4/2/2013
I f Ridwan Irfan Rid M Maksum k
A. B. C. D. E. F. G. H.
Pendahuluan Kedudukan edudu a Menteri e te Menteri Sebagai Pimpinan Puncak Birokrasi Kementerian Materi Persetujuan Menteri Standard Prosedur Operasional Aransemen Kelembagaan g Bromley y Contoh 1 dan 2 Penutup
1
4/2/2013
`
`
`
` `
`
`
Membahas surat persetujuan pejabat dalam g negara g bangsa, g , tidak bisa organisasi dilepaskan dari pembahasannya mengenai kedudukan, tugas, dan fungsi-nya dalam organisasi tersebut. Dalam kacamata ilmu administrasi negara, bahkan tidak dapat dilepaskan dari aspek manajemen leadership, manajemen, leadership dan birokrasi negara negara. Surat persetujuan pada dasarnya adalah standardisasi dan birokratisasi dalam negara bangsa.
Menteri adalah kepala lembaga Kementerian. Dalam aa o organisasi ga sas Kementerian, e e te a , seo seorang a g menteri adalah top administrator. Pimpinan Puncak. Di Indonesia, menteri juga adalah pembantu presiden sebagai kepala pemerintahan, sesuai ruang lingkup tugasnya. Dalam hal ini, menterii menjadi j di manajer j atas d dalam l organisasi pemerintahan. Tugas menteri berkaitan dengan hal yang strategis sesuai bidangnya dalam membantu kepala pemerintahan.
2
4/2/2013
` Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 1945 Pasal 17 menyatakan dalam melaksanakan tugasnya Presiden dibantu oleh para menteri yang diwadahi dalam kementerian negara.
`
`
`
Proses kebijakan publik-pun banyak peran Menteri dan ditentukan oleh p kementeriannya, baik dalam tahapan perumusan maupun implementasi kebijakan yang sejatinya diputuskan oleh kepala pemerintahan. Bahkan Kebijakan yang diputus oleh lembaga legislatif pun seringkali dipengaruhi oleh legislatif-pun peran menteri dan kementeriannya. Menteri dan kementeriannya memiliki pengaruh yang kuat dalam sebuah negara.
3
4/2/2013
`
`
`
`
Kekuasaan Menteri sangat menentukan birokrasi sebuah negara bangsa. Dalam kepentingan internal kementeriannya, kekuasaan Menteri adalah penggerak, pengarah dan pengendali manajemen kementeriannya. Dalam kepentingan negara secara keseluruhan, kedudukan menteri dan kementeriannya menjadi stategis tergantung dari disain sistem hukum yang berlaku. Disain hukum kita mengenai posisi Menteri, lebih banyak mengarah kepada pejabat administratif, tetapi perilaku politik kita menunjukkan sebagai pejabat politik karena pengisiannya bersifat politis.
` Kedudukannya
makin kuat, k karena sistem i t h hukum k yang ada acapkali disusun dan dikembangkan oleh karena adanya peran Menteri dan Kementeriannya tersebut, sesuai kedudukan birokrasi sebuah negara bangsa.
4
4/2/2013
`
`
`
`
`
Produk hukum kita lebih memberi peluang besar p pada kekuasaan Menteri untuk berperan dalam pengaturan (regulasi). Menteri memiliki “policital authority’ juga, terbukti dengan adanya produk peraturan menteri, meskipun tidak masuk dalam tata urut peraturan perundangan. Karena produk di atasnya memberi amanat, maka berlaku pula peraturan menteri ini.
Idealnya, Menteri lebih tepat diamanatkan untuk produk keputusan-keputusan yang bersifat “beschikking” (penetapan). Menteri adalah pejabat negara yang memiliki kekuasan dalam arena “administrative authority”. Pejabat di atasnya lah yang memiliki “political authority”. Dia bertanggungjawab kepada atasannya y tersebut. O Oleh karena itu,, p persetujuan j Menteri adalah “beschikking”, dan pengaturannya harus dikeluarkan oleh pejabat atasannya.
5
4/2/2013
`
`
`
`
`
Dalam sebuah negara, pada lingkup makro, persetujuan menteri adalah birokratisasi negara bangsa. Birokratisasi memiliki efek standardisasi, keteraturan, dan hirarki wewenang. Dalam lingkup mikro, efek dari kebijakan pemerintah, ke dalam internal kementerian persetujuan menteri merupakan beban tugas yang menyerap sumberdaya tersendiri. Dampak internalnya, adalah Menteri sendiri akhirnya harus menyiapkan perangkat, sumberdaya, nilai-nilai acuan, dan standar operasi teknis dari kegiatan tersebut.
Persoalannya, persetujuan menteri harus juga didasari oleh perangkat hukum yang kuat. Jika persetujuan menteri ini tidak diatur terlebih dahulu maka akan menjadi dasar berkembangnya bureaucratic rente dalam sebuah negara bangsa. Persetujuan menteri seharusnya cocok untuk kepentingan internal kementerian bukan kepentingan makro, misal: kenaikan pangkat b bawahannya, h penganggaran internal, i l aset kementeriannya, dll. Kegiatan di level internal ini seringkali diwujudkan melalui keputusan menteri.
6
4/2/2013
` Dalam
hal ini, akhirnya tidak dapat dibedakan antara keputusan menteri untuk kepentingan internal organisasi kementeriannya dan keputusan menteri untuk kepentingan eksternal akibat kebijakan yang lebih tinggi.
`
`
`
`
Jika kepentingan makro, seharusnya persetujuan kepala pemerintahan. Agar menteri terlibat, perlu dikembangkan mekanisme pelimpahan persetujuan kepala pemerintahan tersebut kepada Menteri. Oleh karena itu dasar hukum persetujuan menteri adalah pelimpahan kekuasaan persetujuan kepala pemerintahan yang diatur oleh kepala pemerintahan. Terjadi BIROKRATISASI, tetapi untuk standardisasi dan jaminan keahlian dalam kacamata ilmu administrasi, tidak mengapa alias wajar.
7
4/2/2013
`
`
Dalam hal ini, perlu produk hukum yang mengatur perihal peran Menteri dalam memberikan persetujuan yang sebetulnya adalah wewenang Kepala Pemerintahan karena materinya menyangkut aspek makro negara. Hal ini diperlukan agar terlepas dari unsur subyektifitas. Disamping itu, di satu sisi, kepala pemerintahan sendiri harus mengawasinya mengawasinya. Di sisi lain, Menteri yang bersangkutan-pun berkewajiban melaporkan tugas fungsi terkait pemberian persetujuan tersebut kepada atasannya.
Dalam pengaturan yang menjadi dasar bagi pelimpahan wewenang persetujuan tersebut, harus jelas diatur mengenai standar, materi, dan arah dari pelimpahan. ` Dasar hukum tersebut merupakan SOP d l dalam pelimpahan li h wewenang persetujuan dari atasan Menteri kepada Menteri yang relevan dengan tugas dan bidangnya. `
8
4/2/2013
`
`
`
`
`
`
Dalam teori Bromley, jenjang strategis ditopang oleh jenjang organisasional dan operasional. Persetujuan menteri dalam kacamata Bromley tersebut, mengisi jenjang operasional. Logika Bromley, membawa pemahaman bahwa tidak semua materi dapat dikembangkan persetujuan menteri dalam sebuah negara bangsa karena pertimbangan besarnya organisasi. Semakin besar Organisasi, dan semakin rumit materi yang ditangani, maka semakin mungkin dapat dikembangkan mekanisme persetujuan menteri.
Salah satu urusan yang tercantum dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 2008 tentang k kementerian Negara yaitu urusan d di b bidang d pendayagunaan aparatur negara yang kemudian diwadahi dalam Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN dan RB). Dalam UU tersebut, Kementerian PAN dan RB di dimanatkan tk mempunyaii ttugas membantu b t P Presiden id dalam menyelenggarakan urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi dalam pemerintahan.
9
4/2/2013
`
Salah satu urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi adalah kelembagaan. Dalam melaksanakan wewenang tersebut tersebut, Menteri PAN dan RB berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010. Pada Pasal 35 ayat (1) juncto. Pasal 36 ayat (1) menyatakan
“setiap perubahan/penyempurnaan organisasi dan/atau pembentukan kantor/satuan kerja dalam lingkungan kementerian/lembaga harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis menteri yang berwenang di bidang pendayagunaan aparatur negara”.
`
Frasa “persetujuan tertulis” sebagaimana p Presiden tersebut dimaksud dalam Keputusan menjadi dasar bagi Menteri PAN dan RB dalam memberikan persetujuan maupun penolakan terhadap pembentukan dan/atau penataan organisasi kementerian/lembaga. Persetujuan tertulis tersebut, diformulasikan dalam bentuk “surat” surat Menteri PAN dan RB RB.
10
4/2/2013
`
`
`
`
`
Dengan UU yang baru, statuta universitas ditetapkan langsung dengan PP oleh Presiden. Undang-undang sangat tidak memperhatikan materi persoalan universitas dalam dunia pendidikan, struktur dalam dunia pendidikan, dan banyaknya universitas b h negara b ti IIndonesia. d i di sebuah bangsa seperti Amatlah baik jika statuta PT ditentukan oleh menteri. Ini adalah bentuk persetujuan menteri yang tidak dianut dalam UU pendidikan nasional tadi.
Tidak dapat dihindari proses penjaminan g dilimpahkan p dari kualitas birokrasi negara jenjang atas ke jenjang bawah yang lebih mengetahui persoalan operasional dan teknis. Yang perlu diperhatikan adalah tata kelola pengaturan proses pelimpahan tersebut harus dikembangkan untuk menghindari bureaucratic rente. Nampak perlu dasar hukum pelimpahan wewenang persetujuan kepala pemerintahan terhadap materi urusan tertentu.
11
4/2/2013
`
`
`
`
Perlu dibedakan antara Menteri sebagai kepala lembaga kementerian yang menjadi pengatur, pengendali, d l d dan pengarah h organisasi/ manajemen internalnya dengan Menteri sebagai pembantu Presiden (kepala pemerintahan) sesuai bidangbidang substansial makro negara bangsa yang dibebankan kepadanya. Dalam sisi internal, menteri adalah Pengatur organisasi i i sekaligus k li chief hi f executive ti organizer i . Dalam sisi eksternal makro, Menteri adalah pelaksana kebijakan Pemerintah.
Meskipun dalam praktek, mengatur menteri g kepala p lembaga g kementerian dan sebagai sebagai pembantu presiden (kepala pemerintahan), juga akhirnya membutuhkan uluran tangan Menteri juga. Jeruk makan jeruk, yang ngatur bos kita, kita membantu membuatkan aturannya. Aturan tersebut mengenai diri kita, kita tetapi kita sendiri yang buat. Dan dilaksanakan, dirinci, dan menjadi acuan kerja kita seterusnya.
12