Identifikasi Lokasi Prioritas Keanekaragaman Hayati di Kawasan Konservasi Perairan ............................................... (Anggraeni, et al.)
IDENTIFIKASI LOKASI PRIORITAS KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR (Identification of Biodiversity Priority Location in Marine Protected Area Belitung Timur Regency) Desita Anggraeni, Christian Novia N.H dan Dirga Daniel WWF-Indonesia Jl. Letjen TB Simatupang Kav 38. Jakarta Selatan 12540, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Gugusan pulau-pulau Momparang merupakan bagian Kabupaten Belitung Timur yang memanjang sekitar 80 kilometer dari pantai Kecamatan Manggar dengan prioritas pengembangan di bidang kelautan, perikanan dan pariwisata. Untuk menjaga ekosistem pesisir dan kelautan, pemerintah daerah Kabupaten Belitung Timur berinisiatif mencadangkan lokasi ini sebagai kawasan konservasi perairan. Pembentukan kawasan konservasi perairan ini ditujukan untuk: (1)melindungi habitat kritis terumbu karang, lamun dan mangrove; (2)melindungi habitat penyu dan spesies napoleon; serta (3)mengakomodir kegiatan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat. Sesuai PERMEN-KP 30 Tahun 2010 bahwa kawasan konservasi harus dikelola dengan sistem zonasi. Pemerintah daerah telah menyusun rancangan zonasi untuk KKPD Belitung Timur, namun dinilai kurang efektif. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rancangan zonasi yang lebih efektif. Analisis data dilakukan dengan analisis spasial menggunakan Marxan. Marxan adalah perangkat lunak yang membantu pengguna untuk mengambil keputusan, terutama untuk menentukan lokasi-lokasi dengan keanekaragaman hayati tinggi sesuai dengan target pembentukan kawasan konservasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa, dari total area kajian (157.684,11 ha), 32% (51.809,52 ha) terpilih sebagai lokasi dengan prioritas keanekaragaman hayati tinggi, 12,7% (20.000 ha) sedang, dan 7,6% (12.000 ha) rendah. Berdasarkan hasil kajian ini, DKP kabupaten Belitung Timur merekomendasikan lima pulau dalam sebagai zona inti. Kelima pulau tersebut adalah Pulau Pesemut, Memperak, Sembilan, Nangka dan Memperang. Kata kunci: kawasan konservasi perairan, marxan, Belitung Timur
ABSTRACT Momparang Islands is part of East Belitung Regency which is extending about 80 kilometers from Manggar District's beach with priority development in marine sector, fisheries, and tourism. To maintain coastal and marine ecosystems, East Belitung Regency Government initiates to reserve this location as marine protected area (MPA). The aims of the establishment of this marine protected area are (1) protecting critical habitat of coral reefs, seagrass and mangroves; (2) protecting turtle habitat and napoleon species; and (3) accommodating the traditional utilization by local people. According to Ministry Decree of MMAF No. 30/2010, protected areas must be managed with zoning system. The local government already proposed a zoning system draft for East Belitung MPA however the draft were ineffective yet. Therefore, this research has been done to design more effective zonation. Spatial analysis were conducted using Marxan. Marxan is a decision support tool which help user to determine locations which have high biodiversity value according to conservation targets on MPA development. The analysis result shows that, from the whole study area (157684.11 ha), 32% (51809.52 ha) has been selected as high biodiversity priority area, 12.7% (20000 ha) as moderate biodiversity priority area, and 7.6% (12,000 ha) the lowest biodiversity priority area. Based on this research, The Marine and Fisheries Authority of East Belitung Regency recommends five islands as core zones. Those islands are the Pesemut Island, Memperak, Sembilan, Nangka and Memperang Island. Keyword: marine protected area, marxan, East Belitung
PENDAHULUAN Kabupaten Belitung Timur dengan Ibukota Manggar, merupakan pemekaran dari Kabupaten Belitung berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 2003. Secara geografis, Belitung Timur 283
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 283-291
berada pada posisi 107° 45° BT sampai 108° 18° BT dan 02° 30° LS sampai 03° 15°LS dan masih dalam cakupan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Adapun batas geografisnya antara lain, utara dan timur berbatasan dengan selat Karimata, sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Belitung, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa. Desa-desa pantai di Kecamatan Manggar merupakan wilayah konsentrasi kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Gugus pulau-pulau Momparang ini memiliki kedalaman berkisar 10 hingga 45 meter, yang merupakan rangkaian pulau dan karang yang berpotensi dikembangkan untuk perikanan dan wisata bahari serta memiliki pantai peneluran penyu. Pada radius sekitar 80 km dari Pantai Manggar terdapat jalur laut internasional atau Alur Laut Kepulauan Indonesia I (ALKI-I) dari negara di bagian utara ke Laut Jawa kemudian ke Selat Sunda menuju ke berbagai negara lain. Kondisi kedalaman laut di bagian timur ini, membuka peluang bagi Kecamatan Manggar untuk dibangun dan dikembangkan pelabuhan dan sarana prasarananya bertaraf nasional maupun internasional. Perairan yang menuju kearah laut lepas menuju Selat Karimata, merupakan wilayah penangkapan ikan pelagis, dengan kedalaman perairan mencapai 20 - 46 meter. Sebagian perairan laut Kabupaten Belitung Timur telah dicadangkan sebagai Taman Wisata Perairan (TWP) Gugusan Pulau-pulau Momparang dan Laut Sekitarnya, berada di Desa Pulau Buku Limau Kecamatan Manggar. Inisiasi dan usulan pencadangan Gugusan Pulau-pulau Momparang sebagai TWP didukung penuh Pemerintah setempat melalui: 1. Surat Bupati Belitung Timur Nomor: 523/857/2.05.5 tahun 2011 tentang Usulan Pencadangan Kawasan Konservasi Habitat Penyu dan Ikan Napoleon di Perairan Kabupaten Belitung Timur; 2. SK Bupati Belitung Timur Nomor: 2.05.5/021/DKP/I/2012 Tentang Penunjukan Kawasan Konservasi Perairan Gugusan Pulau Pesemut sebagai Zona Inti, Pulau Nangka sebagai Zona Perikanan Berkelanjutan dan Pulau Sadung sebagai Zona Pemanfaatan Mina Wisata Bahari Kabupaten Belitung Timur Tahun 2012; 3. SK Bupati Belitung Timur Nomor: 188.45-421 Tahun 2013 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Belitung Timur dan Laut Sekitarnya; 4. SK Bupati Belitung Timur Nomor: 188.45-551 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Nomor: 188.45-421 Tahun 2013 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Belitung Timur dan Laut Sekitarnya; Kawasan konservasi didalamnya terbagi atas zona inti, pemanfaatan terbatas dan perikanan berkelanjutan. Peta lokasi kawasan konservasi di SK ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Kawasan Konservasi Belitung Timur Tahun 2014.
Sejalan dengan penyusunan Dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi tersebut, WWF Indonesia membantu pemerintah kabupaten (Dinas Kelautan dan Perikanan Belitung Timur) untuk mengidentifikasi lokasi kawasan konservasi perairan dengan keanekaragaman hayati tinggi sebagai pedoman penyusunan zonasi di Kawasan Konservasi Kabupaten Belitung Timur. Identifikasi lokasi prioritas keanekaragaman hayati di kawasan konservasi ini dilakukan karena
284
Identifikasi Lokasi Prioritas Keanekaragaman Hayati di Kawasan Konservasi Perairan ............................................... (Anggraeni, et al.)
desain zonasi sebelumnya, lokasi zona inti menutup semua pulau di bagian utara kawasan konservasi. Hal ini akan menyulitkan masyarakat untuk akses keluar masuk pulau. Selain itu, alokasi zona inti yang terlalu luas juga akan menyulitkan pengawasan. Zona inti sebaiknya tidak terlalu luas namun benar-benar memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi yang mampu menopang lokasi-lokasi di sekitarnya (AUSAID, 2003). Wilayah Kajian Analisis dilakukan di perairan wilayah Kepulauan Momparang yaitu perairan Pulau Pasemut, Pulau Memperang, Pulau Maranai, Pulau Nyamuk, Pulau Sekumpul, Pulau Telagapahat, Pulau Karang Kera Tengah, Pulau Berisi, Pulau Tempuling, Pulau Karangraya, Pulau Berlian, Pulau Bakau, Pulau Memperak, Gosong Pulau Bakau, Pulau Pesembung, Gosong Madau, Pulau Siadung, Pulau Bukulimau, Pulau Penenas, Pulau Nangka dan Pulau Sembilan. Wilayah kajian merupakan hasil buffer dari garis pantai Kabupaten Belitung Timur sejauh 4 mil kearah laut (disesuaikan dengan kewenangan pengelolaan kabupaten) dan juga meliputi habitat mangrove dan daerah sempadan pantai sejauh 200 meter dari garis pantai. Wilayah kajian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Lokasi Kajian.
METODE Analisis Spasial menggunakan Marxan Marxan adalah salah satu perangkat lunak yang membantu mengambil keputusan terutama di bidang konservasi. Perangkat lunak ini secara sistematik membantu menemukan lokasi, merancang, dan mengelola kawasan lindung (konservasi) secara komprehensif yang mencakup keanekaragaman hayati dalam setiap area (Mace et al., 2006). Marxan digunakan sebagai pendukung keputusan yang mencoba menemukan kawasan konservasi potensial dengan target dan biaya yang paling efisien (Possingham et al., 2006). Marxan bekerja melalui sistem alogaritma yang dinamakan simulated annealing yang dikembangkan untuk mendapatkan hasil optimal dengan waktu yang singkat dengan melakukan optimalisasi dalam alogaritmanya (Angelis and Stamatellos 2004 dalam Loos, 2011). Secara umum alogaritma di dalam Marxan bekerja dalam 4 ketentuan sebagai berikut:
285
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 283-291
∑Cost + (BLM) ∑Boundary Length + ∑(Species Penalty x SPF) + CTP……………………………..(1) (a) (b) (c) (d)
dimana: (a) Planning unit Cost adalah nilai kombinasi dari cost sosial ekonomi dari setiap unit perencanaan dalam solusi terpilih (b) Total Boundary Length. Nilai ini merupakan nilai yang diatur oleh pengguna dan berhubungan dengan tingkat konektivitas setiap unit perencanaan. Semakin tinggi nilai yang diberikan akan semakin mengelompok area solusi yang dihasilkan. (c) Species Penalty adalah nilai penalti yang diberikan apabila target perlindungan keanekaragaman hayati tidak tercapai. Sementara Species Penalty Factor (SPF) merupakan nilai yang diatur oleh pengguna yang berhubungan dengan seberapa penting tujuan target perlindungan keanekaragaman hayati. Semakin tinggi SPF diberikan pada suatu fitur, maka marxan akan semakin memprioritaskan target fitur tersebut. (d) Cost Treshold Penalty (CTP) adalah nilai penalti dari solusi yang menghasilkan cost walaupun seluruh target tercapai (Bruce to Milton Transmission Reinforcement Project, 2010). Marxan mempunyai dua keluaran sebagai hasil analisis yaitu area terbaik (best selected area) dan area solusi (solution area). Area terbaik hanya akan memberikan satu pilihan yaitu terpilih untuk dilindungi atau tidak terpilih untuk dilindungi. Sedangkan area solusi adalah akumulasi dari frekuensi terpilih setiap unit perencanaan. Semakin sering sebuah unit perencanaan terpilih maka semakin tinggi potensi area tersebut untuk dijadikan kawasan lindung. Area solusi juga memberikan keleluasaan dan fleksibilitas bagi perencana dalam mendesain kawasan konservasi. Namun dalam penelitian ini kami menggunakan hasil berupa area terbaik karena kami merekomendasikan area dengan target yang berbeda-beda. Apabila menggunakan area solusi, maka hasil yang diperoleh tidak memiliki batasan yang jelas dan akan terlalu banyak pilihan area untuk dikonservasi. Unit Perencanaan (Planning Unit) Unit perencanaan merupakan wilayah kajian yang dibagi-bagi menjadi area-area kecil meliputi seluruh wilayah kajian. Unit perencanaan merupakan dasar analisis marxan dimana setiap fitur-fitur yang akan dianalisis diletakkan berdasarkan unit perencanaan. Dalam penelitian ini kami membagi wilayah kajian kedalam 1.133 unit perencanaan dengan bentuk heksagonal dengan luas setiap unit perencanaan adalah 1.000 ha. Luas unit perencanaan diatur seluas 1.000 hektar dengan mempertimbangkan fitur-fitur yang akan dianalisis seperti area jelajah ikan, ruaya spesies biota laut dan sebaran data yang ada. Selain itu faktor efisiensi juga menjadi pertimbangan untuk menentukan luas unit perencanaan. Semakin kecil luas unit perencanan, hasil yang diperoleh akan lebih detail tetapi ketika marxan dijalankan, membutuhkan waktu yang lebih lama. Data dan Skenario Data yang dikumpulkan untuk analisis zonasi ini merupakan data spasial yang meliputi migrasi lumba-lumba, mangrove, napoleon, penyu, lokasi insfrastruktur, industri, penambangan logam, budidaya, wisata pantai yang didapatkan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung Timur berdasarkan hasil survei dari tahun 2015 s/d 2016. Serta menggunakan data One Map Karang yang didapatkan dari Badan Informasi Geospasial dan diterbitkan pada tahun 2013. Data lainnya berupa data hasil studi literatur online. Untuk target konservasi berupa spesies ikan napoleon dan penyu, mendapatkan perlindungan 100%. Untuk lumba-lumba, diberikan target konservasi 5%, dikarenakan lumba-lumba merupakan mamalia yang bermigrasi, akan sulit dan membutuhkan area yang besar ketika dilindungi 100%, untuk mangrove dan terumbu karang mendapat target perlindungan 30% (standart IUCN).
286
Identifikasi Lokasi Prioritas Keanekaragaman Hayati di Kawasan Konservasi Perairan ............................................... (Anggraeni, et al.)
Setelah seluruh data spasial terkumpul, data-data tersebut dianalisa lebih lanjut untuk mengidentifkasi lokasi-lokasi yang memiliki nilai konservasi tinggi. Analisa spasial lanjutan ini menggunakan perangkat lunak Marxan dan Zonae Cogito. Proporsi target konservasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Fitur Konservasi. Jenis Keanekaragaman Hayati Lumba-lumba Mangrove Terumbu Karang
Target Konservasi 5% 30 % 30 %
Penyu
100 %
Napoleon
100%
Tahap Kegiatan Tahapan kegiatan untuk mendapatkan lokasi dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi di Belitung Timur dapat dilihat pada Gambar 3. Mempersiapkan Semua Informasi dalam Format GIS
Membuat Batasan Area Kajian
Membuat Unit Perencanaan
Memasukkan Fitur Konservasi dalam Unit Perencanaan
Membuat Skenario dan menjalankan Marxan
Zonae Cogito Gambar 3. Tahapan Kegiatan Penentuan Nilai Keanekaragaman Hayati Tinggi di Belitung Timur
Perangkat Lunak Marxan yang digunakan ini diakses melalui fitur plugin dalam QGIS 1.8 Lisboa. Sebelumnya data yang dibutuhkan disiapkan dan dimasukkan ke dalam format yang dapat diidentifikasi oleh marxan. Selanjutnya, proses analisisnya menggunakan Marxan.exe. Perangkat lunak Zonae Cogito digunakan untuk melihat hasil dari analisis data setelah mendapat hasil marxan. Zonae Cogito menyediakan fitur untuk melakukan perubahan terhadap SPF, BLM, proporsi target dan Cost (Kircher et al., 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis marxan yang telah dijalankan menunjukkan bahwa 32,9% (51.809,52 ha), dari luas keseluruhan merupakan lokasi dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi, 12,7% (20.000 ha) merupakan lokasi dengan nilai keanekaragaman hayati sedang, dan 7,6% (12.000 ha) merupakan 287
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 283-291
luasan area dengan nilai keanekaragaman hayati rendah, sedangkan sisanya yaitu 46,8% (73.874,59 ha) merupakan lokasi yang tidak masuk dalam ketiga kriteria tersebut. Hasil dari analisis ini dapat dilihat pada Gambar 4. Sedangkan habitat kritis yang terlindungi berdasarkan analisis tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa lokasi dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi mampu melindungi lebih banyak spesies dan habitat kritis dibandingkan dua kelompok lainnya. Sesuai hasil tersebut lokasi-lokasi dengan nilai keanekaragaman tinggi sampai rendah selanjutnya diidentifikasi sebagai lokasi-lokasi dengan prioritas perlindungan tinggi, sedang dan rendah. Tabel 2. Luasan Habitat Kritis Terlindungi Berdasarkan Analisis. Jenis Keanekaragaman Nilai Nilai Nilai Hayati Keanekaragaman Keanekaragaman Keanekaragaman Hayati Tinggi Hayati Sedang Hayati Rendah (ha)
(ha)
(ha)
Lumba-lumba
604,04
176,66
1.962,70
Mangrove
745,49
1.019,77
1.114
2.924,56
1.226,78
1.653,46
Penyu
960
-
-
Napoleon
410
-
-
Terumbu Karang
32,9%
46,8%
12,7% 7,6%
Gambar 4. Diagram Perbandingan Luas Area yang Terpilih berdasarkan Target Konservasi.
Pemerintah daerah setempat memberikan rekomendasi lokasi zona inti berada di sekitar Pulau Pesemut, P. Memperak, P. Sembilan, P. Nangka dan P. Momparang. Rekomendasi ini didasarkan pada hasil data primer survei lapangan dan data pendukung lainnya seperti data citra pengindraan jauh serta diskusi publik dengan masyarakat lokal. Setelah dilakukan analisis Marxan, hasil yang dicapai menunjukkan kelima pulau tersebut merupakan daerah yang masuk dalam luasan prioritas tinggi. Melalui Analisis Marxan ini kita juga mendapatkan lokasi terbaik sebagai rekomendasi lokasi kawasan konservasi. Hasil analisis lokasi prioritas ini didapatkan dari identifikasi keanekaragaman tertinggi di lokasi kajian seperti yang disajikan pada Gambar 5. Lokasi terbaik ini nantinya dapat digunakan sebagai zona inti. Peta lokasi terbaik kawasan konservasi di Belitung Timur disajikan pada Gambar 6.
288
Identifikasi Lokasi Prioritas Keanekaragaman Hayati di Kawasan Konservasi Perairan ............................................... (Anggraeni, et al.)
Gambar 5. Peta Lokasi Prioritas Kawasan Konservasi Kabupaten Belitung Timur.
Gambar 6. Peta Lokasi Terbaik Rekomendasi Kawasan Konservasi Kabupaten Belitung Timur.
Berdasarkan analisis marxan, lokasi yang direkomendasikan sebagai kawasan lindung terbaik antara lain: Pulau Momperak, Pulau Nangka, Pulau Telaga Pahat, Pulau Berlian, Pulau Pasemut, Pulau Tempuling, Pulau Nyamuk, Pulau Sekumpul, Gosong Pulau di sebelah timur Telaga Pahat. Peta Rekomenadasi Lokasi Terbaik Kawasan Konservasi Kabupaten Belitung Timur dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta Rekomendasi Lokasi Terbaik Kawasan Konservasi Kabupaten Belitung Timur.
289
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 283-291
Setelah melakukan rekomendasi berdasarkan analisis marxan, peta hasil rekomendasi selanjutnya masuk dalam diskusi publik dengan masyarakat lokal dan pemerintah Dinas Kelautan dan Perikanan Belitung Timur. Hasil diskusi publik tersebut anatara lain: - Pulau Momparang perlu dimasukkan Zona Inti karena lokasi tersebut masih dalam habitat penyu dan Napoleon - Pulau Berlian dan Pulau Tempuling perlu dimasukkan zona rehabilitasi karena di kedua pulau tersebut memiliki kualitas karang yang rendah - Gosong Pulau yang berada di sebelah timur Pulau Telaga Pahat sebaiknya digunakan untuk zona pemanfaatan karena lokasi tersebut biasa digunakan untuk tempat nelayan beristirahat, serta untuk pariwisata - Pulau Buku Limau dan Pulau Siadung dikeluarkan dari zona pemanfaatan karena merupakan lokasi dipasangnya rumpon, dan tempat nelayan menangkap ikan - Pulau Penenas perlu diperuntukkan dalam zona pemanfaatan karena lokasi tersebut banyak dijumpai lumba-lumba. Hal ini berpotensi bagi kegiatan pariwisata - Pulau Sembilan perlu masuk dalam zona inti karena masih dalam habitat penyu. Peta hasil diskusi publik dengan masyarakat dan pemerintah Dinas Kelautan dan Perikanan Belitung Timur dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Peta Rekomendasi Lokasi Terbaik Kawasan Konservasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung Timur.
KESIMPULAN Analisis marxan dapat membantu memberikan atau menghasilkan informasi area prioritas untuk identifikasi ulang desain kawasan konservasi perairan di Belitung Timur yang dapat mengakomodasi beberapa tujuan yaitu perlindungan terhadap habitat kritis, pemanfaatan tradisional dan pemanfaatan perikanan. Analisis ini kemudian dapat dijadikan sebagai rekomendasi dan arahan bagi pemerintah, masyarakat dan stakeholder lain untuk perbaikan zonasi dan pengelolaan kawasan konservasi di Belitung Timur. Hasil analisis KKPD Belitung Timur saat ini statusnya sudah ditetapkan oleh Bupati Belitung Timur, dan sedang dalam proses untuk ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada WWF-Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung Timur sebagai pemberi dana dalam penelitian ini, serta Tim Science WWF-Indonesia yang telah membantu memberikan masukan dan saran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
290
Identifikasi Lokasi Prioritas Keanekaragaman Hayati di Kawasan Konservasi Perairan ............................................... (Anggraeni, et al.)
DAFTAR PUSTAKA Badan Informasi Geospasial. 2013. Onemap Karang Indonesia. Bogor: Badan Informasi Geospasial. Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Belitung Timur. Pariwisata Belitung Timur. http://belitungtimurkab.go.id/Pages/PotensiDaerah.aspx?Jenis=Pariwisata Green AL, Maypa AP, Almany GR, Rhodes KL, Weeks R, Abesamis RA, Gleason MG, Mumby PJ, White AT (2014). Larval dispersal and movement patterns of coral reef fishes, and implications for marine reserve network design. Biological Reviews Green SJ, White AT, Christie P, Kilarski S, Meneses A, Samonte-Tan G, Karrer LB, Fox H, Campbell S, Claussen JD. 2011. Emerging marine protected area networks in the Coral Triangle: Lessons and way forward. Conservation and Society 9:173 IUCN-WCPA. 2008. Establishing Resilient Marine Protected Area Networks-Making it Happen: Full Technical Version, Including Ecological, Social and Governance Considerations, as Well as Case Studies. IUCN Handayani, Christian. N., Estradivari. 2015. Identifikasi Lokasi Potensial Kawasan Konservasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Jakarta: WWF Indonesia. Handayani, Christian. N., Estradivari, Daniel, Dirga. 2015. Identifikasi Lokasi Potensial Kawasan Konservasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat Berdasarkan Analisis Marxan: WWF-Indonesia Handayani, Christian. N. 2015. Menentukan Prioritas Kawasan Konservasi Menggunakan Qmarxan dan Zonae Cogito Studi Kasus Kab. Maluku Tenggara Barat (Power Point). Jakarta : WWF Indonesia. Loos, Sarah Amber. 2001. Exploration of MARXAN for utility in Marine Protected Area Zoning, A Thesis for the Degree of Master of Science, Department of Geography University of Victoria Possingham, H.P et al. (2010), Introduction. In Marxan Good Practices Handbook Version 2, Ardron, Jeff A., Possingham, H.P., and Klein, Carrisa J. (eds). Pacific Marine Analysis and Research Association, Victoria, BC, Canada. Tim Penyusun. 2016. Laporan Akhir Tindak Lanjut Penyusunan RZPW3K Kabupaten Belitung Timur. Belitung Timur : Dinas Kelautandan Perikanan UNEP-WCMC (2008) National and Regional Networks of Marine Protected Areas: A review of Progress. UNEP-WCMC, Cambridge.
291
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 283-291
292