10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taman Nasional Taman nasional berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan RI No. 687/KPTS-II/1989 didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti dan atau zona-zona lain yang dimanfaatkan untuk tujuan ilmu pengetahuan, pariwisata dan rekreasi. Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, taman nasional adalah suatu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Sembiring, 2001). Tujuan utama taman nasional adalah menjaga keutuhan keterwakilan ekosistem yang berarti melindungi ekosistem itu dari kerusakan dan merehabilitasi kembali apa yang sudah terlanjur rusak, selain itu harus ada upaya menghilangkan sebab kerusakan dan menghentikan kegiatan perusakan. Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata, sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan taman nasional meliputi hal-hal sebagai berikut: a.
Memperbaiki fungsi kawasan konservasi semaksimal mungkin sesuai dengan daya dukungnya.
b.
Menciptakan hubungan antara konservasi dan kepentingan pembangunan melalui pengembangan budidaya pertanian dan perikanan dari aneka ragam jenis yang ada sebagai sumber plasma nutfah.
11
c.
Meningkatkan pelayanan bagi pengunjung untuk memanfaatkan taman nasional baik untuk penelitian, wisata, pengambilan gambar dan penulisan untuk publikasi maupun kegiatan lainnya.
d.
Membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar taman nasional antara lain dengan menyediakan lapangan kerja, memacu terciptanya jasa angkutan dan akomodasi serta mendorong pembangunan di berbagai sektor lainnya.
2.2. Kawasan Penyangga Kawasan penyangga adalah suatu zona yang dialokasikan untuk tujuan sebagai pagar efektif bagi taman nasional dari gangguan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998, daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan taman nasional, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak, yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan taman nasional. Penetapan tanah negara bebas maupun tanah yang dibebaskan dengan suatu hak sebagai daerah penyangka ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Bupati yang bersangkutan. Penetapan daerah penyangga dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak yang dimiliki oleh pemegang hak. Sementara itu pengelolaan daerah penyangga yang bukan kawasan hutan tetap berada pada pemegang hak dan tetap memperhatikan ketentuan yang ada yaitu secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
12
Direktorat Perlindungan Hutan dan Pengawetan Alam menjelaskan bahwa kawasan penyangga merupakan suatu alat untuk: a.
Menentukan pemenuhan berbagai keperluan dasar masyarakat disekitarnya baik untuk makan, uang maupaun kesenangan atau rekreasi.
b.
Menyelamatkan potensi taman nasional dari berbagai macam ganguan baik oleh manusia, ternak, maupun pencemaran lingkungan.
c.
Mengembangkan dan membina hubungan antara masyarakat dengan alamnya yaitu mengusahakan adanya integrasi antara manusia dengan alam pada tingkat yang lebih baik.
d.
Melindungi manusia dan daerah pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan sebagainya dari gangguana satwa liar.
e.
Meningkatkan kondisi sosial ekonomi melalui usaha tani yang intensif dan kesadaran masyarakat terhadap usaha pelestarian alam dan lingkungannya.
f.
Menumbuhkan, mengembangkan organisasi swadaya masyarakat dalam kaitannya dengan usaha-usaha pelestarian sumberdaya alam. Menurut Soekmadi (2005) daerah penyangga suatu taman nasional dapat
dibagi menjadi dua macam yaitu daerah penyangga fisik dan daerah penyangga sosial. Daerah penyangga fisik maksudnya ditujukan untuk membentengi potensi taman nasional dan melindungi masyarakat dari gangguan yang datang dari taman nasional dimana juga diharapkan untuk dapat dimanfaatkan sebagai areal pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sekitar. Daerah penyangga sosial yaitu daerah penyangga yang merupakan wilayah binaan dimana sebagian besar kehidupan anggota masyarakat masih bergantung pada keberadaan potensi sumberdaya taman nasional.
13
2.3. Kerusakan Lingkungan Beberapa dekade yang lalu, ada anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan penurunan kualitas lingkungan atau kawasan, secara kuantitatif semakin besar. Beberapa penelitian menunjukan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan atau kawasan yang disimpulkan oleh Maynard Hufscmidt tahun 1983 sebagai berikut: a.
Kurangnya pengawasan lingkungan terhadap pelaksanaan undang-undang perlindungan lingkungan.
b.
Kelangkaan sumber keuangan dalam hubungan dengan kebutuhan sekarang yang merupakan kendala bagi keinginan untuk melindungi sistem alamiah.
c.
Luasnya kemiskinan masyarakat menghasilkan kegiatn-kegiatan yang merusak lingkungan sistem alam jangka panjang.
d.
Sering kali buruknya pembagian pendapatan mempengaruhi kualitas perencanaan program sebagai akibat pendapatan yang tidak mencukupi.
e.
Kesulitan dalam pengawasan lingkungan yang dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan sektor pribadi dan sektor publik, yang mana pengendalian kualitas sektor lingkungan oleh publik memiliki keterbatasan program.
f.
Tidak cukup tersedianya para teknisi, administrasi dan ekonom dalam membuat perencanaan lingkungan.
g.
Luasnya kegagalan pasar yang ekstensif memerlukan penggunaan harga bayangan penempatan pasar.
h.
Kurangnya peran serta pengendalian kualitas lingkungan baik oleh masyarakat umum maupun oleh perusahaan pemerintah yang mengurangi efektifitas dalam implementasi.
14
i.
Tidak cukup tersedianya data lingkungan baik dari segi ekonomi maupun sosial, termasuk di dalamnya kesulitan mengumpulkan dan memproses data masa lalu, sehingga membatasi kualitas analisa.
j.
Luasnya perbedaan nilai budaya yang menambah kesulitan dalam memberi penilaian pada pengaruh kualitas lingkungan. Sedangkan John A. Dixon (1989) menemukan bahwa perusakan
lingkungan dan sumberdaya alam yang ada merupakan hasil suatu perencanaan proyek yang diperkenalkan oleh pembangunan ekonomi. Lebih lanjut ia juga mengatakan bahwa pemanfaatan lingkungan (environment) terganggu karena pemberian penilaian rent yang tinggi serta adanya pengaruh dari tingkat pendapatan masyarakat yang rendah. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, kebijaksanaan pembangunan nasional dalam GBHN merumuskan bahwa dalam pembangunan, sumberdaya harus digunakan secara rasional. Penggalian sumber-sumber daya alam tersebut harus didayagunakan agar sesuai dengan tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan menyeluruh dengan memperitungkan generasi yang akan datang. Resiko kerusakan fungsi sumberdaya lingkungan hidup berupa: a.
Rusaknya berbagai sistem pendukung kehidupan vital bagi kehidupan manusia, baik sistem biofisik maupun sosial.
b.
Munculnya bahaya dalam bentuk ciptaan manusia seperti bahan berbahaya dan hasil-hasil bioteknologi.
c.
Pengalihan beban resiko pada generasi yang akan datang atau kepada faedah yang lain.
d.
Kurangnya fungsi sistem organisasi sosial masyarakat.
15
Segala macam bentuk resiko tersebut merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor utama yaitu: a.
Pertumbuhan penduduk.
b.
Pertumbuhan produksi untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
c.
Peran lembaga-lembaga masyarakat termasuk teknologi yang dikembangkan untuk memenuhi produksi.
Dengan beberapa penjelasan diatas, pembangunan jangka panjang menjamin tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari terpeliharanya suatu sistem lingkungan alam, serta rendahnya tingkat eksternalitas yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi.
2.4. Eksternalitas Dalam
suatu
perekonomian
modern
setiap
aktivitas
mempunyai
keterkaitan dengan aktivitas lainnya dan semakin modern suatu perekonomian semakin besar dan semakin banyak kaitannya dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Apabila semua keterkaitan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau melalui suatu sistem, maka keterkaitan antar berbagai aktivitas tersebut tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi banyak pula keterkaitan antar kegiatan yang tidak melaui mekanisme pasar sehingga timbul berbagai macam masalah. Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah apa yang disebut dengan eksternalitas atau dengan kata lain yang dimaksud dengan eksternalitas hanyalah apabila tindakan seseorang mempunyai dampak terhadap orang lain atau
16
segolongan orang lain tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi produksi (Mangkoesoebroto, 2001). Kegiatan
masyarakat
baik
dalam
bentuk
memproduksi
maupun
mengkonsumsi barang dengan jumlah yang setinggi-tingginya bertujuan untuk meraih tingkat kepuasan yang tinggi. Usaha meningkatan kepuasan bertujuan pada pencapaian rasa bahagia ataupun kesejahteraan masyarakat. Pareto merumuskan bahwa kesejahteraan masyarakat telah mencapai optimum apabila kesejahteraan seseorang dapat ditingkatkan akan tetapi dengan mengurangi kesejahteraan orang lain. Selanjutnya pandangan Pareto disempurnakan oleh N. Kaldor dan JR.Hicks dengan compensation principle dimana intinya adalah bahwa keadaan masyarakat menjadi lebih baik apabila individu yang ingin mendapatkan manfaat lebih besar dengan menyebabkan pengorbanan pihak lain, dimana yang mendapatkan manfaat memberikan kompensasi kepada yang menderita pengorbanan dan masih ada kelebihan manfaat. a.
Kriteria kaldor menyatakan bahwa alokasi A dari segi seluruh masyarakat lebih baik dari pada B apabila yang mendapat manfaat A, karena alokasi A dapat memberikan kompensasi kepada yang dirugikan dan kedudukan A masih lebih baik dari pada B.
b.
Kriteria Hicks dapat dirumuskan bahwa alokasi A dari segi seluruh masyarakat lebih baik dari B apabila yang menderita kerugian karena alokasi A tersebut tak dapat diberikan kompensasi oleh yang mendapatkan sehingga berubah dari B ke A.
c.
Menurut Scitovsky dikatakan bahwa alokasi A bagi seluruh masyarakat lebih baik dari B, apabila yang memberikan manfaat dapat memberikan
17
kompensasi (bribe) pada yang mendapatkan kerugian dan menerima perubahan tersebut, sedangakan yang dirugikan tidak dapat menyuap (bribing) yang mendapatkan manfaat untuk mengadakan suatu perubahan. Adanya pengorbanan yang diderita oleh suatu kelompok masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu proyek atau kegiatan dapat bersipat negatif atau positif, keadaan inilah yang sering disebut sebagai eksternalitas. Dengan demikian eksternalitas dikatakan ada bilamana kesejahteraan individu selain dipengaruhi oleh aktivitas yang dikendalikannya, juga dipengaruhi oleh aktivitas pihak lain. Disamping pengaruh pemenuhan kebutuhan untuk mencapai kepuasan yang setinggi-tingginya, faktor lain yang mendorong eksternalitas disekonomi ataupun ekonomi juga akibat adanya suatu ketidak jelasan batasan (boundary) arti hak pemilikan, hal ini dapat dilihat dari pendapat J.H. Dales dalam tulisannya The Property Interpose and land, Waterland Ownership. Menyatakan bahwa dalam pemilikan terdapat hak-hak: a
Serangkaian hak untuk menggunakan barang dengan cara tertentu (dan serangkaian hak negatif atau larangan untuk mempergunakannya dengan yang lain).
b
Hak untuk melarang orang lain menggunakan barang tersebut.
c
Hak untuk menjual milik tersebut. Selanjutnya Dales juga menjelaskan bahwa pemilikan setiap asset
mempunyai kaitan antara konsepsi hukum, ekonomi, sosiologi dan politik. Dimana asset dapat dianggap sebagai suatu kumpulan potensi untuk menghasilkan jasa kepuasan yang dapat dipergunakan dalam beberapa alternatif. Adapun bentuk pemilikan dapat dibagi menjadi:
18
a
Hak pemilikan yang bersifat umum (common property) Dimana dapat dipergunakan oleh setiap orang untuk berbagai keperluan tanpa adanya biaya yang harus dikeluarkan. Hak milik ini dapat cocok secara ekonomi jika biaya untuk mengawasinya lebih besar dari nilai penggunaanya. Ketidakmampuan menjaga pemilikan ini bisa dilihat dari segi ekonomi akan menimbulkan ketidakefisienan sehingga penggunannya melewati batas.
b
Hak milik umum yang terbatas (restricted common property) Pada umumnya asset milik umum dikelola oleh suatu badan publik atau pemerintah. Pemerintah dapat membatasi pengunaan hak milik dengan berbagai cara misalnya suatu danau hanya digunakan untuk bersampan tetapi tidak boleh untuk motorboat. Dalam hal asset tetap milik umum dalam arti bahwa setiap orang dapat mengunakannya sesuai dengan tujuan penggunaan.
c
Hak pakai Pemakai asset hanya dibatasi untuk orang-orang atau badan tertentu saja yang ditetapkan berdasarkan hukum. Dengan demikian pemilikan menjamin pemakai sesuatu asset sesuai dengan kewenangan atas pemilikan tersebut sebagaiman hukum positif. Hak pakai ini tidak dapat dipindahtangankan walaupun demikian hak yang diberikan terhadap suatu asset tersebut sudah mempunyai nilai, adanya hak untuk mencegah berkembangnya harga yang terkandung dalam hak tersebut.
19
d
Hak milik penuh Dalam hal ini hak milik dipindahtangankan, dan pemindahan hak suatu asset mengarah kepada terbentuknya harga yang sebenarnya karena pemindahan hak milik ini akan berganti menjadi harga. Sesuatu yang dimiliki dapat dihargai, dan sesuatu yang dihargai dapat dimiliki, tetapi hubungan fungsional antar harga dan milik sulit ditentukan secara tepat, oleh karena itu hak milik ini perlu diberi batasan karena ada kecenderungan dimana si kaya akan memakan si miskin. Sejalan dengan adanya pemberian hak umum dan pemilikan dalam dunia
nyata sering terjadi perbenturan kepentingan. Para pemegang hak milik penuh dapat mengunakan hak-hak tersebut sehingga mencapai kepuasan yang setinggitingginya. Pengusaha pabrik dapat membuang limbah industrinya kesungai-sungai milik umum, dan para penebang hutan maupun para peladang berpindah menikmati keuntungan dari hasil penjualan hutan. Aktivitas tersebut memberi pengaruh terhadap berbagai kepentingan sosial atau kesejahteraan masyarakat. Perbenturan kepentingan tersebut dirasakan sebagai beban bagi masyarakat dengan besarnya beban biaya yang ditimbulkan oleh berbagai pencemaran maupun perusakan ekosistem, serta menurunnya produktivitas di sektor produksi pertanian maupun disektor lainnya.
2.5. Manfaat Konsumsi, Penawaran dan Sosial Bersih Secara lebih mendalam keputusan untuk mengalokasikan sumber daya alam yang maksimal untuk kesejahteraan sosial dapat diukur dari kesediaan membayar (willingness to pay) individu. Kesiapan individu mengeluarkan
20
sejumlah nilai tertentu adalah gambaran manfaat yang diperolehnya. Bila dijelaskan secara grafik, manfaat dapat diterangkan oleh kurva permintaan pada Gambar 1. Melalui gambar tersebut, terlihat bahwa harga pasar dari manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam adalah P. Jika individu menginginkan untuk memperoleh sejumlah sumberdaya X maka ia akan membayar sebesar PX. Jika ingin mendapatkan X1 unit sumberdaya maka individu bersedia membayar P1 dan P2 untuk memiliki X2 unit sumberdaya alam. Dengan demikian jumlah kesediaan membayar untuk sumberdaya tersebut adalah daerah PD dibawah kurva permintaan. Sedangkan daerah PAP0 menunjukkan besarnya surplus konsumen untuk konsumsi sebesar X0. Sedangkan daerah 0X0AP menunjukkan daerah dimana konsumen bersedia membayar (total willingness to pay) untuk sejumlah X0 unit sumberdaya alam (Tietenberg, 2001).
Harga P S
P2 P1 A
P0
D 0
X2
X1
X0
Sumberdaya Alam
Gambar 1. Kurva Permintaan Individu Terhadap Manfaat Produk. Sumber: Bann (1998) dan Tietenberg (2001).
21
Dengan cara yang sama melalui kurva penawaran individu yang ingin memanfaatkan produk lingkungan dapat direfleksikan biaya-biaya dari bahan baku atau sumber tersebut. Melalui Gambar 2 kurva penawaran manfaat A akan diterima dengan keseimbangan P0 X0. Jika produk lingkungan tersebut akan dipasarkan X1 unit maka harga yang didapat adalah sebesar P1. Selanjutnya jika produk lingkungan akan dijual X2 unit maka harga yang didapat adalah P2. Maka surplus produsen diperlihatkan oleh daerah PAP0 untuk banyak unit X0. Sedangkan daerah 0PAX0 menunjukkan total biaya yang dikeluarakan untuk X0 unit (Tietenberg, 2001). Harga
S A P0 P1 P2 D P 0
X2
X1
X0
Sumberdaya Alam
Gambar 2. Kurva Penawaran Manfaat Individu Sumber: Bann (1998) dan Tietenberg (2001).
Dari uraian sebelumnya maka penjumlahan surplus konsumen dengan surplus produsen untuk suatu perubahan manfaat pada suatu tingkat tertentu adalah merupakan manfaat sosial bersih (net social benefit). Manfaat bersih adalah manfaat yang melebihi dari biaya yang dikeluarkan yaitu daerah dibawah kurva permintaan yang berada diatas kurva penawaran.
22
2.6. Identifikasi Nilai Ekonomi Penilaian terhadap fungsi ekologi dari suatu ekosistem dan dampak potensial terhadap sistem adalah dengan menentukan biaya dan manfaat yang dapat dihitung dari berbagai akibat yang ditimbulkan oleh berbagai proyek, maka secara keseluruhan kawasan lindung, dalam hal ini Taman Nasional Gunung Leuser menawarkan beraneka manfaat bagi kehidupan sosial masyarakat maupun manfaat ekosistem. Menurut Bann (1998) penilaian ini dilakukan dengan menghitung total nilai ekonomi atau Total Economic Value (TEV) yang terdiri dari tiga kategori yaitu nilai penggunaan langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value), dan nilai pilihan (option value).
2.6.1. Nilai Penggunaan Langsung (Direct Use Value) Nilai penggunaan langsung merupakan suatu penilaian yang didapatkan dari penurunan penggunaan langsung dari suatu sumberdaya dengan kata lain adalah interaksi dari sumberdaya taman nasional dan jasa yang didapatkan dari taman nasional terhadap masyarakat pemanfaat. Penggunaan langsung ini dapat berupa kegiatan-kegiatan komersial maupun non komersial. Kegiatan non komersial biasanya sangat berperan bagi upaya masyarakat lokal atau setempat untuk bertahan hidup. Penggunaan langsung lebih mudah untuk dilakukan penilaian karena relatif lebih jelas untuk dispesifikasi. Biasanya penilaian yang dilakukan dikaitkan dengan nilai pasar dari keuntungan yang didapatkan dari hasil produksi. Namun perhitungan dengan hanya menggunakan harga saja seringkali menghasilkan nilai
23
manfaat yang lebih rendah dari yang seharusnya karena tidak menghitung surplus konsumen. Metode lain yang dapat digunakan untuk untuk menilai penggunaan langsung adalah nilai korbanan tidak langsung (indirect opportunity cost), biaya pengganti tidak langsung (indirect substitute costs), dan biaya pengganti (replacement cost).
2.6.2. Nilai Penggunaan Tidak Langsung (Indirect Use Value) Kategori nilai penggunaan tidak langsung dapat didefinisikan sebagai dukungan secara tidak langsung dan perlindungan terhadap aktivitas ekonomi serta kepemilikan yang dihasilkan oleh fungsi alamiah dari taman nasional dimana taman nasional memberikan jasa sebagai regulator lingkungan. Misalnya adalah fungsi kontrol taman nasional terhadap banjir yang dapat melindungi produksi pertanian, infrastruktur, nilai lahan, bahkan jiwa manusia (Tietenberg, 2001). Penilaian terhadap fungsi lingkungan jarang yang mempunyai nilai pasar. Oleh karena itu penilaian terhadap penggunaan tidak langsung umumnya dipergunakan teknik penilaian non pasar (non market valuation techniques). Teknik penilaian ini diantaranya adalah dengan menghitung perubahan dalam produktivitas, contingent valuation, travel cost method dan hedonic priceing.
2.6.3. Nilai Pilihan (Option Value) Nilai pilihan adalah suatu bentuk dari nilai penggunaan dimana penilaian ini terkait dengan penggunaan sumberdaya di masa yang akan datang. Nilai pilihan meningkat karena orang per orang atau individu menilai suatu pilihan manfaat sumberdaya alam tersebut akan digunakan pada waktu tertentu di masa
24
yang akan datang. Oleh karena itu ada tambahan nilai tertentu yang diberikan pada upaya pelestarian sistem alam dan sumberdayanya serta fungsi kegunaan di masa depan. Penilaian ini penting jika seseorang tidak yakin tentang nilai suatu sumberdaya di waktu yang akan datang tetapi percaya bahwa nilainya akan bertambah tinggi dan eksploitasi yang dilakukan saat ini mungkin tidak dapat dikembalikan ke situasi awal. Sumberdaya suatu taman nasional mungkin saat ini dinilai lebih rendah dari yang seharusnya namun mungkin akan mendapatkan penilaian yang lebih tinggi dari sisi keilmuan, pendidikan, komersial dan penggunaan ekonomi lain. Begitu pula halnya dengan fungsi sebagai regulator lingkungan dimana kepentingannya meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan pembangunan ekonomi dan penyebarannnya di dalam suatu wilayah.
2.7. Analisis Manfaat - Biaya Prinsip yang ideal dalam kebijaksanaan penggunaan barang sumberdaya alam adalah membuat pengeluaran-pengeluaran bagi setiap tujuan sedemikian rupa sehingga manfaat (benefit) dari penggunaan satuan rupiah yang terakhir lebih besar dari pada atau paling tidak sama dengan hilangnya manfaat dari kegiatan kegiatan lain karena pengeluaran tersebut. Jika menyamakan tambahan manfaat (marginal benefit) dengan tambahan biaya (marginal cost), maka berarti tercapainya pemecahan dua masalah alokasi faktor-faktor produksi yang maksimal dalam kegiatan pengambilan sumberdaya alam tersebut. Hal ini berarti bahwa terpenuhinya suatu keadaan dimana setiap kegiatan pengambilan sumberdaya alam menghasilkan suatu manfaat yang paling
25
tidak sama dengan nilai barang-barang yang hilang dari kegiatan yang sama pada saat yang akan datang. Dengan demikian manfat dari tambahan kegiatan pengambilan sumberdaya alam akan melebihi atau paling tidak sama dengan biaya alternatif (opportunity cost). Analisis biaya-manfaat pada prinsipnya memiliki dua pendekatan yaitu finansial dan ekonomi dimana dibedakan berdasarkan siapa yang berkepentingan langsung dalam kegiatan investasi. Analisis finansial mengutamakan pada hasil dari modal yang ditanamkan dalam proyek dan merupakan penerimaan langsung bagi pihak yang terlibat dalam pengelolaannya. Analisis ini dilakukan jika yang bersangkutan langsung dalam manfaat dan biaya adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai investor dalam suatu kegiatan investasi. Analisis ekonomi dilakukan jika yang berkepentingan langsung dalam manfaat dan biaya kegiatan investasi adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam analisis ini yang diperhitungkan adalah besarnya manfaat bersih yang didapat dari semua sumber yang dipakai untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyediakan sumbersumber tersebut. Analisis manfaat-biaya untuk penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan dapat menggunakan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Ratio Benefit Cost (B/C Rasio).
2.7.1. Metode Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) Nilai bersih suatu proyek menurut Mangkoesoebroto (2001) adalah merupakan nilai dari suatu proyek setelah dikurangkan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu dari keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun yan
26
bersangkutan dan didiskontokan (discounted) dengan tingkat bunga yang berlaku. Penentuan NPV dari suatu proyek menunjukkan ukuran besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima proyek pada akhir periode umur proyek tersebut. NPV dapat dirumuskan sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 2001): NPV = B0 − C 0 + n
NPV = ∑ t =1
B − Ct B1 − C1 B2 − C 2 B3 − C 3 + + + ... + t 2 3 (1 + i ) (1 + i ) (1 + i ) (1 + i ) t
atau:
Bt − C t (1 + i ) t
Keterangan: NPV t i B C
: nilai bersih, yaitu manfaat dikurangi biaya pada tahun ke t : tahun : tingkat bunga : manfaat : biaya
Suatu proyek dinyatakan layak jika NPV-nya bernilai positif sedangkan jika bernilai negatif maka proyek tersebut tidak layak diusahakan. Penentuan tingkat bunga sangat penting dalam perhitungan nilai bersih sekarang maka pemilihan tingkat bunga harus mencerminkan biaya korbanan penggunaan dana. Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan menyebabkan nilai NPV menjadi terlalu rendah untuk proyek yang memberi hasil dalam jangka waktu lama begitu pula sebaliknya.
2.7.2. Rasio Manfaat – Biaya (Net B/C Ratio) Metode rasio manfaat-biaya adalah suatu cara untuk mengevaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai sekarang dari seluruh hasil yang diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek tersebut. Analisis ini menggunakan rumus sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 2001):
27
n
B/C =
Bt
∑ (1 + i) t =1 n
Ct
∑ (1 + i) t =1
t
t
Keterangan: B/C t i B C
: rasio manfaat-biaya bersih : tahun : tingkat bunga : manfaat : biaya
Suatu proyek dilaksanakan bila rasio manfaat bersih nilainya lebih besar dari pada satu. Namun menurut Mangkoesoebroto (2001) metode ini mempunyai kelemahan antara lain tidak adanya pedoman yang jelas mengenai hal-hal yan masuk sebagai perhitungan biaya atau manfaat dan kemungkinan terjadinya manipulasi.
2.7.3. Metode Pengembalian Internal (Internal Rate of Return) Metode pengembalian internal menghitung tingkat diskonto yang menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol. Metode IRR dapat dirumuskan sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 2001): B0 − C 0 +
B − Ct B1 − C1 B2 − C 2 B3 − C 3 + + + ... + t = 0 atau 2 3 (1 + i ) (1 + i ) (1 + i ) (1 + i ) t
NPV1 IRR = i1 + * (i2 − i1 ) NPV1 − NPV2 Keterangan: IRR t i
: nilai pengembalian investasi tahun ke t : tahun : tingkat suku bunga
28
B C NPV 1 NPV 2 i1 i2
: manfaat : biaya : NPV positif pada suku bunga i 1 : NPV positif pada suku bunga i 2 : suku bunga lebih rendah : suku bunga lebih tinggi
Investor akan melaksanakan proyek jika tingkat pengembalain (r) lebih besar dari pada tingkat bunga (i). Menurut Mangkoesoebroto (2001) investor lebih sering melihat IRR untuk keputusan investasinya karena lebih mudah untuk dibandingkan antar proyek. Selanjutnya
dinyatakan
bahwa
walaupun
analisis
manfaat-biaya
merupakan suatu alat penilaian akan tetapi analisis ini tidak harus digunakan sebagai alat penyaring untuk dilaksanakan atau tidaknya suatu proyek pemanfaatan sumberdaya alam. Namun demikian di dalam prakteknya justru sering dimanfaatkan sebagai alat analisis. Analisis manfaat-biaya lebih banyak melihat suatu proyek dari segi efisiensi.
2.8. Matrik Analisis Kebijakan Pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi dan besarnya insentif atau intervensi pemerintah serta dampaknya dalam pengusahaan berbagai aktivitas usaha, pengolahan, dan pemasaran secara keseluruhan dan sistematis. Model PAM didasarkan pada dua bentuk identitas yang menunjukkan profitabilitas dan perbedaan antara nilai privat dan sosial dimana dapat menganalisis tiga hal yaitu keuntungan (privat dan sosial), daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif), dan dampak kebijakan.
29
Secara tradisional metode empiris yang banyak digunakan untuk estimasi PAM adalah estimasi permintaan dan penawaran. Model ini dapat menunjukkan profit dan dampak penyimpangan yang terjadi karena distorsi kebijakan dan kegagalan pasar (Ahmad dan Martini, 2000). Asumsi-asumsi yang digunakan adalah:
1.
Perhitungan berdasarkan harga privat (private cost) yaitu harga yang benarbenar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga yang terjadi setelah adanya kebijakan pemerintah.
2.
Perhitungan berdasarkan harga sosial (social cost) atau harga bayangan (shadow price) yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi bila tidak ada kebijakan pemerintah.
3.
Output bersifat tradable sedangkan input dapat dipisahkan berdasarkan komponen tradable dan non-tradable.
4.
Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan.
Metode PAM umumnya digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai wilayah, tipe usahatani, dan teknologi. PAM adalah suatu matriks yang disusun dengan memasukkan komponen-komponen utama berupa penerimaan, biaya dan keuntungan. Berdasarkan matrik PAM dapat dilakukan beberapa analisis yaitu analisis keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, dan dampak kebijakan pemerintah.
30
2.8.1. Analisis Keunggulan Kompetitif 1.
Keuntungan Privat (Privat Profitability = PP) Keuntungan privat merupakan indikator daya saing dari suatu sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input, dan transfer kebijakan yang ada.
2.
Rasio Biaya Privat (Private Cost Ratio = PCR) Rasio ini adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga privat. Nilai rasio ini menggambarkan berapa banyak sistem komoditi tersebut dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik, dan tetap dalam kondisi kompetitif saat break event setelah membayar keuntungan normal. PCR menunjukkan kemampuan sistem komoditi membiayai faktor domestik pada harga privat.
2.8.2. Analisis Keunggulan Komparatif 1.
Keuntungan Sosial (Social Profitability = SP) Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparatif atau efisiensi dari sistem komoditi pada kondisi dimana tidak ada divergensi, dan penerapan kebijakan efisien.
2.
Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (Domestic Resource Cost Ratio=DRC) Rasio ini adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga sosial. DRC merupakan indikator kemampuan sistem komoditi membiayai faktor domestik pada harga sosial.
31
2.8.3. Dampak Kebijakan Pemerintah 1.
Kebijakan Output a. Output Transfer (OT) Selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat dengan penerimaan yang dihitung atas dasar harga sosial (bayangan). Nilainya menunjukkan keberadaan kebijakan pemerintah yang dapat diterapkan pada output sehingga terdapat perbedaan pada harga output privat dan sosial. b. Nominal Protection Coefficient on Tradable Output (NPCO) Rasio penerimaan yang berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang berdasarkan harga sosial yang merupakan indikasi dari transfer output. Nilainya menunjukkan dampak kebijakan yang menyebabkan divergensi antara harga privat dan harga sosial terhadap harga output (kegagalan pasar yang tidak dikoreksi oleh kebijakan efisiensi).
2.
Kebijakan Input a. Input Transfer (IT) Selisish antara biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga sosial. Nilainya menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable. b. Nominal Protection Coefficient on Tradabel Input (NPCI) Rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga privat dengan biaya input berdasarkan harga bayangan yang mengindikasikan adanya transfer input.
32
c. Factor Transfer (FT) Nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosial yang diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang diperdagangkan. nilai ini memperlihatkan adanya kebijakan pemerintah terhadap produsen dan konsumen yang berbeda dengan kebijakan pada input tradable. 2.
Kebijakan Input-Output a. Effective Protection Coefficient (EPC) Koefisien proteksi efektif adalah analisis gabungan antara koefisien output
nominal
dengan
koefisien
input
nominal.
Besarannya
menunjukkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. b. Net Transfer (NT) Transfer bersih adalah selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungaan bersih sosialnya. c. Profitability Coefficient (PC) Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilainya menunjukkan dampak insentif dari semua kebijakan (harga output, harga input, dan faktor domestik). d. Subsidy Ratio to Producer (SRP) Rasio subsidi produsen adalah proporsi dari penerimaan totap pada harga sosial yang diperlukan jika subsidi sebagai satu-satunya kebijakan yang digunakan untuk menggantikan seluruh kebijakan.
33
2.9. Partisipasi Masyarakat 2.9.1. Definisi Partisipasi Secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam suatu pelaksanaan kegiatan. Menurut Mubyarto (1984), partisipasi dapat diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan diri sendiri. Partisipasi disini umumnya dikaitkan dengan upaya mendukung program pemerintah. Terdapat dua jenis definisi partisipasi yang beredar di masyarakat. Pertama adalah definisi yang diberikan oleh perencana pembangunan formal di Indonesia dimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah dukungan rakyat terhadap proyek pembangunan yang dirancak dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Kedua adalah definisi yang berlaku universal dimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Menurut definisi ini tinggi rendahnya partisipasi masyarakat tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibanguan di wilayah mereka (Soetrisno, 1995). Definisi lain menurut Hadi (1995) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan proses dimana masyarakat ikut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Ditinjau dari segi kualitas, partisipasi dianggap
34
sebagai masukan kebijakan, strategi, komunikasi, media pemecahan publik, dan terapi sosial. Menurut Soetrisno (1995) dari sudut pandang sosiologis, partisipasi yang diartikan hanya sebagai dukungan masyarakat terhadap program pembangunan yang sudah dirancang dan ditetapkan tujuannya sebelumnya bukan merupakan partisipasi masyarakat melainkan mobilisasi masyarakat dalam pembangunan. Mobilisasi masyarakat dalam pembangunan hanya dapat mengatasi permasalahan pembangunan dalam jangka pendek. Pengertian partisipasi masyarakat yang sebenarnya
diharapkan
dalam
pembangunan
adalah
keterlibatan
atau
keikutsertaan masyarakat secara aktif baik secara moril maupun materil dalam program pembangunan untuk mencapai tujuan bersama yang didalamnya menyangkut kepentingan individu.
2.9.2. Jenis, Tipe, dan Tahapan Partisipasi Partisipasi merupakan masukan dalam proses pembangunan dan sekaligus juga sebagai keluaran atau sasaran dari pelaksanaan pembangunan (Harahap, 2001).
Partisipasi dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, tipe dan
tahapan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dibagi lima. Pertama, ikut memberikan masukan dalam proses pembangunan, menerima imbalan atas masukan tersebut, dan menikmati hasil pembangunan. Kedua, ikut memberikan masukan dan ikut menikmati hasil pembangunan. Ketiga, ikut memberikan masukan dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan. Keempat, menikmati hasil pembangunan tanpa memberikan masukan. Terakhir,
35
memberikan masukan tanpa menerima imbalan dan tidak ikut menikmati hasil pembangunan. Tipe partisipasi menurut Pretty dalam Harahap (2001) dikelompokkan menjadi tujuh jenis yaitu: 1.
Partisipasi Pasif Partisipasi masyarakat dengan diberitahu tentang hal-hal yang sudah jadi yang merupakan tindakan sepihak dari administratur atau manajer proyek tanpa menghiraukan tanggapan masyarakat. Sumber informasi yang dihargai hanya pendapat para professional.
2.
Partisipasi dalam Pemberian Informasi Partisipasi msyarakat dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dengan kuesioner atau pendekatan serupa. Masyarakat tidak
memiliki kesempatan untuk mempengaruhi cara kerja karena temuantemuan tidak dibagi kepada mereka. 3.
Partisipasi Konsultatif Partisipasi masyarakat dengan dimintai tanggapan atas suatu hal. Pihak luar yang merumuskan permasalahan, mengumpulkan informasi, dan melakukan analisis. Bentuk konsultasi tersebut tidak melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan pihak luar pada dasarnya tidak berkompeten untuk mewakili masyarakat.
4.
Partisipasi dengan Imbalan Materi Partisipasi masyarakat dengan cara memberikan kontribusi sumberdaya yang dimilikinya, misalnya sebagai tenaga kerja, untuk memperoleh imbalan makanan, uang tunai maupun imbalan material lainnya. Masyarakat boleh
36
jadi menyediakan lahan dan tenaga kerjanya, namun tidak terlibat dalam proses eksperimentasi dan pembelajaran. Proses inilah yang selama ini lazim disebut sebagai partisipasi. Dalam konteks ini masyarakat tidak memiliki pijakan untuk melanjutkan kegiatannya tatkala imbalan dihentikan. 5.
Partisipasi Fungsional Partisipasi masyarakat dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek yang telah ditetapkan sebelumnya. Keterlibatan masyarakat biasanya tidak hanya pada tahap awal proyek atau perencanaan, tetapi juga setelah keputusan pokok dibuat pihak luar. Kelompok masyarakat cenderung menjadi tergantung terhadap pemrakarsa dan fasilitator luar, tetapi juga mungkin untuk menjadi mandiri.
6.
Partisipasi Interaktif Partisipasi masyarakat dalam tahapan analisis, pengembangan rencana kegiatan, dan dalam pembentukan dan pemberdayaan institusi local. Partisipasi dipandang sebagai hak, dan bukan sekedar sebagai cara untuk mencapai
tujuan
multidisiplin
yang
proyek.
Proses
membutuhkan
tersebut perspektif
melibatkan yang
metodologi
mejemuk
serta
membutuhkan proses pembelajaran yang sistematik dan terstruktur. Sebagai kelompok, masyarakat memegang kendali sepenuhnya atas keputusankeputusan local, sehingga masyarakat memiliki kewenangan yang jelas untuk memelihara struktur dan kegiatannya. 7.
Mobilisasi Swakarsa Partisipasi masyarakat dengan mengambil inisiatif secara mandiri untuk melakukan perubahan system. Mereka membangun hubungan konsultatif
37
dengan lembaga eksternal mengenai masalah sumberdaya dan masalah teknikal yang mereka butuhkan, tetapi tetap memegang kendali menyangkut pendayagunaan
sumberdaya.
Partisipasi
ini
mungkin
tidak
akan
mengganggu distribusi kesejahteraan dan kekuasaan. Tahapan partisipasi masyarakat menurut Sustiwi (1986) dapat dibedakan menjadi tiga tahapan. Pertama, tahap perencanaan biasanya diwakili oleh tokoh masyarakat atau wakil yang duduk di pemerintahan desa. Kedua, tahap pelaksanaan dimana masyarakat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program, baik secara fisik maupun non-fisik. Terakhir, tahap pemanfaatan program dimana masyarakat ikut berpartisipasi dalam menikmati dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yang dicapai.
2.9.3. Pengembangan Partisipasi Masyarakat Keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pembangunan haruslah memberikan manfaat. Menurut Cernea (1991) terdapat lima cara untuk menjamin keuntungan dalam berpartisipasi dalam suatu proyek. Pertama, tingkat partisipasi yang diinginkan harus dibuat jelas sejak awal dan dapat diterima semua orang. Kedua, memiliki sasaran yang realistis untuk berpartisipasi dan harus dibuat berdasarkan fakta yang ada pada setiap perencanaan. Ketiga, pada umumnya perlu dilakukan perkenalan dalam mendukung partisipasi dimana harus disesuaikan dengan pola organisasi social di tingkat lokal. Keempat, harus ada komitmen pendanaan bagi partisipasi masyarakat. Terakhir, harus ada perencanaan terhadap pembagian tanggung jawab dalam setiap tahapan proyek, keuntungan lebih
38
ditujukan bagi kegiatan proyek dari pada membagi-bagikan asset kepada masyarakat tanpa kontribusi yang berarti. Upaya
dalam
mengefektifkan
peran
serta
masyarakat
dalam
pembangunan menurut United Nation Environment Programme ada lima pokok yaitu (Harahap, 2001): 1.
Mengindentifikasi
kelompok
masyarakat
yang
tertarik
atau
bakal
dipengaruhi suatu kegiatan. 2.
Menggapai kelompok masyarakat dengan memberikannya informasi tentang permasalahan, alternatif, dan keputusan yang perlu.
3.
Mengembangkan dialog dalam bentuk pertemuan, lokakarya, dengar pendapat, kontak perorangan, surat menyurat, pembentukan tim kerja, dan lain-lain.
4.
Mengasimilasi berbagai pendapat ini dalam suatu kesimpulan.
5.
Memberi umpan balik tentang peran serta tadi. Supaya masyarakat mau ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan, perlu
adanya suatu upaya pemberdayaan masyarakat. Terdapat empat strategi dalam pemberdayaan masyarakat yaitu: 1.
Strategi Fasilitasi Strategi ini digunakan jika kelompok atau sistem yang menjadi target mengetahui ada suatu masalah dan membutuhkan perubahan dimana ada keterbukaan terhadap bantuan dari luar dan adanya keinginan pribadi untuk terlibat. Para agen peubah diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator yang bertugas membuat kelompok target menjadi sadar terhadap pilihan-pilihan dan keberadaan sumber-sumber. Strategi ini dikenal juga sebagai strategi
39
kooperatif dimana agen peubah dan klien (masyarakat) bersama-sama mencari penyelesaian. 2.
Strategi Edukatif Strategi ini membutuhkan waktu pelaksanaan yang relatif lebih lama khususnya dalam bentuk transfer pengetahuan dan keahlian. Pendekatan ini memberikan suatu pemahaman dan pengetahuan baru dalam mengadopsi suatu perubahan. Segmentasi merupakan faktor yang penting agar pesan mudah dimengerti dan diterima oleh kelompok yang berbeda. Karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi sosial dan ekonomi) merupakan pengkategorian yang umumnya digunakan.
3.
Strategi Persuasif Strategi ini berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku dimana pesan disusun dan dipresentasikan. Pendekatan ini mengacu pada tingkat reduksi dimana agen peubah mempergunakan emosi dan hal-hal yang tidak rasional untuk melakukan perubahan. Persuasi umumnya digunakan jika target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempeunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan.
4.
Strategi Kekuasaan Strategi ini dalam prakteknya membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sangsi pada target serta mempunyai kemampuan untuk memonopoli akses. Strategi kekuasaan efektif digunakan ketika komitmen terhadap perubahan rendah, waktu singkat, dan perubahan yang dikehendaki lebih kepada perilaku dari pada sikap.
40
2.10. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian mengenai taman nasional sudah cukup banyak dilakukan. Penelitian tersebut terutama mengenai penilaian manfaat dari suatu taman nasional terhadap lingkungan disekitarnya baik itu berupa lingkungan fisik maupun terhadap lingkungan sosial bagi masyarakat sekitar. Taman nasional sebagai sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat yang berada disekitarnya atau biasa disebut sebagai masyarakat yang tinggal di dalam kawasan penyangga juga bertindak sebagai agen regulator dalam menjaga kelangsungan ekosistem. Beukering et.al. (2003) dalam penelitiannya di Taman Nasional Gunung Leuser, menemukan bahwa telah terjadi deforestasi dan kerusakan terhadap hutan hujan yang menyebabkan penurunan pada fungsi dan jasa ekologis. Selain itu juga dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi di dalam dan disekitar TNGL. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui total nilai ekonomi (Total Economic Value/ TEV) dari ekosistem Leuser dengan menggunakan model dinamis. Selain itu untuk mengevaluasi konsekuensi ekonomi dari deforestasi dan konservasi serta memisahkan nilai ekonomi dari stakeholder utama dan wilayahwilayah yang terkait. Model simulasi dinamis yang digunakan untuk penilaian ekonomi, diterapkan untuk mengevaluasi TEV dari TNGL untuk periode 2000 sampai 2030. Tiga skenario yang digunakan adalah konservasi, deforestasi, dan pilihan penggunaan yang selektif (selective use). Hasil yang diperoleh dalam bentuk jenis manfaat, alokasi dari manfaat di antara stakeholder dan daerah distribusi manfaat.
41
Manfaat ekonomi diantaranya adalah sebagai sumber penyedia air, perikanan, pencegahan banjir dan tanah longsor, pertanian, sumber listrik tenaga air, pariwisata, biodiversiti, kontrol karbon, pencegahan kebakaran, produk bukan kayu dan kayu. Stakeholder terdiri dari anggota komunitas lokal, pemerintah setempat, industri perkebunan dan perkayuan, pemerintah pusat dan komunitas internasional. Tingkat diskonto yang digunakan adalah 4 persen dimana akumulasi TEV dari ekosistem Leuser untuk periode 30 tahun adalah US$ 7 milyar untuk deforestasi, US$ 9,5 milyar untuk konservasi, US$ 9,1 milyar untuk skenario penggunaan selektif. Kontribusi utama dalam skenario konservasi dan penggunaan selektif adalah suply air, pencegahan banjir, pariwisata dan pertanian. Pendapatan dari produk kayu penting dalam skenario deforestasi. Kemudian ketiga skenario tersebut dibandingkan manfaatnya untuk kategori stakeholder kecuali industri perkebunan dan perkayuan. Sam Beckman (2004) melakukan penelitian mengenai keseimbangan pengelolaan interaksi antara masyarakat dan kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Bentuk interaksi antara masyarakat dan kawasan konservasi menentukan dan mencerminkan kesejahteraan kedua pihak ini. Sebelumnya masyarakat disekitar kawasan konservasi dianggap sebagai gangguan saja. Namun ternyata terdapat banyak manfaat yang didapatkan dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan
kawasan
konservasi,
baik
dari
sisi
konservasi
maupun
kemasyarakatan. Ketergantungan masyarakat disekitar Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) pada sumberdaya alam di kawasan ini semakin tinggi. Bentuk interaksi
42
yang paling sering dilakukan termasuk perburuan satwa liar, pengambilan tumbuhan dan pengambilan hasil laut. Balai TNAP dan Perum Perhutani sudah mulai memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar berupa penyuluhan, bina cinta alam dan kader konservasi, bantuan ternak, tanaman dan peralatan seni, dan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Tetapi bantuan tersebut belum cukup efektif dalam upaya perbaikan situasi ekonomi dan konservasi. TNAP saat ini berada dalam masa peralihan. Kesadaran dan upaya untuk melibatkan masyarakat sekitar sudah muncul, tetapi pengelolaan kawasan konservasi dan daerah sekitarnya masih bisa dikembangkan lagi. Saran alternatif utama yang diharapkan adalah langkah-langkah yang segera diambil untuk mengembangkan pengelolaannya menjadi pengelolaan partisipatif dengan melibatkan masyarakat serta pihak-pihak di tingkat yang lebih tinggi. Penelitian terhadap pengunjung di Taman Nasional Zakynthos Yunani dilakukan oleh Togridou et.al. (2005). Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengevaluasi pengaruh profil pengunjung, dampak lingkungan dan evaluasi kedatangan dari pengunjung willingness to pay (WTP) Taman Nasioanl Zakynthos. Berdasarkan nilai WTP yang dihasilkan maka parameter dari evaluasi kedatangan signifikan. Estimasi dari pendapatan tahunan yang diterima dapat menutupi biaya operasi dari kawasan proteksi. Karakteristik kedatangan dan pengunjung tidak signifikan terhadap respon pengunjung terhadap biaya masuk taman nasional, selain itu menunjukkan variasi yang kecil dari jumlah WTP model regresi berganda. Kewarganegaraan dari pengunjung juga bukan merupakan faktor yang signifikan untuk memperkirakan WTP.
43
Pengunjung lokal menunjukkan sikap yang lebih peduli pada lingkungan dari pada pengunjung dari luar negeri. Dominasi nilai akhir kegunaan menyebabkan nilai WTP yang lebih tinggi terkait dengan nilai warisan. Alternatif kllasifikasi dari sistem penilaian dalam penentuan WTP adalah dimana nilai pilihan dapat diatur bersama komponen nilai akhir. Dalam studi ini juga menambahkan mengenai kompleksitas dan konteks keterkaiatan dari determinan WTP. Saran yang diberikan kepada pengelola taman nasional adalah agar membuat program pendidikan lingkungan yang dapat meningkatkan penyebaran informasi dari mulut ke mulut antar teman dan keluarga.