IDENTIFIKASI MOLEKULER, KERAGAMAN GENETIK DAN KARAKTERISTIK HABITAT SIPUT LAUT (NUDIBRANCHIA) DARI BEBERAPA POPULASI DI INDONESIA
INDRI VERAWATI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Molekuler, Keragaman Genetik dan Karakteristik Habitat Siput Laut (Nudibranchia) dari Beberapa Pupulasi di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Indri Verawati NIM C54110039
ABSTRAK INDRI VERAWATI. Identifikasi Molekuler, Keragaman Genetik dan Karakteristik Habitat Siput Laut (Nudibranchia) dari Beberapa Populasi di Indonesia. Dibimbing oleh HAWIS MADDUPPA dan BEGINER SUBHAN. Nudibranchia berasal dari “Nudus” berarti telanjang dan “Branchia” yang berarti insang. Spesies Nudibranchia yang telah teridentifikasi di kawasan perairan Indonesia sebanyak 59 spesies dan terdiri dari 15 famili. Namun, eksplorasi di studi tentang jenis-jenis nudibranch di Indonesia masih jarang dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi serta menganalisis keragaman genetik nudibranch di Indonesia dengan menggunakan metode molekuler, menganalisis karakteristik habitat dan hubungannya dengan spesies nudibranch di Indonesia. Metode yang digunakan adalah DNA Barcoding dengan marka mitokondria lokus Cytochrom oxidase 1 (CO1). Hasil BLAST yang diinterpretasikan dalam pohon filogenetik menghasilkan 14 spesies nudibranch dari 30 sampel dengan tujuh lokasi di Indonesia. Keragaman haplotipe untuk setiap spesies nudibranch berbeda-beda dengan kategori rendah hingga sedang serta memiliki nilai keragaman genetik 0 - 0.5. Nilai keragaman genetik rendah terdapat pada spesies Phyllidiella pustulosa di Gosong pramuka, Phyllidiella pustulosa di Papua, Phyllidia ocellata di Papua, Phyllidiella pustulosa, Phyllidia ocellata, Chromodoris annae and Elysia cf marginata di Papua, Phyllidia elegans dan Phyllidia coelestis di Luwuk, Phyllidia varicosa di Nusa Penida, Taringa caudata di Pulau Dapur, Doriprismatica atromarginata, Mexichromis multituberculata, Risbecia tyroni, Chromodoris striatella di Teluk Jakarta. Nilai keragaman genetik sedang terdapat pada Phyllidiella pustulosa di Luwuk, Nusa Penida dan Biak, Chromodoris magnifica di Nusa Penida, serta Plakobranchus sp. di Papua. Hubungan karakteristik habitat dengan spesies nudibranch didapatkan melalui Correspondence Analysis (CA) yang menjelaskan spesies nudibranch yang termasuk kedalam famili Phyllidiidae habitatnya adalah terumbu karang dan spesies dalam famili Chromodorididae banyak mendiami rubbel sebagai habitatnya. Kata kunci: Correspondence Analysis (CA), DNA Barcoding, hubungan karakteristik habitat dengan spesies, keragaman genetik, Nudibranch
ABSTRACT INDRI VERAWATI. Molecular Identification, Genetic Diversity and Habitat Characteristics of Sea Slug (nudibranch) from Many Populations in Indonesia. Supervised by HAWIS MADDUPPA and BEGINER SUBHAN. Nudibranch is derived from the word "Nudus" means naked and "Branchia" means the gills. Species of nudibranch have been identified in Indonesian water as many as 59 species of 15 families. However, exploration in the study of nudibranch is still rarely performed especially in Indonesia. The aim of this study was conducted to identified nudibranch species by using molecular methods, analyze the genetic diversity, analyze habitat characteristic, and investigate
relationship between the habitat characteristic of nudibranch and species in study site. DNA Barcoding with markers mitochondrial Cytochrom oxidase 1 (CO1) locus was used. A total of 14 species was succesfully identified from 30 tissue samples. The range of maximum identification in BLAST was ranged from 87% 99%. The haplotype diversity was categorized low and medium (0 - 0.5). The low genetic diversity was observed in Phyllidiella pustulosa at Gosong pramuka, Phyllidiella pustulosa, Phyllidia ocellata, Chromodoris annae and Elysia cf marginata at Papua, Phyllidia elegans and Phyllidia coelestis at Luwuk, Phyllidia varicosa at Nusa Penida, Taringa caudata at Dapur Island, Doriprismatica atromarginata, Mexichromis multituberculata, Risbecia tyroni and Chromodoris striatella at Jakarta Bay. The medium genetic diversity value was founded in Phyllidiella pustulosa at Luwuk, Nusa Penida and Biak, Chromodoris magnifica at Nusa Penida, Plakobranchus sp. at Papua. The relationship between habitat characteristic and species of nudibranch is founded by Correspondence Analysis (CA), which explains the species for family Phyllidiidae was mainly observed in corals and species for family Chromodorididae was mainly observed oftenly in rubble as its habitat. Keywords: Correspondences analysis Nudibranchia, DNA Barcoding, habitat nudibranch, relation between the habitat characteristic with species
IDENTIFIKASI MOLEKULER, KERAGAMAN GENETIK DAN KARAKTERISTIK HABITAT SIPUT LAUT (NUDIBRANCHIA) DARI BEBERAPA POPULASI DI INDONESIA
INDRI VERAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Molekuler, Keragaman Genetik dan Karakteristik Habitat Siput Laut (Nudibranchia) dari Beberapa Populasi di Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Hawis Madduppa, SPi, MSi dan Bapak Beginer Subhan, SPi MSi selaku pembimbing, yang telah banyak memberi segala saran, bimbingan, dan nasihat selama penelitian berlangsung hingga karya ilmiah ini selesai. 3. Laboratorium Biosistematik dan Biodiversitas Kelautan ITK IPB atas penyediaan fasilitas dalam proses pengolahaan data dalam dan penulisan skripsi ini. 4. Ayah Iwan Kuswandi, Ibu Fenti Hamidah dan seluruh keluarga besar atas kasih sayang yang diberikan 5. Mbak Lita, Hari Putra Setiawan dan “Genetic Team” atas ketersediaannya menemani dan membantu dalam proses pengerjaan. 6. Keluarga besar Ilmu dan Teknologi Kelautan, ITK 48, atas dukungan dan semangat yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015 Indri Verawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan
4
Alat
4
Pengumpulan Sampel
4
Ekstraksi
5
Amplifikasi DNA(PCR)
5
Elektroforesis
6
Sekuensing DNA
6
Prosedur Analisis Data
6
Rekonstruksi Filogenetik dan Analisis Keragaman Genetik
6
Hubungan Karakteristik Habitat dengan Spesies Nudibranch
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Rekonstruksi Filogenetik
8
Struktur genetik
12
Keragaman Genetik
14
Karakteristik Habitat
16
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL 1 Pengumpulan sampel penelitian 2 Matriks komposisi nukleotida per spesies 3 Matriks komposisi nukleotida per individu 4 Matriks probabilitas nukleotida 5 Deskripsi statistik keragaman genetik nudibranch 6 Deskripsi habitat famili nudibranch 7 Deskripsi habitat spesies nudibranch
3 12 12 13 14 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Peta lokasi pengumpulan sampel Pohon filogenetik Peta persebaran spesies nudibranch di Nusa Penida (Bali) Peta persebaran spesies nudibranch di Teluk Jakarta Peta persebaran spesies nudibranch di Luwuk (Sulawesi Timur) Peta persebaran spesies nudibranch di Papua Haplotype network spesies nudibranch Plot simetrik hubungan antara habitat dengan spesies dalam famili nudibranch 9 Plot simetrik hubungan antara habitat dengan spesies nudibranch
4 8 9 10 10 11 14 17 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 Komposisi Master Mix (MM) 2 Gambar spesies nudibranch dan tipe substrat 3 Tabel jarak genetik antar spesies
23 24 29
PENDAHULUAN Latar Belakang Nudibranchia merupakan ordo terbesar dari Opisthobranch dan terdiri dari 3000 spesies yang telah teridentifikasi. Nudibranchia berasal dari “Nudus” berarti telanjang dan “Branchia” yang berarti insang. Istilah jika kedua kata ini digabungkan berarti insang telanjang. Istilah ini mengarah pada organ respirasi eksternal yang terdapat di nudibranchia (Behrens 2005). Bentuk yang beragam, warna, pola tubuh dan sisi ekologi yang terdapat di Nudibranchia menarik untuk dipelajari. Sebagian besar nudibranchia memiliki warna cukup menarik yang digunakan dalam sistem pertahanan diri. Spesies Nudibranchia yang telah teridentifikasi di kawasan perairan Indonesia sebanyak 59 spesies dan terdiri dari 15 famili (Dayrat 2006). Ordo Nudibranchia terdiri dari empat subordo, 66 famili, dan 116 genus. Keempat subordo tersebut adalah Dendronotacea (10 famili, 14 genus), Doridacea (26 famili, 56 genus), Aeolidacea (21 famili, 35 genus), dan Arminacea (9 famili, 11 genus) (Brunckhorst 1993). Nudibranch hanya terdiri dari kulit, otot dan organ tubuh karena telah menanggalkan cangkang pada jutaan tahun yang lalu (Debelius 2004). Nudibranch hidup pada perairan dangkal, terumbu karang, hingga dasar laut yang gelap dengan kedalaman lebih dari satu kilometer dan dapat dijumpai di berbagai tipe habitat mulai dari substrat bersedimen lumpur lunak sampai substrat keras berbatu (Aiken 2003). Menurut Lubis (2006), Kepulauan Indonesia merupakan gabungan dari 5 pulau utama dan sekitar 30 kelompok kepulauan, lokasi strategis dari kepulauan yang sangat luas ini yaitu diantara lautan pasifik di timur, lautan Hindia di barat, daratan Asia di Utara dan daratan Australia di selatan, mempengaruhi sirkulasi global baik atmosfir maupun laut. Indonesia bagian barat merupakan bagian dari Benua Asia, Indonesia bagian timur merupakan bagian dari Benua Australia, sedangkan Indonesia bagian tengah merupakan peralihan yang disebut daerah Wallace. Batas kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan kompleks tersebut masih perlu eksplorasi di DNA barcoding, untuk mengidentifikasi spesies sehingga dapat melihat keragaman genetik. Penentuan spesies siput laut (Nudibranch) masih banyak dilakukan dengan pengamatan morfologi, padahal dalam satu spesies Nudibranch yang sama bisa saja memiliki beberapa keanekaragaman genetik yang berbeda. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis sekuensing DNA dengan menggunakan marka mitokondria. Penggunaan DNA sebagai ciri suatu spesies yang memiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih termostabil dari pada protein, lebih sensitif, tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor pertumbuhan serta hampir semua jaringan dapat digunakan sebagai sumber material genetik (Teletchea et al. 2005). Selain pengukuran dengan genetika memiliki kelebihan yang akurat, penggunaan genetika molekular untuk menentukan suatu spesies mulai berkembang dan masih jarang dilakukan. DNA barcoding merupakan suatu metode dalam taksonomi molekuler. Metode ini menggunakan urutan DNA pendek untuk mengidentifikasi spesies. Target standar DNA barcoding untuk hewan tingkat tinggi adalah marka mitokondria sitokrom oksidase subunit 1 atau yang biasa dikenal dengan marka
2 CO1. Marka CO1 memiliki tingkat keragaman yang tinggi sehingga mampu mengidentifikasi spesies dengan tingkat taksonomi yang luas. Komponenkomponen dalam DNA barcoding yaitu spesimen, laboratorium, basis data, dan analisis data. Kegiatan laboratorium dan analisis data terdiri dari ekstraksi DNA, amplifikasi (PCR), elektroforesis, sekuensing, koreksi dan pengolahan data (Madduppa 2014). Keanekaragaman Nudibranchia dapat diketahui dengan melihat faktorfaktor yang mempengaruhi keberadaannya di lautan antara lain perbedaan habitat, seperti tutupan karang, ketersediaan dan jenis makanan (Jensen 2005). Ketiga hal ini berkaitan karena diketahui bahwa banyak Nudibranchia makan dan hidup dalam asosiasi yang dekat dengan spesies karang (Godfrey 2001). Nudibranchia pada umumnya memakan algae, sponge, karang keras dan lunak, bryozoans dan hydroids (Allen dan Steene 1999). Bell dan Galzin (1984) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa, terdapat hubungan langsung antara tutupan karang hidup dan keanekaragaman spesies organisme bentik. Diduga bahwa ditempat dimana tutupan karang baik, maka makin banyak jumlah nudibranchia dan makin baik keanekaragaman spesiesnya. Terumbu karang di Indonesia yang mencapai 51 persen dari luas 99.513 km2 terumbu karang di Asia Tenggara, saat ini hampir 85% terancam rusak, sedangkan 50% nya mendapat ancaman kerusakan yang tinggi (Indraswati 2006). Oleh karena itu spesies nudibranch terancam mengalami penurunan jumlah dan terjadi penurunan keanekaragaman spesiesnya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta menganalisis keragaman genetik nudibranch di Indonesia dengan menggunakan metode molekuler, menganalisis karakteristik habitat dan hubungannya dengan spesies nudibranch di Indonesia.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 – Mei 2015. Sampel nudibranch merupakan koleksi Laboratorium Biosistematika dan Biodiversitas Kelautan Teknologi Kelautan FPIK, IPB yang berasal dari beberapa daerah perairan di Indonesia yaitu, Luwuk, Pulau Dapur (Kepulauan Seribu), Pulau Gosong Pramuka (Kepulauan Seribu), Nusa Penida, Pulau Bidadari, Pulau Kelor, Pulau Rambut, Pulau Bokor, Raja Ampat (Papua), dan Biak (Tabel 1). Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Biodiversitas Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK, IPB.
3 Tabel 1 Pengumpulan sampel penelitian No
Lokasi
Koordinat
1
Luwuk
S 1°15'07.2"
E 122°35'35.6"
2
Pulau Dapur
S 05°54'59"
E 106°43'08.4"
3
Gosong Pramuka
S 05°44'04.3"
E 106°36'40.5"
4
Nusa Penida
6
S 08°42'14.8" S 08°42'15.4" S 08°42'15.4" S 08°42'16.1" S 08°42'16.1" S 08°42'16.1" Pulau Bidadari S 06°1'59,96" Pulau Kelor S 06°1'32,78" Pulau Rambut S 05°58'17.72'' Pulau Bokor S 05°56'36.04'' Raja Ampat, Papua S 0°11'38.4"
E 115°16'09.3" E 115°16'09.9" E 115°16'09.9" E 115°16'10.4" E 115°16'10.4" E 115°16'10.4" E 106°44'43,44" E 106°44'39,46" E 106°41'11.64'' E 106°37'36.18'' E 130°12'14.4"
7
Biak
E 136°02'54.7"
5
Total
S 1°09'48.7"
Kode Sampel
Waktu
Jumlah (individu)
ITK_LWK_Nd_01 ITK_LWK_Nd_02 ITK_LWK_Nd_03 ITK_LWK_Nd_04 ITK_PD_Nd_01 ITK_PD_Nd_02 ITK_GP_Nd_01
25-27 Februari 2015
4
27-28 Februari 2015
2
27-28 Februari 2015
1
ITK_NP_Nd_02 ITK_NP_Nd_05 ITK_NP_Nd_06 ITK_NP_Nd_07 ITK_NP_Nd_09 ITK_NP_Nd_10 ITK_TJ_Nd_06 ITK_TJ_Nd_07 ITK_TJ_Nd_08 ITK_TJ_Nd_10 ITK_PAP_Nd_01 ITK_PAP_Nd_02 ITK_PAP_Nd_03 ITK_PAP_Nd_04 ITK_PAP_Nd_05 ITK_PAP_Nd_06 ITK_PAP_Nd_07 ITK_PAP_Nd_08 ITK_PAP_Nd_09 ITK_PAP_Nd_10 ITK_PAP_Nd_11 ITK_BK_Nd_01 ITK_BK_Nd_02
Januari 2014
6
September 2013
4
7 Oktober 2013
11
September 2013
2 30
4
Gambar 1 Peta lokasi pengambilan sampel Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain sampel jaringan nudibranch, Extraction kit Geneaid (Blood and Tissues) yang berisi sepaket buffer, proteinase-k serta dilengkapi dengan GD Colum dan collection tube, ethanol 96%, absolut ethanol, MgCl2, dNTP, ddH2O, PCR buffer, kapa Master Mix, vivantis Master Mix, primer LCO (forward) dan HCO (reverse), amplitaq, agarose, TAE buffer, EtBr, loading dye, dan low mass ladder. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gunting, botol sampel, timbangan digital, alat tulis, bunsen, cawan petri, pinset, tray, sarung tagan karet, vortex, heating block, alat sentrifuge, microtube, micropippet, pippet tips, thermo cycler, kalkulator, gelas ukur, labu erlenmeyer, microwave, dan UV transluminator. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel koleksi menggunakan metode Random Sampling yaitu, hanya mengambil individu nudibranch yang ditemukan saja saat penyelaman. Sampel nudibranch yang didapatkan sebanyak 30 individu nudibranch dari tujuh lokasi di Indonesia. Sampel dimasukkan kedalam tube berukuran 2 ml yang berisikan ethanol 96% dan diberi label pada masing-masing tube untuk identitas sampel. Identifikasi substrat dilakukan secara visual dengan mengambil dan
5 merasakan tekstur setelah itu pada kertas sabak dan kemudian difoto. Analisis substrat berikutnya melalui foto yang telah diambil dan disesuaikan dengan catatan tipe substrat. Seluruh sampel merupakan koleksi Laboratorium Biosistematika dan Biodivesitas Kelautan, Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Ekstraksi Tahap ekstraksi dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu, chelex 10% dan extraction kit Geneaid (Blood and Tissues). Metode ekstraksi menggunakan chelex 10% yaitu metode yang digunakan untuk menyimpan DNA kedalam raissin, sedangkan metode extraction kit Geneaid (Blood and Tissues) yaitu metode yang digunakan untuk menyaring DNA dengan menggunakan beberapa jenis buffer. Pengekstraksian metode chelex 10% dilakukan dengan cara pemanasan 105 °C selama 60 menit. Tahapan ini harus dalam keadaan steril untuk mencegah kontaminasi pada sampel. Pada tahapan ekstraksi menggunakan kit, hal yang pertama dilakukan adalah mengambil sedikit bagian perut nudibranch dengan menggunakan pinset, kemudian sampel dikoyak agar sel mudah untuk lisis. Setelah dikoyak, sampel dimasukkan ke dalam tube berukuran 1.5 mL kemudian ditambahkan 200 μL GST Buffer dan 20 μL Proteinase-K. Campuran tersebut kemudian diinkubasi dengan menggunakan heatingblock pada suhu 60 oC selama 1 jam atau hingga sampel lisis. Setelah sampel lisis, sentrifuse selama 2 menit pada 14.000 rpm, pindahkan supernatan pada tube 1.5 mL baru. Tambahkan 200 μL GSB Buffer lalu vortex selama 10 detik. Tambahkan 200 μL absolut ethanol, segera vortex selama 10 detik. Tempatkan GD Column dalam 2 ml Collection Tube, dan pindahkan semua campuran ke dalam GD Column. Sentrifuse selama 1 menit pada 14,000 rpm. Buang 2 mLCollection Tube beserta cairan di dalamnya. Tempatkan GD Column dalam 2 mL Collection Tube baru. Tambahkan 400 μLW1 Buffer ke dalam GD Column kemudian sentrifus selama 30 detik pada 14,000 rpm. Buang cairan dalam Collection Tube dan tempatkan kembali pada GD Column. Tambah 600 μL Wash Buffer ke GD Column. Sentrifus selama 30 detik pada 14,000 rpm.Buang cairan pada Collection Tube dan tempatkan kembali. Sentrifus selama 3 menit pada 14.000 rpm untuk mengeringkan GD Collumn. Pindahkan GD Colum kering ke tube berukuran 1.5 mL. Tambah 100 μL Elution Buffer dan 100 μL ddH2O, diamkan selama 3 menit kemudian sentrifus selama 30 detik pada 14.000 rpm untuk elusi DNA yang sudah dimurnikan. Amplifikasi DNA(PCR) Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Primer yang digunakan pada penelitian ini merupakan primer dengan target lokus COI yaitu LCO: (5' GGT CAA CAA ATC ATA AAG ATA TTG G 3') dan HCO: (5' TAA ACT TCA GGG TGA CCA AAA AAT CA 3') (Folmer et al. 1994). Metode PCR yang digunakan adalah metode hotstart dengan menggunakan dua master mix, metode kapa master mix, dan 2x Taq Master Mix (Lampiran 1). Proses PCR
6 dilakukan dengan menggunakan alat thermocycler yang diprogram untuk melakukan 35 siklus. Setiap siklusnya terdiri dari proses penempelan utas ganda (pre denaturation) pada suhu 95 °C selama 3 menit, denaturation pada suhu 94 °C selama 45 detik, annealling pada suhu 45 °C selama 45 detik dan extention pada suhu 72 °C selama 2 menit. Kemudian dilanjutkan dengan final elongated pada suhu 72 °C selama 10 menit. Elektroforesis Elektroforesis adalah metode untuk memisahkan senyawa kimia berdasarkan laju pergerakan molekul dalam aliran listrik (Madduppa 2014). Metode ini biasanya digunakan untuk tujuan analitik, tetapi dapat digunakan sebagai teknik preparasi untuk memurnikan molekul sebelum menggunakan metode lain untuk karakterisasi lanjut seperti spektrometri massa, PCR, kloning, pengurutan DNA. Elektroforesis ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya DNA dalam produk PCR kita. Sebelum melakukan elektroforesis, terlebih dahulu dibuat media elektroforesis yaitu agarosa 1% (agarose 0.5 g dan 50 mL TAE Buffer) dengan 4 μL Etidium Bromida (EtBr) sebagai pewarna. Langkah selanjutnya adalah mencampurkan 3 μLsampel hasil PCR dengan 1 μL loading dye, campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sumur agarosa. Elektroforesis menggunakan mesin elektroforesis tegangan 220 V dan arus 400 mA dengan waktu 25 menit. Panjang untaian basa DNA dapat diukur dengan menggunakan 4μL Lowmass ladder yang dimasukkan pada sumur pertama pada agarosa. Hasil elektroforesis berupa pita-pita yang dapat dilihat dengan menggunakan alat UV transluminator. Sekuensing DNA Siklus pengurutan Nukleotida (Sequencing DNA) adalah metode untuk menentukan urutan nukleotida yang terdapat dalam DNA. Urutan DNA berhubungan dengan informasi genetik turunan dalam nukleus (inti), plasmid, mitokondria, dan kloroplas yang membentuk dasar pengembangan semua makhluk hidup. Prinsip sequencing menggunakan metode PCR sebagai pijakkannya. Hasil berupa fragmen DNA dengan panjang yang bervariasi. Produk PCR dikirimkan ke sequencing facilty UC Berkeley, Dept. of Moleculler and Cell Biology Sequencing Facility, USA dengan menggunakan mesin sequencer ABI 1377. Prosedur Analisis Data Rekonstruksi Filogenetik dan Analisis Keragaman Genetik Rekonstruksi filogenetik dan analisis keragaman genetik dilakukan dengan cara mengedit data hasil sekuensing dengan menggunakan perangkat lunak MEGA 6.0 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) untuk pembacaan urutan nukleotida dan penjajaran (aligment) menggunakan ClustalW pada program tersebut untuk melihat adanya keragaman nukleotida (Tamura et al. 2007). Data hasil penjajaran nukleotida yang diperoleh kemudian dicocokkan pada data yang tersedia pada GenBank di NCBI (National Centre for Biotechnology Information) menggunakan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool)
7 (http://blast.ncbi.nlm.nih.-gov). Analisis DNA barcoding dilakukan dengan membuat pohon filogeni berdasarkan hasil penjajaran nukleotida yang telah dicocokkan dengan data pada GeneBank. Pohon filogeni dibuat dengan menjajarkan terlebih dahulu urutan nukleotida menggunakan piranti lunak Clustal W2, lalu dihitung jarak genetik dari setiap sampel dan pembuatan pohon filogeni dengan metode pengkelasan Neigbour-joining (NJ). Rekonstruksi filogenetik bertujuan untuk mengetahui kekerabatan melalui komposisi nukleotida yang digambarkan dalam pohon filogenetik.Pembuatan Pohon filogenetik menggunakan metode Neighbor Joining Tree dengan jumlah Bootstrap sebanyak 1000. Nilai Bootstrap menggambarkan ulangan yang dilakukan oleh perangkat lunak MEGA 6.0 dalam merekonstruksi pohon filogenetik tersebut. Metode Neighbor Joining Tree dapat menganalisa jarak genetik antar spesies maupun intra spesies. Dalam pembuatan pohon filogenetik perlu dimasukkan outgroup sebagai perbandingan. Dalam penelitian digunakan Stichopus ocellatus sebagai outgroup. Analisis Keragaman genetik menggunakan software dnasp dan arlequin yang menghasilkan nilai keragaman genetik. Nei (1987) nilai keragaman genetik berkisar dari 0.1 – 0.4 masuk dalam kategori rendah, sementara nilai 0.5 – 0.7 tergolong dalam kategori sedang, dan 0.8 – 1.0 merupakan kategori tinggi. Hubungan Karakteristik Habitat dengan Sepesies Nudibranch Evaluasi kuantitatif terhadap spesies nudibranch antar lokasi penelitian dan kaitannya terhadap karakteristik habitat dilakukan menggunakan Analisis Faktorial Korespondensi atau CA (Correspondence Analysis). Analisis koresponden ini bertujuan untuk mencari hubungan antara modalitas dari dua karakter atau variabel pada variabel matrik data kontigensi serta mencari hubungan erat antara seluruh modalitas karakter dan kemiripan antar individu berdasarkan konfigurasi pada tabel atau matrik data disjongtif lengkap (Bengen 2000). Analisis korespondensi ini dapat menggunakan software XLSTAT untuk mendapatkan hasil grafik simetrik dan asimetri dari dua variabel matrik data kontigensi (Mattjik dan Sumertajaya 2011).
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Rekonstruksi Filogenetik Hasil BLAST yang diinterpretasikan ke dalam pohon filogenetik seperti dibawah ini. 72 65-LWKND04 IPB LCO 75 82-PAPND05 IPB LCO 76-PAPND02 IPB LCO 100
35 81-PAPND11 IPB LCO Phyllidiella pustulosa gi614469630
44
60-NPND09 IPB LCO 99
Phyllidiella pustulosa
74-BKND02 IPB LCO
100
100 56-NPND02 IPB LCO 67-GPND01 IPB LCO 23
73-BKND02 IPB LCO
100
80-PAPND10 IPB LCO
33
Phyllidia ocellata gi614469624
phyllidia ocellata
62-LWKND01 IPB LCO
100 98
47
Phyllidiidae
63-LWKND02 IPB LCO
39
Phyllidia elegans gi4741707
Phyllidia elegans
100 58-NPND06 IPB LCO Phyllidia varicosa gi614469622
49
64-LWKND03 IPB LCO
37
100 Phyllidia coelestis gi614469620 100 66-PDND02 IPB LCO
Phyllidia varicosa Phyllidia coelestis
Taringa caudata gi595650141
17
Discodorididae
Taringa caudata
69-TJND06 IPB LCO Doriprismatica atromarginata gi389941677
100
Doriprismatica atromarginata
100 70-TJND07 IPB LCO Mexichromis multituberculata gi389941763
9 49
100 99
75-PAPND01 IPB LCO Chromodoris annae gi389941607
100
81
Mexichromis multituberculata
72-TJND10 IPB LCO Risbecia tryoni Risbecia tryoni gi156047644 100 71-TJND08 IPB LCO Chromodoris striatella Chromodoris striatella gi614469614
100
23
Chromodorididae
Plakobranchidae
Chromodoris annae
Chromodorididae
77-PAPND03 IPB LCO 85-PAPND08 IPB LCO
79
61-NPND10 IPB LCO
Chromodoris magnifica
59-NPND07 IPB LCO
100 56 Chromodoris magnifica gi389941653 84-PAPND07 IPB LCO 100 Elysia cf. marginata 3 JV-2013 gi469735901 99
Elysia cf. marginata Plakobranchidae
Plakobranchus sp. 1 JV-2013 gi469735971 78-PAPND04 IPB LCO 100 99 83-PAPND06 IPB LCO Stichopus ocellatus gi159461562
Plakobranchus sp. 1 outgrup
0.05
Gambar 2 Rekonstruksi pohon filogeni DNA nudibranch
9 Data urutan basa yang sudah di BLAST didapatkan 14 spesies nudibranch dari 30 sampel dengan tujuh lokasi di Indonesia. Gambar spesies nudibranch serta habitat nudibranch yang ditemukan dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 2 merupakan hasil pohon filogenetik nudibranch yang terdiri dari 15 clade besar, 14 clade merupakan spesies nudibranch dan 1 clade Stichopus ocellata yang merupakan outgroup. Setiap clade yang terbentuk menandakan perbedaan spesies. Spesies yang didapatkan dari hasil BLAST adalah Phyllidiella pustulosa, Phyllidia ocellata, Phyllidia elegans, Phyllidia varicosa, Phyllidia coelestis, Taringa caudata, Doriprismatica atromarginata, Mexichromis multituberculata, Risbecia tryoni, Chromodoris striatella, Chromodoris annae, Chromodoris magnifica, Elysia cf. Marginata, dan Plakobranchus sp. Keragaman genetik dapat terjadi tidak hanya pada intraspesies namun juga dapat terjadi pada interspesies. Pada setiap clade besar masih terdapat clade kecil yang menandakan adanya perbedaan komposisi basa nukleotida antar individu. Hal ini dapat terjadi karena tiap-tiap individu berasal dari populasi yang berbeda.
Gambar 3 Peta persebaran spesies nudibranch di Nusa Penida (Bali)
10
Gambar 4 Peta persebaran spesies nudibranch di Teluk Jakarta
Gambar 5 Peta persebaran spesies nudibranch di Luwuk (Sulawesi Timur)
11
Gambar 6 Peta persebaran spesies nudibranch di Papua Gambar 3 hingga Gambar 6 merupakan peta persebaran spesies nudibranch di Indonesia yang dibagi menjadi empat region yaitu, Nusa Penida (Bali), Teluk Jakarta, Luwuk (Sulawesi Timur), dan Papua. Nusa Penida (Bali) telah teridentifikasi sebanyak tiga spesies nudibranch yaitu Phyllidiella pustulosa, Phyllidia varicosa, dan Chromodoris magnifica. Dalam populasi tersebut terdapat tiga genus yaitu genus Phyllidiella, Phyllidia, dan Chromodoris. Hal ini memperlihatkan adanya perbedaan genetik dan komposisi nukleotida yang berbeda pada setiap spesies tetapi berada di tempat yang sama. Komposisi nukleotida dapat dilihat pada Tabel 2. Teluk Jakarta teridentifikasi lima spesies dari enam pulau yaitu, Phyllidiella pustulosa, Taringa caudata, Doriprismatica atromarginata, Mexichromis multituberculata, Risbecia tyroni, dan Chromodoris striatella. Luwuk (Sulawesi Timur) telah teridentifikasi tiga spesies nudibranch yaitu, Phyllidiella pustulosa, Phyllidia coelestis, dan Phyllidia elegans. Sedangkan pada lokasi Papua telah teridentifikasi enam spesies nudibranch yaitu, Phyllidiella pustulosa, Phyllidia ocellata, Chromodoris annae, Chromodoris magnifica, Plakobranchus sp., serta Elysia cf marginata dan Phyllidiella pustulosa di Biak. Populasi berbeda menandakan adanya kemungkinan habitat yang berbeda serta adanya perbedaan genetik. Kondisi habitat dapat memengaruhi materi genetik suatu individu dalam suatu spesies. Perbedaan genetik antar populasi biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetic drift dan natural selection (Freeland 2005).
12 Struktur Genetik Urutan rantai basa nukleotida menggunkan locus CO1 menghasilkan 645689 bp, Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukan Hasil analisis komposisi basa nukleotida dari individu nudibranch. Tabel 2 Matriks komposisi nukleotida per spesies Nama Spesies Phyllidiella pustulosa Phyllidia varicosa Chromodoris magnifica Phyllidia elegans Phyllidia coelestis Taringa caudata Doriprismatica atromarginata Mexichromis multituberculata Chromodoris striatella Risbecia tryoni Chromodoris annae Plakobranchus sp. 1 Phyllidia ocellata Elysia cf. Marginata Avg.
Komposisi Nukleotida % T(U) C A G 39.2 16.7 25.5 18.5 40.9 15.8 24.9 18.4 38.1 17.2 25.1 19.6 41.7 15.7 23.5 19.2 41.2 15.3 24.3 19.1 39.3 17.8 22.4 20.5 41.7 15.3 23.5 19.4
Jumlah Nukleotida 658.0 658.0 658.0 600.0 658.0 657.0 654.0
40.3
18.8
22.9
17.9
658.0
40.3 37.7 38.1 41.8 40.0 39.5 39.8
15.2 18.5 17.0 14.9 16.1 17.0 17.0
25.1 23.6 25.1 21.9 24.9 24.2 24.3
19.5 20.2 19.9 21.4 19.0 19.3 18.9
658.0 589.0 654.0 658.0 658.0 658.0 559.4
Tabel 3 Matriks komposisi nukleotida per individu Lokasi Nusa Penida
Luwuk
Pulau Dapur Gosong Pramuka Teluk Jakarta
Biak Raja Ampat (Papua)
Kode Sampel
Nama Spesies
Ident
ITK_NP_Nd_02 ITK_NP_Nd_06 ITK_NP_Nd_07 ITK_NP_Nd_09 ITK_NP_Nd_10 ITK_LWK_Nd_01 ITK_LWK_Nd_02 ITK_LWK_Nd_03 ITK_LWK_Nd_04 ITK_PD_Nd_02 ITK_GP_Nd_01 ITK_TJ_Nd_06 ITK_TJ_Nd_07 ITK_TJ_Nd_08 ITK_TJ_Nd_10 ITK_BK_Nd_02 ITK_BK_Nd_03 ITK_PAP_Nd_01 ITK_PAP_Nd_02 ITK_PAP_Nd_03 ITK_PAP_Nd_04 ITK_PAP_Nd_05
Phyllidiella pustulosa Phyllidia varicosa Chromodoris magnifica Phyllidiella pustulosa Chromodoris magnifica Phyllidia elegans Phyllidiella pustulosa Phyllidia coelestis Phyllidiella pustulosa Taringa caudata Phyllidiella pustulosa Doriprismatica atromarginata Mexichromis multituberculata Chromodoris striatella Risbecia tryoni Phyllidiella pustulosa Phyllidiella pustulosa Chromodoris annae Phyllidiella pustulosa Chromodoris annae Plakobranchus sp Phyllidiella pustulosa
87% 99% 98% 87% 99% 97% 87% 99% 98% 99% 87% 99% 99% 98% 96% 87% 88% 99% 98% 99% 99% 98%
Komposisi Nukleotida % T(U) C A G 38.2 17.8 25.3 18.6 41.4 16.9 24.5 17.3 38.8 17.5 24.6 19.1 40.6 16.5 25.1 17.8 38.6 17.5 24.7 19.2 42.0 16.9 24.1 17.1 41.6 15.5 23.5 19.4 41.4 16.3 24.7 17.6 39.6 17.3 25.3 17.8 38.6 18.6 23.9 18.8 38.2 17.8 25.3 18.6 43.1 15.3 22.4 19.2 42.4 17.3 23.5 16.9 40.6 15.7 25.3 18.4 37.5 20.2 23.1 19.2 41.4 15.9 23.9 18.8 39.6 16.9 26.7 16.9 37.6 18.0 25.3 19.0 39.4 17.5 25.3 17.8 39.2 16.9 25.5 18.4 41.0 16.1 22.0 21.0 40.6 17.6 22.7 19.0
Jumlah Nukleotida 510.0 510.0 508.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 510.0
13
Tabel 3 (Lanjutan) ITK_PAP_Nd_06 ITK_PAP_Nd_07 ITK_PAP_Nd_08 ITK_PAP_Nd_10 ITK_PAP_Nd_11
Plakobranchus sp. Elysia cf marginata Chromodoris annae Phyllidia ocellata Phyllidiella pustulosa
99% 93% 99% 88% 98%
Avg.
39.2 39.6 41.0 39.4 39.6 40.0
17.6 17.3 16.1 17.1 16.5 17.0
25.7 25.5 22.0 23.1 25.7 24.4
17.5 17.6 21.0 20.4 18.2 18.6
DNA makhluk hidup terdapat kuantitas yang sama antara basa Adenin (A) dengan Timin (T), dan Guanin (G) dengan Sitosin (C). Komposisi basa inilah yang membedakan antar spesies organisme (Jusuf 2001). Tabel 2 menunjukkan bahwa komposisi A dan T pada tiap spesies nudibranch lebih banyak dibandingkan C dan G dengan rata-rata pasang basa 559.4. Tabel 3 menunjukkan hal yang sama bahwa komposisi A dan T pada setiap individu nudibranch lebih banyak dibandingkan C dan G dengan rata-rata pasang basa 509.9. Jumlah A dan T yang lebih banyak dibandingkan C dan G berkaitan dengan ikatan hidrogennya. Ikatan hidrogen merupakan ikatan lemah yang mudah lepas dan mudah berikatan kembali. Sifat ini yang memudahkan DNA untuk melakukan replikasi. Jarak genetik dapat terlihat dengan jelas dalam tabel jarak genetik antar spesies (Lampiran 3). Pada tabel jarak genetik, jarak genetik terkecil ditunjukkan antara Chromodoris striatella dengan Chromodoris magnifica sebesar 0.098 yang artinya dalam 100 urutan basa terdapat 9.8 basa yang berbeda, sedangkan untuk jarak genetik dengan nilai terbesar ditunjukkan antara outgroup dengan Mexichromis multituberculata sebesar 0.455 yang artinya dalam 100 urutan basa terdapat 45.5 basa yang berbeda. Semakin kecil nilai matriksnya, menunjukkan bahwa kekerabatan setiap spesies semakin dekat dan dibuktikan oleh bentuk pohon filogenik Gambar 2 dan Haplotype network Gambar 7. Tabel 4 Matriks probabilitas substitusi nukleotida From\To
Nukleotida
A (Adenin)
T (Timin)
C (Sitosin)
G (Guanin)
A
-
12.9148
1.5235
12.6793
T
7.8797
-
10.5770
2.9439
C
2.1578
24.5537
-
0.8945
G
16.6924
6.3521
0.8314
-
Keterangan : Transisi = cetak tebal, Transversi = cetak normal Keanekaragaman dalam kehidupan dapat timbul karena faktor mutasi gen yang menimbulkan keanekaragaman genetik. Mutasi gen disebut juga mutasi titik. Mutasi ini terjadi karena adanya perubahan struktur gen atau DNA (Lehninger, 1982). Adapun yang disampaikan oleh Graur & Hsiung Li ada beberapa tipe mutasi yaitu : (1) Mutasi substitusi merupakan penggantian sebuah nukleotida dengan yang lainnya, (2) Rekombinasi merupakan sebuah nukleotida dengan yang lainnya, (3) Delesi merupakan pergerakan satu atau lebih nukleotida pada DNA delesi. Mutasi substitusi penting karena pada dasarnya proses evolusi dan urutan DNA (urutan nukleotida) adalah substitusi dari sebuah nukleotida dengan yang lainnya selama waktu evolusi (Graur & Hsiung Li, 2000 ; Puterbaugh &
510.0 510.0 510.0 510.0 510.0 509.9
14 Burleugh, 2001). Salah satu jenis mutasi adalah mutasi substitusi yang terdiri dari transisi dan transversi. Transisi merupakan perubahan antara A dengan T (purin) atau C dengan G (pirimidin). Transversi perupakan perubahan antara purin dengan pirimidin (Karmana 2009). Kemungkinan mutasi substitusi jenis transisi lebih banyak terjadi dibandingkan dengan transversi, seperti terlihat pada Tabel 4 (Nei and Kumar 2000). Hal ini terjadi karena molekul yang mempunyai kemiripan struktur lebih mudah tersubstitusi seperti pada transisi yang terjadi antara purin dengan purin dan pirimidin dengan pirimidin (Wijana dan Mahardika 2010). Keragaman Genetik Nilai keragaman genetik memberikan informasi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan iklim serta penyakit (Lande 1988). Berikut adalah nilai keragaman genetik nudibranch per lokasi penelitian. Tabel 5 Keragaman genetik spesies nudibranch Spesies Phyllidiella pustulosa Phllidia ocellata Phyllidia elegans Phyllidia varicosa Phyllidia coelestis Taringa caudata Doriprismatica atromarginata Mexichromis multituberculata Risbecia tryoni Chromodoris striatella Chromodoris annae Chromodoris magnifica Elysia cf marginata Plakobranchus sp.
NP n h 2 2
1
1
LWK Hd n h 0.5 2 2
Hd 0.5
1
1
0
1
1
0
PD n h
2
Hd 0
TJ n h
Hd
BK n H 2 2
Hd 0.5
PAP n h 3 3 1 1
Hd 0.27 0
3
3
0.3
1 2
1 2
0 0.5
0 1
2
Hd
GP n h 1 1
1
0 1
1
0
1
1
0
1 1
1 1
0 0
0.5
Keterangan: NP (Nusa Penida), LWK (Luwuk), PD (Pulau Dapur), GP (Gosong Pramuka), TJ (Teluk Jakarta), BK (Biak), PAP (Papua), n (Jumlah sampel), h (Jumlah haplotype), Hd (Haplotype diversity)
Gambar 7 Haplotype network spesies nudibranch
15 Spesies Phyllidiella pustulosa ditemukan pada lima lokasi penelitian dengan nilai keragaman haplotipe yang berbeda-beda. Phyllidiella pustulosa di Nusa Penida memiliki nilai keragaman haplotipe (Hd) 0.5, Luwuk memiliki nilai keragaman haplotipe 0.5, Gosong Pramuka nilai keragaman haplotipe 0, Biak nilai keragaman haplotipe 0.5, dan Phyllidiella pustulosa Papua memiliki nilai keragaman haplotipe 0.27. Menurut Nei (1987) nilai keragaman haplotipe Phyllidiella pustulosa di Nusa Penida, Luwuk, dan Biak termasuk kedalam kategori sedang, sedangkan Phyllidiella pustulosa Papua termasuk kedalam kategori rendah, nilai keragaman haplotipe pada lokasi Gosong pramuka 0 karena individu yang didapatkan hanya satu dan tidak mewakili populasi. Phyllidia ocellata hanya ditemukan pada lokasi Papua dengan jumlah sampel sebanyak satu sampel dengan nilai keragaman haplotipe 0. Phyllidia elegans memiliki nilai keragaman haplotipe 0 yang hanya ditemukan pada satu lokasi saja yaitu, Luwuk. Phyllidia varicosa hanya ditemukan sebanyak satu individu pada lokasi Nusa Penida dengan nilai keragaman haplotipe 0. Taringa caudata memiliki nilai keragaman haplotipe 0 pada lokasi Pulau Dapur. Teluk Jakarta ditemukan sebanyak empat spesies nudibranch yaitu, Doriprismatica atromarginata, Mexichromis multituberculata, Risbecia tyroni, dan Chromodoris striatella dengan nilai keragaman haplotipe untuk masing-masing spesies adalah 0. Chromodoris annae hanya ditemukan pada lokasi penelitian Papua dengan nilai haplotipe 0.3 dan termasuk kedalam kategori rendah. Chromodoris magnifica memiliki nilai keragaman haplotipe 0.5 pada lokasi Nusa Penida dan termasuk kedalam kategori sedang. Papua juga ditemukan Elysia cf. marginata dan Plakobranchus sp. dengan nilai keragaman haplotipe 0 dan 0.5 serta termasuk kedalam kategori rendah dan sedang. Nuryanto (2009) menyebutkan bahwa keragaman genetik yang tinggi mencerminkan besarnya ukuran populasi, sedangkan penurunan ukuran populasi akan mengurangi keragaman genetik. Nilai keragaman genetik yang rendah menandakan kecilnya ukuran populasi dan akan mengurangi keragaman genetik. Keragaman genetik dalam populasi yang tinggi didasarkan pada asumsi bahwa tingkat evolusi dalam lingkungan yang berubah dibatasi oleh variasi genetik (Soule and Simberloff 1986). Keragaman genetik penting bagi kelangsungan hidup spesies karena spesie-spesies yang memiliki keragaman genetik kecil mungkin lebih rentan terhadap penyakit atau efek dari perubahan lingkungan. Peningkatan keragaman genetik menghasilkan keturunan dengan berbagai karakteristik yang dapat menjamin untuk menahan perubahan lingkungan dan mengurangi kemungkinan kerusakan gen (seperti penyakit) muncul dalam populasi. Pada penelitian ini tidak ada yang masuk kedalam kategori tinggi dikarenakan jumlah sampel yang ditemukan belum terlalu banyak sehingga belum mewakili populasi. Konektivitas genetik berkaitan dengan keragaman genetik. Hasil yang diperoleh pada Gambar 7 mengidentifikasikan bahwa Phyllidia varicosa dan Phyllidia coelestis merupakan satu keturunan dengan genus yang sama namun dalam spesies yang berbeda. Hal ini mengidentifikasikan bahwa antar kedua spesies tersebut memiliki genetik yang tidak jauh berbeda. Phyllidia elegans dan Risbecia tyroni memperlihatkan bahwa keduanya merupakan satu keturunan namun dengan jarak yang cukup jauh karena termasuk kedalam genus yang berbeda. Phyllidia ocellata dan Phyllidia varicosa merupakan satu keturunan. Phyllidiella pustulosa semuanya merupakan satu keturunan dan tidak berdekatan
16 dengan spesies nudibranch yang lainnya. Chromodoris annae dan Chromodoris magnifica merupakan satu keturunan dengan jumlah haplotipe pada spesies Chromodoris annae lebih banyak dibandingkan dengan Chromodoris magnifica. Doriprismatica atromarginata dan Mexichromis multituberculata merupakan satu keturunan dengan genus yang sama dengan spesies yang berbeda. Sedangakan Plakobranchus sp dan Taringa caudata memiliki jaringan haplotipe yang sangat jauh, hal ini dikarenakan keduanya tidak termasuk kedalam famili, genus, dan spesies yang sama. Konektivitas genetik yang terjadi akan mempengaruhi tinggi rendahnya keragaman genetik pada suatu populasi. Keragaman genetik suatu populasi akan meningkat jika terdapat suatu masukan genetik dari populasi lain atau biasa disebut dengan migrasi genetik. Migrasi yang besar akan menyebabkan terjadinya perkawinan silang dan percampuran gen antar populasi yang berbeda, sehingga akan diperoleh variasi gen yang berbeda-beda (Kusuma 2014). Karakteristik Habitat Setiap spesies nudibranch memiliki hubungan dengan habitatnya sebagai tempat tinggal, mencari makan, dan kawin. Pada penelitian ini dilakukan Correspondence Analysis (CA) antara karakteristik habitat dengan spesies nudibranch untuk melihat hubungan antar keduanya. Dibawah ini merupakan tabel deskripsi habitat famili nudibranch: Tabel 6 Deskripsi habitat famili nudibranch Habitat Famili Terumbu Karang
Rubbel
Substrat Berpasir
Pasir Berbatu
Phyllidiidae
7
2
2
2
Chromodorididae
2
4
0
3
Discodorididae
1
0
0
0
Plakobranchidae
3
0
0
1
17 Berikut adalah hasil Correspondence Analysis (CA) : Symmetric plot (axes F1 and F2: 96,59 %) 2
Discodorididae
1.5
Substrat berpasir
F2 (37,11 %)
1 Substrat berbatu
0.5
Chromodorididae Rubble 0 Phyllidiidae Terumbu karang
-0.5
Plakobranchidae -1 -2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
F1 (59,47 %) Columns
Rows
Gambar 8 Plot simetrik hubungan antara habitat dengan spesies dalam famili nudibranch Keterangan : Famili Phyllidiidae (Phyllidiella pustulosa, Phyllidia elegans, Phyllidia coelistis, Phyllidia ocellata), famili Chromodorididae (Chromodoris magnifica, Doriprismatica atromarginata, Mexichromis multituberculata, Chromodoris striatella, Chromodoris annae), famili Discodorididae (Taringa caudata), famili Plakobranchidae (Risbecia tryoni, Plakobranchus sp, Elysia cf marginata). Tabel 7 Deskripsi habitat spesies nudibranch Spesies
Terumbu Karang
Rubbel
Habitat Substrat Berpasir
Substrat Berbatu
Phyllidiella pustulosa
7
2
0
0
Phyllidia varicosa
0
0
0
1
Phyllidia elegans
0
0
0
1
Phyllidia coelestis
0
0
1
0
Phyllidia ocellata
0
0
1
0
Chromodoris magnifica
2
1
0
0
Doriprismitica atromarginata
0
0
0
1
18 Tabel 7 (Lanjutan) Mexichromis multituberculata
0
0
0
1
Chromodoris striatella
0
0
0
1
Chromodoris annae
0
3
0
0
Taringa caudata
1
0
0
0
Risbecia tryoni Plakobranchus sp.
0 2
0 0
0 0
1 0
Elysia cf. Marginata
1
0
0
0
Berikut adalah hasil Correspondence Analysis (CA) : Symmetric plot (axes F1 and F2: 76,30 %) 1 Phyllidia Chromodoris Plakobranchus Rubbel Terumbu Elysia Phyllidiella cf marginata varicosa elegans karang pustulosa annae magnifica sp
Doriprismatica Mexichromis Risbecia Chromodoris Pasir berlumpur tryonistriatella multituberculata atromarginata
F2 (38,15 %)
0
-1
-2
Phyllidia Substratcaudata Taringa coelestis ocellata berpasir -3 -5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
F1 (38,15 %) Columns
Rows
Gambar 9 Plot asimetrik hubungan antara habitat dengan spesies nudibranch Nudibranch dapat hidup di perairan dangkal, terumbu karang, hingga dasar laut yang gelap dengan kedalaman lebih dari satu kilometer dan dapatdijumpai di berbagai tipe habitat mulai dari substrat bersedimen lumpur lunak sampai substrat keras berbatu (Aiken 2003). Habitat nudibranch erat kaitannya dengan makanan yang dibutuhkannya. Berbagai jenis nudibranch pada umumnya memilih jenis makanan yang spesifik (Todd 1981). Gambar 8 dan 9 merupakan plot hubungan dua kategori peubah hasil yang dapat dilihat pada dari analisis korespondensi. Berdasarkan gambar 8 dan 9 dengan total informasi 96.59% menunjukkan bahwa habitat berhubungan erat dengan spesies. Tabel 6 memperlihatkan spesies nudibranch yang termasuk kedalam famili Phyllidiidae habitatnya adalah terumbu karang dan spesies dalam famili Chromodorididae banyak mendiami rubbel sebagai habitatnya. Bell dan Galzin (1984) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa, terdapat hubungan langsung antara tutupan karang hidup dan keanekaragaman spesies organisme bentik. Diduga bahwa ditempat dimana tutupan karang baik, maka makin banyak jumlah nudibranchia dan makin baik keanekaragaman spesiesnya. Hal ini berbanding lurus terhadap spesies dalam
19 famili Phyllidiidae lebih banyak ditemukan pada karang hidup dibandingakan dengan spesies nudibranch dalam famili Chromodorididae. Jumlah individu nudibranch dari famili Phyllidiidae ditemukan lebih banyak dibandingakan dengan famili nudibranch lainnya (Tabel 7). Hal ini berbanding lurus dengan penelitian sebelumnya Yasman (2002) memaparkan mengenai distribusi vertikal siput anggota ordo Nudibranchia pada ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu. Hasil observasinya menunjukkan bahwa spesies nudibranch dari famili Phyllidiidae yang palin sering ditemui dan paling banyak jumlah individunya, serta tersebar di berbagai kedalaman dari 6 meter hingga 24 meter. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Identifikasi spesies nudibranch dengan metode molekuler menghasilkan pohon filogenetik yang menerangkan hubungan kekerabatan antar spesies. Analisis keragaman genetik menggunakan marka mitokondria menghasilkan empat belas spesies nudibranch dari tiga puluh sampel yang teridentifikasi dengan kesamaan (homologi) sebesar 87% - 99%. Panjang basa rata-rata per spesies yang didapatkan adalah 559.4 dan panjang basa rata-rata per individu adalah 509.9. Keragaman genetik untuk setiap spesies nudibranch berbeda-beda dengan kategori rendah hingga sedang, serta memiliki nilai keragaman genetik 0 hingga 0.5. Nilai keragaman genetik rendah terdapat pada spesies Phyllidiella pustulosa di Gosong pramuka, Phyllidiella pustulosa di Papua, Phyllidia ocellata di Papua, Phyllidia elegans di Luwuk, Phyllidia varicosa di Nusa Penida, Phyllidia coelestis di Luwuk, Taringa caudata di Pulau Dapur, Doriprismatica atromarginata, Mexichromis multituberculata, Risbecia tyroni, Chromodoris striatella di Teluk Jakarta, Chromodoris annae di Papua dan Elysia cf marginata di Papua. Nilai keragaman genetik sedang terdapat pada Phyllidiella pustulosa di Luwuk, Nusa Penida dan Biak, Chromodoris magnifica di Nusa Penida, serta Plakobranchus sp di Papua. Hubungan karakteristik habitat dengan spesies nudibranch didapatkan melalui Correspondence Analysis (CA) yang menjelaskan spesies nudibranch yang termasuk kedalam famili Phyllidiidae habitatnya adalah terumbu karang dan spesies dalam famili Chromodorididae banyak mendiami rubbel sebagai habitatnya. Saran Perlu dilakukan kajian penelitian lebih lanjut berupa analisis filogeografi tentang seluruh spesies nudibranch yang ada di Indonesia untuk memperkaya data tentang keragaman genetik serta hubungan dengan karakteristik habitat. Identifikasi tipe substrat sebaiknya dianalisis menggunakan saringan bertingkat.
20
DAFTAR PUSTAKA Aiken RB. 2003. Some aspects of the life history of an intertidal population of the Nudibranch Dendronotus frondosus (Ascanius, 1774) (Opisthobranchia : Dendronotoidea) in the bayof fundy. Veliger 46 (2): 169-175. Allen GR, Steene R. 1999. Indo-Pacific Coral Reef Guide. Singapore : Tropical Reef Research. Behrens DW. 2005. “Nudibranch Behavior”. New World Publications, Inc. Jacksonville, FL. 176 pp. Bell JD, Galzin R. 1984. “Influence of Coral Cover on Coral-Reef Fish Communities”. Marine Ecology Progress Series 15: 265-274. Bengen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 86 hal. Brunckhorst DJ. 1993. The systematic and phylogeny of phyllidiid nudibranch (Doridoidea). Records of the Australian Museum Supplement 16:107 hlm. Dayrat B. 2006. A Taxonomic Revision Of Paradoris Sea Slugs (Mollusca: Gastropoda: Nudibranchia: Doridina). Zoological journal of the linnaean society. 147:125-238. Debelius H. 2004. Nudibranch and Sea Snails Indo-Pacific Field Guide. IKANUnterwasserarchiv, Frankfurt: 320 pp. English S, Wilkinson C and Baker V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. 2nd Edition. Australian Institute of Marine Science. Townsville. Australia. Folmer O, Black M, Hoeh W, Lutz R and Vrijenhoek R. 1994. DNA Primers for Amplification of Mitochondrial Cytochrome C Oxidase Subunit I from Diverse Metazoan Invertebrates. Mol Mar Bio Biotech. 3: 294–299. Freeland R. 2005. Molecular Ecology. England(GB): John Wiley&Sons. Ltd. Godfrey S. 2001. Factors Affecting Nudibranch Diversity in The Wakatobi Marine National Park, URL : http//www.opwall.com/.../Invertebrates/Godfrey,%20S%20Factors%affect ing%20nudibranch%20distribution.pdf. Graur D, Hsiung Li. 2000. Fundamentals of Molecular Evolution. Sunder-land, MA, USA : Sinauer Associates. Indraswati E. 2006. INCL Indonesia: Indonesian Nature Conservation news Letter 9-44b. Jensen KR. 2005. “ Distribution and Zoogeographic affinities of The Nudibranch Fauna (Mollusca, Ophistobranchia, Nudibranchia) of The Faroe Islands”. BIOFAR Project, DK-210. Jusuf M. 2001. Genetika 1 : Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta (ID) : CV. Sagung Seto. Karmana IW. 2009. Kajian evolusi berbasis urutan nukleotida. Gene C Swara. 3:75-81. Kusuma AB. 2014. Konektivitas dan keragaman genetik pada karang lunak Sarcophyton trocheliophorum serta implikasi terhadap kawasan konservasi laut [Tesis]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor. Lande R. 1988. Genetic and Demography in Biological Conservation. Science. 241: 1455-1460 Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 3. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
21 Lubis SM. 2006. Oseanografi Indonesia. Program Studi Oseanografi. ITB : Bandung Madduppa H. 2014. Bioekologi dan Biosistematika Ikan Terumbu. Bogor (ID) : IPB Press. Mattjik A, Sumertajaya. 2011. Sidik Peubah Ganda. Bogor (ID): IPB Press Nei M. 1987. Moleculer evolutionary genetics. Columbia University. Press. New York. 512 hal. Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York (GB) : Oxford University Press. Nuryanto A & M. Kochzius. 2009. Highly restricted gene flow and deep evolutionary linieages in the giant clam Tridacna maxima. Coral Reefs, 28: 607-619. Puterbaugh MN, Burleugh JG. 2001. Investigating Evolutionary Question Using Online Molecular Databases. American Biology Teacher. 63(6):422-431. Soule ME, Simberloff D. 1986. Conservation Biology on Evolutionary Ecologycal Perspective. Biol Conserv. 35: 19. Tamura K, Dudley J, Nei M, and Kumar S. 2007. MEGA: Molecular Evolutionary Genetic Analysis (MEGA) software version 4.0. Advance Access published May 7. Oxford University Press. Mol Bio 10. 1093/molbev/msm092. Teletchea F, Celia M, and Catherine H. 2005. Food and forensic molecular identification : update and challenges. Trends in Biotecnology. 23(7):359366. Todd C. 1981. The ecology of Nudibranch Molluscs. Ocean Mar Biol. Ann. Rev. 19: 141-234. Wijana IMS, Mahardika IGN. 2010. Struktur genetik dan filogeni Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) berdasarkan sekuen DNA mitokondria Control Region sitokrom oksidase I pada diversitas zone biogeografi. Jurnal Bumi Lestari. 10(2): 270-274. Yasman. 2002. Sebaran vertikal Nudibranchia (Mollusca: Gastropoda) di terumbu karang-Karang Lebar, Pulau Semak Daun Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan catatan pertama (first record) pengamatan pemangsaan Phyllidia varicosa Lamarck, 1801 terhadap spon Axinyssa cf. aculeata Wilson, 1925. Laporan Penelitian Universitas Indonesia, Depok: ix + 24 hlm.
22
LAMPIRAN
23 Lampiran 1 Master Mix (MM) Komposisi Master Mix (MM) pada PCR Master mix ..... tabung STANDAR PROTOCOL ( 1μL DNA template) ddH2O 10x Buffer PCR (PE-II) dNTPs (8 mM) MgCl2 (25 mM) Primer 1 (10 mM) Primer 2 (10 mM) Amplitaq polymerase ( 5 unit/ μL) Total
MM 1
MM 2
5,5 1,5 2,5 2 1,25 1,25 ..... 14
9 1 .... .... .... .... 0,125 10,125
Komposisi Kapa Master Mix Master mix ….. tabung STANDAR PROTOCOL ( 1μL DNA template) MM Kapa MM ddH2O HCO LCO
12,5 μL 12,9 μL 1,25 μL 1,25 μL
Komposisi 2x Taq Master Mix (Vivantis) Master mix ….. tabung STANDAR PROTOCOL ( 1μL DNA template) MM 2x Taq Master Mix ddH2O HCO LCO
25 μL 5,5 μL 1,25 μL 1,25 μL
24 Lampiran 2 Gambar spesies nudibranch dan tipe substrat Phyllidia coelestis; substrat berpasir
Choromodoris annae; Rubbel
Phyllidiella pustulosa; Terumbu karang
25 Phyllidia varicosa; Substrat berbatu
Phyllidia elegans; Substrat berbatu
Phyllidia ocellata; Substrat berpasir
26 Plakobranchus sp; Terumbu karang
Chromodoris magnifica; Terumbu karang
Cromodoris striatella; Substrat berbatu
27 Doriprismatica atromarginata; Substrat berbatu
Mexichromis multituberculata; Substrat berbatu
Taringa caudata; Terumbu karang
28 Risbecia tyroni; Substrat berbatu
Elysia cf marginata
(http://sacoglossa.myspecies.info)
29 Lampiran 3 Tabel jarak genetik antar spesies
30
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Juli 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari orang tua bernama Iwan Kuswandi dan Fenti Hamidah. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Bogor pada tahun 2008, dan Madrasah Aliyah Negeri 1 Bogor tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur SNMPTN Undangan dan memperoleh beasiswa BIDIKMISI tahun 2011-2015. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis pernah menjadi asisten pelatihan Molecular Genetic Technique tahun 2015 di Laboratorium Biosistematik dan Biodiversitas Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dalam rangka penyelesaian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Analisis Keragaman Genetik dan Karakteristik Habitat Siput Laut (Nudibranchia) di Indonesia”.