6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pupuk hayati Biofertilizer yang umum digunakan adalah inokulum Rhizobium, Azotobacter, Pseudomonas, Bacillus, Trichoderma, dan VA Mychoriza. Pemanfaatan biofertilizer yang dikombinasikan dengan pupuk organik dan anorganik memberikan prospek cukup baik untuk memperbaiki dan meningkatkan produktifitas tanah ( Prihatini et al., 1996). Pengertian pupuk hayati secara umum adalah substansi yang mengandung mikroba hidup, yang ketika diaplikasikan pada benih, permukaan tanah atau tanaman dapat memacu pertumbuhan tanaman (Vessey, 2003). Pupuk hayati dapat digunakan sebagai agen biokontrol yang tidak berbahaya bagi proses ekologi dan lingkungan. Banyak mikroba yang bisa dimanfaatkan, antara lain: Azospirillum spp., Azotobacter spp. untuk menambat N2 dari udara tanpa harus bersimbiosis dengan tanaman. Beberapa isolat dari kedua spesies ini juga mampu meningkatkan kelarutan P sukar larut. Aeromonas spp. dan Aspergillus spp. adalah contoh untuk mikroba pelarut P yang sangat efektif dalam melepaskan ikatan P yang sukar larut. Selain itu, mikroba ini bisa memperbaiki agregasi dan aerasi tanah (Khudori, 2006). Pupuk hayati mengandung sumber hara seperti N, P, K dan hara lainnya. Mikroba yang ditambahkan ke dalam pupuk hayati selain mampu meningkatkan ketersediaan hara, juga mampu meningkatkan efisiensi pengambilan hara (uptake) oleh tanaman sehingga efisiensi pemupukan meningkat. Hasil pengujian pada tanaman pangan (padi, jagung, dan kentang) menunjukkan bahwa dengan aplikasi pupuk hayati, dapat menurunkan dosis pupuk kimia hingga 50% (Goenadi et al., 1995). Beberapa isolat bakteri pemacu pertumbuhan dari kelompok Bacilus sp., Pseudomonas sp., Azospirillum sp. juga telah terbukti dapat memacu pertumbuhan dan pruduksi padi dan jagung di rumah kaca dan di lapang (Hamim et al., 2008).
2.1.1. Bakteri Bakteri merupakan mikroba prokariotik (tidak memiliki membran inti) dan mempunyai dinding sel yang terdiri atas peptidoglikan. Bakteri berkembang biak
7
dengan membelah diri (pembelahan biner). Ukuran bakteri berkisar 1-2 mikrometer dengan diameter 0,5-1 mikrometer. Bakteri tanah menempati pori mikro (>10 mikrometer). Hal ini disebabkan kelembaban pada pori mikro lebih terjaga dan memberikan kondisi optimal bagi pertumbuhan bakteri. Selain itu, pada pori mikro bakteri akan lebih terlindung dari serangan protozoa (Killham, 1995). Setiap gram tanah subur mengandung 1 miliar bakteri sehingga pada 15 cm lapisan tanah bagian atas (top soil) mengandung kurang lebih 1 ton bakteri per hektar (Adams and Early, 2004). Bakteri dapat dikelompokkan berdasarkan bentuknya, yaitu : batang (bacilli); di mana bentuk ini dominan jumlahnya, kokus (cocci), dan spiral (spirillum). Bentuk spiral tidak umum terdapat dalam tanah. Bakteri yang umum dijumpai pada tanah antara lain dari genus Pseudomonas, Arthrobacter,
dan
Bacillus
(Killham,
1995).
Faktor
lingkungan
yang
mempengaruhi keanekaragaman bakteri dalam tanah antara lain : kelembaban tanah, aerasi, suhu, bahan organik, derajat kemasaman (pH), dan suplai hara. Sebagian bakteri dapat hidup pada kondisi ekstrim dengan membentuk endispora (Alexander, 1977). Pertumbuhan bakteri tanah membawa keuntungan ke arah perbaikan struktur tanah yang lebih mantap dan gembur. Partikel-partikel tanah akan bergabung satu sama lain dengan bahan perekat berupa kompleks gula yang dihasilkan oleh bakteri sehingga terbentuk saluran-saluran halus yang mempermudah pergerakan udara dalam tanah. Keadaan ini akan meningkatkan daya pegang air oleh tanah sehingga air yang tersedia bagi tanaman meningkat. Selain itu unsur hara yang semula berada dalam bentuk tidak larut akan berubah menjadi bentuk yang terlarut sehingga lebih mudah diambil tanaman (Sarief, 1985).
2.1.2. Azotobacter Azotobacter adalah bakteri penambat nitrogen yang hidup bebas sehingga tidak membentuk hubungan simbiotik dengan tanaman. Azotobacter mempunyai laju respirasi yang paling tinggi, anggota genus ini bersifat mesofilik, artinya tumbuh pada suhu sekitar 30o C. Kerapatan bakteri ini di dalam tanah berkisar 103
8
sampai 106 sel per gram tanah. Selain kemampuan menambat nitrogen, Azotobacter juga mampu menghasilkan metabolit lain yang bermanfaat bagi tanaman seperti auxin, thiamine, riboflavin, pyridoxine, cyanocobalamine, asam nikotinat, asam pantothenat, asam indol asetat, gibberelin, dan senyawa pengatur tumbuh lainnya yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Azotobacter merupakan bakteri penambat nitrogen yang hidup bebas, sangat sensitif pada pH rendah dan reaksi tanah merupakan faktor pembatas bagi perkembangan dan penyebarannya (Lasrin, 1997). Beberapa spesies Azotobacter yang dikenal sebagai A. chroococcum, terutama dijumpai pada tanah-tanah yang netral atau bersifat basa ; A.gilis, merupakan spesies akuatik; A.vinelandii dan A. beijerinckii asal mulanya dipisahkan dari tanah-tanah di Amerika Utara; A.insignis, dipisahkan dari sampelsampel air di Indonesia; A. macrocytogenes diisolasi dari tanah-tanah Denmark; dan A. paspali dari rizosfer tumbuhan Paspalu spp. yang asal mulanya dipisahkan dari tanah-tanah Brazil. A. paspali diestimasi mampu menyumbang nitrogen, dari hasil penambatan nitrogen atmosfer sebanyak 15-93 kg N/ha/tahun pada akar Paspalum notatum (Yuwono, 2006).
2.1.3. Azospirillum Azospirillum adalah bakteri gram negatif yang mengandung butir-butir poli-ߚ-hydroxy butyrate. Pada media semi padat yang mengandung malat, terbentuk pelikel yang berwarna putih, padat dan berombak. Sel-sel berbentuk setengah spiral dan bergerak secara berputar. Suhu optimum bagi pertumbuhan Azospirillum berkisar antara 32o-36o C, sedangkan pH optimum bagi pertumbuhan Azospirillum berkisar antara 6,8-7,9 (Day and Dubereiner, 1976). Tanah yang mengandung pH dibawah 5,7 umumnya tidak mengandung Azospirillum. Bakteri ini banyak terdapat di daerah perakaran padi, jagung, gandum, sorgum serta gulma yang berasosiasi dengan padi serta tumbuhan dikotil dan monokotil lainnya. Mikroba ini bersifat sangat aerobik dengan adanya amonia di dalam media dan tidak mampu menambat nitrogen dalam keadaan anaerob total. Azospirillum sp. dapat melarutkan fosfat dengan cara mereduksi pH media dan mensekresi asam glukonat (Rodriguez et al., 2004).
9
Azospirillum dapat mengkhelat ion Fe3+ dengan mensintesis siderofor jenis spirilobaktin (Bachhwat and Ghosh, 1989). Azospirillum juga
memiliki
kemampuan
sehingga
yang
sangat
baik
dalam
mengkolonisasi
akar
menjadikannya lebih kompetitif di rizosfer. Jumlah sel Azospirillum yang banyak di rizosfer maupun pada permukaan organ tumbuhan lainnya menyebabkan populasi bakteri fitapatogen menurun karena tidak dapat berkompetisi dengan Azospirillum dalam memperoleh subtrak (Bahsan and Bashan, 2002). Beberapa peneliti telah mengemukakan manfaat penggunaan Azospirillum pada tanaman. Okon dan Kalpunik (1986) melaporkan bahwa inokulasi Azospirillum pada tanaman sorgum dapat meningkatkan hasil sebesar 15-20%. Azospirillum mampu meningkatkan hasil panen pada tanaman pada berbagai jenis tanah maupun wilayah iklim berbeda. Perkecambahan biji kedelai Tanggamus yang diinokulasikan dengan isolat Azospirillum menyebabkan peningkatkan panjang batang dan peningkatan jumlah akar lateral (Astuti, 2007). Azospirillum diestimasi mampu menghemat penggunaan pupuk nitrogen ekuivalen dengan 2040 kg/ha pada pertanaman serealia (Yuwono, 2006).
2.1.4. Bakteri Pelarut Fosfat Bakteri pelarut fosfat berpotensi meningkatkan ketersediaan fosfat terlarut bagi tanaman, terutama pada tanah yang mengalami defisiensi fosfat. Bakteri pelarut fosfat yang sering dgunakan dalam pupuk hayati antara lain: Pseudomonas, Bacillus, Rhizobium dan Bradyrhizobium. Ilmer dan Schinner (1995) menyatakan bahwa mekanisme pelarutan fosfat berhubungan dengan kemampuan bakteri dalam menghasilkan asam organik seperti asam asetat, oksalat, suksinat, sitrat dan ketoglutarat. Pelarutan P oleh perakaran tanaman dan mikroba tergantung pada pH tanah. Sebagian dari bakteri genus Pseudomonas dan Bacillus dan sebagian dari fungi genus Penicillum dan Aspergillus memiliki kemampuan untuk melarutkan P tidak larut dalam tanah menjadi larut dengan mengeluarkan asam-asam organik (Rao, 1982) seperti : asam sitrat, glutamate, suksinat, laktat, asam formiat, asetat, propionate, glikolat, okasalat, malat, fumarat,tartrat, dan α–ketobutirat, yang mampu menghelat kation-kation logam Al3+, Fe3+, Ca2+, Mg2+ (Alexander, 1978;
10
Rao, 1982). Asam-asam organik tersebut bersifat non folatil sehingga kation yang dihelat menjadi bentuk stabil (Rao, 1982) dan ion H2PO4- menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap. Bakteri pelarut fosfat banyak terdapat di rizosfer tanaman, ini membuat rizosfer manjadi tempat paling aktif dalam pelarutan fosfat (Kundu et al., 2002). Peranan mikroba dalam transformasi fosfor antara lain : (1) Melarutkan komponen fosfor anorganik, (2) Mengubah komponen fosfor organik menjadi ortofosfat (mineralisasi), (3) Mengubah bentuk fosfor anorganik menjadi protoplasma sel dan, (4) Membantu proses oksidasi dan reduksi dari komponen fosfor anorganik (Alexander, 1977). Fungi pelarut fosfat dari genus Aspergillus mampu melarutkan fosfat dari Ca3(PO4) sebesar 18% sedangkan Penicillum mampu melarutkan fosfat dari sumber yang sama sebesar 26-40% (Rao, 1982).
2.2. Media Alternatif Media alternatif adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba dengan menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti dedak padi, gula merah, monosodium glutamate, terasi dan molases.
2.2.1. Dedak Padi Dedak padi merupakan hasil samping penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Proses pengolahan gabah menjadi beras akan menghasilkan dedak padi kira-kira sebanyak 10% pecahan-pecahan beras atau menir sebanyak 17%, tepung beras 3%, sekam 20% dan berasnya sendiri 50%. Persentase tersebut sangat bervariasi tergantung pada varietas dan umur padi, derajat penggilingan serta penyosohannya (Grist, 1972). Dedak merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung “bagian luar” beras yang tidak terbawa, tetapi tercampur pula dengan bagian penutup beras itu. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Rasyaf, 1990). Hartadi et al. (1990) menyatakan bahwa dedak dengan kandungan serat kasar 6-12 % memiliki kandungan lemak 14,1%, protein kasar 13,8%, sedangkan menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi
11
metabolis sebesar 2100 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,21%, serta Mg 0,22%. Dedak padi sangat kaya dengan minyak dan tinggi serat kasarnya. Serat kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam larutan H2SO4 1,25% mendidih selama 30 menit dan dalam larutan NaOH 1,25% mendidih selama 30 menit. Serat kasar diduga kaya akan lignin dan selulosa sehingga sulit dicerna (hewan) (Amrullah, 2002). Komposisi dedak menurut persyaratan mutu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Dedak Menurut Persyaratan Mutu (DSN, 2001) Komposisi
Mutu I
Mutu II
Mutu III
Air (%) Maksimum
12
12
12
Protein Kasar (%) minimum
11
10
8
Serat Kasar (%) maksimum
11
14
16
Abu (%) maksimum
11
13
15
Lemak (%) maksimum
15
20
20
Asam Lemak bebas (%)
5
8
8
Ca (%)
0,04-0,3
0,04-0,3
0,04-0,3
P (%)
0,6-1,6
0,6-1,6
0,6-1,6
Aflatoksin (ppb) maksimum
50
50
50
Silica (%) maksimum
2
3
4
terhadap lemak maksimum
2.2.2. Gula Merah Gula merah atau gula Jawa biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Bunga (mayang) yang belum mekar diikat kuat (kadang-kadang dipres dengan dua batang kayu) pada bagian pangkalnya sehingga proses pemekaran bunga menjadi terhambat. Sari makanan yang seharusnya dipakai untuk pemekaran bunga menumpuk menjadi cairan gula. Mayang membengkak setelah proses pembengkakan berhenti, batang mayang diiris-iris untuk mengeluarkan cairan gula secara bertahap. Cairan biasanya ditampung dengan timba yang terbuat dari daun pohon palma tersebut. Cairan yang ditampung diambil secara bertahap, biasanya 2-3 kali. Cairan ini kemudian
12
dipanaskan dengan api sampai kental. Setelah benar-benar kental, cairan dituangkan ke dalam bentuk setengah mangkok atau setengah elip yang terbuat dari daun palma Bentuk demikian ini dihasilkan dari cetakan yang digunakan berupa setengah tempurung kelapa, adapula yang menggunakan cetakan bambu, sehingga bentuknya bulat silindris. Kandungan nutrisi gula merah dalam 100 gram porsi makanan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nutrisi Gula Merah per 100 gram Porsi Makanan (Asiamaya, 2010) Komposisi
Jumlah (gram)
Air
1,6
Karbohidrat
97,3
Kalsium (Ca)
0,085
Besi (Fe)
0,00191
Magnesium (Mg)
0,029
Phospor (P)
0,022
Sodium (Na)
0,039
Seng (Zn)
0,00018
Tembaga (Cu)
0,000298
Mangan Mn)
0,00032
Selenium (Se)
0,000012
2.2.3. Monosodium Glutamat Monosodium Glutamate (MSG) adalah zat penambah rasa pada makanan yang dibuat dari hasil fermentasi zat tepung dan tetes dari gula beet atau gula tebu. Dan natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam amino non-esensial penyusun protein). MSG terdiri dari 78% glutamat, 12% natrium dan 10% air. MSG dijual sebagai kristal halus berwarna putih, dan penampakannya mirip gula pasir atau garam dapur. Glutamat adalah salah satu dari 20 asam amino penyusun protein. Sebagai asam amino, glutamat termasuk dalam kelompok non esensial, yang artinya tubuh mampu memproduksi sendiri. Glutamat ada di setiap makhluk hidup baik dalam bentuk terikat maupun bebas. Glutamat sebagai asam amino non-essensial ditemukan pada tahun 1866 oleh seorang ilmuwan Jerman bernama Prof. Ritthausen yang berhasil mengisolasinya dari gluten (protein gandum).
13
Glutamat yang masih terikat dengan asam amino lain sebagai protein tidak memiliki rasa. Hanya jika glutamat yang dalam bentuk bebas memiliki rasa Umami (gurih). Dengan demikian, semakin tinggi kandungan glutamate bebas dalam suatu makanan, semakin kuat rasa umaminya. Kadar glutamat dalam makanan bervariasi tergantung dari macam makanan, kondisi makanan (mentah atau matang) dan proses pengolahannya Tomat mentah yang berwarna hijau hanya mengandung 20 mg/100 g glutamat bebas dan setelah matang meningkat drastis menjadi 246 mg/100 g. Sementara air susu sapi yang hanya mengandung 1 mg/100 g glutamat bebas, setelah melalui proses enzimatik, fermentasi dan disimpan selama dua tahun meningkat kandungan glutamat bebasnya menjadi 1680 mg/100 g sebagai keju Parmegiana Regiano.
2.2.4. Terasi Terasi merupakan produk awetan ikan-ikan kecil arau rebon yang telah diolah
melalui
proses
pemeraman
atau
fermentasi,
penggilingan
atau
penumbukan, dan penjemuran yang berlangsung kurang lebih 20 hari. Ke dalam produk terasi tersebut, ditambahkan garam yang berfungsi sebagai pengawet. Ada beberapa jenis terasi. Bila dilihat dari bahan dasar yang digunakan, terdapat tiga macam terasi. Ada terasi udang, ikan, dan terasi campuran antara ikan dan udang. Kualitas terasi bisa dilihat dari tekstur dan warnanya. Terasi yang bermutu baik, teksturnya tidak terlalu keras, juga tidak terlalu lembek. Terasi yang berwarna merah sebaiknya dihindari karena warna merah itu berasal dari bahan pewarna rhodamin B yang biasa digunakan untuk tekstil. Kandungan nutrisi pada terasi dapat dilihat pada Tabel 3.
14
Tabel 3. Kandungan Nutrisi dalam 100 gram Terasi Udang Komposisi
Jumlah (gram)
Protein
30
Lemak
3,5
Karbohidrat
3,5
Mineral
23
Kalsium
100
Fosfor
250
Besi
0,0031
Air
40
sumber : Daftar Analisis Bahan Makanan Fak. Kedokteran UI ; Jakarta, 1992
2.2.5. Molases Molasses merupakan cairan kental, rasanya agak pahit dan berwarna gelap, hasil produk samping dari pabrik gula. Menurut Paturau (1982), molases adalah keluaran terakhir yang diperoleh dari pembuaran gula tebu setelah melalui kristalisasi berulang dan merupakan sisa sirup tang tidak dapat mengkristal lagi dengan perlakuan sederhana. Menurut Baikow (1982), molases merupakan sisa sirup yang terbuang dari maskuit dan tidak dapat dikristalisasi lagi dalam pembuatan gula. Menurut Paturau (1982), berdasarkan jumlah tebu yang digiling, jumlah molases yang dihasilkan bervariasi antara 2,2% – 3,7%, dengan rata-rata 2,7%. Molases sebagai hasil samping pabrik gula mempunyai kandungan gula sekitar 40% - 45% sangat dimungkinkan untuk diolah menjadi gula kembali, mengingat harga molases yang relatif lebih murah daripada harga gula kristal. Molases dapat digunakan secara langsung atau dapat dijadikan bahan baku pembuatan produkproduk yang bernilai ekonomis, misanlya untuk kecap, pupuk, pakan ternak, ataupun untuk industri fermentasi. Menurut Kirk dan Othmer (1963), molases dari gula tebu mempunyai nilai pH 5,5 – 6,5. Sifat yang masam dan pH yang rendah pada molases disebabkan oleh kandungan asam alifatik pada proses klarifikasi. Kandungan gula dalam molases sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain varietas tebu, tanah, iklim, periode penanaman, cara
15
pengolahan tebu di perusahaan (Paturau,1982). Kandungan gula dalam molases juga dipengaruhi oleh efisiensi operasi pabrik gula, sistem pemanasan dan tipe serta kapasitas kristalizer (Baikow, 1982). Paturau (1982) menyatakan bahwa molases terdiri dari berbagai komposisi kimia. Komposisi kimia molases dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Molases (Paturau, 1982) Komposisi
Kisaran (%)
Rata-Rata (%)
Air
17-25
20
Sukrosa
30-40
35
Glukosa
4-9
7
Fruktosa
5-12
9
Gula pereduksi
1-5
3
Karbohidrat lain
2-5
4
Abu
7-15
12
Komponen nitrogen
2-6
4,5
Asam bukan nitrogen
2-6
5
Lilin, steroid dan fosfolipid
0,1 – 1
0,4