Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
ISSN : 2355-6110
IDENTIFIKASI TIPOLOGI KEKUMUHAN PERMUKIMAN PESISIR YANG RAWAN ABRASI DI KABUPATEN INDRAMAYU Oleh : Sri Tusnaeni Ningsih 1) 1
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Pasundan Bandung. email :
[email protected].
ABSTRAK Kawasan pesisir merupakan salah satu kawasan yang penting untuk diperhatikan dalam pembangunannya, karena sekitar 60 % masyarakat Indonesia bermukim di kawasan ini (Dahuri, 2002). Bertolak dari kondisi tersebut, kawasan pesisir justru menjadi kantong kemiskinan tertinggi. Hal ini sama halnya yang terjadi di Kawasan Permukiman pesisir di Desa Eretan Kulon dan Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Kawasan tersebut merupakan tempat bermukim masyarakat pesisir, dan rata-rata kualitas serta taraf hidup masyarakat pesisir termasuk dalam penghasilan rendah atau kurang mampu, sehingga memicu kekumuhan yang lebih lagi. Tujuan dari penelitian ini adalah untukdijadikan sebagai masukan dalam perencanaan permukiman kumuh dan perencanaan yang adaptif di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu dengan mengidentifikasi tipologi kekumuhan permukiman pesisir yang rawan abrasi di Kabupaten Indramayu. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian wilayah kawasan permukiman pesisir di Desa Eretan Kulon dan Wetan memiliki tipologi kekumuhan tinggi sampai sedang, khususnya yang tipologi kekumuhannya tinggi ada di blok permukiman pada Desa Eretan Kulon. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan adalah dengan relokasi khusus untuk permukiman yang diindikasikan terkena abrasi, dan tidak sesuai tata ruang; melakukan pemugaran dengan pembuatan bangunan yang adaptif terhadap bencana rob dan abrasi seperti bentuk rumah panggung untuk permukiman yang rentan banjir rob; serta dalam penanganan abrasi maka dilakukan upaya penanaman bakau, dan pembangunan tanggul baik memanjang maupun tegak lurus pantai. Kata kunci : Kawasan Pesisir, Permukiman Kumuh, Abrasi, Penanganan
I.
kilometer, dan jalan pantura atau jalan nasional sudah dekat sekali dengan garis pantai. Begitupun dengan Kabupaten Subang, namun abrasi di Subang tidak mengancam infrastruktur jalan nasional dan permukiman. Dan berdasarkan Laporan Akhir Strategi Adaptasi dan Mitigasi Bencana Pesisir Akibat Perubahan Iklim Terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (2008), diketahui bahwa wilayah pesisir Kabupaten Indramayu merupakan salah satu
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten yang terparah akan bencana abrasi, sebab berdasarkan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kabupaten Indramayu AR Hakim mengungkapkan, tahun 2007 abrasi di Kabupaten Indramayu mencapai 49,56
57
Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
wilayah pesisir Pantura Pulau Jawa yang terkena dampak kenaikan muka air laut terparah selama 10 tahun terakhir, salah satunya adalah abrasi garis pantai yang mencapai 8,23 Ha/tahun yang merupakan laju abrasi terbesar di pesisir Pantura (Tugas Akhir Adila, 2012 : 3).
pesisir, karena selalu memperbaiki rumah bahkan pindah rumah akibat abrasi dan rob, alhasil kehidupannya berputar pada siklus kemiskinan. 2)
Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia tahun 2011 dalam laporan nya terdapat tiga pantai di Kabupaten Indramayu yang dinilai telah mengalami dampak kenaikan muka air laut terparah, yaitu Pantai Balongan Kecamatan Balongan, Pantai Kecamatan Juntinyuat dan Pantai Eretan Kecamatan Kandanghaur. Namun dari ketiganya, pantai yang memiliki permukiman terpadat dan telah mengalami abrasi paling parah yaitu dengan kemunduran garis pantai sekitar 1,5m/tahun (Penelitian oleh Pusat Penelitian Oseanografi, 2012) adalah pesisir di Kecamatan Kandanghaur, yang mana terdiri atas dua desa yang memiliki permukiman pesisir terpadat, yaitu Desa Eretan Kulon dan Desa Eretan Wetan, dan dari dua desa tersebut, Desa Eretan Kulon memiliki 6 area lokasi permukiman kumuh, sedangkan Desa Eretan Wetan hanya 3 area lokasi permukiman kumuh (RPIJM Kabupaten Indramayu, 2013-2017).
1.3
Tujuan dan Sasaran Studi
1.3.1 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan,maka tujuan dalam penulisan studi ini adalah sebagai masukan dalam perencanaan permukiman kumuh dan perencanaan yang adaptif di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu dengan mengidentifikasi tipologi kekumuhan permukiman pesisir yang rawan abrasi di Kabupaten Indramayu. 1.3.2 Sasaran Sasaran yang harus dicapai dalam mencapai tujuan di atas adalah sebagai berikut : 1.
2.
Perumusan Masalah 3.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diuraikan permasalahan utama yang ada pada kawasan studi sebagai berikut : 1)
Banyak yang membangun permukiman di sempadan pantai akibat kurangnya pendidikan yang dienyam sehingga tak acuh terhadap aturan, sehingga rumahnya terkena rob dan abrasi.
Melihat dari permasalahan – permasalahan yang ada, maka timbul pertanyaan yang dapat dijadikan bahan studi, yakni“Bagaimana Tipologi Kekumuhan Permukiman Pesisir di Kawasan Rawan Abrasi Kabupaten Indramayu serta Penanganan yang Tepat Sesuai Tipologi dan Karakteristik Kekumuhan?”
Dari uraian di atas, maka diperlukan kajian mengenai tipologi kekumuhan permukiman pesisir di kawasan rawan abrasi Kabupaten Indramayu, guna mencegah kerugian yang lebih besar lagi dimasa mendatang akibat bencana abrasi dan dapat meningkatkan kelayakan permukiman. 1.2
ISSN : 2355-6110
Permukiman pesisir Indramayu rawan akan abrasi dan rob, sehingga hal ini memberikan dampak tidak meningkatnya taraf hidup masyarakat
58
Teridentifikasinya lokasi blok permukiman kumuh pesisir di wilayah penelitian Teridentifikasinya tipologi kekumuhan permukiman pesisir di wilayah penelitian Teridentifikasinya penanganan permasalahan permukiman kumuh pesisir yang sesuai dengan kondisi lingkungan di wilayah penelitian.
Bandung, Maret 2015
II.
Volume 2
Nomor 1
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, diperlukan metode untuk melakukan kajian kerawanan abrasi dan kekumuhan permukiman pesisir, di mana metodologi yang dilakukan terdiri atas metode pendekatan studi, metode pengumpulan data, dan metode analisis. 2.1
Metode Pendekatan
Untuk mencapai tujuan dalam studi ini, maka dibuat kerangka pendekatan, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1)
Perumusan definisi permukiman kumuh dan kerawanan abrasi; Perumusan variabel, parameter dan data; Pengumpulan data sekunder dan primer yang relevan; Membuat komparasi dan interpretasi data yang didapat ; Membuat analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif tentang data yang diperoleh untuk menentukan lokasi kumuh berdasarkan analisis variabel dan parameter yang telah ditetapkan, dan menentukan tipologi permukiman kumuh; Menentukan rekomendasi penanganan permukiman kumuh di kawasan rawan abrasi.
2) 3) 4) 5)
6)
2.2
b.
Wawancara, dilakukan kepada tokohtokoh dan pemerintah yang terkait dengan penelitian ini, seperti kepala desa, RT, RW, camat, bappeda, PU Ciptakarya, Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Geologi, dll. Dimana pertanyaan yang diajukan terkait dengan kondisi eksisting dan arahan yang akan dilakukan atau diinginkan seperti variabel dominasi status tanah dan bangunan, komitmen pemerintah dalam indikasi pembiayaan, kelembagaan, rencana, pembenahan fisik dan kawasan, serta rekam jejak bencana pesisir yang terjadi di lokasi penelitian seperti abrasi dan rob. Survei sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan beberapa cara diantaranyaitu melalui studi pustaka atau studi literatur dengan cara mengkaji sumber teoritis berupa jurnaljurnal, text book, serta survey instansi.Untuk memuat teori tentang permukiman pesisir, permukiman kumuh, penanganan bencana pesisir, relokasi,penataan kawasan, dan kajian lain yang terkait serta data institusi guna mengidentifikasi variabel tinggi gelombang, arus, tutupan lahan, kesesuaian tata ruang, kondisi kependudukan, vitalitas ekonomi, serta status tanah dan bangunan. 2.3
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis
Metode analisis diperlukan dalam analisis data penelitian.Metode analisismenjelaskan mengenai teknik analisis data.Analisis yang digunakan adalah Metode Analisis Deskriptif Kualitatif dan Analisis Deskriptif Kuantitatif.
Dalam pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian ini yaitu dengan dua (2) cara, meliputi : a. Survei Primer Dalam survei primer ini dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
ISSN : 2355-6110
1.
Metode Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis ini digunakan untuk menginterpretasikan data-data yang ada sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai kondisi yang tengah terjadi di lapangan.
Observasi Lapangan, dimana data yang di observasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi variabel kekumuhan, seperti kondisi fisik bangunan, kondisi sarana prasarana, dan kondisi fisik pesisir, serta penanganan fisik bangunan untuk abrasi dari pemerintah yang sudah dilakukan.
2.
59
Metode Analisis Deskriptif Kuantitatif
Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
Metode penetapan kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan metode analisis deskriptif kuantitatif, metode ini merupakan metode analisis dengan mendeskripsikan.
Penentuan Abrasi
Indeks
Variabel
Kondisi kependuduk an Kondisi jalan lingkungan Kondisi drainase
Ancaman
Kondisi air bersih
Berikut adalah tabel menentukan komponen ancaman bencana.
dalam indeks
Kondisi air limbah Kondisi persampaha n
Tabel 1. Komponen Indeks Ancaman Bencana Bencana
Komponen/ Indikator
Gelombang Ekstrim & Abrasi
Tinggi Gelombang Arus Tutupan Lahan/ Vegetasi Bentuk garis pantai Tipologi Pantai
Rendah (skor =1)
Kelas Indeks Sedang (skor=2)
Tinggi (skor=3)
Bobot (%)
Skor Tinggi
Skor Rendah
<1m
1-2,5 m
>2,5 m
30
90
30
<0,2
0,2-0,4
>0,4
30
90
30
>80%
40-80%
<40%
15
45
15
Lurus
15
45
15
berlumpur
10
30
10
300
100
LurusBerteluk berteluk Berbatu Berbatu karang pasir TOTAL SKOR
= = 67 Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh hasil tipologi indeks ancaman abrasi sebagai berikut : Rendah = ≤167 Sedang = 168-234 Tinggi = ≥235
Tabel 2. Parameter dan Variabel Penilaian Kekumuhan Kawasan Permukiman Kepadatan bangunan Bangunan Temporer Kondisi fisik bangunan
Jarak antar Bangunan Pertambaha n bangunan liar Tapak Bangunan
Skor 50 30 20 50 30 20 50 30 20 50 30 20 50 30
Skor Tinggi
Skor Rendah
50
20
50
20
50
20
50
20
50
20
50 30 20 50 30 20 50 30 20
50
20
50
20
50
20
50
20
50
20
50
20
550
220
)
)
-
Tidak Kumuh
= ≤385
-
Kumuh
= 386-550
Penentuan Permukiman Kumuh
>100 unit/Ha 80-100unit/Ha <80unit/Ha >50% 25-50% <25% <1,5 m 1,5-3,0 m >3,0 m Sangat Tinggi Tinggi Rendah >70% 50-70%
50 30 20 50 30 20
Skor Rendah
Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh hasil klasifikasi atau tipologi kekumuhan sebagai berikut :
)
Parameter
20 50 30 20
∑
(
∑
Variabel
<50% >500 jiwa/Ha Kepadatan 400-500 penduduk jiwa/Ha <400 jiwa/Ha Sangat buruk >70% Buruk 50-70% Baik <50% Sangat Buruk (Genangan >50%) Buruk (Genangan 25-50%) Sedang (<25%) Pelayanan <30% Pelayanan 30-60% Pelayanan >60% Pelayanan <30% Pelayanan 30-60% Pelayanan >60% Pelayanan <50% Pelayanan 50-70% Pelayanan >70% Total
Skor Tinggi
Sumber : UU No. 1 Tahun 2011, Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum tahun 2006 dan hasil modifikasi Sinulingga (2007)
= = 165
Nilai Rentang (NR) =
Skor
(∑
Kemudian setelah dikelompokkan seperti tabel di atas, maka dilakukan perhitungan indeks ancaman abrasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(
Parameter
Penilaian kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan sistem skoring pada masing-masing kriteria diatas, dimana rumusnya adalah sebagai berikut: Nilai Rentang (NR) =
Sumber : Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012
(∑
ISSN : 2355-6110
60
Penentuan Tipologi Kekumuhan Permukiman Kumuh Pesisir, yaitu dengan teknik skoring berdasarkan variabel dan indikator yang ditetapkan oleh Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum tahun 2006 dan hasil modifikasi dari Kriteria Kawasan Kumuh oleh Sinulingga (2007). Dalam analisis ini, tipologi kawasan kumuh dibagi dalam 3 tipologi, yaitu : -
I = Tinggi (Prioritas pertama untuk penanganannya)
-
II = Sedang (Prioritas ke-2 untuk penanganannya)
-
III = Rendah (Prioritas ke-3 untuk penanganannya)
Volume 2
Nomor 1
Metode ini digunakan untuk menentukan penanganan permukiman kumuh, dengan teknik overlapping map yang mempertimbangkan :
2500 2000 1500 1000 500 0
Kerawanan Lokasi Terhadap Bencana Abrasi Kesesuaian Tata Ruang Hasil Tipologi Kekumuhan Variabel Tipologi Kekumuhan lainnya dengan bantuan tools SIG (Sistem Informasi Geografis) untuk memetakan penanganan permukiman kumuh dan abrasi.
III.
PEMBAHASAN DAN HASIL
3.1
Kedudukan dan Kondisi Fisik Desa Eretan Kulon dan Eretan Wetan
Desa Eretan Wetan Desa Eretan Kulon
Sumber : Kandanghaur Dalam Angka Tahun 2013
3.3
Kondisi Permukiman dan Lingkungan Sekitar Permukiman Desa Eretan Kulon dan Desa Eretan Wetan
A. Kesesuaian Tata Ruang Terdapat beberapa blok permukiman yang tidak sesuai dengan tata ruang atau pola ruang yang direncanakan sesuai dengan Peta Pola Ruang Kabupaten Indramayu. Setelah melakukan pengukuran, antara guna lahan permukiman di tiap blok permukiman dengan pola ruang yang ada, bahwa di Desa Eretan Kulon, blok permukiman yang tidak sesuai sama sekali dengan tata ruang adalah di blok 01-1, 1, sedangkan di Desa Eretan Wetan blok permukiman yang tidak sesuai sama sekali li adalah di blok 01 01-1, 01-2, dan 01-3. 3. Di sisi lain, blok permukiman yang sesuai dengan tata ruang adalah blok permukiman 02-1, 02-2, 2, 03 03-1, 03-3, 04-1 di Eretan Kulon, dan blok 02 02-1, 02-2, 03-1, 041, dan 05-11 di Eretan Wetan. Gambar 2. Peta Kesesuaian T Tata Ruang
Pantai Eretan Kulon dan Wetan yang berada di Pesisir utara Pulau Jawa terletak pada koordinat 06019’1” LS dan 108005’18,5” dengan penyusun berupa pasir lanau dan sedikit lempung. Wilayah ini memiliki ketinggian rata-rata rata maksimum 2 mdpl dengan kondisi kemiringan pantai sekitar 5,3% sampai pai 5,5% dan lebar pantai sekitar 5 meter. Topografi Desa Eretan Kulon dan Eretan Wetan yang rendah dan landai tentunya akan mempengaruhi kondisi kebencanaan di wilayah tersebut, di mana wilayah ini semakin rentan terhadap genangan akibat adanya kenaikan muka m air laut. 3.2
ISSN : 2355-6110
Gambar 1. Perbandingan Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Eretan Kulon dan Desa Eretan Wetan Tahun 2012
3. Metode Analisis Superimpose
PNS Pensiunan Buruh Tani Petani… Peternak
Bandung, Maret 2015
Sosial Kependudukan Desa Eretan Wetan dan Kulon
Kedua Desa ini, baik Desa Eretan Wetan maupun Desa Eretan kulon memiliki jumlah penduduk yang cukup padat, dan memiliki mata pencaharian seperti apa yang digambarkan dalam grafik berikut :
Sumber : RTRW Kabupaten Indramayu Tahun 2011 2011-2031
61
Bandung, Maret 2015
B.
Volume 2
Nomor 1
beberapa saja yang merupakan bangunan liar, dan pertambahannyapun cukup rendah.
Kondisi Fisik Bangunan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapangan, di Desa Eretan Kulon yang memiliki kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya yaitu di RW 01, yaitu blok 01-1, 01-2, RW 05 di blok 05-2.
F.
Bangunan Temporer
bangunan di permukiman pesisir Desa Eretan Wetan dan Kulon rata-rata memiliki kondisi bangunan permanen, karena dilihat dari bangunan temporernya rata-rata <25% dari total keseluruhan kondisi bangunan. Sedangkan terdapat yang kondisi bangunannya didominasi oleh rumah non permanen dan semi permanen dengan persentasi >50%, di mana terletak di RW 01 blok 1&2, RW 05 blok 1&3 dan RW 06 untuk Desa Eretan Kulon, sedangkan untuk Desa Eretan Wetan berada di RW 01blok 1&2 dan RW 02 blok 1.
G. Letak Permukiman Permukiman pesisir di Desa Eretan Kulon dan Desa Eretan Wetan ini, memiliki letak yang cukup strategis, karena sangat dekat dengan jalan nasional dan dekat dengan tempat pekerjaannya yaitu laut, serta lokasi permukiman Desa Eretan Wetan dan Kulon ini saling beriringan, hanya dibatasi oleh sungai dan di sekitar permukiman ini adalah persawahan, kawasan perdagangan dan jasa, dan permukiman lainnya. Namun dari pusat kota Kabupaten Indramayu cukup jauh, sekitar 36 Km, sedangkan jarak ke pusat ibukota kecamatan hanya 3-4 Km.
D. Jarak Antar Bangunan Rata-rata jarak antar bangunan di kawasan permukiman pesisir adalah antara 30-100 cm (0,3-1 meter). Di Desa Eretan Kulon sendiri, rumah dengan jarak yang paling rapat yaitu sekitar 0,3 meter berada di RW 01, sedangkan di RW lainnya antara 0,5-1 meter.
H. Status dan Tanah Bangunan Untuk status kepemilikan tanah dan rumah masih banyak yang belum bersertifikat dan masih ada sebagian blok yang bukan tanah milik, yaitu tanah milik pemerintah (tanah KUD), dan tanah timbul akibat sedimentasi sehingga dijadikan lahan untuk dibangunnya rumah. Di mana rumah-rumah yang masih banyak tidak memiliki sertifikat tanah dan bangunan adalah di RW 01 dan 05 untuk Desa Eretan Kulon, sedangkan di Desa Eretan Wetan terletak di RW 01.
Begitupun dengan Desa Eretan Wetan, bahwa di RW 01, RW 02 dan 03 memiliki jarak antar bangunan yang sangat rapat, dengan jarak kira-kira 0,3-0,5 meter. E.
Tapak Bangunan
Bangunan rumah yang terdapat di permukiman pesisir Desa Eretan Kulon dan Desa Eretan Wetan, semuanya rata-rata memiliki tapak bangunan >70% di blok permukiman yang padat, dan dekat berada di sepanjang jalan ataupun di pinggir pantai. Namun di blok permukiman dengan kepadatan cukup rendah, atau sedang memiliki tapak bangunan 50-70%, seperti di RW 02, 03, dan 04 Desa Eretan Kulon, sedangkan di Desa Eretan Wetan yang memiliki tapak bangunan >70% adalah di RW 01, 02, 03, dan untuk bangunan dengan tapak 50-70% yaitu berada di RW 04 dan RW 05.
Sedangkan di Desa Eretan Wetan sendiri, permukiman pesisir yang memiliki kepadatan cukup tinggi adalah di RW 01 blok 01-3 dan RW 02 blok 02-2. C.
ISSN : 2355-6110
Pertambahan Bangunan Liar
Desa Eretan Kulon dan Eretan Wetan terdapat bangunan yang liar atau tidak memiliki sertifikat rumah, selain itu menggunakan tanah bengkok, atau tanah timbul dari hasil sedimentasi, yang belum jelas kepemilikannya.Namun hanya
62
Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
Gambar 3. Peta Skenario Genangan Rob di Permukiman Eretan Tahun 2030
3.4 Kondisi Sarana dan Prasarana Permukiman Desa Eretan Kulon dan Wetan Di Kawasan Permukiman Pesisir Desa Eretan Wetan dan Kulon memiliki jalan setapak atau gang – gang dengan lebar rata – rata 1-1,5 meter dan memiliki perkerasan jalan yang tidak semua jalan setapaknya memiliki kondisi perkerasan yang baik. Bahkan beberapa blok memiliki jalan setapak tanah, belum dilakukan perkerasan. Sehingga jika musim hujan, akan becek di jalan tersebut. Untuk kondisi drainase di permukiman Desa Eretan Wetan dan Desa Eretan Kulon menggunakan drainase terbuka yang dialirkan ke muara kali Eretan da nada pula yang langsung ke laut. Selain itu di Desa Eretan Kulon dan Wetan ini, terdapat kawasan yang terkena banjir, apabila disaat air laut pasang dan meluap ke atas, yaitu di RW 01 untuk Desa Eretan Kulon, begitupun di Desa Eretan Wetan yaitu di RW 01, yang memang ke dua blok permukiman ini dekat sekali dengan air laut. Pelayanan air bersih di dua desa ini kurang terlayani jika mengandalkan perpipaan PDAM, tetapi sekitar 80% dari jumlah bangunan rumah menggunakan sarana air minum dari sumur bor, namun kondisi air nya agak asin, dan 10% nya menggunakan pelayanan air dari koperasi air bersih milik salah satu warga yang di jual per dirigen, sedangkan 10% lagi rumah tangga yang menggunakan PDAM. 3.5
ISSN : 2355-6110
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
Gambar 4. Peta Skenario Genangan Rob di Permukiman Eretan Tahun 2030
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
Dalam penanggulangan abrasi tersebut, pemerintah sudah melakukan upaya pada tahun 90-an seperti : -
Pantai Eretan Kulon telah dibangun seawallsepanjang ±2000 meter, terbuat dari batu belah (andesit) yang disusun rapi (sudah tinggal setengahnya dan kondisi nya sudah buruk)
-
Pantai Eretan Wetan telah dibangun seawall sepanjang ±500 meter terbuat dari batu belah (andesit) yang disusun rapi.
-
Muara sungai eretan telah dibangun jetty sepanjang ±1000 meter yang terbuat dari batu belah (andesit) yang disusun rapi, namun kondisinya sudah rusak.
Ancaman Bencana Pesisir di Kawasan Permukiman Desa Eretan Wetan dan Desa Eretan Kulon
Desa Eretan Kulon dan Wetan berpotensi bencana yang berkaitan dengan pesisir.Berikut peta kerawanan bencana.
63
Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
3.6 Pemilihan Lokasi Blok Permukiman Kumuh Desa Eretan Wetan dan Desa Eretan Kulon
= = 30
Berdasarkan hasil skoring untuk mengkaji lokasi blok permukiman kumuh Desa Eretan Wetan dan Kulon, yang dapat diklasifikasikan blok permukiman yang tergolong dalam kategori kumuh berdasarkan hasil rangeadalah sebagai berikut : -
Tidak Kumuh Kumuh
Dari perhitungan pengelompokkan di atas, bahwa dapat dikelompokkan, kekumuhan tinggi, sedang, rendah, berikut hasil pengkelasan: - Kumuh Ringan = 410-440 - Kumuh Sedang = 441-470 - Kumuh Berat = 471-500 Dari hasil pengkelasan di atas, maka dapat diuraikan blok-blok dengan tingkat kekumuhan berbeda, berikut pengkelasan blok kumuh :
= ≤385 = 386-550
Maka dihasilkan hasil sebagai berikut: Tabel 3. Desa
Eretan Kulon
Eretan Wetan
Hasil Kekumuhan Blok 01-1 01-2 02-1 02-2 03-1 03-2 03-3 04-1 05-1 05-2 05-3 05-4 06-1 01-1 01-2 01-3 02-1 02-2 03-1 04-1 05-1
Skor 480 430 300 290 290 290 290 270 410 330 380 310 430 500 470 350 370 360 320 260 260
ISSN : 2355-6110
Pengkategorian Tabel 4. Hasil Pengkategorian Tingkat Kekumuhan Desa Blok Skor Kategori 01-1 480 Kumuh Berat 01-2 430 Kumuh Ringan Eretan 05-1 410 Kumuh Kulon Ringan 06-1 430 Kumuh Ringan 01-1 500 Kumuh Berat Eretan 01-2 470 Kumuh Wetan Sedang
Kategori Kumuh Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Kumuh Kumuh Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh Tidak Kumuh
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
Dari hasil pengkelasan atau pengkategorian di atas dari permukiman kumuh menjadi tingkat kekumuhan, maka dari enam blok permukiman kumuh, yang termasuk kumuh ringan adalah blok 01-2, 05-1 dan 06-1 di Desa Eretan Kulon, sedangkan yang termasuk kumuh sedang adalah blok 01-2 di Desa Eretan Wetan, selain itu yang tergolong kumuh berat adalah di blok 01-1 baik Desa Eretan Wetan maupun Desa Eretan Kulon.
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
Dari tabel di atau, sudah jelas blok permukiman pesisir yang tergolong kumuh ada enam blok, yaitu blok 01-1, 01-2,05-1, 06-1 di Desa Eretan Kulon dan 01-1 serta 01-2 di Desa Eretan Wetan. Dari pembagian kumuh dan tidaknya permukiman, setelah itu dapat dibagi lagi menjadi tingkat kekumuhan, tinggi, sedang, rendah, dilihat dari variabel yang sudah dibahas di atas, dengan sistem skoring, yaitu sebagai berikut :
Berikut visualisasi kondisi fisik bangunan dan lingkungan kumuh di Desa Eretan Kulon dan Wetan.
Tingkat Kekumuhan =
64
Bandung, Maret 2015
Gambar 5.
Volume 2
Nomor 1
Peta Lokasi Blok Permukiman Kumuh di Desa Eretan Kulon
ISSN : 2355-6110
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan, bahwa blok yang memiliki tipologi I hanya berada pada blok 01-1 di Desa Eretan Kulon begitupun di Desa Eretan Wetan. Sehingga dijadikan prioritas utama dalam penanganannya. Berikut kondisi dari tiap tipologi : Tipologi I
:
a. Kondisi kekumuhan yang dilihat dari terminologi kekumuhan berdasarkan UU No.1 Tahun 2011 (kondisi fisik bangunan, kepadatan penduduk, kondisi sarana prasarana) tergolong kumuh berat.
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
Gambar 6.
Peta Lokasi Blok Permukiman Kumuh di Desa Eretan Wetan
b. Level kerawanan abrasi & rob cukup tinggi
c. Kesesuaian Tata ruang tidak lebih dari 25%
d. Status
tanah dan bangunan didominasi oleh tanah belum bersertifikat dan milik negara
e. Komitmen
Pemerintah
daerah
tinggi. Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
Tipologi II
:
a. Kondisi kekumuhan yang dilihat
3.7
Analisis Tipologi Kekumuhan Permukiman Pesisir Dari hasil gabungan skoring, maka dapat disimpulkan kekumuhan permukiman pesisir di Eretan Wetan dan Kulon dapat terklasifikasi ke dalam tiga klasifikasi, yang mana skor dari masing-masing kelas adalah : - Tipologi III = 460-690 - Tipologi II = 691-920 - Tipologi I = 921-1150
dari terminologi kekumuhan berdasarkan UU No.1 Tahun 2011 (kondisi fisik bangunan, kepadatan penduduk, kondisi sarana prasarana) tergolong kumuh sedang sampai ringan.
b. Level kerawanan abrasi & rob cukup tinggi
c. Kesesuaian Tata ruang sekitar 2550%
Tabel 5. Total Skor Per Blok Permukiman Kumuh Total Desa Blok Tipologi Skor 01-1 1000 I 01-2 850 II Eretan Kulon 05-1 840 II 06-1 860 II 01-1 960 I Eretan Wetan 01-2 900 II
d. Status
tanah dan bangunan didominasi oleh tanah masyarakat dan hak milik
e. Komitmen
Pemerintah sedang sampai tinggi.
Tipologi III
daerah
:
a. Kondisi kekumuhan yang dilihat dari terminologi kekumuhan berdasarkan UU No.1 Tahun 2011 (kondisi fisik bangunan, kepadatan
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
65
Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
penduduk, kondisi sarana prasarana) tergolong kumuh ringan.
kekumuhan yang dominan mempengaruhi, bahkan setiap blok pun terdapat permasalahan yang berbeda, sehingga peneliti membagi lagi setiap blok menjadi sub blok penanganan. Berikut asumsi kriteria pembagian sub blok:
b. Level kerawanan abrasi & rob sedang sampai rendah
c. Kesesuaian Tata ruang sekitar 2550%
d. Status
tanah dan bangunan didominasi oleh tanah masyarakat dan hak milik
e. Komitmen
Pemerintah rendah sampai sedang
Gambar 7.
daerah
Peta Analisis Tipologi Kekumuhan Permukiman Pesisir Desa Eretan Wetan
Berdasarkan kerawanan lokasi terhadap bencana abrasi
Berdasarkan kesesuaian tata ruang
Berdasarkan kepadatan dan kerapatan bangunan
Namun sebelum melakukan penanganan, peneliti mengidentifikasi terlebih dahulu penanganan-penanganan yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini. Pemerintah Kabupaten Indramayu telah melakukan beberapa penangananpenanganan yaitu :
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
Gambar 8.
ISSN : 2355-6110
1.
Dalam hal kebijakan, pemerintah telah melakukan pembenahan fisik di blok 01-1 berupa perbaikan jalan lingkungan
2.
Pemerintah juga sudah melakukan upaya permukiman kembali di daerah eretan untuk warga atau penduduk di RW 01, namun gagal, akibat tidak adanya warga yang pindah atau menempati rumah tersebut
3.
Pemerintah Indramayu membuat program kepemilikan tanah dan bangunan dengan sistem KUD (Koperasi Unit Desa) di RW 01 & 05 Desa Eretan Kulon serta di RW 01 Desa Eretan Wetan, di mana pemerintah melegalkan beberapa tanah timbul yang sudah terlanjur dijadikan rumah, walaupun tanah milik negara, tetapi masyarakat mencicil untuk membayar di KUD agar menjadi hak milik
4.
Dalam menanggulangi pemerintah telah membangun :
Peta Analisis Tipologi Kekumuhan Permukiman Pesisir Desa Eretan Kulon
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
3.8 Penanganan Permukiman Kumuh Pesisir Penanganan kawasan permukiman kumuh pesisir ini dilakukan untuk meminimalisir resiko bertambahnya atau semakin parahnya kekumuhan permukiman tersebut. Dan penanganan setiap blok permukiman pasti berbeda-beda sesuai dengan tingkat permasalahan dan tipologi kekumuhan yang disebabkan oleh variabel-variabel
-
66
abrasi,
Seawall sepanjang ±2000 meter, terbuat dari batu belah (andesit)
Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
yang disusun rapi di Pantai Eretan Kulon -
Seawall sepanjang ±500 meter terbuat dari batu belah (andesit) yang disusun rapi di Pantai Eretan Wetan
-
Breakwatersepanjang ±1000 meter yang terbuat dari batu belah (andesit) yang disusun rapi di Muara Sungai Eretan.
Dilihat dari tipologi kekumuhan, penanganan diantaranya dilakukan dengan pemugaran, dan relokasi. Namun sambil melakukan perbaikan kondisi fisik lingkungan kumuh, perlu dilakukan pula penanganan abrasi dan rob. Terdapat beberapa penanganan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi abrasi dan rob, karena jika tidak dilakukan penanganan maka akan mengganggu eksistensi dari permukiman pesisir tersebut.
Dari rujukan di atas, maka dapat dilakukan penanganan baru tentunya memperhatikan kriteria tersebut di atas, yang mana penanganan mengacu pada UU No. 01 Tahun 2011, yaitu:
Peremajaan, jika tipologi I, dan atau kepadatan penduduk >400 jiwa/Ha
Pemugaran, jika tipologi II-I, dan atau kepadatan penduduk 200-400 jiwa/Ha
Pemeliharaan dan perbaikan, jika tipologi III, dan atau kepadatan penduduk 151-200 jiwa/Ha
Permukiman kembali, jika tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.
ISSN : 2355-6110
Gambar 9.
Namun, kriteria di atas, lebih mengacu pada tipologi, karena pada penentuan tipologi sudah termasuk kriteria kepadatan penduduk di dalamnya.
Peta Penanganan Permukiman Kumuh yang Rawan Abrasi di Desa Eretan Kulon
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2014
Dari hasil overlay beberapa variabel berdasarkan rujukan di atas, yaitu tipologi permukiman kumuh dan kerawanan bencana serta kesesuaian tata ruang, makadapat di rumuskan penanganan fisik permukiman dan penanganan abrasi per sub blok permukiman dalam penanganan permukiman kumuh sesuai variabel tipologi kekumuhan, bahwa dapat disimpulkan sebuah penanganan untuk menanggulangi permukiman kumuh pesisir di Desa Eretan Kulon dan Wetan bermacammacam cara penanganannya.
Berdasarkan beberapa teori dan metode penanganan, maka dalam menangani abrasi dan rob dapat dilakukan dengan penanganan soft solution dan hard solution. Soft Solution ini dapat dilakukan dengan cara penanaman tumbuhan pelindung pantai (bakau, nipah dan pohon api-api) dapat dilakukan terhadap pantai berlumpur, karena pada pantai berlumpur pohon bakau dan pohon api-api dapat tumbuh dengan baik tanpa perlu perawatan yang rumit. Pohon bakau dan pohon api-api dapat mengurangi energi gelombang yang
67
Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
mencapai pantai sehingga pantai terlindung dari serangan gelombang. Pohon ini ditanam di blok yang tadi nya blok 01-1, 01-2 Desa Eretan Wetan dan 01-1 Desa Eretan Kulon yang tadinya ada permukiman, namun direncanakan akan dilakukan relokasi. Selain itu secara hard solutiondilakukan pembangunan tanggul, baik di sepanjang pantai yang belum ada perlindungannya, begitupun tegak lurus dengan pantai.
kondisi sarana prasarana yang tidak terlalu buruk, rawan abrasi & rob tinggi, namun komitmen pemerintah rendah, dengan lokasi : Desa Eretan Kulon (Blok 01-2, 05-1, 06-1) & Desa Eretan Wetan (Blok 01-1, 01-2). 3. Penanganan permukiman kumuh pesisir akan dilakukan dengan berbagai penanganan, dari pendekatan dan indikator kesesuaian tata ruang serta kebencanaan, maka dihasilkan beberapa penanganan sebagai berikut :
IV. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisa serta pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perolehan hasil identifikasi, berdasarkan indikator indikasi kekumuhan, maka dari ke dua desa yaitu Desa Eretan Kulon dan Desa Eretan Wetan ditemukan blok permukiman yang terindikasikan kumuh yaitu Blok 01-1, 01-2, 05-1, dan 06-1 di Desa Eretan Kulon. Sedangkan di Desa Eretan Wetan adalah di Blok 01-1, 01-2.
2. Dari hasil analisis tipologi kekumuhan permukiman pesisir, maka dihasilkan :
-
Desa Eretan Kulon - Blok 01-1 : Relokasi atau Permukiman Kembali & Pemugaran, - Blok 01-2 Pemugaran
:
- Blok 05-1 dan pemugaran
:
- Blok 06-1
: Relokasi
Tipologi I
Relokasi
Desa Eretan Wetan - Blok 01-1 : dan Pemuguraan - Blok 01-2 Pemugaran
yaitusecara kondisi fisik bangunan teridentifikasi kumuh dengan level tinggi sampai sedang, dan kepadatan penduduk cukup padat, kondisi sarpras yang sangat buruk, rawan abrasi & rob tinggi, dan didorong dengan komitmen pemerintah yang tinggi, dengan lokasi :
Relokasi
:
Sedangkanuntuk penanganan abrasi dan rob sendiri, dapat dilakukan beberapa penanganan, yaitu dengan penanganan soft solution dan hard solution.
Soft solution : dengan menanami kembali pohon mangrove ataupun pohon api-api yang dapat tumbuh dengan baik tanpa perlu perawatan yang rumit,
Hard solution adalah pembangunan tanggul di sepanjang pantai yang belum ada perlindungnya dantegak lurus dengan pantai.
Desa Eretan Kulon (Blok 01-1) -
ISSN : 2355-6110
Tipologi II yaitukondisi fisik bangunan permukiman termasuk kumuh tingkat sedang, kepadatan penduduk tidak terlalu padat,
68
Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
ISSN : 2355-6110
__________,Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
V. REFERENSI Adisasmita, Rahardjo. (2006). Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan.Yogyakarta: Graha Ilmu
__________,Peraturan Daerah No.22 Tahun 2010 tentang RTRWP Jawa Barat
Adisasmita, Rahardjo. (2010). Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang.Yogyakarta: Graha Ilmu
__________,Peraturan Daerah No.01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Indramayu.
Blaang, Jemabut. (1986). Perumahan dan Permukiman sebagai Kebutuhan Dasar. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
__________,Peraturan Daerah No.15 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung Kabupate Indramayu.
Dahuri, Rokhmin, dkk. (2008). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Jakarta: Pradnya Paramita
__________,Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Penyangga Kota Metropolitan.
Jayadinata, Johara. (1999). Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah.Bandung: ITB
__________,http://Abrasi Dan Sedimentasi Pantai.Htm//2014/05/11/
Kuswartojo, Tjuk, dkk. (2005). Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Bandung: ITB
__________,http://Bayu Kreshna Adhitya Abrasi Pantai.Htm//2014/05/13
__________,http://Architecture Articles.Htm//2014/04/06/
__________,http://Jenis Pemukiman Berdasarkan Sifatnya _ Anakunhas.Htm//2014/06/12
Ongkosongo, Otto. (2011). Strategi Menghadapi Risiko Bencana Di Wilayah Pesisir Akibat Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Global. Jakarta: LIPI Ramli,
__________,http://Mencari Persoalan Pantai.Htm//2014/05/19
Solusi Abrasi
__________,http://Penanganan Permukiman Kumuh.Htm//2014/05/19
Soehatman. (2010). Manajemen Bencana, Jakarta: Dian Rakyat
Sastra, Suparno, dkk. (2006). Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. Yogyakarta: Andi
__________,http://Pengertian Deskriptif Kualitatif Dan Kuantitatif Bimbingan.Htm//2014/05/30.
__________, Undang – Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. __________,Undang – Undang No. 01 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. __________,Undang – Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. __________,Undang – Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana .
69
Bandung, Maret 2015
Volume 2
Nomor 1
70
ISSN : 2355-6110