II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Komposit Berdasarkan definisi, komposit atau materi komposit merupakan suatu materi yang tersusun atas lebih dari dua elemen penyusunnya. Komposit bersifat heterogen dalam skala makroskopik. Bahan penyusun komposit tersebut masingmasing memiliki sifat yang berbeda, dan ketika digabungkan dalam komposisi tertentu terbentuk sifat-sifat baru yang disesuaikan dengan keinginan (Krevelen, 1994). Pada umumnya dalam proses pembuatannya melalui pencampuran yang homogen, sehingga kita leluasa merencanakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan mengatur komposisi dari material pembentuknya. Komposit merupakan gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan penguat (Mehta, 1986). Penguat adalah komponen yang dimasukkan ke dalam matriks yang berfungsi sebagai penerima atau penahan beban utama yang dialami oleh matriks. Sedangkan matriks adalah bagian dari komposit yang mengelilingi partikel penyusun komposit, yang berfungsi sebagai bahan pengikat partikel dan ikut membentuk struktur fisik komposit. Matriks tersebut bergabung bersama dengan bahan penyusun lainnya, oleh karena itu secara tidak langsung mempengaruhi sifat-sifat fisis dari komposit yang dihasilkan (Arnold dkk,1992).
6
Bentuk (dimensi) dan struktur penyusun komposit akan mempengaruhi karakteristik komposit, begitu pula jika terjadi interaksi antara penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit (Pramono,2008). Material komposit terdiri dari lebih dari satu tipe material dan dirancang untuk mendapatkan kombinasi karakteristik terbaik dari setiap komponen penyusunnya. Dibanding dengan material konvensional, bahan komposit memiliki banyak keunggulan, diantaranya memiliki kekuatan yang dapat diatur, berat yang lebih ringan, kekuatan dan ketahanan yang lebih tinggi, tahan korosi, dan tahan keausan (Bishop dan Smallman, 2000). Jenis-jenis material komposit berdasarkan jenis penguatnya dibagi menjadi 3: 1. Komposit serat, yaitu komposit yang terdiri dari serat dan bahan dasar yang difabrikasi, misalnya serat + resin sebagai perekat 2. Komposit berlapis (laminated composite), merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabungkan menjadi satu dan setiap lapisannya memiliki karakteristik khusus. Contohnya polywood, laminated glass yang sering digunakan sebagai bahan bangunan dan kelengkapannya 3. Komposit
partikel
(particulate
composite),
yaitu
komposit
yang
menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriks. Komposit yang terdiri dari partikel dan matriks seperti butiran (batu dan pasir) yang diperkuat dengan semen yang sering kita jumpai sebagai beton (Van Vlack, 1985). Berdasarkan matriksnya, komposit dibagi menjadi: 1.
Metal matrix composites (MMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks logam.
7
2.
Ceramic matrix composites (CMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks keramik.
3.
Polymer matrix composites (PMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks polimer. Manfaat utama dari penggunaan komposit adalah mendapatkan kombinasi
sifat kekuatan serta kekakuan tinggi dan berat jenis yang ringan. Dengan memilih kombinasi material penguat dan matriks yang tepat, kita dapat membuat suatu material komposit dengan sifat yang tepat sama dengan kebutuhan sifat untuk suatu struktur tertentu dan tujuan tertentu pula (Feldman dan Hartomo, 1995).
B. Batu Apung Batu apung adalah salah satu jenis material alami yang dihasilkan dari pelepasan gas vulkanik selama proses pemadatan lahar panas gunung berapi. Kemudian dilanjutkan proses pendinginan secara alami dan terendapkan di dalam lapisan tanah selama bertahun-tahun. Batu apung memiliki warna putih, abu-abu kebiruan, abu-abu gelap, kemerah-merahan, kekuning-kuningan, dan jingga. Bongkahan-bongkahan batu apung saat kering dapat terapung diatas air. Batu apung dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada kadar SiO 2 dan CaO/MgO yang terkandung didalamnya. Batu apung yang bersifat basa kadang-kadang disebut dengan abu vulkanik. Warna batu apung yang bersifat basa adalah gelap dan memiliki berat jenis yang lebih besar dari batu apung yang bersifat asam. Batu apung yang bersifat asam adalah yang paling umum terdapat di alam. Batu apung yang bersifat asam berwarna putih keabu-abuan. Batu apung memiliki
8
struktur yang sangat berpori dan memiliki densitas 0,5-1,0 g/cm3 (Degirmenci dan Yilmaz, 2011). Contoh batu apung seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Batu apung (Supriadi, 2010)
Beberapa daerah di Indonesia memiliki batu apung sangat melimpah dan berpotensi untuk dikembangkan, yang tersebar diberbagai daerah baik di pulau Jawa dan Sumatera. Batu apung memiliki struktur multi rongga sehingga memiliki densitas yang sangat kecil (<1 g/cm3). Sifat-sifat yang dimiliki oleh batu apung antara lain: penyerapan air (water absorbtion) 16,67%, massa jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi 30 MPa, konduktivitas panas (thermal conductivity) rendah, dan tahan terhadap api sampai dengan 6 jam (Cavelri dkk, 2003). Adapun kandungan atau komposisi kimia yang terdapat di dalam batu apung diperlihatkan pada Tabel 1, terlihat bahwa komposisi dominan dari batu apung berturut-turut adalah SiO2, K2O, Na2O, dan Fe2O3, sedangkan senyawa lainnya relatif kecil. Secara umum batu apung memiliki kegunaan sebagai bahan penggosok (amplas), bahan bangunan konstruksi ringan dan tahan api, bahan pengisi, isolator temperatur tinggi, penyerap dan saringan (Sarwono, 2011).
9
Tabel 1.Komposisi kimia batu apung Komposisi SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO Na2O K2O MgO Unsur lain Sumber: Tekmira, 2005.
% Berat 59 16,6 4,8 1,8 5,2 5,4 1,8 1,6
Batu apung banyak digunakan sebagai bahan utama pembuatan beton ringan karena mempunyai sifat antara lain: porositas tinggi, densitas rendah, isolasi termal tinggi, dan tahan terhadap goncangan seperti gempa. Batu apung adalah salah satu agregat ringan tertua yang digunakan dalam
konstruksi. Sampai
sekarang penelitian lebih luas telah dilakukan untuk mengetahui sifat beton dengan agregat ringan dan pengaruh komposisi campuran (Parhizkar dkk, 2011). Hossain dan Lachemi (2007) menyatakan bahwa batu apung sebagai beton agregat ringan dapat memenuhi persyaratan struktural beton semi-ringan. Kekuatan tekan (28 hari) sampai dengan 55 MPa, selain itu efektivitas beton agregat ringan batu apung telah ditunjukan untuk panel dinding struktur.
C. Pasir Sungai Pasir adalah mineral endapan (sedimen) yang memiliki ukuran butir 0,074 hingga 0,075 mm, dengan ukuran kasar (5mm - 3mm) dan halus (< 1mm). Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi dibeberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Sebagian besar batu pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat
10
di kulit bumi. Batu pasir dapat memiliki berbagai jenis warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu, dan putih. Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk karang atau bentukan topografis tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat diidentikan dengan daerah tertentu. Sebagai contoh, sebagian besar wilayah di bagian barat Amerika Serikat dikenal dengan batu pasir warna merahnya. Batu pasir tahan terhadap cuaca tapi mudah untuk dibentuk. Hal ini membuat jenis batuan ini merupakan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena kekerasan dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat baik untuk dibuat menjadi batu asah (grindstone) yang digunakan untuk menajamkan pisau dan berbagai kegunaan lainnya (Udayana, 2011). Berdasarkan lokasi endapannya, dimungkinkan terjadi perbedaan karakter fisis kandungan pasir mineral seperti Fe, Ti, Mg, Si, dan sebagainya. Senyawa magnetite (Fe3O4) adalah suatu mineral magnetik yang biasanya terdapat di daerah pantai atau sungai. Di alam, senyawa ini dapat berasal dari variannya yaitu senyawa titanomagnetite yang rumus umumnya ditulis Fe3-xTixO4 (0<x<1). Pasir sungai merupakan bahan yang sangat penting untuk bangunan. Pasir adalah agregat alami yang berasal dari letusan gunung berapi, sungai, dalam tanah dan pantai. Oleh karena itu pasir dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu pasir galian, pasir laut dan pasir sungai. Pada konstruksi bahan bangunan, pasir digunakan sebagai agregat halus dalam campuran beton, bahan perekat pasangan bata maupun keramik, dan pasir urug. Persyaratan atau agregat halus yang baik digunakan sebagai bahan bangunan adalah agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks kekerasan (Neville, 1999).
11
Selain memiliki kegunaan sebagai agregat pada bahan bangunan, pasir sungai juga dapat digunakan sebagai bahan asahan karena butiran-butiran pasir sungai memiliki sifat yang tajam dan keras. Sehingga mampu mengikis permukaan benda kerja.
D. Resin Epoksi Resin epoksi atau secara umum dikenal dengan bahan epoksi adalah salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok thermoset, yang dibentuk melalui proses polimerisasi kondensasi, bahan plastik yang tidak dapat dilunakkan kembali atau dibentuk kembali kekeadaan sebelum mengalami pengeringan. Proses pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar dengan memperhatikan zat-zat kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar didapatkan hasil yang optimum. Epoksi termasuk kelompok polimer yang digunakan sebagai bahan pelapis, perekat, dan sebagai matriks pada material komposit di beberapa bagian struktural, resin ini juga dipakai sebagai bahan campuran pembuatan kemasan, bahan cetakan, dan perekat. Digunakan juga pada banyak aplikasi seperti automotif, aerospace, perkapalan, dan peralatan elektronik yang secara umum memiliki sifat yang baik dalam hal reaksi kimia, konduktivitas termal, konduktivitas listrik, tahan korosi, kekuatan tarik dan kekuatan bending sangat baik (Fred, 1994). Resin epoksi mempunyai sifat-sifat: berstruktur amorf, tidak bisa meleleh, tidak bisa didaur ulang, atom-atomnya berikatan kuat sekali. Keunggulan yang dimiliki resin epoksi ini adalah ketahanannya terhadap panas dan kelembaban,
12
sifat mekanik yang baik, tahan terhadap bahan-bahan kimia, sifat insulator, sifat perekatnya yang baik terhadap berbagai bahan, dan resin ini mudah dalam modifikasi dan pembuatannya (Gamert dkk, 2004). Namun demikian epoksi juga mempunyai kelemahan pada sifat sensitif menyerap air dan getas. Kegunaan epoksi sebagai bahan matriks dibatasi oleh ketangguhan yang rendah dan cenderung rapuh. Oleh sebab itu saat ini terus dilakukan penelitian untuk meningkatkan ketangguhan bahan matriks atau epoksi (Liu dkk, 2004). Pada beton penggunaan resin epoksi dapat mempercepat proses pengerasan, karena resin epoksi menimbulkan panas sehingga membantu percepatan pengerasan (Blanco dkk, 2006).
E. Batu gerinda Batu gerinda merupakan sebuah batu atau alat yang
digunakan untuk
mengasah, menghaluskan, meruncingkan, atau mengikis benda kerja yang biasanya berupa material logam. Gerinda merupakan proses pelepasan material menggunakan material abrasif dan roda gerinda yang beroperasi pada kecepatan tinggi. Roda gerinda mempunyai beribu-ribu sisi potong yang sangat kecil sebagai pengganti sisi potong yang lebar dari pisau-pisau potong yang berputar. Pada setiap roda gerinda mempunyai dua komponen yaitu, abrasif dan pengikat. Abrasif merupakan material yang keras dan tajam yang digunakan untuk mengikis permukaan benda kerja yang lebih lunak, biasanya mineral yang digunakan untuk membentuk atau menyelesaikan benda kerja dengan cara menggosok, yang mengakibatkan bagian dari benda kerja menjadi semakin pudar. Sedangkan pengikat berfungsi sebagai perekat yang mengikat butiran-butiran abarasif selama
13
pemotongan. Diantara abrasif dan pengikat terdapat bagian-bagian kosong atau pori-pori dalam ukuran dan jumlah yang beraneka ragam, keadaan ini mempengaruhi roda-roda gerinda dalam pengasahannya (Rachmat, 2012). Macam-macam dari bentuk batu gerinda ditunjukkan pada Gambar 2. Seperti ditunjukkan Gambar 2 terdapat berbagai bentuk dan ukuran batu gerinda, dari setiap bentuk dan ukuran memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Gambar 2. Macam-macam bentuk batu gerinda (Dermawan, 2012)
Butiran abrasif yang digunakan pada perancangan dan pembuatan abrasif batu gerinda untuk menghilangkan (mengikis) logam terbuat dari mineral abrasif alami atau sintesis, berukuran kecil, tajam, dan sangat keras (Odior dan Oyawale, 2008). Abrasif sangatlah umum penggunaannya dalam berbagai industri dan teknologi. Hal ini menimbulkan variasi yang besar dalam komposisi fisik dan kimia abrasif serta bentuk abrasif. Abrasif umumnya mengandalkan perbedaan dalam kekerasan antara abrasif dan bahan yang dikerjakan, dimana abrasif selalu lebih keras. Besar kecilnya butiran abrasif akan mempengaruhi hasil proses
14
penggerindaan, yaitu butiran yang lebih besar akan menghasilkan laju potong yang lebih besar sehingga sisa potongan yang terbuang akan lebih banyak. Biasanya penggerindaan benda yang keras diperlukan ukuran butiran yang kecil karena pada dasarnya penggerindaan benda yang keras perlu dijaga supaya temperaturnya jangan terlalu tinggi sehingga diperlukan batu gerinda dengan butir abrasif yang mudah terlepas (Ningrum, 2007).
Beberapa faktor yang akan mempengaruhi dalam pemakain abrasif adalah: 1. Perbedaan kekerasan antara abrasif dan benda kerja, semakin keras abrasif semakin cepat 2. Ukuran butir, semakin kasar butirannya akan semakin cepat berpengaruh pada benda kerja 3. Adhesi antara butir, antara butir dan penahan, antara butir dan matriks 4. Penggunaan pelumas/pendingin/pengerjaan logam cairan.
Butiran abrasif yang diproduksi dari berbagai bahan abrasif adalah bahan mineral yang sangat keras dan digunakan untuk membentuk, mengikis, atau menggosok bahan lainnya (benda kerja). Bahan abrasif yang diproses dalam tungku pemanas lalu digerus dan diayak sehingga diperoleh ukuran ukuran yang berbeda (Maksoud dan Atia, 2004; Odior, 2002). Sifat fisik yang paling penting pada bahan abrasif adalah kekerasan, kerapuhan, ketangguhan, bentuk dan ukuran butir, kemurnian dan keseragaman butiran (Onibonoje dan Oyawale, 1998).
Ada dua jenis bahan abrasif, yaitu alami dan sintetis. Bahan abrasif alami adalah bahan-bahan yang ditemukan secara alami dan digunakan untuk pembuatan butiran abrasif, yang termasuk dalam bahan abrasif alami adalah:
15
mineral aluminosilikat, feldspar, kapur dan silika, batu api, kaolinit, diatomit, dan intan (yang merupakan bahan abrasif alami paling keras) (Eckart dkk, 2007). Alumina dan amril telah lama digunakan untuk mengasah dan keduanya terdiri dari kristal aluminium oksida yang dikombinasikan dengan besi oksida dan campuran lainnya. Seperti batu pasir, bahan ini ikatannya kurang seragam dan tidak cocok untuk kecepatan tinggi pada proses penggerindaan (pengasahan) (Arunachalam dan Ramamoorthy, 2007). Zat pengotor dalam bahan abrasif alami membuat hasil kerja kurang efektif, sehingga manusia mulai mencari alternatif untuk menemukan bahan abrasif sintetis (Scott, 2010).
Bahan abrasif sintetis adalah bahan-bahan abrasif yang biasanya diproduksi, kualitas dan komposisinya dapat dengan mudah dikendalikan. Karakteristik terpenting dari bahan abrasif sintetis adalah kemurniannya yang berpengaruh dalam efisiensinya (Suryarghya dan Paul, 2007). Bahan abrasif sintetis yang umum digunakan adalah silicon karbida, aluminium oxide, cubic boron nitrida (CBN), sedangkan yang paling umum digunakan saat ini adalah mineral aluminium oxide dan silikon karbida (Odior dan Oyawale, 2010). Perekat (bond) pada sebuah roda gerinda harus mengikat butiran-butiran pengasah bersama-sama dan melengkapi roda gerinda dengan kekuatan dan kekerasan. Ada beberapa tipe perekat yang digunakan dan masing-masing tipe mempunyai kegunaan sendiri: 1. Vitrified bonds Adalah suatu campuran dari tanah liat, feldspar dan kwarsa dicampur pada suhu kira-kira 1100 - 1350oC. Roda gerinda ini sensitif terhadap hentakan dan pukulan
16
tapi tidak berubah karena panas atau dingin dan tidak dapat dipengaruhi oleh air, asam atau oli. Roda gerinda ini tidak dibuat dalam bentuk yang tipis seperti roda gerinda untuk memotong karena tidak dapat menerima beban dari samping. Perekat ini dicampur dalam bermacam-macam presentase yang baik sehingga mendapatkan bermacam-macam tingkatan kekuatan. Kepadatan dari roda gerinda dapat dengan mudah ditentukan oleh proses ‘vitrified’. 2. Silicate bonds (ikatan mineral) Komponen digunakan dari soda (water glass). Oksida seng ditambahkan sebagai bahan anti air. Campuran butiran-butiran pengasah dan perekatnya dipadatkan di dalam cetakan besi dan dibakar pada temperatur 260oC selama 2 - 4 hari. Dengan perekat ini butiran-butiran pengasah lebih mudah lepas dari pada vitrified bond dan roda gerinda ini disebut ‘pulder acting’ yang digunakan untuk mengasah alat-alat potong. 3. Shellac bonds (ikatan organik) Roda gerinda ‘shellac’ dapat dibuat tipis 3 mm atau kurang. Serbuk shellac dicampur dengan butiran-butiran pengasah dan dipanaskan sampai shellacnya meleleh dan menyelimuti setiap butiran pengasah. Campuran ini digulung menjadi lembaran dan dipotong. Perekat ini baik untuk pengerjaan halus dan ketahanan terhadap panas rendah. 4. Rubber bonds Untuk membuat roda gerinda ini, karet murni dicampur dengan sulfur sebagai komponen pemanas. Roda gerinda ini dapat digunakan juga sebagai pemotong.
17
5. Synthetic resin bond Bakelite Adalah salah satu perekat yang digunakan untuk pembuatan roda gerinda potong yang tipis. Perekat ini elastis dan ulet. Digunakan untuk menghilangkan kerakkerak besi tuang dan menggerinda las (Mediastika, 2013).
F. Karakterisasi Komposit yang telah dibuat dari campuran batu apung, pasir, dan resin epoksi dilakukan karakterisasi. Karakterisasi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari bahan komposit yang telah dibuat. Adapun karakteristik yang diukur meliputi densitas, porositas, dan kuat tekan. 1. Densitas Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki densitas yang lebih rendah (Syaram, 2010). Densitas suatu benda dapat dihitung dengan persamaan 1.
𝜌=
𝑚𝑘 𝑚 𝑗 − ( 𝑚 𝑏 − 𝑚 𝑘𝑤 )
× 𝜌𝐻2 𝑂
(1)
dimana 𝜌 menyatakan densitas sampel (g/cm3), mk adalah massa kering sampel (g), mj adalah massa jenuh sampel setelah direndam dalam air selama 24 jam (g),
18
mb adalah massa basah sampel yang digantung dalam air (g), mkw adalah massa kawat (g), dan 𝜌𝐻2 𝑂 adalah massa jenis air (g/cm3) (Tipler, 1998).
2. Porositas Porositas adalah jumlah kadar pori-pori yang ada pada setiap benda padat, baik pori-pori yang dapat tembus air maupun tidak yang dinyatakan dengan % terhadap volume benda (Riyadi dan Amalia, 2005). Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dihitung menggunakan persamaan 2.
𝑃=
dengan P
𝑚𝑗 − 𝑚𝑘 𝑚𝑘
𝑥 100%
(2)
menyatakan porositas (%), mj adalah massa jenuh sampel setelah
direndam selama 24 jam (g), dan mk adalah massa kering sampel (g) (Timings, 1998).
3. Kuat Tekan Kekuatan (strength) adalah ukuran besar gaya yang diperlukan untuk mematahkan atau merusak suatu bahan. Nilai kuat tekan bahan adalah besar gaya pada bahan dibagi luas penampang (Vlack, 1985). Pengukuran kuat tekan dapat dihitung menggunakan persamaan 3.
𝑃=
𝐹 𝐴
(3)
dimana P menyatakan kuat tekan (Pa), F adalah beban yang diberikan (N), dan A adalah luas penampang penekanan gaya (m2).