4
II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan diberikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Teori-teori tersebut meliputi persamaan dasar fluida yang akan disarikan dari Billingham dan King [7], dan Witham [8]. Penyelesaian gelombang berjalan persamaan WBK yang disarikan dari Xie, et a.l [9] dan konsep metode homotopi berdasarkan rujukan Liao [6].
2.1 Persamaan Dasar Fluida Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Dalam penurunan persamaan dasar fluida diperlukan asumsi bahwa air dianggap sebagai fluida takmampat (incompressible), takberotasi (irrotational) dan takkental (inviscid). Untuk menurunkan persamaan dasar fluida diperlukan hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum. Hukum kekekalan massa pada suatu sistem menyatakan laju perubahan massa, yaitu selisih antara massa yang masuk dengan massa yang keluar pada sistem tersebut. Hukum kekekalan momentum pada suatu sistem menyatakan laju perubahan momentum, yaitu momentum yang masuk dan yang keluar ditambah gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut.
Gambar 2.1. Fluks massa yang keluar - masuk pada elemen luas Untuk mendapatkan persamaan kontinuitas, maka perhatikan Gambar 2.1. Jika rapat massa dan kecepatan partikel pada arah horizontal u, maka fluks
5
massa yang masuk dari sisi kiri dengan ketinggian (h0 ) adalah u (h0 ), dengan simpangan gelombang dan h0 kedalaman air. Fluks massa yang keluar dari sisi kanan adalah u (h0 ) dievaluasi di x x. Jika uraian Taylor digunakan, maka diperoleh
u (h0 ) x x u (h0 )
u (h0 ). x
Jadi fluks massa yang keluar dari sisi kanan adalah
u(h0 )
( u(h0 ))x. x
Pada sisi atas, kecepatan permukaan merupakan kecepatan partikel di permukaan, yaitu
x . , sehingga fluks massanya adalah t t
Karena diasumsikan fluida berupa fluida takmampat (incompressible), maka jumlah fluks massa yang masuk dikurangi dengan fluks massa yang keluar sama dengan nol, sehingga
u (h0 ) u (h0 )
( u (h0 )) x 0 x t
atau
u(h0 ) x x 0 x t atau
u(h0 ) x x 0, x t
(2.1)
Jika persamaan (2.1) dibagi dengan x , maka diperoleh
u (h0 ) 0 x t atau
h0
u u 0. x x t
Jika peranan h0 diganti dengan , maka diperoleh
u u 0. x x t
(2.2)
6
Selanjutnya diasumsikan domain fluida dibatasi oleh dasar rata. Jadi kecepatan aliran fluida tidak bergantung pada kedalaman fluida, sehingga kecepatan partikel pada arah vertikal dianggap sangat kecil. Berdasarkan hukum kekekalan momentum pada arah vertikal diperoleh persamaan berikut:
v v v 1 p u v g. t x y y
(2.3)
dengan u adalah kecepatan partikel dalam arah horizontal dan v adalah kecepatan partikel pada arah vertikal, p tekanan fluida dan g gaya gravitasi. Jika percepatan fluida pada arah vertikal diabaikan, maka persamaan (2.3) menjadi
1 p g 0 y
atau
p g. y
(2.4)
Jika persamaan (2.4) diintegralkan terhadap y, maka diperoleh
p p0 g y .
(2.5)
Selanjutnya berdasarkan hukum kekekalan momentum pada arah horizontal diperoleh
u u u 1 p u v . t x y x
(2.6)
Jika turunan total dari u adalah
Du u u u u v , Dt t x y maka persamaan (2.6) dapat ditulis
Du 1 p . Dt x
(2.7)
Karena u u( x, t ), maka persamaan (2.6) menjadi
u u 1 p u . t x x Jika persamaan (2.5) diturunkan terhadap x, maka diperoleh
(2.8)
7
p g x x
sehingga persamaan (2.8) menjadi u u u 0, t x x
(2.9)
dan diasumsikan g 1. Persamaan (2.2) dan (2.9) adalah persamaan gelombang taklinear yang mengabaikan faktor dispersi. Selanjutnya akan ditinjau gelombang dengan relasi dispersi yang diberikan sebagai berikut:
2 k 4 2
(2.10)
dengan frekuensi gelombang, k bilangan gelombang serta dan suatu konstanta. Gelombang yang diperoleh memiliki sifat dispersi, yaitu kecepatan gelombang c bergantung kepada bilangan gelombang k yang dirumuskan sebagai berikut: c
k
(2.11)
.
Apabila diambil 1 dan 0, maka relasi dispersi yang diperoleh merupakan relasi dispersi bagi persamaan Boussinesq. Sedangkan apabila 0 dan 0, relasi dispersi yang diperoleh merupakan relasi dispersi bagi persamaan gelombang panjang [9]. Persamaan Boussinesq adalah suatu persamaan gerak gelombang yang merambat dalam dua arah. Relasi dispersi yang diberikan pada persamaan (2.10) dapat ditulis
i (ik )2 ik 0. 3 (ik ) i (ik )2
(2.12)
Jika k berkorespondensi dengan i x dan berkorespondensi dengan i t , maka relasi dispersi pada persamaan (2.12) berkorespondensi dengan persamaan berikut
t xx x3 atau
t
u 0 t xx
8
ut x uxx 0
t uxxx xx 0.
(2.13)
Penurunan persamaan (2.13) diberikan pada Lampiran 1a. Persamaan (2.13) merupakan persamaan gelombang yang melibatkan faktor dispersi. Dengan demikian persamaan gelombang taklinear dan bersifat dispersi diberikan sebagai berikut: u u 2u u 2 0 t x x x u 3u 2 u 3 2 0, t x x x x
(2.14)
dengan adalah simpangan gelombang yang diukur dari dasar fluida. Persamaan (2.14) disebut persamaan Whitham-Broer-Koup (WBK). Berdasarkan Xie, et al. [9] diperoleh penjelasan mengenai penyelesaian persamaan WBK dalam bentuk gelombang berjalan seperti yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Selain itu, persamaan WBK akan diselesaikan dengan metode homotopi dan membandingkan kedua hasil yang diperoleh.
2.2 Penyelesaian persamaan WBK dalam bentuk gelombang berjalan Misalkan penyelesaian persamaan (2.14), dinyatakan dalam bentuk gelombang berjalan berikut:
u( x, t ) ( ), ( x, t ) ( ),
(2.15)
dengan k ( x x0 t ), dan x0 adalah konstanta sebarang. Jika persamaan (2.15) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.14), maka diperoleh
k
2 k k k 2 2 0,
3 2 3 2 k k k 3 k 2 0.
Jika persamaan di atas dibagi dengan k , maka diperoleh
9
2 k 2 0,
3 2 2 k k 0. 3 2
(2.16)
Dengan menggunakan metode koefisien peubah, misalkan penyelesaian persamaan (2.16) memiliki bentuk berikut:
( ) b0 a cosh b sinh , ( ) B0 A1 cosh B1 sinh A2 cosh sinh B2 sinh 2 ,
(2.17)
dengan b0 , b, B0 , A1 , B1 , A2 , B2 akan ditentukan, sedangkan bergantung pada
dan memenuhi sinh . Jika persamaan (2.17) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.16), maka diperoleh
A2 ab b k sinh b0b B1 b cosh sinh ab0 A1 a sinh 2 a 2 b 2 2 B2 2a k cosh sinh 2 2 A2 2ab 2b k sinh 3 0
(2.18)
b0 A2 bA1 aB1 B1 k A2 sinh
aA2 bB0 b0 B1 b k 2 A2 k B1 cosh sinh b0 A1 2aB2 2bA2 aB0 4a k 2 4 B2 k A1 sinh 2 2aA1 2b0 B2 2bB1 2 A1 k 2 B2 cosh sinh 2 2b0 A2 2aB1 2bA1 2 B1 k 2 A2 sinh 3
3aA2 3bB2 6b k 2 6 A2 k cosh sinh 3 2bA2 2aB2 bA2 aB2 6a k 2 6 B2 k sinh 4 0 (2.19) Karena sinh 0, dan cosh 0 untuk setiap 0, maka dari persamaan (2.18) dan (2.19) diperoleh sistem persamaan berikut:
10
A2 ab b k 0 b0b B1 b 0 ab0 A1 a 0 a 2 b 2 2 B2 2a k 0 2 A2 2ab 2b k 0 b0 A2 bA1 aB1 B1 k A2 0
(2.20)
aA2 bB0 b0 B1 b k 2 A2 k B1 0 b0 A1 2aB2 2bA2 aB0 4a k 2 4 B2 k A1 0 2aA1 2b0 B2 2bB1 2 A1 k 2 B2 0 2b0 A2 2aB1 2bA1 2 B1 k 2 A2 0 3aA2 3bB2 6b k 2 6 A2 k 0 2bA2 2aB2 bA2 aB2 6a k 2 6 B2 k 0.
Penurunan persamaan (2.18) dan (2.19) dapat dilihat pada Lampiran 1b. Dengan menggunakan bantuan software Mathematica diperoleh dua kasus penyelesaian dari persamaan (2.20). Kasus pertama diperoleh penyelesaian sebagai berikut:
B0 B1 A1 A2 b 0, b0 a 2 k 2
0.5
(2.21)
B2 2k 2 2 2
0.5
,
sedangkan kasus kedua diperoleh penyelesaian sebagai berikut:
B0 B1 A1 0, b0 , a k 2 , 0.5
b a, a2 b(a k ),
(2.22)
B2 a (a k ). Dengan demikian penyelesaian persamaan (2.16) berdasarkan kasus pertama, diperoleh:
2k 2 cosh 0.5
2k 2
2
dan berdasarkan kasus kedua, diperoleh:
2 0.5
sinh 2
(2.23)
11
k 2 cosh k 2 sinh 0.5
0.5
cosh sinh sinh
k 2 2 2
k2 2 Karena
0.5
2 0.5
(2.24)
2
d sinh , maka diperoleh d
sinh csch , dan cosh coth .
(2.25)
Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (2.15), (2.23), (2.24) dan (2.25), serta k , maka persamaan (2.23) berbentuk
u ( x, t ) 2k ( 2 )0.5 coth[k ( x x0 ) t )],
( x, t ) 2k 2 ( 2 ( 2 )0.5 ) csch 2[k ( x x0 ) t )], (2.26) dan persamaan (2.24) berbentuk u ( x, t ) k 2 coth[k ( x x0 ) t ] k 2 0.5
0.5
csch[k ( x x0 ) t ]
coth[k ( x x ) t] csch[k ( x x ) t ] k
x , t k 2 2 2
0.5
0
2
2
(2.27)
2 0.5
0
csch 2 [k ( x x0 ) t ].
Persamaan (2.26) dan (2.27) merupakan penyelesaian gelombang berjalan untuk persamaan WBK. Persamaan (2.26) dan (2.27) adalah persamaan yang akan digunakan sebagai pembanding dengan penyelesaian persamaan WBK dengan menggunakan metode homotopi. Konsep dasar metode homotopi akan diberikan pada bagian berikut.
2.3 Metode Homotopi Berikut ini diberikan ilustrasi dari konsep metode homotopi. Misalkan diberikan persamaan diferensial berikut:
v(t ) 0,
t
(2.28)
12
operator turunan, t variabel bebas dan v t fungsi yang akan
dengan
ditentukan. Selanjutnya didefinisikan pula suatu operator linear
yang
memenuhi
f 0, bila
f 0.
(2.29)
Misalkan v0 (t ) merupakan pendekatan awal dari penyelesaian persamaan (2.28) dan q [0,1] suatu parameter. Didefinisikan fungsi real t ; q : Ω 0,1 R, dan suatu fungsi H sebagai berikut : H ; q 1 q v0 t q
dengan
(2.30)
suatu fungsi sebarang. Berdasarkan persamaan (2.30), untuk q 0 dan q 1 masing-masing
memberikan persamaan berikut: H t ;0 ;0 [ t;0 v0 t ]
dan H (t;1);1
t ;1 .
(2.31)
Menurut persamaan (2.28), (2.29) dan (2.30) diperoleh bahwa fungsi
(t ;0) v0 (t ) dan (t;1) v(t ) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan H[ (t;0);0] 0 dan H[ (t;1);1] 0.
Selanjutnya, misalkan fungsi (t , q) penyelesaian dari persamaan
H[; q] 0 atau
1 q
v0 t q
.
(2.32)
Selanjutnya, penurunan m kali persamaan (2.32) terhadap q, dengan
q 0 dan dibagi m ! akan diperoleh bentuk persamaan orde ke-m berikut: [ xm (t ) m xm1 (t )] Rm (v m1 )
(2.33)
dimana Rm (v m 1 )
1 m 1 [ (t ; q )] (m 1)! q m 1 q 0
(2.34)
13
dan
0, m 1 . 1, m 1
m
(2.35)
Dengan menggunakan deret Taylor, (t , q) dapat diuraikan menjadi
(t; q) v0 (t ) vm (t )q m ,
(2.36)
m 1
dimana vm (t )
1 m (t ; q ) . m ! q m q 0
(2.37)
Jika persamaan (2.37) dengan q 1, maka diperoleh
v(t ) v0 (t ) vm (t )q m ,
(2.38)
m 1
dengan v0 (t ) adalah pendekatan penyelesaian awal dan vm (t ) diperoleh dari penyelesaian persamaan (2.33). Dengan demikian peningkatan nilai q dari 0 ke 1 menyatakan perubahan nilai H[; q] dari
[ v0 t ] ke
. Dalam topologi hal ini disebut dengan
deformasi. Selanjutnya, untuk lebih memahami metode ini, misalkan diberikan suatu masalah nilai awal berikut:
d x(t ) 4 y (t ) 3et 4t 4 0, dt d y (t ) x(t ) 3et 0, dt
(2.39)
dengan syarat awal x(0) 0 dan y(0) 0. Penyelesaian eksak dari masalah nilai awal tersebut adalah
x(t ) 3et 2e2t 1, y(t ) e2t t 1. Berikut
(2.40)
ini akan dicari penyelesaian persamaan (2.39) dengan
menggunakan metode homotopi. Untuk itu, misalkan operator taklinear diberikan sebagai berikut:
14
1 (t ; q) 22 (t; q) et 4, t 2 (t ; q) 1 (t; q) 3et , 2 [1 (t ; q ), 2 (t ; q )] t
1
[1 (t ; q), 2 (t; q)]
(2.41)
dan opertor linear diberikan sebagai berikut:
[1 (t; q)]
1
1 (t; q) , dan t
2
[2 (t; q)]
2 (t; q) . t
(2.42)
Selanjutnya x(t ) dan y(t ) diperoleh dari persamaan berikut:
x(t ) x0 (t ) xm (t )q m , m 1
(2.43)
y (t ) y0 (t ) ym (t )q , m
m 1
dimana xm (t )
1 m1 (t ; q) m ! q m q 0
(2.44)
1 m2 (t ; q) ym (t ) . m ! q m q 0
Kemudian xm (t ) dan ym (t ) diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:
xm (t ) m xm1 (t )
1 m1 1 (m 1)!
1 m1 ym (t ) m ym1 (t ) 2 (m 1)!
1
[1 (t ; q), 2 (t; q)] dt , q m1 q 0 2 [1 (t ; q ), 2 (t ; q )] dt. q m1 q 0
(2.45)
Dengan m diberikan pada persamaan (2.35), yang bergantung pada nilai awal xm (0) 0 dan ym (0) 0. Misalkan penyelesaian pendekatan awal x0 (t ) t dan y0 (t ) t 2 , dan 1
2
, maka menurut persamaan (2.45) diperoleh
4t 3 x1 (t ) 3 3et 5t 2t 2 , 3 4t 3 1 x2 (t ) 3 3et 5t 2t 2 3 3
2
45 45e 51t 6t t
2
10t 3 ,
15
3t 2 t y1 (t ) 3 3e , 2 3t 2 1 y2 (t ) 3 3et 2 3
2
18 18e 9t 12t t
2
2t 3 t 4 ,
demikian seterusnya hingga diperoleh serangkaian penyelesaian x0 , x1 , x2 , x3 ,... dan y0 , y1 , y2 , y3 ,... Jika dipilih
1 , maka penyelesaian masalah nilai awal (2.39) dengan
metode homotopi adalah: 2 x(t ) 9 9et 8t 4t 2 t 3 ... 3 2 1 y (t ) 12 12et 3t 8t 2 t 3 t 4 ... 3 3
(2.46)
Penurunan persamaan (2.46) diberikan pada lampiran 1c. Berikut ini akan digunakan
bantuan software Mathematicha untuk
menggambarkan hampiran penyelesaian masalah nilai awal dengan menggunakan metode homotopi pada persamaan (3.39) hingga orde ke-10 dan dibandingkan dengan penyelesaian pada persamaan (2.33). Jika parameter tambahan dipilih adalah
yang
1, maka akan memberikan galat yang sangat kecil jika
dibandingkan dengan penyelesaian pada persamaan (2.33), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Pada Tabel 2.1 terlihat bahwa semakin tinggi orde yang digunakan maka akan semakin mendekati penyelesaian eksak dan daerah kekonvergenan akan semakin bertambah. Penambahan daerah kekonvergenan juga bergantung pada parameter dan y0 (t ).
dan nilai pendekatan penyelesaian awal x0 (t )
16
Tabel 2.1 Galat antara penyelesaian
dengan menggunakan metode
homotopi dan secara eksak t
-2 -1.4 -1.2 -0.8 -0.4 0 0.4 0.8 1.2 1.6 2
x(t) Orde 3 3.0570×100 1.2330×101 3.8754×100 0.7696×100 4.9122×10-2 4.9146×10-15 5.4751×10-2 0.9664×100 0.5600×101 0.2108×102 0.6400×102
Orde 5 1.6043×101 4.1915×100 0.7482×100 6.6384×10-2 1.0583×10-3 2.8066×10-14 1.1430×10-3 7.7811×10-2 0.9609×100 0.5981×101 0.2590×102
y(t) Orde 10 7.4468×10-2 6.7802×10-3 3.0505×10-4 3.7768×10-6 1.9617×10-9 1.1419×10-11 2.4248×10-9 5.2760×10-6 5.0463×10-2 1.3312×10-2 0.17404×100
Orde 3 2.7276×100 1.2196×100 0.4300×100 9.6882×10-2 7.0884×10-4 1.6653×10-2 1.0578×1015 0.2161×100 0.14394×101 0.6159×101 0.2093×102
Orde 5 1.6778×100 0.4759×100 9.2775×10-2 9.0410×10-3 1.5911×10-4 3.5426×10-4 2.1180×1014 1.6051×10-2 0.2205×100 1.5227×100 0.7279×101
Orde 10 0.1485×100 1.2817×10-4 5.4570×10-4 6.3819×10-6 3.1818×10-9 1.0887×10-9 3.3101×1012 6.9862×10-6 6.2688×10-4 1.5506×10-2 0.1901×100