SKRIPSI
IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN AFTERTASTE PAHIT PADA COOKIES UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DENGAN KARAKTERISTIK TEKSTUR MENYERUPAI COOKIES KELADI
ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM F24051564
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN AFTERTASTE PAHIT PADA COOKIES UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DENGAN KARAKTERISTIK TEKSTUR MENYERUPAI COOKIES KELADI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM F24051564
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN UPAYA PENGURANGAN AFTERTASTE PAHIT PADA COOKIES UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DENGAN KARAKTERISTIK TEKSTUR MENYERUPAI COOKIES KELADI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ENNY RAHMAWATI SEPTIANINGRUM F24051564 Dilahirkan pada tanggal 8 September 1987 di Blora Tanggal lulus : 4 September 2009 Menyetujui, Bogor, 6 September 2009
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Dosen Pembimbing I
Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Dosen Pembimbing II Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen
Enny Rahmawati Septianingrum. F24051564. Identifikasi Penyebab dan Upaya Pengurangan Aftertaste Pahit pada Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi. Di bawah bimbingan Dahrul Syah dan Sutrisno Koswara. RINGKASAN Ubi jalar merupakan tanaman palawija yang mudah dibudidayakan dan memiliki tingkat produktifitas cukup tinggi. Ubi jalar mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi sehingga berpotensi besar dikembangkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat dalam upaya diversifikasi pangan. Cookies merupakan makanan ringan sumber karbohidrat yang umumnya diolah dengan bahan baku tepung terigu. Oleh karena itu, pemanfaatan ubi jalar dalam upaya diversifikasi pangan dapat dilakukan melalui penggunaannya sebagai bahan baku cookies, menggantikan tepung terigu. Cookies keladi merupakan salah satu cookies buatan Malaysia yang digemari konsumen karena memiliki rasa yang enak serta tekstur yang renyah. Beberapa penelitian telah dilakukan dalam hal pengolahan ubi jalar menjadi produk cookies, diantaranya oleh Rianti (2008), pengolahan ubi jalar menjadi cookies menghasilkan produk akhir yang memiliki aftertaste pahit. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : (1) mengidentifikasi sumber masalah penyebab aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dan memberi solusi untuk meminimumkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar, (2) mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit minimum pada produk akhir, dan (3) mempelajari pengaruh penambahan flavor coklat untuk mengurangi atau menyamarkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tahapan pada penelitian pendahuluan yaitu analisis fisikokimia tepung ubi jalar, pembuatan cookies ubi jalar, dan pemisahan ubi jalar ke dalam kelas mutu tertentu. Penelitian utama meliputi identifikasi penyebab aftertaste pahit, penentuan kelas mutu ubi jalar optimum dengan aftertaste pahit minimum, pengaruh flavor coklat untuk mengurangi aftertaste pahit cookies ubi jalar, penentuan tingkat kesukaan cookies ubi jalar, penetapan standar tekstur cookies ubi jalar, dan evaluasi kesesuaian tekstur cookies ubi jalar dengan cookies keladi, profil tekstur cookies keladi, dan analisis produk. Berdasarkan hasil uji pembedaan sederhana, aftertaste pahit pada cookies ubi jalar disebabkan karena penggunaan ubi jalar yang terserang hama lanas (boleng) dan adanya kulit luar ubi jalar pada proses pembuatan tepung ubi jalar. Dari uji ranking intensitas aftertaste pahit dan uji rating hedonik diketahui bahwa cookies ubi jalar yang dibuat dari tepung ubi jalar yang memiliki bagian yang boleng dan tidak dilakukan penghilangan kulit ubi jalar, memiliki tingkat aftertaste pahit paling tinggi serta mempunyai tingkat kesukaan paling rendah. Hal ini berarti adanya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dapat menurunkan tingkat penerimaan konsumen terhadap cookies ubi jalar. Bagian ubi jalar yang boleng lebih kuat memberikan aftertaste pahit pada cookies dibandingkan dengan kulit ubi jalar. Hasil uji rating atribut aftertaste pahit cookies ubi jalar menunjukkan, ubi jalar dengan persentase bagian ubi jalar yang boleng (x) sebesar 0<x≤5%
merupakan kelas ubi jalar optimum yang dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung ubi jalar, karena menghasilkan cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit sangat rendah pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). Dengan menghubungkan data tingkat kesukaan dan persentase bagian ubi jalar yang boleng, diperoleh informasi bahwa pada persentase bagian ubi jalar yang boleng sebesar 6.75%, masih dapat dihasilkan cookies ubi jalar dengan tingkat kesukaan yang cukup namun memiliki tingkat aftertaste pahit yang rendah. Penambahan flavor coklat (cocoa powder) dengan konsentrasi 1% dan 2% pada cookies ubi jalar yang terbuat dari tepung ubi jalar dengan persentase bagian ubi jalar yang boleng sebesar 0<x≤5%, terbukti dapat menurunkan tingkat aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Hal ini diduga karena adanya komponen theobromin dalam flavor coklat yang mampu menutupi aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dengan citarasa khas coklat yang disukai konsumen. Penggunaan flavor coklat sebesar 2% dapat meningkatkan tingkat kesukaan pada atribut aroma cookies ubi jalar. Selain itu, penggunaan flavor coklat sebesar 2% juga menghasilkan cookies ubi jalar dengan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa dan atribut keseluruhan yang tidak berbeda nyata dengan cookies ubi jalar tanpa flavor coklat pada taraf signifikansi 5%. Karakteristik kesukaan panelis terhadap coklat juga diduga menjadi faktor yang akan mempengaruhi respon kesukaan panelis terhadap cookies ubi jalar yang ditambah flavor coklat. Evaluasi kesesuaian tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini dengan cookies keladi (Rianti, 2008) menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.930 dengan point matched within +/- sebesar 60.26%. Pengukuran parameter kesesuaian tekstur lainnya, yaitu puncak maksimum dan luas area, menunjukkan bahwa cookies keladi memiliki puncak maksimum dan luas area berturut-turut sebesar 796.6 g dan 1.214 x 104 g.s, sedangkan cookies ubi jalar memiliki nilai puncak maksimum dan luas area berturut-turut sebesar 780.2 g dan 1.304 x 104 g.s. Dari nilai keempat parameter kesesuaian tekstur diatas, dapat diperoleh informasi bahwa cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi dengan cookies keladi. Hal ini berarti, perbedaan perlakuan penepungan dan teknik pengeringan (metode oven) yang dilakukan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan. Cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki Aw rendah yaitu sebesar 0.450, berasa dibawah Aw kritis bahan pangan, sehingga relatif aman dari kerusakan mikroorganisme. Cookies ubi jalar memiliki kadar air sebesar 2.51%, abu 1.49%, protein 4.70%, lemak 36.11%, dan karbohidrat sebesar 57.70%. Cookies ubi jalar yang dihasilkan termasuk kategori pangan berkalori karena mampu menghasilkan kalori sebesar 574.59 kkal/100 gram atau menyumbang 28.73% dari kebutuhan kalori orang dewasa per hari.
RIWAYAT HIDUP
Penulis
yang
bernama
lengkap
Enny
Rahmawati Septianingrum dilahirkan pada tanggal 8 September 1987 dan merupakan anak pertama dari
pasangan Sri Gunarti dan Sunardi (Alm.). Penulis menempuh pendidikan di SD Tempelan I Blora (1993-
1999), SMP Negeri I Blora (1999-2002), dan SMA Negeri I Blora (2002-2005). Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Pada bulan Agustus tahun 2006, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, dengan mayor Teknologi Pangan dan
Supporting Course sebagai penunjang. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi panitia Wisuda Sarjana
dan Wisuda Diploma FATETA (2006-2007), pengajar mata kuliah Kalkulus I pada bimbingan belajar GUMATIKA (2006) dan Himitepa Corporation (2007), panitia HACCP dan ISO 22000 (2007), panitia BAUR Departemen ITP (2007), panitia suksesi HIMITEPA (2007), pengurus majalah pangan “Emulsi” divisi Keuangan dan HRD (2007-2008), panitia pelatihan ISO 9001:2000 dan 22000:2005 (2008), dan trainer pengolahan Bakery BEM F (2008). Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis selama kuliah antara lain Seminar “Job
Preparation vs Agrotechnopreneur” Agrotechnopreneur” (2007), Pelatihan Sistem Manajemen Halal (2008), Pelatihan ISO 9001:2000 dan 22000:2005 (2008), Seminar Mahasiswa Teknologi Pangan dan Gizi Tingkat Nasional (2008), dan Pelatihan “Fruit and Vegetable Juice for Health” (2008).
Untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan, penulis mengerjakan penelitian dan skripsi dengan judul “Identifikasi Penyebab dan Upaya
Pengurangan Aftertaste Pahit pada Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi”, dibawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. dan Ir. Sutrisno Koswara, MSi.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur dan berjuta terima kasih kepada Alloh Subhanahu wa ta’alla atas rahmat, karunia, dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat meyelesaikan penelitian dengan judul “Identifikasi Penyebab dan Upaya Pengurangan Aftertaste Pahit pada Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Tekonologi Pertanian. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosululloh Muhammad Solallohu alaihi wassalam. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih pada semua yang telah membantu, mendukung, dan membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai, terutama kepada : 1.
Orang tua, Ibu, atas sayang, doa, nasehat, dan semangat yang tiada henti.
2.
Dr. Ir. Dahrul Syah selaku Dosen Pembimbing I atas kesabaran dalam membimbing, membantu, dan mendukung penulis selama 3 tahun menempuh pendidikan di Departemen Ilmu dan Tekonologi Pangan IPB. Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam limpahan RahmatNya.
3.
Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Selaku Dosen Pembimbing II atas saran, bimbingan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian. Semoga Bapak dan keluarga selalu dalam limpahan RahmatNya.
4.
Dra. Waysima, MSc. atas nasehat dan kesediaan menjadi dosen penguji.
5.
Seluruh Dosen dan staf Departemen Ilmu dan Tekonologi Pangan atas ilmu-ilmu yang telah diajarkan.
6.
Adik, Muhammad Habib Hawari, atas semua yang diberikan selama menemani orang tua sampai saat ini. Mbah Yi, Lek To, Lek Yun, Lek Lis, Lek Har, matur suwun doane.
7.
Pak Warto dan Pak Ghofar atas bantuan dalam mendapatkan bahan baku penelitian.
8.
Sahabatku, Marina Noor Prathivi, Riyanti Ekafitri, RH. Fitri Faradilla, Rika Novayanti, Dewi Kurniasih, dan Riska Rudiyanti, makasih banget
atas semua bantuan, dukungan, semangat, dan waktu kalian. Makasih sudah mengertiku yang susah dimengerti ini. Semoga kita selalu dalam limpahan kasih sayang-Nya. I will miss u full. 9.
Joko Rurianto, sahabat, kakak, adik, makasih atas semua dukungan dan semangatmu, serta contoh kesabarannya. Sahabat, Ragil Andika Yuniawan, terima kasih atas ilmu, waktu, guyonan, dan kesebelan yang kamu berikan. Makasih atas semuanya. ^^
10. Kakak tingkat sebimbingan, Mbak Anggita, Mbak Angel, Kak Gilang, dan teman sebimbingan, Rizal Fahmi_dun, makasih atas bantuan, masukan, dan pengalaman yang telah diberikan. 11. Temen-temen kos SQ, Siti Natasha, Puty Jubedah, Lina Dorami, Una Jelita, Mumpita Aurelia, dan Cham2 Cempaka. Temen-temen kos Bisma, Fatma, Faiz, Mega, Mala, Laras. 12. Sahabat di kampung halaman, Wulan, Esthi, Khalimi, Windi, Aan, Ocha, Imam faruq, Mundi, Panda, Isni, Ninik. Miss u all. 13. Para Laboran Departemen ITP, Bu Rub, Pak Wahid, Pak Jun, Pak Iyas, Pak Deni, Pak Gatot, Bu Antin, Bu Sri, Pak Nur, dan Pak Sob. 14. Teman-teman seperjuangan ITP’42, icha cendol, ike, fera, haris, om, basil, papa aji, veni, shanty, bombay, muji, witong, uni, tiu, twi, tiwi, wahyu, khrisia, galih jawa, galih pinky, kamlit, tata, irene, eping, uci, cha2, syam, arya, susan, nina, dan semuanya yang nggak bisa disebut satu-satu, makasih atas pengalaman dan kenangan hidup yang begitu berharga. We are the best. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2009
Penulis
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2008 jumlah penduduk Indonesia mencapai ±470 juta jiwa (BPS, 2008). Bahan pangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia masih didominasi oleh beras dan tepung terigu. Di lain sisi, sampai tahun 2009 ini tepung terigu merupakan barang impor yang mencapai 5.5 juta ton/tahun dan harganya selalu mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, diperlukan diversifikasi pangan sumber karbohidrat, yang merupakan bagian terbesar pangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap beras dan tepung terigu sehingga juga dapat meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Di Indonesia ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan palawija sumber karbohidrat yang penanamannya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan hampir seluruh produksi ubi jalar nasional digunakan sebagai bahan makanan (Deptan, 2006). Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1993) dan Suismono (1995), dari 100 gram ubi jalar dapat dihasilkan 123-360 kalori dan protein sebanyak 1.1-1.8%. Ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang baik, umur relatif pendek, tingkat produksi tinggi, dan beberapa potensi lain. Dalam bentuk tepung, tepung ubi jalar diketahui memiliki kadar karbohidrat dan kalori yang setara dengan tepung terigu (Antarlina, 1998). Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dibandingkan dengan beras maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa panen 4 bulan memiliki tingkat produktivitas rata-rata mencapai 12 ton/Ha, lebih besar daripada produktivitas gabah (±4.5 ton/Ha) atau ubi kayu (±8 ton/Ha) yang masa panennya lebih lama dibandingkan dengan masa panen ubi jalar. Menurut catatan Badan
Pusat dan Statistik (BPS) tahun 2008, produksi ubi jalar dari tahun ke tahun tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan jumlah produksinya jauh di bawah tanaman umbi-umbian lain seperti ubi kayu, tetapi cenderung naik setiap tahun. Ubi jalar mempunyai prospek yang baik bila dikelola dengan pola agribisnis dan agroindustri yang baik. Data perkembangan produksi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data tingkat produksi ubi jalar di Indonesia dari tahun 2004 hingga tahun 2008 Tahu n 2004 2005 2006 2007 2008
Tingkat produksi (ton) 1.889.222 1.991.478 1.973.642 1.995.070 1.997.551
Sumber : BPS (2008)
Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar berpeluang menjadi bahan pangan penting dalam upaya penganekaragaman pangan dan dapat mengurangi konsumsi beras pada saat krisis pangan seperti sekarang, meskipun konsumsi beras tidak semuanya dapat disubstitusi oleh ubi jalar. Dari gambaran diatas terlihat bahwa ubi jalar mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan dengan berbasiskan pada produk tepung. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa tepung ubi jalar bisa digunakan sebagai bahan pengganti tepung terigu yang saat ini harganya semakin mahal, seperti pada pembuatan roti dan cookies. Cookies merupakan salah satu produk pengan berbahan dasar tepung, sehingga dapat menjadi prospek bagi pemanfaatan bahan pangan non-terigu yang mengandung banyak karbohidrat, khususnya ubi jalar. Cookies keladi merupakan cookies yang berasal dari Malaysia yang terbuat dari tepung terigu dan umbi keladi. Cookies keladi dikenal memiliki rasa yang enak, aroma yang khas umbi keladi, kemasan yang praktis dan unik, serta tekstur yang renyah dan sangat disukai. Karena beberapa alasan tersebut, pada penelitian sebelumnya, cookies keladi digunakan sebagai
standar bagi cookies ubi jalar untuk diserupakan teksturnya. Dari penelitian Rianti (2008) yang berjudul “Kajian Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi”, diperoleh informasi bahwa cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki aftertaste pahit. Hal ini merupakan masalah yang harus diselesaikan terlebih dulu sebelum dapat memproduksi cookies ubi jalar secara komersial.
B. TUJUAN Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengurangi aftertaste pahit pada cookies ubi jalar tanpa mengubah karakteristik teksturnya. Secara umum tujuan ini dapat dirinci menjadi 3 tujuan khusus berikut : 1.
mengidentifikasi penyebab aftertaste pahit dan memberi solusi untuk meminimumkan aftertaste pada cookies ubi jalar.
2.
mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit minimum.
3.
mempelajari pengaruh penambahan flavor coklat untuk mengurangi atau menyamarkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. COOKIES KELADI Cookies keladi atau yam cookies merupakan cookies yang berasal dari Malaysia yang dibuat menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku utama. Nama keladi diperoleh karena penggunaan umbi keladi sebagai salah satu indgredien dalam pembuatan cookies tersebut. Pada cookies keladi, umbi keladi yang digunakan sebagai ingredien ditambahkan pada adonan cookies tidak dalam bentuk tepung tetapi dalam bentuk konsetrat umbi keladi atau serbuk umbi keladi. Penambahan umbi keladi dalam bentuk tersebut akan mempengaruhi karakteristik aroma dan tekstur cookies keladi yang dihasilkan. Beberapa cookies keladi produksi Malaysia dapat dilihat pada Gambar 1.
(a)
(b)
Gambar 1. Cookies keladi : (a) produksi Teck Seong Food Industries, (b) produksi Ever Delicious Food Industries. Di Malaysia sendiri, cookies ini merupakan salah satu makanan ringan yang sangat digemari masyarakat Malaysia karena memiliki rasa yang enak, aroma wangi khas umbi keladi, cara konsumsi yang mudah karena dikemas satu per satu dengan praktis, serta memiliki tekstur yang renyah. Karena alasan-alasan tersebut, cookies keladi ini ingin diukur karakteristik teksturnya kemudian dijadikan sebagai standar tekstur agar dapat dihasilkan cookies berbahan baku lain yang memiliki tekstur menyerupai cookies keladi. Di Indonesia sendiri, cookies keladi sangat terkenal dan banyak dijumpai terutama di daerah-daerah di pulau Sumatera yang banyak berbatasan dengan
Malaysia, namun cookies ini juga sudah mulai tersedia di pasar-pasar makanan ringan di Jakarta. B. UBI JALAR 1. Botani Ubi Jalar Ubi jalar (sweet potato) atau ketela rambat diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Dalam bahasa latin ubi jalar disebut Ipomoea batatas. Tanaman ini masuk dalam ordo Solanaceae dengan famili Convolvulaceae. Dalam famili ini, hanya ubi jalar yang merupakan tanaman penghasil pati, memiliki umbi yang manis, dan ditanam dengan area panen sangat luas (Woolfe,1992). Gambar umbi ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 2.
(b)
(a)
Gambar 2. Ubi jalar : (a) varietas Cilembu, (b) varietas Emen Umbi ubi jalar adalah akar yang membesar sebagai tempat menyimpan cadangan makanan bagi tanaman ubi jalar. Warna kulit dan daging umbi bervariasi mulai dari putih, krem, merah muda, jingga, kuning, dan ungu tua tergantung jenis dan kandungan pigmen yang terdapat pada kulit dan daging umbi. Rukmana
(1997)
menyebutkan
bahwa
tanaman
ubi
jalar
membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab untuk pertumbuhan, dimana daerah paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah bersuhu 21-27oC dengan kelembaban udara antara 50-60%. Di Indonesia yang beriklim tropik, tanaman ubi jalar cocok ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl (Najiati, 1998). Pertumbuhan dan produksi yang
optimal untuk usaha tani ubi jalar tercapai pada musim kering (kemarau). Pada musim kemarau, varietas yang sama akan menghasilkan kadar tepung yang lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan. Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan sepanjang tahun. 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan penghasil karbohidrat, protein, lemak, serat yang tinggi diantara jenis umbi-umbian. Kandungan zat gizi dalam 100 gram umbi-umbian dan padi disajikan pada Tabel 2. Selain untuk pangan, ubi jalar juga digunakan untuk pakan, bahan baku industri pembuatan tepung, gula cair, makanan ternak, alkohol, dan makanan siap saji. Sedangkan umbi segar juga telah di ekspor ke Singapura, Malaysia dan Jepang (Widodo et al., 1996). Tabel 2. Kandungan gizi utama umbi-umbian dan padi (per 100 gram) Tanaman Ubi Jalar Ubi Kayu Talas Padi
Berdasarkan berat kering (%) Karbohidrat Protein Lemak Serat 85,5 5,0 1,0 3,3 92,5 1,8 0,5 2,5 83,8 6,6 1,7 88,6 8,0 0,9 0,2
Energi (kj) 479 643 475 1.478
Sumber: Widodo et al. (1996)
Ubi jalar merupakan tanaman pangan yang berpotensi sebagai pengganti beras dalam program diversifikasi pangan karena efisien dalam menghasilkan energi, vitamin, dan mineral, serta efisien berdasarkan produktivitas per hektar per hari dibandingkan dengan tanaman pangan lain. Komposisi kimia ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi, dan musim tanam (Lingga et. al., 1996). Dari segi nutrisi, ubi jalar merupakan sumber energi yang baik, mengandung sedikit protein, tetapi merupakan bahan pangan sumber vitamin dan mineral berkualitas tinggi (Horton et al., 1999).
Ubi jalar merah mengandung vitamin A dalam bentuk provitamin A sampai 7000 IU/100g, sedangkan ubi jalar kuning mengandung provitamin A sebesar 900 IU/100g (Damarjati dan Widowati, 1994). Kandungan mineral kalsium dan vitamin A pada ubi jalar merupakan yang terbaik dibandingkan dengan beras, ubi kayu, dan jagung kuning (Woolfe, 1992). Komponen gizi dalam ubi jalar selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Komponen gizi ubi jalar per 100 gram bahan segar Kandungan gizi Kalori (kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Air (g) Serat kasar (g) Abu (g) Kadar gula (g) % Bagian yang dapat dimakan
Ubi jalar meraha 123 27,9 1,8 0,7 68,5 0,9 0,4 0,4 86,0
Ubi jalar putiha 123 27,9 1,8 0,7 68,5 1,2 1,2 0,4 86,0
Ubi jalar kuningb 360 32,3 1,1 0,4 68,5 1,4 0,3 0,3 -
Sumber : a Direktorat Gizi Depkes RI (1993) b Suismono (1995)
Selain mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh, ubi jalar juga mengandung zat anti gizi yakni tripsin inhibitor, dengan jumlah 0,26-43,6 IU/100g ubi jalar segar. Adanya tripsin inhibitor akan menutup gugus aktif enzim tripsin sehingga aktivitas enzim tersebut terhambat dan tidak dapat melakukan fungsinya sebagai pemecah protein. Namun, aktivitas tripsin inhibitor ini dapat dihilangkan dengan pengolahan sederhana yakni dengan pengukusan, perebusan, dan pemasakan. (Santosa, et al., 1994) 3. Karbohidrat Ubi Jalar Ubi jalar merupakan sumber energi yang baik dalam bentuk karbohidrat. Hal ini ditunjukan dengan kadar protein dan lemak pada ubi jalar jumlahnya rendah, tetapi mengandung karbohidrat dalam jumlah cukup banyak (Lingga et al., 1996). Kandungan karbohidrat pada ubi jalar bervariasi antara 6,17% sampai 38,75% tergantung kultivar. Komponen karbohidrat utama pada ubi jalar adalah amilosa dan amilopektin. Rasio
amilosa dan amilopektin pada ubi jalar secara umum adalah 1 : 3 atau 1 : 4. Kandungan amilopektin yang tinggi dan amilosa yang rendah diduga bertanggung jawab terhadap karakteristik tekstur ubi jalar (Hammet dan Barrantine di dalam Woolfe, 1999). Menurut Woolfe (1999), kandungan total gula pada ubi jalar akan mengalami perubahan setelah pemasakan dan jumlahnya berbeda-beda tergantung kultivar. Kandungan total gula ubi jalar setelah pemasakan cenderung meningkat dibandingkan dengan ubi jalar mentah. Hidrolisis pati menjadi dekstrin akan menyebabkan peningkatan kadar maltosa secara drastis. Akan tetapi gula dalam ubi jalar tetap didominasi oleh sukrosa. Setelah mengkonsumsi ubi jalar, karbohidrat didalamnya memiliki kecenderungan menyebabkan timbulnya flatulensi. Menurut Damardjati (2003), flatulensi ini disebabkan oleh gas flatus yang merupakan hasil samping dari fermentasi karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh mikroflora usus, antara lain resistant starch, oligosakarida tak tercerna, dan polisakarida non pati seperti serat makanan. Karbohidrat yang dikandung ubi jalar masuk dalam klasifikasi Low Glycemix Index (LGI, 54) sehingga sangat cocok untuk penderita diabetes. karena tidak secara drastis menaikkan gula darah, berbeda halnya dengan sifat karbohidrat dengan glycemix index tinggi, seperti beras dan jagung. Sebagian besar serat ubi jalar merupakan serat larut, yang menyerap kelebihan lemak/kolesterol darah, sehingga kadar lemak/kolesterol darah tetap normal (Muchtadi, 2001). 4. Tepung Ubi Jalar Proses pembuatan tepung ubi jalar cukup sederhana. Pembuatan tepung ubi jalar meliputi proses pembersihan, pengupasan, penghancuran (pengirisan), dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Menurut Sugiyono (2003), tepung ubi jalar dapat dibuat dengan dua cara yaitu pertama ubi diiris tipis lalu dikeringkan (chips/sawut kering) kemudian ditepungkan, dan kedua ubi jalar diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan dan ditepungkan.
Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode pengeringan, diantaranya pengeringan menggunakan sinar matahari (Santosa et. al., 1994) dan pengeringan menggunakan alat pengering seperti mesin pengering sawut ubi jalar (Sutrisno dan Ananto, 1999), oven, serta drum drier (Koswara et al., 2003). Tepung ubi jalar juga dapat diproduksi dengan pengering semprot ataupun pengering bertingkat dari irisan-irisan ubi jalar yang telah dibuat (Rukmana, 1997). Metode pengeringan yang digunakan mempengaruhi mutu tepung ubi jalar yang dihasilkan. Tabel 4 memperlihatkan perbedaan komposisi kimia tepung dari dua varietas ubi jalar dengan metode pengeringan oven dan drum drier. Tabel 4. Komposisi kimia tepung ubi jalar dua varietas dengan dua cara pengeringan Komposisi kimia Ubi jalar SQ-27 Ubi jalar Ceret (% berat basah) drum drier oven drum drier oven Air 3,95 6,31 5,06 8,91 Abu 2,65 1,70 2,80 2,33 Protein 4,75 3,63 4,55 3,76 Lemak 4,44 1,01 5,32 1,26 Serat 1,91 4,99 2,13 5,90 Karbohidrat (by 82,30 82,36 80,14 77,84 different) Sumber : Koswara et al. (2003)
Tepung ubi jalar memiliki kegunaan yang sangat beragam, baik sebagai bahan baku industri pangan maupun industri kimia. Kandungan gizi tepung ubi jalar dibandingkan dengan tepung gandum dan tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan gizi tepung ubi jalar, tepung terigu, dan tepung jagung Kandungan gizi Air (%) Protein (%) Lemak (%) Abu (%) Karbohidrat (%) Serat (%) Kalori (kal/100g)
Tepung ubi jalara 7,00 5,12 0,58 3,22 85,26 1,95 366,89
Tepung terigua 7,00 13.13 1,29 0.54 85,04 0,62 375,79
Tepung jagungb 16,04 4,28 1,32 74,27 -
Keterangan : - tidak tercantum data tentang kandungan gizi yang bersangkutan Sumber : a Antarlina (1998) b Antarlina (1994)
C. RASA PAHIT 1. Penyakit pada Ubi Jalar Penyakit pada ubi jalar dapat disebabkan karena serangan serangga, fungi/cendawan, virus, nematoda, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Penyakit-penyakit tersebut dapat terjadi pada tanaman ubi jalar sehingga menyebabkan umbi menjadi pahit dan berbau busuk, layu, mengalami kebusukan/kerusakan tanaman dan umbi, pengkerdilan tanaman, serta ketidaknormalan lainya. Umbi yang terserang penyakit juga dapat mengkontaminasi umbi yang sehat pada saat penyimpanan sehingga menyebabkan pengkisutan atau pengeriputan kulit serta pecahnya jaringan internal umbi (Elmer, 1987). Kumbang Cylas formicarius F. merupakan hama utama pada ubi jalar di dunia, baik di daerah tropika maupun subtropika. Hama Cylas foemicarius F. ini dikenal juga dengan sebutan hama lanas. Hama lanas terdapat pada hampir seluruh pertanaman ubi jalar di Amerika, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, dan kepulauan Pasifik. Di Indonesia, hama ini terdapat di semua daerah penghasil ubi jalar (Supriyatin, 2001). Hama ini dapat merusak umbi di lapangan dan pada saat penyimpanan. Menurut Supriyatin (2001), pada musim kemarau, kehilangan hasil akibat serangan hama lanas berkisar antara 10% hingga 80%. Kerusakan yang ditimbulkan ditandai oleh adanya lubang-lubang kecil pada umbi dan mengeluarkan bau busuk yang khas. Larva Cylas formicarius merusak umbi dengan menggerek, membuat lorong-lorong dan sisa gerekan ditumpuk di sekitar lubang gerekan dalam umbi. Bagian umbi yang rusak karena serangan hama lanas sering disebut sebagai bagian yang boleng. Ubi jalar yang terserang hama lanas dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Ubi jalar putih yang terserang hama lanas
Umbi yang rusak akibat serangan hama akan menghasilkan terpen yang menyebabkan umbi terasa pahit sehingga tidak dapat dikonsumsi dan dikhawatirkan berbahaya bagi kesehatan. Black rot juga merupakan penyakit pada ubi jalar. Penyakit ini disebabkan oleh fungi Ceratocystis fimbriata dan bersifat sangat dekstruktif. Ciri ubi jalar terinfeksi black rot adalah terdapat sesuatu pada permukaaan ubi berbentuk agak bundar, berukuran kecil, agak cekung, disertai spot berwarna gelap (coklat). Jika basah, spot gelap ini akan berubah warna menjadi hitam kehijauan sampai hitam dan menjadi keabu-abuan jika kering Menurut Sikora (2004), jaringan umbi yang dekat dengan spot berwarna gelap di atas akan memiliki rasa yang pahit dan akhirnya bagian dalam umbi akan busuk. Ubi jalar yang kelihatan sehat saat dipanen dapat terserang kebusukan ini pada saat penyimpanan, selama transportasi, atau saat berada di pasar. Di Indonesia sendiri, areal pertanian ubi jalar lebih sering mengalami serangan hama lanas dibandingkan dengan serangan fungi black rot. Serangan hama lanas dapat mengalami peningkatan yang sangat signifikan terutama pada saat musim kemarau.
2. Komponen Penyebab Rasa Pahit Secara umum, rasa pahit biasanya disebabkan oleh senyawa kimia seperti alkaloid dan fenolik. Tetapi beberapa komponen organik seperti amida
dan
thiourea
(thioamida)
serta
terpen
juga
berkontribusi
menyebabkan rasa pahit (Shallenberger, 1993). a. Alkaloid Alkaloid merupakan kelompok senyawa yang mengandung atom nitrogen basa dan dapat diekstrak menggunakan asam encer (Fessenden dan Fessenden, 1995). Alkaloid mengandung C, H, N, dan pada umumnya mengandung atom O. Menurut Hart (1990), alkaloid merupakan
senyawa
nitrogen
heterosiklik
atau
secara
umum
mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid
berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Sebagian besar alkaloid bersifat larut air. Alkaloid banyak ditemukan pada akar, biji, kayu, serta daun pada tumbuhan dan umbi-umbian. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama dan pengatur kerja hormon. Alkaloid dapat diproduksi oleh berbagai jenis organisme termasuk bakteri, fungi, tumbuhan, dan hewan sebagai produk alami (metabolit sekunder) organisme tersebut dan sebagai cadangan bagi biosintesis protein. Menurut Dewanti dan Nuraida (2007), metabolit sekunder merupakan hasil metabolisme makhluk hidup yang dikeluarkan dan pada umumnya dihasilkan untuk mempertahankan hidup. Metabolit sekunder ini dapat berupa flavor, antibiotik, dan toksin. Karena alkaloid merupakan metabolit sekunder, banyak alkaloid yang dihasilkan organisme bersifat toksik bagi organisme lain. Beberapa alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Steroid alkaloid (yang termasuk dalam terpenoid) seperti
solanin dan tomatin pada
kentang dan tomat juga merupakan alkaloid. Solanin terbukti secara ilmiah memberikan rasa pahit pada kentang. b. Komponen Fenolik Komponen fenolik telah terbukti menghasilkan rasa pahit pada serealia dan sayur-sayuran. Kebanyakan senyawa fenolik merupakan ester yang terbentuk dari quinic acid dan caffeic acid. Menurut Gibe (2005), ubi jalar mengandung ester fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan seperti asam klorogenat, asam isoklorogenat dan asam kaffeat. Komponen fenolik pada ubi jalar ini berfungsi untuk melawan kehadiran free radical dan senyawa toksik. Kandungan komponen fenolik dalam ubi jalar disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan komponen fenolik ubi jalar (mg/100g berat basah) Bagian Asam Asam Asam Total klorogenat isoklorogenat kaffeat Umbi 11,2 7,1 0,3 18,6 Kulit 30,6 25,5 0,0 56,1 Daun 56,0 35,5 1,5 93,0 Sumber : Gibe (2005)
c. Phytoalexin Phytoalexin adalah senyawa antimikroba dengan berat molekul yang kecil yang yang terakumulasi dalam tanaman sebagai akibat dari infeksi atau cekaman (Kuc 1995). Lebih dari 350 phytoalexin telah dikarakterisasi secara kimia dari sekitar 30 famili tanaman. Phytoalexin phenylpropanoid terdistribusi diantara famili Leguminosae, Solanaceae, Convolvulaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Phytoalexin isoflavonoid umum
terdapat
pada
Leguminosae,
sedangkan
phytoalexin
sesquiterpenoid umum terdapat pada Solanaceae dan Convolvulaceae. Phytoalexin terakumulasi pada situs infeksi dan menghambat pertumbuhan dan bakteri in vitro, sehingga phytoalexin menjadi senyawa pertahanan tanaman untuk melawan penyakit. Phytoalexin tidak selalu bersifat antimikroba, meskipun terakumulasi pada saat infeksi hingga level yang cukup untuk menghambat perkembangan beberapa fungi dan bakteri (Kuc, 1995). Beberapa senyawa dalam kelompok alkaloid seperti terpenoid dan glikosteroid termasuk dalam phytoalexins (Suwarno, 2008) d. Terpenoid Terpenoid
atau
isoterpenoid
atau
isoprenoid
merupakan
hidrokarbon yang dihasilkan dari kombinasi beberapa unit isoprene (Anonim, 2009). Struktur kimia isoprena dapat dilihat pada Gambar 4.
X Gambar 4. Struktur kimia isoprena Menurut Shallenberger (1993), terpenoid merupakan golongan senyawa turunan karbohidrat yang beberapa berperan membentuk flavor suatu
bahan pangan. Beberapa senyawa dalam salah satu kelompok terpen, diterpen, merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap rasa pahit (bitter). Beberapa senyawa sesquiterpen seperti (+) 6S 1’S – hernandulcin berkontribusi memberikan rasa manis hingga tingkat kemanisan 1000 kali sukrosa. Akan tetapi epimernya, (+) 6S, 1R – epihernandulcin sama sekali tidak manis Sesquiterpen termasuk dalam salah satu kelas terpen, yang terdiri dari 3 unit isoterpene dengan rumus molekul C15H24. Sesquiterpen dapat bersifat asiklik, monosiklik, bisiklik, dan trisiklik. Oleh karena itu, beberapa sesquiterpen berperan memberi rasa manis, sedangkan beberapa yang lainnya bertanggung jawab terhadap hadirnya rasa pahit. Selain (+) 6S, 1R – epihernandulcin, masih banyak senyawa sesquiterpen lain yang bertangung jawab terhadap rasa pahit atau menjadi prekursor biosintesis senyawa penghasil rasa pahit (Shallenberger, 1993). Sebagai contohnya adalah dehydroipomeamarone, sesquiterpeoid pada ubi jalar, yang merupakan prekursor ipomaemarone (Oguni dan Uritani,2003 ). Ipomaemarone adalah phytoalexin, berbentuk furano-terpenoid, pada ubi jalar yang terkena penyakit black rot akibat infeksi dari fungi Ceratocystis fimbriata (Oguni dan Uritani, 2003). Ubi jalar yang terkena serangan hama kumbang penggerek Cylas formicarius pada ubi jalar dapat menghasilkan phytoalexin dalam bentuk senyawa sesquiterpen yang rasanya pahit (Palaniswami dan Chattopadhyays, 2005). Menurut Uritani et. al. (1995), larva Cylas formicarius merusak umbi ubi jalar secara internal dan menyebabkan terjadinya produksi senyawa terpenoid yang berkontribusi menghasilkan rasa pahit pada umbi ubi jalar. Sampai saat ini belum diketahui secara rinci nama senyawa terpenoid pada ubi jalar yang terserang hama lanas, namun senyawa sesquiterpen dapat bersifat toksik apabila dikonsumsi oleh mamalia. D. COOKIES Cookies termasuk jenis biskuit, yang biasanya mengandung kadar lemak dan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis biskuit lainnya, seperti biskuit keras, crakers, dan wafer. Cookies memiliki kadar air yang
rendah (kurang dari 5%) sehingga teksturnya renyah, bila dikemas akan terlindung dari kelembaban, dan memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000). Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak dengan sifat yang lebih renyah karena teksturnya yang kurang padat. Menurut SNI (1992), cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan, dan penampang potongannnya bertekstur padat. Cookies berbahan dasar non terigu termasuk dalam golongan short dough (Manley, 2001). Syarat mutu cookies sampai saat ini mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2973-1992) dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2971-1992 Kriteria Energi (kkal/100g) Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Serat kasar (%) Logam berbahaya Bau dan rasa Warna
Syarat Minimum 400 Maksimum 5 Minimum 9 Minimum 9,5 Minimum 70 Maksimum 1,5 Maksimum 0,5 Negatif Normal dan tidak tengik Normal
Sumber : BSN (1992)
1. Bahan Baku Cookies Menurut Matz dan Matz (1978), bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies antara lain tepung, gula, lemak, susu skim, telur, garam, leavening agent (baking soda), dan flavor. a. Tepung Tepung merupakan komposisi dasar pada produk bakery. Dalam adonan, tepung berfungsi sebagai pembentuk tekstur, pengikat bahan-bahan lain dan mendistribusikanya secara merata, serta berperan dalam membentuk cita rasa (Matz dan Matz, 1978). Umumnya, cookies dibuat dari tepung terigu. Tepung terigu yang biasanya digunakan untuk membuat cookies adalah tepung terigu lunak, dengan kadar protein rendah (7-9%). Tepung
terigu lunak digunakan karena cenderung membentuk adonan yang lebih lembut dan lengket. Adonan cookies memang tidak diinginkan terlalu mengembang selama pemanggangan. Oleh karena itu, pada produk cookies, tepung lain yang tidak mengandung gluten berpotensi sangat besar untuk menggantikan tepung terigu (Manley, 1998). b. Gula Gula ditambahkan dengan tujuan memberi rasa manis. Gula dalam bentuk sukrosa berfungsi lain sebagai pembentuk tekstur (pelembut), pemberi warna, dan pengontrol penyebaran cookies. Karena gula dapat menurunkan Aw bahan pangan, maka gula juga berfungsi sebagai pengawet. Dalam pembuatan produk cookies, gula yang biasa digunakan adalah gula halus. Penggunaan gula pasir dapat membuat tekstur cookies yang dihasilkan menjadi lebih kasar karena rekristalisasi butiran gula yang ukurannya lebih besar, sedangkan gula halus akan menghasilkan tekstur cookies yang lebih halus (Matz dan Matz, 1978). Jumlah gula yang ditambahkan akan mempengaruhi tekstur dan penampakan cookies. Menurut Matz dan Matz (1978), semakin tinggi jumlah gula yang ditambahkan dalam adonan maka semakin keras pula produk yang dihasilkan. c. Lemak Menurut Matz dan Matz (1978), lemak berfungsi untuk memberikan efek shortening dengan memperbaiki struktur fisik cookies seperti volume pengembangan, tekstur, kelembutan, dan memberi flavor karamel. Jenis lemak yang digunakan akan mempengaruhi penyebaran dan penampakan cookies. Menurut Almond (1992), penggunaan margarin akan menghasilkan cookies dengan volume pengembangan yang lebih besar dan rasa yang lebih lembut dan halus dibandingkan dengan butter yang menghasilkan akan cookies dengan butiran-butiran yang lebih kasar serta volume cookies lebih rendah. d. Telur Telur mempengaruhi tektur cookies karena memiliki sifat pengemulsi, pengaerasi, pelembut, dan pengikat. Telur juga berfungsi meningkatkan nilai gizi produk. Telur dapat mempengaruhi warna, rasa, dan melembutkan
tekstur cookies dengan daya emulsi yang terdapat pada kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat dari putih telur. Dalam pembuatan cookies, penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas cita rasa yang sangat baik. Tetapi tekstur cookies tidak sebaik jika ditambahkan telur secara keseluruhan. Oleh karena itu, agar adonan lebih kompak sebaiknya ditambahkan putih telur secukupnya (Matz dan Matz, 1978). e. Garam Garam digunakan untuk membentuk efek rasa dan peningkat rasa. Menurut Matz dan Matz (1978), penggunaan garam dalam sebagian besar formula cookies paling banyak sebesar 1%. f. Susu skim Selain meningkatkan nilai gizi, susu berfungsi untuk memperbaiki tekstur, memberi aroma, dan memperbaiki warna permukaan. Laktosa dalam susu merupakan gula pereduksi yang dapat bereaksi dengan protein melalui reaksi Maillard dan proses pemanasan, memberikan warna coklat yang menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang. g. Bahan pengembang Menurut Codex Alimentarius Commission (2001) dikutip oleh Branen et al. (2002), bahan pengembang merupakan senyawa kimia atau kombinasi senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan sehingga dapat meningkatkan volume adonan. Bahan pengembang berfungsi untuk mengembangkan dan memperbaiki tekstur cookies. Bahan pengembang yang biasa digunakan untuk membuat cookies adalah baking powder dan ammonium bikarbonat. Menurut Matz dan Matz (1978), baking powder bersifat cepat larut dalam suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Ammonium bikarbonat larut dalam air dan dapat terdekomposisi pada suhu 104oC (Stauffer, 2000). Ammonium bikarbonat biasa digunakan untuk produk dengan kadar air kurang dari 5% seperti cookies dan crakers.
2. Proses Pembuatan Cookies Proses pembuatan cookies meliputi tahap pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan (Matz, 1992). Metode yang digunakan untuk pencampuran adonan adalah metode krim. Pada metode ini bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama, pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan flavor, lalu susu dan bahan kimia aerasi berikut garam. Penambahan tepung dilakukan di paling akhir. Metode krim baik digunakan dalam pembuatan cookies karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan seperti pada pembuatan roti (Matz, 1992). Pada tahap pencetakan, adonan cookies diratakan dengan ketebalan tertentu kemudian dicetak. Adonan yang sudah dicetak ditata dalam loyang yang telah diolesi lemak lalu dipanggang dalam oven. Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan lemak yang digunakan, suhu pemanggangan dapat dibuat semakin tinggi (177-204oC). Suhu dan lama pemanggangan akan mempengaruhi kadar air cookies. Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas, karena bagian luar cookies akan cepat matang sehingga menghambat pemanggangan dan mengakibatkan permukaan cookies
menjadi retak
(Manley,1998). Cookies hasil pemanggangan harus segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan mencegah terjadinya pengerasan akibat memadatnya gula dan lemak. Waktu mendinginkan biasanya 2-3 kali lebih lama daripada waktu pemanggangan (Manley, 1998).
E. FLAVOR Flavor adalah gabungan persepsi yang diterima oleh indera manusia yaitu bau, rasa, penampakan, sentuhan, dan bunyi pada saat mengkonsumsi makanan. Tiga sensasi yang ditimbulkan flavor pada indera kita adalah rasa, bau, dan tekstur (Lindsay di dalam Winarno, 2002). Istilah flavoring digunakan untuk membedakan pengertian sifat intrinsik produk yang berkaitan dengan flavor dengan bahan-bahan yang ditambah dari luar untuk mengubah atau menghasilkan profil flavor tertentu
dari produk. Flavoring adalah senyawa kimia tunggal atau campuran, alami atau sintetis, yang digunakan untuk memberikan sebagian atau keseluruhan sensasi flavor tertentu pada makanan dan produk lain yang masuk ke dalam mulut. Tujuan flavoring (Winarno, 2002) diantaranya adalah meningkatkan daya tarik pangan, menstandarisasi flavor produk akhir, dan menguatkan flavor awal yang lemah. Selain itu juga menggantikan flavor yang hilang selama pengolahan, menutupi karakter-karakter yang tidak menyenangkan, dan karena alasan ekonomi. Menurut Burdock (1991), klasifikasi flavor berdasarkan legal status adalah flavor natural (alami), flavor natural identikal, dan flavor artifisial. Flavor dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu savory flavour, sweet flavour, dan tobacco flavour. Savory flavour banyak digunakan pada industri mie instan, sedangkan sweet flavour biasa digunakan untuk produk-produk industri minuman (sirup dan sari buah), confectionary, dan produk bakery. Untuk produk bakery seperti biskuit, cookies, dan crakers, jenis sweet flavour yang sering dipakai adalah almond, butter, chocolate, vanila, karamel, dan coconut (Winarno, 2002). Menurut Manley (1998), biskuit dan produk bakery dapat ditambah flavor dengan tiga metode yaitu : (1) ditambah flavor dalam adonan sebelum dipanggang; (2) ditaburkan atau disemprotkan setelah dipanggang; (3) flavor yang tidak ikut dipanggang seperti pelapisan krim, jam, icing, dan mallow. Karena biskuit dan produk bakery diolah dengan pemanggangan dimana penggunaan panasnya dapat mencapai 250oC, maka flavor yang dipilih harus tahan panas, tidak rusak pada suhu 100oC sampai 300oC.
F. TEKSTUR PRODUK PANGAN 1. Definisi Tekstur merupakan salah satu faktor penting penentu penerimaan produk pangan oleh konsumen selain penampakan dan flavor. Jika salah satu dari ketiga faktor tersebut tidak memenuhi harapan konsumen, produk menjadi kurang disukai dan bila dikonsumsi akan menimbulkan respon negatif dari konsumen. Menurut Brean (1980) sebagaimana dikutip Faridi
dan Faubion (1990), tekstur merupakan atribut sensori yang dipersepsikan oleh indera manusia melalui sentuhan, penglihatan, dan pendengaran. Tekstur bukan merupakan atribut berdimensi tunggal, tetapi merupakan atribut multidimensional, dimana atribut tekstural produk pangan dapat didefinisikan sebagai : (1) merupakan kelompok atributatribut fisik, (2) merupakan turunan dari struktur produk, (3) merupakan atribut mekanikal dan reologikal produk, (4) dipersepsikan oleh indera peraba, dan (5) pengukuran objektif dari atribut tekstural biasanya melibatkan fungsi dari massa, jarak, tekanan, dan waktu. Faridi dan Faubion (1990) mengutip Szczesniak (1963) menyatakan bahwa,
parameter-parameter
tekstur
yang
digunakan
untuk
mengklasifikasikan atribut tekstur secara sensori terdiri dari tiga kategori, yaitu : (1) karekteristik mekanikal, yaitu reaksi bahan pangan terhadap tekanan yang dipersepsikan oleh indera kinestetik, meliputi kekerasan, kohesivitas, viskositas, dan kerenyahan; (2) karakteristik geometrikal, yaitu karakteristik yang berhubungan dengan ukuran, bentuk, dan orientasi partikel yang dipersepsikan oleh syaraf pengecap dalam mulut atau dengan sentuhan, meliputi gritty, grainy, flaky, stringy, dan smooth; dan (3) karakteristik lain, meliputi mouthfeel yang berhubungan dengan persepsi terhadap lemak dan air selama proses pengunyahan dan penelanan. 2. Pengukuran Tekstur Secara Objektif Menurut Bourne (1989) sebagaimana dikutip Faridi (1994), beberapa langkah
efektif
dalam
evaluasi
tekstural
produk
pangan
secara
objektif/instrumental, diantaranya : (1) mempertimbangkan semua prinsip yang dapat dilakukan dalam pengukuran tekstur, (2) memilih prinsip pengujian yang paling cocok dengan sifat produk, (3) memilih instrumen yang menggunakan prinsip pengujian di atas, dan (4) melakukan prosedur pengujian dengan benar agar didapatkan korelasi yang tinggi dengan pengukuran tekstur secara sensori. Pengukuran tektur produk pangan secara objektif sangat bervariasi dalam prinsip pengujian dan alat yang digunakan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode pengukuran tekstur secara intrumental yang tepat dan akurat yaitu sifat alami produk,
tujuan pengujian, tingkat ketepatan pengukuran yang diinginkan, jenis pengujian (destruktif atau non-destruktif), biaya yang dibutuhkan, waktu pengujian yang dibutuhkan, dan lokasi pengujian. Sifat alami produk berkaitan dengan jenis bahan yang digunakan (renyah, berongga, omogen, plastis, berpasir, heterogen, dan lain-lain). Sifat alami produk akan mempengaruhi prinsip pengukuran yang digunakan. Tujuan pengukuran dapat berupa bagian dari proses quality control, pengembangan produk, penentuan standar, atau untuk tujuan penelitian. Ukuran sampel yang besar dan jumlah sampel yang banyak akan memberikan tingkat ketepatan yang lebih tinggi, tetapi membutuhkan banyak produk, menghasilkan rentang gaya yang tinggi, dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga dibutuhkan penyesuaian antara biaya dan waktu yang dibutuhkan dengan ketepatan pengukuran yang diinginkan. Jenis uji destruktif akan merusak sampel sehingga sampel tidak bisa digunakan lagi untuk pengukuran selanjutnya atau untuk tujuan lain, sedangkan pengujian non-destruktif tidak merusak sampel sehingga pengukuran selanjutnya dapat menggunakan sampel yang sama. Biaya yang dibutuhkan meliputi biaya pembelian, operasional dan perawatan, serta biaya operator yang mengoperasikan alat. Scott-Blair (1958) dalam Rosenthal (1999) mengklasifikasikan pengukuran tekstur secara instrumental dalam tiga kategori, yaitu : (1) pengukuran fundamental, yaitu metode yang mengukur atribut reologi atau fisik seperti viskositas dan modulus elastik, (2) pengukuran imitatif, yaitu metode pengukuran yang didesain dengan mengimitasi proses pengunyahan di dalam mulut manusia, dimana proses metode ini paling banyak dilakukan dengan Texture Profile Analysis (TPA), dan (3) pengukuran empiris, yaitu metode yang mengukur atribut mekanik produk dengan mengkombinasikan beberapa tipe prinsip pengujian seperti penetrasi, kompresi, dan pemotongan. Prinsip pengukuran dalam evaluasi produk pangan secara instrumental sangat bervariasi. Beberapa prinsip pengukuran yang biasa digunakan untuk pengukuran tekstur produk bakery, termasuk cookies disajikan pada Tabel 8.
Selain melakukan pemilihan metode pengukuran secara instrumental yang tepat, faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas data dalam pengukuran tekstur juga harus diperhatikan. Christensen dan Vickers di dalam
Faridi
mempengaruhi
(1994) menyebutkan variabilitas
data,
bahwa
yaitu
:
ada (1)
dua faktor yang kondisi
pengukuran
(kelembaban, suhu, tekanan uap, laju deformasi, dan waktu respon dari recorder), dan (2) faktor internal dari produk itu sendiri yang meliputi umur produk, bahan yang digunakan, kadar air, kandungan lemak, ukuran dan bentuk, keseragaman pemanggangan, dan pencampuran. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan perbedaan hasil pengukuran yang dilakukan pada jenis alat yang sama, antar jenis alat yang berbeda, dan antara pengukuran instrumental dengan evaluasi secara sensori. Tabel 8. Prinsip pengukuran tekstur produk bakery Prinsip
Variabel yang diukur Deformation Gaya atau jarak Snapping Gaya Puncture/probing Gaya Sawing Density Texture press Texture profile analysis
Waktu Volume Gaya Beberapa variabel
Produk Roti dan produk beragi lainya Crakers dan cookies Sebagian besar produk nonragi Crakers dan cookies Roti dan cake Crakers, pastries Semua produk
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
1.
BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies ubi jalar pada penelitian ini antara lain ubi jalar, margarin, gula halus, room butter, susu skim, garam, soda kue, serbuk kacang, vanili, air, telur, dan flavor coklat. Bahan-bahan kimia digunakan untuk analisis antara lain n-heksana, K2SO4, HgO, NaOH, CuSO4 H2SO4 pekat, Na2S2O3, H3BO3, HCl, alkohol 95%, indikator metylen blue, indikator metylen red ,dan air destilata. Alat yang digunakan untuk membuat tepung ubi jalar dan cookies ubi jalar antara lain disc mill, ayakan (80 mesh), baskom, mixer, alat cetak, loyang alumunium, timbangan, kuas kue, dan oven pemanggang. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain texture analyzer, jangka sorong, whiteness meter, kromameter minolta, cawan alumunium, cawan porselen, gelas piala, labu erlenmeyer, sudip, gelas pengaduk, labu kjeldahl, labu soxhlet, pipet mohr, pipet tetes, bulb, neraca analitik, dan alat-alat untuk uji organoleptik.
2.
TAHAPAN PENELITIAN Dari penelitian terkait yang telah dilakukan oleh Rianti (2008), ditemukan permasalahan pada citarasa produk yaitu adanya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Aftertaste pahit pada produk akhir kemungkinan berasal dari tepung ubi jalar yang digunakan. Tepung ubi jalar yang digunakan pada penelitian Rianti (2008) diperoleh dari hasil penepungan sawut ubi jalar yang dihasilkan oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Sugimukti, Cibungbulang. Ubi jalar yang digunakan dalam penelitian merupakan ubi jalar putih varietas Emen. Ubi jalar varietas Emen merupakan ubi jalar paling baik setelah ubi jalar varietas Sukuh untuk diolah menjadi tepung ubi jalar.
Sebelum dijadikan sawut, ubi jalar mengalami penyortiran secara manual. Sawut ubi jalar Cibungbulang dibuat dengan tidak membuang bagian ubi yang rusak dan terserang penyakit jika bagian ubi yang rusak dan berpenyakit dirasa masih sedikit. Jika mayoritas bagian ubi jalar telah rusak dan berpenyakit, ubi tersebut dibuang dan tidak dijadikan bahan baku sawut. Selain itu, sawut ubi jalar Cibungbulang juga diolah tanpa melakukan pengupasan kulit. Berawal dari hal tersebut, dibuat beberapa hipotesis yang kemudian ingin dibuktikan pada penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Hipotesis tersebut yaitu : Hipotesis 1 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi jalar dibuat dari ubi jalar yang terserang hama lanas Hipotesis 2 : aftertaste pahit pada cookies disebabkan karena tepung ubi jalar dibuat dari ubi jalar yang tidak mengalami pengupasan kulit umbi Hipotesis 3 : semakin tinggi tingkat serangan lanas, maka aftertaste pahit pada cookies ubi jalar juga semakin kuat
1. PENELITIAN PENDAHULUAN a. Analisis Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Pada tahap pendahuluan dilakukan 4 macam perlakuan terhadap ubi jalar yang akan dibuat sawut ubi jalar. Keempat jenis perlakukan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jenis perlakuan pada pembuatan sawut ubi jalar Jenis perlakuan 1 2 3 4
Pembuangan bagian ubi yang boleng X √ √ X
Pengupasan kulit umbi X X √ √
Dari 4 macam perlakuan tersebut, akan dibuat tepung ubi jalar sehingga dihasilkan 4 jenis tepung ubi jalar. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 5.
ubi jalar dicuci
dilakukan perlakuan terhadap bagian ubi yang boleng dan kulit disawut
direndam dalam Na-metabisulfit 3 %, 15 menit ditiriskan dijemur dalam rumah kaca, 2 jam
dikeringkan dalam oven, 170oC, 3 jam Sawut kering
digiling dengan disc mill
diayak 80 mesh tepung ubi jalar
Gambar 5. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar b. Pembuatan Cookies Ubi Jalar Formulasi cookies ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari hasil formulasi cookies ubi jalar
Rianti (2008). Rianti (2008) jalar tepilih berdasarkan mempertimbangkan
mendapatkan tahapan
faktor-faktor
trial
pada penelitian
formulasi
cookies
and error
pembentukan
tekstur
ubi
dengan sehingga
dihasilkan cookies ubi jalar dengan tekstur yang sesuai dengan standar tekstur cookies keladi. Diagram alir pembuatan cookies ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 6.
Margarin (80 g) gula halus (45 g)
dicampur dengan mixer kecepatan tinggi, 10 menit Room butter (0,5 g)
Susu skim (10 g) dicampur dengan mixer kecepatan tinggi, 5 menit
Kacang (30 g) dicampur dengan mixer kecepatan tinggi, 2 menit
Air (30 g) vanili (0,7 g) garam (0,2 g) NaHCO3 (0,5 g)
Tepung ubi jalar (100 g) dicampur dengan mixer kecepatan rendah, 8 menit
dicetak
dioles dengan putih telur dipanggang pada 120oC, 1 jam didinginkan
Cookies ubi
Gambar 6. Diagram alir pembuatan cookies ubi jalar (Rianti, 2008)
c. Pemisahan Ubi Jalar Kedalam Kelas Mutu Tertentu Pemisahan ubi jalar kedalam kelas tertentu berdasarkan tingkat serangan hama lanas didasarkan pada banyaknya (%) bagian ubi jalar yang rusak karena hama lanas. Sebelum ubi jalar dapat dipisahkan kedalam kelas-kelas mutu tertentu, dilakukan survei lapang ke areal pertanaman ubi
jalar Cibungbulang. Penetapan kelas mutu ubi jalar berdasarkan pada hasil survei lapang yang dibuhungkan dengan literature yang mendukung. 2. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan hipotesis 1, hipotesis 2, dan hipotesis 3. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran tekstur secara objektif terhadap cookies ubi jalar yang diharapkan tetap memiliki tekstur menyerupai standar, yaitu cookies keladi. Tahapantahapan pada penelitian utama yaitu : A. Identifikasi Penyebab Aftertaste Pahit Cookies Ubi Jalar Empat macam tepung ubi jalar yang dihasilkan pada tahap pendahuluan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan cookies, sehingga akan dihasilkan 4 macam cookies ubi jalar yang selanjutnya disebut cookies 1, cookies 2, cookies 3, dan cookies 4. Cookies ini kemudian dijadikan sampel pada beberapa uji organoleptik untuk mengetahui penyebab aftertaste pahit yang ada pada cookies ubi jalar dan melihat pengaruh aftertaste pahit cookies ubi jalar terhadap tingkat kesukaan, beberapa uji organoleptik yang dilakukan yaitu : 1. Uji Pembedaan Sederhana (Simple Different Test) Cookies 1, 2, 3, dan 4 akan dijadikan sampel untuk diuji aftertaste pahitnya dengan menggunakan uji pembedaan sederhana. Uji ini dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu antara cookies 1 dan cookies 2, antara cookies 2 dan cookies 3, dan antara cookies 3 dan cookies 4. Dengan menyamakan semua faktor mempengaruhi citarasa produk, dalam hal ini cookies ubi jalar, dari uji pembedaan sederhana ini akan diperoleh hasil mengenai pengaruh tepung ubi jalar sebagai penyebab munculnya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Melalui uji ini, dapat diketahui hipotesis 1 dan hipotesis 2 dapat diterima atau ditolak.
2. Uji Ranking Sederhana dan Rating Hedonik Uji ranking sederhana merupakan metode uji organoleptik yang digunakan untuk membandingkan atribut sensori tertentu dari beberapa sampel, misalnya aftertaste pahit. Cookies 1, 2, 3, dan 4 juga akan dijadikan sampel untuk diuji tingkat aftertaste pahitnya menggunakan uji ranking sederhana. Dari uji ini dapat diperoleh data mengenai ranking masing-masing cookies ubi jalar berdasarkan tingkat aftertaste pahitnya, dari yang paling tinggi hingga paling rendah. Setelah diuji ranking sederhana, cookies 1, 2, 3, dan 4 juga diuji rating hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap tersebut. Dari uji ini akan diperoleh informasi mengenai skor kesukaan keempat cookies tersebut dan menetahui apakah adanya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap cookies ubi jalar. B. Penentuan Kelas Mutu Ubi Jalar Optimum dengan Aftertaste Pahit Minimum Penentuan kelas mutu ubi jalar optimum dengan aftertaste pahit minimum diawali dengan pembuatan tepung ubi jalar dari masing-masing kelas mutu ubi jalar berdasarkan tingkat serangan hama boleng (Tabel 9). Ada 3 kemungkinan perlakuan yang akan dilakukan pada penelitian utama seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kemungkinan jenis perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar pada panelitian lanjutan Hipotesis yang diterima 1 2 1 dan 2
Perlakuan dalam pembuatan tepung ubi jalar pembuangan bagian ubi Pengupasan kulit yang boleng √ X X √ √ √
Dari proses pembuatan tepung ubi jalar, maka dihasilkan empat jenis tepung dari masing-masing kelas mutu ubi jalar yang selanjutkan disebut tepung ubi jalar A, B, C, dan D (sesuai kelas mutunya). Keempat tepung ubi jalar ini kemudian akan dijadikan sebagai bahan baku dalam
pembuatan cookies ubi jalar. Terhadap cookies yang dihasilkan kemudian dilakukan uji rating intensitas untuk dapat menentukan kelas mutu ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies tetapi dengan aftertaste pahit minimum. Uji rating intensitas dilakukan terhadap cookies dari masing-masing kelas ubi jalar, yang selanjutnya disebut cookies A, cookies B, cookies C, dan cookies D. Hipotesis 3 diterima jika terdapat perbedaan nyata terhadap aftertaste pahit antara cookies A dengan cookies B, C, dan D. Jika hipotesis 3 diterima, dari hasil uji rating intensitas akan diperoleh standar kelas maksimal yang menghasilkan cookies ubi jalar dengan tingkat aftertaste pahit yang rendah dan dapat diterima. Panelis yang digunakan dalam uji rating intensitas adalah panelis terlatih sebanyak 8 orang. C. Pengaruh Flavor Coklat untuk Mengurangi Aftertaste Pahit Cookies Ubi Jalar Uji
ranking
sederhana
dilakukan
untuk
melihat
pengaruh
penambahan flavor coklat untuk menyamarkan dan atau mengurangi aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Penambahan flavor coklat pada cookies dilakukan dalam beberapa konsentrasi, yaitu konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% (Pratiwi, 2008). Uji rating hedonik dilakukan terhadap cookies ubi jalar setelah dilakukan uji ranking sederhana. Panelis yang digunakan dalam uji ranking sederhana dan uji rating hedonik kali ini adalah panelis terlatih sebanyak 8 orang. D. Penentuan Tingkat Kesukaan Cookies Ubi Jalar Uji rating hedonik dilakukan terhadap cookies ubi jalar dari tepung ubi jalar yang telah mengalami penghilangan terhadap penyebab-penyebab aftertaste pahit pada cookies, dan dilakukan penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% (Pratiwi, 2008). Panelis yang digunakan dalam uji ranking sederhana ini adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Data hasil uji rating atribut dianalisa dengan ANOVA menggunakan uji lanjut Duncan.
E. Penetapan Standar Tekstur Cookies Ubi Jalar Setelah diperoleh cookies dengan aftertaste pahit yang rendah dan memiliki skor kesukaan yang baik, dilakukan pengukuran tekstur cookies secara objektif dengan alat Texture Analyzer TA.XT2i. Pada pengukuran digunakan jenis probe silinder. Sebelum pengukuran, dilakukan kalibrasi ketinggian probe dan setting kondisi pengukuran. Kurva hasil pengukuran tekstur cookies kemudian dibandingkan dengan kurva standar tekstur cookies keladi. Kurva standar tekstur cookies ubi jalar dibuat melalui langkahlangkah sebagai berikut : 1. Perata-rataan lima grafik hasil pengukuran masing-masing sampel 2. Membuat kombinasi gaya antara Grafik i dan Grafik j pada setiap sampel, dengan i≠j 3. Analisis regresi linier dari kombinasi gaya 4. Perhitungan koefisien korelasi dari kombinasi gaya 5. Perhitungan point matched within +/6. Perata-rataan grafik hasil pengolahan pada langkah 3, 4, dan 5.
3.
ANALISA DAN PENGUKURAN 1. Analisis Kimia a. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel (kurang dari 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC selama kurang lebih 6 jam atau sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isi didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus : Kadar air (% b.b) =
c – (a - b) c
x 100 %
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir(g) b = berat cawan (g) c = berat sampel awal (g) b. Kadar Abu (AOAC, 1995) Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. (a - b)
Kadar abu (% b.b) =
c
x 100 %
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir(g) b = berat cawan (g) c = berat sampel awal (g) c. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100110oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 g, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana. Refluks dilakukan 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstrusi dipanaskan dalam suhu 100oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. (a - b) Kadar lemak (% b.b) =
c
Keterangan : a = berat labu dan sampel akhir (g) b = berat labu kosong (g) c = berat sampel awal (g)
x 100 %
d. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 1995) Sejumlah kecil sampel 1-2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Kemudian ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Sampel dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan dua tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian biru metil 0,2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti pada penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus : (ml HCL sampel- ml HCL blanko) x N HCL x 14.007 x 100
Kadar N (%) = mg sampel Kadar protein (% b.b) = % N x faktor konversi (6.25) e. Kadar Karbohidrat (by difference), Apriyantono et. al., 1989 Kadar Karbohidrat (% b.b) = 100% - (P + KA + A + L) Keterangan : P = kadar protein (%) KA = kadar air (%) A = abu (%) L = kadar lemak (%) 2. Analisis Fisik a. Derajat Putih Tepung, Whitenessmeter Pengukuran derajat putih tepung dilakukan dengan menggunakan alat whitenessmeter. Sampel dimasukkan ke dalam alat pada tempat yang disediakan. Nilai derajat putih dapat dilihat pada monitor dan derajat putih
sampel akan semakin tinggi dengan semakin besarnya nilai yang tercantum pada monitor. Derajat putih (%) =
derajat putih sampel x 100% 110
b. Warna (Metode Hunter) Pengukuran warna tepung dilakukan dengan menggunakan alat kromameter. Warna tepung dibaca dengan detektor digital, kemudian angka hasil pengukuran akan terbaca pada layar. Pada alat ini yang terukur adalah nilai L, a, b L = nilai yang menunjukkan kecerahan (berkisar antara 0 - 100) a = merupakan warna campuran merah-hijau a positif (+) antara 0 - 100 untuk merah a negatif (-) antara 0 - (-80) untuk hijau b = merupakan warna campuran biru-kuning b positif (+) antara 0 - 70 untuk biru b negatif (-) antara 0 - (-80) untuk kuning Pada pengukuran warna dengan kromameter diperoleh nilai Y, x, dan y, sehingga diperlukan konversi menjadi nilai L, a, dan b. Rumus konversi yang digunakan adalah sebagai berikut : Z = Y(1-(x+y))/y L = 10Y0.5 a =
b =
17.5 (1.02x-y) Y0.5 7 (Y-0.847x) Y
c. Analisis Aw Cookies Pengukuran Aw cookies dilakukan dengan menggunakan alat Aw meter. Sampel dimasukkan ke dalam alat pada tempat yang disediakan. Nilai Aw dapat dilihat langsung pada monitor setelah pengukuran selesai yang ditandai dengan munculnya tulisan “complete” pada monitor.
d. Rendemen Cookies Perhitungan rendemen tepung dilakukan dengan membandingkan bobot akhir sampel setelah diproses dengan bobot awal sampel sebelum diproses. Rendemen produk =
Berat cookies Berat adonan
x 100%
e. Analisis Profil Tekstur Cookies Menggunakan Texture Analyzer TA.XT2i Dipilih jenis probe silinder untuk mengukur tekstur sampel, kemudian probe dipasang pada alat Texture Analyzer TA.XT2i. lakukan kalibrasi ketinggian probe dan setting kondisi pengukuran. Setting texture analyzer pada pengukuran cookies dapat dilihat pada Tabel 11. Setelah dilakukan setting, sampel cookies ditempatkan pada texture analyzer, kemudian lakukan pengukuran tekstur cookies tersebut. Tabel 11. Setting texture analyzer pada pengukuran cookies Test mode Option Parameters
Triger
Unit
Measure force in compression Return to start Pre-test speed 2.0 mm/s Test speed 0,5 mm/s Post-test speed 10,0 mm/s Distance 10 mm Type Auto Force 5g Force Grams Distance Millimeters
3. Analisis Sensori (Aftertaste Pahit) a. Uji Pembedaan Sederhana Metode ini terutama digunakan ketika pengujian tidak bisa dilakukan dengan penyajian 3 sampel atau lebih. Pada uji ini, digunakan 8 orang panelis terlatih. Panelis menerima dua sampel berkode yang berasal dari sampel yang sama atau dua sampel berbeda. Panelis diminta untuk membandingkan kedua sampel yang disajikan kemudian menilai apakah kedua sampel sama atau berbeda. Pengolahan data dilakukan
menggunakan software SPSS dengan program ANOVA (Analysis of Variance) dengan metode perhitungan “chi-square”. Uji pembedaan sederhana efektif digunakan untuk membedakan karakteristik sensori antar sampel karena adanya perubahan ingredien atau proses. b. Uji Ranking Sederhana Pada uji ranking sederhana, sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak dimana setiap panelis menerima empat sampel cookies berkode. Setiap panelis akan menerima empat sampel dengan kode, urutan penyajian, serta kombinasi penyajian yang berbeda satu dengan yang lain. Pada uji ranking intensitas ini, digunakan sebanyak 8 orang panelis terlatih. Panelis diminta untuk melakukan pengujian terhadap tingkat aftertaste pahit sampel cookies satu per satu, kemudian mengurutkan intensitas aftertaste pahit cookies ubi jalar dari yang paling tinggi hingga yang terendah (meranking). Hasil uji organoleptik dengan uji ranking sederhana juga diolah dengan program SPSS dengan uji Friedman’s. c. Uji Rating Atribut Pada uji rating intensitas panelis terlatih akan menerima empat buah sampel berkode yang merupakan cookies A, B, C, dan D. Sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak dimana setiap panelis menerima empat sampel berkode. Digunakan sebanyak 8 orang panelis terlatih. Setiap panelis akan menerima empat sampel dengan kode, urutan penyajian, serta kombinasi penyajian yang berbeda satu dengan yang lain. Panelis diminta untuk melakukan pengujian terhadap intensitas aftertaste pahit dari keempat sampel cookies kemudian memberikan penilaiannya pada skala garis yang ada. Hasil uji organoleptik dengan uji rating intensitas diolah dengan SPPS melalui program statistik ANOVA dan apabila terdapat perbedaan intensitas aftertaste pahit terhadap sampel dilakukan uji lanjut Duncan.
d. Uji Rating Hedonik Pada uji hedonik, semua sampel disajikan secara bersama-sama dalam 1 kali penyajian. Sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak. Setiap panelis akan menerima empat sampel dengan kode, urutan penyajian, serta kombinasi penyajian yang berbeda satu dengan yang lain. Panelis yang digunakan dalam uji rating hedonik adalah panelis tidak terlatih sebanyak 30 panelis. Penelis diminta untuk menilai dan memberi skor kesukaan pada masing-masing sampel yang diinterpretasikan melalui skala garis, dari sangat tidak suka sampai sangat suka. Pengolahan data hasil uji rating hedonik dilakukan dengan SPPS melalui program statistik ANOVA apabila terdapat perbedaan tingkat kesukaan terhadap sampel dilakukan uji Duncan sebagai uji lanjut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN A. Analisis Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Tepung ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode penepungan kering. Pada metode penepungan kering, ubi jalar diolah menjadi sawut ubi jalar kering terlebih dulu sebelum digiling menjadi tepung ubi jalar. Proses pembuatan tepung ubi jalar dimulai dengan mencuci ubi jalar sampai tanah yang menempel pada permukaan luar ubi jalar hilang. Terhadap ubi jalar ini kemudian dilakukan 4 macam perlakuan seperti yang tertera pada Tabel 10. Ubi jalar kemudian disawut dengan alat penyawut, lalu direndam dalam larutan Na-metabisulfit 0,3% selama 15 menit untuk mencegah reaksi Browning Enzimatis yang dapat mengakibatkan warna tepung ubi jalar menjadi lebih gelap. Setelah ditiriskan, sawut ubi jalar dijemur dalam Rumah Kaca selama 2 jam sebelum siap dikeringkan dalam oven pengering. Proses ini bertujuan untuk menurukan kadar air sawut. Pengeringan langsung menggunakan oven pengering tanpa disertai pengeringan pendahuluan untuk menurunkan kadar air akan menghasilkan sawut ubi jalar dengan warna yang lebih gelap, karena adanya efek pemasakan yang mirip dengan proses pengukusan. Sawut ubi jalar dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 70oC selama 3 jam untuk menghasilkan sawut ubi jalar kering dengan kadar air tertentu. Gambar sawut ubi jalar kering dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Sawut ubi jalar kering
Sawut kering yang dihasilkan digiling dengan menggunakan disc mill kemudian diayak menggunakan ayakan berukuran 80 mesh sehingga dihasilkan tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.
Tepung 1
Tepung 2
Tepung 3
Tepung 4 Gambar 8. Tepung ubi jalar
Keterangan : Tepung 1 : tanpa pembuangan kulit dan bagian ubi yang boleng Tepung 2 : tanpa pembuangan kulit, dengan pembuangan bagian ubi yang boleng Tepung 3 : dengan pembuangan kulit dan bagian ubi yang boleng Tepung 4 : dengan pembuangan kulit dan tanpa pembuangan bagian ubi yang boleng
1. Analisis Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar Analisis komposisi kimia tepung ubi jalar meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Hasil analisis kimia tepung ubi jalar disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil analisis kimia tepung ubi jalar (% b.k) Komposisi Tepung 1 Kimia Air (%) 8.33a Abu (%) 1.72a Protein (%) 3.21a Lemak (%) 0.68a Karbohidrat 94.39 (%) Keterangan : a) Rianti, 2008
Tepung 2
Tepung 3
Tepung 4
8.10b 1.51b 3.52b 0.61c 94.36
7.84c 1.60a,b 3.28c 0.64b 94.48
8.23d 1.51b 3.28c 0.62b,c 94.59
Tepung Ubi
Jalar a) 7.42 1.48 3.35 0.61 94.56
Pada Tabel 12 ditunjukkan bahwa tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki kadar air dibawah kadar air aman untuk tepungtepungan yaitu 14%. Hal ini berarti tepung ubi jalar yang dihasilkan relative aman dari kerusakan karena mikroorganisme. Pada Tabel 12 juga dapat dilihat hasil analisis ANOVA menggunakan uji Duncan. Berdasarkan hasil analisis uji Duncan diperoleh informasi bahwa keempat jenis tepung ubi jalar memiliki kadar air yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Secara keseluruhan nilai proksimat pada masing-masing tepung ubi jalar yang diikuti oleh huruf yang sama berarti memiliki kadar yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Demikian pula sebaliknya, nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti memiliki kadar yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Dapat dilihat pula pada Tabel 12 bahwa tepung ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian Rianti (2008). Dari Tabel tersebut diperoleh informasi bahwa tepung ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki nilai kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat yang nilainya tidak jauh dari nilai komposisi kimia tepung ubi jalar Rianti (2008). Namun, tepung ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan dengan tepung ubi jalar Rianti (2008). Perbedaan kadar air tepung yang cukup tinggi ini diduga disebabkan karena perbedaan teknik pengeringan dalam pembuatan
tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar Rianti (2008) diolah dengan teknik pengeringan menggunakan rotary dryer, sedangkan tepung ubi jalar pada penelitian ini dibuat dengan teknik pengeringan oven dengan kombinasi pengeringan dalam rumah kaca sebagai pengeringan pendahuluan. Pengeringan dengan menggunakan rotary dryer cenderung akan menghasilkan tepung ubi jalar dengan kadar air lebih rendah, karena pada rotary dryer sawut ubi jalar basah pada tabung pengering mengalami perputaran akibat gerak rotasi tabung, sehingga air pada sawut basah tersebut akan mengalami penguapan lebih optimal dibandingkan dengan pengeringan menggunakan oven. 2. Analisis Fisik Tepung Ubi Jalar Analisis fisik yang dilakukan terhadap tepung ubi jalar meliputi pengukuran derajat putih tepung dan warna tepung. Derajat putih tepung diukur dengan menggunakan whitenessmeter. Penampakan whitenessmeter dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Whitenessmeter Prinsip pengukuran derajat putih tepung dengan whitenessmeter adalah berdasarkan perbandingan jumlah sinar yang dipantulkan oleh permukaan bahan pangan (diffuse relfection) dengan sinar yang dipantulkan oleh permukaan berwarna (standar), seperti BaSO4 atau MgO. Pada penelitian ini, pengukuran derajat putih tepung ubi jalar digunakan BaSO4 sebagai standar dengan milai derajat putih sebesar 110.
Hasil pengukuran memberikan hasil nilai derajat putih tepung ubi jalar 1, tepung ubi jalar 2, tepung ubi jalar 3, dan tepung ubi jalar 4 berturut-turut adalah 85.7%, 91.5%, 94.7%, dan 90.2%. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa tepung ubi jalar 3 memiliki tingkat keputihan tertinggi, disusul oleh tepung ubi 2, tepung ubi 1, dan tepung ubi 4. Nilai derajat putih tepung ubi jalar sangat dipengaruhi oleh terikut-tidaknya kulit dan atau bagian ubi jalar yang boleng pada saat pengolahan tepung ubi jalar. Adanya kulit dan atau bagian ubi jalar yang boleng diduga akan menurunkan derajat utih tepung karena kulit ubi jalar lebih mudah mengalami pencoklatan selama pengeringan, sedangkan bagian umbi yang boleng pada dasarnya memang berwarna hitam (gelap). Hal ini dapat dibuktikan dari nilai derajat putih tepung ubi jalar 3 (dengan pembuangan kulit dan bagian ubi yang boleng), dimana tepung ubi jalar 3 memiliki nilai paling derajat putih paling tinggi. Dalam pengolahan tepung ubi jalar 3 ini, ubi jalar mengalami pengupasan kulit disertai pembuangan bagian ubi yang boleng. Pengukuran warna tepung ubi jalar dilakukan menggunakan Chromameter CR-200. Penampakan Chromameter CR-200 dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Chromameter CR-200 Pada pengukuran warna dengan Chromameter CR-200 diperoleh nilai Y, x, dan y, sehingga diperlukan konversi hasil pengukuran ke dalam nilai nilai L, a, dan b. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai L, a, dan b pada empat macam tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai L, a, dan b pada empat macam tepung ubi jalar Parameter warna
Jenis tepung Tepung 1 (tanpa pembuangan kulit dan boleng) Tepung 2 (tanpa pembuangan kulit, dengan pembuangan boleng) Tepung 3 (dengan pembuangan kulit dan boleng) Tepung 4 (dengan pembuangan kulit, tanpa pembuangan boleng)
L 93.96 95.24
a -0.0018 -0.0022
b 0.6443 0.4658
96.85
-0.0027
0.4373
95.72
-0.0044
0.7067
Pada pengukuran warna tepung, jika nilai L yang semakin tinggi menunjukkan tingkat kecerahan tepung juga semakin tinggi. Berdasarkan data pada Tabel 13 diketahui bahwa nilai kecerahan, nilai a, dan nilai b keempat jenis tepung ubi jalar pada penelitian ini berturut-turut adalah 93.96-96.85, -0.0018-(-0.0044), dan 0.4373-0.7067. Secara umum, keempat tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki nilai a negatif yang berarti tepung-tepung ubi jalar tersebut lebih cenderung berwarna hijau, dan memiliki nilai b positif yang berarti tepung ubi jalar tersebut cenderung memiliki warna kuning. Nilai kecerahan tepung ubi jalar pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa penelitian mengenai tepung ubi jalar sebelumnya. Pada penelitian Honestin (2007) dan Rianti (2008), nilai kecerahan tepung ubi jalar yang dihasilkan berturut-turut adalah 59.74-64.69, dan 44.29. Tepung ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki nilai kecerahan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya perlakuan pendahuluan berupa perendaman sawut ubi jalar dalam larutan Nametabisulfit 0.3% yang mencegah terjadinya reaksi Browning enzimatik penyebab warna sawut menjadi coklat, sehingga warna tepung ubi jalar yang dihasilkan juga lebih cerah. Tidak dilakukan pengukuran terhadap sawut ubi jalar, namun diduga bahwa nilai kecerahan tepung ubi jalar korelasi positif dengan nilai kecerahan sawut ubi jalar. Tingginya nilai kecerahan tepung ubi jalar juga diduga karena adanya perlakuan pemanasan pendahuluan dalam Rumah Kaca dapat memberikan efek Bleaching terhadap sawut ubi jalar. Pengeringan dalam rumah kaca
bertujuan untuk menurunkan kadar air sawut ubi jalar, sehingga waktu pengeringan sawut ubi jalar dalam oven pengering menjadi semakin singkat. Menurut Santosa et al. (1994) diacu dalam Honestin (2007), waktu pengeringan yang makin lama dan suhu pengeringan yang semakin tinggi akan menyebabkan penurunan tingkat kecerahan warna tepung ubi jalar. B. Pembuatan Cookies Ubi Jalar Pada pengolahan cookies ubi jalar, digunakan formulasi terpilih dari penelitian Rianti (2008). Proses pembuatan cookies ubi jalar yang dilakukan pada penelitian ini juga mengikuti standar proses pembuatan cookies ubi jalar pada penelitian Rianti (2008). Empat macam tepung ubi jalar yang dihasilkan pada proses pembuatan tepung ubi jalar akan dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan cookies ubi jalar. Pembuatan cookies ubi jalar dimulai dengan proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Pertama diawali dengan pembuatan krim yang dilakukan dengan mencampur margarin dan gula halus menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi selama 10 menit. Pembentukan krim baik dilakukan untuk cookies yang dicetak (Matz dan Matz, 1978). Setelah krim terbentuk, dilakukan penambahan room butter dan susu skim. Pencampuran ini dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan tinggi. Kemudian ditambahkan butiran kacang tanah yang telah disangrai dengan kecepatan tinggi selama 2 menit. Terakhir ditambahkan tepung ubi jalar, air, baking soda, garam, dan vanili kemudian diaduk dengan kecepatan rendah selama 8 menit. Penggunaan kecepatan rendah bertujuan untuk mencegah reaksi pencoklatan berlebihan akibat panas yang dihasilkan dari putaran mixer. Adonan yang dihasilkan kemudian dibentuk lembaran dengan tinggi kurang lebih 1.4-1.5 cm, lalu dicetak dengan cetakan berdiameter 2 cm. Dimensi adonan cookies yang akan dipanggang ditentukan dari pengukuran dimensi cookies keladi yang digunakan
sebagai standar dalam penelitian Rianti (2008), yaitu dengan diameter 2.8115 cm dan tinggi 1.5623 cm. Proses kedua setelah pencampuran dan pengadukan bahan adalah proses pemanggangan. Pemanggangan dilakukan dengan menggunakan direct-fired oven, dimana produk mengalami pemanasan langsung dari gas atau pemanas elektrik yang terdapat dalam oven. Proses pemanggangan dilakukan selama 1 jam pada suhu 120oC. Waktu dan suhu pemanggangan ini diperoleh berdasarkan trial and error pada penelitian Rianti (2008). Pemanggangan dilakukan pada suhu yang relatif rendah dan dalam waktu relatif lama dibandingkan dengan produk cookies pada umumnya disebabkan karena dimensi adonan cookies yang tebal. Adonan yang tebal memerlukan suhu yang lebih rendah selama pemanggangan karena suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan ”case hardening”, dimana bagian luar produk telah keras (matang) namun bagian dalam produk masih mentah. Bagian dalam produk yang masih mentah disebabkan karena transfer panas ke dalam bahan terhalang oleh permukaan bahan yang keras karena telah matang terlebih dahulu (Cauvain dan Young, 2000). Karena suhu pemanggangan yang lebih rendah, maka waktu pemanggangan juga menjadi semakin lama. Setelah proses pemanggangan selesai, segera dilakukan proses pendinginan untuk menurunkan suhu dan mengeraskan cookies . Menurut Matz dan Matz (1978), setelah proses pemanggangan selesai,
cookies
harus segera
didinginkan dengan
tujuan
untuk
menurunkan suhu produk dan untuk mengeraskan cookies . Pengerasan tekstur cookies ini terjadi akibat proses memadatnya komponen lemak dan gula
yang terdapat dalam cookies . Selama proses pemanggangan
berlangsung, akan terjadi proses aerasi dalam adonan yang dapat meningkatkan ukuran produk secara perlahan-lahan. Selain itu, selama proses tersebut juga terjadi proses kehilangan air dalam jumlah besar
akibat proses pemanasan dalam oven, serta terjadi peristiwa non enzymatic browning akibat reaksi Maillard yang terjadi karena adanya protein, gula, dan panas (Faridi, 1994). Cookies ubi jalar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11.
Cookies 1
Cookies 2
Cookies 3
Cookies 4
Gambar 12. Cookies ubi jalar Keterangan : Cookies 1 : dari tepung ubi jalar 1 (tanpa pembuangan kulit dan boleng) Cookies 2 : dari tepung ubi jalar 2 (tanpa pembuangan kulit, dengan pembuangan boleng) Cookies 3 : dari tepung ubi jalar 3 (dengan pembuangan kulit dan boleng) Cookies 4 : cookies dari tepung ubi jalar 4 (dengan pembuangan kulit, tanpa pembuangan boleng
C. Pemisahan Ubi Jalar Kedalam Kelas Mutu Tertentu Berdasarkan hasil survei dari areal pertanaman ubi jalar Cibungbulang diperoleh informasi bahwa apabila ubi jalar memiliki bagian yang boleng sebesar sepertiga bagian (>33%) maka ubi jalar tersebut tidak dijual ke pasar. Penetapan kelas mutu ubi jalar juga didasarkan pada informasi bahwa pada saat panen ubi jalar di Indonesia dapat mengalami kerusakan akibat serangan hama lanas hingga mencapai 100% bobot basah, dengan tingkat serangan rata-rata sebesar 10-20%, tergantung musim dan kondisi tanah (Lukitowati, 2008). Tabel 14 memperlihatkan pengkelasan ubi jalar berdasarkan tingkat serangan hama lanas. Tabel 14. Kelas ubi jalar berdasarkan % bagian ubi yang rusak karena serangan ham lanas Kelas
A
B
C
D
E
% bagian yang rusak (x)
0
0≤x<10
10≤x<20
20≤x<30
≥30
Status
Diterima
Reject
Penampakan ubi jalar yang yang terserang hama lanas berdasarkan persentase bagian ubi yang rusak dapat dilihat pada Gambar 12.
0<x≤10%
0%
10<x≤20%
20<x≤30%
x>30% Gambar 12. Ubi jalar yang yang terserang hama lanas berdasarkan persentase bagian ubi yang rusak
2. PENELITIAN UTAMA Untuk mengurangi aftertaste pahit yang ada pada cookies ubi jalar, maka diperlukan informasi terlebih dahulu mengenai penyebab munculnya aftertaste pahit tersebut. Penelitian utama dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
penyebab
aftertaste
pahit pada
cookies
ubi jalar.
mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung dan cookies ubi jalar, melihat pengaruh flavor coklat (cocoa powder) untuk mengurangi atau menyamarkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar, serta melihat profil tekstur cookies ubi jalar setelah
mengalami
perlakuan
pengurangan
aftertaste
pahit
dan
membandingkannya dengan profil tekstur cookies keladi yang dijadikan sebagai standar. Untuk menjawab tujuan tersebut, dilakukan beberapa uji sensori (organoleptik). Uji sensori secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu uji pembedaan (discrimination test), uji deskriptif (descriptive test), dan uji afektif atau hedonik (affectitive test) (Meilgaard, et.al., 1999). Uji pembedaan digunakan untuk menentukan perbedaan yang nyata diantara sampel. Uji deskriptif digunakan untuk menentukan intensitas perbedaan diantara sampel, sedangkan uji afektif digunakan untuk mengukur sikap subjektif panelis terhada suatu produk berdasarkan alat sensorinya. A. IDENTIFIKASI PENYEBAB AFTERTASTE PAHIT Uji organoleptik yang digunakan untuk mengidentifikasi penyebab aftertaste pahit pada cookies ubi jalar adalah uji pembedaan sederhana. Selain itu juga dilakukan uji ranking sederhana dan rating hedonik untuk melihat pengaruh aftertaste pahit pada cookies terhadap tingkat kesukaan cookies. 1. Uji Pembedaan Sederhana Cookies Ubi Jalar Kepahitan pada cookies ubi jalar terdeteksi pada bagian belakang lidah, bagian belakang langit-langit mulut, dan faring. Oleh karena itu, rasa pahit tersebut muncul setelah penelanan makanan dan intensitasnya lebih kuat sebagai aftertaste (Fenwick et al. di dalam Rouseff, 1990).
Analisis organoleptik dengan metode uji pembedaan sederhana efektif digunakan untuk membedakan karakteristik sensori antar sampel karena adanya perubahan ingredien atau proses. Metode uji ini terutama digunakan ketika pengujian tidak
bisa dilakukan dengan penyajian 3
sampel atau lebih, menggunakan uji segitiga atau uji dou-trio. Untuk produk pangan yang memiliki flavor atau aftertaste yang kuat, uji pembedaan sederhana sangat cocok digunakan (Meilgaard et. al, 1999). Pengolahan data uji pembedaan sederhana dilakukan menggunakan program komputer SPSS dengan metode perhitungan Chi-square. Pada tahap ini, uji pembedaan sederhana dilakukan sebanyak tiga kali yaitu antara cookies 1 dan cookies 2, antara cookies 2 dan cookies 3, serta antara cookies 2 dan cookies 4. Sebanyak 8 orang panelis terlatih dari Laboratorium Jasa Analisis IPB diminta untuk membandingkan kedua sampel yang disajikan kemudian menilai apakah kedua sampel sama atau berbeda. Selanjutnya, jika panelis mendeteksi adanya perbedaan antara kedua sampel, kemudian panelis diminta untuk memberikan informasi mengenai atribut sensori mana yang menyebabkan adanya perbedaan antara kedua sampel yang disajikan. Uji ini dilakukan menggunakan booth tertutup agar tidak terjadi bias. Pada uji pembedaan sederhana ini digunakan penetral berupa tahu putih yang telah digoreng dan dibuang kulit luarnya. Kuesioner uji pembedaan sederhana dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabulasi data pengujian dan pengolahannya dengan analisis ”Chi-square” pada ketiga penyajian dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 4. Pada Lampiran 2 dapat diperoleh informasi bahwa cookies 1 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit dan boleng) berbeda nyata dengan cookies 2 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi dengan pembuangan boleng) pada taraf signifikansi 5%. Dari hasil uji antara cookies 1 dan cookies 2 ini, seluruh panelis yang menerima dua cookies berbeda dan menilai bahwa kedua cookies berbeda, menyatakan bahwa kedua cookies memiliki perbedaan pada atribut aroma, rasa, dan aftertaste pahit. Hal ini menunjukkan bahwa, perlakuan bagian ubi jalar yang boleng
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap munculnya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Menurut Supriyatin (2001), beberapa kerusakan pada umbi ubi jalar seperti serangan hama lanas (boleng) dapat menyebabkan terbentuknya senyawa terpen yang dapat menyebabkan rasa pahit. Bagian ubi jalar yang boleng akan terasa pahit, begitu pula dengan bagian lain di sekitar bagian yang boleng. Senyawa terpen penyebab rasa pahit yang terdapat pada bagian ubi jalar yang boleng akan menyebabkan bagian umbi di sekitar bagian yang boleng tersebut juga ikut terasa pahit. Bagian umbi yang rusak ini apabila dipotong maka akan berubah warna menjadi hijau kehitaman. Di awal telah disebutkan bahwa pada saat suatu tanaman mengalami infeksi atau cekaman akibat gangguan dari luar, tanaman tersebut akan menghasilkan phytoalexin, yaitu suatu senyawa antimikroba dengan berat molekul yang kecil yang terakumulasi dalam tanaman sebagai akibat dari infeksi atau cekaman (Kuc 1995). Menurut Ellis, et. al. (1993), phytoalexin merupakan senyawa pertahanan tanaman untuk melawan penyakit yang disebabkan oleh fungi dan bakteri. Phytoalexin dapat terakumulasi pada bagian-bagian tanaman yang mengalami infeksi atau gangguan dari luar. Menurut Suwarno (2008), beberapa senyawa dalam kelompok terpenoid, glikosteroid, dan alkaloid termasuk dalam phytoalexins. Phytoalexin pada ubi jalar yang terserang hama lanas merupakan senyawa kelompok alkaloid terpenoid yang larut air, namun belum diketahui secara lebih rinci mengenai karakteristik lain dari senyawa tersebut (Palaniswami dan Chattopadhyays, 2005). Melalui tabel Chi-Square Tests pada Lampiran 3 dapat diperoleh informasi bahwa cookies 2 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi dengan pembuangan boleng) berbeda nyata dengan cookies 3 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit dan boleng) pada taraf signifikansi 5 %. Selain itu, seluruh panelis yang menerima dua cookies berbeda dan menilai bahwa kedua cookies berbeda, menyatakan bahwa kedua cookies memiliki perbedaan pada atribut aroma, rasa, dan aftertaste pahit. Dengan demikian, cookies 2 berbeda nyata dengan cookies 3 menunjukkan bahwa
kulit ubi jalar secara signifikan memberikan pengaruh
terhadap
munculnya aftertaste pahit pada cookies ubi jalar yang dihasilkan. Menurut Gibe (2005), ubi jalar mengandung ester fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan seperti asam klorogenat, asam isoklorogenat dan asam kaffeat. Komponen fenolik ini terdapat pada bagian kulit, umbi, dan daun ubi jalar. oleh karena itu, aftertaste pahit yang ada pada cookies ubi jalar yang tidak mengalami pembuangan kulit ubi jalar diduga disebabkan karena komponen fenolik yang terdapat pada kulit ubi jalar. Pada Lampiran 4 dapat diperoleh informasi bahwa cookies 2 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi dengan pembuangan boleng) berbeda nyata dengan cookies 4 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit tetapi tanpa pembuangan boleng) pada taraf signifikansi 5%. Tiga dari empat panelis yang menerima dua cookies berbeda dan menilai bahwa kedua cookies berbeda, menyatakan bahwa kedua cookies memiliki perbedaan pada atribut aroma, rasa, dan aftertaste pahit. Hasil pengujian ini memberikan informasi bahwa perlakuan tanpa pembuangan bagian ubi jalar yang boleng dan perlakuan tanpa pembuangan kulit ubi jalar akan menghasilkan cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit yang berbeda secara signifikan. Oleh karena itu, dari hasil uji pembedaan sederhana ini dapat ditarik hasil bahwa hipotesis 1 dan hipotesi 2 dapat diterima. 2. Pengaruh Aftertaste Pahit Terhadap Tingkat Kesukaan Cookies Ubi Jalar Untuk melihat pengaruh aftertaste pahit terhadap tingkat kesukaan cookies ubi jalar, dilakukan uji ranking sederhana dan rating hedonik pada cookies ubi jalar 1, 2, 3, dan 4. Uji ranking sederhana merupakan uji organoleptik yang digunakan untuk mengurutkan (meranking) sampel berdasarkan tingkat (intensitas) suatu atribut sensori tertentu pada sampel. Menurut Meilgaard et al. (1999), uji ranking sederhana merupakan uji yang tepat digunakan untuk membandingkan beberapa sampel berdasarkan pada atribut sensori tertentu. Meilgaard et al. (1999) menyatakan bahwa uji ranking sederhana merupakan metode uji organoleptik yang tidak menghabiskan banyak waktu dan sangat cocok
digunakan untuk sampel yang membutuhkan pre-sorting atau screening untuk kepentingan analisis selanjutnya. Setelah dilakukan uji pembedaan sederhana, empat macam cookies ubi jalar yang dihasilkan pada saat pembuatan cookies juga dijadikan sampel pada uji ranking sederhana untuk diranking intensitas aftertaste pahitnya. Dari uji ranking ini akan diperoleh urutan (ranking) cookies ubi jalar berdasarkan intensitas aftertaste pahit pada cookies dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah. Pada uji ranking sederhana ini sampel disajikan sekaligus. Setiap sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak dimana setiap panelis menerima empat sampel cookies berkode. Setiap panelis akan menerima sampel dengan kode, urutan penyajian, dan kombinasi penyajian yang berbeda satu sama lain. Sebanyak 8 orang panelis terlatih yang berasal dari Laboratorium Jasa Analisis IPB diminta untuk melakukan pengujian terhadap tingkat aftertaste pahit sampel cookies satu per satu, kemudian mengurutkan intensitas aftertaste pahit cookies ubi jalar dari yang paling tinggi hingga yang terendah. Uji ini dilakukan menggunakan booth tertutup agar tidak terjadi bias. Pada uji ranking sederhana ini digunakan penetral berupa tahu putih yang telah digoreng dan dibuang kulit luarnya. Kuesioner uji ranking sederhana dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabulasi data hasil uji ranking sederhana terhadap aftertaste pahit cookies ubi jalar dan hasil uji Friedman terhadap aftertaste pahit cookies ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Berdasarkan tabulasi data hasil uji ranking sederhana (Lampiran 6), didapatkan nilai jumlah peringkat sampel keempat cookies ubi jalar,yaitu cookies 1, cookies 2, cookies 3, dan cookies 4 berturut-turut adalah 10, 23, 31, dan 16. Tabel “Mean Rank” yang muncul berdasarkan pengolahan data menggunakan uji Friedman yang ada pada Lampiran 7 memberikan informasi bahwa keempat sampel cookies ubi jalar memiliki perbedaan tingkat aftertaste pahit yang signifikan pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). Urutan (ranking) cookies ubi jalar berdasarkan intensitas aftertaste pahit dari yang tertinggi sampai terendah adalah cookies 1 (dari
tepung ubi tanpa pembuangan kulit dan boleng), cookies 4 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit tetapi tanpa pembuangan boleng), cookies 2 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi dengan pembuangan boleng), dan cookies 3 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit dan boleng). Cookies 1 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit dan boleng) memilki tingkat aftertaste pahit paling tinggi disebabkan karena adanya bagian ubi jalar yang boleng yang ikut selama pengolahan tepung ubi jalar. Bagian ubi jalar yang boleng karena serangan hama lanas ini mengandung senyawa terpen yang dapat menyebabkan rasa pahit pada ubi jalar (Supriyatin, 2001). Di samping itu, selain tidak melakukan pembuangan terhadap bagian ubi yang boleng, tepung ubi jalar 1 dibuat dengan tanpa melakukan pembuangan kulit ubi jalar. Ubi jalar diketahui mengandung antioksidan dalam kelompok senyawa fenolik seperti asam klorogenat, asam isoklorogenat dan asam kaffeat (Gibe 2005). Menurut Woolfe (1999), komponen fenolik telah terbukti menghasilkan rasa pahit. Cookies 4 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit tetapi tanpa pembuangan boleng) memilki intensitas aftertaste pahit yang lebih tinggi dibandingkan dengan cookies 2 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi dengan pembuangan boleng). Hal ini berarti bahwa bagian ubi jalar yang boleng berkontribusi lebih tinggi dibandingkan dengan kulit ubi jalar terhadap munculnya aftertaste pahit pada produk cookies ubi jalar. Sedangkan cookies 3 yang diolah dari tepung ubi jalar 3 (dengan pembuangan kulit dan pembuangan bagian ubi yang boleng) memiliki tingkat aftertaste pahit yang paling rendah. Hal ini relevan karena kulit ubi yang mengandung komponen fenolik serta bagian ubi yang boleng yang mengandung senyawa terpen penyebab rasa pahit sudah tidak terdapat dalam tepung, sehingga pemanfaatan tepung ini untuk dijadikan cookies juga menghasilkan cookies dengan aftertaste pahit paling rendah. Dengan demikian menjadi jelas mengapa cookies 3 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit dan boleng) memilki peringkat paling rendah berdasarkan intensitas aftertaste pahit yang terdapat pada cookies .
3. Uji Rating Hedonik Cookies Ubi Jalar Uji rating hedonik merupakan salah satu uji organoleptik yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk pangan, baik secara keseluruhan (overall) atau berdasarkan atribut sensori tertentu (Meilgaard, 1999). Pada uji ini, sampel ujinya adalah cookies ubi jalar 1, cookies ubi
jalar 2, cookies ubi jalar 3, dan cookies ubi jalar 4 yang dihasilkan saat pembuatan cookies ubi jalar pada tahap sebelumnya. Sampel disajikan sekaligus. Setiap sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak dimana setiap panelis menerima empat sampel cookies berkode. Setiap panelis akan menerima sampel dengan kode, urutan penyajian, dan kombinasi penyajian yang berbeda satu sama lain. Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih yang berasal dari Laboratorium Jasa Analisis IPB. Uji ini dilakukan menggunakan booth tertutup agar tidak terjadi bias. Panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan terhadap cookies ubi jalar menggunakan skala garis. Pada uji ini juga digunakan penetral berupa tahu putih yang telah digoreng dan dibuang kulit luarnya. Kuesioner uji rating hedonik dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabulasi data hasil uji rating
hedonik cookies ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 9. Pengolahan data data uji rating hedonik menghasilkan nilai kesukaan
tingkat kesukaan terhadap cookies
rata-rata terhadap cookies ubi jalar yang disajikan pada Gambar 13.
15
11.73(c)
12
7.94(b)
9 6
4.92(a)
5.4(a)
3 0
cookies cookies cookies cookies 1 2 3 4
Gambar 13. Skor rata-rata tingkat kesukaan cookies ubi jalar
Dari Gambar 13 dapat diketahui bahwa cookies 3 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit dan boleng) memiliki tingkat kesukaan paling tinggi dibandingkan dengan cookies ubi jalar yang lain. Jika diubah kedalam skala kategorial, cookies 3 memiliki skor kesukaan dengan kategori “suka”. Hasil uji rating hedonik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata diantara keempat jenis cookies ubi jalar. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 10). Hasil uji lanjut Duncan memberi informasi bahwa cookies 3 berada pada subset yang berbeda dengan cookies 1, cookies 2, dan cookies 4. Hal ini berarti tingkat kesukaan cookies 3 berbeda nyata dengan cookies ubi jalar yang lain pada taraf signifikansi 5%. Cookies 2 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit tetapi dengan pembuangan boleng) memiliki tingkat kesukaan dibawah cookies 3, kemudian disusul oleh cookies 4 (dari tepung ubi dengan pembuangan kulit tetapi tanpa pembuangan boleng), dan cookies 1 (dari tepung ubi tanpa pembuangan kulit dan boleng). Namun, dari hasil uji lanjut Duncan diketahui bahwa tingkat kesukaan cookies 4 tidak berbeda nyata dengan cookies 1 pada taraf signifikansi 5%. Pada uji ranking sederhana yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh hasil bahwa cookies 1 memiliki aftertaste pahit tertinggi, kemudian diikuti oleh cookies 4, cookies 2, dan terakhir cookies 3. Hasil tersebut berbanding lurus dengan hasil uji rating hedonik. Oleh karena itu, diduga bahwa aftertaste pahit pada cookies ubi jalar berpengaruh terhadap skor kesukaan cookies ubi jalar. Hal ini sesuai dengan Setyaningtyas (2008) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa aftertaste pahit pada produk pangan sangat mempengaruhi tigkat kesukaan panelis terhadap produk.
Lebih
lanjut dalam
penelitiannya,
Setyaningtyas
(2008)
menyatakan bahw aftertaste pahit dapat menurunkan kesukaan panelis terhadap produk.
B. PENENTUAN KELAS MUTU UBI JALAR OPTIMUM DENGAN AFTERTASTE PAHIT MINIMUM Dari tahap uji pembedaan sederhana sebelumnya diperoleh hasil bahwa penyebab aftertaste pahit pada cookies ubi jalar adalah adanya bagian ubi jalar yang boleng dan karena terikutnya kulit ubi jalar dalam proses pembuatan tepung ubi jalar. Oleh karena itu, pada tahap ini, tepung ubi jalar dibuat dengan melakukan pembuangan terhadap kulit ubi jalar dan bagian ubi jalar yang boleng hanya dilakukan pada saat akan dilakukan uji rating hedonik. Untuk mendapatkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat diterima sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung dan cookies ubi jalar, dilakukan uji rating atribut (aftertaste pahit) cookies per kelas ubi jalar. Uji rating atribut merupakan suatu alat untuk menentukan intensitas suatu atribut sensori tertentu (rasa, aroma, kerenyahan, dan lainlain) terhadap suatu produk (Rahayu, 1998). Menurut Meilgaard (1999), metode uji rating cocok digunakan pada saat tes objektif diperlukan untuk menentukan pada atribut sensori mana beberapa sampel memiliki variasi. Atribut sensori yang ingin diukur intensitasnya dalam uji rating atribut kali ini adalah aftertaste pahit. Uji rating atribut ini bertujuan untuk menentukan intensitas aftertaste pahit pada cookies per kelas ubi jalar. Dari hasil uji ini diharapkan akan diperoleh informasi standar kelas ubi jalar dengan tingkat serangan lama sampai berapa persen yang masih bisa dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung dan cookies ubi jalar. Ubi jalar sebelumnya dipisahkan kedalam kelas-kelas mutu tertentu sesuai dengan tingkat serangan hama lanas. Kelas ini dibuat berdasarkan persentase (%) bagian ubi jalar boleng yang dibuang. Kelas A merupakan kelompok ubi jalar dengan persentase (%) bagian ubi jalar boleng sebesar 0%, kelas B merupakan kelompok ubi jalar dengan jumlah bagian ubi jalar boleng sebesar 0<x≤10%, kelas C merupakan kelompok ubi jalar dengan jumlah bagian ubi jalar boleng sebesar 10<x≤20%, dan kelas D merupakan kelompok ubi jalar dengan jumlah bagian ubi jalar
boleng sebesar 20<x≤30%. Dari masing-masing kelas ubi jalar ini kemudian diolah menjadi tepung ubi jalar dengan metode penepungan. Tepung ubi jalar dari masing-masing kelas ubi jalar tersebut lalu dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan cookies ubi jalar. Pembuatan tepung ubi jalar dan cookies ubi jalar dilakukan dengan metode yang sama seperti metode yang digunakan pada penelitian pendahuluan. Pada akhirnya akan didapatkan empat macam cookies ubi jalar yaitu : 1). Cookies A (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng(x)=0%), 2). Cookies B (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 0<x≤10), 3). Cookies C (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 10<x≤20%), 4). Cookies D (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 20<x≤30%). Empat macam cookies ubi jalar inilah yang akan menjadi sampel pada uji rating atribut. Pelaksanaan uji rating atribut dilakukan oleh 8 orang panelis terlatih dari Lembaga Jasa Analisis (LJA) IPB. Pengujian dilakukan pada booth tertutup untuk menghindari terjadinya bias antar panelis. Sampel disajikan secara bersamaan dimana setiap sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak, kemudian disajikan dengan urutan dan kombinasi sampel yang berbeda antar panelis satu dengan panelis yang lain. Panelis diminta untuk melakukan penilaian terhadap intensitas aftertaste pahit dari masingmasing sampel cookies ubi jalar yang disajikan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala garis dengan tujuan untuk memudahkan panelis memberikan penilaiannya terhadap besarnya intensitas aftertaste pahit yang panelis rasakan pada sampel cookies . Uji ini dilakukan menggunakan booth tertutup agar tidak terjadi bias. Pada uji ini digunakan penetral berupa tahu putih yang telah digoreng dan dibuang kulit luarnya. Kuesioner uji rating atribut dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabulasi data hasil uji rating atribut aftertaste pahit cookies ubi jalar disajikan pada Lampiran 12, sedangkan hasil uji analisis ragam aftertaste pahit cookies ubi jalar selang 10% dan hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat Lampiran 13. Gambar 14 memperlihatkan skor rata-rata tingkat intensitas aftertaste pahit keempat cookies ubi jalar dari masing-masing kelas mutu selang 10%.
13.78(d)
intensitas aftertaste pahit rata-rata
15
10.54(c)
12
9
5.84(b) 6 3
1.28(a)
0 x=0%
0<x≤10% 10<x≤20% 20<x≤30%
presentase bagian ubi yang boleng
Gambar 14. Skor rata-rata tingkat intensitas aftertaste pahit cookies ubi jalar (selang 10%) Skor rata-rata intensitas aftertaste pahit pada cookies ubi jalar
yang diuji berkisar antara 1.28-13.78, dengan kategori sangat tidak kuat sampai sangat kuat. Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa cookies A (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng x=0% memiliki
intensitas rata-rata aftertaste pahit sangat tidak kuat, sedangkan cookies D (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 20<x≤30%) merupakan cookies dengan intensitas aftertaste pahit sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ubi jalar yang memiliki jumlah bagian boleng yang semakin besar sebagai bahwa baku tepung dan cookies ubi jalar, akan menghasilkan cookies ubi jalar dengan intensitas aftertaste pahit yang semikin kuat. Berdasarkan tabulasi data dan pengolahan hasil uji rating atribut
menggunakan analisis ragam (Lampiran 9 dan 10), diperoleh hasil bahwa keempat sampel cookies ubi jalar A, B, C, dan D memiliki intensitas
aftertaste pahit yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% ((α=0.05). Hal ini berarti aftertaste pahit tepung ubi jalar dengan persentase bagian boleng 0<x≤10%, 10<x≤20%, dan 20<x≤30% berbeda nyata dengan tepung ubi jalar dengan persentase bagian boleng x=0%. Oleh Oleh karena itu dari hasil ini belum dapat diperoleh kelas ubi jalar optimum yang dapat
dijadikan sebagai bahan baku cookies ubi jalar.
Dari hasil uji rating di atas, maka dilakukan pengecilan selang persentase bagian ubi jalar yang boleng dari 10% menjadi 5%. Tujuannya adalah untuk mengetahui sampai pada persentase bagian boleng berapakah ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung dan cookies ubi jalar dengan aftertaste pahit yang dapat diterima. Pengecilan selang ini kemudian akan menghasilkan empat
macam cookies ubi jalar, yaitu : 1). Cookies A (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng x=0%), 2). Cookies F (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 0<x≤5%), 3). Cookies G (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 5<x≤10%), 4).
Cookies H (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 10<x≤15%). Keempat cookies ini kemudian dijadikan sampel pada uji rating atribut tahap dua. Tabulasi data hasil uji rating atribut aftertaste
pahit cookies ubi jalar selang 5% disajikan pada Lampiran 14. Hasil uji analisis ragam aftertaste pahit cookies ubi jalar selang 5% dan hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat Lampiran 15. Gambar 15 memperlihatkan skor rata-rata intensitas aftertaste
pahit keempat cookies ubi jalar dari masing-masing kelas mutu dengan selang perbedaan bagian ubi boleng sebesar 5%.
intensitas aftertaste pahit rata-rata
15
10.74(c)
12 9
6.65(b)
6
2.68 (a) 3
1.61(a)
0 x=0%
0<x≤5%
5<x≤10% 10<x≤15%
presentase bagian ubi yang boleng (x)
Gambar 15. Skor rata-rata tingkat intensitas aftertaste pahit cookies ubi jalar (selang 5%)
Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa skor rata-rata intensitas aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dengan persentase bagian boleng selang 5% berkisar antara 1.61-10.74, dengan kategori sangat tidak kuat sampai kuat. Dari Gambar 15 dapat diperlihatkan juga bahwa penggunaan ubi jalar yang memiliki jumlah bagian boleng yang semakin besar sebagai bahwa baku tepung dan cookies ubi jalar, akan menghasilkan cookies ubi jalar dengan intensitas aftertaste pahit yang semakin kuat. Berdasarkan tabulasi data dan pengolahan hasil uji rating atribut menggunakan analisis ragam, diperoleh informasi bahwa cookies A (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng x=0%) dan cookies F (dari tepung ubi jalar dengan jumlah bagian yang boleng 0<x≤5%) memiliki intensitas aftertaste pahit yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). Namun, cookies A dan cookies F memiliki intensitas aftertaste pahit yang berbeda nyata dengan cookies G dan cookies H pada taraf signifikansi 5%. Hal ini berarti aftertaste pahit tepung ubi jalar dengan persentase bagian boleng 5<x≤10% dan 10<x≤15% berbeda nyata dengan tepung ubi jalar dengan persentase bagian boleng x=0% dan 0<x≤5%. Dengan demikian, diperoleh hasil bahwa tepung ubi jalar dengan persentase bagian boleng lebih besar dari 5% memiliki aftertaste pahit yang dapat dijadikan sebagai bahan baku cookies ubi jalar. Karena itu, kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku tepung ubi jalar adalah ubi jalar dengan persentase bagian boleng (x) sebesar 0<x≤5%. Gambar ubi jalar dengan persentase bagian boleng 0<x≤5% dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Ubi jalar yang dapat digunakan sebagai bahan baku cookies ubi jalar (persentase boleng 0<x≤5%) C. PENGARUH
FLAVOR
COKLAT
UNTUK
MENGURANGI
AFTERTASTE PAHIT COOKIES UBI JALAR a. Uji Ranking Sederhana (Simple Ranking Test) Cookies Ubi Jalar Uji ranking sederhana merupakan salah satu uji organoleptik yang dapat digunakan untuk membandingkan atribut sensori dari beberapa sampel (Meilgaard et. al., 1999). Di awal telah dijelaskan bahwa uji ini juga merupakan uji organoleptik yang cepat dan bisa dilakukan sekaligus pada beberapa contoh. Uji ranking sederhana pada tahap penelitian utama ini digunakan untuk melihat pengaruh penambahan flavor coklat untuk mengurangi dan atau menyamarkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Flavor coklat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk coklat atau cocoa powder. Cocoa powder diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake). Produk Cocoa powder yang diperdagangkan biasanya telah ditambahkan gula dan vanilla didalamnya untuk menghasilkan citarasa yang lebih bervariatif (Mulato, 2002). Cocoa powder masih mengandung komponen flavonoid dalam jumlah sedikit serta theobromin. Flavonoid dan theobromin ini merupakan komponen penyebab flavor dan cita rasa khas pada produk coklat, termasuk rasa coklat yang sedikit pahit yang digemari konsumen. Oleh karena itu, apabila rasa pahit dari cocoa powder tersebut dapat diterima konsumen, penggunaan flavor coklat disini diharapkan dapat menutupi
rasa pahit pada cookies ubi jalar akibat penggunaan tepung ubi jalar yang mengandung bagian ubi jalar yang boleng. Dari uji rating atribut diperoleh hasil bahwa ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang boleng lebih dari 5% memiliki aftertaste pahit yang tidak dapat diterima konsumen. Oleh karena itu, pada uji ranking sederhana ini digunakan tepung ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang boleng (x) sebesar x=0%, 0<x≤5% dan 5<x≤10%. Uji ranking sederhana ini dilakukan dua kali, pertama pada kelas ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang boleng 0<x≤5% dan yang kedua pada kelas ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang boleng 5<x≤10%. Tepung ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang boleng x=0% digunakan sebagai pembanding pada setiap uji. Sebelum dilakukan uji ranking sederhana, ketiga jenis tepung ubi jalar harus diolah menjadi cookies ubi jalar terlebih dahulu. Pada uji ranking sederhana yang pertama, sampel yang digunakan ada 6 buah, yaitu : 1. Cookies A : tepung ubi dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat 2. Cookies F : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, tanpa flavor coklat 3. Cookies F1 : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 1% 4. Cookies F2 : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 2% 5. Cookies F3 : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 3% 6. Cookies F4 : tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 4% Sedangkan sampel uji ranking sederhana kedua adalah sebagai berikut : 1. Cookies A : tepung ubi dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat 2. Cookies G : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, tanpa flavor coklat 3. Cookies G1 : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, flavor coklat 1% 4. Cookies G2 : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, flavor coklat 2% 5. Cookies G3 : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, flavor coklat 3% 6. Cookies G4 : tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, flavor coklat 4% Semua sampel disajikan secara bersamaan, dimana tiap sampel diberi kode berupa tiga digit angka acak. Sebanyak 8 orang panelis terlatih dari Lembaga Jasa Analisis IPB diminta untuk menncicipi dan menilai seluruh
sampel, kemudian mengurutkan (meranking) keenam sampel cookies ubi jalar berdasarkan intensitas aftertaste pahit pada cookies ubi jalar tersebut. Uji ini dilakukan dengan menggunakan booth tertutup agar tidak terjadi bias. Pada uji ranking sederhana ini juga digunakan penetral berupa tahu putih yang telah digoreng dan dibuang kulit luarnya. Tabulasi data hasil uji ranking sederhana aftertaste pahit cookies ubi jalar bagian pertama dan kedua dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran17. Pada Lampiran 18 dan Lampiran 19 dapat dilihat hasil analisis uji ranking sederhana yang pertama dan kedua menggunakan uji Friedman. Berdasarkan analisis hasil uji ranking sederhana yang pertama dengan menggunakan uji Friedman (Lampiran 18) diperoleh hasil bahwa urutan ranking keenam cookies ubi jalar berdasarkan tingkat aftertaste pahitnya dari yang paling tinggi hingga paling rendah adalah cookies F4, cookies F3, cookies F, cookies A, cookies F2, dan terakhir cookies F1. Sedangkan pada uji ranking sederhana yang kedua, urutan ranking cookies ubi jalar berdasarkan tingkat aftertaste pahit dari paling tinggi ke yang paling rendah adalah cookies G4, cookies G3, cookies G2, cookies G1, cookies G, dan cookies A. Pada uji ranking sederhana yang pertama, cookies F1 (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 1%) memiliki tingkat aftertaste pahit yang paling rendah, dan berarti lebih rendah dibandingkan dengan cookies A (dari tepung ubi dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat) dan cookies F (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, tanpa flavor coklat). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan flavor coklat sebanyak 1% dapat mengurangi aftertaste pahit cookies ubi jalar. Demikian pula pada cookies F2 (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 2%) yang memiliki aftertaste pahit lebih kecil dibandingkan dengan cookies A dan cookies F. Hal ini berarti penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 2% juga dapat mengurangi aftertaste pahit cookies ubi jalar yang terbuat dari tepung ubi jalar dengan persentase boleng 0<x≤5%. Hal ini diduga karena komponen flavonoid dan theobromin yang memegang peranan dalam
menentukan cita rasa pahit yang khas pada produk coklat mampu menutupi aftertaste pahit pada produk cookies yang relatif kurang kuat. Namun selain itu, hasil analisis sensori terhadap tingkat aftertaste pahit cookies ubi jalar ini juga dipengaruhi oleh faktor internal dari panelis, yaitu respon panelis terhadap rasa pahit yang terdapat pada flavor coklat itu sendiri. Namun, penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 3% dan 4% tidak mampu menurunkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar. Hal ini dibuktikan dengan ranking cookies F3 (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 3%) dan cookies F4 (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 4%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan cookies F (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, tanpa flavor coklat). Pengolahan data uji ranking sederhana yang kedua menggunakan uji Friedman (Lampiran 19) memperoleh hasil bahwa cookies A (dari tepung ubi dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat) memiliki peringkat aftertaste pahit paling rendah dibandingkan dengan kelima cookies ubi jalar lainnya. Di samping itu, cookies G (dari tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, tanpa flavor coklat) juga memiliki peringkat aftertaste pahit yang lebih rendah dibandingkan dengan cookies G1, G2, G3, dan G4 (dari tepung ubi dengan boleng 5<x≤10%, dengan flavor coklat 1%, 2%, 3%, dan 4%). Berbeda dari hasil uji ranking sederhana pada cookies ubi jalar dari tepung ubi dengan persentase boleng 5<x≤10%, hal diatas menunjukkan bahwa penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% tidak mampu mengurangi aftertaste pahit pada cookies ubi jalar yang dibuat dari tepung ubi jalar dengan persentase bagian yang boleng sebesar 5<x≤10%. Hal ini diduga karena pengaruh besarnya konsentrasi flavor coklat yang digunakan, dimana pada penambahan flavor coklat sebesar 3% dan 4% akan dihasilkan cookies ubi jalar dengan karakteristik rasa pahit khas coklat yang lebih kuat, sehingga penilaian penelis terhadap rasa pahit pada cookies ubi jalar juga ikut terpengaruh.
b. Uji Rating Hedonik Cookies Ubi Jalar Setelah dilakukan uji ranking sederhana, cookies -cookies yang dijadikan sampel pada uji ranking sederhana juga dijadikan sampel untuk diuji tingkat kesukaannya menggunakan uji rating hedonik. hedonik. Uji rating hedonik ini dilakukan menggunakan menggunakan 8 orang panelis terlatih. Tabulasi data uji rating hedonik ini disajikan pada Lampiran 20 dan Lampiran 21. Hasil uji rating hedonik berupa skor rata-rata tingkat kesukaan dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.
tingkat kesukaan
15
12.48(a)
12
11.62(a) 12.17(a) 9.01(b)
8.68(b) 8.3(b)
9 6 3 0
cookies cookies cookies cookies cookies cookies A F F1 F2 F3 F4
Gambar 17. Skor rata-rata tingkat kesukaan cookies ubi jalar (persentase boleng 0<x≤5%, dengan penambahan flavor coklat)
tingkat kesukaan
15 12 9 6
4.09(a) 3.99(a) 3.88(a) 3.89(a) 3.74(a)
3 0
cookies cookies cookies cookies cookies G G1 G2 G3 G4
Gambar 18. Skor rata-rata tingkat kesukaan cookies ubi jalar (persentase boleng 5<x≤10%, dengan penambahan flavor coklat)
Melalui Gambar 17 terlihat bahwa cookies A (dari tepung ubi dengan boleng 0%, tanpa flavor coklat), cookies F1 (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 1%), dan cookies F2 (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 2%) memiliki skor kesukaan rata-rata yang berbeda nyata dengan cookies F (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, tanpa flavor coklat), cookies F3 (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 3%), dan cookies F4 (dari tepung ubi dengan boleng 0<x≤5%, flavor coklat 4%). Apabila data pada Gambar 17 dihubungkan dengan data pada uji ranking sederhana sebelumnya, akan diperoleh informasi bahwa tingkat aftertaste pahit berbanding lurus dengan tingkat kesukaan rata-rata terhadap cookies ubi jalar. Namun, dari Gambar 18 dapat diperoleh informasi bahwa penambahan flavor coklat sebayak 1%, 2%, 3%, dan 4% tidak dapat meningkatkan skor kesukaan terhadap cookies ubi jalar yang terbuat dari tepung ubi jalar dengan persentase bagian boleng (x) sebesar 5<x≤10%. Dari hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar ini dapat digambarkan hubungan linier antara persentase bagian ubi jalar yang boleng dengan tingkat kesukaan terhadap cookies ubi jalar. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 19.
tingkat kesukaan
15 12
y = -0.849x + 12.73 9 6 3 0 0 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
bagian ubi jalar yang boleng (%) Gambar 19. Hubungan antara tingkat kesukaan cookies ubi jalar dengan persentase bagian ubi jalar yang boleng
Jika tingkat kesukaan yang minimal ingin dicapai ditetapkan pada angka 7 (dengan kategori kesukaan “netral”), akan didapatkan persentase bagian ubi jalar boleng yang optimum namun dengan tingkat kesukaan netral yaitu sebesar 6.75%. D. PENENTUAN TINGKAT KESUKAAN COOKIES UBI JALAR Di awal telah dijelaskan bahwa uji rating hedonik merupakan uji organoleptik yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk pangan. Tingkat kesukaan yang diukur dapat merupakan kesukaan terhadap satu atribut tertentu maupun kesukaan terhadap produk pangan secara keseluruhan (Meilgaard, 1999). Uji rating hedonik pada tahap penelitian utama ini dilakukan terhadap cookies ubi jalar yang ditambah dengan flavor coklat dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, dan 4% (Pratiwi, 2006). Cookies ubi jalar yang ditambah flavor coklat ini merupakan cookies yang terbuat dari tepung ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang boleng sebesar 0% (tanpa bagian yang boleng) dan juga dengan melakukan pengupasan terhadap kulit ubi jalar. Empat macam cookies ubi jalar tersebut kemudian disebut sebagai cookies A1, cookies A2, cookies A3, dan cookies A4. Selain itu juga dibuat cookies ubi jalar dari tepung ubi jalar tanpa boleng dan dengan pengupasan kulit ubi, tetapi tanpa penambahan flavor coklat. Cookies ubi jalar ini kemudian disebut dengan cookies A. Cookies A disini
digunakan
sebagai
pembanding
untuk
melihat
pengaruh
penambahan flavor coklat terhadap tingkat kesukaan. Cookies ubi jalar A, A1, A2, A3, dan A4 disajikan bersama-sama dalam satu kali penyajian. Tiap cookies diberi kode berupa tiga digit angka acak, dan setiap panelis diberi empat sampel cookies dengan kode, urutan, dan kombinasi penyajian yang berbeda antara panelis satu dnegan panelis yang lain. Pada uji hedonik kali ini digunakan 30 panelis tidak terlatih. Panelis diminta untuk mencicipi sampel satu persatu, kemudian menilai tiap sampel cookies sesuai dengan atribut kesukaan yang diminta untuk dinilai. Atribut sensori dari cookies ubi jalar yang dinilai
kesukaannya meliputi warna, aroma, rasa, dan sensori secara keseluruhan. Uji ini dilakukan menggunakan booth tertutup agar tidak terjadi bias.
Kuesioner uji rating hedonik ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabulasi data hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 22, sedangkan hasil analisis uji rating hedonik menggunakan analisis
ragam (Analysis of Variance atau ANOVA) dapat dilihat Lampiran 23. a. Atribut Warna Hasil uji rating hedonik terhadap atribut warna cookies ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 20.
skor kesukaan rata-rata terhadap atribut warna
15 12
11.27(a) 9.92(b) 9.09(b)
9
6.15(c)
5.58(c)
6 3 0 0%
1%
2%
3%
4%
Konsentrasi flavor coklat
Gambar 20. Skor rata-rata tingkat kesukaan terhadap atribut warna cookies ubi jalar Berdasarkan Gambar 20 dapat diperoleh informasi bahwa
cookies A (tanpa flavor coklat) memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi yakni sebesar 11.27 dengan tingkat kategori kesukaan “suka”.
Setelah cookies A, cookies A1 (flavor coklat 1%) memiliki tingkat kesukaan terhadap atribut warna tertinggi kedua dengan skor skor rata-rata 9.92, kemudian disusul oleh cookies A2 (flavor coklat 2%) dengan skor kesukaan rata-rata 9.09, lalu cookies A3 (flavor coklat 3%) dengan skor kesukaan rata-rata 6.15, dan terakhir cookies A4 (flavor coklat 4%) dengan skor kesukaan rata-rata 5.58.
Dari Gambar 20 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi flavor cokleat yang ditambahnkan pada cookies ubi jalar, maka skor kesukaan rata-rata terhadap atribut warna akan semakin rendah. Ini menunjukkan bahwa penambahan flavor coklat pada cookies ubi jalar tidak dapat menaikkan skor kesukaan terhadap cookies ubi jalar. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi flavor yang ditambahkan maka warna dari cookies ubi jalar juga akan semakin gelap. Analisis ragam (Lampiran 23a) terhadap kelima cookies menunjukkan atribut warna pada kelima jenis cookies ubi jalar berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). Berdasarkan analisis ragam juga diperoleh hasil bahwa cookies A memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut warna yang berbeda nyata dengan cookies A1 dan cookies A2 serta cookies A3 dan cookies A4, pada taraf signifikansi 5%. Namun, analisis ragam menunjukkan bahwa skor kesukaan terhadap atribut warna dari cookies A1 tidak berbeda nyata dengan cookies A2 tetapi berbeda nyata dengan cookies A3 dan cookies A4 pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa, pada taraf signifikansi 5%, penambahan flavor coklat sebanyak 1% tidak signifikan mempengaruhi skor kesukaan terhadap atribut warna pada cookies ubi jalar dibandingkan dengan penambahan flavor coklat sebesar 2%. Demikian halnya dengan penambahan flavor coklat sebesar 3% dan 4%. Tingkat kesukaan terhadap atribut warna cookies sangat dipengaruhi oleh konsentrasi flavor coklat yang ditambahkan. Semakin tinggi flavor coklat yang ditambahkan maka tingkat kesukaan terhadap atribut warna cookies ubi jalar akan semakin menurun akibat warna cookies yang semakin gelap. b. Atribut Aroma Uji rating hedonik terhadap atribut aroma pada cookies ubi jalar disajikan dengan lebih praktis melalui Gambar 21. Berdasarkan
Gambar 21 dapat diperoleh informasi bahwa cookies A2 (flavor coklat 2%) memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi yakni sebesar 9.06 dengan tingkat kategori kesukaan “ agak suka”, kemudian disusul oleh
cookies A (tanpa flavor coklat) yang memiliki skor kesukaan 8.20, cookies A1 (flavor coklat 1%) dengan skor kesukaan rata-rata 7.97, cookies A3 (flavor coklat 3%) dengan skor kesukaan rata-rata 7.23, dan terakhir cookies A4 (flavor coklat 4%) dengan skor kesukaan rata-
skor kesukaan rata-rata terhadap atribut aroma
rata 7.12.
15 12
9.06(a)
8.2 (a,b) 7.97(b)
9
7.23(b) 7.12(b)
6 3 0 0%
1%
2%
3%
4%
konsentrasi flavor cokelat
Gambar 21. Skor rata-rata tingkat kesukaan terhadap atribut aroma cookies ubi jalar Analisis ragam (Lampiran 23b) terhadap kelima cookies menunjukkan atribut aroma pada kelima jenis cookies ubi jalar berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). =0.05). Berdasarkan analisis ragam juga diperoleh hasil bahwa
cookies A2 memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut aroma yang tidak berbeda nyata dengan cookies A, tetapi berbeda nyata
dengan cookies A1, cookies A3, dan cookies A4. Sedangkan cookies A, memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut aroma yang tidak berbeda nyata dengan cookies A2 dan cookies A1, pada taraf signifikansi 5%. Analisis ragam juga menunjukkan bahwa skor kesukaan terhadap atribut aroma dari cookies A3 tidak berbeda nyata
dengan cookies A4 tetapi berbeda nyata dengan cookies A, cookies A1, dan cookies A2 pada taraf signifikansi 5%. Dari penambahan
Gambar flavor
21
dapat
cokleat
diperoleh
dengan
informasi
konsentrasi
2%
bahwa dapat
meningkatkan tingkat kesukaan terhadap atribut aroma pada cookies ubi jalar. Hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata kesukaan terhadap atribut aroma dari cookies A2 (flavor coklat 2%) lebih tinggi dibandingkan dengan cookies A (tanpa flavor coklat). Peningkatan skor kesukaan terhadap atribu aroma cookies diduga dipengaruhi oleh adanya senyawa theobromin pada coklat yang dapat mempengaruhi aroma khas coklat pada produk cookies ubi jalar. Theobromin ini dikenal sebagai senyawa yang memegang peranan dalam menghasilkan cita rasa dan flavor khas pada produk olahan biji
coklat (Mulato, 2002). c. Atribut Rasa Atribut sensori yang berikutnya dinilai pada uji rating hedonik adalah rasa. Gambar 22 menyajikan hasil pengolahan data uji rating
skor kesukaan rata-rata terhadap atribut rasa
hedonik terhadap atribut aroma pada cookies ubi jalar.
15 12
10.73(a)
9.23(b) 9.73(a.b)
9
6.16(c)
5.5(c)
6 3 0 0%
1%
2%
3%
4%
konsentrasi flavor cokelat
Gambar 22. Skor rata-rata tingkat kesukaan terhadap atribut rasa cookies ubi jalar
Pada Gambar 22 dapat diperoleh informasi bahwa cookies A (tanpa flavor coklat) memiliki skor kesukaan rata-rata paling tinggi yaitu sebesar 10.73 dengan tingkat kategori kesukaan “suka”. Setelah itu disusul oleh cookies A2 (flavor coklat 2%) dengan skor kesukaan rata-rata 9.73, cookies A1 (flavor coklat 1%) dengan skor kesukaan rata-rata 9.26, cookies A3 (flavor coklat 3%) dengan skor kesukaan rata-rata 6.16, dan terakhir cookies A4 (flavor coklat 4%) dengan skor kesukaan rata-rata 5.50. Analisis ragam (Lampiran 23c) terhadap kelima cookies menunjukkan bahwa atribut rasa pada kelima jenis cookies ubi jalar berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). Berdasarkan analisis ragam juga diperoleh hasil bahwa cookies A memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut aroma yang tidak berbeda nyata dengan cookies A2. Ini berarti penambahan flavor coklat sebanyak 2% memberikan pengaruh terhadap tingkat kesukaan pada atribut rasa yang tidak berbeda dengan tanpa penambahan flavor coklat. Dari analisis ragam juga diketahui bahwa cookies A1 memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut rasa yang tidak berbeda nyata dengan cookies A2 pada taraf signifikansi 5%, namun berbeda nyata dengan cookies A1 serta cookies A3 dan cookies A4. Selain itu, diketahui juga bahwa skor rata-rata kesukaan terhadap atribut rasa dari cookies A3 tidak berbeda nyata dengan cookies A4 tetapi berbeda nyata dengan cookies A, cookies A1, dan cookies A2 pada taraf signifikansi 5%. Dari Gambar 22 juga dapat diperoleh informasi bahwa penambahan flavor cokleat dengan konsentrasi 2% tidak dapat meningkatkan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa pada cookies ubi jalar. Hal ini ditunjukkan dengan skor kesukaan cookies A2 (flavor coklat 2%) tidak berbeda nyata dengan cookies A (tanpa flavor coklat). Selain itu, diketahui pula bahwa penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 1%, 3% dan 4% justru menurunkan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa dari cookies ubi jalar. Karena itu, secara umum
dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan flavor coklat pada
cookies ubi jalar tidak mampu menaikkan tingkat kesukaan terhadap rasa cookies ubi jalar. d. Keseluruhan (overall) Setelah dilakukan penilaian terhadap atribut warna, aroma, dan rasa, pada kelima cookies ubi jalar juga dilakukan penilaian tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan (overall (overall). Hasil pengolahan data uji rating hedonik terhadap atribut aroma pada
skor kesukaan rata-rata terhadap atribut keseluruhan
cookies ubi jalar disajikan pada Gambar 23.
15 12
10(a)
8.61(b) 9.13(a,b)
9
6.42(c)
5.85(c)
6 3 0 0%
1%
2%
3%
4%
konsentrasi flavor cokelat
Gambar 23. Skor rata-rata tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan (overall) cookies ubi jalar Berdasarkan Gambar 23, diketahui bahwa cookies A (tanpa flavor coklat) memiliki skor kesukaan rata-rata tertinggi terhadap atribut keseluruhan yaitu sebesar 10.00 dengan tingkat kategori kesukaan “agak suka”. Setelah itu, cookies yang memiliki tingkat kesukaan paling tinggi setelah cookies A adalah cookies A2 (flavor coklat 2%) dengan skor kesukaan rata-rata 9.13, kemudian disusul oleh
cookies A1 (flavor coklat 1%) dengan skor kesukaan rata-rata 8.61, cookies A3 (flavor coklat 3%) dengan skor kesukaan rata-rata 6.42,
dan terakhir cookies A4 (flavor coklat 4%) dengan skor kesukaan ratarata 5.85. Dari analisis ragam (Lampiran 23d) terhadap kelima cookies ubi jalar, diperoleh informasi bahwa atribut keseluruhan dari kelima cookies ubi jalar berpengaruh nyata terhadap besarnya skor kesukaan pada cookies pada taraf signifikansi 5% (α=0.05). Analisis ragam yang dilakukan terhadap kelima cookies ubi jalar juga memberikan informasi bahwa cookies A memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut keseluruhan yang tidak berbeda nyata dengan cookies A2. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan flavor coklat sebanyak 2% tidak memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan. Dari analisis ragam diketahui pula bahwa cookies A1 memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut keseluruhan yang tidak berbeda nyata dengan cookies A2 pada taraf signifikansi 5%. Namun, cookies A1 memiliki skor rata-rata kesukaan terhadap atribut keseluruhan yang berbeda nyata dengan cookies A1 serta cookies A3 dan cookies A4. Selain itu, diketahui juga bahwa skor rata-rata kesukaan terhadap atribut keseluruhan dari cookies A3 tidak berbeda nyata dengan cookies A4. Tetapi cookies A3 dan cookies A4 berbeda nyata dengan cookies A, cookies A1, dan cookies A2 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis ragam terhadap kesukaan pada atribut keseluruhan dari cookies ubi jalar, dapat diperoleh informasi bahwa penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 2% tidak dapat meningkatkan tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan pada cookies ubi jalar. Hal ini dapat dilihat dari skor kesukaan cookies A2 (flavor coklat 2%) yang tidak berbeda nyata dengan cookies A (tanpa flavor coklat). Selain itu, penambahan flavor coklat dengan konsentrasi 1%, 3% dan 4% juga tidak dapat meningkatkan tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan namun
justru menurunkan tingkat kesukaan terhadap atribut keseluruhan dari cookies ubi jalar. Secara umum, dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan flavor coklat pada cookies ubi jalar tidak mampu menaikkan tingkat kesukaan terhadap cookies ubi jalar. Hal ini diduga berkaitan dengan komponen flavonoid dan theobromin yang masih terkandung pada cocoa powder. Kedua komponen yang bertanggung jawab terhadap citarasa dan flovor khas pada produk coklat ini kemungkinan memberikan citarasa tertentu yang dapat menurunkan tingkat kesukaan terhadap cookies ubi jalar apabila ditambahkan dalam konsentrasi tertentu, dalam hal ini pada konsentrasi 3% dan 4%. Namun, factor lain yang diduga juga mempengaruhi skor kesukaan adalah karakteristik kesukaan panelis secara alami pada coklat. Dari 30 orang panelis yang digunakan, 23 panelis menyatakan suka terhadap rasa coklat dan 7 orang panelis sangat suka terhadap rasa coklat. Oleh karena itu, skor kesukaan terhadap cookies ubi jalar sangat dipengaruhi oleh respon kesukaan panelis terhadap rasa coklat.
E. STANDAR TEKSTUR COOKIES KELADI Cookis keladi merupakan cookies yang digemari oleh konsumen karena selain dikenal memiliki rasa yang enak (gurih), cookies keladi juga memiliki tekstur renyah yang sangat disukai konsumen. Oleh karena itu, dalam penelitian penelitian Rianti (2008), ditetapkan formulasi cookies ubi jalar dengan menggunakan cookies keladi sebagai standar tekstur untuk diserupakan teksturnya. Pada penelitian Rianti (2008), cookies keladi yang digunakan sebagai standar tekstur cookies merupakan produk buatan Malaysia yang diproduksi oleh Perusahaan Teck Seong Food Industries SDN. BHD. Tetapi, sejak terjadinya kasus formalin pada produk-produk pangan impor (2009), pemerintah Indonesia membatasi masuknya produk pangan impor ke Indonesia, dan cookies keladi produksi Teck Seong Food Industries ini termasuk produk pangan yang sudah tidak diijinkan masuk ke Indonesia karena produk tersebut tidak mempunyai nomer registrasi ML
yang direkomendasikan oleh BPOM RI dan label halal dari Majelis Ulama Malaysia. Oleh karena itu, data pengukuran cookies keladi yang dijadikan sebagai standar tekstur merupakan data sekunder hasil penelitian Rianti (2008). Pada penelitiannya, Rianti (2008) melakukan pengukuran terhadap dimensi cookies yang meliputi diameter dan tinggi cookies . Menurut Christensen dan Vickers (1981) yang dikutip Faridi (1994), ukuran produk merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan variabilitas data pengukuran tekstur. Sehingga dengan pengukuran dimensi ini, salah satu faktor penyebab variasi pada tekstur dapat dihilangkan. Bentuk produk juga merupakan salah satu faktor penyebab variasi tekstur. Oleh karena itu, bentuk cookies ubi jalar dibuat sama dengan bentuk cookies keladi. Pada penelitian ini cookies ubi jalar yang akan mengalami pengukuran tekstur untuk mendapatkan kurva standar. Kurva tunggal cookies ubi jalar ini kemudian akan dibandingkan dengan kurva standar cookies keladi produksi Teck Seong Food Industries (data sekunder) untuk melihat kesesuaian teksturnya dengan standar cookies keladi. Pengukuran kesesuaian ini dilakukan untuk melihat pengaruh proses pengolahan tepung ubi jalar terhadap tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan.
F. PENGUKURAN TEKSTUR COOKIES UBI JALAR Tekstur merupakan salah satu atribut sensori yang sangat penting pada produk pangan serta dapat mempengaruhi penerimaan dan kesukaan konsumen terhadap produk. Semua produk bakery memiliki tekstur yang bervariasi antar sampel, antar kemasan, dan antar shift produksi (Bourne, 1989 di dalam Faridi, 1994). Mengingat hal tersebut, pengukuran tekstur cookies secara objektif menjadi hal yang kompleks karena kondisi struktur cookies yang heterogen dan kurang konsisten. Cookies juga memiliki tekstur yang sangat bervariasi pada setiap bagian cookies , mulai tepi hingga tengah, dari atas sampai bawah. Perbedaan tekstur tersebut dapat disebabkan oleh struktur cookies yang remah (crumb) akibat tingginya kandungan lemak pada saat pembuatan cookies , serta oleh kadar air yang
terdapat pada cookies . Hal ini dapat menjadi penyebab timbulnya variasi data hasil pengukuran secara statistik sehingga akan menyulitkan didapatkannya tekstur cookies yang dapat mewakili tekstur cookies secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan langkahlangkah untuk dapat menghasilkan kurva tunggal yang dapat dijadikan kurva standar sebagai acuan profil tekstur cookies sebagaimana yang dilakukan Rianti (2008). Cookies ubi jalar yang akan diukur teksturnya merupakan cookies ubi jalar yang terbuat dari tepung ubi jalar yang mengalami pengupasan kulit luar ubi jalar dan tidak mengandung bagian ubi jalar yang terserang hama lanas (boleng). Prosedur pengukuran tekstur cookies ubi jalar sama dengan prosedur pengukuran tekstur cookies keladi. Pengukuran dilakukan terhadap 20 sampel cookies ubi jalar yang dipilih secara acak. Pengukuran dilakukan pada lima titik secara acak pada setiap sampel cookies ubi jalar. Gambar grafik hasil pengukuran cookies ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 24. Untuk mendapatkan grafik tunggal cookies ubi jalar, langkah pertama yang harus dilakukan adalah perata-rataan kelima grafik tekstur pada setiap sampel. Namun, sebelum dirata-ratakan perlu dilakukan analisis regresi linier menggunakan uji sidik ragam (ANOVA) terhadap kombinasi gaya (g) kelima grafik tekstur pada setiap sampel. Berdasarkan hasil uji sidik ragam siketahui bahwa regresi setiap kombinasi gaya signifikan pada taraf signifikansi 5%, sehingga kelima grafik pada setiap sampel layak untuk dirata-ratakan. Contoh hasil uji sidik ragam grafik 1 dan grafik 2 pada U1 dapat dilikhat pada Lampiran 25. Berdasarkan hasil uji sidik ragam diperoleh hasil bahwa setiap kombinasi gaya signifikan pada taraf signifikansi 5%. Contoh hasil uji sidik ragam antara U1 dan U2 dapat dilihat pada Lampiran 26. Grafik hasil rata-rata ini kemudian disebut grafik U1 sampai dengan grafik U20. Gambar grafik U1 hingga U20 dapat dilihat
pada Lampiran 27. Tabulasi data hasil uji sidik ragam terhadap kombinasi gaya pada Ui sampai Uj dengan i≠j disajikan pada Lampiran 28. Langkah selanjutnya adalah perhitungan nilai koefisien korelasi kombinasi gaya (g) dari grafik U1 sampai U20. Lampiran 29 menampilkan tabulasi data hasil perhitungan koefisien korelasi setiap kombinasi grafik Ui dan Uj dengan i≠j. Berdasarkan hasil perhitungan nilai koefisien korelasi grafik U1 hingga U20, diperoleh populasi grafik yang memiliki nilai koefisien korelasi lebih dari 0.9. grafik-grafik tersebut antara lain U2, U3, U4, U6, U7, U8, U9, U11, U12, U13, U16, U17, U18, dan U19. Langkah selanjutnya adalah perhitungan point matched within +/- dari grafik-grafik U2, U3, U4, U6, U7, U8, U9, U11, U12, U13, U16, U17, U18, dan U19. Tabulasi data hasil perhitungan nilai point matched within +/- dapat dilihat pada Lampiran 30. Berdasarkan hasil perhitungan point matched within +/diperoleh kelompok grafik yang mempunyai nilai point matched within +/lebih dari 50%. Kelompok grafik tersebut yaitu U2, U4, U8, U11, U12, U16, U17, dan U18. Gambar grafik U2, U4, U8, U11, U12, U16, U17, dan U18 dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Gambar grafik U2, U4, U8, U11, U12, U16, U17, dan U18
Langkah terakhir adalah merata-ratakan grafik U2, U4, U8, U11, U12, U16, U17, dan U18, sehingga dihasilkan satu grafik tunggal cookies ubi jalar. Gambar grafik tunggal cookies ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Gambar tunggal cookies ubi jalar
G. EVALUASI KESESUAIAN TEKSTUR COOKIES UBI JALAR DENGAN COOKIES KELADI Untuk melihat kesesuaian tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini serta untuk mengetahui pengaruh proses pembuatan tepung ubi jalar terhadap tekstur cookies yang dihasilkan, maka dilakukan perbandingan antara grafik tunggal cookies ubi jalar dengan grafik tunggal cookies keladi produksi Teck Seong Food Industries dan grafik tunggal cookies ubi jalar formula 3 pada penelitian Rianti (2008). Grafik tunggal cookies keladi produksi Teck Seong Food Industries dan grafik tunggal cookies ubi jalar formula 3 yang dijadikan pembanding dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Gambar grafik cookies ubi jalar, cookies ubi jalar formula 3 dan cookies keladi dapat dilihat pada Gambar 26.
cookies ubi jalar,
cookies ubi jalar formula 3,
cookies keladi
Gambar 26. Gambar cookies ubi jalar, cookies ubi jalar formula 3 (Rianti, 2008) dan cookies keladi (Rianti, 2008) Perbandingan ketiga grafik di atas dilakukan dengan program texture expert. Hasil perbandingan ketiga grafik yang meliputi nilai koefisien korelasi dan point matched within +/- disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai koefisien korelasi dan point matched within +/- antara cookies ubi jalar, cookies ubi jalar formula 3, dan cookies keladi Cookies ubi jalar formula 3
Cookies keladi Cookies ubi jalar formula 3
Cookies ubi jalar
koefisien korelasi
point matched within +/-
koefisien korelasi
point matched within +/-
0.973
60.52%
0.930
60.26%
0.989
81.75%
Koefisien korelasi menunjukkan hubungan linier antara kedua grafik. Koefisien korelasi lebih dari 0.9 menunjukkan hubungan linier yang kuat. Point Matched Within +/- menunjukkan banyaknya titik pada grafik pertama yang bersinggungan dengan grafik kedua. Pada penilaian evaluasi
cookies ubi jalar dan cookies keladi yang dihasilkan, digunakan standar point matched within +/- sebesar lebih dari 60%. Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa grafik cookies ubi jalar dan cookies keladi memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.930 dan point matched within +/- sebesar 60.26%, sedangkan cookies ubi jalar formula 3 dan cookies keladi memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.973 dan point matched within +/- sebesar 60.52%. Hal ini menunjukkan bahwa tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki hubungan linier dan tingkat kesesuaian yang tinggi dengan cookies keladi. Berdasarkan perhitungan dengan texture expert juga diperoleh nilai koefisien korelasi dan point matched within +/- antara cookies ubi jalar dengan cookies ubi jalar formula 3 masing-masing sebesar 0.989 dan 81.75%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pengolahan tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan. Selain dilihat dari nilai koefisien korelasi dan point matched within +/-, parameter-parameter penting pada grafik tekstur cookies ubi jalar dibandingkan dengan cookies keladi dan cookies ubi jalar formula 3 dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Parameter-parameter grafik cookies keladi dan cookies ubi jalar Parameter
Cookies keladi 796.6
Cookies ubi jalar formula 3 753.1
Cookies ubi jalar 780.2
Puncak maksimum (g) Luas area (g.s) Gradient (g/s) Jumlah puncak (+) Jumlah puncak (-)
1.214 x 104 33.152 3 2
1.235 x 104 31.352 2 1
1.304 x 104 29.023 2 1
Menurut Seymour dan Hamann (1988) yang dikutip Faridi (1994), puncak maksimum dan luas area merupakan parameter yang dapat menginterpretasikan tingkat kekerasan produk. Karena itu, semakin tinggi
puncak maksimum dan semakin besar luas area grafik tekstur suatu produk, maka produk tersebut memiliki tekstur yang semakin keras. Menurut Court dan Road (1994) di dalam Faridi (1999), gradient dari suatu grafik tekstur produk pangan dapat dijadikan sebagai parameter untuk menunjukkan tingkat kerenyahan. Gradient bernilai positif menunjukkan bahwa produk memiliki kerenyahan yang cenderung meningkat yang ditunjukkan dengan kecenderungan gaya (g) yang meningkat sebagai fungsi yang berbanding lurus dengan waktu (s). Sedangkan gradient bernilai negatif menunjukkan bahwa produk memiliki kerenyahan
yang
cenderung
menurun,
yang
ditunjukkan
dengan
kecenderungan menurunnya gaya (g) sebagai fungsi yang berbanding terbalik terhadap waktu (s). Jumlah puncak (+) dan puncak (-) juga dapat dijadikan sebagai parameter untuk menunjukkan tingkat kerenyahan dan besarnya fluktuasi tekstur dalam suatu produk pangan. Secara umum, tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki nilai parameter puncak maksimum, luas area, gradient, puncak (+), dan puncak (-) yang mendekati tekstur cookies keladi dan cookies ubi jalar formula 3 yang dihasilkan pada penelitian Rianti (2008). Dengan demikian, apa yang dilakukan dalam penelitian ini telah berhasil mengurangi citarasa aftertaste pahit pada cookies ubi jalar tanpa mengubah tekstur cookies yang dihasilkan. H. PROFIL TEKSTUR COOKIES Profil tekstur cookies
pada grafik tekstur dapat dilihat dari
beberapa parameter, antara puncak maksimum, luas area, gradient, jumlah puncak (+), dan jumlah puncak (-). Perbandingan grafik tunggal cookies keladi dan cookies ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 27.
puncak (+)
cookies ubi jalar
puncak (-)
cookies keladi
Gambar 27. Grafik tunggal cookies keladi (Rianti, 2008) dan cookies ubi jalar Cookies keladi memiliki tiga buah puncak (+) dan dua puncak (-). Puncak (+) pada grafik tunggal tekstur cookies keladi ini terjadi pada detik ke 14.912 saat kedalaman 7.447 mm, detik ke 16.723 saat kedalaman 8.348 mm, dan detik ke 18.457 saat kedalaman 8.222 mm. Sedangkan puncak (-) nya terjadi pada detik ke 15.401 saat kedalaman 7.697 mm dan detik ke 18.155 saat kedalaman 8.072 mm. Dari data ini dapat dikatakan bahwa pada saat kedalaman cookies mencapai 7.447 mm sampai 8.348 mm, cookies keladi ini mengalami fluktuasi tingkat kerenyahan produk yang cukup besar, dan inilah yang diduga menyebabkan munculnya perbedaan sensasi tekstur cookies pada saat digigit dan dirasakan oleh indera perasa dalam mulut. Grafik tunggal tekstur cookies keladi ubi jalar memiliki dua puncak (+) yaitu pada detik 8.040 saat kedalaman 3.023 mm dan pada detik ke 14.398 dan saat kedalaman 6.247 mm, serta satu puncak (-) pada detik ke 12.310 saat mencapai kedalaman 4.145 mm. Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kefluktuatifan grafik cookies ubi jalar
hampir serupa dengan cookies keladi. Menurut Seymour dan Hamann (1988) yang dikutip Faridi (1994), semakin banyak jumlah puncak (+) dan puncak (-) maka produk pangan memiliki fluktuasi grafik yang semakin besar. Fluktuasi grafik tekstur mengindikasikan bahwa produk pangan yang diukur memiliki tingkat kerenyahan yang tinggi.
I. ANALISIS PRODUK Analisis terhadap produk dilakukan terhadap cookies ubi jalar yang diolah dari tepung ubi jalar dengan pengupasan kulit umbi, tanpa terdapat bagian umbi yang terserang lanas (boleng), dan tanpa penambahan flavor coklat. 1.
Analisis Kimia Analisis kimia yang dilakukan pada cokies bi jalar meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Hasil analisis kimia cookies ubi jalar dan cookies keladi (Rianti, 2008) dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil analisis kimia cookies keladi, cookie ubi jalar F3 dan cookies ubi jalar (% b.k.) Cookies a)
Kadar air 2.37
Cookies keladi Cookies ubi jalar 2.42 a) F3 Cookies ubi jalar 2.51 Keterangan : a) Rianti, 2008
Kadar abu 0.91
Protein
Lemak
Karbohidrat
7.46
22.00
69.63
1.37
4.32
36.68
57.63
1.49
4.70
36.11
57.70
Kadar air sangat mempengaruhi karakteristik produk pangan, antara lain dari segi cita rasa dan keawetannya. Menurut Labuza dan Katz (1981) di dalam Faridi (1994), semakin tinggi jumlah air bebas dalam suatu bahan pangan maka tingkat kerenyahan produk akan semakin berkurang. Hal ini terlihat pada nilai kadar air kedua cookies , dimana cookies ubi jalar yang memiliki kadar air lebih rendah memiliki tingkat kerenyahan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan cookies keladi. Syarat mutu cookies berdasarkan SNI maksimal memiliki kadar
air kurang dari 5%. Dengan demikian, kedua jenis cookies telah memenuhi standar. Menurut Soebito (1993), abu merupakan jumlah komponen yang tidak menguap, tetap tinggal setelah pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Kadar abu menurut SNI-01-2973-1992 tentang biskuit, kadar abu maksimal pada cookies adalah 1.5%. Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa baik cookies ubi jalar maupun cookies keladi memiliki kadar abu yang memenuhi SNI. Kadar protein pada cookies ubi jalar diduga berasal dari susu skim, sedangkan kadar protein cookies keladi diduga berasal dari tepung terigu sebagai bahan dasar cookies . Menurut SNI, kadar protein minimum pada cookies ubi jalar adalah 9%. Pada Tabel 17 terlihat bahwa baik cookies keladi maupu cookies ubi jalar memiliki kadar protein yang tidak memenuhi kualifikasi SNI. Lemak sangat mempengaruhi cita rasa dan tekstur produk pangan. Semakin tinggi jumlah lemak dalam produk pangan, maka tekstur produk juga akan semakin lembut. Adanya lemak dalam produk pangan juga ikut menyumbang memberikan peningkatan nilai kalori produk. Berdasarkan SNI, jumlah lemak dalam produk cookies minimal mencapai 9.5%. Karena itu cookies keladi dan cookies ubi jalar sama-sama memenuhi kualifikasi yang ditetapkan pada SNI SNI-01-2973-1992 tentang biskuit. Karbohidrat merupakan komponen paling tinggi dalam cookies keladi dan cookies ubi jalar, dimana kadar karbohidrat cookies keladi lebih tinggi dibandingkan dengan cookies ubi jalar. Namun kadar karbohidrat ketiga cookies yang diukur tidak memenuhi kadar karbohidrat yang disyaratkan dalam SNI yaitu sebesar 70%. Meskipun cookies keladi dan cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki perbedaan kadar kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat yang cukup tinggi, kedua cookies memiliki tingkat kemiripan tekstur yang tinggi. Penggunaan tepung terigu sebagai bahan dasar cookies keladi bertanggung jawab terhadap tekstur cookies keladi yang renyah. Protein gluten pada tepung terigu mampu memerangkap
udara, menghasilkan pengembangan adonan cookies yang baik sehingga tekstur cookies yang dihasilkan akan renyah (tidak keras). Pada cookies ubi jalar, yang dibuat dari 100% tepung ubi jalar, penggunaan lemak dalam jumlah tinggi dapat membantu melembutkan tekstur cookies ubi jalar. Sehingga, tekstur cookies keladi menjadi lebih lembut dan renyah. Menurut Almond (1992), penggunaan margarin akan menghasilkan cookies dengan volume pengembangan yang lebih besar dan tekstur yang lebih lembut dan halus. 4.
Analisis Fisik Analisis fisik terhadap cookies ubi jalar meliputi analisis rendemen cookies dan analisis Aw cookies . Rendemen cookies sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang terdapat dalam adonan cookies . Informasi mengenai rendemen dapat dimanfaatkan untuk menentukan banyaknya bahan yang diperlukan dalam adonan cookies untuk memperoleh cookies dalam
jumlah tertentu. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh informasi bahwa nilai rendemen cookies ubi jalar berkisar antara 86.44% sampai 86.89%. Analisis Aw (aktifitas air) dalam cookies ubi jalar dilakukan dengan menggunakan Aw meter. Berdasarkan analisis dengan Aw meter diperoleh hasil bahwa cookies ubi jalar memiliki Aw 0.450. Nilai Aw ini sudah berada di bawah o.65 yang merupakan Aw kritis untuk produk pangan. Dengan kombinasi Aw dan kadar air yang rendah, cookies ubi jalar dapat dikatakan cukup aman dari kerusakan mikrobiologi. Kerusakan cookies ubi jalar lebih dikhawatirkan disebabkan karena kadar lemak pada cookies yang sangat mungkin menyebabkan ketengikan. Menurut Winarno (2008), pada Aw lebih besar dari 0.45 produk pangan lebih mudah rusak karena mengalami reaksi oksidasi lipid dibandingkan dengan kerusakan karena serangan mikroorganisme. 5. Analisis Nilai Energi Penentuan nilai energi cookies ubi jalar dihitung berdasarkan faktor konversi Atwater dan nilai kadar karbohidrat, kadar lemak, dan
kadar protein pada cookies ubi jalar. Berdasarkan perhitungan, nilai energi pada cookies ubi jalar adalah sebesar 574.59 kkal/100 gram. Hal ini berarti bahwa dengan mengkonsumsi cookies ubi jalar sebanyak 100 gram per hari, dapat mencukupi sebanyak 28.73% kebutuhan tubuh akan kalori untuk satu
hari (bersadarkan kebutuhan 2000 kkal/hari untuk
orang dewasa). Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (2003) tentang Pedoman Pelabelan Produk Pangan, terdapat 4 jenis pangan menurut kadar kalorinya. Pangan berkalori merupakan pangan yang minimal mengandung kalori sebesar 300 kkal/hari, pangan berkalori rendah adalah pangan yang mengandung kurang dari 40 kkal/sajian, pangan kurang kalori mengandung setidaknya 25% kalori lebih rendah dari produk sejenis, sedangan pangan tanpa kalori merupakan pangan yang mengandung kalori kurang dari 5 kkal/sajian. Oleh karena itu, cookies ubi jalar yang dihasilkan termasuk dalam ketegori pangan berkalori.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Hasil penelitian pendahuluan dengan menggunakan beberapa uji organoleptik menunjukkan bahwa aftertaste pahit pada cookies ubi jalar disebabkan karena penggunaan ubi jalar yang memiliki bagian yang boleng (terserang hama lanas) sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung ubi jalar. Aftertaste pahit pada cookies ubi jalar juga disebabkan oleh pengikutan kulit luar ubi jalar selama pembuatan tepung. Walaupun, tingkat aftertaste pahit pada cookies yang dibuat dari ubi jalar dengan bagian ubi yang boleng lebih kuat dibandingkan dengan aftertaste pahit karena kulit ubi jalar. Oleh karena itu, bagian ubi jalar yang boleng dan kulit luar ubi jalar sebaiknya tidak diikutkan dalam pengolahan tepung ubi jalar, karena dapat menghasilkan aftertaste pahit pada tepung ubi jalar. Penetapkan standar kelas ubi jalar optimum yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung ubi jalar dilakukan melalui uji organoletik dengan metode uji rating atribut. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa ubi jalar yang terserang lanas tetapi masih dapat digunakan sebagai bahan baku tepung ubi jalar dengan aftertaste pahit yang sangat rendah adalah ubi jalar dengan tingkat serangan hama lama optimum sebesar 5%. Namun, dengan membuat hubungan linier antara tingkat kesukaan terhadap cookies dengan persentase bagian ubi yang boleng diperoleh hasil bahwa, sampai persentase bagian ubi yang boleng sebesar 6.75% cookies ubi jalar masih dinilai memiliki tingkat kesukaan yang bisa diterima, dengan kategori kesukaan “netral”. Penggunaan flavor coklat dengan konsentrasi 1% dan 2% berpengaruh nyata untuk mengurangi atau menyamarkan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar pada tepung ubi jalar dengan persentase bagian ubi yang boleng (x) sebesar 0<x≤5%. Namun, pada tingkat serangan yang lebih tinggi, penggunaan flavor coklat tidak menunjukkan perubahan terhadap tingkat aftertaste pahit cookies . Evaluasi kesesuaian tekstur cookies ubi jalar dengan tekstur cookies keladi yang dijadikan sebagai standar dalam penelitian ini menghasilkan nilai
koefisien korelasi sebesar 0.930 dengan point matched within +/- sebesar 60.26%. Hal ini berarti bahwa perbedaan perlakuan penepungan dan teknik pengeringan metode oven yang dilakukan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur cookies ubi jalar yang dihasilkan dibandingkan dengan cookies ubi jalar yang dihasilkan dari tepung ubi jalar yang dibuat dengan metode pengeringan menggunakan rotary dryer. Dengan demikian, upaya pengurangan aftertaste pahit pada cookies ubi jalar telah berhasil dilakukan tanpa banyak mengubah karakteristik tekstur cookies yang dihasilkan. Cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki Aw rendah yaitu sebesar 0.45, yang berada dibawah Aw kritis bahan pangan. Dengan demikian, cookies ubi jalar ini relatif aman dari kerusakan mikroorganisme. Cookies ubi jalar memiliki kadar air sebesar 2.51%, abu sebesar 1.49%, protein sebesar 4.70%, lemak sebesar 36.11%, dan karbohidrat sebesar 57.70%. Apabila dibandingkan dengan SNI-01-2973-1992 tentang biskuit, nilai kadar protein dan kadar karbohidrat pada cookies ubi jalar tidak memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional). Cookies ubi jalar yang dihasilkan mampu menghasilkan kalori sebesar 574.59 kkal/100 gram atau menyumbang 28.73% dari kebutuhan kalori orang dewasa per hari, sehingga dapat dikategorikan sebagai pangan berkalori.
B. SARAN Aftertaste pahit pada cookies ubi jalar dapat dikurangi dengan melakukan pembuangan kulit ubi jalar dan memanfaatkan ubi jalar dengan persentase bagian yang boleng sampai 6.75% sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung ubi jalar. Penggunaan flavor coklat sampai konsentrasi 2% dapat mengurangi aftertaste pahit pada cookies ubi jalar, sehingga tingkat penerimaan konsumen terhadap cookies dapat meningkat. Untuk meningkatkan rendemen tepung ubi jalar, diperlukan teknik penepungan lain yang massih dapat memanfaatkan bagian ubi jalar yang boleng tetapi tidak menimbulkan aftertaste pahit pada tepung ubi jalar dan produk akhir.
Cookies ubi jalar yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang sangat tinggi. Meskipun memiliki Aw yang rendah dan relatif aman dari kerusakan mikroorganisme, namun dengan kadar lemak yang tinggi cookies ubi jalar sangat berpotensi untuk mudah mengalami ketengikan. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai umur simpan cookies ubi jalar.
DAFTAR PUSTAKA
Almond, Noel. 1992. Biscuits, Cookies, and Crackers. Elsevier Applied Science, London, New York. Anonim, 2009. Terpenoids. http://www.wikipedia.org.id [27 Agustus 2009] Antarlina, S.S. 1998. Utilization of sweet potato flour for making cookies and cakes. In Hendroatmodjo, K.H., Y. Widodo, Sumarno, and B. Guritno (Eds.). Research Accomplishment of Root Crops for Agricultural Development in Indonesia. Research Institute for Legume and Tuber Crops, Malang, Indonesia. p. 127-132. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis, 16th Edition. AOAC International, Gaithersburg, Maryland. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Pedoman Pelabelan Produk Pangan. http://www.bpom.go.id [4 September 2009] Badan Pusat Statistik. 2008. Data produksi komoditas pertanian 2000-2008. http://www.bps.go.id [19 Juli 2009] Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 012973-1992). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Branen, A. L., P. M. Davidson, S. Salminen, dan J. H. Thorngate. 2002. Food Additives 2nd. Marcel Dekker Inc., New York. Brown, A. 2000. Understanding Food : Principles and preparation. Wodsworth Inc., Belmont. Burdock, G. A. 1991. Flavor and Fragnance Material. Allured Publishing Co., New York. Cauvian, S. and L. Young. 2000. Bakery Food Manufacture And Quality. Water Control And Effect. Balckwell science, UK. Damardjati. 1994. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan bihun. Di dalam Winarto, A., Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno (Eds.). Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 115-119. Damardjati, D.S. dan S. Widowati. 1994. Pemanfaatan ubi jalar dalam program diversifikasi guna mensukseskan swasembada pangan. Di dalam Winarto, A., Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno (Eds.). Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 1-25.
Departemen Pertanian. 2006. Palawija dan bahan pangan pokok hasil pertanian. http://www.deptan.go.id [7 Agustus 2008] Dewanti, R. dan L. Nuraida. 2007. Prinsip-prinsip Fermentasi. Di dalam : Slide Kuliah Teknologi Fermentasi Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1993. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. Ellis, J.S., P.J. Keenan, W.G. Rathmell, and J. Friend. 1993. Inhibition of Phytoalexin Accumulation In Potato Tuber Discs by Superoxide Scavengers. Phytochemistry 34: 649-655 Elmer, O. H. 1987. Diseases of Sweet Potato. Texas State University of Agriculture and Applied Science, Manhattan. Faridi, H. 1994. The Science of Cookie and Cracker Production. Great Britanian, Chapman and Hal, London. Faridi, H. dan J.M. Faubion. 1990. Dough Rheology and Baked Product Texture. An AVI Book, New York. Fennema, O. R. 1997. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York. Fenwick, G.R., C. L. Curl, N. M. Griffiths, R. K. Heaney, dan K. R. Price. 1990. Bitter Principles In Foods Plants. Di dalam Rouseff, R. L. 1990. Bitterness In Food And Beverages. Elsevier Science Publishing Company, Inc., New York. Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1995. Kimia Organik. Erlangga, Jakarta. Gibe, P. Bengie. 2005. Sweet Potato Contains Anti-aging Nutrients. http://www.pcarrd.go.id. [ 9 Juli 2008] Hart, Harold. 1990. Kimia Organik. Erlangga, Jakarta. Honestin. 2007. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Horton, D., G. Prain, and P. Gregory. 1999. High level investment returns for global sweet potato research and development. Circular 17(3):1- 11. Kato, N, H. Imaseki, N. Nakashima, T. Akazawa, I. Uritani. 1997. Isolation of a New Phytoalexin-like compound, Ipomeamaronol, from Black-rot Fungus Infected Sweet Potato Root Tissue, and its Structural Elucidation. Department of Agricultural Chemistry, Faculty of Agriculture, Nagoya University Chikusa, Nagoya, Aichi 464, Japan.
Koswara, S., Subarna, dan Rohmatul. 2003. Diversifikasi Pangan Berbasis Ubi Jalar. Laporan Penelitian Rusnas Diversifikasi Pangan Tahun I 2002/2003, Pusat Studi Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kuc, J. 1995. Phytoalexins, Stress Metabolism, and Disease Resistance in Plants. Annual Review of Phytopathology. 33: 275-297. Lingga, P. 1996. Pertanaman Umbi-umbian. Penebar Swadaya, Jakarta. Lukitowati. 2008. Budidaya Ubi Jalar. UNS Press, Surakarta. Manley, D. 1998. Biscuit, Cracker, Cookie Recipe for The Industry 4th Edition. Woodhead Ltd., and CRC Press LLC. Matz, S. A. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd Edition. Pan-tech International Inc., Texas. Matz, S.A dan Matz, T.D. Matz. 1978. Cookies and Crakers Technology. The AVI Publishing Co., Inc., Texas. Meilgaard, Moten, G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Technique. CRC Press, New York. Muchtadi, D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk Mencegah Timbulnya Penyakit Degeneratif. J. Tek. Dan Ind. Pan. 12 : 61-71. Mulato, 2002. Pengolahan Biji Kakao. Tunas Persada Press, Makasar. Najiati. 1998. Budidaya Tanaman Palawija. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Oguni, Itaro dan I. Uritani. 2003. Dehydroipomaemarone as an Intermediate in the Biosythesis of Ipomaemarone, a Phytoalexin from Sweet Potato Root Infected with Ceratocystis fimbriata. Plant Physiol. 53: 649-652. Palaniswami, M. S. dan Chattopadhyays. 2005. Ecology-based Integrated Management of the Sweetpotato Weevil in India. Di dalam : Proceedings of the 2nd International Symposium on Sweetpotato and Cassava. 14-17 Juni 2005, Kuala Lumpur, Malaysia. Pratiwi, Mita Ariyani. 2008. Pemanfaatan Tepung Hotong (Setaria italica (L.) beauv.) dan Pati Sagu Dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rahayu, W.P. 1998. Penilaian Organoleptik. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Rianti, Anggita Widhi. 2008. Kajian Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rosenthal, A.J. 1999. Food Texture, Measurement, and Perception. An Aspen Publication, Maryland. Rouseff, R.L. 1990. Bitterness in Foods and Beverages. Elsevier Science Publishing Company, Inc., New York. Rukmana. 1997. Ubi Jalar, Budidaya, dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta. Santosa, B.A.S, Widowati, dan S. Darmadjati. 1994. Evaluasi Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Tepung Dua Varietas Ubi Jalar. Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri Balittan, Malang. Setyaningtryas, A.G. 2008. Formulasi Produk Pangan Darurat Berbasis Tepung Ubi Jalar, Tepung Pisang, Dan Tepung Kacang Hijau Menggunakan Teknologi Intermediate Moisture Food (IMF). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Tekonologi Pertanian. IPB. Shallberger, R. S. 1993. Taste Chemistry. Chapman & Hall. Geneva, New York. Sikora. 2004. Effect of Metabolic Substanstion of Sweet Potato Attacked Weevil in Sliced Sweet Potato. Agr. Biol. Chem. 32: 387-389. Soebito. 1993. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Stauffer, C. E. 2000. Functional Additives for Bakery Foods 3rd edition. ABI Book, New York. Sugiyono. 2003. Teknologi Pengolahan Tepung Serealia Dan Umbi-Umbian. Pusat Studi Pangan Dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suismono. 1995. Kandungan Gizi Bahan Pangan Lokal. Cipta Karsa, Jakarta. Supriyatin. 2001. Hama Boleng Pada Ubi Jalar dan Cara Pengendaliannya. Palawija (no. 2): 22−29. Sutrisno, E. dan E. Ananto. 1999. Peralatan Industri Tepung Ubi Jalar Untuk Bahan Baku Industri Olahan. Balitkabi, Malang. Suwarno, 2008. Phythoalexins. Jurnal Agronomi dan Hortikultura. 07: 221-229 Uritani, L, T. Saito, H. Honda,dan W.K. Kim. 1995. Induction of furanoterpenoids in sweet potato ro ots by the larval components of the sweetpotato weevils. Agric. Biol. Chem. 37: 1857-1862.
Widowati, S., B.A.S. Santosa, dan D.S. Darmadjati. 1994. Penggunaan Tepung Ubi Jalar sebagai Salah Satu Bahan Baku dalam Pembuatan Bihun. Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi Dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung Agroindustri. Balitan, Malang. Winarno, F.G. 2002. Flavor Bagi Industry Pangan. M-Brio Press, Bogor. . 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press, Bogor. Woolfe, J.A. 1992. Sweetpotato: an Untapped Food Resource. Cambridge Univ. Press and the International Potato Center (CIP). Cambridge, UK. Woolfe, J.A. 1999. Sweetpotato: an Untapped Food Resource. Chapman and Hall, New York.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Uji Pembedaan Sederhana UJI PEMBEDAAN SEDERHANA tanggal :
Nama :
Produk : Cookies ubi jalar Instruksi : 1. Dihadapan anda terdapat dua buah sampel cookies. Cicipi sampel secara berurutan dari sampel di sebelah kiri kemudian sampel sebelah kanan 2. Pencicipan hanya dilakukan SATU kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan 3. Netralkan indera pencicip anda tahu putih dan air minum , kemudian istirahatkan indera pencicip selama ± 3 menit sebelum melakukan pencicipan pada sampel yang lain 4. Identifikasi apakah ada perbedaan keseluruhan mutu sensori diantara kedua sampel 5. Beri penilaian anda dengan tanda (√) pada kolom di bawah ini Kedua sampel sama Kedua sampel berbeda
Pertanyaan tambahan : Jika kedua sampel berbeda, pada atribut sensori mana anda rasakan terdapat perbedaan antar sampel? beri tanda check list (√) pada kolom di bawah ini : Atribut Warna Aroma Rasa Aftertaste
Komentar
Lampiran 2. Tabulasi data dan pengolahan data dengan analisis ”Chisquare”pada cookies A dan cookies B Jawaban * Sajian Crosstabulation Sajian AA/BB Jawaban
Total AB/BA
sama
4
0
4
beda
0
4
4
4
4
8
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
df
8.000(b)
1
.005
4.500
1
.034
11.090
1
.001
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Fisher's Exact Test
.029 N of Valid Cases 8 a Computed only for a 2x2 table b 4 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00.
.014
Lampiran 3. Tabulasi data dan pengolahan data dengan analisis ”Chisquare” pada cookies B dan cookies C Jawaban * Sajian Crosstabulation Sajian BB/CC
Jawaban
Total BC/CB
sama
3
0
3
beda
1
4
5
4
4
8
Total
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test
Asymp. Sig. (2-sided)
df
4.800(b)
1
.028
2.133
1
.144
6.086
1
.014
Exact Sig. (2-sided)
.143 N of Valid Cases 8 a Computed only for a 2x2 table b 4 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
Exact Sig. (1-sided)
.071
Lampiran 4. Tabulasi data dan pengolahan data dengan analisis ”Chisquare” pada cookies B dan cookies D Jawaban * Sajian Crosstabulation Sajian BB/DD Jawaban
Total BD/DB
sama
4
1
5
beda
0
3
3
4
4
8
Total
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test
1
Asymp. Sig. (2-sided) .028
2.133
1
.144
6.086
1
.014
Value 4.800(b)
df
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.143 N of Valid Cases 8 a Computed only for a 2x2 table b 4 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
.071
Lampiran 5. Kuesioner uji rangking sederhana
Nama :
tanggal :
Produk : Cookies ubi jalar
Instruksi : Urutkan sampel-sampel cookies ubi jalar di bawah ini berdasarkan tigkat intensitas aftertaste pahit dari pahit yang paling tinggi (tulis angka 1 di bawah kolom rangking) hingga yang paling tidak pahit (tulis angka 4 di bawah kolom rangking). Ujilah masing-masing sampel, kemudian netralkan mulut anda dengan tahu putih dan air minum sebelum melakukan pengujian pada sampel selanjutnya. Beri rangking pada sampel setelah melakukan pencicipan terhadap seluruh sampel. Kode sampel
rangking
Komentar: ……………………………………………………… ………………………………………………………………….. ………………………………………………………………….. …………………………………………………………………..
Lampiran 6. Tabulasi data hasil uji rangking sederhana terhadap aftertaste pahit cookies ubi jalar
Panelis
Peringkat aftertaste pahit cookies ubi jalar Cookies 1 Cookies 2 Cookies 3 Cookies 4 1 3 4 2 1 2 4 3 1 4 3 2 1 3 4 2 2 3 4 1 1 3 4 2 1 2 4 3 2 3 4 1 10 23 31 16
1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah
Lampiran 7. Hasil uji friedman aftertaste pahit cookies ubi jalar Ranks Mean Rank cookies_1
1.25
cookies_2
2.88
cookies_3
3.88
cookies_4
2.00
Test Statistics(a) N Chi-Square df Asymp. Sig. a Friedman Test
8 18.450 3 .000
Lampiran 8. Kuesioner uji rating hedonik UJI RATING HEDONIK Nama : Produk : Cookies Ubi Jalar
Tanggal :
Petunjuk : 1. Tuliskan kode masing-masing sampel sebelum melakukan pencicipan 2. Anda diminta untuk menilai tingkat kesukaan terhadap masing-masing sampel dengan memberi tanda pada garis yang disediakan Kode sampel :
Sangat tidak suka
sangat suka
Kode sampel :
Sangat tidak suka
sangat suka
Kode sampel :
Sangat tidak suka
sangat suka
Kode sampel :
Sangat tidak suka
sangat suka
Lampiran 9. Tabulasi data uji rating hedonik Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata
cookies 1 6.1 3.2 3.8 6.7 6 4.2 5.7 3.65 4.92
cookies 2 7.85 8.85 9.5 11.1 5.9 7.3 6.9 6.1 7.94
cookies 3 12.6 11.05 11.95 12.95 11.3 10.95 13.15 9.9 11.73
cookies 4 6.45 7.2 5.3 5.2 3.85 5.25 6.05 3.9 5.40
Lampiran 10. Hasil uji Duncan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2057.749(a)
11
187.068
143.003
.000
Sampel
233.342
3
77.781
59.459
.000
Panelis
25.907
7
3.701
2.829
.030
Error
27.471
21
1.308
Total
2085.220 32 a R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .980) Skor Duncan Sampel
N
Subset
dengan boleng dan kulit
8
1 4.9188
dengan boleng, tanpa kulit
8
5.4000
tanpa boleng, dengan kulit
8
tanpa boleng, tanpa kulit
8
Sig.
2
3
7.9375 11.7313 .410
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.308. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000. b Alpha = .05.
1.000
1.000
Lampiran 11. Kuesioner Uji Rating Atribut UJI RATING ATRIBUT Nama Sampel
: : Cookies ubi jalar
Tanggal :
Instruksi : 1. Lakukan pencicipan sampel satu persatu dari kiri ke kanan 2. cicipi kontrol terlebih dulu dan ingat-ingat karakteristik kontrol tersebut 3. Lakukan pencicipan terhadap sampel. 4. Setelah mencicip satu sampel, diamkan selama ± 1 menit 5. Berikan penilaian anda terhadap aftertaste pahit contoh dengan cara memberikan tanda garis (I) pada garis yang tersedia. 6. Selesai menilai, netralkan mulut dengan tahu putih dan air minum, kemudian istirahatkan indera pancicip anda selama ± 3 menit sebelum mencicip sampel berikutnya. Kriteria : Aftertaste pahit Kode sampel :
Sangat tidak pahit
sangat pahit
Kode sampel :
Sangat tidak pahit
sangat pahit
Kode sampel : Sangat tidak pahit
sangat pahit
Kode sampel : Sangat tidak pahit
sangat pahit
Lampiran 12. Tabulasi data hasil uji rating atribut aftertaste pahit cookies ubi jalar (selang 10%) Persentase bagian ubi jalar yang boleng (x) Panelis
0<x≤10% 6.75 5.85 7.2 5.3 3.9 6.5 4.9 6.35 5.84375
x=0% 2.05 0.25 2.8 0.4 1.2 2.25 0.2 1.1 1.28125
1 2 3 4 5 6 7 8 rata-rata
10<x≤20% 11.4 8.8 13.45 10.65 9.55 11.55 9.15 9.8 10.54375
20<x≤30% 15 13.15 15 11.85 13.1 14.7 12.95 14.5 13.78125
Lampiran 13. Hasil uji analisis sidik ragam aftertaste pahit cookies ubi jalar selang 10% dan hasil uji lanjut Duncan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2727.484(a)
11
247.953
570.241
.000
Sampel
716.871
3
238.957
549.552
.000
Panelis
32.408
7
4.630
10.647
.000
Error
9.131
21
.435
Total
2736.615
32
a R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .995) Skor Duncan Sampel
N
Subset
boleng 0 %
8
boleng 0-10%
8
boleng 10-20%
8
boleng 20-30%
8
Sig.
1 1.2813
2
3
4
5.8438 10.5438 13.7813 1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .435. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000. b Alpha = .05.
1.000
1.000
Lampiran 14. Tabulasi data hasil uji rating atribut aftertaste pahit cookies ubi jalar (selang 5%) Persentase bagian ubi jalar yang boleng (x) Panelis
0<x≤5% 3.05 0.5 6.5 2 0.85 5.9 0.6 2 2.675
x=0% 3 0.45 4 0.5 0.15 3 0.3 1.5 1.6125
1 2 3 4 5 6 7 8 rata-rata
5<x≤10% 9.1 5.7 12.8 10.1 2.1 8.8 0.8 3.8 6.65
10<x≤15% 12.4 12.9 14.7 11.6 10.1 11.3 7.4 5.5 10.7375
Lampiran 15. Hasil uji analisis sidik ragam aftertaste pahit cookies ubi jalar selang 5% dan hasil uji lanjut Duncan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Model
Type III Sum of Squares 1522.750(a)
Panelis
168.573
7
Sampel
414.566
3
Error
73.370
21
3.494
Total
1596.120
32
df 11
Mean Square 138.432
F 39.622
Sig. .000
24.082
6.893
.000
138.189
39.552
.000
a R Squared = .954 (Adjusted R Squared = .930) Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
boleng 0 %
8
1.6125
boleng 0-5%
8
2.6750
boleng 5-10%
8
boleng 10-15%
8
Sig.
2
3
6.6500
.268 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.494. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000. b Alpha = .05.
10.7375 1.000
Lampiran 16. Tabulasi data hasil uji rangking sederhana aftertaste pahit cookies ubi jalar (bagian boleng selang 10%) Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8
cookies_A 6.0 6.0 6.0 5.5 6.0 6.0 6.0 6.0
cookies_G 5.0 5.0 4.0 3.0 4.0 2.0 2.0 5.0
cookies_G1 cookies_G2 cookies_G3 cookies_G4 4.0 3.0 2.0 1.0 4.0 2.0 3.0 1.0 3.0 1.0 5.0 2.0 5.5 4.0 1.0 2.0 5.0 3.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 1.0 1.0 5.0 2.0 4.0 4.0 3.0 1.0 2.0
Lampiran 17. Tabulasi data hasil uji rangking sederhana aftertaste pahit cookies ubi jalar (bagian boleng selang 5%) Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8
cookies_A
cookies_F
cookies_F1
cookies_F2
cookies_F3
cookies_F4
4.0 5.0 6.0 4.0 6.0 4.0 4.0 4.5
2.5 3.0 3.0 1.0 4.0 2.0 3.0 3.0
6.0 6.0 4.0 5.0 5.0 5.0 6.0 6.0
5.0 4.0 5.0 6.0 3.0 6.0 5.0 4.5
2.5 2.0 2.0 3.0 1.0 3.0 2.0 2.0
1.0 1.0 1.0 2.0 2.0 1.0 1.0 1.0
Lampiran 18. Hasil analisis uji Friedman (bagian boleng selang 10%) Ranks Mean Rank cookies_A
5.94
cookies_G
3.81
cookies_G1
3.69
cookies_G2
3.13
cookies_G3
2.56
cookies_G4
1.88 Test Statistics(a)
N
8
Chi-Square
22.410
df
5
Asymp. Sig.
.000
a Friedman Test
Lampiran 19. Hasil analisis uji Friedman (bagian boleng selang 5%) Ranks
cookies_A
Mean Rank 4.69
cookies_F
2.69
cookies_F1
5.38
cookies_F2
4.81
cookies_F3
2.19
cookies_F4
1.25 Test Statistics(a)
N Chi-Square df Asymp. Sig. a Friedman Test
8 22.410 5 .000
Lampiran 20. Tabulasi data hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar (persentase bagian ubi yang boleng 0≤x<5%) Panelis cookies_A cookies_F 1 13.5 10.9 2 11.45 9.9 3 12.65 8.1 4 12.3 10.65 5 13.7 9.9 6 11.9 8.3 7 12.1 7.2 8 12.25 7.1
cookies_F1 11.35 11.9 12.95 11 13.15 10.75 9.95 11.9
cookies_F2 12.7 12.3 12.3 12.3 13.05 11.2 11.1 12.4
cookies_F3 8.9 8.1 7 7.9 11.65 9.1 9.3 7.5
Lampiran 21. Tabulasi data hasil uji rating hedonik cookies ubi jalar (persentase bagian ubi yang boleng 5≤x<10%) Paneli s 1 2 3 4 5 6 7 8
cookies_ G 5.1 3.25 5.95 3 4.4 2.9 5.1 3.05
cookies_G 1 4.8 3 5.2 2.9 4.15 3.9 5.5 2.5
cookies_G 2 4.75 3.3 5.45 2.95 3.9 3.1 4.5 3.1
cookies_G 3 4.2 3.5 6.5 3 3.2 3.75 3.95 3
cookies_G 4 4.5 3.45 4.9 3.15 3.35 4.2 3.4 3
cookies_F4 9.1 7.3 7.2 7.25 10.1 8.85 9 7.6
Lampiran 22a. Tabulasi data hasil uji rating hedonik atribut warna cookies ubi jalar
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata-rata
0% 12.1 8.6 14.1 5.85 10.3 7.4 12.85 10.9 12.5 10.2 13.6 12.65 13.1 14.35 10.7 15 13.15 10.2 9.7 14.3 8.8 12.4 5.2 10.8 10.4 11.7 10.5 12.45 9.9 14.3 11.27
Konsentrasi flavor cokelat pada sampel 1% 2% 3% 8.6 7.1 7.3 9.3 10.7 9.4 12.5 12.6 10.4 6.1 6.95 4.6 9.4 8.65 6.45 6.8 6.25 4.35 10.6 8.2 5.2 11.2 11.6 4.25 11.8 9.9 5.2 8.5 6.95 5.35 13.4 13.3 6.2 12.3 11.8 8.25 12.3 11.3 8.25 10.4 7.65 4.3 10.1 9.4 2.4 6.85 4.3 0 12.6 12 10.65 9.1 5.1 9.8 9.4 9.65 4.4 13 12.4 6.15 8.1 7.9 5.6 11.6 9.6 6 5.9 6.8 4.5 9.6 9.45 8.2 5.1 4.3 2.2 11 8.8 5.5 9.9 9.25 7 10.9 9.4 8 8.35 10.1 7.5 13.3 11.4 7.1 9.92 9.09 6.15
4% 6 9.1 7.7 6.7 4.7 3.5 3.85 4.5 3.65 5.2 6.25 6.9 10.4 1.85 2.5 1.25 9.7 9.2 4.5 4.6 4.5 4.2 4.5 7.7 2.3 3.4 6.9 7.5 7.3 6.95 5.58
Lampiran 22b. Tabulasi data hasil uji rating hedonik atribut aroma cookies ubi jalar
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata-rata
0% 7.4 8.1 5 10.2 5.9 10.4 10.7 7.5 11.4 8.3 12.2 8 8.5 1.2 8.7 7.5 12.9 6.2 9.9 7.35 6.8 6.5 6.2 8.15 11 4.8 11.2 6.4 8.3 9.4 8.20
Konsentrasi flavor cokelat pada sampel 1% 2% 3% 6.85 6.6 6 8.85 9.95 11 6.4 12.3 6.9 10.1 11 9.5 5.8 4.3 3.4 10.1 6.5 5.2 10.1 7.4 6 6.3 7.1 10.5 11.4 6.45 5.1 8.2 9.35 8.9 11.4 10.1 5.7 8.15 8.6 7.6 8.15 11 5.1 1.2 1.1 4.7 8.5 8.85 3.4 6.75 12 5.5 11.8 11.5 12 6.25 7.3 6.5 8.8 8.45 7.7 6.9 11.5 7.9 6.85 13.3 7.3 6.3 12.5 9.2 7.3 9.75 5.3 7.9 12.6 8.35 7.1 9.95 9.9 8.8 11.6 9.95 8.5 8 7.8 6.95 7.25 5.7 7.9 6.3 4.8 9.7 9.45 10.1 7.97 9.06 7.23
4% 5.5 9.5 8.2 11.5 2.2 5.6 5.9 10.5 4 11.5 4.4 8.3 3.5 2.7 2 5.3 8.3 5.5 8.9 10.7 8.2 6.25 8.3 9.05 5.2 10.3 9.7 7.1 5.9 9.55 7.12
Lampiran 22c. Tabulasi data hasil uji rating hedonik atribut rasa cookies ubi jalar Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata-rata
0% 9.8 8.8 9.1 10.9 8.85 10.65 13.2 8.2 12.7 13.2 8.15 11.2 12.05 10.3 9.2 9.1 13.2 10.4 7.1 12.45 7.45 7.9 11.2 12 10.9 12.75 12.6 12.45 12.7 13.5 10.73
Konsentrasi flavor cokelat pada sampel 1% 2% 3% 8.6 7.3 3 8.45 11 7.7 8.5 7.9 4 7.8 11.1 5 7.7 7.7 3.5 9.1 7.85 2.4 11.7 12.55 11.4 7.8 10.85 1.7 12.05 13.2 12.45 10.25 9.95 3 7.9 10.65 7.2 10.15 12.3 3 11.1 12.9 11.05 10 11.8 12.95 6.7 7 3.4 8.55 11.6 3.2 10.05 10.1 9.9 8.45 8.1 5.1 7.2 10.15 6.3 10.75 11.4 6.6 5.8 5.7 2.2 6.4 2.25 1.9 7.85 4.7 10.1 10.15 11.2 9.2 7.6 4.25 0.6 12.85 13.7 7.4 11.25 12.25 10.1 11.1 12.9 6.6 10.2 9.55 7.5 11 9.9 6.25 9.233 9.727 6.157
4% 5.3 5.7 4.2 3.9 1.7 1.7 10.15 4 8.35 4.5 7.9 4.9 5 14.15 1.6 0 5.35 2.9 5.4 9.1 3.4 3.2 9 8.7 1.4 6 8.85 5.25 6.65 6.6 5.495
Lampiran 22d. Tabulasi data hasil uji rating hedonik atribut keseluruhan cookies ubi jalar
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata-rata
0% 13.1 7 6.25 10.75 11.5 13.4 13 11.85 12.2 10.3 8.5 9.15 14.5 8.9 9.6 10.6 13.35 8.4 8 6.1 10.95 5.4 6.6 6.9 7 10.25 11.7 12.7 10.1 12 10.00
Konsentrasi flavor cokelat pada sampel 1% 2% 3% 7.6 5.65 1.3 4.3 6.5 3.35 6.5 4.9 3.4 7.8 8.45 4.45 8.5 9 8.15 12.9 12.75 11.6 10.6 11.2 6.35 10.8 11.5 8.3 11.75 11.9 9.5 4.5 3.95 9.25 7.9 8.05 7.1 2.1 2.2 2 8.3 9.4 8.1 6.7 4.15 3.7 8.05 7.2 3.3 9.7 9.95 5.8 11.9 12.1 9.7 6.7 9.75 6.2 8.2 9.95 6.75 7.7 10.35 8.1 10.5 12.2 5.25 6 6.85 5.25 7.7 9.05 10 7.45 8.7 6.35 9.1 8.95 6.9 10.55 11.9 3.4 10.9 12.25 5.7 12.55 12.2 7 9.9 11.05 9.5 11.05 11.85 6.75 8.61 9.13 6.42
4% 1.2 3 1.9 4.4 7.25 7.35 6.2 8.9 7.5 8.9 6.2 2 4.6 3.95 5.35 9.5 5 6.1 8.2 3.5 7.1 6.2 7.5 5.85 5.5 5.5 7.1 5.9 6.3 7.6 5.85
Lampiran 23a. Hasil analisis uji rating hedonik atribut warna menggunakan ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
11787.859(a)
34
Panelis
483.497
29
Sampel
721.201
4
Error
352.579
116
3.039
F
346.702
Sig.
114.066
.000
16.672
5.485
.000
180.300
59.320
.000
Total 12140.438 150 a R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .962) Skor Duncan Sampel
N
Subset
flavor cokelat 4%
30
1 5.5750
flavor cokelat 3%
30
6.1500
flavor cokelat 2%
30
9.0883
flavor cokelat 1%
30
9.9183
tanpa flavor cokelat
30
Sig.
2
3
11.2667 .204
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.039. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
.068
1.000
Lampiran 23b. Hasil analisis uji rating hedonik atribut aroma menggunakan ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Model
Type III Sum of Squares 9927.502(a)
Panelis Sampel
df 34
Mean Square 291.985
F 75.477
Sig. .000
450.688
29
15.541
4.017
.000
74.981
4
18.745
4.846
.001
Error
448.750
116
3.869
Total
10376.253
150
a R Squared = .957 (Adjusted R Squared = .944)
Skor Duncan Sampel
N
Subset
flavor cokelat 4%
30
1 7.1167
flavor cokelat 3%
30
7.2333
flavor cokelat 1%
30
7.9717
tanpa flavor cokelat
30
8.2033
flavor cokelat 2%
30
Sig.
2
8.2033 9.0600
.052
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.869. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
.094
Lampiran 23c. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa menggunakan
ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Model
Type III Sum of Squares 10675.944(a)
Panelis
958.063
29
Sampel
445.439
4
Error
466.618
116
4.023
Total
11142.563
150
df 34
Mean Square 313.998
F 78.059
Sig. .000
33.037
8.213
.000
111.360
27.684
.000
a R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .946)
Skor Duncan Sampel
N
Subset
flavor cokelat 4%
30
1 5.4950
flavor cokelat 3%
30
6.1567
flavor cokelat 1%
30
8.5667
flavor cokelat 2%
30
9.2600
tanpa flavor cokelat
30
Sig.
2
.204 .183 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 4.023. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
3
9.2600 9.8333 .271
Lampiran 23d. Hasil analisis uji rating hedonik atribut keseluruhan menggunakan ANOVA Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor Source Model
Type III Sum of Squares 10380.927(a)
Sampel Panelis
df 34
Mean Square 305.321
F 105.861
Sig. .000
336.505
4
84.126
29.168
.000
538.590
29
18.572
6.439
.000
Error
334.563
116
2.884
Total
10715.490
150
a R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .960) Skor Duncan Sampel
N
Subset 1
2
3
flavor cokelat 4%
30
5.8517
flavor cokelat 3%
30
6.6167
flavor cokelat 1%
30
8.4733
flavor cokelat 2%
30
8.9967
tanpa flavor cokelat
30
Sig.
8.9967 9.8650
.084
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.884. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
.235
.050
Lampiran 24. Grafik hasil pengukuran tekstur pada 20 sampel cookies ubi jalar
Cookies Ubi 1
Cookies Ubi 3
Cookes Ubi 2
Cookies U bi 4
Cookies Ubi 5
Cookies Ubi 7
Cookes Ubi 6
Cookies U bi 8
Cookies Ubi 9
Cookies Ubi 11
Cookes Ubi 10
Cookies U bi 12
Cookies Ubi 13
Cookies Ubi 15
Cookes Ubi 14
Cookies U bi 16
Cookies Ubi 17
Cookies Ubi 19
Cookes Ubi 18
Cookies U bi 20
Lampiran 25. Hasil uji sidik ragam (ANOVA) pada analisis regresi linier antara kombinasi grafik 1 dan grafik 2 pada cookies ubi 1 ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
6748520.897
1
6748520.897
894678.974
239
5420.865
69862576.097
240
F
Sig.
762.826
a Predictors: (Constant), grafik_1 b Dependent Variable: grafik_2
Lampiran 26. Hasil signifikansi regresi dari kombinasi gaya pada cookies ubi 1 Grafik 1
Grafik 2
Grafik 3
Grafik 4
Grafik 1 Grafik 2
0.000
Grafik 3
0.000
0.000
Grafik 4
0.000
0.000
0.000
Grafik 5
0.000
0.00
0.000
0.000
a
.000
Lampiran 27. Gambar grafik tekstur cookies ubi jalar U1 sampai U20
U1
U3
U2
U4
U5
U7
U6
U8
U9
U 11
U 10
U 12
U 13
U 15
U 14
U 16
U 17
U 19
U 18
U 20
Lampiran 28. Hasil signifikansi regresi dari kombinasi gaya pada cookies ubi jalar U1 sampai U20 U1
U2
U3
U4
U5
U6
U7
U8
U9
U10
U11
U12
U13
U14
U15
U16
U17
U18
U19
U1 U2
0.004
U3
0.000 0.000
U4
0.000 0.000 0.000
U5
0.000 0.000 0.000 0.000
U6
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U7
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U8
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U9
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
U10 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 U11 0.000 0.000 0.000 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 U12 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 U13 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 U14 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 U15 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000 U16 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 U17 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.007 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 U18 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 U19 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 U20 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Lampiran 29. Hasil koefisien korelasi dari kombinasi gaya pada cookies keladi U1 sampai U 20 U1
U2
U3
U4
U5
U6
U7
U8
U9
U10
U11
U12
U13
U14
U15
U16
U17
U18
U19
U1 U2
0.931
U3
0.933 0.977
U4
0.938 0.922 0.948
U5
0.899 0.936 0.933 0.897
U6
0.764 0.836 0.819 0.836 0.920
U7
0.918 0.846 0.879 0.918 0.901 0.850
U8
0.907 0.945 0.941 0.902 0.963 0.920 0.893
U9
0.921 0.916 0.900 0.909 0.937 0.884 0.922 0.918
U10 0.939 0.871 0.891 0.899 0.912 0.796 0.948 0.871 0.906 U11 0.969 0.928 0.930 0.829 0.932 0.794 0.908 0.906 0.948 0.939 U12 0.956 0.931 0.961 0.941 0.903 0.798 0.895 0.917 0.902 0.912 0.920 U13 0.959 0.879 0.909 0.940 0.902 0.798 0.856 0.928 0.909 0.970 0.940 0.929 U14 0.889 0.813 0.813 0.858 0.885 0.793 0.908 0.801 0.909 0.952 0.905 0.804 0.929 U15 0.976 0.917 0.905 0.955 0.913 0.810 0.938 0.913 0.918 0.933 0.949 0.982 0.953 0.885 U16 0.920 0.905 0.870 0.893 0.914 0.835 0.878 0.868 0.964 0.910 0.937 0.858 0.906 0.934 0.893 U17 0.909 0.975 0.907 0.930 0.942 0.894 0.903 0.957 0.919 0.871 0.905 0.943 0.885 0.800 0.928 0.886 U18 0.960 0.914 0.913 0.932 0.929 0.839 0.918 0.890 0.968 0.958 0.968 0.912 0.969 0.943 0.946 0.964 0.908 U19 0.977 0.913 0.936 0.946 0.937 0.835 0.944 0.914 0.938 0.945 0.958 0.967 0.953 0.893 0.967 0.916 0.923 0.957 U20 0.962 0.933 0.946 0.947 0.923 0.795 0.889 0.911 0.909 0.934 0.957 0.950 0.954 0.876 0.961 0.913 0.917 0.961 0.958
Lampiran 30. Hasil perhitungan point matched within +/- pada kombinasi Ui dan Uj U2
U3
U4
U6
U7
U8
U9
U11
U12
U13
U16
U17
U18
U2 U3
28.91
U4
54.90 22.22
U6
12.87 34.35
24.23
U7
26.43 15.40
16.79
30.30
U8
51.00 26.13
55.01
26.57
21.1
U9
30.00 21.88
13.32
12.15
33.46
28.33
U11
59.00 18.43
49.97
17.82
18.91
57.12
23.01
U12
37.34 13.07
66.23
12.99
13.54
57.26
31.86
35.07
U13
18.79 14.21
26.32
18.51
29.03
19.18
13.22
14.19
52.88
U16
65.07 27.88
73.44
24.58
12.35
59.72
11.09
42.21
34.40
52.35
U17
53.88 13.17
52.35
12.61
20.92
47.10
17.15
52.56
38.69
51.09
53.41
U18
64.12 15.05
56.70
22.47
11.59
40.87
19.73
19.23
40.70
49.63
44.34
49.99
U19
19.98 39.42
22.81
27.04
19.03
22.25
17.29
19.11
15.13
16.37
21.13
23.44
14.38