ester dari asam lemak dan gliserol, sebagian besar berupa bahan makanan. Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karboksilat dan protein. Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dan dikenal sebagai Sabun. Asam lemak yang digunakan untuk sabun umumnya adalah asam palmitat atau stearat. Dalam Industri, Sabun tidak dibuat dari asam lemak tetapi langsung dari minyak yang berasal dari tumbuhan. Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis logam Pt atau Ni, Asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh. Dan melalui proses penyabunan dengan basa NaOH atau KOH akan terbentuk sabun dan gliserol (Poedjiadi, 2006). Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak dan keringat. Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non polar. Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit tersebut. Sabun memiliki gugus non polar yaitu gugus–R yang akan mengikat kotoran, dan gugus –COONa yang akan mengikat air karena sama-sama gugus polar. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air (Winarno, 1992). Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah komponen trigliserida yaitu : - Lipid kompleks yaitu : tesithin, chepalin, fosporida dan lain-lain - Sterol berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak
12
- Asam lemak bebas - Lilin - Pigmen yang larut dalam lemak - Hidrokarbon. (Bailey, 1979) 2.4.1 Bahan pengisi Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filter) untuk menekan biaya supaya lebih murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat fisik berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu ditambahkan zat aditif, antara lain, asam lemak bebas, gliserol, pewarna, aroma, pengkelat dan antioksidan, penghalus, serta aditif kulit (skin aditif) (Bailey, 1979).
2.5
Uraian tumbuhan
2.5.1 Morfologi tumbuhan Berupa rumput-rumputan tegak, menahun, perakarannya sangat dalam dan kuat. Batang: tegak atau condong, membentuk rumpun, pendek, masif, bulat (silindris), gundul seringkali di bawah buku bukunya berlilin, penampang lintang batang berwarna merah. Daun: tunggal, lengkap, pelepah daun silindris, gundul, seringkali bagian permukaan dalam berwarna merah, ujung berlidah (ligula), helaian;. lebih dari separuh menggantung, remasan berbau aromatik.
13
Bunga: susunan malai atau bulir majemuk, bertangkai atau duduk, berdaun: pelindung
nyata,
biasanya
berwarna
sama,
umumnya
putih
(http://
klipingku.2010). Tanaman ini tumbuh alami, di daerah tropika yang lembab, cukup sinar matahari dan dengan curah hujan yang relatif tinggi. Kultur teknis tanaman sereh tidak terlalu memerlukan banyak perawatan, dapat tumbuh di lahan yang tandus atau kurang subur. Di Indonesia banyak terdapat di Jawa, di tepi jalan atau di persawahan dan di kenal dengan nama Sere (New Citronella grass) (http://klipingku. 2010).
2.5.2 Nama daerah Nama latin
:
Cymbopogon nardus
Nama daerah :
Sarae arun (Minangkabau), sere (Jawa, Madura), sereh, (Sunda), sere (Malayu), lemon grass, ginger grass (Inggris) (http://klipingku. 2010).
2.5.3 Sistematika tumbuhan Kingdom
:
Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom
:
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi
:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Sub divisi
:
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
14
Kelas
:
Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Bangsa
:
Poales
Famili
:
Poaceae (suku rumput-rumputan)
Marga
:
Cymbopogon
Jenis
:
Cymbopogon nardus (http://klipingku.2010).
IV.
Kandungan kimia minyak sere Minyak Sereh asal jawa mengandung komponen sebagai berikut Sitronelal
32-45%, Geraniol 12-18%, Sitronelol 11-15 %, Geranil asetat 3-8 %, Sintronelil asetat 2-4 %, Sitral, khavikol, Eugenol, Elemol, kardinol, kardinen, vanillin, limonen, kamfen (Guenther, 1968).
2.6 Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain, metode pengeringan, metode destilasi dan metode kimiawi (Sudarmadji, 1996). 2.6.1 Metode Pengeringan Prinsip penentuan kadar air dengan metode pengeringan adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Sudarmadji, 1996). Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110 selama 3 jam atau sampai didapat berat
15
yang konstan (bobot tetap). Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno, 1992). Pengeringan sampai bobot tetap berarti pengeringan harus dilanjutkan hingga pada perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang digunakan, penimbangan kedua dilakukan setelah di panaskan lagi selama satu jam (Ditjen POM, 1995). Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. Selain itu, dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain serta bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan (Sudarmadji, 1996). 2.6.2 Metode Gravimetri Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan). Pekerjaan analisis secara gravimetri dapat dibagi dalam beberapa langkah sebagai berikut, yaitu pengendapan, penyaringan, pencucian endapan, pengeringan, pemanasan atau pemijaran, dan penimbangan endapan hingga konstan (Rohman, 2007)
16