IDENTIFIKASI DAN STATUS SERANGAN OPT UTAMA PADA PERTANAMAN JERUK RGL DI KABUPATEN LEBONG Kusmea Dinata dan Sri Suryani M. Rambe Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Email:
[email protected]
ABSTRAK Salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang mengembangkan komoditas jeruk adalah kabupaten Lebong, jenis yang dikembangkan yaitu jeruk RGL. Penanganan OPT sebagai faktor pembatas dalam meningkatkan produksi dan mutu buah jeruk perlu dilakukan secara serius mengingat akan tuntutan pasar internasional. Dibutuhkan persyaratan mutu termasuk daftar OPT serta penanganannya dengan residu pestisida minimum. Kajian ini untuk mendapatkan informasi tentang jenis dan status serangan beberapa OPT utama pada tanaman jeruk RGL. Kajian dilaksanakan dari bulan Juni s/d Oktober 2012, pada pertanaman jeruk RGL umur 2 tahun dengan luas sekitar 1,5 ha. Data diambil dengan melakukan pengamatan pada tanaman sampel dari 4 blok, sehingga ada 24 pohon sampel yang akan diamati setiap satu bulan sekali. Variabel pengamatan meliputi jenis OPT utama dan intensitas serangannya. Dari hasil pengamatan di lapangan ditemukan beberapa OPT utama yang menyerang tanaman jeruk RGL, yaitu hama tungau merah, ulat peliang daun, penggerek buah dan lalat buah. Intensitas serangan dari keempat OPT tersebut dengan kisaran intensitas serangan hama tungau merah (4,1628,33%) katagori ringan sampai sedang, hama peliang daun (9,16-26,67%) katagori ringan sampai sedang, penggerek buah (5,6-12,18%) katagori ringan dan hama lalat buah (0-5,5%) katagori ringan. Kata kunci : Identifikasi OPT, Jeruk RGL, status serangan OPT
PENDAHULUAN Salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang mengembangkan komoditas jeruk adalah kabupaten Lebong, jenis yang dikembangkan yaitu jeruk RGL. Jeruk RGL ini sekarang menjadi komoditas unggulan Kabupaten Lebong karena mempunyai keunggulan kompetitif, yaitu buahnya berwarna kuning-orange, berbuah sepanjang tahun, ukuran buah besar 200-350 gram, kadar sari buah tinggi dan mempunyai potensi pasar yang baik. Jeruk RGL berbuah sepanjang masa, satu pohon ada 4-6 generasi, dalam satu pohon ada bunga, buah muda sampai buah siap panen (Suwantoro, 2010). Penanganan OPT sebagai faktor pembatas dalam meningkatkan produksi dan mutu buah jeruk perlu dilakukan secara serius sesuai tuntutan pasar internasional. Dibutuhkan persyaratan mutu termasuk daftar OPT serta penanganannya dengan residu pestisida minimum. Penelitian yang dilakukan Nurariaty dan Najamudin (2008) di desa Punrangan dan desa Padanglampe pada tanaman yang belum berproduksi ditemukan beberapa OPT yang menyerang tanaman jeruk sepertia hama kutu dompolan (Planococcus citri (Risso), ulat pengorok daun (Phylocnistis citrella), belalang (Valanga sp.), kumbang pemakan daun ulat penggerek buah (Prays endocarpa Meyr.), lalat buah (Bactrocera sp.), serta hama rayap pada tanaman yang sudah berproduksi. Produk buah Indonesia sampai saat ini belum bisa masuk ke pasar Eropa karena belum memenuhi persyaratan di negara tujuan ekspor. Pada era perdagangan bebas ini, orientasi utama adalah peningkatan daya saing global termasuk penyelamatan produksi pertanian dari serangan OPT sebagai persyaratan untuk perlindungan kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu, penggunaan pestisida di pertanaman jeruk perlu dikurangi dan sebagai alternatif pengendalian yang aman terhadap lingkungan. Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap seranggan OPT. Salah satu pendorong meningkatnya serangan OPT adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan di setiap tempat. Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan OPT melalui pemanfaatan musuh alami serangga dan meningkatkan keanekaragaman tanaman seperti penerapan tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka sangat perlu dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi resiko gangguan OPT (Altieri & Nicholls,1999). Mekanisme-mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies dan interspesies, suksesi, produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian berkelanjutan. Umumnya semakin intensif tanaman tersebut dimodifikasi maka akan semakin intensif pula hama yang menyerangnya (Swift et al.l, 1996).
Konsekuensi dari pengurangan keanekaragaman hayati akan lebih jelas terlihat pada pengelolaan OPT pertanian. Adanya perluasan monokultur tanaman yang mengorbankan vegetasi alami sehingga mengurangi keragaman habitat lokal, akhirnya menimbulkan ketidakstabilan agroekosistem dan meningkatnya serangan OPT. Adapun tujuan dari kajian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang jenis OPT utama dan status serangannya pada pertanaman jeruk RGL di kabupaten Lebong. BAHAN DAN METODA Pelaksanaan pengkajian dilakukan dari bulan Juni s/d Oktober 2012, pada pertanaman jeruk RGL umur 2 tahun dengan luas sekitar 1,5 ha di Kelurahan Rimbo Pengadang Kabupaten Lebong. Data diambil dengan melakukan pengamatan pada tanaman sampel dari 4 blok diambil 6 tanaman sampel, sehingga ada 24 pohon sampel. Variabel pengamatan meliputi jenis OPT utama dan intensitas serangannya. Setiap jenis OPT yang ditemukan pada tanaman jeruk RGL diidentifikasi dengan cara melihat tanda dan gejala serangan berupa kerusakan pada bagian tanaman. Kemudian intensitas serangan diamati setiap satu bulan sekali dan dihitung, kemudian data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif. Intensitas serangan OPT dihitung dengan menggunakan rumus intensitas serangan mutlak dan tidak mutlak (Ditlintan, 2008). 1. Intensitas serangan mutlak (untuk hama lalat buah dan penggerek buah) I=
n N
x 100%
Keterangan: I = Intensitas serangan n = bagian tanaman yang rusak N = Jumlah seluruh tanaman/bagian tanaman yang diamati
2. Intensitas serangan tidak mutlak (untuk hama kutu, tungau, peliang daun) I=
∑ (ni x vi) NxZ
x 100%
Keterangan: I = Intensitas serangan ni = Jumlah sampel pada katagori kerusakan vi = Skor pada sampel N = Jumlah total sampel Z = Skor tertinggi dari katagori serangan
Tabel 1. Katagori intensitas serangan OPT. Kisaran intensitas serangan OPT <25% 25 - <50% 50 - 75% >75%
Katagori Intensiatas ringan Intensitas sedang Intensitas berat Sangat Berat
Sumber: Direktorat perlindungan tanaman pangan 2008.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Wilayah Berdasarkan topografinya daerah Kecamatan Rimbo Pengadang memiliki topografi bergelombang dengan kemiringan 1-75%, ketinggian tempat pengkajian sekitar 835 s/d 960 dpl, dengan luas wilayah secara keseluruhan 38.041,1 ha. Keadaan suhu rata-rata harian pada siang hari antara 28-32 oC dan pada malam hari 22-25 oC. tipe iklim berdasarkan Schmindt dan ferguson mempunyai tipe iklim B dengan curah hujan rerata 2500-4500 mm/tahun, PH tanah antara 5,5 – 7,5 (Tabel 2).
Tabel 2. Data jumlah curah hujan dan hari hujan dari bulan Januari-Oktober 2012. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Jumlah curah hujan (mm) 89 284 159 407 270 131 136 30,5 84,5 161,5
Jumlah hari hujan (hari) 15 20 13 26 15 10 15 6 7 9
Sumber: BPPK Air Dingin Kecamatan Rimbo Pengadang (2012).
Dari data curah hujan pada tabel 2, memperlihatkan curah hujan cukup tinggi mulai terjadi pada bulan Februari - Juli, kemudian turun pada bulan Agustus dan September. Faktor curah hujan yang berfluktuatif ini dapat mempengaruhi perkembangan beberapa OPT pada tanaman jeruk. Identifikasi OPT Jeruk Dari hasil pengamatan pada pertanaman jeruk RGL ditemukan beberapa OPT yang menyerang, diantaranya; hama ulat peliang daun, tungau merah, penggerek buah dan lalat buah. Hal ini diketahui dengan ditemukannya gejala daun-daun muda yang terserang tampak berkerut, menggulung, keriting serta terlihat bekas gerekan berupa jalur-jalur yang terlihat pada permukaan daunyang mengindikasikan adanya serangan ulat peliang daun. Kemudian terdapat gejala serangan hama tungau merah berupa gejala pada daun yaitu warna daun berubah menjadi hijau pucat, agak kaku, dan apabila serangan berat daun dapat menguning yang dimulai dari tulang daun kemudian gugur. Selanjutnya terdapat serangan ulat penggerek buah jeruk dengan gejala serangannya berupa lubang bekas gerekan biasanya pada bagian bawah dan apabila serangan parah buah akan busuk dan gugur lebih dini, apabila buah dibelah terdapat ulat berwarna kuning kemerahan panjang sekitar 2 mm. Terdapat juga gejala serangan hama lalat buah dengan gejala pada buah menjelang masak yaitu adanya noda/titik pada kulit buah akibat tusukan ovipositor dari serangga betina, selanjutnya noda tersebut meluas berkembang menjadi bercak berwarna coklat menyebabkan buah busuk dan gugur sebelum matang sempurna. Hama peliang daun diidentifikasi dari ordo Lepidoptera, family Gracillaridae, species Phylocnistis citrella (Kalshoven, 1981). Hama ini meletakkan telur secara terpencar di atas permukaan bawah daun, tangkai atau bagian tanaman lain yang masih muda. Telur menetas setelah 4 hari dan larvanya masuk ke dalam epidermis, kemudian memakan jaringan tanaman yang masih muda. Siklus hidup dari telur sampai menjadi ngengat berlangsung 16-18 hari. Ngengat aktif pada malam hari, sedangkan pada siang hari biasanya hinggap di sekitar tanaman atau di atas permukaan tanah (Kalshoven, 1981). Hama tungau merah menyerang dengan cara menghisab klorofil daun, sehingga daun tampak bintik-bintik kelabu dan keperakan. Serangan lebih parah di musim kering dimana kelembaban dalam tanaman menurun. Pada kondisi demikian kombinasi dari efek serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah dan daun (Wuryantini dan Endarto, 2003). Buah yang masih hijau lebih disenangi dari pada yang tua, namun gejala serangan lebih jelas pada buah yang tua dan bersifat permanen. Tungau merah yang telurnya berwarna merah tua dan berbentuk bulat adalah fase yang muda untuk membedakan dari tungau jenis lainya. Telur sebagian besar diletakkan di bagian atas permukaan daun sepanjang tulang daun. Imago betina dari dari tungau ini berbentuk oval berwarna merah tua dan mempunyai bulu-bulu yang panjang. Tungau jantan memiliki ukuran tubuh lebih kecil, lebih runcing dan mempunyai kaki yang lebih panjang dan gerakanya lebih aktif. Hama ini digolongkan dalam ordo Acarina, famili Tetranycidae, spesies Panonychus citri (Kalshoven, 1981). Satu betina dapat meletakkan telur 17-37 butir telur yang berlangsung 11-14 hari. Perkembangan dari
telur sampai dewasa berlangsung 12 hari. Lama hidup tungau dewasa berlangsung 23 hari (Kalshoven, 1981; Balitjestro, 2011). Hama Penggerek buah menyerang mulai dari umur buah 2-5 bulan terutama jeruk yang di tanam di dataran tinggi. Stadium hidup yang berperan sebagai hama adalah fase ulat (larva). Hama ini diidentifikasi dari jenis Citripestis sagittiferella, family Pyralidae, ordo Lepidoptera (Kalshoven, 1981). Ngengat betina meletakkan telur secara berkelompok pada separuh bagian bawah kulit buah. Telur menetas dalam waktu 5-7 hari, kemudian menetas menjadi ulat. Ulat menggerek buah dan memakan daging buah fase ini berlangsung antara 13-21 hari. Dengan perantara benang sutra, ulat turun dan masuk ke tanah siap untuk menjadi kepompong selama 10-11 hari, setelah itu menjadi ngengat dewasa. Siklus hidup dari telur sampai menjadi ngengat dewasa berlangsung 29-39 hari (Kalshoven, 1981; Balitjestro, 2011). Siklus hidup hama lalat buah dimulai dari lalat buah betina menusukkan ovipositor pada kulit buah dan meletakkan telur sekitar 15 butir. Kemudian telur berkembang menjadi ulat (belatung) yang memakan daging buah sambil mengeluarkan enzim pencerna yang berfungsi melunakkan daging buah agar mudah dihisap dan dicernah oleh ulat, fase ini berlangsung selama 6-9 hari. Bersamaan dengan masaknya buah dan buah telah jatuh ke tanah larva lalat buah siap untuk menjadi kepompong, yaitu dengan cara larva masuk ke dalam tanah. Siklus hidup lalat buah dari telur hingga menjadi lalat dewasa berlangsung 16-24 hari (Kalshoven, 1981). Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan jenis lalat buah yang menyerang pada pertanaman jeruk RGL yaitu dari jenis Bactrocera carambola dan B. papayae, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakuakan Raharjo et al (2009); Balitjestro (2011), bahwa kebanyakan jenis lalat buah yang menyerang dari jenis tersebut. Status Serangan OPT Jeruk Hasil pengamatan terhadap serangan OPT jeruk yang telah diidentifikasi, memperlihatkan status serangan berbeda-beda katagorinya (Tabel 3). Diman terlihat kisaran katagori serangan: hama peliang daun (ringan-sedang) dengan intensitas 9,16% - 26,67%; hama tungau merah (ringan-sedang) dengan intensitas 4,16% - 28,33%; hama penggerek buah (ringan) dengan intensitas 5,6% - 12,18%; dan hama lalat buah (ringan) dengan intensitas 0% - 5,5% (Tabel 3). Tabel 3. No 1. 2. 3. 4.
Data kisaran intensitas serangan dan katagori serangan OPT pada pertanaman jeruk RGL umur 2 tahun pada bulan Juni-Oktober 2012. Jenis OPT Hama Peliang daun Hama Tungau merah Hama penggerek buah Hama lalat buah
Kisaran intensitas serangan (%)
Katagori serangan
9,16 - 26,67 4,16 - 28,33 5,60 - 12,18 0,00 - 05,50
ringan - sedang ringan - sedang ringan ringan
Intensitas serangan (%)
Tinggi rendahnya serangan OPT sangat tergantung dengan faktor biotik dan abiotiknya. Faktor biotik seperti faktor makanan, kompetisi, dan musuh alami dari OPT tersebut. Perkembangan musuh alami di lapangan masih kalah cepat dibandingkan perkembangan tungau sehingga populasi tetap lebih tinggi (Wuryantini dan Endarto, 2003). Sedangkan faktor abiotik berhubungan dengan faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan curah hujan. Faktor-faktor tersebut yang akan mengatur populasi OPT di lapangan. Namun faktor manusia juga sebagai penentu dalam perubahan ekosistem pada pertanaman, seperti pemilihan tanaman monokultur yang akan berdampak pada berkurangnya keragaman hayati, serta penggunaan sarana produksi pertanian berupa pestisida yang tidak bijaksana akan berdampak merusak lingkungan. Hal inilah yang dapat memicu terjadinya fluktuasi serangan OPT di lapangan. Fluktuasi intensitas serangan OPT dapat dilihat pada grafik 1.
Peliang Daun Tungau Lalat Buah Penggerek buah
Grafik 1. Fluktuasi intensitas serangan beberapa OPT utama jeruk (Juli - Oktober 2012).
Grafik 1, memperlihatkan intensitas serangan hama peliang daun; hama tungau dan hama penggerek buah, tinggi pada saat bulan Agustus dan cendrung menurun sampai bulan Oktober. Hal ini diduga, karena pada bulan Agustus termasuk dalam keadaan bulan kering (kemarau). Hama tungau merah perkembangannya lebih tinggi pada saat bulan kering karena siklus hidupnya lebih cepat dibandingkan musim hujan dan populasinya menurun dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Serangan hama tungau merah pada saat bulan kering akan memperparah keadaan tanaman karena cairan tanaman dihisap hama tungau yang dapat mengakibatkan daun menguning dan gugurnya buah muda (Wuryantini dan Endarto, 2003). Sedangkan hama peliang daun mengakibatkan pucuk daun terpuntir dan keriting yang akan menghambat pembungaan.Sedangkan serangan hama pengerek buah fluktuasinya tidak terlalu tinggi, masih pada tahap serangan ringan. Tinggi rendahnya serangan hama ini sangat tergantung dengan ada tidaknya buah yang ada dilapangan sebagai inang tempat berkembang biak serta jumlah populasinya. Serangan hama lalat buah sangat tergantung dengan ada tidaknya buah yang menjelang matang, karena hama ini menyerang mulai pada periode tesebut. Jadi serangan bisa saja tidak ada apabila masih pada kondisi sebagian besar buah masih muda, mengingat umur tanaman lokasi pengkajian baru berumur 2 tahun kontiyuitas buahnya belum stabil. KESIMPULAN 1. Hasil pengkajian menggambarkan adanya beberapa OPT utama yang menyerang tanaman jeruk RGL, yaitu: hama tungau merah; ulat peliang daun; penggerek buah dan lalat buah. 2. Status serangan hama peliang daun memperlihatkan katagori (ringan - sedang) dengan intesitas serangan 9,16% - 26,67%;, hama tungau merah katagori (ringan - sedang) dengan intesitas serangan 4,16% - 28,33%; hama penggerek buah katagori (ringan) dengan intesitas serangan 5,6% - 12,18%; dan hama lalat buah katagori (ringan) dengan intesitas serangan 0%- 5,5%. DAFTAR PUSTAKA Altieri, M.A. & C.I. Nicholls. 1999. Biodiversity, Ecosystem Function, and Insect Pest Management in Agricultural System. Dalam Biodiversity in Agroecosystems, Eds. W.W. Collins & C.O. Qualset. Lwis Publ. New York. pp.69-84. BPPK Air Dingin. 2012. Programa Penyuluhan Pertanian Tahun 2012. Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Rimbo Pengadang. Kabupaten Lebong. Ditlintan. 2008. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Direktur Perlindungan Tanaman. Direkrorat Jendaral Tanaman Pangan. Jakarta. Dwiastuti. M. E., A. Triwiratno., O. Endarto., S. Wuryatini dan Yunimar. 2011. Petunjuk Teknis Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk. Balai Penelitian Jeruk dan Tanaman Subtropika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ictiar Baru Van Houve. Jakarta. Nurariaty, A dan Najamuddin. 2008. Inventarisasi Keberadaan Hama Dan Predatornya Pada Pertanaman Jeruk Besar (Citrus grandis L.) di Kabupaten Pangkep. Prosd. Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI Komda Sulsel (5 November 2008). Komisaris Daearah PEI PFI Provinsi Sulawesi Selatan. Makasar.
Raharjho, B. T., Toto. H, dan Widodo. B.U. 2009. Penyebaran Jenis Lalat Buah (Diptera : Terhritidae) dan Parasitoidnya Di Kabupaten Magetan. Agritek Vol. 17 No.2. Maret 2009. 205-213 Hal. Swift, M.S., J. Vandermer, P.S. Ramakrishnan, J.M. Anderson, C.K. Ong & B.A. Hawkins. 1996. Biodiversity and agroecosystem function, dalam Functional Roles of Biodiversity: A Global Perspective. Ed. H.A. Mooney. John Wiley & Sons, New York. pp.261-298. Suwantoro, B. 2010. Mengenal Jeruk Rimau Gerga Lebong Lebih Dekat. Balai Benih Hortikultura Rimbo Pengadang. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lebong. Tubei. Wuryantini, S. dan Endarto, O. 2003. Pengendalian Tungau Penyebab Utama Burik Pada Buah Jeruk. Sirkular Inovasi Teknologi Jeruk. Volume: 07, Juli 2003. Loka Penelitian Jeruk. Malang.