II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Acacia mangium Tanaman A. mangium termasuk dalam sub Divisi Angiospermae, Famili Leguminosae, Sub famili Mimosoideae. Daerah penyebarannya meliputi daerah Queensland Australia bagian utara, Irian Jaya bagian utara, Kepulauan Aru, Maluku Selatan, Seram bagian barat, dan daerah Bentuas Kalimantan Timur (Jensen, 1999). Tanaman ini mampu bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen (Rhizobium) dan melaksanakan proses penambatan N2 dari udara, sehingga tanaman dapat memenuhi kebutuhan unsur N melalui penambatan secara hayati dan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk N buatan. Selain itu, A. mangium perakarannya luas, mampu beradaptasi pada tanah yang miskin unsur hara dan tahan terhadap kekeringan, serta mempunyai nilai ekonomi tinggi, kayunya mempunyai kualitas yang cukup baik khususnya sebagai bahan pulp/kertas maupun mebel (Purwaningsih, 2004). Kertas yang dihasilkan A. mangium memiliki kualitas yang tinggi karena menghasilkan bubur kayu yang berwarna putih dan bersih. Manfaat lain A. mangium adalah daunnya biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak serta dapat juga digunakan untuk tanaman reklamasi lahan bekas tambang batu bara atau untuk penghijauan lahan kritis (Anonim, 2010b). Pada umumnya A. mangium dapat tumbuh pada daerah dataran rendah yaitu sekitar 300 m di atas permukaan laut (Khaerudin, 1994). Ciri-ciri dari tanaman ini adalah bentuk batangnya bulat, lurus, bercabang banyak (simpodial), berkulit tebal agak kasar, dan kadang-kadang beralur kecil dengan warna coklat muda. Pohon acacia yang dewasa tingginya dapat mencapai 30 m dengan diameter batang >75 cm. Tajuk dari acacia menyerupai kerucut sampai lonjong. Pada masa persemaian tanaman yang masih muda memiliki daun majemuk ganda, sedangkan setelah dewasa akan muncul daun semu tunggal atau yang disebut juga phyllodia (Jensen, 1999). Persyaratan tumbuh A. mangium relatif lebih mudah. Acacia mampu tumbuh pada lahan bekas tebangan, bekas perladangan liar, tanah yang jelek dan
5
lahan yang ditumbuhi alang-alang. Acacia memiliki kemampuan adaptasi yang cukup tinggi dan mampu tumbuh pada tanah dengan pH 4.2 (tanah masam). Acacia akan tumbuh dengan sangat baik pada daerah dengan curah hujan yang tinggi yaitu 1500-4000 mm/thn dengan temperatur antara 13-34 0C (Retnowati, 1988). Penyakit yang biasa menyerang A. mangium antara lain „Pink disease’ yang disebabkan oleh Corticium salmonicolor yang dapat menyebabkan kematian tajuk, „Powdery Mildew’ oleh genus Oidium
yang akan menyerang anakan
Acacia sp yang berumur empat bulan ke bawah. Bagian tanaman yang diserang adalah daun dan pucuk yang masih muda. Pertumbuhan daun akan terhambat akan terserapnya zat-zat makanan yang ada di dalam oleh cendawan dan terganggunya proses fotosintesis pada daun karena permukaan daun ditutupi oleh miselium cendawan (Retnowati, 1988). Beberapa pengalaman dan pengamatan di lapang menunjukkan keunggulan A. mangium dari beberapa species lainnya baik dari segi tumbuhan, kemudahan penanganan di persemaian, produksi kayu, dan lainnya (Siregar, 1992).
2.2. Rhizobium 2.2.1.
Karakteristik Rhizobium Berdasarkan taksonominya, Rhizobium termasuk dalam divisi Protophyta,
kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, grup α proteobacteria, famili Rhizobiaceae, dan genus Rhizobium. Klasifikasi Rhizobium didasarkan kepada pengelompokkan inokulasi silang (cross inoculation). Kelompok inokulasi silang adalah kelompok leguminosa dengan satu species Rhizobium membentuk bintil dengan semua leguminosa dalam kelompok tersebut (Anonim, 2010c). Menurut Gordon et al. (2001), kelompok bakteri tanah yang bersimbiosis dengan tanaman legum terdiri dari 5 genus yaitu Rhizobium, Mesorhizobium, Allorhizobium, Bradyrhizobium, dan Azorhizobium. Akan tetapi menurut Brockwell et al. (2005), kelompok bakteri tanah yang membentuk bintil akar (rhizobia) dan bersimbiosis dengan tanaman legum yang dapat memfiksasi N setidaknya ada 6 genus yang termasuk dalam Rhizobiaceae: Rhizobium, Bradyrhizobium, Sinorhizobium, Mesorhizobium, Allorhizobium, dan
6
Azorhizobium. Selain itu Ngom et al. (2004), mengemukakan bahwa belakangan ini ada bakteri selain rhizobium yang dapat diisolasi dari bintil akar tanaman A. mangium, bakteri yang diisolasi termasuk dalam kelompok Ochrobactrum. Prinsip pengelompokkan inokulasi silang didasarkan pada kemampuan suatu isolat Rhizobium untuk membentuk bintil pada genus-genus yang terbatas dari species legum yang satu sama lain berkerabat dekat. Rhizobium hidup bebas dalam tanah dan dalam daerah perakaran tumbuh-tumbuhan legum maupun bukan legum. Walaupun demikian, bakteri Rhizobium hanya dapat bersimbiosis dengan tumbuh-tumbuhan legum dengan menginfeksi akarnya dan membentuk bintil akar di dalamnya (Subba Rao, 1994). Menurut Somasegaran dan Hoben (1985) berdasarkan sifat-sifat pertumbuhannya Rhizobium dibagi menjadi 2 kelompok. Grup I memiliki ciri antara lain menghasilkan asam dalam media manitol ekstrak khamir (YEMA) yang mengandung bromtimol biru (BTB), membentuk kekeruhan yang jelas pada medium cair 2-3 hari inkubasi, waktu ganda 2-4 jam, bentuk sel seperti tongkat sampai pleomorf, bergerak dengan menggunakan flagella (peritricus) dan tumbuh baik pada glukosa, manitol dan sukrosa sebagai sumber karbon. Karakteristik grup II yaitu tumbuh lambat, menghasilkan basa dalam media YEMA yang mengandung BTB, mempunyai waktu ganda 6-7 jam, bergerak dengan satu flagella pada kutub ataupun subpolar dan tumbuh baik dalam medium yang mengandung pentosa. Koloni Rhizobium dalam media YEMA berbentuk bundar dan cembung, tepian licin, konsistensi lengket dan berlendir serta dapat mencapai diameter koloni 2-4 mm dengan masa inkubasi 3-5 hari. Rhizobium mempunyai morfologi sel berbentuk batang berukuran 0.5-0.9 x 0.2-3.0 µm, penataan sel dapat tunggal atau berpasangan, bersifat gram negatif dan tidak berspora. Sel bakteri tersebut mengandung poli β-hidroksi butirat yang berfungsi sebagai cadangan makanan dalam sel. Bakteri ini hidup secara aerobik dan heterotropik dengan memanfaatkan beberapa macam karbohidrat seperti manitol, glukosa, dan fruktosa sebagai sumber karbon (Subba Rao, 1994; Somasegaran dan Hoben, 1985). Hal yang serupa juga dipaparkan dalam penelitian DeVries et al. (1980) dan Bao Ling et al. (2007), yang menyatakan bahwa koloni rhizobium yang telah
7
ditumbuhkan pada media YEMA yang diinkubasi pada temperatur 29.40 C selama 2 hari akan memiliki penampilan lengket dan berlendir. Morfologi dari koloni mempunyai bentuk bulat, koloni akan berwarna putih selama pertumbuhan berumur 3-4 hari dan akan mulai berubah warna menjadi agak kekuningan setelah hari ke-4. Koloni berdiameter antara 5-7 mm. pH dari medium untuk tumbuhnya isolat rhizobia akan mengalami penurunan pH dari pH 7 menjadi pH 6, hal ini menunjukkan bahwa rhizobium mempunyai karakteristik mengeluarkan asam selama pertumbuhannya.
2.2.2.
Pembentukan Bintil Akar Tanaman legum tidak semuanya dapat membentuk bintil pada akarnya.
Sekitar 10-12% tanaman legum telah diuji berkaitan dengan pembentukkan bintil akar (nodulasi), diketahui bahwa 10% mimosoideae, 65% caesalpinodeae dan 6% papilionoideae tidak memiliki bintil pada akarnya (Subba Rao, 1994). Menurut Imas et al. (1989), bahwa tidak semua bakteri bintil akar mampu menginfeksi tanaman pepolongan. Di samping itu galur bakteri yang infektif belum tentu efektif, jadi adanya bintil tidak menjamin pepolongan dapat memanfaatkan N2. Faktor gejala pengenalan khusus antara galur Rhizobium dengan inangnya yang homolog dilakukan oleh lektin tanaman (protein) yang secara spesifik berkaitan dengan reseptor karbohidrat pada sel Rhizobium. Hal ini terbukti bahwa reseptor-reseptor ikatan-ikatan khusus lektin semanggi dan lektin kedelai dengan Rhizobium merupakan polisakarida dari kapsul bakteri (Subba Rao, 1994). Menurut Subba Rao (1994) dan Gordon et al. (2001), terbentuknya bintil akar diawali oleh peningkatan jumlah Rhizobium di sekitar akar yang distimulasi oleh senyawa triptopan dan senyawa lain hasil ekskresi akar. Triptopan digunakan Rhizobium dan diubah menjadi Asam Indol Asetat (IAA) dengan bantuan substrat asam-2-ketoglurat dan asam glutamat. IAA inilah yang mempengaruhi penggulungan dan deformasi rambut akar “tongkat gembala” yang merupakan langkah awal Rhizobium untuk masuk ke dalamnya. Melalui bulu-bulu akar, Rhizobium membentuk benang-benang infeksi dan masuk sel korteks yang dipandu oleh nukleus.
8
Bentuk dan ukuran bintil akar sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah dan karakteristik dari interaksi antara strain Rhizobium dengan varietas tanaman sehingga bintil akar tanaman legum akan memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Bintil dapat berbentuk bola, silindris, datar, dan sering bundar atau dengan cabang seperti karang atau dapat juga memiliki bentuk tidak beraturan. Menurut Madigan et al. (2000) gen yang berperan dalam pembentukkan bintil akar oleh Rhizobium disebut dengan gen nod. Gen nod yang berperan dalam menginduksi terjadinya pembengkokan akar rambut dan pembelahan sel tanaman adalah gen nod ABC yang disebut sebagai faktor Nods. Di dalam bintil akar, bakteri akan membentuk struktur yang menggembung serta dapat mengikat nitrogen dari udara yang dikenal dengan nama bakteroid. Bintil akar yang aktif menambat nitrogen umumnya besar dan berwarna merah muda yang dikarenakan oleh leghemoglobin (Alexander,1978; Graham, 1998). Berdasarkan penelitian Bull dan Rice (1991) dikemukakan bahwa tanaman legum tidak selalu sama merespon rhizobia yang akan menginfeksi akar. Karena tanaman legum mengenali dan memilih rhizobia manakah yang lebih menguntungkan bagi tanaman tersebut saat rhizobia mulai memasuki akar. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses nodulasi. Salah satunya adalah salinitas. Seperti yang dipaparkan oleh Hashem et al. (1998) bahwa “cekaman salinitas” dapat menurunkan efisiensi dari simbiosis antara rhizobium dengan tanaman legum, yang berakibat menurunkan pertumbuhan tanaman dan menghambat proses fotosintesis dengan menurunkan kelangsungan hidup dan proliferasi rhizobia baik yang terdapat dalam tanah maupun yang berada di rhizosfer. Selain itu juga dengan cara menghambat proses awal simbiosis seperti kemotaksi dan kolonisasi rambut akar, sehingga secara langsung akan menganggu fungsi bintil akar. Hal ini juga diperkuat oleh Singh et al. (2008) yang juga mengatakan bahwa “cekaman salinitas” yang tinggi secara signifikan dapat menurunkan fiksasi nitrogen dan proses nodulasi pada tanaman legum.
9
2.2.3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Bintil Akar Temperatur dan Cahaya Temperatur dan cahaya dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, bintil akar dan penambatan N. Pengaruh suhu terhadap tanaman legum bervariasi tergantung kepada jenis legumnya. Sistem simbiotik lebih sensitif terhadap suhu dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman. Pada suhu yang rendah (<10oC) proses pembelahan sel dari bakteri pada rizosfer akan terhambat sehingga menyebabkan terhambatnya proses infeksi dan menurunnya berat bintil, sedangkan pada suhu >24 oC merangsang infeksi rambut akar oleh Rhizobium. Rentang temperatur yang paling menguntungkan untuk pembentukan jaringan bakteroid di dalam bintil adalah 20-30 oC (Subba Rao, 1994). Kelembaban Tanah Kelembaban tanah sangat berperan dalam pembentukan bintil akar. Permasalahan utama stress kelembaban yaitu kekeringan dan jenuh air. Menurut Gibson et al. (1982), terjadi penurunan infeksi akar dan nodulasi seiring dengan penurunan kelembaban tanah (kekeringan), bahkan tidak terbentuk bintil akar pada tanah yang mengalami kekeringan. Hal ini disebabkan oleh kegagalan proses infeksi rambut akar. Keadaan yang demikian juga dapat menekan proses fiksasi nitrogen dan menurunkan fotosintesis. Defisiensi kelembaban tanah sangat mempengaruhi fiksasi N2 sebab pembentukan bintil awal, perkembangan bintil dan aktifitas nitrogenase lebih sensitif terhadap stress kelembaban tanah daripada sistem metabolisme akar dan pucuk secara umum. Stress yang ringan hanya menurunkan jumlah bintil sedangkan stress sedang dan berat menurunkan baik jumlah maupun ukuran bintil akar tanaman. Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh berupa asam indol asetat (IAA) dan giberelin telah dapat dideteksi dalam bintil akar. Bintil akar mengandung lebih banyak IAA daripada perakaran yang bersebelahan dengannya. Beberapa zat tumbuh merangsang pembentukan bintil sedangkan yang lainnya menghambat, tergantung pada konsentrasi zat kimia yang digunakan.
10
Kemasaman Tanah Kemasaman tanah berpengaruh terhadap perkembangan akar tanaman dan ketersediaan hara tanah. Pada pH yang rendah, beberapa jenis legum tidak dapat berkembang walaupun Rhizobium cukup toleran, sehingga proses pembentukan bintil terhambat. Jumlah dan ukuran bintil mungkin dipengaruhi oleh reaksi substrat tempat tumbuh legum. Kondisi masam dan defisiensi kalsium berpengaruh langsung terhadap pembentukan simbiosis (Gibson et al., 1982). Faktor Biologi Faktor biologi dapat menjadi faktor pembatas seperti persaingan antara bakteri pengikat N, serangan nematoda maupun bakteri parasit lainnya. Rhizobium juga memiliki musuh alami dapat menurunkan populasi Rhizobium dalam tanah. Biasanya legum sangat hemat dalam penggunaan nitrogen tanah sehingga suatu tanaman berkadar protein tinggi dapat diperoleh atau dipanen tanpa terlalu banyak menguras N dari tanah. Sehingga legum dapat dikatakan sebagai penabung N dan ini merupakan aksioma kesuburan tanah yang penting (Soepardi, 1983). Faktor ekologis Penggunaan
pestisida
merupakan
usaha
yang
dilakukan
untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman dan beberapa senyawa kimia ini mungkin mempengaruhi proses mikrobiologis dalam tanah. Tetapi dengan dosis yang direkomendasikan pestisida tidak mempengaruhi nodulasi. Sebaliknya, herbisida mempengaruhi proses pembentukan bintil dan fiksasi nitrogen pada legum. Pada percobaan menunjukkan bahwa penggunaan Dalapon dapat mengurangi pembentukkan bintil dan cenderung mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen. Hal ini terlihat dari autoradiograf herbisida ditranslokasikan dengan cepat dan dapat dideteksi dalam daun dan bintil (Subba Rao, 1994). Ketersediaan Hara Lainnya Ketersediaan fosfor (P) merupakan faktor penting dalam pembentukkan bintil dan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah masam. Kandungan P dalam bintil 2-3 kali lebih besar daripada kandungan P pada akar (Gibson et al.,
11
1982). Menurut Zahran (1999) bahwa aplikasi KH2PO4 25 ppm di tanah-tanah masam meningkatkan dengan signifikan persentase pembentukkan bintil pada Trifolium subterraneum yang diinokulasikan Rhizobium leguminosarum bv. Trifolii. Hal yang sama, pembentukkan bintil dan fiksasi N2 (aktivitas nitrogenase) pada Trifolium vesiculosum akan meningkat secara signifikan setelah ditambahkan P (100 ppm) dan K (300 ppm) sedangkan aktivitas nitrogenase meningkat dua kali pada saat konsentrasi P dinaikkan menjadi 400 ppm. Kandungan N dalam tanah (khususnya dalam bentuk NO3-) dapat menghambat proses nodulasi dan fiksasi N2 oleh bakteri rhizobia yang bersimbiosis dengan tanaman legum. Selain itu Molibdenum merupakan unsur mikro yang sangat esensial untuk semua tanaman dan sangat dibutuhkan untuk pembentukkan bintil akar dan fungsi enzim kompleks nitrogenase dari bakteri rhizobia. Tanah yang kekurangan Mo akan menurunkan populasi rhizobia sehingga tanaman yang terinfeksi tidak ternodulasi efektif (Somasegaran dan Hoben, 1994). Interaksi Mikroorganisme Setiap inokulasi strain Rhizobium ke media tanah akan mengalami beberapa kendala untuk mencapai keberhasilan nodulasi akar. Menurut Chowdury (1976) ada tiga kendala utama yaitu : (1) rhizobia tidak berhasil bertahan hidup di daerah rhizosfer maupun membentuk bintil akar tanaman inang. (2) Inokulan Rhizobium berhasil bertahan hidup di daerah rhizosfer dan menghasilkan bintil akar yang baik tetapi gagal bertahan hidup di media tanah sekitarnya. (3) Inokulan Rhizobium gagal bersaing dengan rhizobia asli untuk membentuk bintil akar. Indikasi kemampuan kompetitif dan daya efektivitas strain rhizobia tergantung dari karakter strain itu sendiri, namun tanaman inang lebih menyeleksi beberapa strain yang terbaik dari campuran populasi strain efektif dan strain tidak efektif (Robinson, 1968). Ada beberapa jenis fungi terutama Penicillium dan Aspergillus bersifat antagonis terhadap R. trifoli atau R. lupini. Fungi tersebut membentuk koloni pada tanah atau daerah sekitar rhizosfer yang mengakibatkan berkurangnya daya simbiosis yaitu berkurangnya pembentukkan bintil, leghaemoglobin bintil, kandungan nitrogen dan pertumbuhan tanaman inang (Robinson, 1968).
12
Pengaruh Sterilisasi terhadap Kandungan Unsur Hara Hasil penelitian Toharisman (1989), menunjukkan bahwa sterilisasi dengan autoklaf lebih efektif dalam membunuh bakteri dan fungi dibandingkan dengan pemberian fumigasi (Basamid, Phostoxim, Nuvantop dan Kloroform). Pengaruh intensitas sterilisasi autoklaf akan meningkatkan pH dan kelarutan Fe, Mn, dan Zn serta cenderung menurunkan Cu. Perubahan kelarutan unsur mikro tersebut relatif lebih kecil pada tanah yang tidak dikapur kecuali Mn. Pada tanah yang tidak dikapur, kenaikan intensitas sterilisasi autoklaf menurunkan tinggi tanaman, bobot kering akar dan bobot kering bagian tanaman kedelai dan jagung. Namun penurunan ketiga peubah tersebut tidak terjadi pada tanah yang dikapur. Pemberian kapur sebelum sterilisasi dapat mengurangi pengaruh buruk autoklaf terutama menurunkan keracunan Mn.
2.3. Nitrogen Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara esensial yang dibutuhkan bagi
pertumbuhan
tanaman,
sehingga
bila
kekurangan
unsur
tersebut
menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Kebutuhan nitrogen tanaman diperoleh dari beberapa sumber di antaranya dari pupuk dan secara alami melalui proses simbiosis antara tanaman dengan organisme tanah. Menurut Sanchez (1976) nitrogen merupakan unsur hara penentu produksi atau sebagai faktor pembatas utama produksi. Nitrogen merupakan salah satu unsur pupuk yang diperlukan dalam jumlah paling banyak namun keberadaannya dalam tanah sangat mobil sehingga mudah hilang dari tanah melalui pencucian maupun menguap ke udara. Pemberian nitrogen yang berlebihan dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman sangat hebat dan warna daun menjadi hijau tua. Kelebihan N dapat memperpanjang umur tanaman akan tetapi memperlambat proses kematangan karena tidak seimbang dengan unsur lain seperti P, K, dan S. Sedangkan kekurangan unsur nitrogen dapat mengakibatkan tanaman mengalami gejala defisiensi yang ditunjukkan oleh klorosis (menguning) pada daun, yang dimulai dari daun tertua. Kekurangan unsur nitrogen juga menyebabkan tanaman
13
kerdil, daun yang lebih tua atau seluruh tanaman berwarna hijau kekuningan, daun yang masih muda berukuran sempit, pendek, tegak, dan berwarna hijau kekuningan. Unsur N yang ditemukan dalam tanah secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bentuk N-organik dan N-inorganik. Bentuk N-organik meliputi asam amino atau protein asam amino bebas, gula amino, dan senyawa kompleks yaitu amonium yang berasosiasi dengan lignin dan polimer-polimernya. Bentuk N-inorganik terdapat dalam bentuk amonium (NH4+), nitrat (NO3-), nitrit (NO2-), oksida nitrous (N2O), oksida nitrit (NO), dan gas N2 akibat perombakan mikrobia. Gas N2O dan N2 adalah bentuk yang hilang dari tanah sebagai akibat dari proses denitrifikasi (Leiwakabessy et al., 2003). Menurut hasil penelitian Imelda et al. (2006), simbiosis antara A. mangium dan rhizobium dapat efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman di tiga bulan pertama saat persemaian tanpa pengaplikasian pupuk N. Namun hal ini harus didukung tersedianya unsur hara makro lain seperti P dan K dalam tanah. Di mana nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dapat difiksasi dari udara bebas oleh tanaman yang dinokulasi. Fiksasi N2 menjadi ammonium secara biologis menyediakan sekitar 65% N di biosfer. Sebagian besar ammonium berasal dari simbiosis antara tanaman legum dengan rhizobia, yang diinisiasi dari tanaman inang diinfeksi oleh bakteri rhizobia sehingga terjadi pembentukkan bintil akar. Di dalam bintil akar, rhizobia berperan dalam fiksasi N2 bebas, di mana kebutuhan karbon (C) dan energinya rhizobia mengambil dari tanaman dalam bentuk asam dikarboksilat. Sebaliknya tanaman inang memperoleh ammonium dari rhizobia. Hubungan ini merupakan simbiosis mutualisme antara tanaman inang dengan bakteri rhizobia (Lodwig et al., 2003).