5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Distribusi Menurut Nasution (2004), distribusi fisik merupakan sambungan kunci (key link) antara produksi dan pemasar yang akan meningkatkan profitabilitas bagi perusahaan. Secara lebih jelas, distribusi fisik adalah istilah yang umumnya dipakai untuk menjelaskan rangkaian kegiatan fungsional yang saling berkaitan agar jumlah barang jadi yang dihasilkan disalurkan melalui saluran distribusi. Distribusi fisik adalah seperangkat kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan arus bahan atau barang jadi dari tempat asal menuju tempat pemakai atau konsumen untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan distribusi fisik ini yaitu mengantarkan produk pada waktu yang tepat dengan tingkat biaya yang serendah mungkin (Kotler, 2005). Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyatakan bahwa distribusi merupakan proses pemindahan barang dari tempat produksi ke berbagai tempat atau daerah yang membutuhkan. Dengan adanya distribusi barang, maka dapat menciptakan nilai kegunaan tempat. Apabila distribusi ini dilakukan tepat waktu, maka fungsi distribusi juga akan menciptakan kegunaan waktu. 2.2 Saluran Distribusi Assauri (2007) mendefinisikan bahwa saluran distribusi adalah lembaga-lembaga yang memasarkan produk berupa barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Menurut The American Marketing Association dalam Kodrat (2009), saluran distribusi merupakan suatu struktur yaitu organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, yang melalui sebuah produk atau jasa yang dipasarkan.
6
Swastha (1999) menyatakan pada prinsipnya fungsi-fungsi saluran distribusi dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu: 1. Fungsi Pertukaran (transactional function); diperlukan adanya transaksi antara dua pihak atau lebih. Fungsi-fungsi yang terdapat dalam pertukaran adalah pembelian, penjualan, dan pengambilan risiko. 2. Fungsi Penyediaan Fisik (logistical function); berkaitan dengan perpindahan barang-barang secara fisik dari produsen ke konsumen. Fungsi-fungsi yang termasuk dalam penyediaan fisik yaitu pengumpulan, penyimpanan, pemilihan, dan pengangkutan. 3. Fungsi Penunjang (facilitating function); membantu dalam terlaksananya fungsi-fungsi yang lain. Faktor-faktor yang termasuk dalam fungsi penunjang
yaitu
pelayanan
sesudah
pembelian,
pembelanjaan,
penyebaran informasi, dan koordinasi saluran. Saluran distribusi diperlukan oleh setiap perusahaan, karena produsen menghasilkan produk dengan memberikan kegunaan bentuk (formality) bagi konsumen setelah sampai ke tangannya, sedangkan lembaga penyalur membentuk atau memberikan kegunaan waktu, tempat, dan pemilikan dari produk itu. Disamping itu, lembaga juga menjaga agar produk itu tetap tersedia pada saat dan tempat tertentu saat konsumen memerlukannya (Assauri, 2007). Secara luas terdapat lima macam saluran distribusi dalam barangbarang konsumsi. Pada masing-masing saluran, produsen mempunyai alternatif untuk menggunakan kantor dan cabang penjualan. Selain itu juga terdapat kemungkinan penggunaan agen pedagang besar dan pengecer, yang dapat dilihat pada Gambar 1.
7
Produsen
Produsen
Produsen
Produsen
Produsen
Agen
Agen
Pedagang Besar
Pedagang Besar
Konsumen
Pengecer
Pengecer
Pengecer
Pengecer
Konsumen
Konsumen
Konsumen
Konsumen
akhir akhir akhir akhir akhir Gambar 1. Saluran distribusi untuk barang konsumsi (Swastha, 1999) Kelima macam saluran tersebut adalah: a. Produsen – Konsumen akhir Merupakan saluran distribusi yang paling pendek dan paling sederhana untuk barang-barang konsumsi. Sering juga disebut dengan saluran langsung karena tidak melibatkan pedagang besar. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah). b. Produsen – Pengecer – Konsumen akhir Dalam saluran ini, beberapa pengecer besar membeli secara langsung dari produsen. Ada juga beberapa produsen yang mendirikan toko pengecer untuk melayani penjualan langsung pada konsumennya, tetapi kondisi saluran semacam ini tidak umum dipakai. c. Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen akhir Saluran ini disebut juga saluran tradisional dan banyak digunakan oleh produsen. Pada saluran ini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang.
8
d. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen akhir Selain menggunakan pedagang besar, produsen dapat pula menggunakan agen pabrik, makelar, atau perantara agen lainnya untuk mencapai pengecer, terutama pengecer besar. e. Produsen – Agen – Pedagang Besar − Pengecer – Konsumen akhir Untuk mencapai pengecer kecil, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara dalam penyaluran barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil. Assauri (2007) menjelaskan bahwa bentuk pola saluran distribusi dapat dibedakan atas saluran langsung dan saluran tidak langsung. Saluran langsung menunjukkan interaksi antara produsen dengan konsumen secara langsung. Saluran distribusi tidak langsung menggunakan beberapa perantara diantaranya pedagang besar, pedagang menengah, dan pengecer. Pada saluran ini produsen hanya menyampaikan barangnya hingga ke perantara-perantara tersebut. Perantara-perantara itulah yang menyampaikan barang produsen ke konsumen akhir. Gambar 2 menunjukkan bentuk pola distribusi yang bisa digunakan oleh produsen. 1. Saluran langsung, yaitu:
Produsen
Konsumen
2. Saluran tidak langsung, dapat berupa: a.
Produsen
b. Produsen
Pengecer
Konsumen
Pedagang Besar/Menengah Pengecer
c.
Produsen Pedagang Menengah
Konsumen
Pedagang Besar Pengecer
Konsumen
Gambar 2. Bentuk pola saluran distribusi (Assauri, 2007)
9
Menurut Swastha (1999), pedagang dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Produsen, yang membuat sekaligus menyalurkan barang ke pasar Produsen dapat mengusahakan sumber-sumber alam seperti kayu, biji besi, sayur-sayuran, ikan, ternak, atau minyak, dan mengolah atau mengubahnya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Berdasarkan banyaknya tenaga kerja yang digunakan, produsen dapat diklasifikasikan menjadi: a. Industri besar, yang mempunyai jumlah tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih. b. Industri sedang, yang mempunyai jumlah tenaga kerja sebanyak 20 sampai dengan 99 orang. c. Industri kecil, yang mempunyai jumlah tenaga kerja sebanyak 19 orang kebawah (paling sedikit 5 orang). 2. Pedagang besar, yang menjual barang kepada pengusaha lain Menurut The American Marketing Association dalam Swastha (1999), pedagang besar merupakan sebuah unit usaha yang membeli barang-barang dagangan dan menjualnya lagi kepada para pengecer, pedagang lain dan kepada lembaga-lembaga industri serta pemakai komersial. Pedagang besar dalam pasar industri dikenal sebagai distributor industri. Dalam saluran distribusi, pedagang besar menempati posisi antara produsen dan pengecer, yang dapat dilihat pada Gambar 3. Produsen
Pedagang
Pengecer
Konsumen
Besar Gambar 3. Saluran distribusi melalui pedagang besar dan pengecer (Swastha, 1999) 3. Pengecer, yang menjual barang kepada konsumen akhir Menurut Kotler (2005), eceran meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan non-bisnis. Pengecer (retailer) adalah setiap usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari eceran. The American Marketing Association dalam Swastha (1999)
10
mendefinisikan pengecer sebagai pedagang yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir. Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh pengecer antara lain: 1. Mengkombinasikan beberapa jenis barang tertentu 2. Melaksanakan jasa-jasa eceran untuk barang tersebut 3. Menempatkan diri sebagai sumber barang-barang bagi konsumen 4. Menciptakan keseimbangan antara harga dan kualitas barang yang diperdagangkan 5. Menyediakan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan konsumen 6. Melakukan tindakan-tindakan dalam persaingan 2.2.1 Permasalahan dalam Saluran Distribusi Menurut Swastha (1999), dalam memilih saluran distribusi ada beberapa masalah yang dapat ditinjau, yakni: 1. Panjangnya saluran distribusi Alternatif saluran yang digunakan sering dikaitkan dengan golongan barang yang ada. Dalam hal ini terdapat dua macam saluran yaitu saluran distribusi untuk barang konsumsi dan saluran distribusi untuk barang industri. Pada prinsipnya, kedua saluran distribusi ini sama. 2. Banyaknya perantara atau penyalur yang dibutuhkan Setelah menentukan saluran distribusi yang akan dipakai, produsen perlu menentukan jumlah perantara untuk ditempatkan sebagai pedagang besar atau pengecer. Dalam hal ini produsen mempunyai tiga alternatif pilihan, yaitu: a. Distribusi intensif Distribusi intensif dapat dilakukan oleh produsen yang menjual barang konvergen. Perusahaan berusaha menggunakan penyalur, terutama pengecer sebanyak-banyaknya untuk mendekati dan mencapai
konsumen.
Semua
ini
dimaksudkan
mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen.
untuk
11
b. Distribusi selektif Perusahaan yang menggunakan distribusi selektif berusaha memilih suatu jumlah pedagang besar dan/atau pengecer yang terbatas dalam suatu daerah geografis. Biasanya saluran ini dipakai untuk memasarkan produk baru, barang shopping atau barang spesial, dan barang industri jenis accessory equipment. Penggunaan saluran distribusi selektif ini dimaksudkan untuk meniadakan
penyalur
yang
tidak
menguntungkan
dan
meniadakan volume penjualan dengan jumlah transaksi lebih terbatas. c. Distribusi eksklusif Dilakukan oleh perusahaan dengan hanya menggunakan satu pedagang besar atau pengecer dalam daerah pasar tertentu. Jadi produsen/penyedia hanya menjual produknya kepada satu pedagang besar atau satu pengecer saja. Dengan satu penyalur, produsen akan lebih mudah dalam mengadakan pengawasan, terutama pegawasan pada tingkat harga eceran maupun pada usaha kerjasama dengan penyalur dalam periklanan. Pada umumnya, distribusi eksklusif banyak dipakai: - Untuk barang-barang spesial - Apabila penyalur bersedia membuat persediaan dalam jumlah besar sehingga pembeli lebih leluasa dalam memilih produk yang akan dibelinya - Apabila produk yang dijual memerlukan pelayanan sesudah penjualan (pemasangan, reparasi, dan sebagainya) 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan saluran Pasar merupakan faktor penentu yang mempengaruhi dalam pemilihan saluran oleh manajemen. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah produk, perantara, dan perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang mengadakan pemilihan saluran distribusi ini harus menganut tiga kriteria, yaitu pengawasan saluran, pencakupan pasar, dan ongkos.
12
4. Kemungkinan penggunaan saluran distribusi ganda. Beberapa saluran (disebut juga saluran ganda) dapat digunakan oleh produsen terutama untuk mencapai pasar yang berbeda. Hal tersebut dilakukan apabila produsen menjual produk yang sama untuk konsumen dan pasar industri serta produk yang tidak ada hubungannya. Saluran distribusi ganda sering juga digunakan untuk mencapai pasar yang sama meskipun ada perbedaan sedikit dalam jumlah pembeli atau kepadatan pada bagian pasarnya. Produsen yang menjual produk yang sama kepada konsumen dan pemakai industri biasanya menggunakan struktur saluran yang terpisah. Penggunaan saluran ganda dapat menimbulkan pertentangan dalam saluran karena produk yang bermerek sama lama kelamaan memasuki pasar yang sama. Hal ini dapat berakibat pada harga eceran yang berbeda, dimana satu macam barang disalurkan melalui rantai saluran yang berbeda. 5. Pemilihan saluran distribusi untuk produk baru atau perusahaan baru. Masalah-masalah khusus dalam penyaluran produk akan dijumpai oleh produsen yang menjual produk baru atau oleh perusahaan baru dengan produk baru atau produk yang telah ada. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan, yaitu: a. Barunya produk tersebut dan banyaknya keinginan konsumen yang dapat direalisir. b. Untuk beberapa produk baru atau perusahaan baru, promosi adalah penting. c. Produsen dapat menjumpai kesulitan dalam penentuan saluran yang dibutuhkan hanya karena perantara tidak bersemangat dalam menjual produk-produknya. Dalam hal ini produsen perlu menggunakan beberapa saluran.
13
2.3 Optimalisasi Soekarwati (1995) dalam Sholeh (2005) menyatakan bahwa optimalisasi merupakan suatu usaha pencapaian keadaan terbaik, dan optimalisasi produksi adalah penggunaan faktor-faktor produksi yang terbatas seefisien mungkin. Menurut Nasendi dan Anwar (1985) dalam Sholeh (2005), optimalisasi merupakan pendekatan normatif dengan mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum fungsi tujuan. Menurut Nasendi dan Anwar (1985) dalam Sholeh (2005), jenis persoalan optimalisasi secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu optimalisasi tanpa kendala dan optimalisasi dengan kendala. Pada optimalisasi tanpa kendala, faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan akan diabaikan, namun dalam optimalisasi dengan kendala, faktor-faktor yang menjadi pembatas terhadap fungsi tujuan diperhatikan dalam menentukan titik maksimum atau minimum fungsi tujuan. Persoalan optimalisasi
dengan
kendala
pada
dasarnya
merupakan
persoalan
menentukan berbagai nilai variabel suatu fungsi menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan keterbatasan yang ada. Keterbatasan ini biasanya meliputi semua faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi seperti tenaga kerja (men), uang (money) dan material yang merupakan input serta ruang dan waktu. 2.4 Pemrograman Linier Linear programming (LP) atau pemrograman linier ditemukan oleh George Dantzig tahun 1947. Teknik analisis ini berkembang secara menakjubkan dan mampu memecahkan berbagai masalah (problem solving) yang terdapat dalam kehidupan nyata (real life). George Dantzig adalah orang
pertama
yang
memformulasikan
general
LP
kemudian
mengembangkannya dalam bentuk metode simplex. Sejak tahun 1940-an, LP yang semula digunakan untuk kalangan militer, kemudian digunakan secara luas di berbagai sektor kehidupan, misalnya transportasi, ekonomi, industri, dan pertanian bahkan dalam ilmu sosial yang menyangkut prilaku manusia (Prawirosentono, 2005).
14
Heizer dan Render (2006) menyatakan bahwa pemrograman linier merupakan suatu teknik matematik yang didesain untuk membantu para manajer operasi dalam merencanakan dan membuat keputusan yang diperlukan untuk mengalokasikan sumber daya. Sedangkan menurut Supranto (2005), linear programming adalah salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimasi (maksimisasi dan minimisasi) dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linier dalam rangka untuk
mencari
pemecahan
yang
optimal
dengan
memperhatikan
pembatasan-pembatasan yang ada. Aminudin (2005) mendefinisikan bahwa pemrograman linier merupakan model matematik untuk mendapatkan alternatif penggunaan terbaik atas sumber-sumber organisasi. Pemrograman linier adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis yang analisisnya menggunakan model matematis, dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan optimum terhadap persoalan. Pemrograman linier adalah sebuah alat deterministik, yang berarti bahwa semua parameter model diasumsikan diketahui dengan pasti (Taha, 1996). Menurut Aminudin (2005), asumsi-asumsi yang menjadi dasar pemrograman linier yaitu: 1. Proportionality Naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan. 2. Additivity Nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam pemrograman linier dianggap bahwa kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain. 3. Divisibility Keluaran yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan.
15
4. Deterministic Semua parameter (aij, bj, cj) yang terdapat pada pemrograman linier dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun dalam kenyataannya tidak sama persis. Dalam model matematika, permasalahan dalam pemrograman linier dapat digambarkan sebagai berikut (Herjanto,1999): Fungsi tujuan: Memaksimumkan (meminimumkan) Z = c1X1 + c2X2 + … + cnXn
……………............... (1)
Dengan pembatasan (dp): a11X1 + a12X2 + … + a1nXn ≤ b1
…………………….... (2)
a21X1 + a22X2 + … + a2nXn ≤ b2
…………………........ (3)
:
:
:
am1X1 + am2X2 + … + amnXn ≤ bm ……………...…......... (4) dan Xj ≥ 0 (j = 1,2,…, n) Keterangan : i = Nomor sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1,2,…,m) j = Nomor kegiatan yang menggunakan sumber yang tersedia (j= 1,2,…, n) m = Jumlah sumber yang tersedia n = Jumlah kegiatan Z = Nilai optimal dari fungsi tujuan Xj = Jenis kegiatan (variabel keputusan) aij = Banyaknya sumber i yang diperlukan untuk menghasilkan setiap unit kegiatan j bi = Banyaknya sumber i yang tersedia cj = Kenaikan nilai Z apabila ada pertambahan satu unit kegiatan j Pembuatan model untuk pemrograman linier harus diusahakan untuk memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Tujuan yang akan dicapai dinyatakan dalam bentuk fungsi linier. Fungsi ini disebut fungsi tujuan.
16
2. Sumber-sumber tersedia dalam jumlah terbatas, dan pembatasan harus dinyatakan dalam bentuk ketidaksamaan linier. 3. Harus ada alternatif pemecahan, yaitu suatu solusi/pemecahan yang harus memenuhi semua kendala. 2.5 Model Transportasi Persoalan transportasi merupakan persoalan linear programming. Persoalan transportasi awalnya dikembangkan oleh F.L., Hitchock pada tahun 1941 (Supranto, 2005). Secara umum arti transportasi adalah adanya perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain dan dari beberapa tempat ke beberapa tempat lain (Prawirisentono, 2005). Menurut Taha (1996), arti sederhana model transportasi yaitu berusaha menentukan sebuah rencana transportasi sebuah barang dari sejumlah sumber ke sejumlah tujuan. Data dalam model ini mencakup tingkat penawaran di setiap sumber dan jumlah permintaan di setiap tujuan serta biaya transportasi per unit barang dari setiap sumber ke setiap tujuan. Heizer
dan
Render
(2006)
menyatakan
bahwa
pemodelan
transportasi (transportation modeling) merupakan suatu prosedur berulang untuk memecahkan permasalahan meminimalisasi biaya pengiriman produk dari beberapa sumber ke beberapa tujuan. Pemodelan transportasi mencari cara yang termurah untuk mengirimkan barang dari beberapa sumber ke beberapa tujuan. Titik asal (sumber) dapat berupa pabrik, gudang, agen penyewaan mobil, atau titik lain dari mana barang-barang dikirimkan. Mulyono (1991) mendefinisikan bahwa masalah transportasi berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dari beberapa sumber, dengan penawaran terbatas, menuju beberapa tujuan, dengan permintaan tertentu, pada biaya transportasi minimum. Herjanto (1999) mendefinisikan metode transportasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama ke tempat-tempat tujuan secara optimal. Distribusi ini dilakukan sedemikian rupa sehingga permintaan dari beberapa tempat tujuan dapat dipenuhi dari beberapa tempat asal (sumber), yang masing-masing dapat memiliki permintaan atau kapasitas yang berbeda.
17
Alokasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan biaya pengangkutan yang bervariasi karena jarak dan kondisi antar lokasi yang berbeda. Dengan menggunakan metode transportasi dapat diperoleh suatu alokasi distribusi barang yang dapat meminimalkan total biaya transportasi. Menurut Prawirisentono (2005), model transportasi pada intinya mencari dan menentukan perencanaan pengiriman barang (single commodity) dari tempat asal ke tempat tujuan, dengan total biaya transportasi yang minimum. Oleh karena itu, dalam total biaya transportasi terdapat tiga variabel, yaitu: 1. Jumlah barang yang tersedia di tempat (sumber) asal, yakni kapasitas pengiriman. 2. Daya tampung di daerah atau tempat tujuan, yakni daya tampung tempat tujuan. 3. Biaya transportasi per unit barang yang akan dikirimkan. Dalam
bentuk
matematika,
permasalahan
transportasi
dirumuskan sebagai berikut (Herjanto, 1999): Fungsi tujuan
Min. Z = ∑cij.Xij
Dengan pembatasan
∑Xij
≤ si
∑Xij
≤ dj
(i = 1,2,…m dan j = 1,2,…n) Dimana: Z = Total biaya transportasi Xij = Jumlah barang yang harus diangkut dari i ke j cij = Biaya angkut per unit barang dari i ke j si
= Banyaknya barang yang tersedia di tempat asal i
dj
= Banyaknya permintaan barang di tempat tujuan j
m = Jumlah tempat asal n
= Jumlah tempat tujuan
dapat
18
2.6 Masalah Transportasi Tak Seimbang Menurut Mulyono (1991), suatu model transportasi dinyatakan seimbang (balanced transportation model) ketika penawaran total sama dengan permintaan total (∑
Si = ∑
Dj). Penawaran tidak selalu dapat
dipastikan sama dengan permintaan atau melebihinya, dalam kenyataan yang sering terjadi adalah jumlah permintaan lebih besar dari jumlah penawaran. Jika hal itu terjadi maka model persoalannya disebut sebagai
model transportasi tak seimbang (unbalanced transportation model), dan dalam penyelesaiannya metode solusi transportasi membutuhkan sedikit modifikasi. Herjanto (1999) menyatakan persoalan yang tidak seimbang timbul apabila jumlah penawaran tidak sama dengan jumlah permintaan, yang bisa terjadi karena berkurangnya permintaan atau bertambahnya permintaan yang tidak
terantisipasi
sebelumnya.
Menurut
Mulyono
(1991),
untuk
mencerminkan keadaan transportasi tak seimbang, dalam tabel transportasi ditambahkan suatu baris dummy. Pengaruhnya, suatu sumber khayalan telah ditambahkan hingga menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Biaya transportasi per unit untuk ketiga tujuan adalah nol karena aplikasi ke kotakkotak itu tidak mempengaruhi solusi. Sebenarnya kotak dummy ini adalah analog dengan variabel slack, yang nilai kontribusinya dalam fungsi tujuan sama dengn nol. Jika jumlah permintaan melebihi penawaran, maka dibuat suatu sumber dummy yang akan menambah jumlah penawaran, yaitu sebanyak ∑Dj - ∑Si. Sebaliknya, jika jumlah penawaran lebih besar daripada jumlah permintaan, maka dibuat suatu tujuan dummy untuk menyerap kelebihan tersebut, yaitu sebanyak ∑Si - ∑Dj. Ongkos transportasi per unit (Cij) dari sumber dummy ke seluruh tujuan adalah nol. Hal ini dapat dipahami karena pada kenyataannya dari sumber dummy tidak terjadi pengiriman. Begitu pula dengan ongkos transportasi per unit dari semua sumber ke tujuan dummy adalah nol.
19
2.7 Penelitian Terdahulu Rustiani
(2006)
melakukan
penelitian
tentang
“Optimalisasi
Distribusi Sarimi Pada PT. Sari Indo Prakarsa di Wilayah Bogor dan Depok”. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi sistem distribusi Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP, menganalisis alokasi distribusi Sarimi dari PT. ISP ke kecamatan-kecamatan di wilayah Bogor dan Depok, dan menganalisis penyimpangan distribusi aktual terhadap distribusi optimal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pemrograman linier dengan model transportasi. Hasil dari penelitian ini yaitu adanya penghematan sebesar Rp. 17.104.091 dari anggaran PT. ISP jika PT. ISP melakukan alokasi distribusi yang optimal. Biaya distribusi aktual untuk tahun 2006 pada PT. ISP mencapai Rp. 158.109.587 sedangkan pengalokasian produk secara optimal hanya memerlukan biaya sebesar Rp. 141.005.496. Firdaus (2008) menganalisis optimalisasi distribusi sayuran dan buah pada Sentra Agro Mandiri di Kota Bogor. Tujuan penelitian yaitu menganalisis alokasi distribusi optimal Sentra Agro Mandiri daerah tujuan, menganalisis penyimpangan distribusi aktual terhadap distribusi optimal, dan menganalisis perbedaan biaya distribusi riil dengan biaya distribusi optimum yang dilakukan Sentra Agro Mandiri. Pada penelitian ini digunakan software Linear Interactive and Discrete Optimizer (LINDO). Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa alokasi distribusi yang dilakukan oleh Sentra Agro Mandiri mengalokasikan sayuran dan buahnya berdasarkan jumlah permintaan dan jarak tempuh pada masing-masing daerah tujuan pemasarannya. Besarnya biaya distribusi merupakan akumulasi dari beberapa macam biaya, diantaranya biaya bongkar muat dan biaya penanganan (handling), dan alokasi distribusi sayuran dan buah pada kondisi optimum yang didistribusikan ke wilayah Kota Bogor dan sekitarnya (Hotel Pangrango 2, Mid East, Café Gue, Bunaken, Imah Hejo, Steak & Shake dan Café D’Namii) direkomendasikan masing-masing sebesar 550 kg, 343 kg, 298 kg, 320 kg, 410 kg, 475 kg, dan 306 kg.