II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan Tentang Sikap Siswa a. Pengertian Sikap Siswa Sikap dinyatakan dengan istilah “attitude” yang berasal dari kata latin “aptus” yang berarti keadaan sikap secara mental yang bersifat subjektif untuk melakukan kegiatan. Sikap seseorang dapat terbentuk karena adanya objek tertentu yang memberikan rangsangan langsung pada dirinya. Sikap merupakan bagian terpenting dalam berinteraksi dengan orang lain. Sikap dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif memunculkan kecenderungan untuk mendekati, menerima, bahkan untuk mengaharapkan kehadiran objek tertentu. Sedangkan sikap negatif dapat memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, menghindari keberadaan suatu objek yang tidak di sukai.
Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana individu berinteraksi terhadap situasi serta menentukan apa yang di cari dalam kehidupan.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni menurut (Sunaryo, 2004:200) : 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seseorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. . Menurut Tirandis (dalam Suit dan Almasai;2002) sikap pada umumnya disepakati mengandung 3 aspek yang dapat diselidiki secara terpisah atau bersama-sama yaitu: 1.Aspek kognitif yang berkaitan dengan gagasan atau porposi yang menyatakan hubungan antara situasi dan obyek sikap. 2. Aspek afektif yang berkaitan dengan emosi atau perasaan yang menyertai gagasan. 3. Aspek perilaku yang berkaitan dengan pradisposisi atau kesiapan untuk bertindak. Sedangkan Mar’at (1982) membagi sikap menjadi 3 komponen yaitu: 1. kognisi: berhubungan dengan keyakinan (belief) ide dan konsep; 2. afektif menyangkut kehidupan emosional seseorang; 3. konasi merupakan kecenderungan untuk bertingkah laku. Ketiga komponen sikap ini tidak berdiri sendiri, melainkan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dengan demikian timbulnya sikap terhadap suatu obyek tidak bisa terlepas dari pengaruh ketiga komponen tersebut.
Sikap dapat terbentuk karena faktor subyektif seseorang namun juga karena adanya interaksi sosial yang dilakukan oleh indpenden. Melalui interaksi sosial akan terjadi hubungan antar independen sebagai anggota kelompok sosial. Menurut Azwar (2002) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap seorang yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting. Media massa, instalasi atau lembaga pendidikan dan lembaga Agama serta Emisi dalam diri indenpenden.
Pengertian sikap yang dikemukakan oleh Aiken dalam Ramadhani (2009;11), mendefinisikan “sikap sebagai prediposisi atau kecendrungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, konsep atau orang lain.
Berdasakan uraian pendapat di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam bertindak yang positif ataupun negatif dalam menghadapi objek, lembaga,ide, situasi atau nilai untuk menentukan apakah orang setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu yang disukai, diharapkan,baik yang bersifat fositif maupun negatif. Sikap siswa yang positif terutama kepada guru dan mata pelajaran yang diterima merupakan tanda baik bagi siswa dalam proses belajar. Sebaliknya sikap siswa yang negatif akan diiringi dengan kebencian terhadap guru dan mata pelajarannya sehingga akan menimbulkan kesulitan belajar dan prestasi belajar siswa akan kurang memuaskan.
Pengertian siswa menurut pasal 1 ayat 4 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, siswa didefinisikan “sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya melalui proses pembelajaran yang tersedia”.
Sedangkan menurut Shafique Ali Lihan, “siswa merupakan orang yang datang ke suatu lambang untuk memperoleh beberapa tipe pendidikan”. Berdasarkan uraian beberapa pendapat di atas mengenai siswa, dapat disimpulkan bahwa siswa merupakan subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak mengajar, dan merespons dengan tindak belajar. Dalam proses belajar siswa mengunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar, siswa juga di belajarkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik.
Berdasarkan definisi-definisi sikap siswa yang telah dijelaskan di atas terdapat bukti bahwa di SMP Negeri 1 Belalau Kabupaten lampung Barat ini masih ada kecenderungan sikap siswa yang menolak dan belum dapat menghargai guru pada saat proses pembelajaran berlangsung di kelas khusunya pembelajran pendidikan kewarganegaraan.
2. Peran Guru, Orang Tua dan Masyarakat 1. Peran guru Dilihat dari fungsi dan tugas guru sebagai pendidik dan pengajar, guru mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar-mengajar. Karena guru merupakan komponen yang paling dominan dalam dunia pendidikan baik itu pendidikan yang formal maupun yang informal. Peran Guru Menurut WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Peran guru sebagai pendidik Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat.
2. Peran Orang Tua dan Masyarakat Dalam lingkungan kehidupan sehari-hari, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan fisik, psikis atau spiritual. Dalam lingkungan hidup itu manusia mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan pada umumnya. Peranan keluarga dan masyarakat sangat penting dalam perkembangan anak karena keluarga merupakan orang pertama dalam mendidik anak dimana ia belajar tentang etika moral.
Dalam membangun karakter keluarga, khususnya anak, nilai yang pertama kali ditanamkan adalah aqidah, sebagaimana Luqman menasehati anaknya untuk mendirikan sholat dan tidak melakukan syirik. Setelah mengenal tauhid, anakanak diajarkan masalah akhlak. Dinamika kehidupan anak-anak belakangan ini, jika hanya dibebankan kepada ibu sangatlah berat. Sebanyak apapun hasil kerja dari seorang ayah, tidak akan pernah menggugurkan kewajiban sang ayah di dalam mendidik anak-anaknya. Ayah memegang peranan penting dalam mendidik anak, baik dalam hal aqidah, syariat, kesabaran dan akhlak (karakter).
Menurut Sayyidina Ali mengatakan ada 3 tahapan pendidikan terhadap anak, yaitu:Tahap bermain, Tahap penanaman disiplin, Tahap sahabat/lawan Di samping itu, ibu memiliki peran yang luar biasa, dan jika ingin membangun pemuda yang berkarakter, maka ibunya juga harus pinter. Sebab ibu itu adalah sekolah pertama bagi anak.
Peranan masyarakat untuk mengatasi banyaknya persoalan etika moral siswa yang tidak baik antara lain:
1. Memberi nasehat secara langsung kepada siswa atau anak yang bersangkutan agar anak tersebut meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat norma yang berlaku, yakni norma hukum, sosial, susila dan agama. 2. Membicarakan dengan orang tua/wali anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluarnya untuk menyadarkan anak tersebut. 3. Masyarakat harus berani melaporkan anak tersebut kepada pejabat yang berwenang tentang pelanggaran yang dilkukan oleh siswa sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah prevensi secara menyeluruh.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran orang tua, sekolah dan masyarakat itu sangat penting dalam mendidik siswa supaya menjadi anak yang soleh, sopan, pandai bergaul, dan sukses.Peran orang tua dalam hal pendidikan anak sudah seharusnya berada pada urutan pertama, para orang tualah yang paling mengerti benar akan sifat-sifat baik dan buruk anakanaknya, apa saja yang mereka sukai dan apa saja yang mereka tidak sukai. Para orang tua adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan karakter dan kepribadian anak-anaknya, hal-hal apa saja yang membuat anaknya malu dan hal-hal apa saja yang membuat anaknya takut. Para orang tualah yang nantinya akan menjadikan anak-anak mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah buruk.
3.
Peran Siswa Yang Ideal
Siswa merupakan pelajar yang bisa dikatakan masih terkait oleh aturan-aturan yang masih dibatasi kebebasannya. Siswa dapat di katakan seorang atau sekelompok orang yang menuntut ilmu di bangku sekolah. Atau dengan kata
lain, siswa adalah orang yang menuntut ilmu sedalam mungkin, baik yang rela mengeluarkan segala jerih payahnya dengan tujuan untuk menempuh masa depan yang cerah dengan catatan siswa itu tidak menyianyiakan kesempatan yang diberikan.
Sebagai siswa atau pelajar yang baik wajib mengikuti semua peraturan atau tata tertib yang berlaku di tempat kita belajar atau sekolah, seperti; masuk sekolah dan pulang tepat waktu, harus memakai seragam sekolah yang lengkap, dan sebagainya. Mengikuti peraturan di sekolah biasanya tidak susah untuk di lakukan sebagai siswa yang baik.
Ada hal lain yang harus diperhatikan sebagai siswa atau pelajar diantaranya sikap dan perilaku kita di luar sekolah. Karena lebih banyak waktu yang kita habiskan di luar sekolah dari pada di dalam lingkungan sekolah. Tentu sebagai siswa atau pelajar kita harus menerapkan sikap atau akhlak yang baik, maksudnya tingkah laku, kata-kata maupun penampilan kita harus sesuai dengan status kita yaitu pelajar. Misalnya dengan yang lebih tua harus menghormati, sedangkan kalau yang lebih muda harus bisa memberikan contoh yang baik jangan malah meremehkan atau memamerkan kemampuan yang dipunyai.
Demikian pula penampilan kita harus sewajarnya sebagai seorang pelajar, harus dihindari misalnya bagi yang wanita memakai cat kuku, lipstic apalagi cat rambut yang mencolok dan bagi yang pria harus memotong rambut menjadi pendek dan rapi dan sebagainya. Selain sikap dan perilaku sebagai seorang siswa juga harus tetap menjaga semangat yang tinggi untuk belajar,
karena belajar merupakan tugas utama kita, ada yang bilang pekerjaan pelajar adalah belajar.
Tanpa belajar kita tidak mungkin bisa pandai. Yang harus diperhatikan adalah penggunaan waktu. Setiap orang mempunyai waktu yang sama yaitu 24 jam, tinggal bagaimana mengisi waktu tersebut. Di Jepang kabarnya orang sangat menghargai waktu, mereka memanfaatkan waktu luang seperti waktu sedang mengantre atau menunggu kendaraan dengan membaca. Pasti hal seperti itu juga bisa di terapkan dinegara lain khususnya oleh para pelajar di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa siswa yang ideal itu mampu menerapkan etika moral yang baik, baik didepan guru maupun dengan orang lain, akan tetapi hal tersebut sangat bertolak belakang dengan siswa yang ada di SMP Negeri 1 Belalau hal ini dapat di lihat dari cara siswa dalam beretika moral terhadap guru.
4.
Pemahaman Siswa Tentang Perilaku Berpancasila.
a.
Pengertian Pemahaman Berdasarkan pendapat Jalaluddin Rakhmat dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:28) ”Pemahaman merupakan aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia”. Pengertian ini menunjukkan bahwa aspek pemahaman erat kaitannya dengan sikap intelektual dan ini berkaitan dengan apa yang diketahui oleh manusia.
Pendapat lainnnya disampaikan oleh Frank J. Bruno dan Anwar Arifin yang dikutip dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:28) menjelaskan bahwa ”Pemahaman merupakan sebuah proses persepsi yang terjadi secara tiba-tiba
tentang keterikatan yang terjadi dalam keterikatan yang terjadi dalam keseluruhan”. Jadi, pemahaman merupakan suatu proses persepsi atas keterhubungan antara beberapa faktor yang saling mengikat secara menyeluruh dan persepsi diartikan sebagai penafsiran stimulus yang telah ada dalam otak. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa pemahaman adalah mengerti atau dapat menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, sebab apa, bagaimana, dan untuk apa.
Terkait dengan pemahaman dalam penelitian ini, David O Sears , Jonathan L. Freeman dan L. Anne Peplau dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:29) mengemukakan ”teori yang disebut dengan teori pemahaman sosial (kognisi sosial), teori ini diarahkan pada penelaahan berbagai proses kognitif yang difokuskan pada stimuli sosial, terutama terhadap perorangan dan kelompok”. Yang menjadi inti pendekatan pemahaman sosial adalah pandangan bahwa persepsi manusia merupakan proses kognitif yang memandang orang sebagai pengamat yang terorganisasikan secara aktif, jadi bukan sekedar kotak yang pasif, mereka memiliki motivasi untuk mengembangkan kesan yang terpadu dan berarti, bukan sekedar rasa suka atau benci. Jadi, pemahaman merupakan pengertian atau mengerti benar tentang sesuatu.
b.
Tinjauan Tentang Nilai-Nilai Pancasila 1). Pengertian Nilai
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral/etis), religius (nilai agama).
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu, untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat mengatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, religius atau tidak religius. Hal ini dihubungkan dengan unsure-unsur yang ada pada manusia yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan.
Menurut Notonagoro yang dikutip oleh Darmodiharjo (1991:51) membagi nilai menjadi tiga, yaitu:
a) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia. b) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. c) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam, yaitu: a) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia. b) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia. c) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa, will) manusia. d) Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan/keyakinan manusia.
2) Nilai-Nilai Yang Terkandung dalam Pancasila Darmodiharjo (1991:52)menjelaskan,bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila antara lain sebagai berikut: a. Dalam sila I berbunyi “Ketuhanan Yang maha Esa” terkandung nilai-nilai religius antara lain: 1)
Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang maha esa dengan sifat-sifatNya Yang Maha Sempurna, yakni Maha Kasih, Maha Kuasa, maha Adil, Maha Bijaksana, dan lain-lain sifat yang suci.
2) Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yakni menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. 3)
Nilai sila I ini meliputi dan menjiwai sila-sila II, III, IV, dan V.
b. Dalam sila II yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” terkandung nilai-nilai kemanusiaan, antara lain: 1)
Pengakuan terhadap adanya martabat manusia
2)
Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia
3) Nilai sila II ini diliputi dan dijiwai sila I, meliputi dan menjiwai sila III, IV, dan V. c.
Dalam sila II yang berbunyi “Persatuan Indonesia” terkandung nilai persatuan bangsa, antara lain: 1) Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia 2) Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. 3) Nilai sila III ini diliputi dan dijiwai sila I dan II, meliputi dan menjiwai sila IV dan V.
d.
Dalam sila IV yang berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” terkandung milai kerakyatan, antara lain: 1)
Kedaulatan Negara adalah di tangan rakyat
2)
Musyawarah untuk mufakat dicapai dalam permusyawaratan wakilwakil rakyat
3)
Nilai sila IV ini diliputi dan dijiwai sila I, II, dan III, meliputi dan menjiwai sila V.
e.
Dalam sila V yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia” terkandung nilai keadilan sosial, antara lain: 1)
Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atas kemasyaraktan meliputi seluruh rakyat Indonesia
2)
Cita-cita masyarakat adil, makmur, material, dan spiritual, yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia
3)
Keseimbangan antara hak dan kewajiban dan menghormati hak orang lain
4)
Nilai sila V ini diliputi dan dijiwai sila I, II, III, IV.
Berdasarkan pendapat Widjaja (2004:6) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar Negara mengandung nilai-nilai sebagai berikut: a. Nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. b. Nilai ideal, nilai material, nilai spiritual, nilai pragmatis, dan nilai positif. c. Nilai etis, nilai estetis, nilai logis, nilai sosial, dan nilai religius.
Berdasarkan beberapa pendapat, yang dimaksud dengan nilai-nilai Pancasila adalah nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. nilai ketuhanan merupakan inti dan nilai sumber sebagai kriteria dapat memberikan upaya dan usaha manusia dalam investasi nilai, filter tindakan manusia, memberikan kendali kepada manusia, sebagai pengaruh pada manusia, dan sebagai pendorong bagi manusia.
5.Tinjauan Tentang Nasionalisme a. Pengertian Nasionalisme Di era globalisasi sekarang ini masalah yang penting mendapat perhatian adalah identitas kebangsaan. Derasnya arus globalisasi menyebabkan terkikisnya nilainilai kebangsaan. Anak-anak lebih bangga dengan budaya asing daripada budaya bangsanya sendiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya rasa bangga yang lebih pada diri anak manakala menggunakan produk luar negeri, dibandingkan jika menggunakan produk bangsanya sendiri. Slogan “aku cinta buatan Indonesia” sepertinya hanya menjadi ucapan belaka, tanpa ada aksi yang mengikuti pernyataan tersebut. Dengan keadaan yang seperti ini perlu ditanamkan nilainilai nasionalisme kepada peserta didik untuk meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap bangsa Indonesia.
Nasionalisme berasal dari kata nation ( bangsa ). Nasionalisme adalah suatu gejala psikologis berupa rasa persamaan dari sekelompok manusia yang menimbulkan kesadaran sebagai bangsa. Bangsa adalah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan memiliki rasa persatuan yang timbul karena kesamaan pengalaman sejarah, serta memiliki cita-cita bersama yang ingin dilaksanakan di dalam negara yang berbentuk negara nasional.
Nasionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris ”nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai bagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan, dan
ideologi. Adapun bentuk-bentuk dari nasionalisme sangatlah beragam. Bentukbentuk nasionalisme adalah sebagai berikut:
1) Nasionalisme kewarganegaraan Nasionalisme kewarganegaraan disebut juga nasionalisme sipil. Nasionalisme jenis ini adalah nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, ”kehendak rakyat”, ”perwakilan politik”. Teori nasionalisme ini bermula dibangun oleh Jean Jacques Rousseau.
2) Nasionalisme etnis Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangunoleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat")
3) Nasionalisme romantik Nasionalisme romantik disebut juga nasionalisme organik t atau nasionalisme identitas adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik.
4) Nasionalisme budaya Nasionalisme budaya
adalah sejenis nasionalisme dimana negara
memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada
budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta rasras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara
Tiongkok.
Kesediaan dinasti Qing
Tionghoa
untuk menggunakan adat istiadat
membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRT karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
5) Nasionalisme kenegaraan Nasionalisme kenegaraan
ialah variasi nasionalisme
kewarganegaraan,
selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan. Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Sepanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
6) Nasionalisme agama Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme
etnis
adalah
dicampuradukkan
dengan
nasionalisme
keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu
Nasionalisme merupakan perpaduan dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dihindarkan. Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban, dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Semangat rela berkorban adalah kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, selain memiliki semangat rela berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, jika orang tersebut mengetahui untuk apa mereka berkorban Berdirinya nasionalisme bangsa Indonesia tidak lepas dari fakta-fakta bahwa negara Indonesia merupakan negara multikultural. Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Keragaman suku bangsa ini tentunya dapat menciptakan budaya yang beragam. Kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam salah
satu suku bangsa tersebut itulah yang dinamakan budaya lokal. Dari keanekaragaman budaya lokal itu tercipta multikultural. ”Multikultural budaya menciptakan kearifan budaya lokal yang kemudian diaplikasikan dalam kearifan budaya bangsa. Salah satu contoh kearifan budaya lokal adalah Tarian Hudoq yang berasal dari suku Dayak. Tarian ini bermakna bahwa setiap manusia harus bersyukur dan meminta perlindungan kepada Tuhan. Kearifan budaya local ini kemudian diadopsi oleh kehidupan bermasyarakat di Indonesia saat ini yaitu budaya beragama”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nasioalisme adalah suatu ungkapan perasaan cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsanya dengan tetap menghormati bangsa lain karena merasa sebagai bagian dari bangsa lain di dunia. Makna nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. b. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam nasionalisme Dalam melakukan kerja sama kita harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan dan keselamatan bangsanya. Oleh sebab itu, nasionalisme dalam arti luas mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Prinsip kebersamaan Nilai kebersamaan menuntut setiap warga negara untuk menempatkan kepentingan angsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Prinsip persatuan dan kesatuan Setiap warga negara harus mampu mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongan yang dapat meimbulkan perpecahan dan anarkis (merusak). Untuk menegakkan prinsip persatuan dan kesatuan setiap warga negara harus mampu mengedepankan sikap: kesetiakawanan sosial, peduli terhadap sesame, solidaritas, dan berkeadilan sosial. 3. Prinsip demokrasi/ demokratis Prinsip
demokrasi/demokratis
memandang
bahwa
setiap
warga
negara
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Karena hakikat semangat kebangsaan adalah adanya tekad untuk hidup bersama yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka, berkedaulat, adail, dan makmur. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa: 1. Menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan 2. Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan Bangsa dan Negara 3. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia tidak rendah diri 4. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa 5. Menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia 6. Mengembangkan sikap tenggang rasa 7. Tidak semena-mena terhadap orang lain
8. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan 9. Senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan 10. Berani membela kebenaran dan keadilan 11. Merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia. 12. Menganggap pentingnya sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
6.
Peran Mata Pelajaran PKn yang Strategisdalam Membina Etika Moral Siswasesuaidengannilai-nilaiPancasila
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan pengetahuan dan sikap terhadap pribadi dan perilaku siswa. Siswa berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda, baik agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Hal ini bertujuan agar warganegara Indonesia menjadi cerdas, terampil, kreatif, dan inovatif serta mempunyai karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 39 Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara dengan pemerintah agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”. Pendapat Sumarsono (2002: 6) menyatakan : “Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha untuk membekali siswa dengan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara, agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai peran dalam mendidik sikap siswa dan etika moral sebagai siswa melalui upaya pengajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang ber etika moral, cerdas, terampil, kreatif, dan inovatif serta mempunyai karakter yang khas dalam sikap moral sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi nilai-nilai pancasila dan UUD 1945
B. Kerangka Pikir
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membina etika moral siswa untuk menyiapkan generasi muda menjadi warga negara yang baik. Wadah pembinaan tersebut dilakukan idealnya di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan di sekolah sudah selayaknya memberikan layanan dan pembinaan etika moral siswa, namun pada kenyataannya banyak sikap siswa yang tidak mencerminkan etika moral yang baik sesuai dengan nilai Pancasila dan nilai nasionalisme. Oleh karena itu peneliti merasa penting untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan Pemahaman Materi Tentang Nilai Pancasila Dengan Perubahan Sikap Nasionalisme Siswa di SMP Negeri 1 Belalau”. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan penelitian berikut ini :
Variabel (X)
Variabel (Y)
Pemahaman materi perilaku sesuainilai Pancasila
Perubahan Sikap Nasionalisme Siswa
Indikatornya:
Indikatornya:
a. Memahami konsep materi Pancasila b. Memahami nilai-nilai Pancasila
a. Kognisi (Pemahaman) b. Afeksi (Perasaan) c. Konasi (Kecenderungan Bertindak)
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir