IDENTIFIKASI PENGAMEN SEBAGAI UPAYA MENCARI STRATEGIPEMBERDAYAAN Habibullah
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai tipe pengamen di Malioboro Yogyakarta. Dengan adanya kategori ini diharapkan berbagai penanganan pengamen lebih tepat sasaran dan tidak menciptakan ketergantungan pengamen kepada pihak yang melakukan pemberdayaan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan data kualitatif, infonnan dalam penelitian ini ditentukan secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa commonsense masyarakat menyatakan pengamen mernpakan pengganggu ketertiban umum, pencuri dan pencopet akan tetapi hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak selamanya commonsense itu benar khususnya untuk kasus pengamen Malioboro Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah kategorisasi pengamen di Malioboro menjadi, l)Tipe IdealisEkspresionisme, 2)Tipe Profesional (Survival Oriented), 3)Tipe Fatalistik. Pengamen tipe profesional dan Jatalistik cenderung melakukan tindak kriminal dan cenderung masuk kategori PMKS, sedangkan tipe idealis-ekspresionisme memiliki potensi antara lain: memiliki bakat seni, kreativitas, alat musik yang bervariatif, wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan kedua tipe lainnya. Penelitian ini merekomendasikan apabila akan melakukan pemberdayaan pengamen maka tiga tipologi pengamen efektif membantu dalam pembuatan kebijakan. Dengan kata lain, kebijakan yang diambil harns disesuaikan dengan permasalahan yang berkembang di kalangan pengamen itu sendiri.
Kata kunci : Pengamen, Kemiskinan, Masalah sosial perkotaan
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Meskipun pada tahun 2007 diperkirakan tercipta 2, 1 juta kesempatan kerja baru, namun angka pengangguran terbuka masih tetap tinggi, yaitu diperkirakan mencapai 10,6 juta orang atau 9,75 persen dari total jumlah angkatan kerja (Pebruari 2007). Selain itu, la pangan kerja forma l pada bulan Agustus 2006 masih terbatas, yaitu hanya sekitar 29,7 juta atau 30,5 persen dari total lapangan kerja. Rendahnya kualitas dan kompetensi tenaga kerja Indonesia, tingginya angka penganggur usia muda, serta masih ter-dapatnya beberapa jenis pekerjaan yang tidak dapat dipenuhi oleh tenaga ke~a merupakan masalah yang harus dihadapi dalam tahun 2008 (Noto Keuangan don APBN tahun 2008 Republik Indonesia). Hal inilah yang mendorong orang untuk bekerja apa adanya, termasuk menjadi pengamen. Pengamen dianggap banyak mengandung don mengundang masalah di
daerah perkotaan karena pengamen dianggap sebagai penyebab kemacet an la lu li ntas, pengganggu ketertiban umum don bu kan karena merasa terhibur orang memberikan uang melainkan agar pengamen segera meninggalka n tempat itu. Dilihat dari potensi ekonomi, mereka lem ah don kurang mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kondisi don kelangsu ngan hidup, bahkan terdapat kecenderungan mereka pasrah pada nasib (Lewis, 1969). Oleh karena itu, dalam setiap rencana pembangunan seringkali mereka diabaikan bahkan dianggap sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Dari 27 PMKS menurut Departemen Sosial maka pengamen be rpotensi masuk kategori anak jalanan a pabila pengamen tersebut masih anak-anak, gelandangan don pengemis apabila pengamen tersebut hidup tidak menetap don cenderung mengamen hanya untuk mendapat ka n belas kasihan masyarakat, fakir miskin apabila pengamen tersebut terpaksa mengamen karena a lasan untuk mencari nafkah, don seringkali kehidupan jalanan identik dengan penya lahgunaan
65
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosia/, Vol 13, No. OJ, 2008: 65-74
narkoba don penderito HIV/AIDS. Pondongon diotas tidok selomanya benar don perlu ditinjau kembali, beberapa studi mengungkapkan bohwa kaum miskin koto bekerjo keros don mempunyoi ospirasi tentong kehidupon yang lebih baik serta motivosi untuk memperboiki nosib. Upayo yang mereka lakukan adalah menciptokon pekerjoon sendiri don berusoho memperboiki nasib dengon beralih dori satu pekerjaan ke pekerjaan loin. (Sethurahmon, 1981: 198); Breman, 1985; Steele, 1985). Selain mempunyai potensi ekonomi, pengomen juga mempunyai potensi sosial kultural yang mampu dikembangkan sebagai produk wisata. Memang tidak mudah untuk mengidentifikasi potensi sosiol kultural pengamen tersebut. Hal tersebut dipengaruhi oleh commonsense masyarakat maupun pemerintah kota. Mereka lebih banyak melihat pengomen sebogai mosaloh doripodo sebogoi potensi dalam pembangunan. Padahal apabila kito merujuk pada gagason utoma pembangunan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan mosyorokot don menjodikon kehidupan mereka lebih baik, makna pada tingkat praktis perlu ditafsirkan secara luas don bukan hanyo bersifot ekonomis. Sehingga tidak jarang pembangunan yang merupakan keputusan masyarakat (people oriented) t erl ewatkan don nilai-nilai kemanusian terabaikan (Putra don Sudjito, 2000). Oleh karena itu, terjadilah proses marginalisasi sosial ekonomi terhadap masyarakat yang tidak rnempunyai kapital secaro ekonomis. B.
Permasalahan
Pemerintah kota selalu melihat keberodoaon pengamen sebaga i "pengganggu ketertiban umum", misalnya di perempatan jolon, poso r, tempot poriwisata don loin-lain. Sementora itu Deportemen Sosial cenderung mengkategorikan pengomen sebogoi PMKS. Podohol mestinya, pengamen harus dilihat secara komprehensif tidak hanya dilihat dari satu sisi saja, misalnya dari segi fisik atau ekonomis semata, tetapi aspek rohan i, sosial don budaya perlu dipertimbangkan. Hal ini berarti persoalon pengamen bukan hanya like and dislike tetopi bagaimana kebijakan pembangunan mengakomo dosi semua potensi yang ado di dalam masyarakat secoro menyeluruh sehingga pembongunon diupayokon mengandung
66
muatan strategi yang dapat membuka (memfasilitasi) don menciptakan berbagai peluang agar sumber daya manusia mempunyai ruang gerak. Oleh karena itu maka rumuson mosalah dori penelitian ini adalah "Bagaimana kehidupan don tipologi pengomen Malioboro Yogyokorta ? C.
Tujuan Penelition
Berdosarkan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan melakukan kategorisasi pengamen ke dalam berbagai tipe pengamen sehingga dengan adanya tipologi tersebut diharapkan strategi pemberdayaan pengamen di kota yang diambil akan lebih mengena sasaran don tidak menciptakan ketergantungan pengamen kepada pihak yang melakukan pemberdayaan {pemerintah, LSM don dunio usaha). D.
Kerongka Konsep
l.
Konstruksi Sosiol Pengamen
Pandangan umum masyarakat bohwa pengamen sebagai sampah masyarakat menyebobkan pengamen menarik diri dari kehidupan masyarakat umum don akhirnya membentuk komunitas sendiri yang anggotaanggotanya terdiri dari orang-orang senasib yaitu para pengamen yang m endapat perlakuan marginal dari masyarakat. Dalam komunitas tersebut terdapat nilai- nilai don normo-norma sosial yang harus dipatuhi oleh anggotanya. Meskipun terjebak dalam ketidokpastion don kesulitan ekonomi {keuangan) setiap anggota berusaha memenuhi aturan-aturan sosial yang telah disepakati. Mereka akan memberikan sumbangan (bantuan) pada sesama anggota komunitas yang tertimpa musibah. Anggota komunitas mempunyai kewajiban menjalin hubungan baik don harmonis dengan sesama anggota komunitasnya lainnya. Sanksi dikenakan kepada anggota komunitas pengamen yang membuat keributan, membangkang atau melanggar aturan don sanksi bertambah berat apabila keributan dapat mengganggu sumber kehidupan mereka. Pada komunitasnya, pengamen sedapat mungkin menghindari keributan karena dapat mengundang malapetaka bagi kelangsungan sumber penghidupan. Dengan cara itu, mereka
ldentifikasi Pe11gmne11 Sebagai Upaya Mencari Strategi Pemberdayaan
berupaya menghindari dari usaha· penertiban don pengusiran. Atas'dasar pertimbangan itu, hubungan sesame pengamen sangat erat meskipun kadangkala terdapat konflik sosial. Hubungan yang erat itu dilakukan sebagai usaha melindungi sumber kehidupan . Penjelasan diatas dapat digambarkan dengan diagram l. Mengacu pada definisi Robert Putnam tentang modal sosial, maka berbagai bentuk karekteristik, nilai-nilai serta norma yang ado dalam suatu komunitas digolongkan sebagai modal sosial. Putnam mendefinisikan modal sosial sebagai jaringan sosial yang memiliki nilai-nilai.
(Habibullali)
Sedangkan menurut Maslow, kebutuhan fisiologis akan memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkah laku manusia, hanya sejauh kebutuhan-kebutuhan itu tidak terpuaskan. Jika kebutuhan -kebutuhan dasarnya itu telah terpuaskan maka ia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan berikutnya. Dalam hal ini setiap orang mempunyai kebutuhan dasar yang berbeda-beda. Bagi masya rakat miskin, termasuk kebanyakan pengamen di Malioboro, kebutuhan dasarnya adalah kebutuhan yang bersifat fisik atau fisiologis seperti kebutuhan akan sandang, pangan don papan sehingga pertama-tama mereka a kan berusaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya tersebut. Setelah kebutuhan fisiologisnya terpenuhi, barulah mereka berusaha memenuhi kebutuhan yang lainnya.
Diagram I. Social Breakdown Model Pondangan masyarakat bahwo pengomen mer"l)l:lkon ~aatu masqkih
TE!rgontung podp label
qks!emol
, • ,
Hilongnyo peronan Norma penuntun yang !idak paS1i Kurangnya kelompok
c:::>
Sikop perQsa
lapel 11e9Q)jf
petjgamen
ocuon
Membeti label diri sendiri ~ebagai orang yang
Membcnt.uk komunitps yang mempunyai normo/niloi berbedo
bermosa!al,
Ado temon senasip, kemudion berlwmpul
Modifikasi Social Breakdown Model Parillo (Sutomo, 1995:54)
Modal sosial mengacu pada nilai-nilai kolektif komunitas, seperti kemampuan, kebersomoan, kebudayoon, soling percoyo (trust), soling ketergantungan, kerjosama, kekeluorgaon, persoudaraan, rasa aman dolom mencori rezeki, rasa memiliki tonah don kompung sendiri (Putnam, dalam Ahmad, 200 l ). Hormonisasi yang diwujudkan dalam pronato-pranota sosial yang dimiliki o leh pengamen depot dijadikan sebogoi modal sosiol.
Berbeda dengan Maslow, menurut Fromm ( 1999: 70), ado duo bentuk eksistensi manusia, yaitu: l ). Mengumpulkan makanan untuk mempertahankan kelongsungan hidup, baik dalam arti sempit atau luas; 2) . Tindakan mengekspresikan kemampuan-kemampuan manusia secara bebas don spontan serta tindakan mencari makan melampaui tindakan utilitarian adalah inheren dalam eksistensi manusia.
67
ldentifikasi Pengamen Sebagai Upaya Mencari Strategi Pemberdayaan
E.
Metode Penelition
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan data kuolitotif, data yang diperoleh melalui penelitian dioloh serta diuraikan dengan menggunokon polo penggamboran keodaan (deskripti~ kemudian hasil uroian tersebut dionalisis untuk ditarik kesimpulan. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan memilih informan. lnforman dalam penelitian ini ditentukan secara purposive sampling yaitu ditentukan berdasorkan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini (Nasution, 2003). Oleh kareno itu dilakukan wawoncaro mendalam dengan pengamen Malioboro, wisatawan (mancanegaro don domestik), Pemerintoh Kota Yogyakarta (Dinos Pariwisoto, Bappeda, Carnot Gondomanan), Pusat Studi Pariwisoto UGM, pengelolo don pengusaha pariwisata, pedagong kaki limo (PKL) don pengelolo warung lesehan. Selain dengon wowancara mendolam jugo digunokon teknik pengumpulon data dengon cora observasi don dokumentosi.
11. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN A.
DAN
Selayang Pandang Kowasan Malioboro
Noma Malioboro diperkirokon berosal dari noma soloh satu Pesanggrahan Djoyanogoro. Ada juga yang berpendapat bahwa nama tersebut berosal dori Marlbourough, noma seorang jenderal lnggris. Pado owalnya, Malioboro digamborkon sebagai daerah yang menakutkan bagi tentara Belanda, gelap don sering terjadi kejahatan. Namun sejak didirikan tangsi gas di daerah Pothuk pada tahun 1890, Malioboro mulai bersinar di malam hari don menjadi semakin semarak setelah adanyo listrik pado tahun 191 7- 1921, dengan lompu listrik don trotoor di kiri-konon jalon, meskipun keodaonnya masih sepi, Molioboro dianggap sebagai jalan terbaik di Jawa Tengah pada waktu itu. Perkembangan aktivitas di Malioboro, muloi romai sekitartahun 60-an ketiko seniman don budayawan sering berkumpul di Malioboro. Sementara itu, perkembangan Malioboro sebagai kawasan perdagongan mulai dari munculnya orang Cina yang mendirikan toko
(Habibullah)
sepanjong jalan tersebut, akan tetapi lebih ramai lagi setelah terbentuknya growongan atau arcade di depan toko selebar tiga meter pod a tahun 1970. Pelebaran jalan don pembuaton arcade ini adalah realisosi dari himbauon Presiden untuk membenahi Malioboro don jugo kesadaran komunitas di Malioboro untuk menghidupkan toko-toko di seponjang Malioboro. Pada owolnya, arcade tersebut dimaksudkan sebagai tempat berlindung bagi pejalan kaki, tetapi pedagang kaki limo mulai mengisi don memanfaatkan ruang-ruang tersebut sehingga akhirnya terjadi ekspansi kegiatan pedagang kaki limo di siang hari don lesehan di malam hari. Kawasan Malioboro selain mempunyai fungsi ekonomi/perdagangan don mempunyai fungsi rekreasi yang kemudian dimanfaatkan oleh pedogang dengan modal besar untuk mendirikan Moll dengan berbagai macam dagangan. Beberopa seniman/budayawon meroso kecewa dengan pertumbuhon Molioboro soot ini. Yogyakarto menu rut senimon semokin meninggolkan kepribadian khasnya yang pernah dimilikinya dahulu. Mereka mengotakan bahwa dahulu Malioboro merupakan sentral budaya tempat para seniman berkumpul don berkarya sedangkan sekarang Malioboro menjadi tempat lalu lintas uang di Yogyakarta. Pusat aktivitas kawasan ini terkonsentrasi pada jalur sepanjang jalan Malioboro yang merupakan bogian dari sumbu filosofis UtaraSelatan yaitu Gunung Merapi don Lout Selatan. Jalur ini berperon sebogoi jalan prosesi yang melambongkan tahapan kehidupon, disamping sebogai ruong publik yang melombangkan persatuan rakyat dengan kraton. Kawason seluos ± 94, 16 hektor dibotasi oleh : a). Jalon P. Senopati don KHA Dahlan di selatan ( sisi selatan terdapat kraton); b). Jalan Bhayangkara di barat ( sisi barat terdapat sungai Winongo) c). Jalan Suryotomo di Timur (sisi timur terbentong kali Code); d). Stasiun kereta api Tugu di utara. Malioboro yang dikenal sebagai landmark kota Yogyakorta, terletak pada sumbu kota lama Yogyokarta, yaitu ontora Panggung Krapyak, Kroton don Tugu Pal Putih. Sumbu ini memiliki kaitan erat dengan terbentuknya kota -kota Mataram di mosa lalu don merupakan pusat kota Yogya ka rta .
69
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 13, No. 01, 2008: 65-74
B.
Kehidupan Pengamen Malioboro
Situasi don kondisi lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, don sekolah merupakan bekal bagi seseorang dalam memutuskan apakah melakukan tindakan atau pekerjon tertentu. Hal ini terlihot pada Yeni (9 thn) don Putu (11 thn) yang merupokan duo orang bersaudara. Mereka merupakan cucu dori seorong pengemis. Yeni don Putu terpaksa meninggalkan sekolah don pergi ke perempatan jolan sebagai pengamen untuk mencari uong. lbu Yeni don Putu sudah lama terbaring di tempat tidur karena sakit, sedongkon ayah mereka pergi entah kemana. Setiap hari Yeni don Putu mengamen di perempatan Malioboro. Secora bergontion, mereka pulang ke rumahnyo di Bantu! untuk membawa hasil jerih payah mereka. Beda halnya dengan Yeni don Putu, Joko (30 thn) menjodi pengomen setelah diberhentikan (PHK) dari perusahaan tempat ia bekerja duo tahun silam. Di perusahaan tersebut ia bekerja sebagoi satpam. Gaji yang diterimonya cukup untuk menghidupi istri don anak semata wayangnya. Sekarang io mengamen di dalam Posar Beringharjo. Cerita yang soma juga dituturkan Heru (2 5 thn) . Heru sempat kul iah di solah satu perguruan tinggi swasta di Yo gyokarta. Karena kesuliton ekonomi, mako ia " dro up out" dari perguruan tinggi tersebut. Sekarang io mengamen di Malio boro don hasil kerjanya digunakan untuk menghidu pi istri don seorang anaknya. Ber beda d e ngan pengomen yang di se but kan di e t a s, Dirman (3 6 thn ) m e ngungka p kan bah w a ia berasal dari keluarga yang berkecukupan baik secara materi maupun dalam relasional dengan orang tua. " Mas, kalau mau jujur, soya sich berasal dari keluarga berad a. Kami di rumah baik kok! Dulu soya pernah jadi guru, trus jadi dosen. Topi bogi soya pekerjaan tida k membuat soya puas secara bat hiniah. Soya m eras a jadi pengamen lebih bebas untuk berekspresi. Soya senang . .... " (hosil wawancara, 70 Oktober
2006) Bagi Dirman, m engamen bukan hanya persoalan mencari nafkah atau motif ekonomis. M enurutnya, ado hal lain yang lebih penting dengon mengamen dia bi sa menunjukkan eksistensi diri dengan berekspresi secara bebas
70
dalam warna estetis. Bahkan secara'ekstrim dia mengatakan bahwa apabila Indonesia ingin hidup damai, tenang, don sejahtera, dunia seni jongan sampai di tinggalkan atau disepelekan. ltulah idealisme seorang Dirman. Menurut Oirman , Malioboro ibarat sumur inspirasi. Artinya, Malioboro tidak henti-hentinya ditimba, namun tidak pernah kering. Begitu memasuki Malioboro, roh kreativitas seniman yang padam langsung menyalo. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa pengamen dapat di simpulkan situasi don kondisi dalam keluarga turut mendorong seorang menjadi pengamen. Keluarga, yang seharusnya menjadi tempat berlindung, tempat dimana anak-anak mendapotkan kasih sayang, tidak ditemui oleh beberapa individu. Meskipun secara ekonomi berkecukupan, anak-anak tetap merasa tidak bahagia berada dirumah. Orang tua terlalu sibuk dengan kegiatan di luar rumah, sibuk berbisnis don sebagainya sehingga kuantitas don kualitas pertemuan antara orang tuo don anak menjadi dangkal don lebih diperparah lagi hampir setiap hari orang tua terlibat dalam pertengkaron. Dengan kondisi ini bagaimana mungkin orang tua dapat memberikan conto h yang baik kepado ona k-anaknyo kalau orang tuanya selalu bertengkar. Komeng (25 thn) memaparkan ha! ini untuk sekedar menceritakan nasib temannya juga seorang pengamen yang berlatar belakang keluarga tidak hormonis. " . . . . Sekarang anok itu ngamen di Malioboro, tapi uangnya digunakan untuk mabuk dengan teman-teman lainnya. Banyak kok teman-teman yang seperti itu. Lah gimana ? lstilahnya mereka itu tidak dididik oleh orang tuanya, tetapi oleh sesama pengamen yang som a-soma keras .. . " (hasil wawoncara, 75 Oktober 2006)
Penuturon pengamen diatas menunjukkan bahwa dia juga mengekspresikan dirinya, tapi menggunakan cara yang berlowanan dengan norma atau nilai yang berlaku di masyarakat. Kom eng berasal dari keluarga harmo nis don secara ekonomi pas-posan. Untuk m endapatkan tambahan " uang saku", dia memil ih menjadi pengamen. Dia tidak ingin hidupnya dibebankan pada o rang tua. ldeoli sme Komeng adalah pengamen dapat diakui oleh masyarakat. Paling tidak m enurut menurut
lde11tifikasi Pengame11 Sebagai Upaya Me11cari Strategi Pemberdayaan
Komeng, masyarakat tidak terlalu cepat menilai atau memvonis pengamen sebagai penganggu keamanan don ketertiban, apalagi sampai diberi label penodong, pencuri atau perampok. Berdasarkan hasil temuan di lapangan secara faktual, ada sejumlah pengamen tidak sopan, tetapi tidak semua pengamen seperti itu. Banyak pengamen yang secara tulus mengamen untuk mencori nafkah atau mengekspresikan diri. Orang-orang seperti ini harus diokui eksistensinyo. Monusia mengakui manusio, persoolon muncul ketiko mosyarakat mendefinisikan pengamen hanyo sebatos pengganggu dan sompah mosyorakat. Pengamen - pengamen yang ado di Molioboro mempunyoi karekteristik yang bervariatif. Berdasarkan latar belakang daerah asal, pengamen memboginya menjodi duo kelompok, yoitu pribumi don pendatang. Kelompok pribumi adalah kelompok pengamen yang berasal dori daerah Yogyakorta sedangkon golongon pendatong adolah mereka yang berasal dari luar doerah Yogyakarta baik korena sengoja datang ke Yogyakarto karena olosan yang telah diutarokan diatas atou yang datang ke Yogyokarta untuk melonjutkan pendidikan, namun terbentur oloson ekonomi. Penuturan beberapa o rang pengamen diatas menunjukkan bahwa motif ekonom i menjodi foktor pendorong bagi mereka untuk mengamen. Bagi me reka, mengamen merupokon pilihon strategis dalam mencari nafkoh. Motif ekonomi yang dimoksud disini odoloh untuk memenuhi kebutuhon fisiologisnya yaitu kebutuhonnya untuk mempertahonkan hid upnya secara fisik yang meliputi kebutuhan akan sondang, pangan don papan (Goble, 1992: 7 1}. Goble menyatokon bohwa seseorang yang mengalomi kekurangan mokanan, horga diri don cinta. Pertama-tamo berusaha memenuhi kebutuhan okon makanan terlebih dahulu. lo akan mengabaikan semua kebutuhon loi n sampai kebutuhan fisio logisnya itu terpuoskan. Bagi Yeni, Putu, Joko don Heru mengamen merupakan pilihan strategis dalam mencari nafkah guno memenuhi kebutuhon fisiologisnya.
(Habibullah)
Berdasarkon hasil wawancara dengan camot Gondomanan dapat disimpulkan bahwa pengomen tidak se rta mert a dianggop penggonggu koreno sangat tergontung dengan konteks tempat mereko mengomen, cara mengamen don alat yang digunakan untuk mengamen. Pengomen mendefinisikan diri mereka sendiri berdasarkan konteks "pro don post" krisis ekonomi. Sebelum krisis ekonomi, pengamen didefinisikon sebogai orang yang menjuol suara untuk mengekspresikan di ri (motif eksistensiolis). Namun seteloh krisis ekonomi, pengamen adalah orang yang menjual suara untuk memenuhi kebutuhon ekonomi. Meskipun masih ado beberopa pengamen yang tidak berpengaruhi oleh krisis ekonomi tersebut. Sedongkon hasi l wowanc ara dengan masyorakat yang melintas di Jalan Malioboro, secara umum cenderung memvonis pengamen sebagai ora ng yang m el oku ko n tindak kejahatan (tindak kriminal). Hal ini diperkuat dengan kenyataan setelah nyanyi seorong pengamen melokuka n a ksi teror agar penumpang membe rik on uang kepad a mereka. Dari pernyataan masyarakat, pengamen don pemerintah dapat ditarik kesimpulan bahwa dalom mendefinisikan pengamen harus dilihat secara holistik, yaitu berdasorkan lokasi, alat, cara maupun latar belokang. Oleh kareno itu, pengamen dapat didefinisikan sebagai orang yang menyanyikan lagu terte ntu dengan menggunakan alat do n cara tertentu serto dilatorbelakongi oleh faktor-faktortertentu pula. C.
Tipologi Peng amen
Berdosarkan pengalaman hid up pengamen don kojion teoritis diketahui bahwa fenomena pengamen merupakan fenomena yang unik don kompleks . Dalam membuat tipologi pengamen, pertimbangan kompleksitas tersebut sangat penting untuk diperhatikan. Berdasarkan penelusuran literatur hingga soot ini , belum ado lembaga yang mengkaji ti pologi pengamen. Tipo logisasi yang dibuat didasarkan pada beberap a kriteria, seperti moti v asi , tujuan mengamen, alot yang digunakan, ideologi, lokasi serta latar belakang.
71
furnal Penelitian dan Pengembangan Kesejal1teraan Sosial, Vol 13, No. 01, 2008 : 65-74
Tabel II. Karekteristik Pengamen ._. ,.
No 1.
2.
3.
MetiVasi/tufuon
"
Loka~r
Jeni.s ale.t mu~ik
lafar beloktmg • ke.lvatapBaik, harmonis,
Mengekspresikan seni don jati diri Kebutuhan hidup don mencari nafkah
Variatif
Warung lesehan
Apa adanya
Pasar Beringharjo, perempatan jalan
Harmonis, secara ekonom i kurang
Egoistis
Apa adanya
Pasar Beringharjo, perempatan jalan don bus kota
Broken home, secara ekonomi kurang
broken home
Sumber : Hasil penelitian
Berdasarkan beberapa k riteria yang ditemukan di lapangan don kajian teoritis, maka pengamen di Malioboro dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1.
Tipe Pengamen ldealis-Ekspresionisme
Bagi pengamen idealis-ekspresionisme, motivasi mengamen adalah untuk mengekspresikan jiwa seni. Pengamen jenis ini lebih menekankan segi estetis daripada segi ekonomis. Pada umumnya, mereka berasal dari luar Yogyakarta. Awalnya mereka mengikuti kuliah di beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta, namun karena berbagai alasan maka mereka meninggalkan kampus don mencoba mengeskpresikan dirinya di bidang seni jalanan. M eskipun demikian, tidak semua pengamen dalam tipe ini berasal dari luar Yogyakarta. Pengamen idealis - ekspresionisme, menggunakan alat musik klasik don modern dalam mengekspresikan jiwa seninya. Alat-alat musik seperti: gitar, bas betot, biola, gendang, drum serta alat-alat lain menjadi bagian penting dari tipe pengamen idealis. Biasanya mereka mempunyai sebuah pandangan akan suatu masyarakat egaliter. Untuk mencapai idealisme tersebut, menurut mereka maka pengamen harus bersotu. Disini mereka diikat oleh sebuah nilai kebersomaar.i untuk melawan kelas superior. Pengamen j enis ini mencoba mengekspresikan dirinya di warung lesehan Malioboro. Mereka pada umumnya berasal dari keluarga yang berkecukupan secara ekonomi don kondisi keluarga yang harmonis. Apabila mengacu konsep hirarki terbalik yang dikemukan o leh Mas.low maka pengamen
72
yang masuk kategori ini adalah pengamen yang ngamen bukan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar yang bersifat fisik, keselamatan don keamanan, pengembangan kehidupan sosial, penghargaan, kehormatan dan status aka n tetapi ngamen karena untuk pengembangan potensi diri. Sedangkan apabila mengacu pada konsep eksistensi manusia (Fromm, 1997) maka tindakan ngamen yang dilakukan oleh pengamen cenderung merupakan tindakan mengekspresikan diri don bukon sebogai tindokan mengumpulkan makanan. Sedangkan menurut orientasi nilai budaya manusia Kluckhon pengamen kategori ini cenderung memandang hid up itu buruk akan tetapi harus diperbaiki don berkarya untuk menambah karya. 2.
Tipe Pengamen (Profesional)
Pencari
Nafkah
Jika dalam pe mahaman umum kita temukan bahwa profesionalisme dipandang sebagai tingkat keahlian tertentu dari seseorang dalam mengerjakan sesuatu maka lain halnya dengan definisi yang diberikan pengamen yang merupakan alternatif profesi sebagaimana halnya guru, tukang cukur ataupun penjahit. Bagi mereka, mengamen adalah mencari uang bukan untuk tujuan lain. Alat yang digunakan biasanya mulai dari
ecek-ecekon sampa i gitar. Mereka jarang menggunakan alat musik yang lengkap komposisinya, seperti gitar, bas betot, biola, gendang ataup un drum karena mobilitas mereka sangat tinggi. Sukor dibayangkan, bagaimana membawa alat mus ik tersebut diperempatan jalan. Sela in di perempatan jalan, pengamen profesional juga mengamen
ldentifikasi Pe11game11 Sebagai Upaya Mencari Strategi Pemberdayaan
di worung lesehan Molioboro don Pasor Beringharjo. Podo umumnya mereka berosal dari keluarga yang secara ekonomi "pas-pasan" don kondisi keluarga yang harmonis meskipun ado beberapa orang pengomen mengoku bohwa mereka berasal dori keluarga yang kurong harmonis, misalnya ayah atau ibunya pergi tanpo diketohui anggota keluargo yang lain. Mayoritas mereka berosal dori Yogyakarta jadi motif ekonomi yang membimbing mereka. Apabila mengacu konsep hirorki terbolik yang dikemukan oleh Maslow maka pengamen yang masuk kategori ini adaloh pengamen yang ngamen korena untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar yang bersifot fisik. Sedangkon opobila mengacu poda konsep eksistensi manusio (Fromm, 1997) maka tindakan ngamen yang dilokukan oleh pengamen bukan merupakan tindakan mengekspresikan diri akan tetapi cenderung sebagai tindokan mengumpulkan makonan. Sedongkan menurut orientosi nilai budaya manusia Kluckhon pengamen kategori ini cenderung memondang hidup itu baik, don lebih berorientasi kepado mosa kini. 3.
Tipe Pengamen Fatalistis
Sampai sekarang, masih sulit memberi "identitos khusus untuk kelompok ini. Tetapi yang jelos, motivasi mereka mengamen adalah sekedar iseng. Mengacu pada kerangka Kluckhon (Koenjaraningrat, 1990:31) yang mengemukakan sebuah kerangka mengenai masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya manusia. Maka pengamen yang masuk kategori ini adalah pengamen yang memandang hidup itu buruk, kerja itu untuk hidup sesaat, selalu berorientasi poda alam don memandang ke tokoh-tokoh atas. Sikap inilah oleh Oscar Lewis disebut sebagai kebudayaan kemiskinan (Suparlan, 1984: 29). Uong yang didapatkan dari mengamen digunakan membeli minuman keros atau narkoba bersama dengan temantemannya. Mereka menggunakan alat musik apa adanya untuk mengamen. Kelompok ini terfokus pada suatu tempat yaitu di warung lesehan Malioboro don jumlah mereka sangat sedikit. Pada umumnya, pengamen fatalistik berasal dari keluarga yang berkecukupan secara ekonomi, tetapi tidak menemukan atau
(Habibullalz)
mendapatkan kasih sayong dari orang tua mereka. Orang tua mereko terlalu sibuk otau bahkan bercerai. Namun, ado jugo pengamen yang berosol dari keluarga 'kurong mampu" secara ekonomi masuk ke dalam kelompok in i.
Ill. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.
Kesirnpulan
Berdosarkan hasil penelitian masyarakot masih memandang pengamen sebaga i masalah sosial. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pengamen seringkali melokukan tindak kri minol, seperti: penodongan, penjombretan, don lain-lain. Nomun, kenyataannya tidak semua pengamen melakukan tindakan seperti itu karena poda dosornya pengomen di Molioboro Yogyokorta yang tidak menutup kemungkinon odanya kesamaan tipologi pada daeroh lain, yaitu : 1. Tipe ldealis-Ekspresionisme 2.
Tipe Profesionol (Survival Oriented)
3.
Tipe Fatalistik
Pengomen tipe profesional don fatalistik cenderung melakukan tindak kriminal don cenderung merupakan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), sedangkan tipe idealis-ekspresionisme memiliki potensi ontara lain: memiliki bakat seni, kreativitas, olat musik yang bervariatif, wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan kedua tipe lainnya. B.
Rekornendasi
Apabila pemerintah melolui Depsos ingin melakukan pemberdayaan pengamen, tipologi pengamen menjadi efektif dalam pembuatan kebijakan. Artinya, kebijakan yang diambil harus disesuaikan dengan permasalahan yang berkembang di kolangan pengomen. Sebagai contoh kebijakan yang ditujukan kepada pengomen dengan cara menyediakan rumah singgah, padahal ado beberapa pengamen hidup di jalanon bukan karena tidak mempunyai rumah melainkan didorong atas keinginan untuk mengekspresikan jiwa seninya melalui panggung jalanan sehingga program rum ah singgah menjadi tidak efektif.
73
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 13, No. 01, 2008 : 65-74
DAFTAR PUSTAKA Britton, Robert, Shortcoming of Third World Tourism; 7982an lnstrumen for Third World Development, dalam lngolf Vogeler & Anthony R De Zousn, Dialeck of Third World Development, Allan Held, Osmund, Monclair. Charge, et al, 1996, Urban Heritage Tourism : The Global-Local Nexus, Ann Als of Touris m Research 23 (22). Fromm, Erich, 1999, Revo/usi Harapan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Goble, 7992, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik, Kanisius Yogyakarta. Koenjaraningrat, 1997, Mentalitas Kebudayaan dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta. Nasution, 2003, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung. Noer Effendi, Tadjuddin, 1995, $umber Daya Monusia, Peluang Keria, Kemiskinan, Tiara Wacana, Yogyakarta. Noto Keuangan don APBN tahun 2008 Republik Indonesia Putra, Ahimsa, dkk, 1998, Model Pariwisata Pedesoon Sebagoi Alterno.tif Pembangunon Berkelaniuton , Pusat Penelitian don Pengembangan Pariwisata UGM, Yogyakarta. Soeharto, Edi, 2005, Pembangunon Sosial Sebagai lnvestasi Sosial (lnvestosi Sosiol), Latofi Enterprise, Jakarta. Suparlan, Parsudi, 1989, Kemiskinan di Perkotoan; Bacaan UntukAntropologi Perkotaan, Sinor Harapan, Jakarta. Soetomo, 1995, Maso/oh Sosiol don Pembangunan, Dunia Pustaka Joya, Jakarta.
BIODATA PENULIS : Habibullah, Kandidat peneliti Puslitbang Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial RI, alumnus Jurusan llmu Sosiatri Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sempat bekerja pada Progra m Habitat and Resources Management forthe Kubu ( ke~asama KKI-Warsi dengan NORAD Norwegia).
74
INDEKS A
E
Abu Hanifah,52 AIDS Acquired lmmuno Deficiency Syndrome,55 Antoni Meto di NTT,58 Argo Makmur,6
Economic and social Comissions for Asia and the Pasific (ES CAP), 12 Empowerment, 11 Extended family,55 External threats, 19
Asosiasi Pengembangan Ekonomi Masyarakat (APEKMAS), 19
F
Antiretroviral,53
Fatalitis, 73
B Badon Koordinas i Kelompok Swadaya Masyarakat (BKKSM), 16 Badirih don Garantung,29 Badirih Kecamatan Maliku,25 Bangkingan, 12 Bank YPD (Yayasan Purba Danarta), 18
Fauzi Bowo,53 Focus Group Discussion (FGD), 12 Fromm,67
G Gereja Masehi lnjil Minahasa (GMIM) ,37
Bantuan Langsung Tunai (BLT), 11
Gooble,71 Grassroots leve/,41
Batak, 15 Bengkulu Utara,4
Guidline, 12
C
Gunung Anyar, 12
Grootaert (Lawang,2005),34 Gunung Anyar Tambak, 12
Charily, 11 Commonsense ,66 Community Based Organization (CB0), 16
Community Development Planning (CDP) , 16 Community Project Request (CPR), 17 Co mmunity Transformation Agent (CTA), 16
Control public,25 Coolective sense of well being,68
H Habibullah,65 Hardiman don Midgley (1982:33), 13 Harry Hikmat, 2001: 15, l 2 Harry Hikmat,2001, 14 HIV Human Immunodeficiency Virus,55 Home industry,38 Horby,25
D Deso Maragantung,25 Deso Wewelan,35
ldealis-Ekpresionisme,73
Deskriptif-kualitatif,2
/mmora/,59
Disorganisasi,61
Driving Force,25 Drop out,70
75
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosia/, Vol 13, No. OI, 2008: 75-77
M
Informed consent,58 lnheren,67 lniecting Drug Use (IDU),54 Insider, 15
Madura, 15
Malbourough, 69 Managing institusion,42
lntensifikafi Khusus (INSUS),46
Maslow,67 Medokan Ayu, 12 Moneva,4
K Kabupaten Konawe,45
Muchtor don Syawie (jurnal Litbang UKS, 2005), l
Kabupaten Muko-muko,6 Kabupaten Pulang Pisau,25 Kabupaten Rejang Lebong,6
N Need Assesment (NA), l 6 Notabene,2 Nuclear family ,55
Kabupaten Sumurwelut, 12 Keamo nan Pangan (food Security,) 12 Kebijakan Triple Track Strategy,2 Kecamatan Tondano Barat,35
Nugroho Djajusman,59
Kelompok Anak Medokan Ayu Surabaya (KAMUS), 18
0
Kelompok Usaha Bersama (KUBE),4 Kelurahan Kadoodan,4 l
Observasi, 12
Kesejahteraan anak (Childs Welfare), 12 Kluckhon,68
On-farm,45 Oryza sativa,47
Komeng,70
Out-Putnya, l
Komisi Human Resources Development, 12
Outsider, 15 Oxford dictionary,25
Off-farm,45
Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD),52 Komisi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD),6 Konsultasi Pendamping Pusat (KPP),4
p Ponca Usaha Tani (PUT),49 Pemberdayaan Social (Community-droven
Konvensi Hok Anak (KHA), 16 Korelasi pearson,46
development) ,3 Pendamping Daerah (PD),4 Pendapatan Keluarga (Family income), 12. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS),73
L Landmark,69 Lembaga Keuangan Mikro (LKM),4
People centered development,42 People Oriented,66 Perlindungan Sosial (Socio/ Protection),3
Lembaga Swadaya Msyarakat (LSM), 11
Lesson /earn,41 Life skills, 11 Lifeski/1 Training ,20 Like and dislike,66 Livelihood, 12 Localistic,42
Persatuan Anter Umat Beragama (PAUB),39 Pilot Pro;ect,2
Political construct,24 Power, 11 PRA (Participatory Research Approuch), 14 Prevalensi,54 ' 't.
76
Indeks
Preventif,31 Preventif,59
Suku Pendatang(Jawa,Sunda,Minang,Batak don Lainnya),6
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM),2 Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM), l
Sulawesi, 15
Program Pengembangan Kecamatan(PPK),2 Kemiskinan Program Pengentasan Perkotaan(P2 KP) ,2
Surabaya, 15
Progrowth(Pertumbuhan),2
Susilo Bambang Yudhoyono,2
Pro;ob(Lapangan Kerja),2
Sustainability, 11
Sunda, 15 Suparlan, 1984 :29,73 Suradi,33 Surat Kuasa Penggunaan Anggaran (SKPA), l
Propoor(Rakyat Miskin),2 Provinsi Bengkulu Selatan,6
T
Provinsi Jambi,6
Think globally,Act globally,34
Purposive Random, 12
Tipologisasi,71
Purposive,35
Transsurvival,68
Putra don Sudjito,66
u Q
Unit Pelaksana Kegiatan Gabungan (UPKG),39
Quality growth,2
United Nations Development Program (UNDP), 12 Urban Poor Consortium, 13
R Rayuddin don Ramli Toha,45
Usaha Ekonomi Produksi(UEP),6
Reduksi data,2
Utilitarian,67
Represif,6 1 Rumah Tangga Miskin (RTM),6
V
Rungkut Kidul, 12
Varietas indica ,45
Rungkut Tengah, 12
Vulnerabilities, 19
s
w
Sambikerep, 12
Weber,30
Self-help organizotion,34 Shocks condition,20 Shocks, 19
Willing to accept,but are not willing to pay,20
Sidotopo, 12
Wonokusumo, 12
Significant, 1 Social capital,41 Social change agent system,42
Wonorejo, 12
Sthram (1999), 1 Study kasus (case study),46 Suku Asli (Rejang,Pekal,Melayu,Enggano, Lembak),6
Witono (1995), 13 Wonokromo, 12
Workshop,8
y Yanuar Farida Wismayanti, 11 Yayasan Peduli Rakyat (YPR), 12
77