LAPORAN TEKNIS PENELITIAN
IDENTIFIKASI DAN PENGEMBANGAN BUDAYA BAHARI DALAM MENDUKUNG PRODUKSI
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 1
LEMBAR PENGESAHAN : Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Satuan Kerja (Satker)
Judul Kegiatan Penelitian
: Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari Dalam Mendukung Peningkatan Produksi
Status
: Baru
Pagu Anggaran
: Rp. 500.000.000.- (Lima Ratus Juta Rupiah Rupiah)
Tahun Anggaran
: 2011
Sumber Anggaran
: APBN, DIPA Satker Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun 2011
Penanggung jawab kegiatan
: Drs. Sastrawidjaja
Wakil Penanggung jawab kegiatan
: Maharani Yulisti, M.Si.
NIP. 19511101.198202.1.003. NIP. 19780711. 200312.2.005.
Jakarta,
Desember 2011
Penanggung jawab
Wakil Penanggung jawab
Drs. Sastrawidjaja NIP. 19511101.198202.1.003.
Maharani Yulisti, M.Si. NIP. 19780711. 200312.2.005.
Mengetahui/Menyetujui: Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, MSc. NIP. 19600831 198603 1 003
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 2
Ringkasan RISET IDENTIFIKASI DAN PENGEMBANGAN BUDAYA BAHARI DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI Kerjasama: Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Keluatan dan Perikanan Badan Litbang Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. PERMASALAHAN Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beragam etnik berpotensi untuk kelangsungan dan kesejahteraan hidupnya melalui kearifan lokal. Melakukan identifikasi yang tepat tentang kearifan lokal serta budaya bahari yang dimiliki masyarakat pesisir di berbagai wilayah Indonesia dapat menjadi dasar dan arah dalam mencapai tujuan penelitian yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan. Kearifan lokal tersebut merupakan fakta sejarah yang dapat dikembangkan untuk memberdayakan masyarakat pesisir melalui sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya kelautan dalam meningkatkan pengolahan, produksi, pengembangan
perikanan serta
wisata bahari. Oleh karena itu perlu dikaji bagaimana masyarakat pesisir memahami kearifan lokal dan budaya bahari dalam rangka meningkatkan produksi kelautan dan perikanan. Pertanyaan
permasalahan
adalah
bagaimanakah
masyarakat
pesisir
memahami kearifan lokal dan budaya bahari?. Memahami kearifan lokal tidak dapat dilakukan oleh setiap orang, tetapi banyak orang yang dapat mewngetahui dan merasakan bahwa di dalam sebuah masyarakat berlaku kearifan yang bersifat lokal. Kearifan lokal di dalam tulisan ini diketahui melalui identifikasi unsur religi, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian serta organisasi dan kemasyarakatan. Dari empat unsur tersebut pengidentifikasian nilai-nilai kearifan lokal yang hidup dan terdapat di dalam budaya bahari diharapkan mampu dimunculkan sebagai nilai budaya bahari yang asli. Untuk selanjutnya pertanyaan permasalahan berkenaan dengan bagaimana peran kearifan lokal dan budaya bahari dapat mendukung peningkatan produksi Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 3
Kelautan dan Perikanan? Peran dari kearifan lokal dan budaya bahari dilakukan dapat mendukung apabila nilai-nilai yang terdapat disetiap unsur budaya bahari mampu dipahami dan diakui secara benar. Pengakuan tentang nilai-nilai budaya bahari yang hidup di masyarakat pesisir akan memberikan peran untuk berbuat positif terhadap pembangunan masyarakat sebagai nelayan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pedagang serta berbagai bidang kegiatan lainnya yang terkait dengan kelautan dan perikanan. Pertanyaan selanjutnya adalah berkenaan dengan bagaimana opsi kebijakan yang dapat diberikan kepada pemerintah terkait pengembangan peran budaya bahari dalam masyarakat untuk mendukung peningkatan produksi kelautan dan perikanan?. Terhadap pertanyaan tersebut tentu tidak dapat dengan mudah menjawabnya, namun dari seminar hari ini akan banyak pemikiran yang dapat disinergikan bersama untuk mencapai kesamaan persepsi terhadap opsi kebijakan dan peningkatan produksi. Tujuan Tujuan penelitian budaya bahari adalah untuk;
Mengkaji karakteristik kearifan lokal masyarakat yang tinggal di pesisir
Mengkaji
hubungan
kearifan
lokal
masyarakat
pesisir
dengan
pengembangan budaya bahari
Mengidentifikasi unsur-unsur budaya bahari dan nilai-nilai yang terermin dalam kearifan lokal masyarakat yang mendukung peningkatan produksi kelautan dan perikanan
Merumuskan berbagai pilihan kebijakan yang terkait dengan kearifan lokal dan budaya bahari yang dimiliki masyarakat pesisir untuk mendukung peningkatan produksi kelautan dan perikanan
Kerangka Pemikiran Untuk memahami dan mengetahui peran budaya bahari dalam kehidupan masyarakat pesisir dapat dilakukan penelusuran melalui bukti-bukti tertulis atau dari cerita masyarakat yang secara turun temurun diketahui di dalam komunitas masyarakat pesisir. Masyarakat yang hidup di pulau-pulau besar dan kecil sebagai penduduk bangsa ini juga diakui karena Indonesia terdiri dari suku-suku Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 4
bangsa (Dahuri, R. 2003) yang mempunyai karakteristik dan adat istiadatnya masing-masing. Untuk mengenali adanya budaya bahari di suatu tempat dapat dibuktikan oleh adanya pengakuan tidak hanya oleh komunitas masyarakat pesisir itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat lain yang ada disekitarnya yang tertera dalam (Gambar 1. Kearifan Lokal di dalam Budaya Bahari). Peran masyarakat pesisir dalam pengelolaan perikanan laut menjadi penting, karena yang mengetahui,
memanfaatkan
dan
melindungi
perairan
tersebut
adalah
masyarakat yang hidup dan berpenghidupan dari perairan tersebut (Barata dan Kurnia, 2003). Budaya bahari mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diketahui dari unsur-unsur religi, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi dan kemasyarakatan. Unsur religi mempunyai atribut nilai sistem keyakinan, upacara keagamaan, tokoh masyarakat dan umat. Unsur pengetahuan dan teknologi mempunyai atribut alat produksi seperti wadah, makanan, pakaian, perumahan, alat transportasi dan sumberdaya alam. Unsur mata pencaharian mempunyai atribut penangkapan, mata pencaharain alternatif, cara pengumpulan modal, tenaga kerja dan sistem distribusi pasar. Adapun unsur organisasi dan kemasyarakatan memiliki atribut pemerintahan, kelembagaan sosial, aturan-aturan tertulis dan tidak tertulis serta hubungan masyarakat. Unsur-unsur budaya bahari tersebut mempunyai kandungan nilai-nilai yang dapat dipakai untuk pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan. Pemanfaatan meliputi kegiatan di laut dan di pesisir (tambak), untuk pengelolaan terhadap perikanan tangkap serta perikanan budidaya, serta untuk pengembangan adalah dapat diarahkan pada perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan serta produk kelautan. Peningkatan produk kelautan dan perikanan yang memanfaatkan nilainilai kearifan lokal yang hidup diberbagai etnis nusantara yang dimitrakan dengan bijak dan proporsional pada kebijakan pemerintah akan menghasilkan produktivitas dan efisiensi. Jadi kearifan lokal yang terkandung di dalam budaya bahari, dan nilai-nilai yang hidup di dalam setiap etnis masyarakat pesisir sangat berguna bagi percepatan pembangunan kelautan dan perikanan untuk menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan nusantara. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 5
Lokasi Penelitian Penelitian budaya bahari mengambil lokasi; Lambada Lhok Aceh Besar, Dufa dufa Ternate, Karangsong Indramayu, Sendang Biru Malang dan Tanahberu, Ara Bulukumba. GAMBARAN UMUM LOKASI Lambada Lhok Aceh Besar terletak di lintasan jalan banda AcehLaksamana Malahayati, di sebelah timur kota Banda Aceh. Luas Desa Lam Bada Lhok 165 Hektar, dan luas dusun bintara giging 60 Ha, Tgk. 39 Ha, Dusun Tgk. Baling Galang 41 H, dusun Nakhoda jambi 10 H. -Jumlah penduduk sebelum tsunami 2200 jiwa ( 444 KK ) dan yang selamat hanya 610 jiwa ( 300 KK ), termasuk anak-anak di bawah 17 tahun. Dan yang sudah pulang ke Desa sebanyak 350 jiwa ( 210 KK ). Kota Ternate memiliki luas wilayah 547,736 km², dengan 8 pulau yaitu Ternat, Hiri, Moti dan Mayau yang berpenduduk, tetapi terdapat tiga pulau ukuran kecil yang tidak berpenduduk yaitu Maka, Mano dan Gurida. Kondisi topografi Kota Ternate dengan sebagian besar daerah bergunung dan berbukit. Iklim sangat dipengaruhi oleh iklim laut, memiliki dua musim dengan dua kali masa pancaroba disetiap tahunnya. Pendudk 163.467 (2000) jiwa. Koordinat 0°47′LU, 127°22′BT. Dufa dufa terletak di kota Ternate. Desa Karangsong terletak di antara Desa Singajaya dan Pabean Udik, luas wilayah yaitu 1.187,32 ha, (Bappeda Indramayu, 1999). Rata-rata 35%-60% adalah penduduk asli dan penduduk datangan berasal dari Losari (Brebes) dan mereka sudah berdiam 30-40 tahun terakhir dan 98% dari mereka beragama Islam. Sendang Biru berada 75 km di Selatan Kabupaten Malang dan terletak pada 8⁰26’ – 8⁰ 30’ LS dan 112⁰ 38’ – 112⁰ 43’ BT. Daerahnya berpantai landai dan berbukit terjal sehingga mempunyai pelindung pantai alami yaitu Pulau Sempu. Penduduknya terdiri dari dari etnis Jawa, Madura, Bugis, Bajo. Ara dan Tanahberu merupakan bagian dari kabupaten Bulukumba Kecamatan Bontobahari . Bontobahari terletak pada posisi bujur 120 22’30’’ dan posisi lintang 5 32’30’’. Sejarah desa Ara dibangun oleh Sepupu Sultan Hasanudin yang tidak terpilih menjadi raja. Penduduk sekarang berasal dari etnis Makasar, Bugis, Konjo. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 6
IDENTIFIKASI BUDAYA BAHARI Identifikasi setiap lokasi berdasarkan unsur religi, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi dan kemasyarakatan sebagai berikut; Unsur Religi. Lambadalhok unsur agama Islam mendasari sistem kehidupan. Dufa dufa Sultan sebagai pemegang norma adat yang berdasarkan syariat Islam. Masyarakat percaya bahwa peranan Sultan sebagai wali Allah sehingga Sultan sebagai pengendali aturan di masyarakat. Karangsong kehidupan nelayannya dapat dilihat untuk nelayan besar tidak terlalu kuat keyakinannya terhadap supranatural. Adapun nelayan kecil masih memiliki keyakinan yang kuat terhadap supranatural. Sendang Biru masyarakatnya memiliki toleransi beragama (Kriste, dan Islam) yang cukup tinggi, dan mereka terbnagi atas nelayan atas (Kristen) dan nelayan bawah (Islam). Upacara petik laut sebagai ungkapan syukuran hasil panen laut pada setiap tanggal 27 September. Ara dan Tanahberu terhadap mitos Sawerigading mendasari kehidupan sosial dan ekonomi bagi sebagian besar masyarakat ara dan tanahberu. Pengetahuan dan Teknologi Lambadalhok memiliki kapal dengan mesin lakmana, sampan, boat serta Alat tangkap: pukat aceh, purse seine, pancing. Terjadi pendangkalan di pelabuhan shg kapal tidak berfungsi ketika air surut dan SPBU tidak berfungsi Dufa dufa mempunyai Kapal yang dilengkapi mesin: katinting, farmboat, perahu pinisi dan Alat tangkap: pancing, GIOB, Pursesein, bubu. Karangsong memiliki kapal ukuran besar jenis cungking yang dilengkapai mesin besar disamping kapal kecil yang dilengkapi alat tangkap purse-sein, gillnet, pancing dan bubu. Sendang Biru memiliki kapal besar dengan kelengkapan mesin dan kecil yang berasal dari etnis Madura dan Bugis. Alat tangkap yang digunakan pursesein, payang, gillnet, panmcing tonda dan pancing ulur. Ara dan Tanah Beru memiliki kapal spesifik pinisi yang berukuran besar dan kecil. Operasi penangkapan menggunakan alat tangkap pancing, gillnet, payang dan purse-sein. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 7
Mata Pencaharian Masyarakat di Lambada Lhok sebelum tsunami bermata pencaharian utama selayan menangkap ikan, sekarang tradisi tersebut berlanjut. Yang lainnya adalah berdagang ikan, mengolah ikan dan transportasi antardaerah. Dufa dufa masyarakat memiliki mata pencaharian menangkap ikan dan biota laut lainnya, dan sumber lain dari rempah-rempah dan kelapa. Karangsong bermata pencaharian menangkap ikan dengan penjualan bahan-bahan penangkapan ikan, pengolahan ikan, dan buruh nelayan. Sendangbiru mayoritas bergantung pada penangkapan ikan, pertanian, dan pengolahan ikan (asin, abon ikan serta pindang) dan buruh nelayan. Ara dan Tanahberu terspesialisasi berdasarkan lokasi sesuai dengan mitos Sawerigading. Masyarakat desa Ara mahir membuat perahu (panrita lopi dan penggawa) masyarakat kelurahan Tanahberu sebagai sawi dan Organisasi dan Kemasyarakatan Lambadalhok mempunyai kelembagaan adat laut yang disebut Panglima Laot, kelembagaan tersebut telah diangkat ke dalam qanun. Kewenangan tugas dan fungsi Panglima Laot dengan Geucik sudah sangat jelas. Dufa dufa mempunyai aturan kelmbagaan adat yang diatur berdasarkan prinsip kimalaha labuha dimana peranan Sultan sangat kuat. Karangsong, mempunyai lembaga HNSI, KUD, TPI dan lembaga keuangan pemerintah. Kelembagaan tersebut dapat berfungsi dan peranan pemerintah sangat kuat.. Sendang Biru mempunyai lembaga kemasyarakatan bersama antara masyarakat atas dengan masyarakat bawah dalam bentuk TPI dan KUD. KUD memberikan kontribusi yang baik pada nelayan, dan TPI berjalan sesuai dengan Perda Kabupaten Malang. Disamping itu ada juga lembaga keuangan pemerintah. Peran pemerintah sangat kuat. Ara dan Tanah Beru masyarakatnya mempertahankan kehidupan tradisi adat. Adat konjo masih kuat di Ara, tetapi untuk Tanah Beru terlihat agak berkurang. Sudah ada organisasi kelompok nelayan tetapi tidak berjalan baik, dan untuk nelayan pembuat kapal organisasi yang mewadahinya belum ada. Peran pemerintah masih terbatas. Karakteristik Kearifan Lokal Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 8
Lambadalhok perpedoman pada prinsip ajaran Islam, harmoni antara manusia, alam dan Tuhan, peran ulama sangat penting. Laut tidak hanya dipandang memiliki nilai ekonomi namun juga memiliki nilai religi dan sosial. Terdapat kolaborasi saling mendukung antara masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir serta mempunyai 6 hari pantang bagi masyarakat pesisir Aceh. Dufa dufa masyarakatnya berpedoman pada ajaran Islam dan tradisi, dan laut dianggap sebbagai sahabat hidup sehingga di dalam pemanfaatan selalu berhubungan dengan upacara ritual yang disebut ruu ko utl (syukuran) yang dituntun ulama dan perahu serta alat tangkap disucikan dengan air suci dari masjid Sultan dan air santosa.
Dan selanjutnya upacara kuloli kie yaitu
mengelilingi pulau Ternate. Upacara tersebut sebagai simbul kesucian dan diberlakukan juga 6 hari lawan/pantang bagi masyarakat pesisir di Ternate. Karangsong masyarakatnya menganut keyakinan agama Islam dan ketuhahan yang mengajarkan harmoni antarmanusia, laut dan penguasa laut. Aturan pemerintah menjadi pedoman pemanfaatan laut serta harmono antar umat beragama. Konservasi alam didekati dengan mitos berupa pantangan bagi nelayan di daerah Karangsong, sedangkan ethos kerja mereka cukup tinggi. Sendang Biru mempunyai dua kelompok masyarakat yaitu masyarakat atas dan masyarakat bawah. Masyarakat atas beragama katolik dan masyarakat bawah beragama Islam, keduanya dituntun hidup saling bertoleransi untuk harmoni antarmanusia dan antaralam darat dan laut serta Tuhannya. Konservasi alam laut melalui upacara petik laut yang menanamkan nilai nilai kebaikan bersama, dan ethos kerja masyarakat cukup baik. Ara dan Tanah Beru masyarakatnya membangun keharmonian antar manusia dengan alam di daratan dan lautan serta dengan Tuhan. Keharmnian yang terbentuk menciptakan sifat kerja keras, kerjasama, ketelitian, keindahan dan religi di dalam kegiatan pembuatan kapal. Aturan kehidupan sosial kemasyarakatan berpedoman pada aturan adat istiadat. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Meningkatkan Produksi Peningkatan produksi kelauatan dan perikanan masyarakat pesisir mempunyai potensi; Masyarakat pesisir punya: Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 9
Potensi: 1. Meningkatkan taraf hidupnya melalui usaha kelautan dan perikanan 2. Membuat teknologi penangkapan (kapal dan alat tangkap) 3. Meningkatkan penanganan ikan segar 4. Mengolah hasil laut (ikan asap, abon, dll) 5. Memasarkan hasil laut Kendala: 1. Hubungan patron klien yang kuat dan tidak seimbang 2. Pengelolaan keuangan yang belum ditata dengan baik 3. Perilaku etis belum diimplementasi dalam kehidupan sehari-hari 4. Hak atas pengetahuan lokal dan teknologi belum diakui secara hukum 5. Koordinasi antarinstansi belum berjalan dengan baik
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 10
Rekomendasi Kebijakan Dari hasil penelitian identifikasi dan pengembangan budaya bahari dalam mendukung peningkatan produksi dapat diusulkan rekomendasi kebijakan: 1. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat pesisir memiliki nilai positif dan negatif. Nilai positif kearifan lokal dan budaya bahari dapat digunakan untuk meningkatkan SDM dan alam. Kearifan lokal yang memiliki nilai negatif sebaiknya tidak menjadi pedoman bagi sebagian masyarakat pesisir 2. Dari sisi unsur budaya relegi, terdapat lokasi yang kuat memegang nilainilai agama Islam (Lambada Lhok dan Dufa Dufa), lokasi yang kuat memegang nilai-nilai historis tradisional (Ara dan Tanahberu), serta lokasi yang lebih moderat (Karangsong dan Sendang Biru). Dengnan demikian kebijakan yang terkait dengan aspek kelautan dan perikanan harus memperhatikan perbedaan pandangan tentang nilai-nilai relegi itu secara khusus. Bagi lokasi yang kuat memegang agam Islam, misalnya, haruslah memperhatikan kesesuaian kebijakan yang akan diambil agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam tersebut. Sebaliknya di lokasi yang lebih moderat, kebijkan tidak terlalu harus kaku/rigid menyesuaikan dengan norma agama Islam. 3. Dari sisi unsur Pengetahuan dan Teknologi, indikator jenis kapal yang digunakan menunjukkan bahwa terdapat lokasi dengan dominasi kapal/perahu skala kecil (Lambada Lhok dan Dufa Dufa), dominasi kapal skala besar (Karangsong dan Sendang Biru), serta campuran (Ara dan Tanah Beru). Kebijakan terkait dengan demikian harus memperhatikan kondisi ini, sehingga kebijakan dapatlah tepat sasaran, sesuai dengan domonasi polulasi kapal/perahu yang ada. 4. Semua lokasi memiliki kegiatan utama dalam bidang kelautan dan perikanan.
Perbedaan adalah pada mata pencaharian tambahan.
Masyarakat Lambada Lhok memiliki mata pencaharian tambahan sebagai pedagang ikan, pengolah ikan, dan jasa transportasi antar daerah. Masyarakat Dufa Dufa mempunyai sumber pendapatan lain dari rempahrempah dan kelapa, Karangsong dan Sendang Biru dari pengolahan ikan dan buruh nelayan, sementara di Ara dan Tanah Beru spesifik pada Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 11
pembuatan perahu. Kembali hal ini harus menjadi perhatian, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan upaya
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
upaya
peningkatan pendapatan mereka. 5. Dari sisi Organisasi Masyarakat yang ada, Lambada Lhok mempunyai kelembagaan adat laut yang disebut Panglima Laot; Dufa dufa mempunyai aturan kelmbagaan adat yang diatur berdasarkan prinsip kimalaha labuha dimana peranan Sultan sangat kuat; Karangsong, mempunyai lembaga HNSI, KUD, TPI dan lembaga keuangan pemerintah; Sendang Biru mempunyai lembaga kemasyarakatan bersama antara masyarakat atas dengan masyarakat bawah dalam bentuk TPI dan KUD; Ara dan Tanah Beru masyarakatnya mempertahankan kehidupan tradisi adat. Adat Konjo masih kuat di Ara, tetapi untuk Tanah Beru terlihat agak berkurang. Sudah ada organisasi kelompok nelayan tetapi tidak berjalan baik, dan untuk nelayan pembuat kapal organisasi yang mewadahinya belum ada. Peran pemerintah masih terbatas. Tampak dari gambaran ini bahwa perhatian lebih banyak diperlukan untuk mengembangkan kelembagaan masyarakat di Ara dan Tanah Beru. 6. Model penelitian yang berbasis kearifan lokal dan budaya bahari setempat yang spesifik seyogyanya dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan yang terkait dengan upaya menuju kesejahteraan masyarakat pesisir di di wilayah pesisir Indonesia. Hal ini dinilai akan berguna dalam memanfaatkan Budaya bahari untuk mendukung upaya meningkatkan produksi kelautan dan perikanan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat bahari. 7. Kebijakan yang terkait dengan aspek-aspek teknis kelautan dan perikanan seperti Pemanfaatan sumberdaya ikan yang bernilai ekonomis, Pengelolaan yang terkait dengan Sistem Lelang, Tempat Pendaratan ikan (TPI), dan manajemen terpadu (co-existensi management) antara nelayan, pemilik modal dan Koperasi Unit Desa (KUD), seyogyanya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah analisis yang dilakukan di lokasi penelitian Lambada Lhok,
Dufa-dufa, Karangsong, Sendang Biru,
Ara dan Tanah Beru menunjukkan hal ini secata nyata. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 12
8. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan kajian ulang terhadap kebijakan-kebijakan yang mendukung peningkatan produksi kelautan dan perikanan terhadap lima wilayah penelitian, dengan menjadikan kriteria kesesuaian dengan aspek-aspek budaya bahari yang berlaku spesifik di setiap lokasi sebagai acuan. Hal ini diperlukan untuk lebih meningkatkan efektivitas kebijakan-kebijakan tersebut. Kesimpulan. 1. Untuk mengenali adanya budaya bahari di suatu tempat dapat dibuktikan oleh adanya pengakuan tidak hanya oleh komunitas masyarakat pesisir itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat lain yang ada disekitarnya. Peran masyarakat pesisir dalam pengelolaan perikanan laut menjadi penting, karena yang mengetahui, memanfaatkan dan melindungi perairan tersebut adalah masyarakat yang hidup dan berpenghidupan dari perairan tersebut.
2. Budaya bahari mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diketahui dari unsur-unsur religi, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi dan kemasyarakatan. Unsur religi mempunyai atribut nilai sistem keyakinan, upacara keagamaan, tokoh masyarakat dan umat. Unsur pengetahuan dan teknologi mempunyai atribut alat produksi seperti wadah, makanan, pakaian, perumahan, alat transportasi dan sumberdaya alam. Unsur mata pencaharian mempunyai atribut penangkapan, mata pencaharain alternatif, cara pengumpulan modal, tenaga kerja dan sistem distribusi pasar. Sementara itu, unsur organisasi dan kemasyarakatan memiliki atribut pemerintahan, kelembagaan sosial, aturan-aturan tertulis dan tidak tertulis serta hubungan masyarakat. 3. Unsur-unsur budaya bahari tersebut mempunyai kandungan nilai-nilai yang dapat dipakai untuk pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan. Pemanfaatan meliputi kegiatan di laut dan di pesisir (tambak), untuk pengelolaan terhadap perikanan tangkap serta perikanan budidaya, serta untuk pengembangan adalah dapat diarahkan pada perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan serta produk kelautan.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 13
4. Peningkatan produk kelautan dan perikanan yang memanfaatkan nilainilai kearifan lokal yang
hidup diberbagai etnis nusantara yang
dimitrakan dengan bijak dan proporsional pada kebijakan pemerintah akan menghasilkan produktivitas dan efisiensi. Jadi kearifan lokal yang terkandung di dalam budaya bahari, dan nilai-nilai yang hidup di dalam setiap etnis masyarakat pesisir sangat berguna bagi percepatan pembangunan kelautan dan perikanan untuk menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan nusantara. 5. Implikasi rekomendasi dari hasil penelitian memperjelas dan mengukuhkan bahwa budaya bahari adalah bagian yang takterpisahkan dari potensi bangsa di dalam mengisi pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini mengingat masyarakat pesisir mampu dan dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui usaha kelautan dan perikanan, membuat teknologi penangkapan (kapal dan alat tangkap), meningkatkan penanganan ikan segar, mengolah hasil laut (ikan asap, abon, dll) dan memasarkan hasil laut yang sejalan dengan pengembangan budaya bahari masing-masing lokasi. 6. Kebijakan Otonomi Daerah dinilai akan dapat diterapkan lebih baik dan terarah dengan melakukan apresiasi terhadap unsur-unsur budaya bahari masingmasing lokasi. Masing-masing Pemerintah Kabupaten dapat secara tajam mengintegrasikan unsur-unsur budaya bahari ini dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan aspek kelautan dan perikanan untuk mendukung peningkatan
produksi,
yang
pada
akhirnya
berorientasi
pada
upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. 7. Dampak rekomendasi hasil penelitian adalah diakuinya unsur-unsur budaya bahari sebagai bagian yang tak terpisahkan dari setiap upaya yang berkaitan dengan kebijakan kelautan dan perikanan. Hal ini dinilai sangat bermanfaat bagi setiap upaya menuju tujuan tercapainya kesejahteraan masyarakat pesisir, melalui penetapan kebijakan yang benar-benar berpijak pada kondisi nyata di lapangan. 8. Budaya Bahari masyarakat pesisir dapat dijumpai disetiap lokasi yang ada di Indonesia yang telah menyatu dengan lingkungan alam laut dan daratan pesisir. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 14
Kehidupan masyarakat pesisir di dalamnya mempunyai semua unsur kebudayaan, khususnya sistem keyakinan, sistem upacara, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian serta organisasi kemasyarakatan khas budaya bahari dari masing-masing etnik di nusantara yang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal. Di dalam upaya mengambil manfaat dari sumberdaya laut dan daratan pesisir, diperlukan upaya untuk memberikan perhatian khusus terhadap setiap unsur budaya bahari yang ada. Hal ini merupakan dua sisi dari mata uang yang sama; disatu sisi mampu memberikan penghargaan kepada nilai-nilai budaya yang ada, di sisi lain memberikan dampak positif bagi penerapan kebijkan yang menyangkut masyarakat setempat yang memiliki budaya dan telah mereka padukan dengan nilaudaya bahari spesifik lokasi tersebut.
KATA PENGANTAR Laporan tahunan penelitian identifikasi dan pengembangan budaya bahari dalam mendukung produksi tahun 2011 dikerjakan untuk memenuhi tugas penelitian. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beragam etnik berpotensi untuk kelangsungan dan kesejahteraan hidupnya melalui kearifan lokal. Melakukan identifikasi yang tepat tentang
kearifan lokal serta budaya bahari
yang dimiliki
masyarakat pesisir di berbagai wilayah Indonesia dapat menjadi dasar dan arah dalam mencapai peningkatan produksi perikanan. Kearifan lokal merupakan fakta sejarah yang dapat dikembangkan untuk memberdayakan masyarakat pesisir melalui sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya kelautan dalam meningkatkan pengolahan, produksi, pengembangan perikanan serta wisata bahari. Oleh karena itu perlu dikaji bagaimana masyarakat pesisir menerapkan kearifan lokal dan budaya bahari di dalam meningkatkan produksi kelautan dan perikanan. Pada laporan tahunan dikemukakan hasil pelaksanaan penelitian yang mampu dicapai hingga saat ini, yaitu studi pustaka, pelaksanaan di lokasi penelitian (Aceh, Maluku Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan), survey, wawancara, fokus group diskusi, konsinyasi dan seminar. Terkait dengan itu maka kerangka pemikiran diarahkan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kearifan lokal, hubungan kearifan lokal masyarakat pesisir dengan budaya bahari, dan unsur-unsur budaya bahari dan nilai-nilai yang tercermin dalam kearifan lokal masyarakat pesisir dalam mendukung peningkatan produksi kelautan dan perikanan. Laporan penelitian difokuskan pada kearifan lokal masyarakat pesisir yang terkait pada empat unsur Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 15
budaya bahari yang terdiri dari; unsur religi, unsur pengetahuan dan teknologi, unsur mata pencaharian, dan unsur organisasi dan kemasyarakatan. Pada laporan akhir diberikan rekomendasi dan kesimpulan yang diperlukan untuk pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan budaya bahari yang mendukung produksi. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Bapak Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) yang telah memberikan kepercayaan kepada tim peneliti (BBPSEKP dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia) untuk melaksanakan penelitian ini. Terimakasih juga kami sampaikan kepada berbagai pihak yang telah ikut membantu pelaksanaan penelitian sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Kami menyadari masih begitu banyak kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini, untuk kesempurnaannya asupan saran dan kritik yang konstruktif sangat kami dambakan. Asupan tersebut akan digunakan untuk penyempurnaan pelaksanaan penelitian selanjutnya. Jakarta,
Desember 2011
An. Tim Peneliti Sastrawidjaja
Susunan Tim Peneliti Sastrawidjaja Irmayanti Meliono Risnowati Martin Lilie Suratminto Rahadjeng Pulungsari Bambang Wibawarta Susanto Zuhdi Nendah Kurniasari Christina Yuliati Hertria M. Putri Nurlaili Tjahjo Tri Hartono Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 16
Maharani Yulisti Mursidin
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN RINGKASAN KATA PENGANTAR SUSUNAN TIM PENELITI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
i ii xiv xvi xvii xiii xii xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang ................................................................................................... Rumusan Masalah ............................................................................................ Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................... Hasil Luaran........................................................................................................
1 3 3 3
BAB II METODE PENELITIAN 2.1.
Kerangka Pemikiran ......................................................................................
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
5 L2 - 17
2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
2.6.
Lingkup Penelitian ........................................................................................... Lokasi dan Waktu ............................................................................................. Jenis dan Sumber Data .................................................................................. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 2.5.1. Focus Group Discussion ..................................................................... 2.5.2. Wawancara ............................................................................................ 2.5.3. Observasi ................................................................................................ Teknik Analisis Data........................................................................................
6 6 9 10 10 10 10 10
BAB III BUDAYA MASYARAKAT BAHARI 3.1.
Lambada Lhok, Nangroe Aceh Darussalam ........................................... 3.1.1. Gambaran Umum ................................................................................ 3.1.2. Unsur Religi .......................................................................................... 3.1.3. Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi ....................... 3.1.4. Unsur Sistem Mata Pencaharian Hidup ..................................... 3.1.5. Unsur Organisasi Sosial ....................................................................
12 12 12 12 12 12
3.2.
Dufa Dufa, Maluku Utara ............................................................................... 3.2.1. Gambaran Umum ................................................................................ 3.2.2. Unsur Religi .......................................................................................... 3.2.3. Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi ....................... 3.2.4. Unsur Sistem Mata Pencaharian Hidup ..................................... 3.2.5. Unsur Organisasi Sosial ....................................................................
12 12 12 12 12 12
3.3.
Karangsong, Jawa Barat ................................................................................. 3.3.1. Gambaran Umum ................................................................................ 3.3.2. Unsur Religi .......................................................................................... 3.3.3. Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi ....................... 3.3.4. Unsur Sistem Mata Pencaharian Hidup ..................................... 3.3.5. Unsur Organisasi Sosial ....................................................................
12 12 12 12 12 12
3.4.
Sendang Biru, Jawa Timur ............................................................................ 3.4.1. Gambaran Umum ................................................................................ 3.4.2. Unsur Religi .......................................................................................... 3.4.3. Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi ....................... 3.4.4. Unsur Sistem Mata Pencaharian Hidup ..................................... 3.4.5. Unsur Organisasi Sosial ....................................................................
12 12 12 12 12 12
3.5.
Ara dan Tana Beru, Sulawesi Selatan ....................................................... 3.5.1. Gambaran Umum ................................................................................ 3.5.2. Unsur Religi .......................................................................................... 3.5.3. Unsur Sistem Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi ......... 3.5.4. Unsur Sistem Mata Pencaharian Kehidupan ........................... 3.5.5. Unsur Organisasi Sosial ....................................................................
12 12 12 12 12 12
BAB IV KEARIFAN LOKAL SERTA PEMBERDAYAAN BUDAYA MASYARAKAT BAHARI UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI KELAUTAN DAN PERIKANAN Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 18
4.1.
4.2.
Kearifan Lokal dalam Masyarakat Bahari ............................................. 4.1.1. Kearifan Lokal dalam Religi ............................................................ 4.1.2. Kearifan Lokal dalam Sistem Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi ................................................................................................. 4.1.3. Kearifan Lokal dalam Sistem Mata Pencaharian Hidup ....... 4.1.4. Kearifan Lokal dalam Organisasi Sosial...................................... Pemberdayaan Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir untuk Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan ............................................... 4.2.1. Peningkatan Produksi Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal dalam Religi .............................................................................. 4.2.2. Peningkatan Produksi Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal dalam Sistem Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi 4.2.3. Peningkatan Produksi Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal dalam Sistem Mata Pencaharian Hidup ......................... 4.2.4. Peningkatan Produksi Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal dalam Organisasi Sosial .......................................................
BAB V
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
PENUTUP 5.1. KESIMPULAN 5.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN
DAFTAR PUSTAKA
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
132
L2 - 19
DAFTAR TABEL Tabel 1. Lingkungan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
2
Tabel 2. Unsur-Unsur Budaya Bahari yang Mendukung Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan serta Variabel yang Terkait dengan Aktifitas Kelautan dan Perikanan
9
Tabel 3. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Religi Masyarakat Pesisir dengan Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari
116
Tabel 4. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Pengetahuan dan Teknologi Masyarakat Pesisir dengan Pemanfatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Hahari
117
Tabel 5. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir dengan Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari
119
Tabel 6. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Organisasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Pesisir dengan Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
120
L2 - 20
PENDAHULUAN 1. Tabel 1. Lingkungan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
1
METODOLOGI 2.
Tabel 2. Lokasi Penelitian berdasarkan Suku Mayoritas Masyarakat Pesisir
3.
1
Tabel 3. Unsur-Unsur Budaya Bahari yang Mendukung Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan serta Variabel yang Terkait dengan Aktifitas Kelautan dan Perikanan
1
DAFTAR TABEL KARAKTERISTIK 1. Tabel. 4. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Religi Masyarakat Pesisir dengan Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari
1
2. Tabel. 5. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Pengetahuan dan Teknologi
Masyarakat Pesisir dengan Pemanfatan, Pengelolaan
dan Pengembangan Budaya Bahari
1
3. Tabel. 6. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir dengan Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari
1
4. Tabel.7. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Organisasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Pesisir dengan Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
1
L2 - 21
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29.
Masjid Raya Banda Aceh sebagai Simbol Propinsi NAD ................ 37 Pintu gerbang masjid dengan tulisan wajib berbusana muslim atau muslimah........................................................................................... 37 Peringatan Acara Keagamaan ........................................................... 39 Panglima Laot Lhok ......................................................................... 40 Perahu lakmana ................................................................................. 45 Alat tangkap pukat ............................................................................ 45 Alat tangkap pancing rawen ............................................................. 46 Hasil tangkapan yang dijual segar .................................................... 52 Ikan asin yang dipasarkan ................................................................. 52 Toke bangku menunggu kedatangan ikan ........................................ 54 Balai Adat Nelayan ........................................................................... 56 Lambang Panglima Laot Aceh ......................................................... 57 Pantai Ternate ................................................................................... 60 Kantor Lurah Dufa Dufa. .................................................................. 60 Suasana Diskusi Dengan Nara Sumber. ........................................... 67 Suasana Pantai Ternate ..................................................................... 71 Penanganan Ikan dan Rumah Penduduk Ternate ............................. 71 Armada penangkapan nelayan .......................................................... 98 Alat tangkap nelayan ........................................................................ 98 Prasarana Penangkapan Ikan .......................................................... 104 Pantai Sendang Biru dan Nelayan. ................................................. 109 Ritual nglarung perahu dalam petik laut ......................................... 112 Armada penangkapan nelayan ........................................................ 119 Peta wilayah Semenanjung Bira yang diapit dua perairan yaitu Teluk Bone dan Laut Flores ........................................................... 132 Kondisi Kelurahan Tanah Beru dan Tugu Pinisi Desa Ara ............ 133 Maket Kapal Pinisi ......................................................................... 141 Proses pembuatan perahu pinisi...................................................... 142 Lokasi bantilang dan beberapa bentuk bantilang di pantai Tanah Beru, Sulawesi Selatan ................................................................... 142 Beberapa alat yang dipakai dalam membuat kapal......................... 143
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 22
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah yang terdiri atas gugusan 17.508 pulau-pulau (Dahuri 2000; 2003). Kondisi tersebut menjadikan Indonesia dijuluki sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dan Nusantara atau pulau-pulau yang dipisahkan oleh selat-selat1. Kondisi geografis ini oleh Koentjaraningrat (1990) dan Adiwijoyo (2005) dijadikan landasan dalam mendefinisikan Bangsa Indonesia, yaitu kesatuan manusia yang mendiami satu kesatuan pulau-pulau (nusa) besar yang dikelilingi pulau-pulau kecil (satu gugusan kepulauan) dan terletak berjajar dari pulau Sumatera sampai ke timur (pulau Papua) di sepanjang khatulistiwa serta di antara dua samudra (Hindia dan Pasific) dan dua benua (Asia dan Australia). Adanya pemisahan oleh fisik lingkungan serta beragamnya tipologi lingkungan yang dihadapi telah menyebabkan Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang terdiri atas kumpulan beragam etnik. Masing-masing etnik memiliki kekhasan dalam budaya, bahasa, dan pandangan hidup, yang sebagian merupakan wujud pengetahuan lokal mereka dalam upaya beradaptasi dengan karakter lingkungan yang mereka hadapi. Pada titik ini, masyarakat memiliki kearifan lokal terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di sekitar mereka, yang mereka yakini mampu mendukung terjaminnya keberlanjutan hidup mereka itu sendiri. Di dalam kehidupan beberapa kelompok masyarakat, kearifan lokal menjadi sebuah kelembagaan yang masih tetap dianut hingga kini. Sebagai contoh, kearifan lokal dapat dijumpai pada masyarakat di wilayah Maluku dengan sebutan Sasi yang berfungsi menjaga kelestarian sumber daya ikan; Pada masyarakat Lombok, kearifan lokal dikenal dengan Awig-awig yang berfungsi sebagai sistem pengawasan lingkungan pesisir sedangkan pada masyarakat NAD dikenal dengan Panglima Laut yang berfungsi dalam pengaturan penangkapan ikan di laut. Berdasarkan terminologi dan manfaatnya, kearifan lokal tampaknya perlu diangkat sebagai pendukung aktualisasi sudut pandang dan implementasi kebijakan pemerintah dalam pembangunan kelautan dan perikanan, khususnya dalam mengembalikan kejayaan kebaharian Indonesia sesuai situasinya pada saat ini. Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada tahun 2011 tentang Revolusi Biru dan Kebijakan Ekonomi Kelautan, tampak bahwa kearifan lokal 1
Kata Nusantara berasal dari bahasa sansekerta, yang terdiri dari 2 (dua) kata yaitu nusa (pulau) dan antara (terpisah).
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 23
yang hingga kini masih dan dahulu sempat berlaku pada masyarakat nelayan dan pesisir sangat erat berhubungan langsung dengan 2 (dua) pilar Revolusi Biru, yaitu perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke kelautan (maritim) dan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Dengan demikian, kearifan lokal secara tidak langsung mendukung terpenuhinya situasi yang diharapkan oleh dua pilar Revolusi Biru lainnya, yaitu peningkatan produksi kelautan dan perikanan2 dan peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata dan pantas. Revolusi biru yang disodorkan oleh Kementerian Kelautan Perikanan ingin menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015. Peningkatan produksi kelautan dan perikanan tersebut merupakan kontribusi dari sektor kelautan dan perikanan terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Untuk mencapai tujuan tersebut target yang ingin dicapai ada dua yaitu fungsi ekonomi dan fungsi lingkungan hidup. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Lingkungan Ekonomi dan Lingkungan Hidup No
Rincian
A Fungsi Ekonomi 1 Kontribusi PDB Perikanan terhadap PDB Nasional tanpa Migas (%) 2 Produksi perikanan (juta ton) a. Perikanan tangkap
Kenaikan RataRata/Tahun
Target 2010
2011
2012
2013
2014
3
3.5
4.5
5.5
6.5
21.41
10.76 5.38
12.26 5.41
14.86 5.44
18.49 5.47
22.39 5.5
20.16 0.55
5.38
6.85
9.42
13.02
16.89
33.19
2.9
3.2
3.6
4.1
5
14.67
4 Konsumsi ikan (kg/kap/thn)
30.47
31.64
32.69
33.17
38.67
6.29
5 Jumlah unit pengolahan ikan
430
430
850
1,280
860
29
6 Nilai tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan
105
107
110
112
115
2
b. Perikanan budidaya 3 Nilai ekspor hasil perikanan (USD miliar)
7 Garam (Ton) 8 Air Laut Dalam (Liter) 9 Energi Laut (KW)
1,444,660 1,746,770 2,194,508 4,727,420 2,528,340 200,000
500,000 1,000,000 1,500,000 50
10 BMKT (kapal) 1 2 2 Sumber: Muhamad, 2011. Revolusi Biru dan Kebijakan Ekonomi Kelautan.
800,000
100
58.33
2
1.75
1.2 Rumusan Masalah Hingga kini, berbagai penelitian yang memberikan informasi mengenai kearifan lokal pada masyarakat kelautan di berbagai wilayah di Indonesia sudah banyak 2
Pada periode tahun 2010-2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusung Program Minapolitan sebagai wahana untuk pencapaian tujuan peningkatan produksi pada sektor kelautan dan perikanan.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 24
dilakukan. Meskipun demikian, bagaimana kearifan lokal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai komponen pendukung tercapainya tujuan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan belum banyak diteliti. Oleh karena itu, kegiatan penelitian yang dapat mengumpulkan data dan informasi mengenai budaya dan kearifan lokal pada masyarakat kelautan (bahari) sebagai bahan perumusan opsi kebijakan yang dibutuhkan untuk memberdayakan masyarakat agar dapat memanfaatkan secara optimal sumber daya yang ada di lingkungannya - untuk peningkatan produksi kelautan dan perikanan - sangatlah dibutuhkan. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: a)
Mengidentifikasi dan menggali unsur-unsur budaya pada masyarakat pesisir (budaya bahari) yang terkait dengan peningkatan produksi kelautan dan perikanan;
b)
Mengkaji unsur-unsur budaya bahari yang menopang kearifan lokal masyarakat pesisir dalam peningkatan produksi kelautan dan perikanan;
c)
Merumuskan berbagai opsi dan rekomendasi kebijakan pengembangan budaya bahari yang bertujuan mewujudkan kearifan lokal masyarakat pesisir yang dapat mendukung peningkatan produksi kelautan dan perikanan. Berdasarkan tujuan-tujuan penelitian tersebut di atas, penelitian ini memberikan
kegunaan (manfaat) dalam bentuk tersedianya opsi kebijakan pemberdayaan masyarakat yang dibutuhkan pemerintah untuk meningkatkan produksi kelautan dan perikanan. 1.4 Hasil Luaran Berdasarkan tujuan dan kegunaannya maka kegiatan penelitian ini menghasilkan luaran (output) berupa: a)
Paket data dan informasi tentang: a) budaya bahari masyarakat pesisir terkait dengan peningkatan produksi kelautan dan perikanan; dan b) unsur-unsur budaya bahari yang menopang berlakunya kearifan lokal masyarakat pesisir;
b)
Paket rekomendasi mengenai kebijakan yang terkait dengan kearifan lokal dan budaya bahari yang dimiliki masyarakat pesisir untuk mendukung peningkatan produksi kelautan dan perikanan
c)
Laporan Teknis;
d) Laporan Kegiatan Seminar; dan e)
Karya Tulis Ilmiah
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 25
BAB II
METODE PENELITIAN 2.1 Kerangka Pemikiran Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang digunakan untuk memahami cipta, rasa dan karsa serta menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya melalui proses belajar. Koentjaraningrat (1990) menjelaskan bahwa setiap kebudayaan selalu memiliki unsur-unsur yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Lan (2007) menjelaskan karakteristik yang membentuk budaya bahari, terdiri atas: a) Populasi, yaitu sejumlah atau sekelompok penduduk yang kehidupannya tergantung dari hasil kegiatan mereka di laut; b) Pantai, yang tidak saja berfungsi sebagai wilayah pemukiman, tetapi lebih penting lagi sebagai tempat aktifitas kemaritiman berlangsung, mulai dari tempat berlabuh kapal-kapal nelayan sampai kepada kegiatan perdagangan hasil-hasil laut; c) Hak-hak masyarakat maritim yang terkait dengan penguasaan wilayah laut, khususnya wilayah penangkapan ikan sebagai sumber penghasilan mereka yang utama, dan juga hak-hak yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut termasuk ekosistem yang mendukung keberlangsungan hidup makhluk-makhluk yang tinggal di laut. Khususnya terkait dengan pengakuan hakhak, masyarakat maritim ditunjang oleh institusi sosial kemasyarakatan3 yang memberikan wewenang (otoritas) terhadap kegiatan berbagai kelompok masyarakat maritim yang ada, mulai dari kelompok nelayan penangkap ikan sampai kepada kelompok pedagang hasil-hasil laut. Pada saat institusi sosial kemasyarakatan memiliki tujuan yang baik dan benarbenar ditaati oleh segenap pihak yang berkepentingan, situasi yang terjadi adalah
3
Institusi sosial kemasyarakatan adalah seperangkat aturan main kolektif yang dipahami, disepakati dan dilaksanakan bersama dengan berbagai pihak yang berkepentingan terkait dengan upaya mencapai sebuah tujuan (Ostrom 2000),
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 26
terbangunnya kearifan lokal pada masyarakat terkait. Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia (Echols dan Syadily 1990), local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka
local wisdom
(kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales (Sartini 2004). Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (Ayatrohaedi 1986). Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi 1986). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi 1986) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai
local genius karena telah teruji
kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah: a) Mampu bertahan terhadap budaya luar; b) Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; c) Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli; d) Mempunyai kemampuan mengendalikan; dan e) Mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Keempat ciri ini mengindikasikan bahwa kearifan lokal selayaknya menjadi dasar pengembangan budaya bahari yang berperan besar dalam pencapaian tujuan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan. Kearifan lokal dalam hal ini akan mampu menjaga keharmonisan antara tahap pemanfaatan, pengelolaan maupun pengembangan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat bahari untuk meningkatkan produksi kelautan dan perikanan sebagaimana yang diharapkan. Dalam bentuk bagan alir, kerangka berpikir penelitian ini sebagaimana diuraikan di atas disajikan sebagai berikut:
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 27
Budaya Bahari
Unsur Religi
Unsur Sistem Pengetahuan, Peralatan & Teknologi
Unsur Sistem Mata pencaharian kehidupan
Unsur Organisasi Sosial
Kearifan Lokal
Pemanfaatan SDKP
Pengelolaan SDKP
Pengembangan SDKP
Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian 2.2 Lingkup Penelitian Setiap unsur kebudayaan mengandung beberapa bagian, yaitu (Koentjaraningrat 1990): a) Sistem Religi, terdiri atas: (i) sistem kepercayaan; (ii) kesusastraan suci; (iii) sistem upacara keagamaan; (iv) kelompok keagamaan; (v) ilmu gaib; serta (vi) sistem nilai dan pandangan hidup. b) Bahasa, terdiri atas: bahasa lisan dan tertulis; c) Sistem pengetahuan terdiri atas: (i) pengetahuan tentang alam sekitar; (ii) pengetahuan tentang alam flora; (iii) pengetahuan tentang zat-zat dan bahan mentah; (iv) pengetahuan tentang tubuh manusia; (v) pengetahuan tentang kelakuan sesama manusia; dan (vi) pengetahuan tentang ruang, waktu dan bilangan; d) Organisasi sosial, terdiri atas: (i) sistem kekerabatan; (ii) sistem kesatuan hidup setempat; (iii) asosiasi dan perkumpulan-perkumpulan; (iv) sistem kenegaraan. e) Sistem Peralatan dan Teknologi, terdiri atas: (i) alat-alat produktif; (ii) alat-alat distribusi dan transport; (iii) wadah-wadah dan tempat untuk menaruh; (iv) makanan dan minuman; (v) pakaian dan perhiasan; (vi) tempat berlindung dan perumahan; dan (vii) senjata.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 28
f) Sistem Mata Pencaharian Hidup, terdiri atas: (i) berburu dan meramu; (ii) perikanan; (iii) perladangan berpindah; (iv) perladangan menetap; (v) peternakan; (vi) perdagangan. g) Kesenian, terdiri atas: (i) seni patung; (ii) seni relief; (iii) seni lukis dan gambar; (iv) seni rias; (v) seni vocal; (vi) seni kesusastraan; dan (vii) seni drama. Di dalam penelitian ini, penggalian atas unsur-unsur budaya dan bagianbagiannya dalam masyarakat bahari difokuskan dan dijabarkan pada hal-hal sebagai berikut: a) Sistem Religi, terdiri atas: (i) sistem kepercayaan; (ii) sistem upacara keagamaan; (iii) kelompok keagamaan; (iv) ilmu gaib; serta (v) sistem nilai dan pandangan hidup. b) Sistem pengetahuan, peralatan dan teknologi, terdiri atas: (i) pengetahuan tentang sekitar alam; (ii) pengetahuan tentang alam flora; (iii) pengetahuan tentang kelakuan sesama manusia; (iv) pengetahuan tentang ruang, waktu dan bilangan; (v) alat-alat produktif; (vi) alat-alat distribusi dan transport; (vii) wadah-wadah dan tempat untuk menaruh. c) Organisasi sosial, terdiri atas: (i) sistem kekerabatan; (ii) sistem kesatuan hidup setempat; dan (iii) asosiasi dan perkumpulan-perkumpulan formal dan informal; d) Sistem Mata Pencaharian Hidup, terdiri atas: aktivitas ekonomi yang nomaden atau berpindah-pindah, menetap hingga berskala industri, seperti: (i) perikanan tangkap; (ii) pengolahan hasil perikanan; (iii) perdagangan; (iv) mata pencaharian hidup lainnya; 2.3 Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian dipilih berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut: a) lokasi minapolitan berbasis perikanan laut (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010); dan/atau b) memiliki sejarah kejayaan budaya bahari atau masih terdapat kearifan lokal yang berakar dari budaya bahari. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut maka penelitian dilaksanakan di beberapa daerah sebagai berikut: a) Kota Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam; b) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat; c) Kabupaten Malang, Jawa Timur; d) Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan; dan e) Kota Ternate, Maluku Utara. Sementara Bogor dan Depok merupakan lokasi untuk pelaksaan koordinasi dan diskusi anggota tim selama penelitian berlangsung antara Januari hingga Desember 2011. 2.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan adalah data dan informasi mengenai unsur-unsur budaya dan bagiannya Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 29
yang dinilai dapat diperkuat dan/atau dikembangkan dalam budaya bahari masyarakat pesisir guna mendukung peningkatan produksi kelautan dan perikanan (lihat Tabel 1). Data sekunder merupakan data-data yang didapat dari hasil publikasi dari lembagalembaga terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pendidikan Nasional serta lembaga-lembaga lain yang mendukung. Tabel 1. No 1
2.
3
4
Unsur-Unsur Budaya Bahari dan Bagiannya yang Mendukung Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan Unsur Budaya Bagian dari Unsur Budaya Religi - Sistem kepercayaan - Sistem upacara keagamaan - Kelompok keagamaan - Mitos - Sistem nilai dan pandangan hidup Pengetahuan, - Pengetahuan tentang alam sekitar peralatan dan - Pengetahuan tentang kelakuan sesama manusia teknologi - Pengetahuan tentang ruang, waktu dan bilangan - Alat-alat produktif - Alat-alat distribusi dan transportasi - Wadah-wadah dan tempat untuk menaruh Sistem mata - Perikanan tangkap pencaharian hidup - Pengolahan hasil perikanan - Perikanan budidaya - Perdagangan - Mata pencaharian hidup lainnya Organisasi sosial - Sistem kekerabatan - Sistem kesatuan hidup setempat - Asosiasi dan perkumpulan-perkumpulan formal dan informal
2.5 Teknik Pengumpulan Data Pelaksanaan kegiatan penelitian ini dilakukan melalui Focus Group Discussion, wawancara mendalam dan pengamatan terhadap beberapa obyek yang terkait dengan unsur budaya bahari dan bagiannya. 2.5.1. Focus Group Discussion (FGD) FGD dilakukan sebagai media untuk mengumpulkan data dan informasi dari berbagai informan. FGD di lokasi penelitian dilaksanakan dengan peserta terdiri atas aparat pemerintah yang membidangi kelautan dan perikanan, tokoh masyarakat, tokoh agama/pemuka adat, masyarakat pesisir, penyuluh perikanan, dan akademisi. Topik yang dibahas pada FGD adalah kearifan lokal yang terkait pada empat unsur budaya bahari sebagaimana dimaksud dalam kerangka pemikiran.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 30
2.5.2.
Wawancara Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengmbilan data dengan
cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden/informan, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap tokoh masyarakat, pemuka adat dan anggota masyarakat. Wawancara akan dilakukan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998), proses wawancara ini dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tampa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari, 1998) Kerlinger (dalam Hasan 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara : a) Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan; b) Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masingmasing individu; c) Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat teknik lain sudah tidak dapat dilakukan. Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu : a) Rentan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang penyusunannya kurang baik; b) Rentan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai; c) Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang akurat; dan d) Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar oleh interviwer. 2.5.3. Observasi Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 31
subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara. Menurut
Patton
(dalam
Poerwandari
1998)
tujuan
observasi
adalah
mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orangorang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perpektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Lebih lanjut Patton (dalam Poerwandari 1998) menjelaskan bahwa salah satu hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi merupakan data penting karena: a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi. b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari. d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara. e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.
2.6 Teknik Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif melalui pendekatan etnografi dan budaya. Etnografi bertujuan untuk mencari atau menggambarkan karakteristik yang terkait dengan kehidupan masyarakat pesisir. Pendekatan budaya bertujuan untuk memahami nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Kedua pendekatan tersebut digunakan untuk melakukan analisis baik data primer maupun data sekunder. Untuk itu peneliti harus berada di lapangan (sesuai lokasi dan waktu penelitian) mengamati, mengumpulkan, mencatat, dan membuat laporan data. Data diolah secara interpretatif, komparatif, dan deskriptif (deskriptif, kualitatif dan kuantitatif). Hasil pengolahan data dilakukan dengan reduksi, komparasi, sintesa Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 32
yang bertujuan untuk memperoleh luaran yang optimal. Termasuk di dalamnya menggunakan pendekatan interaktif (Huberman dan Miles 1992 dalam Idrus 2009). Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung. Proses reduksi data tidak harus menunggu hingga data terkumpul banyak. Langkah berikutnya adalah penyajian data, yang dimaknai sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan mencermati penyajian data ini, peneliti akan lebih mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Dengan begitu, selama proses penelitian berlangsung dan belum berakhir sebelum laporan akhir disusun tidak terburu-buru untuk menghentikan kegiatan penyajian data sebelum yakin bahwa semua yang seharusnya diteliti telah dipaparkan atau disajikan. Tahap akhir dalam mengolah data adalah proses verifikasi. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam proses verifikasi dengan melakukan FGD dan seminar hasil penelitian. Pada penelitian ini, seminar dilakukan dengan peserta kelompok akademisi, budayawan, peneliti, Ditjen lingkup KKP, LIPI, serta instansi terkait lainnya. Seminar yang dimaksud dilaksanakan dengan tema ”Potensi Budaya Bahari dalam Mendukung Peningkatan Produksi Perikanan”.
BAB III
BUDAYA MASYARAKAT BAHARI 3.1. Lambada Lhok, Nangroe Aceh Darussalam 3.1.1. Gambaran Umum Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) sebutan untuk daerah Aceh sebelumnya dan sejak (2001-2009) disebut Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagai provinsi Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 33
otonom di Indonesia paling barat yang diatur tersendiri, karena alasan kesejarahan. NAD mempunyai Kabupaten 18 dengan Kotamadya 5, Kecamatan 276, Desa/Kelurahan 6.455 yang beribukota Banda Aceh, luas wilayah 58.375,63 km2 dan jumlah penduduk 4.494.410 jiwa tahun 2010 dengan kepadatan 77 jiwa/km2 (wiki/Aceh). Demografi NAD terdiri dari banyak suku yaitu; Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias dan suku terbesar adalah Aceh, Gayo, Alas dan Tamiang yang memiliki masing-masing bahasa disamping bahasa Indonesia. Agama Islam dianut 99,85% dan Kristen 0,05% serta zona waktu di WIB dengan lagu daerah Bungong Jeumpa. NAD mempunyai Pelabuhan Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala, Samudera Hindia sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan. Aceh mempunyai kekayaan sumber daya alam seperti minyak bumi serta gas alam yang terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, sampai Seulawah, Aceh Besar. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuseur (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara. Dari sejarah pada masa Sultan Iskandar Muda kehidupan masyarakat Aceh begitu besar dipengaruhi kebudayaan Islam, sehingga daerah ini dijuluki “seuramo mekkah” (serambi mekkah). Puncak kejayaan Aceh dicapai pada permulaan abad ke-17, dimasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Kebesaran Sultan Iskandar Muda tidak dapat dipertahankan oleh penggantinya, padahal, Aceh simbul masuknya agama Islam di Indonesia (Peurelak dan Pasai), yang telah menginspirasi tumbuhnya kerajaan Islam di nusantara. Aceh kemudian ikut diincar pihak Barat yang saat itu sedang mencari daerah jajahan. Bangsa Portugis mulai datang pada abat ke 17, dan pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Sultan Aceh. Perang disebut “Perang Sabil” atau perang sabilillah berlangsung selama 30 tahun. Korban jiwa jatuh cukup besar, baik dipihak Belanda ataupun dipihak Aceh. Derah Aceh tidak pernah ditundukkan secara menyeluruh oleh Belanda, sebagaimana daerah lainnya di Nusantara, sampai datang bala tentara Jepang. Budaya bahasa untuk bagian selatan menggunakan bahasa Aneuk Jame sedangkan bagian Tengah, dan Timur menggunakan bahasa Gayo. Untuk bagian Tenggara menggunakan bahasa Alas dan terus kebagian timur lebih ke timur lagi berbahasa Tamiang. Dengan demikian kelompok etnis Klut yang berada di bagian selatan menggunakan bahasa Klut sedangkan di Simeulue menggunakan bahasa Simeulue, tetapi masing-masing bahasa dapat dibagi pula menjadi dialek. Bahasa Aceh, misalnya di Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 34
Aceh Besar, Pidie, dan Aceh Utara dialek bicaranya mempunyai sedikit perbedaan . Demikian pula, dalam bahasa Gayo ada Gayo Lut, Gayo Deret, dan dialek Gayo Lues dan kelompok etnis lainnya. Singkil yang berada bagian tenggara (Tanoh Alas) menggunakan bahasa Singkil. Asal usul Aceh dari sumber antropologi disebutkan berasal dari suku Mantir (atau dalam bahasa Aceh: Mantee) yang mempunyai keterkaitan dengan Mantera di Malaka yang merupakan bagian dari bangsa Mon Khmer (Monk Khmer). Menurut sumber sejarah narasi lainnya disebutkan bahwa terutama penduduk Aceh Besar tempat kediamannya di kampung Seumileuk yang juga disebut kampung Rumoh Dua Blaih (desa Rumoh 12), letaknya di atas Seulimeum antara kampung Jantho dengan Tangse. Seumileuk artinya dataran yang luas dan Mantir kemudian menyebar ke seluruh lembah Aceh tiga segi dan kemudian berpindah-pindah ke tempat-tempat lain (nissaajah91). Suku Aceh merupakan salah satu suku yang tergolong ke dalam etnik melayu atau ras melayu, dan sering diakronimkan dengan Arab, Cina, Eropa, dan Hindustan (ACEH). Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh di kawasan Barat dengan Selatan mempunyai sedikit perbedaan kultural karena pengaruh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini mungkin karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas diwilayah itu ketika berada di bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan mereka berasimilasi dengan penduduk disana (Bahsa_Ac). Suku Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga bersifat patriakhat dan pemeluk agama Islam yang kuat. Setiap suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian, arian, musik dan adat istiadat. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Hal ini karena menurut ajaran Islam tidak dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau binatang sebagai ragam hias. Salah satu ciri menarik dari tarian Aceh adalah dilakukan secara berkelompok. Tari saman merupakan salah satu tarian khas aceh yang telah dikenal sejak dulu dimana setiap penari bekerjasama dalam gerakanya. Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas, yaitu timphan, gulai itik, kari kambing, Gulai Pliek U dan meuseukat. Pakaian adat Aceh yang digunakan kaum perempuan atau kaum lelaki memiliki bentuk sendiri, meskipun coraknya sama. Yang membedakan adalah atribut pakaian adat resmi maupun yang digunakan keseharian Gampong Lambada Lhok. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 35
Kasus penelitian di desa Lambada Lhok, dan dari geografis sebelah Barat berbatasan dengan desa Lam Nga, sebelah Timur dengan desa Cot Paya, ke Selatan dengan desa Kueng Cot Aron dan ke Utara desa Kampong Baro yang terletak di lintasan jalan banda Aceh-Laksamana Malahayati, di sebelah Timur kota Banda Aceh. Luas Desa Lambada Lhok 165 Hektar, dan luas dusun Bintara Giging 60 Ha, Tgk. 39 Ha, dusun Tgk. Baling Galang 41 H, dusun Nakhoda Jambi 10 H. Dari administrasi pemerintahan, terletak di kecamatan Baitussalam, kabupaten Aceh Besar, propinsi Nanggro Aceh Darussalam. Secara topografi termasuk desa pesisir, jarak pemukiman dengan laut sekitar ± 1 Km dan rumah penduduk dikelilingi oleh tambak-tambak. Desa Lambada Lhok terdiri dari empat dusun yaitu: 1 dusun Bintara Giging, 2 dusun Blang Panyang, 3. dusun Blang Galang dan 4 dusun Nakhoda Jambi. Jarak tempuh dari pusat kota Banda Aceh ± 10 Km yang dapat dicapai dengan kendaraan umum. Populasi sebelum tsunami adalah sebanyak 2.200 jiwa (444 KK) dan sebanyak 610 jiwa (300 KK) setelah kejadian musibah tersebut. Penduduk selamat di dusun Bintara Gingging 190 jiwa, dusun Blang Panyang 87 jiwa, dusun Blang Galang 80 jiwa dan dusun Nahkoda Jambi 204 jiwa. Kegiatan sebelum Tsunami meliputi Remaja Mesjid, Olah Raga (Voli Ball dan Bola Kaki), Dalae Khairat, Tempat Pengajian Al Quran, Yayasan Tgk. Abdul Azis, Koperasi Mercusuar Ekonomi kegiatan simpan pinjam dan Kelompok Tani Perempuan. Setelah tsunami bantuan diberikan berupa; 1) Nelayan mendapatkan mesin bout dari SEHOR Populaire. 2) Pendidikan Luar Sekolah (PLS) membantu 2 unit bout. 3) Oskar membantu 3 unit bout. 4) Pengusaha kecil bantuan terbatas seperti ibu-ibu rumah tangga yang membuat kue-kue untuk di pasarkan di warung-warung dan di pasar-pasar. Mata pencaharian warga desa umumnya nelayan 75 %, PNS 5 %, pedagang 10 %, buruh 10 %. Tambak di desa Lambada Lhok umumnya milik warga dan sekarang dalam keadaan rusak. 3.1.2. Unsur Religi A) Sistem Keyakinan Masyarakat Aceh himpunan buku sucinya adalah Al’Qur’an, maka ajaran Agama Islam dijadikan landasan dan setiap usaha memenuhi kebutuhan hidup yang berhubungan dengan alam laut senantiasa dinilai sebagai perbuatan beribadah kepada Allah. Sebagai kelompok mereka melakukan relasi dengan entitas lain di dalam membentuk hubungan antarsesama kelompok masyarakat atau kelompok masyarakat dengan alam laut. Unsur religi (Islam) mengandung nilai-nilai yang jelas di dalam menentukan konfigurasi ruang lingkup perilaku berbuat sesuatu di
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 36
laut yaitu didasarkan pada kitabullah dan hadis nabi Muhammad Shallallahhu Alaihi Wassalam (saw). Dari hubungan tersebut keseimbangan kehidupan harus dijaga dengan baik, dan di dalam praktek kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari keamanan di laut, kepedulian
terhadap
lingkungan
laut
dan
keharmonisan
hubungan
antarmasyarakat Aceh di laut dan daratannya. Hubungan harmonis telah menciptakan tindakan berbuat positif terhadap wilayah laut dan beragam jenis ikan yang ada di dalamnya, berupa aturan dan larangan yang harus dipatuhi dan ditegakkan bersama. Aturan dan larangan tersebut adalah pantangan hari laut (6 hari pantangan) yang berlaku bagi semua nelayan Aceh serta; meninggalkan orang sedang kecelakaan di laut, menghancurkan habitat ikan dengan cara yang tidak terpuji, menjaga wilayah dan ikan yang terlarang ditangkap, pergi ke laut meninggalkan orang wafat sebelum di kuburkan.
Gambar 1. Masjid Raya Banda Aceh sebagai Simbol Propinsi NAD
Gambar 2. Pintu gerbang masjid dengan tulisan wajib berbusana muslim atau muslimah Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 37
B) Upacara Ritual Pandangan masyarakat pesisir, laut dilihat sebagai sumber penghidupan karena di dalamnya terdapat berbagai makhluk hidup yang mampu memberikan penghidupan bagi mereka. Makhluk hidup berupa ikan dan berbagai biota laut lainnya (kekerangan, udang, kepiting, rumput laut, teripang, dll) adalah ciptaan Yang Maha Esa sama juga dengan manusia, oleh karena itu masyarakat memaknai makhluk yang ada di dalam laut tersebut harus diperlakukan baik, tidak boleh dieksploitasi berlebihan secara paksa, karena akan merugikan kehidupan manusia kelak dikemudian hari. Laut ciptaan Yang Maha Esa mempunyai sifat-sifat kehidupan sendiri, dari itu supaya dapat mengambil manfaat darinya manusia harus kenal dan beradaptasi dengannya, maka cara saling hormat dengan melakukan upacara ritual
atau upacara keagamaan. Upacara keagamaan
(Koentjaraningrat, 1983) secara khusus mengandung empat aspek ialah; (i) tempat upacara keagamaan dilakukan, (2) saat-saat upacara keagamaan dijalankan, (3) benda-benda dan alat upacara dan (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara. Masyarakat pesisir Aceh melakukan upacara keagamaan menurut aturan ajaran agama Islam, maksudnya sebagai ungkapan syukur kepada Yang Maha Esa, karena sebagian makhluk di laut tersebut dapat menjadi rezki kehidupan manusia. Masyarakat di Gampong Lam Bada Lhok menghormati peranan laut telah memberi rezki kehidupan dengan cara membuat upacara sebagai tanda syukur kepadaNya. Masyarakat pesisir nelayan di dalam melaksanakan kanduri (kenduri) syukur tersebut menghindarkan diri dari simbul-simbul perbuatan syirik (Syamsuddin, D dan M.C. Adek, 2010). Upacara syukur mengikuti aturan ajaran Islam, dan diniatkan untuk beribadah kepadaNya, sehingga urutan upacara disesuaikan dengan hukumhukum syariah Islam. Upacara ritual yang tergolong di dalamnya adalah; selamatan tahunan, menurunkan perahu, membuat rumah, membuat alat tangkap, terhindar dari marabahaya serta ritual khusus kanduri laot mengantar tulang belulang dan kulit kepala kerbau ke tengah laut.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 38
Gambar 3. Peringatan Acara Keagamaan Berkenaan dengan kanduri laot hubungannya dengan rasa syukur di dalam usaha mencari ikan dan biota laut lainnya agar mendapat kesehatan, keselamatan dan rezki hasil tangkapan dapat memberikan hidup dan damai. Kehidupan damai dijadikan dambaan setiap anggota masyarakat, karena itu setiap anggota masyarakat yang pergi kelaut ditanamkan nilai saling hormat antaralam laut dengan alam manusia. Hormat diwujudkan dengan cara saling menjaga ucapanucapan yang tidak sepantasnya (mitos), dan dapat mencelakakan pada orang yang bersangkutan atau orang lain seperti; datang dengan tiba-tiba gelombang besar, atau angin kencang dan perubahan arus laut. Sikap saling menjaga tersebut membuat harmoni di laut, karena semua orang menjaga nilai-nilai baik dan menghindari nilai-nilai perbuatan tidak baik. Ritual yang dimaksudkan adalah melakukan upacara adat/agama atau keyakinan kepada Yang Maha Esa sebagai wujud syukur bahwa di dalam melakukan usaha mencari nafkah kehidupan dapat selamat, sehat dan sejahtera sehingga sangat pantas setiap kegiatan diawali dengan syariat (upacara).
Upacara
keselamatan yang dikerjakan dapat digolongkan pada; (1) upacara yang bersifat tahunan (setahun atau lebih sekali), (2) setelah menyelesaikan pekerjaan yang besar (menurunkan perahu, membuat rumah, membuat alat tangkap). (3) setiap waktu yang dianggap perlu (keberhasilan mencari rezeki, keberhasilan pendidikan, terhindar dari marabahaya). C) Tokoh Masyarakat Tokoh masyarakat Lam Bada Lhok (Panglima Laot, 27 April 2011. FGD) mengatakan kalau ingin mengetahui masyarakat Aceh, masuklah ke Masjid, sebab Masjid adalah tempat yang paling disucikan dan yang paling aman, maka kedamaian Aceh sesungguhnya bermula dari kedamaian di dalam Masjid. Dari pernyataan tersebut, aplikasinya terlihat jelas di dalam kehidupan bermasyarakat, para ulama Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 39
adalah mereka yang dijadikan pemimpin sejati masyarakat, adapun pemimpin mulai dari panglima Laot, geucik Gampung, Camat, Bupati dan Gubernur patuh kepada ulama. Bagi masyarakat Aceh tempat mencari keadilan adanya di ulama. Dari sikap hidup yang terbentuk di dalam masyarakat, maka peranan ulama menjadi titik sentral kehidupan masyarakat dan semua aturan kemasyarakatan harus mengacu kepada kepemimpinan ulama.
Gambar 4. Panglima Laot Lhok Tokoh masyarakat ikut berperan di dalam kegiatan upacara ritual yang diadakan masyarakat, sebagai tanda menghormati dan juga bersyukur mereka telah menjadi bagian kehidupan masyarakat nelayan Aceh di Lam Bada Lhok. Ajaran nilai Islam adalah untuk senantiasa ingat kepada Allah setiap saat, karena nikmat yang telah diterimanya berupa kesehatan, rezki, pergaulan yang baik dan ketenangan hidup. Ajaran nilai-nilai kebaikan dan bersyukur tersebut telah ditanamkan sejak kecil bermula dari tempat-tempat ibadah (Masjid, Balai Pengajian, TKA dan TPA. ) yang diajarkan oleh para ulama. Nilai syukur yang dijadikan tuntunan kehidupan bagi semua lapisan masyarakat, maka Masjid telah sejak dulu dijadikan pusat spiritual masyarakat, yang kemudian mampu diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan pemeliharaan nilai-nilai baik yang menuntun kehidupan bermasyarakat, maka kedudukan ulama sangat terhormat, karena dilihat sebagai orang yang mampu menegakkan kebenaran, keadilan serta kejujuran yang harus ditiru dan dipraktekkan oleh masyarakat pesisir nelayan.
Ulama yang
menjadi titik sentral kehidupan, maka pelaksanaan ibadah kepada Yang Maha Esa dilakukan oleh Imam sebagai representasi roh kehidupan masyarakat Aceh.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 40
Seorang Imam Masjid dijadikan penuntun masyarakat sehingga semua nilai-nilai kehidupan yang dapat dipancarkan oleh kegiatan yang ada di dalam Masjid seperti; sholat wajib, sholat Jum’at, sholat Idul Fitri, sholat Idul Adha, taklim masyarakat dan kanduri tahunan telah membentuk kepribadian masyarakat pesisir. Peran Masjid yang sangat strategis tersebut menciptakan pribadi yang bermoral spiritual yang diterima langsung oleh masyarakat pesisir nelayan dari ulamanya. D) Masyarakat Kearifan masyarakat nelayan Aceh terungkap dalam Fokus Grup Diskusi “Yang khas masih menghormati pengadilan adat laut, karena diikuti bersama, dan nelayan lebih kompak dari masyarakat darat” (Rusdy Ali Muhammad, 28 April 2011). Memperhatikan kewenangan panglima laot, maka semakin memperjelas peranan nelayan dalam menjalankan fungsinya yaitu melakukan penangkapan ikan laut yang selanjutnya berguna untuk konsumsi bagi masyarakat banyak (orang laot dan daratan) dari hasil kerja nelayan tersebut. Kearifan yang tertanam di masyarakat selama melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut untuk bekerja dengan jujur dan adil. Adapun nilai –nilai kejujuran telah tertanam sejak kecil dari didikan lingkungan masyarakat sehingga telah menjadi bagian kehidupan bersama. Panglima laot sebagai pelaksana penegakan keadilan dan kejujuran dapat menjalankan tugasnya dengan jelas karena ada kejelasan tuntunan nilai-nilai berbasis syariah yang dipatuhi masyarakat tersebut. Segala persengketaan yang timbul, mulai dari sebelum pergi kelaut, selama kegiatan penangkapan ikan di laut, pelanggaran karena alat tangkap, memasuki wilayah penangkapan nelayan di luar daerahnya atau pelanggaran perahu di tengah laut yang menyebabkan kerusakan, semuanya dapat diselesaikan melalui aturan yang dipakai oleh panglima Laot.
3.1.3. Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi A) Pengetahuan Laut adalah ciptaan Tuhan, bagi masyarakat pesisir nelayan nilai laut sama dengan manusia, karena itu laut mempunyai hak hidup yang harus dipelihara. Perlakuan lingkungan alam laut secara baik akan memberikan rezki ikan yang banyak, sebab karang-karang tempat ikan berkembang biak tidak rusak, hutan mangrove tumbuh subur dan dapat menjadi tempat perlindungan ikan. Dari keseimbangan alam laut tersebut, maka terbentuklah hubungan yang harmonis antara manusia dengan laut, sehingga nilai-nilai kebaikan harus ditebarkan oleh setiap orang agar kesejahteraan hidup terus terjaga.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 41
Pengetahuan yang diperoleh telah mengajarkan kepada masyarakat untuk membuat peralatan kehidupan yang sesuai dengan lingkungan alam laut dimana mereka berada. Kesesuaian teknologi peralatan kehidupan yang dibuat telah menyebabkan tidak terjadinya kerusakan atau eksploitasi yang berlebihan, sehingga tekanan terhadap daya dukung lingkungan alam laut tidak berlebihan. Sumber daya yang tersedia di dalam laut berupa ikan, kekerangan, rumput laut dan biota laut lainnya masih mempunyai kesempatan untuk berkembang biak, dan ikan beserta biota laut lainnya tetap bisa memberikan manfaat kehidupan bagi nelayan. Pengetahuan bukan saja berkaitan dengan peralatan kehidupan, tetapi juga berhubungan dengan perbintangan, arus laut, musim angin dan jenis badai atau gumpalan awan di langit serta posisi bulan dan matahari, perubahan daratan pantai, bentuk rumah dan pola pemukiman masyarakat. Kesemua pengetahuan itu mengajarkan kepada nelayan untuk menghormati ciptaan Allah tersebut karena telah menjadi petunjuk hidup dan kehidupan baik sedang di laut maupun sedang di daratan. Dari pemahaman bahwa pengetahuan yang dimaknai sumbernya berasal dari Ilahiyah dan melalui hidayah yang diberikan kepada manusia yang dituntun melalui para ulama ke masyarakat pesisir Aceh, maka menciptakan sikap terhadap sumber daya laut bahwa pengetahuan digunakan untuk pengelolaan laut harus didasarkan pada tuntunanNya. Tuntunan Ilahiyah yang diterjemahkan ke dalam nilai-nilai luhur kehidupan berbudaya bahari di dalam membangun masyarakat, agar dapat hidup harmoni dengan alam sekitar dan sesama manusia, maka peranan ulama sebagai figur sentral budaya yang berbasiskan religi menjadi sangat penting. Kearifan pengetahuan pengelolaan sumber daya Laut mencakup aspek-aspek batas wilayah penangkapan, kewenangan, aturan penangkapan, pemantauan dan sanksi. Batas Wilayah Penangkapan Ikan Masyarakat pesisir Lambada Lhok mempunyai pengetahuan aturan bersama tentang wilayah penangkapan ikan yang dipahami masyarakat sebagai kewajiban untuk mengetahui dan melaksanakannya. Wilayah penangkapan dari satu wilayah dengan wilayah lainnya telah dikenal oleh masing-masing anggota masyarakatnya pada waktu menangkap ikan. Batas wilayah penangkapan ikan, berupa batas terluar atau batas karang tempat ikan berkumpul juga umumnya diketahui serta dijaga bersama. Pengenalan batas wilayah penangkapan yang dijadikan milik masyarakat, maka antarsesama anggota masyarakat harus menjalankan kesepakatan pengaturan yang dijadikan pegangan bersama. Apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh sesama anggota masyarakat, maka peranan panglima laot untuk ikut campur menyelesaikannya. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 42
Penyelesaian dilakukan berdasarkan nilai-nilai luhur yang dimiliki masyarakat Aceh. Begitu juga bila terjadi pelanggaran batas wilayah yang dilakukan oleh nelayan yang berasal dari luar wilayah, maka penyelesaiannya melalui peranan panglima laot. Masyarakat memberikan informasi kepada panglima laot bahwa di wilayahnya ada nelayan dari luar wilayah ikut menangkap ikan dengan cara tidak mengikuti aturan adat panglima laot. Dan apabila panglima laot tidak mampu juga menyelesaikan berdasarkan nilai-nilai adat yang dianut bersama masyarakat, maka panglima laot akan memberikan informasi kepada panglima laot tingkat kabupaten dan selanjutnya, yang kemudian dilaporkan kepada aparat pemerintah yang berwenang. Di dalam struktur kewenangan formal dan informal untuk pengelolaan administratif pemerintah adalah wilayah laut hingga 12 mil, dan laut seluas 4 mil dari pantai dilakukan oleh pemerintah Kabupaten. Pengetahuan pengelolaan dan pemanfaatan Informal adalah kewenangan oleh masyarakat pesisir. Untuk wilayah dibawah 12 mil laut dilakukan oleh panglima laot, sehingga wilayah kewenangan seorang panglima laot didasarkan pada wilayah penangkapan, bukan batas administrasi gampung atau kecamatan. Di dalam praktek pengelolaan pemanfaatan dan pengawasan wilayah laut yang dilakukan oleh panglima laot dapat meliputi beberapa gampung atau kecamatan. Masyarakat pesisir mempunyai aturan penangkapan hak kolektif wilayah penangkapan di daerahnya yang ditandai oleh pengaturan panglima laot. Panglima Laot di gampung Lambada Lhok, Kecamatan Baitussalam,
Kabupaten Aceh Besar membawahi beberapa gampung sehingga
tanggung jawabnya berdasarkan luasan wilayah menjadi cukup besar. Karena itu, kearifan pelaksanaannya menjadi bagian pengetahuan semua anggota masyarakat, dan panglima laot diposisikan sebagai simbul pemersatunya. Atas dasar itu, maka pengetahuan tentang aturan panglima laot meliputi pula daerah penangkapan, alat tangkap, atau aturan lainnya yang berhubungan dengan penangkapan ikan, dan klaim terhadap wilayah penangkapan ikan tertentu termasuk kearifan pengetahuan menyangkut upaya konservasi. Pemantauan dan Sanksi terhadap lingkungan sumber daya laut berkenaan dengan kesuburan lingkungan, musim ikan, musim tidak ada ikan, dan keadaan laut yang bersahabat dan tidak bersahabat (gelombang besar) menjadi bagian pengetahuan bersama. Dari pengetahuan tersebut, apabila menemukan keadaan yang dianggap perlu diketahui oleh masyarakat lainnya, maka atas tuntunan nilainilai
luhur
yang
diajarkan
oleh
kaumnya,
mereka
dengan
segera
memberitahukannya kepada anggota masyarakat yang membutuhkan pengetahuan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 43
tersebut. Alasan pemberitahuan agar masyarakat tidak dirugikan karena adanya perubahan
lingkungan
yang
mempengaruhi
sumber
daya
Laut.
Dengan
terbentuknya sikap yang saling memperhatikan, maka pergaulan di dalam masyarakat pesisir Aceh sangat terbuka bagi sesamanya. Aturan nilai adat atau kearifan budaya yang dimiliki senantiasa mengajarkan untuk saling berbagi, baik di dalam keadaan senang maupun di dalam keadaan susah. Hal tersebut terbukti setelah peristiwa tsunami masyarakat selalu saling bahu membahu untuk saling menyemangati dan saling mendorong keluar dari himpitan kesulitan bersama. Pemantauan atas kesulitan yang dipikul masyarakat dilakukan secara bersama, sehingga menjadilah semua komunitas yang saling peduli dan tegar menghadapi cobaan yang dipimpim oleh ulamanya, pemerintah serta panglima laot. Sanksi atau hukuman yang diberikan kepada masyarakat yang melanggar aturan merupakan hasil kesepakatan masyarakat untuk menegakkan aturan adat istiadat yang berlaku dan diakui sejak dulu oleh masyarakat pesisir Aceh. Pelaksanaan hukuman yang diakibatkan oleh adanya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja dari seseorang atau sekelompok orang di dasarkan pada aturan-aturan yang hidup di dalam masyarakat. Aturan tersebut seperti pantangan pergi berlayar menangkap ikan di waktu hari Jum’at, dan ada seseorang melanggarnya, maka panglima laot atas pengaduan masyarakat melakukan pengenaan sanksi hukumannya. B) Peralatan dan Teknologi Unsur pengetahuan dan teknologi yang dimaksud meliputi makna teknologi, pengetahuan alat produksi, teknik pembuatan dan pemanfaatan teknologi. Makna teknologi yang menjamin keberlangsungan hidup untuk dirinya dan anak cucunya adalah teknologi yang tidak bersifat merusak lingkungan, karena itu lingkungan laut merupakan tanggung jawab bersama untuk tidak dirusak. Dengan pemahaman teknologi yang tidak merusak linkungan, maka setiap teknologi penangkapan yang dibuat oleh masyarakat harus telah memasukkan nilai-nilai luhur yang tidak merusak tersebut. Dari pandangan tersebut, dilapangan sangat terasa bahwa masyarakat memakai alat tangkapnya berupa hasil ciptaan teknologi mereka yang ramah lingkungan dan terjaga secara bersama-sama. Alat tangkap yang digunakan berupa perahu, pancing, jaring, bubu dan jala adalah bersifat pasif yang ukurannya masih skala kecil. Teknologi alat tangkap yang dipakai masyarakat pesisir merupakan pewarisan teknologi dari generasi-generasi nelayan sebelumnya, dan teknologi tersebut telah sangat sesuai dengan lingkungan laut dimana kehidupan mereka berada. Jadi pemaknahan teknologi bagi masyarakat sebagai peralatan kehidupan yang mampu menyeimbangkan antara kebutuhan alam laut, pemakai Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 44
peralatan dan keyakinan bahwa teknologi yang digunakan memberikan kenyamanan, keamanan dan keselamatan karena tidak bertentangan dengan hukum alam yang berlaku (sunatullah).
Gambar 5. Perahu lakmana
Gambar 6. Alat tangkap pukat
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 45
Gambar 7. Alat tangkap pancing rawen Pengetahuan alat produksi penangkapan ikan dan pengambilan biota laut yang diketahui masyarakat meliputi; yang dapat digunakan di dasar laut, ditengah air laut dan dipermukaan air laut seperti sarana penangkapan yaitu perahu, mesin, dan alat tangkap berupa jarring permukaan (jarring lingkar), jarring dasar (gillnet), pancing rawai, dan bubu. Dan pengetahuan teknologi selain alat tangkap yaitu; wadah, makanan, pakaian, perumahan, alat transportasi dan sumber daya laut. Kesemua pengetahuan tersebut, bagi masyarakat pesisir harus digunakan untuk sebesar besarnya bagi kemaslahatan dirinya, keluarga dan orang lain dengan niatan ibadah kepada Yang Maha Esa. Oleh karena itu, terhadap penggunaan alat produksi yang dipakai oleh setiap nelayan oleh para ulama senantiasa diingatkan agar tidak digunakan sewenang-wenang hanya untuk mengejar keuntungan duniawi saja, tetapi hendaknya dijadikan bagian dari pekerjaan ibadah kepada Allah. Untuk itu setiap hari Jum’at semua nelayan dilarang pergi menangkap ikan di laut, melainkan lebih mengutamakan menjalankan sholat Jum’at. Bagi yang melanggarnya, masyarakat sepakat untuk melakukan sanksi kepada yang melakukan pelanggaran dengan memberikan hukuman denda. Teknik pembuatan alat produksi meliputi teknik produksi dan, persepsi terhadap alat tangkap. Berkenaan dengan teknik produksi lebih mengarahkan pada cara pembuatan alat yang mampu menghasilkan penangkapan ikan, sedangkan persepsi lebih ditekankan pada kemampuan alat tangkap menjaga keseimbangan lingkungan. Pembuatan alat produksi biasanya berkaitan dengan teknik produksi yaitu tentang kemampuan teknologi tersebut di dalam mendapatkan ikan pada saat dioperasikan di laut. Karena teknik produksi berkenaan dengan kemampuannya
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 46
menghasilkan penangkapan ikan atau biota laut lainnya, maka terhadap hal terebut perlu diketahui juga; sejarah penggunaan, alasan pemilihan alat tangkap, informasi pengetahuan pembuatan dan pemakaian, jenis alat produksi yang digunakan seperti (perahu, alat tangkap, dll), dan sistem kerja alat tangkap tersebut. Dalam pandangan masyarakat tertanam ajaran bahwa di dalam teknik produksi ada juga kandungan nilai-nilai kebaikan yang harus selalu dijaga, yaitu menghindari keserakahan, berbagi dengan sesama dan mengindahkan hukum lingkungan alam laut. Alasan Pemilihan Alat Tangkap menjadi penting, karena alat tangkap yang bersifat
merusak
lingkungan
tempat
penangkapan
ikan
dianggap
akan
menghancurkan sumber penghidupan masyarakat di masa depan. Karena kesadaran bahwa alat tangkap yang dipakai dapat merusak kehidupan bersama, maka pilihan alat tangkap menjadi bagian penting bagi setiap orang untuk mempertimbangkannya sebelum menggunakannya. Kesalahan bagi penggunaan alat tangkap yang tidak dikehendaki bersama masyarakat pesisir, maka terhadap pelanggarnya masyarakat akan memberikan hukuman melalui panglima laot. Pengetahuan pembuatan adalah berhubungan dengan kesesuaian lokasi alat tangkap tersebut digunakan dan pemakaian adalah lebih menekankan pada keselamatan pemakai alat tangkap tersebut. Jenis Alat Produksi bagi nelayan adalah sangat penting, karena pilihan jenis alat tangkap memberikan petunjuk tentang keterampilan pemakai terhadap alat produksi tersebut (perahu dan alat tangkap). Setiap alat produksi mempunyai sistem kerja teknisnya masing-masing, hal tersebut berkenaan dengan bahan alat tangkap, arus laut, teknik penangkapan dan cara pemeliharaannya. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan pemakaian terhadap alat produksi akan memberikan hasil pendapatan yang lebih baik, dan itu sama dengan tingkat kesejahteraannya juga lebih baik. Persepsi terhadap alat tangkap yang digunakan adalah berkenaan dengan kesesuaian terhadap tujuan penangkapan, kelestarian sumber daya alam, dan kondisi sumber daya saat ini. Tujuan menggunakan alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan adalah dipersepsikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari baik di dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka pemakaian alat tangkap akan sangat menghindari perbuatan yang merusak lingkungan tempat penangkapan ikan, atau lingkungan karang tempat berkembang biaknya ikan, daripada hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat. Telah dipersepsikan menjadi pegangan kehidupan masyarakat Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 47
pesisir Aceh melalui ajaran nilai-nilai agama yang disampaikan oleh para ulama. Oleh karena itu, tidak hanya alat tangkap yang diatur pembuatannya, tetapi bahan dan cara pemakaiannya dan juga perlakuan terhadap tempat penangkapan ikan ikut menjadi perhatian bersama supaya tidak rusak. Dipersepsikan sebagai tempat kehidupan yang harus dijaga bersama jangan sampai dirusak karena kelalaian atau karena ada niat kesengajaan. Sumber daya laut sebagai tempat kehidupan karena menyediakan ikan dan biota laut lainnya bagi kehidupan manusia, kondisinya tidak boleh dirusak. Untuk itu, melalui ajaran luhur para ulama agar berbuat baik terhadap lingkungan kehidupan, maka hak lingkungan diberikan dengan cara melakukan hari pantangan bagi siapa saja menangkap ikan di hari-hari tertentu. Pelanggaran terhadap hari pantangan tersebut dikenakan hukuman bagi pelanggarnya dan dipermalukan di depan umum. Nelayan di Aceh memiliki 6 macam hari pantangan ke laut di dalam setahunnya. Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan teknologi alat tangkap berkaitan dengan informasi tentang ritual, status, pengadaan dan pakaian khusus penggunaan dan cara pemeliharaan teknologi yang digunakan oleh nelayan. Ritual yang dimaksudkan oleh masyarakat adalah memanjadkan doa kepada Allah swt ketika akan membuat atau menggunakan alat tangkap agar ada keselamatan di dalam proses pembuatan alat dan mendapatkan rezki yang halal dan baik. Terhadap mitos-mitos atau pantanganpantangan yang apabila dilanggar akan celaka, misalnya karena memakai bahan alat tangkap tertentu karena dipercaya akan membawa bencana, terhadap hal tersebut masyarakat Aceh pada umumnya lebih menyandarkannya kepada keyakinan Tauhid. Jadi di dalam kehidupan bermasyarakat ajaran nilai-nilai ketauhidan
tidak
dicampurkan
dengan
nilai-nilai
perbuatan
yang
menyekutukanNya. Peraturan berkaitan dengan pemakaian alat tangkap ada yang bersumber dari lokal, dan ada juga dari nasional. Peraturan lokal dapat dibagi dua, yaitu pemerintah dan masyarakat. Peraturan pemerintah berupa peraturan daerah yang dibuat Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Propinsi yang ditindak lanjuti oleh Gubernur dan DPRD Kabupaten yang ditindak lanjuti oleh Bupati. Peraturan masyarakat didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan melalui lembaga adat, di dalam hal masyarakat pesisir adalah panglima laot. Masyarakat pesisir mempunyai aturan sendiri mengatur tata kehidupan nelayan berkenaan dengan keamanan di laut, dan pemanfaatan lingkungan alam laut dengan tata cara kehidupan bermasyarakat yaitu masyarakat nelayan dan pesisir. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 48
Pemanfaatan teknologi alat tangkap dapat dilihat dari status, bagi hasil dan skala usaha.
Untuk mengetahui tingkatan hak yang dimiliki dan diakui oleh
masyarakat sebagai pemilik syah penggunanya diukur dengan pernyataan sebagai pemilik, peminjam, dan penyewa. Tingkatan hak yang dimiliki pengguna terhadap sarana penangkapan akan ikut menentukan pola sistem bagi hasil dari hasil tangkapan penggunaan alat tangkapnya.
Pola bagi hasil tidak menimbulkan
kekacauan sosial, karena masyarakat melihatnya sebagai keadilan dan keterbukaan bersama. Nilai-nilai luhur yang dipakai adalah nilai kearifan bersama yang telah diakui sejak lama, sehingga menjadi norma adat bagi masyarakat pesisir Aceh di Lambada Lhok, terutama berkaitan dengan waktu sewa dan pemeliharaan. Pemanfaatan teknologi berkaitan dengan kemampuan usaha yang diukur dari skala usaha produksi. Skala usaha merupakan ukuran tentang kemampuan masyarakat di dalam memanfaatkan sumber daya ikan yang ada di perairan laut mereka. Dari peninjauan di lapang, dengan mudah terlihat ukuran fisik perahu atau kapal
yang
dioperasikan
atau
dijalankan
oleh
nelayan.
Ukuran
fisik
mengindikasikan tentang kemampuan realitas besaran skala usaha yang digunakan oleh masyarakat pesisir. Laju investasi yang sedang terjadi dapat juga dipantau melalui jumlah armada, alat tangkap, jenis alat tangkap, ukuran kasko dan ukuran mesin serta jarak tempuh ke tempat penangkapan ikan serta lamanya beroperasi di tengah laut. Untuk masyarakat pesisir
di Lambada Lhok berdasarkan hasil
pantauan selama di lokasi ditunjukkan oleh besaran armada dan sarana penangkapan yang dimiliki masyarakat tergolong kecil atau terbatas yang dapat dilihat langsung dari pengadaan alat, kerjasama dan pembelian alat tangkap masih terbatas. Pengadaan alat tangkap nelayan masih tergantung pada pihak lain, yaitu pedagang besar alat tangkap dari luar gampung mereka. Untuk memenuhi kebutuhan alat penangkapan (jaring, benang nylon, tali plastik, mata pancing, dll) dilayani oleh warung nelayan yang dikelola oleh “Kasim” dan barang yang dibeli masih dapat di cicil pembayarannya. Kerja sama antara nelayan dengan pemilik warung terjalin sangat penting mereka sama-sama menghadapi ketidak pastian, sehingga nilai-nilai kearifan menjadi pegangan bersama. Kearifan yang dipakai sehari-hari adalah kejujuran, keterus terangan, dan berani menjadi saksi yang jujur, adil dan benar. Sikap berbuat bohong dinilai perbuatan yang sangat memalukan dan tidak terpuji sehingga di dalam keseharian tampak tegas dan disiplin terhadap ketidak jujuran. Nilai-nilai kejujuran ditanamkan oleh para ulama melalui taklim di Masjid, di rumah penduduk atau gedung pertemuan agar supaya di praktekkan juga Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 49
di dalam jual beli alat penangkapan. Seperti jual beli peralatan kerja yang terjadi di wilayahnya sendiri atau di luar wilayahnya, termasuk sarana transportasi. Pakaian Khusus Pada saat nelayan melakukan penangkapan ikan di lokasi penangkapan, mereka hanya berada diatas perahu dan sekali-kali berenang membetulkan alat tangkap tanpa memakai alat pengaman (pelampung), tetapi hanya mengandalkan keterampilan berenang saja. Kemampuan berenang di laut sudah dimiliki nelayan sejak kecil, karena kehidupan mereka sebagian terbesar kegiatannya berada di air. Penyesuaian diri dengan lingkungan kerja biasanya dilakukan secara intuitif dan replek saja, tanpa mengandalkan alat bantu khusus yang dibuat khusus untuk nelayan. 3.1.4. Unsur Sistem Mata Pencaharian Hidup A) Kegiatan Produksi Penangkapan Di dalam menentukan rekan kerja untuk melakukan penangkapan ikan di laut, hal-hal yang menjadi pertimbangan biasanya asal usul suku, hubungan kekerabatan, tanggung jawab dan keterampilan. Pertimbangan suku menjadi penting karena lokasi penangkapan ikan berada di wilayahnya sendiri dan menjadi tempat bersama menangkap ikan dari kebanyakan suku yang sama (Aceh). Dengan kesamaan suku maka akan mudah untuk menyelesaikan berbagai persoalan kalau terjadi, misalnya menemukan ikan lebih dulu tapi ditangkap oleh perahu lainnya, adanya kecelakaan di laut aturan yang harus ditaati bersama, perselisihan di laut menyangkut cara menyelesaikannya menurut aturan panglima laot. Hubungan kekerabatan dilakukan untuk dapat saling tolong menolong antarkerabat, disamping itu ada keinginan untuk meneruskan usaha keluarga di dalam bidang penangkapan ikan. Dengan adanya kerabat yang ikut menangkap ikan ke laut, maka terjadi juga praktek pembelajaran di laut secara langsung, khususnya untuk anak muda. Pengalaman keluarga secara arif ditularkan sedikit demi sedikit dan pada saatnya mereka menggantikan orang tuanya atau paman dan kerabat lainnya. Keterampilan penangkapan ikan oleh kerabat berarti ikut mensejahterakan keluarga besarnya juga. Pertimbangan tenaga kerja yang ikut penangkapan bukan dari suku atau kerabat, hal tersebut masih dapat di ikut sertakan. Akan tetapi terhadap orang luar tersebut, pertimbangan aspek moral, etika, sopan santun, kejujuran, keterampilan, tanggungjawab dan mengerti adat istiadat Aceh yang dia miliki menjadi penting. Aspek tersebut menjadi sangat penting karena kalau terjadi sesuatu, masyarakt luas Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 50
telah menilai bahwa orang tersebut baik, adapun terdapat keburukan bukan semata-mata karenadari dirinya. Oleh sebab itu orang luar dapat juga ikut sebagai tenaga kerja penangkapan ikan setelah kriteria umum tersebut dapat dia penuhi. Contohnya banyak nelayan yang menjadi penduduk Lambada Lhok yang berasal bukan dari asli penduduk Lambada Lhok tetapi diterima dengan baik dan diakui keberadaanya sebagai orang baik. Di dalam usaha menangkap ikan, masyarakat pesisir tidak memberikan batasan jelas berapa banyak yang boleh dan tidak boleh ikan ditangkap oleh setiap nelayan. Ukuran jumlah yang tertangkap adalah tergantung dari rezkinya masingmasing yang membatasi adalah kapasitas perahu yang mereka gunakan. Jadi sistem pembatasan penangkapan ikan secara adat tidak ada, tetapi yang diatur adalah tingkah laku menangkap ikan, yaitu tidak boleh menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan di tempat tinggal ikan. Misalnya yang terlarang adalah menggunakan bom ikan, menggunakan racun ikan karang atau menggunakan alat tangkap yang merusak karang. Terhadap hal tersebut, masyarakat ikut melakukan pengawasan dan pencegahannya secara bersama-sama. Dan bersama panglima laot mereka memproses setiap pelanggaran yang terjadi. Pengolahan ikan umumnya di olah segar dan diolah pengeringan. Pertama, ikan olahan segar, yaitu Ikan hasil tangkapan dilakukan penanganan terlebih dahulu di dalam perahu, pengolahan ikan yang ditangani dalam bentuk segar. Ikan yang di keluarkan dari palka perahu kemudian didaratkan ke tempat pelelangan ikan atau pembeli ikan. Ikan segar tersebut selama di dalam perahu dimasukkan ke dalam kotak busa atau kotak kayu dan di dalamnya diberi es curah atau hancuran es.
Pemberian es tujuannya untuk menjaga ikan agar tetap segar, sehingga
harganya tetap mahal. Dan kedua, Ikan yang telah dibeli oleh pedagang atau pengolah ikan, di Lambada Lhok pengolahannya dalam bentuk ikan kayu kering. Ikan kayu adalah ikan yang diolah seperti potongan kayu, dan ikannya berasal dari jenis tongkol. Cara pembuatan, ikan tongkol direbus, kemudian dibelah seperti kayu dan dijemur hingga keras. Ikan kayu di Aceh cukup terkenal dan pengolahannya menjadi makanan memerlukan beberapa tahapan pengerjaan, tetapi rasanya segar dan enak. Adapun ikan karang, seperti kerapu, kakap, tenggiri, dan lain-lain dijual dalam bentuk segar kepada pedagang ikan dan pengolah ikan.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 51
Gambar 8. Hasil tangkapan yang dijual segar
Gambar 9. Ikan asin yang dipasarkan B) Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Di wilayah Lambada Lhok sebelum peristiwa tsunami merupakan daerah budidaya udang windu. Kegiatan pembudi dayaan udang pada masa itu cukup maju dan produksinyapun baik. Akan tetapi sejak tsunami terjadi, daerah tambak budidaya ikut rusak, tambaknya dangkal, irigasinya rusak dan pembudidayaanpun menjadi terhambat. Andalan hasil pendapatan masyarakat sekarang hanya dari menangkap ikan di laut dengan armada penangkapan yang sederhana dan terbatas. Untuk saat ini, pilihan penduduk bekerja sebagai nelayan, karena lahan budidaya telah banyak rusak sehingga yang mampu melakukan budidaya udang menjadi sangat terbatas, dan penyebab lainnya adalah karena orangnyapun ikut terbatas setelah peristiwa tsunami. C) Pariwisata Laut
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 52
Kegiatan wisata di daerah Lambada Lhok masih terbatas, walaupun lingkungan pantai dan lautnya cukup menarik, tetapi sarana wisata yang tersedia masih sedikit sekali. Lhok (teluk) sebelum tsunami cukup banyak menarik orang, karena letaknya dekat jalan raya, suasananya menyenangkan dan berada di muara sungai yang menjadi pusat kegiatan nelayan. Dengan peristiwa tsunami lhok menjadi dangkal, perahu di waktu air surut sulit bergerak, untuk perahu besar kadang-kadang mengalami kandas, sehingga menyulitkan pergerakan perahu. Keadaan tersebut telah ikut mempengaruhi orang yang ingin berwisata di lhok menjadi terganggu, dan akhirnya sepi peminat. Seandainya masyarakat nelayan lhok memiliki sumber mata pencaharian yang lain (alternatif) melalui wisata pantai atau teluk dapat terwujud, maka akan membantu tumbuhnya kegiatan ekonomi rakyat, dan pendapatan masyarakatpun akan ikut bertambah pula. D) Kegiatan Pemasaran Kegiatan pemasaran adalah proses perdagangan jual beli ikan dan bahan operasi penangkapan mulai dari persiapan, ikan hasil tangkapan di pendaratan ikan, pendistribusian ikan dan proses penyelesaian transaksi bahan operasional penangkapan di laut. Di Lambada Lhok mempunyai cara pemasaran yang spesifik karena tempat pendaratan ikan yang melakukan pelelangan ikan hasil tangkapan kepada calon pembeli adalah “Toke Bangku”. Peranan toke bangku sangat besar, karena dia juga menjalankan fungsi sosial disamping fungsi ekonomi. Ikan yang di daratkan menurut kebiasaan masyarakat adalah di daratkan di tempat pendaratan ikan, dan ikan tersebut harus dijual secara lelang. Tata cara pelelangan ikan adalah melalui mekanisme toke bangku, dimana toke bangku sebagai pengelola sekaligus sebagai pengendali harga akan menawarkan kepada calon pembeli ikan terlebih dulu secara terbuka dengan harga tertinggi. Dan apabila tidak ada yang menawar lagi harga ikan dengan harga tertinggi, dan kemudian harga tawaran ikan terakhir bila tidak ada pembelinya, maka toke bangku harus membelinya. Dari cara yang digunakan tersebut, maka di dalam daftar harga pelelangan ikan akan didapatkan dua harga, yaitu harga ikan tertinggi dan harga ikan terendah. Dari cara pelelangan yang berlaku di Lambada Lhok, maka tidak ada ikan hasil tangkapan nelayan yang tidak terbeli oleh pembeli, sehingga resiko bagi nelayan dapat dikurangi oleh toke bangku. Karena toke bangku sebagai pengelola dan pengendali harga, maka dia mendapat peluang membeli ikan dari nelayan, Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 53
tetapi sebaliknya bila nelayan mengalami kesulitan keuangan secara sosial toke bangku ikut membantu kesulitan tersebut. Di dalam masyarakat nelayan Aceh untuk dapat menjadi toke bangku, orang tersebut harus memiliki berbagai kriteria, yaitu jujur, bersifat sosial, dapat dipercaya dan peduli dengan sesama nelayan. Ikan yang telah di daratkan dan dijual melalui pelelangan atau langsung kepada pembeli tertentu kemudian akan dibawa keluar dari wilayah Lambada Lhok.
Proses
pengangkutan
ikan
keluar
dari
wilayah
disebut
sebagai
pendistribusian ikan ke daerah lain, biasanya ke wilayah di luar Lambada Lhok melalui pedagang pengumpul lainnya. Pelanggan sebagai pembeli ikan dari Lambada Lhok biasanya sudah tertentu pula, karena penjualan ikan sering tidak dalam bentuk pembayaran kontan, sehingga modal kepercayaan sangat penting. Maka calon pelanggan harus juga memiliki kriteria jujur, bersifat sosial, dapat dipercaya dan peduli dengan sesama nelayan.
Gambar 10.Toke bangku menunggu kedatangan ikan Nelayan yang menangkap ikan tidak selalu mempunyai uang kontan untuk membeli bahan makanan, minyak, rokok, gula dan kopi serta keperluan lainnya. Dengan jalinan kerjasama yang dilandasi kejujuran dan saling percaya, maka semua keperluan tersebut dapat diperoleh lebih dulu, dan setelah pulang menangkap ikan baru dibayarkan kepada warung atau orang yang membantu. Di dalam masyarakat nelayan Lambada Lhok, untuk mengatasi kesulitan yang sering tidak dapat diduga sebelumnya yang mengkibatkan tidak dapat pergi ke laut, cara yang dipakai adalah memfungsikan toke bangku sebagai toke yang menanggulangi lebih dulu. Kesulitan nelayan teratasi, dan peranan toke bangku juga diakui melalui mekanisme
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 54
pelelangan ikan yang mempercayakan pengelolaan dan pengendalian kepadanya, sehingga sebagai pedagang dia juga mendapat ikan untuk diperdagangkan. 3.1.5. Unsur Organisasi Sosial A) Pemerintah/Swasta Menilik pengertian organisasi yang pada dasarnya memiliki tujuan, maka untuk mencapai tujuan tersebut di dalam masyarakat dapat dilihat ada dua macam organisasi yaitu bersifat formal dan informal. Pertama, organisasi formal, yaitu pemerintah karena organisasinya dibentuk secara resmi oleh pemerintah. Organisasi pemerintah seperti kampong/desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi. Di Lambada Lhok ada pemerintahan setingkat kampung (gampung) dan kepala pemerintahan kampungnya disebut guecik (kepala kampung). Tata cara bekerja pemerintahan kampung yaitu menjalankan fungsi pemerintahan di tingkat kampung seperti; pelayanan umum kartu penduduk, surat keterangan yang dperlukan masyarakat dan lain-lain. Kedua, organisasi yang bersifat informal yaitu organisasi social kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan adat istiadat atau ekonomi. Organisasi berdasarkan adat istiadat seperti panglima laot, majelis taklim pengajian (bapak-bapak dan ibu-ibu). Organisasi yang terbentuk umumnya untuk membangun jaringan silaturrahmi antar anggota masyarakat dan kerjasama ekonomi. B) Kelembagan Sosial Kelembagaan sosial berasal dari dua suku kata, kelembagaan yang didefinisikan sebagai satu kesatuan kerjasama yang mempunyai tujuan individual atau kelompok, sedangkan social adalah tindakan yang diberikan oleh satu orang atau sekelompok orang yang tidak bermotif ekonomi. Memperhatikan masyarakat nelayan Aceh yang ada di Lambada Lhok, dapat diketahui ada kelembagaan social yang dasarnya menjalin kerjasama antar anggota yang tidak bekerja karena motif ekonomi. Kelembagan social yang terbentuk merupakan kelembagaan informal, yaitu kelembagaan yang tumbuh karena dibutuhkan oleh masyarakatnya sendiri. Kelembagaan social yang secara aktif dan peranannya diakui oleh masyarakat adalah para ulama yang duduk di dalam dewan penasehat atau dewan para tetua masyarakat. Kedudukan para ulama sangat penting dan menentukan, karena dasar pengorganisasian
kemasyarakatan
selanjutnya
tata
cara
kerjanya
harus
berdasarkan nilai-nilai petunjuk para ulama dalam menegakkan kejujuran, keadilan dan kemaslahatan bersama. Sehingga ada ungkapan kalimat ”ingin mengetahui masyarakat Aceh, ketauhilah terlebih dahulu kearifan para ulamanya”. Jadi para
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 55
ulama bagi masyarakat Aceh di Lambada Lhok adalah sendi kehidupan. Oleh karena itu, dilihat dari strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat adalah lebih tinggi dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi yaitu kepala gampung dan juga ketua organisasi kemasyarakatan seperti panglima laot, majelis taklim dan lainnya. Pengakuan masyarakat terhadap peranan kelembagaan panglima laot setelah tsunami semakin kuat. Dan dari kenyatan yang ada di masyarakat,
sehingga di
kondisi sekarang ini lembaga panglima laot ini sudah waktunya mendapat dukungan legal, yaitu dapat dibuatkannya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Adapun praktek mencari solusi keadilan persengketan terjadi yang dijalankan panglima laot melalui peradilan sekarang ini adalah lebih ke arah musyawarah adat bukan peradilan adat.
Gambar 11. Balai Adat Nelayan Norma adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam sekelompok masyarakat dan dalam batasan wilayah tertentu. Sedangkan norma adalah menyangkut prilaku-prilaku yang pantas dilakukan di dalam menjalani interaksi sosial.
Norma ada yang tertulis dan ada juga yang tidak tertulis. Untuk
melihat kearifan lokal yang ada di Lambada Lhok Aceh Besar, dapat diketahui melalui keberadaan panglima laot.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 56
Gambar 12.Lambang Panglima Laot Aceh Sesuai dengan Perda Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat, pasal 1 ayat (14) menyebutkan yang dimaksud dengan “ Panglima Laot adalah orang yang memimpin adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dibidang penangkapan ikan dan penyelesaian sengketa. Untuk Kabupaten Aceh Besar melalui keputusan Bupati Nomor 1 Tahun 1977 telah memberikan pengakuan atas keberadaan Adat Laot dan Panglima Laot sebagai lembaga adat disamping lembaga adat lainnya. Di dalam menjalankan amanahnya panglima laot melakukan peradilan adat. Panglima laot sebagai kelembagaan adat masyarakat nelayan merupakan bagian dari budaya bahari yang melaksanakan fungsinya sesuai dengan kearifan lokal di Aceh masih memungkinkan untuk dapat berkembang yang disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masyarakat tanpa menurunkan nilai-nilai kearifan yang telah ada. C) Interaksi Antarmasyarakat Interaksi antarmasyarakat nelayan dimaksudkan adalah terjadinya hubungan timbal balik antarwarga perindividu atau perkelompok karena adanya tujuan yang ingin dicapai, tetapi tidak dapat dilakukan sendiri–sendiri melainkan dengan berpasang pasangan baik perorangan ataupun kelompok masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai jenisnya bermacam-macam, misalnya keinginan untuk bekerja, keinginan menjual ikan, keinginan minta pertolongan dan lain-lain. Dampak dari interaksi adalah terbentuknya norma-norma atau adat istiadat yang berlaku secara umum bagi semua, maka apabila timbul ketidak sesuaian dengan tujuan yang ingin dicapai, peranan panglima laot menjadi penting. Atas dasar pengakuan peranan panglima laot nelayan yang semakin dibutuhkan oleh masyarakat, maka pada tahun 1980 dibentuk lembaga panglima laot di tingkat Kabupaten.
Alasan perlu
pembentukan kepengurusan panglima laot di tingkat Kabupaten, karena interaksi antarmasyarakat pemanfaat laut yang menggunakan boat yang sebelumnya mempunyai kapasitas (12-13 GT)
belum mampu berlayar di luar wilayah
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 57
administratif Kabupaten, sekarang telah berubah. Kemampuan jelajah kapal semakin jauh dan kapasitas boat telah melebihi 15 GT, sehingga telah mampu berlayar di luar Kabupaten dan jumlahnya makin meningkat. Dampak dari ditingkatkannya interaksi antarmasyarakat telah menyebabkan timbulnya berbagai masalah persengketaan baru antarlintas Kabupaten. Untuk mengurangi kesalah pahaman dan penyelesaian persengketaan yang dapat terjadi, maka masyarakat nelayan menganggap perlu dibentuk dan diadakan kepengurusan panglima laot di tingkat kabupaten. D) Ethos Kerja Dalam bahasa Yunani kuno, dikatakan bahwa etos mempunyai arti sebagai keberadaan diri, jiwa, dan pikiran yang membentuk diri seseorang. Dalam kata lain dapat juga diartikan sebagai etika kerja, yaitu manfaat yang diterima oleh orang lain sebagai akibat dari berjalannya sistem kekaryaan yang mampu mendorong hasil guna lebih besar. Jadi ethos kerja landasan utamanya adalah etika yang arif yang mampu membangun sistem kerja yang menghasilkan manfaat bagi banyak orang; contohnya termasuk di dalamnya tentang pengaturan pantangan hari ke laut. Kearifan lokal yang diterapkan dan masih hidup di wilayah perikanan Aceh telah menjadikan nilai-nilai ajaran agama Islam dimasukkan kedalam fungsi-fungsi etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan. Nilai-nilai etika kearifan kerja tersebut, contohnya ditaatinya oleh masyarakat nelayan Aceh 6 hari berpantang ke laut (2 hari raya idul fitri , 3 hari raya idul adha, 1 hari setiap juma’at, 1 hari 17 Agustus peringatan kemerdekaan RI, 1 hari kenduri Laot, 1 hari 24 Desember peringatan tsunami). Di dalam hati masyarakat nelayan tertanam keberadaan diri, jiwa dan pikiran untuk mentaati pantangan bersama, tidak pergi kelaut karena telah menjadi nilai etika berpantang bersama. Tenaga Kerja di dalam pengertian umum adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau oang lain. Pada masyarakat nelayan, banyak ditemukan tenaga kerja laki-laki dan perempuan yang bekerja di bidang kelautan dan perikanan. Pekerjaan yang dilakukan jenisnya beragam; diantaranya adalah menangkap ikan, menjual ikan, mengangkut ikan, mengolah ikan, membuat perahu, membuat peralatan penangkapan, menyediakan peralatan dan bahan makanan untuk ke laut dan lain sebagainya. Untuk mengisi pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja yang sesuai dengan sifat pekerjaan yang tersedia, maka beberapa faktor menjadi pertimbangan. Pertimbangan terhadap jenis kelamin, umur, Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 58
keterampilan,
kekuatan,
kesehatan
dan
pengalaman
serta
kedewasaan.
Pertimbangan tersebut penting, karena bekerja di laut membutuhkan kekuatan dan kesabaran, selain dari itu kemauan bekerja sama. 3.2. Dufa Dufa, Ternate Maluku Utara 3.2.1. Gambaran Umum Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti nama ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshal di pasifik. Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa. Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yang berarti. Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dalam mengusir Portugal tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina. Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat
Bahasa
Ternate
(ternate.wordpress.com/2010/02/23)
sebagai
bahasa
pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Masinambow dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa - bahasa Austronesia dan Non Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 59
terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu – Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda – beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon – Portugal. Dufa-Dufa adalah salah satu kelurahan di kecamatan Ternate Utara, kota Ternate, provinsi Maluku Utara. Setiap penduduk asli di pulau Ternate di Provinsi Maluku Utara pasti pernah mendengar dan tahu arti dari kata “Kololi Kie” yaitu sebuah kegiatan ritual masyarakat tradisional untuk mengitari atau mengililingi gunung Gamalama sambil menziarahi beberapa makam keramat yang ada di sekeliling pulau kecil yg memiliki gunung berapi ini.
Gambar 13.Pantai Ternate
Gambar 14.Kantor Lurah Dufa Dufa. Menurut sejarawan terkenal Leonard Andaya (dalam Reid, 1993: 28-29), bahwa ancaman berupa bencana alam yang ditimbulkan oleh sebuah gunung berapi terkadang Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 60
dapat melahirkan satu tradisi yang khas (peoplecrisiscentre.org/index). Beberapa kawasan di Asia Tenggara, termasuk di daerah Maluku Utara, gunung terutama gunung berapi aktif dianggap sebagai representasi penguasa alam. Oleh sebab itu, keberadaan gunung selalu dihormati dengan cara melakukan beberapa ritual tertentu. Sebuah gunung dianggap mewakili sosok yang mengagumkan sekaligus mengancam, sehingga diperlukan upacara penghormatan supaya keberadaannya menjamin ketentraman, keamanan, dan keberadaan masyarakat di sekitarnya. Demikian menurut Leonard Andaya. Dalam perspektif ini, ritual adat kololi kie ini memiliki makna ganda selain merupakan tradisi yg selalu dilakukan leluhur jaman dahulu untuk menjiarahi beberapa tempat yang dianggap keramat juga merupakan upaya untuk menjauhkan masyarakat Ternate dari berbagai ancaman bencana dari gunung berapi Gamalama tersebut. Hal seperti ini juga terjadi di beberapa gunung di pulau Jawa, Sumatera dan tempat lain di nusantara ini. 3.2.2. Unsur Religi A) Sistem Keyakinan Sistem keyakinan menggambarkan interaksi set entitas di masyarakat pesisir dari etnik Ternate dapat diketahui dari fenomena kehidupan sehari hari. Masyarakat pesisir umumnya bermata pencaharian menangkap ikan atau mengambil biota hasil laut lainnya, tetapi ada juga yang bertani karena tempat tinggalnya di tepi pantai. Di dalam mendukung keberanian mental mengharungi laut, fungsi nilai-nilai keyakinan dapat membantu keselamatan dan kesehatan. Sebagai entitas mereka berinteraksi dengan entitas lainnya dalam bentuk penjalinan relasi antarsesama kelompok masyarakat atau kelompok masyarakat dengan alam laut. Dan perilaku relasi dibangun sesuai unsur religi yang membangun susunan kehidupan masyarakat mereka yang hidup di wilayah pesisir. Unsur religi (Islam) mengajarkan nilai-nilai berdasarkan kitabullah dan hadis nabi Muhammad Shallallahhu Alaihi Wassalam (saw) di dalam berbuat sesuatu di laut. Masyarakat pesisir kelurahan Dufa Dufa mempunyai pandangan hidup itu adalah budaya suci saling hormat antarmanusia, laut dan pemimpin (sultan). Budaya hasil cipta rasa dan karsa masyarakat Ternate sebagai manusia yang di dalam menata hidupnya untuk menjadi terhormat. Hidup terhormat bagi masyarakat Ternate adalah tertera pada adat se atorang (jati diri manusia) harus di jaga dan dipelihara. Pemeliharaan nilai-nilai budaya sangat penting, karena itu ada pepatah mengatakan “nilai manusia adalah ciri khas daerah asal usul ”(Mas’ud. 9 Juni 2011)”. Hubungan yang saling bersinergi menciptakan keseimbangan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 61
kehidupan manusia dan alam serta khaliq terjaga baik. Dalam praktek kehidupan sehari-hari dapat dilihat adanya keamanan masyarakat, kepedulian terhadap lingkungan laut dan keharmonisan hubungan sesama anggota masyarakat Ternate di laut dan darat. Dari keseimbangan yang terjaga maka hubungan yang harmonis telah menciptakan tindakan berbuat baik terhadap wilayah laut dan beragam jenis ikan yang ada di dalamnya. Tindakan berbuat baik berbentuk aturan dan larangan moral yang harus dipatuhi dan ditegakkan bersama secara adat. Aturan dan larangan berupa; pantangan hari laut (6 hari lawan/pantang) yang berlaku bagi semua masyarakat pesisir Ternate, meninggalkan orang dalam kecelakaan di laut, menghancurkan habitat ikan dengan cara yang tidak terpuji, serta mentaati wilayah yang harus dijaga bersama (dipelihara, dan jenis ikan yang terlarang ditangkap), dan terhadap orang meninggal masyarakat pesisir setempat tidak ke laut sampai mayat di kuburkan.
B) Upacara Ritual Upacara
ritual
adalah
rangkaian
kegiatan
memohon
perlindungan
keselamatan, mendapat rezki, terjaga kesehatan dan kedamaian hidup yang melibatkan manusia, alam dan Sang Khalik Pencipta dengan tatacara tertentu menurut syariat dan adat. Laut dimaknai di dalam pandangan masyarakat pesisir sebagai sahabat penghidupan, karena di dalam laut terdapat berbagai makhluk hidup yang mampu memberikan penghidupan bagi mereka. Makhluk hidup berupa ikan dan berbagai biota laut lainnya (kekerangan, udang, kepiting, rumput laut, teripang, dll) adalah ciptaan Yang Maha Kuasa sama juga dengan manusia, oleh karena itu masyarakat memaknai makhluk yang ada di dalam laut tersebut harus diperlakukan baik dan saling hormat, tidak boleh dieksploitasi berlebihan secara paksa, karena akan merugikan kehidupan manusia kelak di kemudian hari. Saling menghormati berupa menjaga ucapan-ucapan yang tidak sepantasnya (mitos), dan bila dilanggar dapat membuat celaka bagi orang yang bersangkutan atau orang lain seperti; datang dengan tiba-tiba gelombang besar, angin kencang atau perubahan arus laut. Sikap yang saling dijaga tersebut menciptakan harmoni di laut, karena semua orang menjaga nilai-nilai baik dan menghindari nilai-nilai perbuatan tidak baik. Laut ciptaan Yang Maha Kuasa yang mempunyai sifat-sifat kehidupan sendiri harus diperlakukan dengan baik. Manusia dalam upaya mengambil manfaatnya
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 62
harus kenal dan beradaptasi dengan cara saling menghormati melalui ritual. Upacara ritual bertujuan untuk saling mengingatkan bahwa manusia dan alam laut diciptakan oleh Yang Maha Kuasa, dan masyarakat pesisir melakukannya menurut aturan ajaran agama Islam. Masyarakat di kelurahan Dufa Dufa menjadikan laut sebagi sahabat yang mampu memberikan rezki kehidupan, sebagai ucapan terimakasih dibuatlah syukuran. Masyarakat nelayan di dalam melaksanakan selamatan syukur harus menghindarkan diri dari simbul-simbul perbuatan syirik. Upacara syukur mengikuti aturan ajaran Islam, dan diniatkan untuk beribadah kepadaNya, sehingga urutan upacara disesuaikan dengan hukum-hukum syariah Islam. Upacara ritual yang tergolong di dalamnya adalah; selamatan tahunan, menurunkan perahu, membuat rumah, membuat alat tangkap, terhindar dari marabahaya serta ritual selamat laut. Ritual tahunan mengerahkan banyak orang, membutuhkan perahu dan kapal, biaya serta kebersihan lokasi tempat penyelenggaraan selamatan. Rangkaian upacara ritual dimulai dari masjid, ke perahu dan di lokasi selamatan. Selamatan mempunyai pengertian tunduk pada sunatullah, maka apa pun yang terjadi adalah atas kuasa Allah. Karena itu, sebelum melakukan penangkapan ikan atau pergi berlayar ke laut terlebih dahulu memanjatkan doa yang disebut “ruu ko utl”. Ruu Ko Utl yaitu berdoa yang dituntun tetua adat/ulama, selanjutnya mensucikan perahu dengan air santosa dari Sultan, air Masjid Sultan serta menyelenggarakan Kuloli Kie (berkeliling pulau Ternate) yang maksud filosofisnya menghormat wali Allah, Aulia dan Ulama dengan simbul disajikannya DADA. Laut bagian sahabat kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir Ternate, manusia menjaga hubungan dengan Allah dan sesama manusia ketika memanfaatkan laut. Karena ada jalinan saling menghormati sebagai sahabat antara manusia dengan laut maka laut diperlakukan dengan baik dan wujud perlakuannya berupa niat (qolbi) karena Allah, pemanfaatan (qolwi) untuk kehidupan dan pemeliharaan dari tuntunan fiqih. Pembuatan perahu/kapal dan alat tangkap giob (jaring) yang telah selesai dibuat, sebelum digunakan menangkap ikan terlebih dahulu diadakan upacara selamatan jaring (belaga tanah). Upacara selamatan maksudnya agar selama memakai
jaring
tersebut
dapat
menghasilkan
rezeki
dan
bagi
yang
menggunakannya tetap dalam keadaan selamat dan sehat. Cara melakukan selamatan, pertama, menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kelengkapan upacara doa selamat. Kelengkapan yang yang diperlukan adalah nasi DADAH yaitu nasi yang terbuat dari nasi kuning, kemudian dibentuk menyerupai dadah yaitu berbentuk seperti kubah masjid dan dipuncaknya diberi telur ayam Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 63
rebus yang telah dikupas kulitnya. Kedua meminta air santosa dari keraton Sultan dan mengambil air suci dari masjid Sultan yang tersedia di dalam gentong masjid, air tersebut untuk disiramkan ke perahu dan alat tangkap GIOB. Ketiga, setelah semua persyaratan lengkap kemudian jaring diletakkan di dalam perahu dan seterusnya upacara kololi kie (keliling gunung Gamalama di pulau Ternate berlawanan dengan arah jarum jam sebagaimana orang melakukan tawaf ‘berjalan mengelilingi Ka’bah’ pada saat bulan haji atau umrah) dilaksanakan.
Selama
upacara kololi kie berlangsung, semua orang yang ikut di dalam perahu membaca wirid dan berdoa menurut doa Islam. Upacara kololi kie memakan waktu cukup lama karena jarak yang harus ditempuh mengelilingi pulau Ternate sepanjang 45 km. Masyarakat pesisir kelurahan Dufa Dufa mempunyai ikatan kekeluargaan yang erat dengan sifat saling tolong- menolong sehingga hubungan kemasyarakatan harmonis. Cara penyelenggaraan ungkapan syukur, memanjadkan doa kepada Yang Maha Kuasa menurut syariat Islam yang dipimpin dan dibimbing oleh ulama. Kelurahan Dufa Dufa masih menjalankan adat-istiadat yang berasal dari Sultan. Masyarakat pesisir di daerah ini setiap kali sebelum pergi ke laut selalu melaksanakan upacara ritual terlebih dahulu, yaitu memanjatkan doa kepada Allah swt agar diberi keselamatan dan rezki yang diridhoi. Untuk menyempurnakan rangkaian upacara doa tersebut, orang harus memenuhi persyaratan yang telah biasa dilakukan masyarakat. Persyaratan yang harus ada yaitu DADA, air santosa dari Sultan, dan air suci dari Masjid Sultan. Kesemua persyaratan ritual tersebut disatukan di tempat yang telah ditentukan, kemudian dibacakan doa oleh tokoh Agama Islam. Rangkaian pembacaan doa mengikuti susunan doa Islam yang dilafazkan dalam bahasa Arab, yaitu basmalah, istighfar, shalawat nabi dan diteruskan mendoakan para malaikat, nabi nabi, sahabat, wali, ulama, orang tua, dan orang yang hidup dan ditutup dengan salam. Tujuan memanjatkan doa agar diberi keselamatan selama menangkap ikan di laut, diberi rezki ikan yang banyak, dan kesehatan selama mencari rezki di laut ataupun di daratan. Setelah pembacaan doa dilakukan, maka dada dimakan bersama, sebagian ditebar ke laut, dan air santosa dari Sultan dan air suci dari Masjid Sultan (Sigi Lamo) disiramkan ke perahu atau kapal dan alat tangkap yang digunakan menangkap ikan. Jadi air suci dimaksudkan agar sebelum melakukan penangkapan ikan dimulai dengan keadaan suci, niatnya suci, perahunya suci dan alat tangkapnya pun dalam keadaan suci. Dengan permulaan yang diawali kesucian tersebut, maka
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 64
rezki yang didapatkan diharapkan dapat memberikan berkah kepada nelayan yang menangkap ikan dan keluarganya. C) Tokoh Masyarakat Tokoh masyarakat Ternate sangat hati hati menerima masukan orang yang belum dikenal baik. Kehati hatian beralasan karena sejarah panjang yang dimiliki kesultanan Ternate. Untuk mengenal masyarakat Ternate, pada dasarnya dapat melalui Masjid karena tempat yang paling disucikan sesungguhnya bermula dari kedamaian di dalam masjid. Dari pernyataan tersebut, aplikasinya terlihat jelas di dalam kehidupan masyarakat, Masjid Sultan adalah simbul kedamaian hidup, maka para ulama adalah pemimpin masyarakat. Ulama merupakan bagian penjaga adat dan moral masyarakat Ternate, sehingga kedudukan ulama di dalam kehidupan masyarakat sangat penting. Sikap hidup yang terbentuk di dalam masyarakat adalah buah dari peran ulama karena mereka menjadi titik sentral kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, aturan kemasyarakatan mengacu kepada kepemimpinan ulama yang berada dibawah bimbingan sultan sebagai penjaga adat, moral dan budaya Ternate. Dalam kaitannya dengan pemeliharaan nilai-nilai baik yang menuntun kehidupan bermasyarakat, maka kedudukan ulama sangat terhormat, karena dilihat sebagai orang yang mampu menegakkan kebenaran, keadilan serta kejujuran yang harus ditiru dan dipraktekkan oleh masyarakat pesisir. Karena ulama sebagai titik sentral kehidupan maka pelaksanaan ibadah kepada Yang Maha Kuasa, Sultan menunjuk 4 Imam khusus di Masjid Sultan (Sigi Lamo) yang merepresentasikan roh kehidupan bermasyarakat.
Seorang Imam Masjid pada gilirannya menjadi
penuntun masyarakat, dan karena semua warga berpusat di masjid sehingga semua nilai-nilai kehidupan dapat dipancarkan oleh kegiatan yang ada di dalam masjid (shalat wajib, sholat Jum’at, sholat Idul Fitri, sholat Idul Adha, taklim masyarakat dan selamatan). Dari peran masjid yang sangat strategis tersebut, sehingga manfaat spiritual dapat diterima langsung oleh masyarakat pesisir melalui pesan spiritual dari ulama. D) Masyarakat Kearifan lokal yang terbentuk di dalam kehidupan bermasyarakat dari aspek religi memang telah ditanamkan sejak kecil pada setiap orang melalui pengajaran ilmu keagamaan yang berlandaskan Alqur’an, Al Hadits, tuntunan para ulama dan cerdik cendekiawan yang bijak dibawah tuntunan dan bimbingan adat kesultanan. Oleh karena itu ada kata bijak yang sering diungkapkan untuk bersikap arif di Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 65
dalam menjalankan kehidupan “engkau carilah kata yang tidak berbicara/berbunyi, engkau carilah huruf yang dapat bersuara” (Ridwan Dero.10 Juni 2011). Dari ungkapan tersebut dapat diketahui betapa dalam pemahaman mereka terhadap arti penting kearifan lokal yang mereka miliki dan harus dijaga dengan baik dan rapi oleh masyarakatnya sebagai jati diri seorang manusia (adat se atorang). Kearifan yang tertanam di masyarakat selama melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut untuk bekerja dengan jujur dan adil. Adapun nilai –nilai kejujuran telah tertanam sejak kecil dari didikan lingkungan masyarakat sehingga telah menjadi bagian kehidupan bersama. Tetua adat masyarakat pesisir sebagai pelaksana penegakan keadilan dan kejujuran menjalankan tugasnya dengan tuntunan nilai-nilai berbasis syariah dan adat yang dipatuhi masyarakat Ternate. Segala persengketaan yang timbul, mulai dari sebelum pergi kelaut, selama kegiatan penangkapan di laut, pelanggaran karena alat tangkap atau memasuki wilayah moro sae daerah penangkapan masyarakat pesisir atau pelanggaran perahu di tengah laut yang menyebabkan kerusakan, semuanya dapat diselesaikan melalui aturan adat Ternate. 3.2.3. Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi A) Pengetahuan Pengelolaan Sumber Daya Laut Pengetahuan di bidang kelautan tidak hanya berkaitan dengan peralatan kehidupan, tetapi juga berkenaan dengan perbintangan, arus laut, musim angin dan jenis badai atau gumpalan awan di langit serta posisi bulan dan matahari, perubahan daratan pantai, bentuk rumah dan pola pemukiman masyarakat. Kesemua pengetahuan itu mengajarkan kepada masyarakat pesisir bahwa laut juga hidup, karena dapat menjadi petunjuk hidup dan kehidupan manusia baik sedang berada di laut maupun sedang berada di daratan. Masyarakat pesisir Ternate memaknai pengetahuan bersumber dari Ilahiyah dan melalui hidayah yang diberikan kepada manusia maka harus diamalkan untuk digunakan bagi kemaslahatan bersama. Pengetahuan agar manfaat pemahamannya dituntun oleh para ulama dan cerdik-pandai hingga menjadi tuntunan kehidupan masyarakat pesisir Ternate. Sikap hidup terhadap sumber daya laut bahwa pengetahuan yang dimiliki dapat digunakan untuk memanfaatkan dan mengelola laut dasarnya dari niat baik. Tuntunan ilmu pengetahuan kelautan mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbudaya bahari agar menciptakan kehidupan harmoni antaralam sekitar dan sesama manusia. Karena itu, kearifan pengetahuan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 66
pengelolaan sumber daya Laut
meliputi juga
batas wilayah penangkapan,
kewenangan, aturan penangkapan, pemantauan dan sanksi. Batas Wilayah Penangkapan Ikan menurut adat kesultanan Ternate laut dibagi atas tiga bagian yaitu; 1. moro sae (laut dangkal), 2. ngolo ngido (laut tengah), dan 3. ngolo lamo (laut dalam). H. Ridwan Dero
• • • • • • •
MORO SAE NGOLO NGIDO NGOLO LAMO BAGI HASIL DG KESULTANAN TABUNGAN BERSAMA HARI2 PANTANG HEMAT – CERMATBERSAHAJA
Gambar 15. Suasana Diskusi Dengan Nara Sumber. Moro Sae (laut dangkal) adalah perairan laut dari pantai hingga penghabisan mata memandang ke tengah laut. Bagian perairan yang masih terjangkau oleh pandangan mata itulah yang disebut laut dangkal.
Di dalam adat kesultanan
Ternate, laut dangkal pemanfaatan dan pengelolaannya adalah menjadi milik bersama. Semua masyarakat yang hidup di wilayah pesisir dengan peralatan kehidupan yang terbatas, maka dengan apa yang mereka miliki masih mampu dapat ikut menangkap ikan. Misalnya, modal keterampilan dasar yang dimiliki hanya menyelam, maka keterampilan menyelam dapat digunakan menangkap ikan yang ada di laut dangkal tersebut. Wilayah laut dangkal memungkinkan semua orang ikut aktif memanfaatkan sumberdaya ikan dan biota laut yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan banyaknya orang yang mampu memanfaatkan wilayah laut dangkal, maka aturan adat pemanfaatan dan pengelolaan dikenakan kepada masyarakat, seperti pemakaian alat tangkap yang tidak merusak, aturan perahu yang bertabrakan, aturan bagi orang yang kena musibah, aturan pengambilan hutan bakau dan karang, aturan memperlakukan orang dari luar daerah yang ikut menangkap ikan di lokasi laut dangkal, dan berbagai aturan adat lainnya. Aturan adat yang dikenakan terhadap laut dangkal lebih banyak dan terinci, karena berhubungan langsung dengan kebutuhan keberlanjutan dasar kehidupan masyarakat pesisir.
Kemampuan teknologi penangkapan yang digunakan oleh
masyarakat umumnya masih terbatas. Alat tangkap ikan asli dari masyarakat pesisir kesultanan Ternate disebut GIOB yang bahan dan pembuatannya masih sederhana, di samping alat tangkap pancing dan bubu. Misalnya panjang jaring, Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 67
jumlah mata pancing, ukuran perahu, daya jangkau pelayaran, jumlah orang di dalam perahu, pengetahuan navigasi dan keterampilan penanganan ikan hasil tangkapan. Karena sifat keterbatasan yang dimiliki dan terbukanya kesempatan lebih besar untuk ikut memanfaatkan bagi siapapun anggota masyarakat pesisir, maka aturan adat pemanfaatan dan pengelolaan laut lebih jelas, khususnya berkenaan dengan pengawasan dan sanksi. Contohnya hari berpantang ke laut. Ngolo Ngido (Laut Tengah) yang dimaksudkan adalah perairan laut yang keberadaanya diluar jangkauan mata memandang, sehingga kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan perairan lautnya tidak dapat diamati secara langsung oleh setiap orang. Perairan laut di sekitar kesultanan Ternate umumnya adalah laut yang mempunyai dua arah arus yang kencang, dengan kedalaman lautnya lebih dari 200 meter. Ke dua arus yang bertemu dari dua samudera yaitu Fasifik dan Hindia menghasilkan kesuburan laut. Laut yang subur menghasilkan potensi besar jumlah ikan yang terdapat di sekitar perairan laut tengah Ternate, misalnya cakalang, tuna, madidihang, tuna mata besar, tuna sirip biru, kerapu (grafu), kakap, julung julung, dll. Pemanfaatan ikan di laut tengah menggunakan teknologi perahu penangkapan lebih besar dari perahu yang digunakan di laut dangkal. Teknologi perahu yang mampu menjangkau laut tengah dengan arus laut yang kuat masih terbatas karena perahu katinting ukurannya kecil, justru yang memanfaatkan adalah kapal farmboat dari Philippina dan model kapal pinisi dari Sulawesi. Alat tangkap yang digunakan umumnya GIOB, pancing huhate dan bubu. Pembagian hasil tangkapan perahu katinting dengan cara bagi hasil, yaitu nilai jual ikan hasil tangkapan dikurangi biaya operasi penangkapan, lalu sisanya dibagi dua (50%:50%). Satu bagian untuk pemilik perahu dan alat tangkap, dan satu bagian lagi untuk anak buah perahu. Bagian anak buah perahu dibagi rata sesuai dengan jumlah anak buah perahu yang ikut menangkap ikan. Perahu farmboat sekarang biasanya bekerjasama dengan nelayan Philippina, dengan cara kerja; pemilik, nakhoda dan KKM (kepala kamar mesin) orang philippina dan anak buah kapal orang Ternate dan sekitarnya. Pembayaran penghasilan dengan cara pembelian langsung kepada setiap ABK (Anak Buah Kapal) yang mendapat ikan dengan harga yang telah disepakati sebelumnya. Jadi setiap ABK akan mendapat penghasilan sesuai dengan kemampuannya menangkap ikan. Perahu pinisi yang berasal dari Sulawesi termasuk kategori kapal kayu yang telah diberi mesin yang dipasang di dalam kapal (in-board). Cara kerja nelayan yang menggunakan kapal pinisi adalah terdiri dari pemilik, nakhoda dan KKM (kepala kamar mesin) dan anak buah kapal sebagian orang Ternate dan sekitarnya. Pembayaran penghasilan dengan cara bagi hasil, Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 68
yaitu nilai jual ikan hasil tangkapan dikurangi biaya operasi penangkapan, lalu sisanya dibagi dua (50%:50%). Satu bagian untuk pemilik kapal dan alat tangkap, dan satu bagian lagi untuk anak buah kapal. Bagian anak buah kapal dibagi rata sesuai dengan jumlah anak buah kapal yang ikut menangkap ikan. Ngolo Lamo (Laut Dalam) yang dimaksudkan adalah laut yang berada di samudera yang jaraknya dari pantai telah lebih dari 12 mil laut. Sifat laut dalam memiliki arus kencang, jauh dari pantai dan pulau pulau kecil, bergelombang besar yang tidak memecah dan angin berembus bersifat angin alut tengah. Jenis ikan yang terdapat di laut dalam adalah ikan ikan besar laut dalam seperti hiu besar, tuna besar, ikan pari besar, ikan paus, ikan lumba lumba dll. Untuk menangkap ikan laut dalam menggunakan pancing tonda atau purse-sein besar dan gillnet. Kapal yang digunakan adalah kapal kayu yang besar dan telah dilengkapi palka berinsulasi atau mesin pendingin. Lama waktu penangkapan bisa satu minggu atau hingga enam bulan di laut, dan ikan hasil tangkapan di simpan di dalam kapal dengan cara pembekuan. Pengetahuan mengatur dan mengelola sumber daya perikanan dan wilayah laut adalah formal dan informal. Kewenangan formal yang dimaksudkan adalah pengelolaan secara administratif oleh pemerintah. Wilayah laut dibawah 12 mil laut pengelolaan dan pemanfaatan hasil laut dilakukan oleh pemerintah daerah Propinsi dan Kabupaten. Pengetahuan Kewenangan Informal adalah pengelolaan dan pemanfaatan oleh masyarakat pesisir yang dilakukan oleh adat Ternate bukan dari batas administrasi kelurahan atau kecamatan. Masyarakat pesisir mempunyai hak kolektif terhadap wilayah penangkapan di daerahnya yang ditandai oleh pengaturan oleh adat kesultanan Ternate yang berwenang atas wilayahnya. Atas dasar itu pengetahuan tentang aturan daerah penangkapan, alat tangkap, atau aturan lainnya yang berhubungan dengan penangkapan ikan, dan klaim terhadap wilayah penangkapan ikan tertentu adalah juga termasuk kearifan pengetahuan tentang upaya konservasi. Sanksi atau hukuman yang diberikan kepada masyarakat yang melanggar aturan merupakan hasil kesepakatan masyarakat untuk menegakkan aturan adat istiadat yang berlaku dan diakui sejak dulu oleh masyarakat pesisir Ternate. Pelaksanaan hukuman yang diakibatkan oleh adanya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja dari seseorang atau sekelompok orang di dasarkan pada aturanaturan yang hidup di dalam masyarakat adat Ternate. Aturan tersebut seperti pantangan pergi berlayar menangkap ikan di waktu hari Jum’at, atau ada orang
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 69
yang meninggal melanggarnya menjadi perbuatan tercela secara sosial dan adat, artinya tidak mempunyai jati diri. B) Peralatan dan Teknologi Unsur pengetahuan dan teknologi meliputi memaknai teknologi, pengetahuan alat produksi, teknik pembuatan dan pemanfaatan teknologi. Teknologi dimaknai oleh masyarakat pesisir Ternate sebagai peralatan kehidupan yang dapat membantu mengambil manfaat hasil laut yang ada di sekitar wilayah mereka guna menjamin keberlangsungan hidup bagi dirinya dan anak cucunya. Teknologi yang menjamin keberlangsungan hidup adalah yang tidak bersifat merusak lingkungan, karena itu lingkungan laut harus menjadi sahabat hidup. Dari adanya pemahaman teknologi yang tidak merusak linkungan, maka setiap teknologi penangkapan yang dibuat oleh masyarakat harus telah memasukkan nilai-nilai luhur yang tidak merusak tersebut. Alat tangkap yang digunakan berupa perahu, huhate, pancing, jaring, bubu bersifat pasif yang ukurannya masih skala kecil. Teknologi alat tangkap yang dipakai masyarakat pesisir merupakan pewarisan teknologi dari generasigenerasi nelayan sebelumnya, dan teknologi tersebut bagi masyarakat sebagai peralatan kehidupan yang mampu menyeimbangkan antara pemenuhan kebutuhan dengan alam laut, pemakai peralatan dan keyakinan yang memberikan kenyamanan, keamanan dan keselamatan karena tidak bertentangan dengan hukum alam yang berlaku (sunatullah). Pengetahuan alat produksi penangkapan ikan dan pengambilan biota laut yang diketahui oleh masyarakat meliputi yang dapat digunakan di dasar laut, ditengah air laut dan di permukaan air laut. Pengetahuan teknologi lainnya yaitu berkenaan dengan wadah, makanan, pakaian, perumahan, alat transportasi dan sumber daya laut. Pengetahuan tersebut bagi semua masyarakat pesisir untuk digunakan sebesar besarnya bagi kemaslahatan dirinya, keluarga dan orang lain. Oleh karena itu, penggunaan alat produksi oleh para ulama dan tokoh masyarakat selalu diingatkan agar tidak dipakai sewenang-wenang. Sehubungan dengan pengingatan tersebut, maka setiap hari Jum’at semua nelayan Ternate tidak pergi menangkap ikan di laut, melainkan lebih mengutamakan menjalankan shalat Jum’at.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 70
Gambar 16. Suasana Pantai Ternate Alat Tangkap yang digunakan oleh masyarakat masih tergolong sederhana yang terdiri dari GIOB (alat tangkap asli Ternate), huhate, pancing tonda dan bubu. Selama proses pembuatan jaring GIOB, benang rajutan jaring ditempel rumput rae rae, maksudnya supaya bila ikan telah tertangkap dengan jaring tetap menempel hingga diangkat kepermukaan air. Masyarakat mempercayai bahwa rumput rae rae mampu menjaga ikan yang tertangkap oleh jaring tidak akan lepas kembali ke laut. Oleh karena itu rumput rae rae menjadi syarat di dalam setiap membuat jaring, kalau dilanggar ikan tidak akan menempel ke jaring GIOB. Ikan yang ditangkap adalah julung-julung. Pemakaian pancing tonda pada awalnya masih menggunakan perahu dayung, dan bertahan hingga tahun 1985 tapi sekarang menggunakan perahu motor dengan kekuatan 25 PK dan tangkapannya lebih banyak dan pendapatannyapun lebih besar. Lokasi penangkapan setelah menggunakan motor tempel dapat mencapai pulau Bacan, Pulau Hobi, pulau Morotai, pulau Batang Dua dan lain lain dengan hari tangkap sekitar 2 (dua). Untuk mencapai setiap lokasi penangkapan harus memperhitungkan pola musim. Musim angin Selatan dikenal masyarakat sebagai musim ikan, dan musim tersebut terjadi pada bulan Maret hingga September (7 bulan). Kemudian musim kurang ikan yang terjadi pada bulan Oktober hingga Pebruari (5 bulan), dan dikenal dengan musim angin Barat.
Gambar 17.Penanganan Ikan dan Rumah Penduduk Ternate Rumah adalah tempat tinggal bagi masyarakat pesisir Ternate. Tipe rumah tempat tinggal masyarakat berbentuk panggung berbahan kayu atau bambu yang dibangun dekat bibir pantai serta menyatu dengan peralatan penangkapan (perahu, alat tangkap ikan, mesin) dan mengelompok menjadi satu kesatuan komunitas. Rumah yang permanen umumnya dibangun agak jauh dari bibir pantai, bahananya terbuat dari kayu dan semen. Tujuan pembuatan rumah yang mengelompok adalah untuk memudahkan bergerak dinamis karena perubahan gelombang dan arus angin. Keadaan sekarang ada perubahan karena bangunan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 71
rumah banyak yang dibuat permanen dengan bahan dasar batu dan semen yang dibangun di pinggir jalan berurutan sesuai bentuk jalan. Masyarakat pesisir yang ada di Ternate menggunakan alat tangkap ikan asli daerah Ternate yaitu GIOB. Alat tangkap giob mula-mula dibuat dari benang pintalan sendiri dan untuk memberikan warna benang dicelup dengan cairan getah kayu berwarna cokelat. Benang yang telah berwarna tersebut kemudian dirajut menjadi jaring yang ukurannya; panjang 130 depa dan dalam (lebar) 9 depa dengan pemberat timah 70 kg, dan pelampung sebanyak 230 buah yang terbuat dari kayu angin atau kayu telur. Dalam pandangan masyarakat tertanam ajaran bahwa di dalam teknik produksi ada juga kandungan nilai-nilai kebaikan yang harus selalu dijaga, yaitu menghindari keserakahan, berbagi dengan sesama dan mengindahkan hukum lingkungan alam laut. Masyarakat pesisir di Ternate mempunyai persepsi di dalam menggunakan setiap alat tangkap yang mereka miliki bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Alat tangkap yang digunakan akan sangat menghindari perbuatan yang merusak lingkungan laut tempat ikan, atau lingkungan karang tempat berkembang biaknya ikan. Sumber daya laut sebagai tempat kehidupan menyediakan ikan dan biota laut lainnya bagi kehidupan manusia, kondisinya tidak boleh dirusak. Dalam persepsi (pendapat) masyarakat tempat kehidupan yang harus dijaga bersama jangan sampai dirusak oleh kelalaian atau karena ada niat kesengajaan. Untuk itu, melalui ajaran luhur para ulama yang selalu menginatkan agar berbuat baik terhadap lingkungan kehidupan. Untuk menjaga hak lingkungan, diciptakan hari lawan (berpantang) hari-hari tertentu di laut. Masyarakat pesisir Ternate memiliki 7 macam hari lawan (pantangan) ke laut di dalam setahunnya. C) Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan teknologi berkaitan dengan informasi tentang ritual dan peraturan, status, pengadaan dan pakaian khusus yang akan digunakan, selama penggunaan dan cara pemeliharaan oleh nelayan. Pemanfaatan teknologi berkaitan juga dengan ritual dan peraturan. Ritual adalah memanjadkan doa kepada Allah SWT ketika akan membuat atau menggunakan alat tangkap dengan tujuan memohon hidayah dan keselamatan selama proses pembuatan dan pemakaian dan mendapat rezki yang halal dan baik serta terhindar dari pantangan (mitos). Peraturan berkaitan dengan tatacara pemakaian alat tangkap yang bersumber dari aturan lokal atau pemerintah yang dibuat Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota dan Propinsi. Perda
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 72
Kabupaten/Kota hanya berlaku di tingkat Kabupaten/Kota, dan Perda Propinsi berlaku di tingkat Propinsi Maluku Utara. Dan Undang-Undang dibuat DPR berlaku untuk semua tingkatan pemerintahan. Sedangkan aturan masyarakat pesisir Ternate didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan melalui lembaga adat, mengatur tata kehidupan berkenaan dengan laut tentang keamanan, pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan alam laut bagi masyarakat nelayan dan pesisir. Status alat tangkap dihubungkan pada hak seseorang atau kelompok terhadap penggunaan alat tersebut. Untuk mengetahui tingkatan hak yang dimiliki dan diakui oleh masyarakat sebagai pemilik syah penggunanya diukur dengan pernyataan sebagai pemilik, peminjam, dan penyewa yang menentukan pola sistem bagi hasil terhadap hasil tangkapan dari penggunaan alat tangkapnya. Pola bagi hasil tidak menimbulkan kekacauan sosial, karena masyarakat melihatnya sebagai keadilan dan keterbukaan bersama. Nilai-nilai luhur yang dipakai adalah nilai kearifan bersama yang telah diakui sejak lama, sehingga menjadi norma adat bagi masyarakat pesisir Ternate, terutama berkaitan dengan waktu sewa dan pemeliharaan. Pemanfaatan teknologi selalu berkaitan dengan kemampuan yang diukur dari skala usaha produksi. Skala usaha merupakan ukuran tentang kemampuan masyarakat di dalam memanfaatkan sumber daya ikan yang ada di perairan laut mereka.
Untuk masyarakat pesisir Ternate berdasarkan hasil
pantauan selama di lokasi kelurahan Dufa Dufa menunjukkan laju investasinya masih rendah, karena besaran armada tergolong kecil dan jumlahnya sedikit. Sarana penangkapan yang dimiliki masyarakat masih tergolong kecil atau terbatas, dan langsung dapat dilihat dari cara pengadaan alat, kerjasama dan pembelian alat tangkap. Kearifan yang dipakai sehari-hari adalah kejujuran, keterusterangan, dan berani menjadi saksi yang jujur, adil dan benar. Sikap berbohong adalah perbuatan yang sangat tidak terpuji dan memalukan. Masyarakat pesisir Ternate bertsikap tegas dan disiplin terhadap ketidakjujuran karena menyangkut keselamatan hidup mereka. Unsur kerjasama dalam pengadaan alat tangkap antarsesama nelayan Ternate terjalin dengan baik. Kegiatan pembuatan alat kebutuhan penangkapan ataupun pengadaan sarana dan prasarana cara pembeliannya dapat dilakukan melalui sistim tabungan bersama atau dicicil dari hasil tangkapan dapat dilakukan karena di dasarkan pada kejujuran. D) Pakaian Khusus
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 73
Pembetulan alat tangkap memakai alat pengaman (pelampung) sederhana, selebihnya hanya mengandalkan keterampilan berenang. Berenang sudah terampil sejak kecil, karena kehidupan mereka sebagian terbesar kegiatannya berada di laut. Penyesuaian diri dengan lingkungan kerja dilakukan secara alami dan intuisi tanpa mengandalkan alat bantu yang dibuat khusus untuk nelayan. 3.2.4. Unsur Sistem Mata Pencaharian Hidup A) Kegiatan Produksi Kegiatan produksi adalah relasi aktivitas sarana fisik (perahu, mesin, alat tangkap) biaya dan tenaga kerja. Sarana fisik sangat menentukan keberhasilan pemanfaatan sumberdaya laut karena kemampuannya menjelajahi perairan lautan dilaut dangkal, ditengah laut atau dilaut dalam. Sarana penangkapan yang baik menjamin keselamatan, kepastian berlayar dan kelanjutan kegiatan produksi. Biaya ikut menentukan keberlanjutan kegiatan produksi pemanfaatan sumberdaya laut karena sarana penangkapan dan tenaga kerja masing masing membutuhkan biaya. Biaya sarana adalah untuk eksploitasi dan pemeliharaan sarana, dan biaya tenaga kerja untuk konsumsi dan pendapatan atau penghasilan. Berkenaan dengan tenaga kerja, masyarakat nelayan sangat memperhatikan kekompakan sesama tenaga kerja selama kegiatan penangkapan dilakukan, pengolahan, budidaya ikan dan pariwisata laut. Dari itu, kejelasan rekan kerja menjadi pertimbangan penting. Masyarakat nelayan secara budaya menganut keterbukaan dan saling tolong menolong, sehingga anggota masyarakat yang ingin ikut menangkap ikan dapat saja ikut ke salah satu perahu yang akan pergi ke laut. Penangkapan Ikan di dalam menentukan rekan kerja untuk melakukan penangkapan ikan di laut, hal-hal yang menjadi pertimbangan biasanya asal-usul etnik, hubungan kekerabatan, tanggung jawab dan keterampilan. Pertimbangan etnik menjadi penting karena lokasi penangkapan ikan berada di wilayahnya sendiri dan menjadi tempat bersama menangkap ikan dari etnik yang sama. Dengan kesamaan etnik maka akan mudah untuk menyelesaikan berbagai persoalan kalau terjadi kecelakaan di laut. Pertimbangan hubungan kekerabatan, hal tersebut dilakukan karena untuk dapat saling tolong menolong antar kerabat, disamping itu ada keinginan untuk meneruskan usaha keluarga di dalam bidang penangkapan ikan. Dengan adanya kerabat yang ikut menangkap ikan ke laut, maka terjadi juga praktek pembelajaran di laut secara langsung, khususnya untuk anak muda. Pengalaman keluarga secara arif ditularkan sedikit demi sedikit dan pada saatnya mereka menggantikanorang tuanya atau paman dan kerabat lainnya. Keterampilan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 74
penangkapan ikan oleh kerabat berarti ikut mensejahterakan keluarga besarnya juga. Pertimbangan yang ikut serta kelaut menangkap ikan disamping adanya unsur etnik, kekerabatan adalah juga tanggung jawab. Unsur tanggung jawab adalah sangat penting, karena selama di tengah laut memerlukan ketelitian dan kesigapan menghadapi perubahan gelombang karena pengaruh angin dan arus laut, hal tersebut menyangkut keselamatan bersama. Jadi dengan keterampilan yang dimiliki setiap orang dan tanggung jawab bersama yang besar dan kompak, maka keselamatan dapat terjaga, begitu juga hasil tangkapan dapat ditingkatkan. Di dalam hal menangkap ikan, masyarakat pesisir di Ternate tidak memberikan batasan jelas berapa banyak yang boleh dan tidak boleh ikan ditangkap oleh setiap nelayan, hal itu sangat tergantung kepada keterampilan masing masing. Ukuran jumlah yang tertangkap adalah tergantung dari keterampilan masing-masing yang membatasi hanya kapasitas perahu yang mereka gunakan. Jadi sistem pembatasan penangkapan ikan secara adat tidak ada, yang diatur adalah tingkah laku menangkap ikan, yaitu tidak boleh menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan di tempat tinggal ikan. Misalnya yang terlarang adalah menggunakan bom ikan, menggunakan racun ikan karang atau menggunakan alat tangkap yang merusak karang. Terhadap hal tersebut, masyarakat ikut melakukan pengawasan dan pencegahannya secara bersama-sama. B) Pengolahan Ikan Hasil Tangkapan. Pengolahan ikan umumnya di olah segar dan diolah pengeringan. Pertama, ikan olahan segar, yaitu Ikan hasil tangkapan dilakukan penanganan terlebih dahulu di dalam perahu, yaitu pengolahan ikan yang ditangani dalam bentuk segar. Ikan yang dikeluarkan
dari palka perahu kemudian didaratkan ke tempat
pelelangan ikan atau pembeli ikan. Ikan-ikan segar tersebut selama di dalam perahu dimasukkan ke dalam kotak busa atau kotak kayu dan di dalamnya diberi es curah atau hancuran es. Pemberian es tujuannya untuk menjaga ikan agar tetap segar, sehingga harganya tetap mahal. Kedua, Ikan yang telah dibeli oleh pedagang atau pengolah ikan, di tempat pendaratan ikan di kelurahan Dufa Dufa pengolahannya dalam bentuk ikan asap atau fufu. Ikan asap adalah ikan yang diolah dengan cara api pengasapan yang berasal dari kayu yang dibakar. Adapun ikan karang, seperti kerapu, kakap, tenggiri, dan lain-lain dijual dalam bentuk segar kepada pedangang ikan dan pengolah ikan. C) Budidaya Ikan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 75
Di wilayah sekitar kepulauan Ternate kegiatan pembudidayaan udang atau ikan belum maju. Pembudidyaan rumput laut baru mulai digalakkan tapi hasilnya belum menjadi maksimal. D) Pariwisata Laut Di daerah Ternate dan sekitarnya menjadi program andalan pemerintah. Di daerah ini banyak sekali objek wisata alam dan peninggalan sejarah dari Portugis, Spanyol, Belanda dan bangsa bangsa lain yang pernah ke Ternate. Seandainya masyarakat pesisir Ternate telah menjadikan wisata pantai atau teluk dapat terwujud, maka akan membantu tumbuhnya kegiatan ekonomi rakyat, dan pendapatan masyarakat pun akan ikut bertambah pula. E) Kegiatan Pemasaran Kegiatan pemasaran adalah proses perdagangan jual beli ikan dan bahan operasi penangkapan mulai dari persiapan, ikan hasil tangkapan di pendaratan ikan, pendistribusian ikan dan proses penyelesaian transaksi bahan operasional penangkapan di laut. Penjualan Ikan Hasil Tangkapan menurut kebiasaan masyarakat pesisir di Ternate di daratkan di tempat pendaratan ikan, dan ikan tersebut harus dijual secara lelang terbuka. Tata cara pelelangan ikan adalah melalui mekanisme menawarkan kepada calon pembeli ikan secara terbuka dengan harga bertingkat. Apabila tidak ada yang menawar lagi harga ikan dengan harga tertinggi, dan kemudian harga tawaran ikan terakhir yang dinyatakan pembelinya. Distribusi Hasil Tangkapan ikan yang telah di daratkan dan dijual melalui pelelangan atau langsung kepada pembeli tertentu kemudian akan dibawa keluar dari wilayah Ternate. Proses pengangkutan ikan keluar dari wilayah disebut sebagai pendistribusian ikan ke daerah lain, biasanya melalui pedagang pengumpul lainnya. Maka pelanggan harus juga memiliki kriteria jujur, bersifat sosial, dapat dipercaya dan peduli dengan sesama nelayan. Pelanggan sebagai pembeli ikan biasanya sudah tertentu, alasannya karena penjualan ikan sering tidak dalam bentuk pembayaran kontan, sehingga modal kepercayaan sangat penting. Kemudian Penyelesaian Transaksi Jual Beli di dalam masyarakat pesisir Ternate, untuk mengatasi kesulitan yang sering tidak dapat diduga sebelumnya yang mengkibatkan tidak dapat pergi ke laut, cara yang dipakai adalah menjalin hubungan baik sesama nelayan. Masyarakat pesisir Ternate yang bekerja sebagai nelayan berusaha menangkap ikan tidak selalu mempunyai uang kontan untuk membeli bahan makanan, minyak, rokok, gula dan kopi serta keperluan lainnya. Dengan jalinan kerjasama yang dilandasi kejujuran dan saling percaya, maka semua Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 76
keperluan tersebut dapat diperoleh lebih dulu, dan setelah pulang menangkap ikan baru dibayarkan kepada pemilik modal atau warung yang membantu. Kesulitan nelayan teratasi sehingga sebagai pedagang dia juga mendapat ikan untuk diperdagangkan.
3.2.5. Unsur Organisasi Sosial A) Pemerintah/Swasta Organisasi pemerintah seperti kelurahan, kantor dinas pemerintahan, kecamatan, kabupaten dan propinsi. Kota Ternate mempunyai pemerintahan setingkat kelurahan dan kepala pemerintahan disebut Lurah. Tata cara bekerja pemerintahan kelurahan yaitu menjalankan fungsi pemerintahan di tingkat kelurahan seperti; pelayanan umum kartu penduduk, surat keterangan yang diperlukan masyarakat dan lain-lain. Dan Kedua, organisasi yang bersifat informal yaitu organisasi social kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan budaya dan adat istiadat atau ekonomi. Organisasi berdasarkan budaya dan adat istiadat yang terbentuk umumnya untuk membangun jaringan silaturrahmi antar anggota masyarakat dan kerjasama ekonomi. B) Kelembagaan Sosial Masyarakat Ternate ada aturan kelembagaan budaya adat yang disebut Kimalaha Labuha yang mempunyai peranan tugas dan fungsi. Tugas Kimalaha labuha melakukan pengawasan keamanan yang ada di Ternate dan di luar pulau Ternate sesuai dengan aturan adat yang berlaku. Untuk di luar pulau Ternate hingga sampai dengan pantai pulau Halmahera dan sekitarnya. Kimalaha labuha yang ada di kota Ternate mempunyai 12 SOA yang terdiri dari 34 Kelurahan dalam kota Ternate, termasuk juga kelurahan Sualero, pulau Hiri dan Kalaba Fitu. Adapun Fungsi Kelembagaan Adat adat, sekarang ini belum dapat difungsikan dengan efektif karena pengakuan terhadap peran adat dari pemerintah belum jelas. Pengakuan kewenangan adat di dalam pemerintahan belum diatur pada peraturan daerah, sehingga payung hukumnya secara formal tidak ada. Adat sampai sekarang hanya menjalankan fungsi moral saja, atau sebagai penjaga budaya masyarakat Ternate. Di dalam susunan adat kesultanan Ternate, Sultan di dampingi dewan adat yang disebut TAURAHA sebanyak duo puluh ngaruha. Adat kesultanan di dalam
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 77
menjalankan berbagai fungsi kehidupan masyarakat adat telah mengaturnya menurut bidang yang diperlukan, yaitu kapita laut, jogugu, johukum soa sio dan johokum sangaji. Kapita Laut (menteri pertahanan) dimaksudkan melakukan pengawasan dan pengelolaan kelautan secara adat terhadap masyarakat pesisir yang ada diseluruh pulau Ternate dan di luar pulau Ternate. Pengawasan dan pengelolaan meliputi wilayah penangkapan ikan, hutan bakau, karang laut dan juga pemanfaat hasil laut yang datang dari luar daerah Ternate. Untuk pemanfaat yang datang dari luar Ternate, dapat diperbolehkan ikut memanfaatkan hasil laut sepanjang mengikuti aturan adat istiadat laut masyarakat adat Ternate. Jogugu (menteri dalam negeri) adalah petugas yang mengatur ketenteraman kehidupan di daratan dan lautan menurut tata cara adat kesultanan Ternate. Ketenteraman kehidupan masyarakat maksudnya menata kehidupan sesuai dengan aturan adat yang berlaku pada saat memanfaatkan tata ruang fisik yang ada di kesultanan Ternate. Terhadap cara pemanfaatannya harus mengikuti adat- istiadat yang berlaku bagi masyarakat Ternate sehingga tidak mengganggu ketenteraman bermasyarakat. Johukum Soa Sio (menteri hukum) mempunyai peran dalam adat mengatur hukum. Hukum adalah unsur penting di dalam kehidupan masyarakat Ternate, karena sendi-sendi hukum adatnya tidak terlepas dari hukum syari’ah Islam. Oleh karena itu aturan kehidupan di dalam pandangan adat harus diletakkan pada dasar dasar hukum keagamaan yang disesuaikan dengan karakteristik kehidupan masyarakat etnik Ternate. Etnik Ternate termasuk taat kepada agamanya, sehingga hukum adat yang berkembang di dalam masyarakat senantiasa di tuntun oleh para tetua adat yang mengerti dan menguasai juga hukum agama Islam. Sedangkan Johokum Sangaji (menteri luar negeri) bertugas menjalankan hubungan dengan daerah tetangga. Hubungan yang dibangun berdasarkan hukum adat dan prinsif keadilan, perdamaian dan keamanan menjadi tujuan. Jalinan hubungan lebih mengedepankan nilai-nilai adat yang saling memberikan kehormatan untuk kemaslahatan bersama. Gamraha adalah sistim menjalankan adat berdasarkan prinsip-prinsip kesultanan Ternate yang disusun berdasarkan; Heku, Cim, Soa Sio, dan Soa Sangaji. Heku bertugas menjalankan fungsi masyarakat dan wilayah dengan tugas menegakkan adat se atorang (jati diri manusia). Masyarakat adalah etnik Ternate yang mendiami wilayah di sekitar kesultanan Ternate yang terdiri dari pulau pulau, selat dan lautan di dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia. Etnik Ternate mempunyai budaya yang telah tua, sehingga memiliki sifat kearifan di dalam menjalankan fungsi kehidupannya. Kearifan yang dimiliki masyarakat terbukti Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 78
bahwa mereka telah mampu menjaga keseimbangan pemanfaatan alam (daratan dan laut) sesuai dengan kebutuhan kehidupan masyarakatnya. Kearifan yang tertanam adalah bahwa mereka tidak berbuat sewenang-wenang hanya untuk mengejar kebutuhan sendiri, tetapi untuk kesejahteraan bersama, sehingga masyarakat harus berbuat adil terhadap wilayahnya. Wilayah
yaitu
daerah
kesultanan
Ternate
yang
sejak
Indonesia
memproklamirkan kemerdekaanya menyatakan menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia. Wilayah kesultanan Ternate bagian terbesar adalah perairan laut, terdiri dari lautan luas dan selat dengan jarak antarpulau ada yang berdekatan dan banyak juga yang berjauhan. Wilayah yang luas mulai dari Ternate mencapai Mindanao di Philipina hingga Flores adalah kawasan laut dalam yang subur ikannya. Untuk dapat menjangkau setiap wilayah tersebut harus menggunakan armada kapal dan perahu. Maka masyarakat Ternate telah memiliki pengetahuan pembuatan perahu dan kapal, serta pengetahuan ilmu navigasi atau perbintangan sebagai pengejewantahan dari adat se atorang. Dari pengetahuan tersebutlah wilayah yang sebagian besar lautan dapat dikelola oleh kesultanan berabad-abad lamanya sebelum Indonesia merdeka. Pengetahuan kelautan, perkapalan, perbintangan dan keterampilan masyarakat menggunakan kapal dan perahu adalah kearifan lokal yang dimiliki dan digunakan hingga sampai sekarang. Cim bertugas menjalankan fungsi koordinasi di dalam masyarakat Ternate yang berpedoman pada prinsip-prinsip gamraha. Koodinasi yang dilakukan berhubungan dengan heku, soa sio dan soa sangaji. Fungsi koordinasi yang dilakukan harus berdasarkan adat sehingga semua unsur di dalam kehidupan bermasyarkat menjadi serasi dengan aturan-aturan adat-istidat yang diberlakukan. Maksud pentingnya koordinasi dilakukan karena berkaitan dengan dampak yang akan timbul bila terjadi kesenjangan kehidupan masyarakat yang tidak harmoni, keamanan dan kekacauan dapat timbul. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekacauan dan ketidak-amanan maka fungsi koordinasi harus berjalan sesuai dengan hukum hukum adat Ternate yang landasannya bersumber dari kesultanan. Soa Sio adalah fungsi pengambilan keputusan pada tingkatan pemerintahan teknis yang ada di dalam kesultanan. Fungsi yang dilakukan berhubungan dengan heku, cim dan soa sangaji. Pengambil keputusan adalah orang yang diangkat oleh Sultan untuk menjalankan tugas pemerintahan kesultanan sesuai dengan kekuasaannya.
Orang yang dipilih Sultan yang diberi kewenangan untuk ikut
mengambil sebagian keputusan kesultanan yang diberikan oleh Sultan adalah orang yang terpilih dan kedudukannya sangat terhormat. Karena itu, keputusan yang Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 79
diambil seharusnya tidak berlawanan dengan hukum adat kesultanan, sehingga pengambil keputusan adalah orang yang memahami betul tentang aturan adat istiadat kesultanan Ternate. Tugas pemerintahan kesultanan garis besarnya adalah menciptakan masyarakat rukun, damai, sentausa dan sejahtera. Untuk menjalankan tugas pemerintahan yang mampu menciptakan kerukunan, kedamaian, kesentosaan dan kesejahteraan maka menurut aturan adat kesultanan mengangkat dan menunjuk orang yang dipercaya melaksanakan tugas pemerintahan tersebut. Agar dapat melakukan tugasnya dengan baik dan amanah maka diberilah kekuasaan baginya dalam melaksanakan tugas kesultanan Ternate. Kekuasaan adalah kewenangan untuk membuat keputusan yang dimiliki oleh seseorang yang diangkat oleh Sultan. Kekuasaan yang dimiliki petugas kesultanan terbatas pada besaran wewenang yang telah digariskan menurut aturan adat-istiadat kesultanan yang disesuaikan dengan kebutuhan di dalam mengisi pembangunan Bangsa dan Negara Kesatuan
Republik
Indonesia.
Maka
kearifan
lokal
di
dalam
menata
kemasyarakatan adalah menjaga keharmonisan nilai-nilai luhur budaya kesultanan dan nilai-nilai kesatuan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia. Nilai-nilai luhur tersebut di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat menyatu dan melebur menjadi bagian budaya nasional. Soa Sangaji menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang berada pada tingkatan pemerintahan inti yang ada di dalam kesultanan. Fungsi yang dilakukan berhubungan dengan kebijakan heku, cim dan soa sangaji. Pengambil kebijakan adalah orang yang diangkat oleh Sultan untuk menjalankan tugas hukum dan agama kesultanan sesuai dengan kekuasaannya. Orang yang dipilih Sultan yang diberi kewenangan untuk ikut menjalankan sebagian kebijakan kesultanan yang diberikan oleh Sultan adalah orang yang terprcaya dan kedudukannya sangat khusus dan terhormat. Karena itu, setiap kebijakan yang diambil tidak boleh berlawanan dengan hukum adat kesultanan. Orang kepercayaan Sultan di dalam menjalankan kebijakan di bidang hukum dan agama adalah orang yang memahami betul tentang aturan adat istiadat kesultanan Ternate. Tugas soa sangaji di bidang hukum dan agama dalam mengambil kebijakan adalah menciptakan kerukunan, kedamaian, kesentosaan dan kesejahteraan masyarakat Ternate. Untuk menjalankan kebijakan dalam tugas hukum dan agama yang mampu menciptakan kerukunan, kedamaian, kesentosaan dan kesejahteraan, maka menurut aturan adat kesultanan orang yang diangkat dan ditunjuk adalah kepercayaan Sultan. Agar dapat melakukan tugasnya dengan baik dan amanah maka diberilah amanah kebijakan baginya di dalam melaksanakan tugas hukum dan agama di kesultanan Ternate. Amanah kebijakan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 80
adalah kewenangan membuat kebijakan yang dimiliki seseorang karena telah diangkat oleh Sultan. Amanah kebijakan yang dimiliki terbatas pada besaran kepercayaan yang telah digariskan menurut aturan adat istiadat kesultanan. Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara amanah kebijakan disesuaikan dengan kebutuhan di dalam mengisi pembangunan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kearifan lokal yang bijaksana di dalam menata adat kemasyarakatan kesultanan Ternate adalah menjaga keharmonisan nilai nilai luhur budaya kesultanan (adat se atorang) dan nilai nilai kesatuan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia. Nilai nilai luhur tersebut (“nilai manusia adalah ciri khas daerah asal usul”) di dalam negara kesatuan republik Indonesia dapat menyatu dan melebur menjadi bagian budaya nasional. Untuk menjaga nilai nilai kemanusiaan yang luhur tersebut, maka landasan dasar pemerintahan kesultanan Ternate diletakkan pada prinsip “Iddin” dijalankan berdasarkan adat, adat dilandasi matoto agama, matoto agama berdasarkan kitabullah dan kitabullah ditegakkan dengan pengakuan” atau bahasa Ternatenya “Adat Ma Toto Agama, Agama Ma Toto Toma Jou Rasulullah, Jou Rasulullah Mayeku Iye Diki Amoi Nga Kuasa se Kodrati”. Budaya merupakan hasil cipta rasa dan karya manusia di dalam menata hidupnya untuk menjadi terhormat. Hidup terhormat bagi masyarakat Ternate adalah tertera pada adat se atorang (jati diri manusia) harus di jaga dan dipelihara. Pemeliharaan nilai-nilai budaya sangat penting, karena itu ada pepatah mengatakan “nilai manusia adalah ciri khas daerah asal usul”. Peninggalan kesejarahan yang sampai sekarang terpelihara yaitu Benteng (Kastil) Oranye, benteng Tolukko, benteng Kalamata dan lain-lain peninggalan sejarah. Di balik semua peristiwa sejarah memberi pelajaran tentang kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Ternate di dalam menyikapi semua peristiwa tersebut. Tetapi yang jelas Ternate dengan segala kesejarahannya yang masih dapat dibuktikan hingga sekarang, masyarakat hidup harmonis, hasil alam (daratan dan lautan) tetap berlimpah dan mensejahterakan masyarakatnya. Sejarah adalah peristiwa masa lalu yang pernah dialami oleh kesultanan Ternate yang mempunyai nilai nilai mulia yang perlu diwariskan dan diketahui oleh masyarakat Ternate di dalam membentuk adat se atorang. Berdasarkan peristiwa sejarah yang dialami banyak mengajarkan kepada masyarakat Ternate, terutama di dalam memerankan adat se atorang. Kesultanan Ternate pernah dalam suatu kurun waktu menjadi perebutan banyak bangsa di dunia karena hasil buminya “pala dan cengkeh”. Hasil bumi ini menarik orang Eropa (Spanyol, Portugis, Belanda, Arab, Cina, dll) datang ke bumi Ternate dengan tujuannya yang berbeda-beda dan akhirnya ada yang ingin berkuasa. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 81
C) Interaksi Antarmasyarakat Tujuan interaksi antarmasyarakat yang ingin dicapai jenisnya bermacammacam, misalnya keinginan untuk bekerja, keinginan menjual ikan, keinginan minta pertolongan dan lain-lain. Pengaruh dari interaksi adalah terbentuknya normanorma atau adat istiadat yang berlaku secara umum bagi semua, maka apabila timbul ketidak sesuaian dengan tujuan yang ingin dicapai, peranan budaya dan adat istiadat menjadi penting. Dampak dari makin meningkatnya interaksi antar masyarakat telah menyebabkan timbulnya berbagai masalah persengketaan baru antarlintas Kabupaten. Untuk mengurangi kesalahpahaman dan penyelesaian persengketaan yang terjadi, maka masyarakat pesisir menganggap budaya dan adat istiadat etnik Ternate perlu dijaga dan dipraktekkan di dalam menjalani kehidupan sehari-hari. D) Ethos Kerja Kearifan lokal yang diterapkan dan masih hidup di wilayah perikanan Ternate telah menjadikan nilai-nilai ajaran agama Islam dimasukkan kedalam fungsi-fungsi etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan. Nilai-nilai etika kearifan kerja tersebut, contohnya ditaatinya oleh masyarakat pesisir Ternate 6 hari lawan (berpantang) ke laut.(1.Hari lawan di dalam setiap bulannya ada 2 hari, misalnya di bulan Rajab hari lawannya adalah hari Rabu dan Minggu, tetapi di dalam satu (1) tahun ada yang mempunyai hanya 1 hari lawan saja. Jadi dalam setahun hari lawan terdapat sebanyak 23 hari., 2. Hari pantang juga berlaku pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha masing masing 1 hari pantang., 3. Untuk hari Jum’at berpantang setiap minggunya sebelum sholat juma’at dilakukan dan setelah sholat jum’at boleh kelaut., 4. Di malam Qunud setiap tahunnya hari pantang ada 1 hari., 5. Di malam lailatulqodhar (ila ila) setiap tahunnya ada 1 hari., 6. di hari 17 Agustus setiap tahunnya ada 1 hari). Di dalam hati masyarakat pesisir tertanam keberadaan diri, jiwa dan pikiran untuk mentaati pantangan bersama, tidak pergi melaut karena telah menjadi nilai adat dan moral berpantang bersama. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau orang lain. Pada masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan ditemukan pembagian pekerjaan tenaga kerja laki-laki dan perempuan yang bekerja di bidang kelautan dan perikanan. Pekerjaan laki-laki jenisnya beragam; di antaranya adalah menangkap ikan, menjual ikan, mengangkut ikan, mengolah ikan, membuat perahu, dan membuat peralatan penangkapan. Pekerjaan perempuan antara lain Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 82
menyediakan peralatan dan bahan makanan untuk ke laut, menjual ikan hasil tangkapan, pengolahan ikan dan lain sebagainya. Pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja yang sesuai dengan sifat pekerjaan yang tersedia, maka untuk mengisinya beberapa faktor menjadi pertimbangan. Pertimbangan terhadap jenis kelamin, umur, keterampilan, kekuatan, kesehatan dan pengalaman serta kedewasaan. Pertimbangan tersebut penting, karena bekerja di laut membutuhkan kekuatan dan kesabaran, selain dari itu kemauan bekerja sama.
3.3. Karangsong, Jawa Barat 3.3.1. Gambaran Umum Desa Karangsong terletak di kecamatan Indramayu, berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Desa Paoman dan Margadadi di sebelah selatan, Pabean Udik di sebelah barat, dan Desa Tambak di sebelah timur. Tercatat bahwa sekitar 90% masyarakat, khususnya para nelayannya beragama Islam. Sebagian ada yang tinggal di komplek Serikat Nelayan Tradisional (khusus pemukiman nelayan), dan sebagian lagi berbaur dengan profesi lainnya, seperti pedagang dan pendidik. Kepala keluarga di desa ini berjumlah 3500 kepala keluarga. Kondisi desa Karangsong relatif baik karena cukup dekat dengan kota. Fasilitas di Desa Karangsong sudah relatif lebih baik.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 83
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 84
3.3.2. Unsur Religi A) Sistem Keyakinan Masyarakat pesisir desa Karangsong beretnik Sunda di pantai Utara Jawa Barat dan mereka hidup mengandalkan sumber daya perikanan laut Jawa. Masyarakat pesisir menuntun kehidupan rohani dengan mempraktekkan nilai-nilai keyakinan yang bersumber dari ajaran Islam dan tradisi. Keyakinan tuntunan hidup didasarkan pada pandangan bahwa kehidupan bersentuhan langsung dan tidak langsung dengan kekuatan yang ada di perairan laut. Sebagian masyarakat pesisir dan khususnya nelayan percaya
bahwa laut tempat mereka mencari nafkah
memiliki kekuatan magic (supra natural), karena itu proses penangkapan ikan tidak boleh melanggar kekuatan alam gaib laut. Kekuatan yang dimiliki laut tersebut diyakini dapat dan mampu mempengaruhi keselamatan serta banyaknya ikan di laut yang dapat ditangkap. Dasar keyakinan yang mendasari kepercayaan di desa Karangsong dapat bersumber dari agama dan ada juga dari tradisi (praktek nenek moyang orang dulu). Dari kedua dasar kepercayaan tersebut telah menciptakan pandangan pada penyelenggaraan ritual selamatan laut (Nadran). Sebagai entitas Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 85
masyarakat pesisir yang meyakini nilai-nilai ajaran Islam dan nilai-nilai tradisi menjalinkannya harmonis menjadi relasi seimbang antarsesama kelompok dengan alam laut dan manusia di dalam kehidupan sehari-harinya. Keseimbangan kehidupan menciptakan tindakan berbuat positif terhadap hubungan sosial kemasyarakatan dengan diakuinya aturan dari pemerintah dan wejangan tokoh agama. Contohnya apabila terjadi perselisihan antara sesama nelayan, pedagang, orang datangan dari luar dimusyahwarakan terlebih dahulu menurut agama atau tradisi etnik masing-masing dan bila tidak juga dapat diselesaikan selanjutnya diteruskan kepada pihak yang berwajib. B) Upacara Ritual Masyarakat pesisir Karangsong mayoritas beretnik Sunda pesisiran mempunyai
kepercayaan
berdasarkan
ajaran
Islam
dan
nenekmoyang.
Kepercayaan tentang mitos ditemui di nelayan yang percaya bahwa laut ada penunggunya sehingga upacara Nadran harus selalu dilaksanakan seperti yang telah dilakukan pendahulunya. Mitos adalah kepercayaan yang melarang seseorang atau sekelompok orang untuk berbuat sesuatu yang akan merugikan banyak orang. Masyarakat pesisir Karangsong mempunyai mitos yang beranggapan tidak boleh menangkap ikan gigir lintang (sejenis paus), alasannya karena ikan tersebut pernah menyelamatkan seorang nelayan yang akan tenggelam sehingga manusia harus menghormatinya. Kemudian dipercaya juga bahwa jika akan memakan ikan di laut, maka ikan tersebut harus dipotong menjadi dua terlebih dulu dan jangan melempar tulang ikan sebelum dipotong. Pantangan tersebut jika dilanggar dipercaya oleh nelayan akan mendapatkan mara bahaya dan bahaya tersebut bisa berupa digulung ombak, atau tidak mendapatkan ikan. Pantangan lain yang dipercayai adalah ketika melaut tidak boleh sembarangan bicara atau mengumpat, misalnya ketika tidak ada ikan maka jangan mengeluarkan kata-kata kasar. Kepercayaan ini memberikan pelajaran kepada nelayan supaya tetap sabar dan menjaga kekompakan bersama. Kemudian kepercayaan jika kapal disembur oleh paus maka akan mendapatkan rezeki banyak. Kepercayaan lainnya adalah tidak boleh mengambil sesuatu di sekitar Pulau Biawak, karena kalau mengambil akan ada sesuatu terjadi yang bersifat merugikan pada perahunya. Berdasarkan mitos yang dipercayai nelayan Karangsong dapat diambil nilainilai kearifan lokalnya yaitu saling menghormati, tidak berbuat sewenang-wenang, tabah dan sabar dalam cobaan dan menghargai laut sebagai sumber penghidupan yang harus dijaga bersama. Masyarakat pesisir di dalam menjaga saling hormat, Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 86
maka upaya berkompromi dengan kekuatan laut delaksanakan melalui berbagai upacara selamatan (ritual), tujuannya agar dilindungi keselamatan, kesehatan dan kemudahan mendapatkan rezki laut. Oleh karena itu, masyarakat Karangsong memaknai makhluk ghaib yang ada di dalam laut tersebut harus diperlakukan baik, caranya adalah menyelenggarakan upacara ritual melalui 3 acara utama yaitu wayang, larung kepala kerbau, hiburan.
Upacara ritual itu oleh masyarakat
dinamakan upacara sedekah laut yang dikenal dengan istilah Nadran. Pada saat ini, pelaksanaan upacara ritual “Nadran” mengalami perubahan karena adanya perkembangan pemahaman nelayan terhadap nilai-nilai ajaran islam. Makna upacara mengingatkan bahwa laut tidak boleh dieksploitasi berlebihan secara paksa, karena akan merugikan kehidupan mereka juga kelak dikemudian hari. Maka laut beserta isinya dipandang sebagai sumber daya yang harus saling dihormati, karena itu upacara ritual dapat dilakukan menurut aturan ajaran agama Islam atau tradisi, maksudnya sebagai ungkapan syukur kepada Yang Maha Kuasa. Upacara syukur selain Nadran yang tahunan ada juga dalam bentuk misalnya ritual pasang tunas dan ritual akan turun kapal, membuat alat tangkap, dan pergi ke laut menangkap ikan dilakukan menurut kebiasaan masing-masing. Dari sini upacara syukur yang dikerjakan dapat digolongkan pada; 1) upacara yang bersifat tahunan Nadran (setahun atau lebih sekali), 2) setelah menyelesaikan pekerjaan yang besar (menurunkan perahu, membuat rumah, membuat alat tangkap). 3) setiap waktu yang dianggap perlu (keberhasilan mencari rezeki, keberhasilan pendidikan, terhindar dari marabahaya). Nadran upacara syukuran yang bersifat tahunan dilakukan secara bersamasama oleh semua anggota masyarakat pesisir. Perkembangan upacara Nadran di dalam masyarakat pesisir Karangsong dapat dilihat dari 3 pandangan sehingga upacara sakral tersebut perlu dilakukan. Pertama, ada sebagian nelayan meyakini bahwa bahwa laut ada penunggunya sehinga upacara Nadran harus selalu dilaksanakan dengan melakukan upacara-upacara seperti yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka sejak tetua-tetua masyarakat lakukan dari dahulu. Kedua, ada sebagian nelayan yang menganggap upacara Nadran yang dilakukan dari dulu dengan cara mengikuti tradisi semata termasuk perbuatan syirik yaitu menyekutukan Alaah SWT. Bagi yang berpandangan upacara Nadran termasuk syirik maka kegiatan tersebut tidak perlu dilanjutkan dan dibesar-besarkan. Ketiga ada sebagian nelayan yang melihat Nadran mempunyai nilai positif dari aspek sosial kemasyarakatan, sehingga tetap bisa dilaksanakan tetapi memasukkan nilainilai ajaran ketauhidan Islam. Cara memasukkan nilai ketauhidan adalah melalui Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 87
ceramah-ceramah oleh ustad pada saat acara hiburan atau acara kesenian wayang. Upacara persembahan kepada penghuni laut dimaknai sebagai nilai-nilai rasional, artinya kepala kerbau yang dilarung ke laut adalah akan menjadi makanan ikan dan tulangnya menjadi sarang ikan serta membuang bagian-bagian yang banyak mengandung kolesterol sumber penyakit dari hewan ternak tersebut. Pandangan yang ketiga yang diterima oleh banyak masyarakat pesisir karena nadaran dilihat mempunyai nilai positif dari aspek sosial kemasyarakatan, sehingga simbol melarung kepala kerbau ke laut diartikan lebih rasional. Anggapan kepala kerbau merupakan bagian tertinggi dan bagian yang sangat dihormati diantara bagian-bagian tubuh kerbau lainnya, sehingga penghormatan pada para penghuni laut sekarang telah digeser.
Ajaran nilai-nilai keislaman dimasukkan kedalam
kepercayaan makna symbol “kepala kerbau” menjadi bukan yang paling sakral. Sehingga semula “symbol penghormatan” sekarang menjadi symbol “kebodohan” yang harus dibuang. Selain itu, mereka mencoba juga berkompromi dengan ritual tersebut dengan membuang kepala kerbau tersebut dengan memaknai membuang segala sumber penyakit karena daging bagian kepala kerbau adalah bagian yang banyak menimbulkan penyakit. Tetapi yang harus dipahami bersama ikan akan habis dan perlu dilestarikan melalui program pemerintah daerah kabupaten Indramayu pada setiap acara Nadran nelayan harus menebar benih ikan “one man one fish” untuk menanbah populasi ikan di laut sehingga ikan sepanjang masa tersedia. Upacara Nadran mengerahkan banyak orang, perahu dan kapal, biaya, kesenian dan wayang. Rangkaian upacara Nadran di mulai dari; menghimpun biaya melalui kepanitiaan, membuat perlengkapan upacara (perahu, kapal, hewan potong, wayang dan tenaga kerja) dan penyelenggaraan. Pada saat pelaksanaan tiba, anggota nelayan mempersiapkan makanan, tumpeng, perahu dan kapal hias, pemandu upacara (tokoh masyarakat dan ustad) dan upacara doa selamat bersama dan selanjutnya melarung kepala kerbau ke laut. Ada kepercayaan, tumpeng beserta kelengkapan lainnya termasuk kepala kerbau harus dilarung ditempat yang telah tertentu pada hari yang tertentu pula. Setelah upacara melarung kepala kerbau selesai, selanjutnya dimulailah acara wayang semalam suntuk dan hiburan masyarakat selama beberapa hari. Upacara Nadran sama saja dengan pesta rakyat tahunan yang diisi beragam kesenian, permainan dan perdagangan makanan, pakaian, peralatan kehidupan dan berbagai kebutuhan lainnya yang diperlukan oleh masyarakat pesisir.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 88
Pekerjaan besar yaitu pekerjaan yang membutuhkan waktu panjang, biaya banyak dan tenaga yang digunakan cukup lama. Pekerjaan tersebut seperti membuat perahu atau kapal dan membuat alat tangkap ikan yang besar dan rumah. Karena sifat pengerjaannya yang sulit, maka sebagai tanda syukur diadakanlah upacara ritual syukuran. Ritual yang berkenaan dengan perahu dan kapal ada dua upacara yaitu pasang lunas kapal dan ritual akan turun kapal. Upacara pasang lunas adalah upacara sakral untuk meletakkan kekuatan pondasi kapal yang dipasang pada dasar kapal dengan kayu balok yang besar dan kuat. Kayu lunas kapal biasanya kayu jati tua atau pohon mahoni tua dan kekuatannya terhadap air lama tidak lapuk. Ritual pemasangan lunas dilakukan ketika akan meletakkan kayu lunas pertama kali ke badan kapal. Upacara permohonan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa dipimpin oleh ustad, dan setelah itu proses pembuatan kapal dapat dilanjutkan. Lunas dan kayu-kayu yang lainnya didoakan juga oleh tokoh agama yang biasa memimpin upacara dan setelah pembacaan doa kemudian diikuti makan bersama. Tujuan ritual doa diadakan adalah agar kelak kapal dapat berfungsi dengan baik, kokoh, awet dan mampu mendatangkan hasil tangkapan ikan yang banyak. Lunas dan kayu-kayu yang lainnya akan didoakan oleh tokoh agama yang biasa memimpin tersebut, yang kemudian diikuti dengan makan bersama. Pada penyelenggaraan upacara doa di Karangsong masih ada sebagian anggota nelayan menggabungkan cara berdoa menurut Islam dan ditambah dengan upacara yang dipimpin oleh orang pintar (dukun). Upacara turun kapal yaitu ucapan syukur bahwa kapal dapat dibuat dengan aman, selamat, kuat dan memberikan kehidupan, untuk itu doa selamat kepada Yang Maha Kuasa diadakan. Upacara turun kapal adalah permohonan doa yang dipimpin oleh ustad, tujuannya agar kapal berfungsi dengan baik, kokoh, awet dan mampu mendatangkan rezki dari laut yang ditangkap oleh nelayan dengan bantuan kapal tersebut dan hasil tangkapan ikannya banyak dan berkah. Upacara turun kapal selesai, maka warga disilahkan makan bersama untuk kemudian beramairamai menurunkan kapal ke laut untuk pertama kalinya. Setelah itu proses pembuatan kapal hingga selesai dan dioperasikan untuk menangkap ikan selanjutnya dapat dilakukan. Upacara membuat rumah digolongkan dua kelompok, pertama yang menetap permanen dan kedua yang menetap sementara. Masyarakat yang menetap permanen umumnya membuat rumah secara permanen pula. Agar rumah yang didiami memberikan berkah, maka diselamati dengan menyelenggarakan syukuran. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 89
Urutan pelaksanaan syukuran, sebelum pekerjaan dilakukan terlebih dahulu yang empunya hajad memohon doa kepada Yang Maha Kuasa yang dipimpin oleh ulama Islam. Isi permohonan doa yaitu memohon pekerjaan yang sedang dikerjakan agar dapat terlaksana dengan selamat, lancar dan sehat. Upacara doa dilakukan di rumah shohibul hajad dengan mengundang sanak saudara agar dapat ikut mendoakan. Kemudian, setelah rumah selesai yang punya rumah melakukan upacara syukuran kembali. Adapun proses syukuran sama dengan diawal syukuran dengan doa mohon diselamatkan dalam memakai rumah, diberi rezki yang baik dan halal serta kesehatan. Pada upacara di akhir pekerjaan biasanya mengundang sanak saudara dan handaitolan sesuai kemampuan yang punya hajad. Ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa di masyarakat yang mendapatkan kelimpahan kebahagiaan mengadakan syukuran di rumah masingmasing. Cara penyelenggaraan ungkapan syukur disesuaikan dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing, dan disesuaikan dengan tradisi kehidupan bermasyarakat dalam urusan ritualnya. Kaum yang beragama Islam syukuran diselenggarakan menurut cara Islam. Hidangan masakan yang disiapkan oleh shahibul hajad adalah halal yang kehalalannya terjamin. Ucapan syukur setiap waktu dapat berupa; mendapat rezki ikan yang berlimpah, terhindar dari marabahaya, atau berhasil dalam bidang pendidikan (khatam Al Qur’an, sekolah). Masyarakat pesisir Karangsong mempunyai ikatan sosial yang tinggi, sehingga hubungan kemasyarakatan tampak harmonis, karena itu
pelabuhan perikanan
pantainya mampu berkembang pesat. C) Tokoh Masyarakat Tokoh masyarakat Desa Karangsong Indramayu adalah orang yang dianggap punya kemampuan spiritual dan mempunyai charisma tersendiri di dalam masyarakat. Tokoh masyarakat disebut juga tetua masyarakat sangat dihormati, sehingga peranannya di dalam menjaga kerukunan masyarakat antarmasyarakat yang ada di Karangsong sangat besar. Tokoh masyarakat berkedudukan juga sebagai pemuka adat yang dapat memimpin upacara-upacara ritual karena kelebihan yang dimilikinya.
Oleh karena itu, di dalam setiap peristiwa hajad
masyarakat (besar atau kecil) keberadaan tokoh masyarakat tersebut sangat penting. Karangsong didiami mayoritas masyarakat etnik sunda pesisiran, maka masyarakatnya terbuka dan patuh kepada tokoh masyarakat dan peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah menjadi pegangan hukum bersama, peraturan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 90
adalah hukum yang paling dijunjung tinggi, sehingga keamanan, dan kedamaian di Karangsong sesungguhnya bermula dari kepatuhan terhadap peraturan pemerintah tokoh masyarakat. Dari pernyataan tersebut, aplikasinya terlihat jelas di dalam kehidupan masyarakat. Setiap masyarakat pesisir berpegang pada peraturan pemerintah di dalam melaksanakan penangkapan ikan di laut. Mereka melengkapi persyaratan administrasi, surat izin berlayar dari dinas perikanan dan pemimpin sejati bagi masyarakat adalah mereka yang mampu menjunjung peraturan pemerintah, yaitu mulai dari tokoh masyarakat, kepala Desa, Camat, Bupati dan Gubernur. Dalam kaitannya dengan pemeliharaan nilai-nilai baik yang menuntun kehidupan bermasyarakat, maka kedudukan tokoh masyarakat terhormat, karena sebagai orang yang dipatuhi dan dihormati mampu menegakkan kebenaran, keadilan serta kejujuran. Tokoh masyarakat yang dijadikan titik sentral sosial kehidupan bermasyarakat, pada gilirannya menjadi penuntun masyarakat. D) Masyarakat Masyarakat pesisir desa Karangsong dilihat mempunyai kearifan lokal dan terungkap dalam Focus Group Discussion “menghormati laut karena mempunyai kekuatan magic dan sebagai sumber penghidupan harus dipelihara bersama dengan baik melalui mitos dan diselamati dengan mengucap syukur melalui Nadran”. Upacara adat untuk
berterimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rejeki, keselamatan, kebahagiaan selama melaut”. FGD dihadiri oleh narasumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu beserta tokoh masyarakat lainnya. Peran upacara Nadran di dalam masyarakat pesisir Karangsong memperjelas fungsinya, kegiatan Nadran mampu menjadi sarana pemersatu seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat pesisir gotong royong secara sosial dan bersama-sama merasakan syukur atas rezki laut bagi kehidupan. Ikan laut yang ditangkap oleh nelayan jelas-jelas berguna untuk memenuhi konsumsi protein masyarakat dan juga kesejahteraannya. Kearifan yang tertanam di masyarakat selama melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut untuk bekerja dengan jujur dan adil, karena mentaati mitos atau pantangan selama melaut. Kesediaan masyarakat berpantang adalah wujud dari niai kejujuran yang telah tertanam dan dipraktekkan didalam kesehariannya. Berpegangan pada pantangan menciptakan sikap bersih sehingga menjadi bagian kehidupan bersama, itu dapat dilihat tidak ada keoanaran di laut.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 91
Tokoh masyarakat sebagai perwakilan penegakan keadilan dan kejujuran tetap dijadikan teladan dan dihormati karena karena terbentuk tuntunan nilai-nilai berbasis kearifan bersifat santun dan sabar di dalam berhadapan dengan segala situasi yang tidak pasti di laut. Terhadap persengketaan yang timbul, mulai di pasar, TPI, selama kegiatan penangkapan di laut, pelanggaran karena alat tangkap atau memasuki wilayah penangkapan masyarakat nelayan di luar daerahnya atau pelanggaran perahu di tengah laut yang menyebabkan kerusakan, semuanya dapat diselesaikan melalui aturan yang dipakai bersama dengan musyawarah yang dipimpin tokoh masyarakat dan pemerintah. Melalui musyawarah bersama, jika ada nelayan andon dapat diterima juga untuk berbagi rezki dan pengalaman. 3.3.3. Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi Gambaran keberadaan perahu dan kapal di Karangsong tahun 2011 sebagai berikut. Perahu mendominasi karena dimiliki nelayan kecil sebanyak 6.000 armada. Kapal diatas 30 GT sebanyak 195 armada yang produktivitasnya tinggi karena mampu berproduksi melebihi 5.805 buah kapal dibawah 30 GT. A) Pengetahuan Pengelolaan Sumber Daya Laut Laut bagi masyarakat pesisir Karangsong yang penduduknya beretnik Sunda pesisiran harus dihormati karena mempunyai kekuatan magic. Untuk dapat mengambil manfaat dari dalamnya sebagai sumber penghidupan maka harus dipelihara bersama. Cara melakukan pemeliharaan yaitu menghormati mitos yang berlaku di dalam masyarakat dengan mengucap syukur melalui upacara selamat “Nadran”. Lingkungan laut diperlakukan dengan baik, maka rezki ikan akan banyak, sebab karang-karang tempat ikan berkembang biak tidak rusak, hutan mangrove tumbuh subur dan dapat menjadi tempat perlindungan ikan. Pengetahuan masyarakat pesisir menangkap ikan di laut didasarkan dari pengalaman yang turun temurun dari nenek moyang yang diteruskan hingga sekarang. Pengetahuan pembuatan perahu dan kapal yang mampu berlayar di tengah laut adalah karena sesuai dengan lingkungan alam laut dimana mereka berada. Teknik pembuatan perahu dan kapal serta peralatan alat tangkap di Indramayu sudah maju dan pembuatannya diusahakan tidak menjadi penyebab kerusakan. Perahu dan kapal memiliki zona penangkapan masing-masing, makin besar kapal zonanya makin jauh. Wilayah tangkapan nelayan dengan kapal di bawah 10 GT kurang dari 12 mil dari pantai, sedangkan nelayan dengan kapal besar diatas 30 GT dapat menangkap ikan sampai ZEE.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 92
Sumber daya yang tersedia di dalam laut sekitar Karangsong sudah menipis dan ikan, kekerangan, rumput laut dan biota laut lainnya mulai mendapat tekanan akibat besarnya eksploitasi. Pemerintah mengatasinya dengan membuat program pencanangan setiap tahun setiap nelayan menebar bibit ikan one man one fish. Pengetahuan yang lain adalah berkenaan dengan ilmu perbintangan, arus laut, musim angin dan jenis badai atau gumpalan awan di langit serta posisi bulan dan matahari, perubahan daratan pantai, bentuk rumah dan pola pemukiman masyarakat. Kesemua pengetahuan itu menjadi dasar masyarakat pesisir sebagai petunjuk agar dapat hidup dan berkehidupan yang baik apakah sedang di laut maupun sedang di daratan. Dari pemahaman bahwa pengetahuan agar digunakan untuk kelanjutan kehidupan, maka menciptakan sikap terhadap sumber daya laut untuk dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kearifan pengetahuan pengelolaan sumber daya Laut
mencakup aspek-aspek
batas wilayah penangkapan,
kewenangan, aturan penangkapan, pemantauan dan sanksi. Batas Wilayah Penangkapan Ikan ikan secara tradisonal diketahui oleh masyarakat pesisir yaitu dari tepi pantai hingga ketengah laut tergantung dari kemampuannya masing-masing. Daerah penangkapan dari satu tempat ke tempat lainnya, masyarakat pesisir telah mengetahunya pula dengan pasti setiap kali mereka melakukan penangkapan ikan. Pengetahuan tentang batas daerah penangkapan yang umumnya diketahui, selain ditandai oleh karang, juga diukur dari
kemampuan
kapal
mengarungi
laut
tersebut.
Pengetahuan
daerah
penangkapan oleh sesama anggota masyarakat yang menangkap ikan telah ikut menjalin pengertian bersama di dalam menjalankan kesepakatan wilayah penangkapan masing-masing. Batas wilayah yang diketahui sebagai tempat penangkapan ikan, sewaktu – waktu terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh sesama anggota masyarakat atau oleh nelayan yang datang dari luar daerah. Untuk pelanggaran dari sesama warga penyelesaiannya lebih ke arah kekeluargaan, tapi kalau tidak bisa diselesaikan kemudian ditangani oleh pemerintah yang berwenang. Untuk nelayan luar daerah umumnya
penyelesaiannya
melalui
peraturan
pemerintah.
Penyelesaian
persengketaan karena batas daerah penangkapan maka peraturan daerah tingkat Kabupaten yang diutamakan, tetapi bila tidak selesai maka penyelesaiannya melalui peraturan daerah tingkat Propinsi dan Nasional. Nelayan yang sedang menangkap ikan melihat pelanggaran memberikan informasi kepada aparat pemerintah yang
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 93
berwenang, dan mereka memberi tahu dimana wilayah nelayan setempat yang dilanggar oleh nelayan luar wilayah yang melakukan penangkapan ikan. Kewenangan pemegang otoritas yang mengatur dan mengelola sumber daya perikanan di wilayah laut adalah; 1) kewenangan formal dan 2) kewenangan informal. Pengetahuan Kewenangan Formal dari masyarakat tentang pengelolaan sumber daya secara administratif ada di pemerintah. Pengetahuan kewenangan batas perairan dari tepi pantai hingga ketengah laut, dibawah 12 mil laut kewenangan Kabupaten/Kota dan diatas 12 mil laut kewenangan Propinsi. Masyarakat pesisir di Karangsong mematuhi peraturan pemerintah sehingga semua aturan yang ditetapkan oleh pemerintah menjadi dasar hukum di dalam memutuskan sesuatu; baik dalam batas penangkapan, persengketaan, persyaratan perahu dan kapal, persyaratan alat tangkap dan juga pasca panen hasil tangkapan ikan dan tebar benih ikan. Pengetahuan kewenangan informal tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut menurut adat istiadat oleh masyarakat pesisir di Karangsongsong tidak diketahui secara langsung. Batas daerah penangkapan menurut adat yang diatur dan dikelola oleh masyarakat dalam ikut mengelola dan memanfaatkan daerah laut tidak terjadi. Praktek pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan daerah penangkapan dilakukan oleh aparat pemerintah melalui angkatan laut, polisi, dan aparat pemerintahan Desa, kecamatan dan kabupaten. Distribusi Hak Kolektif dan Operasional yang dimaksudkan adalah hak pemanfaatan laut secara bersama antaranggota nelayan yang menangkap ikan di daerah Karangsong Indramayu. Hak operasional adalah hak pertama yang dimiliki masyarakat pesisir Karangsong untuk memanfaatkan hasil laut di sekitar daerahnya. Laut sebagai milik negara mempunyai hukum terbuka, sehingga untuk menjaga hak kolektif terhadap daerah penangkapan di daerahnya diatur berdasarkan peraturan pemerintah kabupaten. Pengaturan berdasarkan peraturan kabupaten mewajibkan setiap nelayan yang menangkap ikan harus terdaftar, dan mempunyai surat izin usaha. Pemerintah Kabupaten Indramayu melalui peraturannya juga membuat program kelestarian sumber daya ikan dengan “one man one fish” serta pembersihan masyarakat dari penyakit sosial (PSK). Nelayan Karangsong melakukan kegiatan penangkapan ikan dibekali pengetahuan tentang daerahnya secara formal, sehingga bila terjadi kelalayan batas wilayah mereka harus patuh dan tunduk pada aturan pemerintah. Karena itu, kearifan pelaksanaan operasional peraturan menjadi bagian pengetahuan semua anggota masyarakat, dan pemerintah dapat sebagai penjaga persatuan. Atas dasar itu, maka pengetahuan aturan pemerintah tentang daerah penangkapan, alat Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 94
tangkap, atau aturan lainnya yang berhubungan dengan penangkapan ikan, klaim terhadap wilayah
penangkapan ikan tertentu
adalah
termasuk kearifan
pengetahuan yang menyangkut upaya konservasi bagi masyarakat. Pemantauan dan Sanksi adalah pengamatan terhadap gejala alam di laut dan sanksi adalah tindakan yang diberikan terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan formal pemerintah. Pemantauan sumber daya laut disekitar wilayah Indramayu tentang kesuburan lingkungan, musim ikan, musim tidak ada ikan, dan laut bergelombang besar atau tenang adalah bagian pengetahuan bersama. Pengetahuan bersama ditanamkan melalui nilai-nilai luhur yang diajarkan dan diwariskan oleh kaumnya. Kearifan pengetahuan yang dimiliki membuka kesadaran bersama apabila ada kecelakaan, bahaya besar mereka akan memberitahukannya kepada anggota masyarakat lain yang sedang membutuhkan pengetahuan tersebut. Pemantauan mengenai kesulitan yang sedang dipikul oleh masyarakat dilakukan secara bersama, sehingga masyarakat pesisir Karangsong memiliki saling peduli dan tegar menghadapi cobaan, dan patuh dengan peraturan pemerintah. Sanksi atau hukuman yang diberikan kepada masyarakat, bila kesalahannya jelas harus ditaati dan pelanggaran yang ringan masyarakat dapat bersepakat untuk menegakkan aturan pemerintah yang berlaku dan diakui oleh masyarakat. Pelaksanaan hukuman yang diakibatkan oleh adanya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja dari seseorang atau sekelompok dipakai aturan-aturan pemerintah yang hidup di dalam masyarakat. Aturan tersebut seperti pantangan pergi berlayar menangkap ikan tanpa surat izin menangkap ikan. B) Peralatan dan Teknologi Pengetahuan dan teknologi perikanan yang dimaksudkan adalah di dalam mendeskripsikan hasil pengamatan di Desa Karangsong meliputi pemaknaan teknologi, pengetahuan alat produksi, teknik pembuatan dan pemanfaatan teknologi. Pandangan pemaknaan teknologi dilapangan sangat terasa, diketahui banyak orang di masyarakat pesisir bahwa teknologi yang dimanfaatkan untuk pemanfaatan sumber daya laut adalah ciptaan etnik mereka yang disesuaikan dengan lingkungan laut dimana mereka berdiam. Teknologi yang telah diciptakan sarana penangkapan ikan berupa perahu, kapal, alat tangkap dan pengetahuan arus laut serta perbintangan. Kesemua teknologi tersebut menjadi bagian kehidupan masyarakat pesisir sehari-harinya.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 95
Pada mulanya masyarakat pesisir di dalam menciptakan sarana dan alat tangkap adalah yang ramah lingkungan, karena mereka mengetahui kehidupan mereka tergantung dari kesuburan laut di daerahnya. Hasil teknologi berupa perahu dan kapal dimaknai sebagai inti kehidupan bersama karena teknologi tersebut yang mengikat kerjasama, hubungan sosial, simbol sosial kemasyarakatan dan kesejahteraan ekonomi. Jenis kapal model cungking karena berbentuk runcing dihaluan dan diburitan kapalnya, model tersebut sesuai dengan perairan di Laut Jawa dan sekitarnya. Teknologi alat tangkap yang dipakai nelayan adalah warisan dari generasi ke generasi, dan teknologi tersebut telah sangat sesuai dengan lingkungan laut dimana kehidupan mereka berada. Makna kearifan lokal tentang dasar penciptaan dan cara pelaksanaanya yang tidak merusak lingkungan sangat kental, tetapi sekarang mulai bergeser karena pertimbangan ekonomi yang bersifat untung dan rugi. Teknologi yang dimaknai memberikan manfaat kehidupan bagi masyarakat pesisir adalah peralatan kehidupan yang dapat membantu memanfaatkan hasil laut yang ada di sekitar daerahnya guna menjamin kelangsungan hidup bagi dirinya dan anak cucunya. Teknologi tersebut adalah teknologi yang tidak bersifat merusak lingkungan, sebab lingkungan laut tanggung jawab bersama untuk tidak dirusak. Dengan memahami teknologi yang tidak merusak linkungan, maka setiap teknologi penangkapan yang dibuat oleh masyarakat harus mempunyai nilai-nilai luhur yang bersifat tidak merusak. Perkembangan yang terjadi di Karangsong dan sekitarnya justru mulai berbalikan dengan makna penciptaan teknologi semula yang luhur dan penuh kearifan, baik bagi dirinya maupun bagi sumber daya laut. Pengetahuan alat produksi penangkapan ikan dan pengambilan biota laut diketahui masyarakat pesisir karena dapat digunakan di dasar laut, ditengah air laut dan dipermukaan air laut. Pengetahuan alat produksi lainnya berhubungan dengan wadah, makanan, pakaian, perumahan, alat transportasi dan sumber daya laut. Semua pengetahuan tersebut oleh masyarakat pesisir digunakan sebesar besarnya bagi kemaslahatan dirinya, keluarga dan orang lain untuk kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, terhadap penggunaan alat produksi yang dipakai oleh setiap masyarakat pesisir diatur oleh pemerintah agar tidak digunakan sewenangwenang hanya untuk mengejar keuntungan ekonomi saja, tetapi hendaknya ikut menjaga kelestarian sumber daya perikanan. Teknologi Alat Produksi Penangkapan adalah sarana penangkapan berbentuk kapal, dan di Indramayu sekarang dibedakan menjadi tiga jenis yang didasarkan pada kapasitan (gross ton) yang dimiliki yaitu; 1. kapal kecil ukuran 1 – 10 ton, 2. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 96
kapal sedang ukuran 5 – 10 ton dan 3. kapal besar ukuran diatas 10 ton. Alat tangkap yang dipakai nelayan Karangsong adalah jaring arad, jaring icik, jaring lingkar, Jaring payang, jaring rampus, jaring belanak, jaring gillnet, sero dan pancing. Dari berbagai jenis alat tangkap yang ada, yang terbanyak digunakan nelayan sekarang adalah arad. Alasan utama arad digunakan karena hasil ikan tangkapan yang diperoleh banyak dan biaya pemeliharaan murah dan biaya pemeliannya juga murah, pengoperasiannya mudah tidak perlu terlalu banyak orang. Permasalahan sosial yang mucul adalah arad alat tangkap aktif mempunyai sifat merusak lingkungan dalam jangka panjang berpotensi timbul konflik sosial karena nelayan lain merasa dirugikan, sumber daya ikan berkurang, alat tangkap mereka sering rusak terlanggar dan perebutan wilayah tempat penangkapan ikan di lokasi yang sama. Sarana penangkapan adalah terdiri dari perahu dan kapal serta mesin tempel dan mesin in-boat yang ukurannya berkapasitas antara 1,5 ton hingga 75 ton dengan lama penangkapan mulai dari satu (1) hari hingga 45 hari laut. Perahu dan kapal yang digunakan jenis cungking dan dapat digunakan untuk berbagai alat tangkap. Perahu dan kapal jenis cungking kaskonya terbuat dari kayu jati yang didatangkan dari daerah luar Karangsong. Pembuatan kapal dapat dilakukan di sepanjang jalan menuju TPI Karangsong.
Orang yang mempunyai keahlian
pembuatan kapal umumnya berasal dari daerah Pasekan Indramayu.
Orang
Karangsong sendiri tidak ada yang mempunyai keahlian membuat kapal. Perahu yang dibuat oleh masyarakat telah disesuaikan dengan lingkungan perairan Karangsong. Perahu dapat diawaki oleh dua orang atau lebih dengan motor tempel. Kapal besar adalah buatan daerah Karangsong yang kapasitasnya bisa mencapai 75 GT. Mereka menggunakan alat tangkap Slerek/payang atau purse sein yang jumlah awak kapalnya dapat mencapai 25-30 orang dalam satu unitnya. Di Karangsong terdapat 195 buah kapal yang menggunakan alat tangkap jaring purse seine (lingkar) dan payang (slerek). Mesin perahu yang digunakan nelayan buatan Cina dan Jepang berkekuatan berkisar antara 15 tenaga kuda (PK) hingga 75 (PK). Mesin berbahan bakar minyak solar dan bensin karena hanya minyak tersebut yang disediakan pemerintah. Dan alat tangkap yang dipakai nelayan Karangsong adalah jaring arad, jaring icik, jaring lingkar, Jaring payang, jaring rampus, jaring belanak, jaring gillnet, sero dan pancing.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 97
Gambar 18. Armada penangkapan nelayan
Gambar 19.Alat tangkap nelayan Teknologi selain Alat Tangkap berupa; Wadah, maksudnya tempat menyimpan ikan di atas perahu atau memindahkan ikan di tempat pendaratan ikan. Wadah ikan di atas perahu berupa kotak fiberglass dan kotak busa plastik (stereoform). Makanan dibuat oleh masyarakat pesisir Karangsongberbahan baku beras, umbi-umbian, buah-buahan dan juga dari hasil laut (ikan, kerang, udang, cumi, kepiting laut). Bahan makanan diolah menjadi makanan pokok dan makanan tambahan. Makanan tambahan ada juga yang diolah dalam bentuk pengawetan (ikan asin, pindang, terasi) agar dapat dimasak untuk selanjutnya. Pakaian khusus hasil industri tenunan masyarakat pesisir Karangsong tidak ada, semua bahan pakaian didatangkan dari luar daerah dalam bentuk pakaian jadi atau bahan konveksi. Nelayan umumnya tidak menggunakan pakaian khusus untuk pengamanan selama berlayar di tengah laut. Perumahan tempat tinggal dapat digolongkan dua kategori. Rumah permanen yang moderen dan rumah sederhana. Rumah sederhana di Karangsong umumnya dibangun dari bahan yang tidak standar. Bahan bangunan utama adalah kayu dan bambu. Pemiliknya adalah anak buah kapal (ABK), pedagang kecil dan buruh tani atau pekerja kasar lainnya. Tipe Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 98
rumah tempat tinggal menyatu dengan tanah yang dibangun dekat pantai, dan peralatan penangkapan (perahu, alat tangkap ikan, mesin) di dekat rumah mengelompok menjadi satu kesatuan komunitas. Tujuan pengelompokan untuk memudahkan menggerakkan sarana penangkapan secara dinamis dari perubahan gelombang dan arus angin. Sedangkan rumah permanen yang dibuat dari bahan semen berkualitas bagus telah dibangun di Karangsong. Rumah tersebut mengikuti perkembangan bangunan di kota atau perumahan layak huni. Pemiliknya adalah pemilik modal (juragan darat). Alat Transportasi, yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang di air adalah perahu dan di daratan mobil, motor, gerobak. Mobil transportasi daratan digunakan untuk menghubungkan Desa Karangsong dengan daerah sekitarnya, dan sekarang angkutan sepeda motor (ojek)juga mulai banyak digunakan masyarakat. Sumber Daya Laut, yang dimiliki daerah Karangsong sangat banyak, itu ditandai oleh banyak kapal besar dan kecil yang melakukan penangkapan ikan di sekitar laut Jawa dan atau diluar laut Jawa. Ikan yang ditangkap jenisnya banyak seperti kembung, layang, selar, petek, tuna, hiu, cakalang, kakap, selayar, udang, kepiting, dll) serta ikan pelagik kecil lainnya. Hasil dari sumber daya laut tersebut dapat dimakan langsung atau dijual kepada orang yang membutuhkan, dan uangnya dapat digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan hidup dan kehidupan. Teknik pembuatan alat produksi meliputi teknik produksi dan, persepsi terhadap alat tangkap. Berkenaan dengan teknik produksi lebih mengarahkan pada cara pembuatan alat yang mampu menghasilkan penangkapan ikan, sedangkan persepsi lebih ditekankan pada kemampuan alat tangkap menjaga keseimbangan lingkungan., Teknik Produksi merupakan kombinasi dari teknologi manufaktur dengan ilmu manajemen. Bidang ini umumnya mencakup pengetahuan yang luas dalam disiplin ilmu teknik yang juga memperhatikan sistem manajemen yang berkaitan dengan produksi. (Industrial Engineering - Gadjah Mada University, 2011). Konsep teknik produksi tersebut dihubungkan dengan teknik produksi penangkapan ikan di laut, maka teknik produksi dapat didefinisikan sebagai kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan ikan atau biota laut lainnya. Kemampuan berkaitan dengan pengetahuan luas dalam disiplin ilmu teknik yang berhubungan dengan manajemen penangkapan ikan, maka kemampuan teknologi alat tangkap di dalam mendapatkan ikan pada saat dioperasikan di laut adalah kemampuan menghasilkan produksi. Untuk itu perlu diketahui; sejarah penggunaan, alasan pemilihan alat tangkap, informasi pengetahuan pembuatan dan pemakaian, jenis alat produksi yang Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 99
digunakan seperti (perahu, alat tangkap, dll), dan sistem kerja alat tangkap tersebut. Sejarah Penggunaan, Alat produksi perahu cungking adalah milik khas nelayan Karangsong dari dahulu. Adapun alat tangkap payang dari masyarakat pesisir Karangsong dan purse sein dikenalkan pada sekitar tahun 1974 (Subani, W. Jurnal PPL, 1989) dari Philippine dan sekarang berkembang pesat. Untuk membantu mengumpulkan ikan pelagik (kecil dan besar) sekarang digunakan rumpon, yaitu alat tangkap yang dipasang di tengah laut secara tetap yang terbuat dari bambu dengan pemberat timah dan diberi daun kelapa. Pengetahuan teknik penggunaan alat tangkap didapatkan dari warisan nelayan terdahulu dan juga dari pengalaman. Warisan yang diajarkan adalah alat produksi yang digunakan bukan hanya dilihat sebagai barang mati, tetapi alat tangkap tersebut mempunyai fungsifungsi luhur tentang kehidupan dari generasi ke generasi. Di dalam pandangan masyarakat pesisir ada ajaran bahwa teknik penggunaan alat tangkap harus diimbangi dengan adab nilai-nilai kebaikan yang harus selalu di jaga bersama, antara lain menghindari keserakahan, mempunyai sifat berbagi dengan sesama dan mengindahkan hukum lingkungan alam laut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Alasan Pemilihan Alat Tangkap adalah permasalahan yang sangat penting bagi nelayan, karena setiap alat mempunyai kelebihan dan kekurangan masingmasing.
Kelebihannya
meliputi
kemudahan
teknis
pengoperasian,
teknis
pembuatan, pemeliharaan dan membawanya di dalam perahu atau kapal, seta tenaga yang mengoperasikannya. Sebaliknya kelemahannya adalah berlawanan dengan kelebihannya, termasuk juga yang bersifat merusak lingkungan dan merusak lingkungan habitat ikan. Dan pengetahuan Pembuatan dan pemakaian alat tangkap yang digunakan masyarakat sangat penting. Pengetahuan pembuatan alat tangkap dihubungkan dengan kesesuaian lokasi dan pemakaiannya lebih ditekankan pada keselamatan pemakai alat tangkap tersebut. Seperti jenis alat produksi bagi nelayan sangat penting, karena ada dua jenis sifat alat tangkap, pertama pasif dan kedua aktif. Alat yang bersifat aktif cara mengoperasikannya ditarik oleh kapal dengan kekuatan mesin. Ikan ditangkap dengan paksa dan terumbu karang yang terlanggar jadi rusak, contohnya arad, jaring otok, jaring trauwl, purse sein dan payang atau pukat pantai. Alat yang bersifat pasif, cara operasinya menunggu ikan menabrak alat tangkap dan tidak memaksa serta merusak karang, contoh pancing, bubu, gillnet, trammelnet (gondrong), jala, sero dan jaring icik. Sistem Kerja Alat Tangkap adalah pengetahuan yang harus dikuasai oleh nelayan sebagai pengguna alat. Setiap alat tangkap yang menghasilkan ikan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 100
mempunyai sistem kerja teknisnya masing-masing. Sistem kerja tersebut berkaitan dengan
bahan
alat
tangkap,
arus
laut,
teknik
penangkapan
dan
cara
pemeliharaannya. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan pemakaian terhadap alat tangkap ikan akan memberikan pendapatan hasil yang lebih baik, dan itu sama dengan tingkat kesejahteraannya juga membaik. Nelayan tradisional terhadap sistem kerja alat, juga melakukan metode pendeteksian keberadaan ikan. Pendeteksian ikan adalah mengenali lingkunag alam, seperti merasakan arah angin sehingga bisa diketahui di wilayah mana ikan banyak berkumpul.
Tindakan
selanjutnya setelah datang ke lokasi tersebut, adalah melakukan:
Penyelaman mendengarkan suara arah ikan (ngubeng), setelah itu baru menuju arah yang diperkirakan banyak ikan. Dalam pencairan ikan ngubeng bisa dilakukan beberapa kali sampai ketemu.
Manto, nelayan berdiri di atas kapal sambil melihat ke laut. Di daerah yang banyak ikan akan terlihat berkilauan.
Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu mengembangkan IDPI (Informasi Daerah Penangkapan Ikan), yaitu sebuah teknik untuk menyampaikan daerah potensi ikan dengan cara menayangkannya pada “walk board” di depan kantor Dinas sehingga setiap orang bisa membacanya. Persepsi Alat Tangkap yang digunakan adalah berkenaan dengan adanya
kesesuaian tujuan penangkapan, kelestarian sumber daya alam,
dan kondisi
sumber daya saat ini. Kesesuaian tujuan penangkapan ikan adalah penilaian pertama yang diberikan pada suatu alat tangkap bahwa alat tangkap ikan tersebut sesuai menangkap jenis–jenis ikan tertentu. Dengan mengetahui persepsi alat tangkap ikan, maka nelayan dengan keterampilan yang dimiliki, pembiayaan yang tersedia dan lokasi penangkapannya yang cocok akan menyesuaikan dirinya. Persepsi menjadi penting karena berkaitan dengan kebutuhan hidup sehari-hari baik di dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Karena itu alat tangkap dipakai hanya untuk mendapatkan ikan atau biota laut dan akan menghindari perbuatan yang merusak lingkungan habitat ikan, atau lingkungan karang tempat berkembang biaknya ikan, daripada hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat. Kelestarian Sumber Daya Alam dimana nelayan mempersepsikan dirinya menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dalam jangka pendek hingga panjang. Kesadaran jangka panjang terhadap kelestarian sumber daya dapat dipupuk melalui petuah orang terdahulu, nenekmoyang dan ajaran nilainilai agama yang disampaikan oleh pemuka agama.
Oleh karena itu, supaya
sumber daya tidak cepat rusak, pemerintah juga ikut mengatur alat tangkap dan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 101
lokasi penangkapan yang tidak boleh ditangkap (konservasi). Dan kondisi sumber daya ikan pada akhir-akhir ini semakin terancam dan gejala kelebihan tangkap mulai dirasakan oleh nelayan (informan kunci, 2011). Bukti kelebihan tangkap telah terjadi karena banyak dikeluhkan oleh nelayan, seperti menangkap ikan makin sulit, jaraknya makin jauh dan jumlah tangkapan makin sedikit. Kondisi sumber daya ikan makin berkurang ada yang mengatakan karena kelalaian atau karena ada niat kesengajaan tidak menghiraukan daya dukung sumber daya ikan. Sumber daya laut sebagai tempat kehidupan yang menyediakan ikan dan biota laut lainnya bagi kehidupan manusia, kearifan selama ini terjaga mulai ditinggalkan dan kondisi sumberdaya yang tidak boleh dirusak mulai dilanggar. Upaya mengingatkan kembali tentang sumberkehidupan supaya dijaga bersama dari ajaran luhur para tetua masyarakat agar selalu berbuat baik kepada lingkungan kehidupan, maka untuk mengingatkan perbuatan baik sangat penting, maka setiap tahun diadakan upacara Nadran. Nadran adalah ungkapan tanda syukur kepada laut yang telah memberi kehidupan, balasan kasih adalah mempersembahkan kepada laut kepala kerbau, tidak saja menjadi makanan ikan dan tulangnya menjadi sarang ikan, namun membuang bagian-bagian yang banyak mengandung kolesterol sumber penyakit. Nadran juga dijadikan sarana silaturrahmi dan kerjasama sosial dan keagamaan antarwarga secara bersamasama. C) Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan teknologi berkaitan dengan informasi ritual dan peraturan; Status Alat, Sistem Bagi Hasil, dan Skala Usaha; Pengadaan Alat, Kerja Sama, Cara Pembelian; dan Pakaian Khusus. Ritual dan Peraturan mengenai pemanfaatan teknologi berhubungan dengan ritual dan peraturan. Ritual dimaksudkan sebagai pernyataan tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena selamat dan diberi rezki kehidupan. Peraturan dijadikan sebagai penjaga aturan penangkapan agar teratur dan aman. Upacara ritual dilakukan setiap saat akan mencari ikan di laut, caranya memanjadkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk diberi kemudahan dan keselamatan. Memanjadkan doa kepada Tuhan dilakukan sebelum membuat alat tangkap ikan dan memakai alat tangkap ikan (perahu/kapal, alat tangkap) maksudnya di restui doanya. Sama halnya juga memanjadkan doa kepada Tuhan disaat alat tangkap digunakan nelayan agar mendapat kemudahan dan rezki yang banyak yang berkah, artinya memberikan kesehatan, kebahagiaan dan kemuliaan. Peraturan yang berkaitan dengan pemakaian alat tangkap ada yang bersumber dari lokal, dan ada Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 102
juga dari nasional. Peraturan lokal dapat dibagi dua, yaitu pemerintah dan masyarakat. Peraturan pemerintah berupa peraturan daerah yang dibuat Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Propinsi yang ditindak lanjuti oleh Gubernur dan DPRD Kabupaten yang ditindak lanjuti oleh Bupati. Pemerintah Kabupaten Indramayu menggunakan peraturan pemerintah sebagai tuntunan ketertiban mereka di darat dan di laut, seperti pengendalian arad. Cara yang ditempuh oleh pemda untuk mengurangi penggunaan arad yaitu; a. Penarikan arad secara bertahap dan diganti dengan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan (millennium kecil), b. Tidak memberikan surat ijin pemakaian arad. Kebijakan tersebut disambut nelayan cukup baik, langkah tersebut ditunjukkan oleh sifat kooperatif yang dengan sukarela menyerahkan arad unutk diganti dengan jaring millennium. Permasalahan adalah kemampuan penyediaan jaring millennium masih terbatas yang menyebabkan program ini butuh waktu yang relative lama. Pemanfaatan teknologi alat tangkap ikan dilihat dari status, bagi hasil dan skala usaha. Status alat tangkap berhubungan dengan hak seorang atau kelompok orang terhadap penggunaan alat tersebut. Untuk mengetahui tingkatan hak seorang atau kelompok orang yang diakui oleh masyarakat diukur dengan sebutan pemilik, peminjam, atau penyewa. Pemilik disebut juga sebagai Juragan artinya orang yang mempunyai kapital cukup untuk menjalankan usaha penangkapannya. Juragan disebut juga sebagai orang terpandang, dihormati karena dia menjadi tumpuan banyak orang dapat bekerja dengannya sebagai anak buah kapal, nakhoda, juru mesin atau penjaga kapal di tempat pendaratan ikan. Sistem bagi hasil ikut menentukan cara membayar hasil tangkapan pada penggunaan alat tangkap. Pola sistem bagi hasil diakui di dalam masyarakat sebagai cara menentukan pembayaran hasil tangkapan antaranak buah kapal dan juragan. Cara pembayaran bagi hasil tidak menimbulkan kekacauan sosial, karena masyarakat melihatnya sebagai keadilan dan keterbukaan bersama, karena tanggung jawab sosial ikut melekap pada juragan. Nilai-nilai luhur yang dipakai adalah nilai kearifan bersama yang telah diakui sejak lama, sehingga menjadi norma kebiasaan bagi masyarakat pesisir di Karangsong. Skala usaha berkaitan dengan kemampuan teknologi penangkapan ikan. Skala usaha merupakan ukuran tentang kemampuan masyarakat pesisir di dalam memanfaatkan sumber daya ikan yang ada di perairan laut mereka. Tinjauan di lapang dengan mudah memperlihatkan ukuran fisik perahu atau kapal yang dioperasikan oleh nelayan saat ini. Ukuran fisik yang dilihat mampu mengindikasikan besaran realitas skala usaha yang sedang digunakan oleh masyarakat. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 103
Nelayan Karangsong mampu menggunakan sarana penangkapan yang bervariasi (kecil, sedang, besar, tradisional dan moderen) dan itu berhubungan erat dengan laju besaran investasi yang ditanamkan di dalam kegiatan usaha penangkapan ikan. Laju investasi yang dipantau melalui jumlah armada, alat tangkap, jenis alat tangkap, ukuran kasko dan ukuran mesin serta jarak tempuh ke tempat penangkapan ikan serta lamanya beroperasi di tengah laut menunjukkan cukup besar (nelayan kecil 6.000 armada, diatas 30 GT
ada 195 buah, total
produksi armada diatas 30 GT melebihi produksi 5.805 buah kapal dibawah 30 GT). Nelayan di Karangsong menunjukkan laju penangkapan ikan tinggi, jenis ikan besar dan kecil, TPI berjalan, pedagang banyak yang bertransaksi dan perkampungan nelayan berkembang.
Gambar 20.Prasarana Penangkapan Ikan Dari Pengadaan, Kerja Sama, dan Cara Pembelian alat tangkap oleh nelayan masih tergantung pada pihak lain, yaitu pedagang sarana perikanan dan alat tangkap berada di luar Karangsong. Pemenuhan alat penangkapan (jaring, benang nylon, tali plastik, mata pancing, dll) sehari hari dilayani oleh tokoh (warung) yang menyediakan alat perikanan. Warung yang khusus menyediakan alat perikanan jumlahnya terbatas, untuk keperluan yang banyak ada di Jakarta atau Surabaya dan peralatan yang dibeli sebagian pembayarannya masih dapat di cicil. Kerja sama antarnelayan dengan pemilik warung dapat terjalin dengan baik, karena antarkeduanya menghadapi ketidak pastia yang sama. Ketidak pastian terjadi karena lingkungan alam laut yang menentukannya, dan menghadapi ketidak pastian tersebut maka kearifan nilai saling percaya menjadi pegangan bersama. Kearifan nilai adalah kejujuran, keterus terangan, dan berani menjadi saksi yang jujur, adil dan benar. Sikap berbuat bohong adalah perbuatan yang merugikan diri
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 104
sendiri dan mempersulit kehidupannya serta memalukan. Nelayan dengan mempunyai landasan moral yang terpuji membuat kegiatan penangkapan ikan menjadi damai dan tenteram. Karena itu kerjasama antarsesama nelayan baik dalam kegiatan pembuatan maupun dalam pengadaan sarana dan prasarana, misalnya melalui arisan, atau pembayaran hutang dengan cara angsuran dari hasil tangkapan, kesemuanya di dasarkan pada kejujuran. Kejujuran nilai utama yang harus dimiliki nelayan, karena di laut kekompakan mutlak adanya, tanpa kejujuran kekompakan sulit diwujudkan, padahal resiko keselamatan tergantung pada kejujuran tersebut. D) Pakaian Khusus Pengamatan menghasilkan informasi tentang cara kerja nelayan bekerja di laut yang umumnya tidak menggunakan alat pengaman khusus. Pada saat nelayan melakukan penangkapan ikan di lokasi penangkapan, mereka hanya berada diatas perahu atau kapal dan sekali-sekali berenang membetulkan alat tangkap tanpa memakai alat pengaman (pelampung), yang diandalkan keterampilan berenang. Kemampuan nelayan berenang di laut sudah dimiliki sejak kecil, karena kehidupan mereka sebagian terbesar kegiatannya berada di air. Penyesuaian diri dengan lingkungan kerja dilakukan secara intuitif dan replek tanpa mengandalkan alat bantu khusus yang dibuat khusus untuk mereka. 3.3.4. Unsur Organisasi Sosial A) Pemerintah/Swasta Organisasi formal, yaitu pemerintah karena organisasinya dibentuk secara resmi oleh pemerintah. Organisasi pemerintahan adalah seperti Desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.( Wikipedia pada 17:26, 24 Juni 2011). Desa Karangsong, kecamatan Indramayu, Indramayu, Jawa Barat Propinsi Jawa Barat mempunyai tata cara pemerintahan Desa bekerja di dalam menjalankan fungsi
pemerintahan
berdasarkan
peraturan
pemerintah
yang
mengatur
pemerintahan setingkat Desa. Tugas utama pemerintahan Desa melakukan pelayanan umum, kartu penduduk, surat keterangan yang dperlukan masyarakat dan lain-lain dan ketertiban dan keamanan. Kedudukan pemerintahan Desa sangat Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 105
penting, karena pengatur utama jalannya kehidupan ekonomi dan sosial dan langsung berada dan melaksanakan aturan pemerintahan. Desa memiliki lembaga ekonomi berupa; a). Koperasi yang bekerja sama dengan dua (2) bank yaitu BNI dan BPD. b). Pelepas uang, c) Modal sendiri, d) Bakul dan TPI Karangsong. Bank tidak berani untuk memberikan kredit kepada nelayan karena tidak ada jaminan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka pemda setempat bekerjasama dengan para perusahaan asuransi membentuk Konsorsium Asuransi Kapal (KAKAP) yang terdiri dari 7 perusahaan asuransi.
Ke depan untuk program
pengadaan 1000 kapal semua diharuskan masuk asuransi. Dari fungsi pengaturan yang kuat tersebut, maka pembangunan Desa yang bersih, TPI yang bersih, keramaian yang tertib, pariwisata yang aman dapat dilakukan dengan baik. Aparat Desa bersama-sama dengan aparat keamanan polisi dan tentara serta babinsa mengatur kehidupan masyarakat menurut peraturan yang berlaku. Organisasi yang bersifat informal yaitu organisasi social kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan adat istiadat atau ekonomi. Organisasi berdasarkan adat istiadat seperti panitia Nadran, Majelis Keagamaan, kepemudaan melalui karang taruna dan kelompok pengawas masyarakat (pokwasmas). Organisasi yang terbentuk umumnya untuk membangun jaringan silaturrahim antar anggota masyarakat pesisir dari atas dan bawah, kerjasama kebersihan Desa, kerjasama Nadran dan kerjasama keamanan dan sosial kemasyarakatan. B) Kelembagan Sosial Masyarakat pesisir di Karangsong memiliki kelembagaan pemerintahan Desa yang kuat dan didukung kelembagaan social kemasyarakatan yang mempererat jalinan kerjasama antaranggota nelayan yang bekerja di usaha penangkapan. Pengakuan masyarakat terhadap peran tokoh masyarakat (Ulama dan Orang Pintar) kenyatan yang ada di dalam masyarakat sangat jelas. Keberadaan Orang Tua diartikan oleh nelayan sebagai tempat bertanya dan meminta petunjuk pada saat akan pergi ke laut menangkap ikan. Petunjuk yang dibutuhkan adalah tempat penangkapan ikan yang banyak dan hari ke laut yang dianggap cocok dilakukan. Perasaan untuk bertanya kepada orang pintar telah menjadi sebagai kebutuhan nelayan, kalau tidak dilakukan maka ada perasaan was-was akan mengalami kegagalan menangkap ikan, itu artinya merugi. Upacara Nadran, hari Kemerdekaan, kebersihan Desa adalah bagian yang memerlukan kehadiran dan petunjuk para Ulama dan tokoh masyarakat (orang pintar). Keberadaan mereka dapat juga menjadi fasilitas sosial di dalam mencari solusi keadilan dari persengketan di daratan dan di lautan melalui peraturan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 106
pemerintah atau musyawarah menurut tradisi masyarakat Karangsong. Norma ada yang tertulis dan ada juga yang tidak tertulis. Untuk melihat kearifan lokal yang ada di
masyarakat
pesisir
Karangsong,
dapat
diketahui
melalui
keberadaan
pemerintahan Desa Karangsong, kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Aturan Desa yang tertulis membolehkan semua etnis bangsa Indonesia hidup dan tinggal di Desa Karangsong. Dari pengamatan di berbagai Kapal nelayan, sering dijumpai berbagai etnis (Tegal, Pekalongan, Brebes, Demak, Bugis, Madura dan Cirebon, dll) yang ikut menangkap ikan di kapal ikan milik etnis Indramayu. Mereka setelah sampai di tempat pendaratan ikan Karangsong ikut berbaur dengan etnis lainnya dan jalinan pergaulannya harmonis, karena saling menghargai nilainilai budaya dan keyakinan masing-masing. Berpadu harmonis masyarakat menunjukkan budaya bahari dengan kearifan lokal mampu saling menyesuaikan dengan kondisi kebutuhan masyarakat tanpa menurunkan nilai-nilai kearifan yang telah ada. C) Interaksi Antarmasyarakat Tujuan yang ingin dicapai di dalam interaksi jenisnya bermacam-macam, misalnya keinginan untuk bekerja, keinginan menjual ikan, keinginan minta pertolongan dan lain-lain. Dampak dari interaksi adalah terbentuknya normanorma atau adat istiadat yang berlaku secara umum bagi semua. Norma yang dibentuk bersama menjadi sarana dasar pemecah masalah sosial apabila timbul ketidak sesuaian dengan tujuan yang ingin dicapai bersama di dalam kehidupan bersosial dan berbudaya. Norma-norma yang umumnya dimiliki oleh masyarakat pesisir Karangsong, mempunyai sifat terbuka, bersuka ria, senang berkelompok, kepercayaan agak longgar tidak terlalu panatik, senang bergaul dengan berbagai etnis yang dibuktikan dapat hidup bersama di satu lokasi tempat tinggal. Norma lain yang dimiliki yaitu mempunyai percaya diri yang kuat, berjiwa kepemimpinan kelompok, tidak suka berdiam hanya disatu tempat, berkepribadian saling tolong menolong. Dari kesemua norma yang dimiliki tersebut maka nelayan Karangsong mampu melakukan adaptasi keberbagai lingkungan dimana mereka berada, sehingga TPI Karangsong selalu ramai dikunjungi oleh banyak nelayan dari luar daerahnya. Di dalam menjalin interaksi, kedudukan aparat Desa sebagai pemegang aturan daerah diakui oleh nelayan, hubungan komunikasi nelayan terjalin baik. Jalinan yang baik memudahkan memecahkan berbagai persoalan kenelayanan apabila terjadi gangguan keamanan, sehingga aparat Desa keberadaannya semakin penting. Masyarakat yang hidup di daerah Karangsong makin beragam berdasarkan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 107
etnik (Tegal, Pekalongan, Brebes, Demak, Bugis, Madura dan Cirebon, dll) dan mereka datang karena TPI Karangsong berkembang baik dan aman. Maka peran aparat Desa menjadi semakin penting, karena setiap orang yang berusaha di Karangsong harus tunduk dan patuh pada aturan, yaitu disaat mereka melakukan hubungan sosial atau ekonomi dan penangkapan ikan di laut. Norma pergaulan di Karangsong yang berbasis budaya bahari yang bersifat terbuka, eksotik, bergembira, pergaulan terbuka (judi, minum, wadon, seni, perdagangan, musik dan tari), telah menciptakan keharmonisan karena mampu menampung keinginan banyak orang. D) Ethos Kerja Kearifan lokal yang diterapkan dan masih hidup di wilayah perikanan Karangsong dasar nilai-nilai yang dijadikan tuntunan kehidupan masyarakat pesisir diambilkan dari ajaran agama Islam dan tradisi. Dasar kearifan yang terkandung di dalamnya membentuk nilai etika kerja; keyakinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan. Wujud dari nilai yang terbentuk adalah kerjasama upacara menghormati laut sebagai sumber rezeki dengan melakukan ritual “Nadran” yang dilaksanakan setiap tahun”. Penetapan tanggal pelaksanaan upacara Nadran didasarkan pada perhitungan bulan Hijriah. Masyarakat pesisir di Karangsong membagi sifat pekerjaan utama antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan di bidang kelautan dan perikanan pada kegiatan yang berbeda. Nelayan Indramayu memiliki ethos kerja yang tinggi dan pekerjaan laki-laki sebagai nelayan umumnya menangkap ikan. Mereka sebagai nelayan sejak jaman dahulu ketika masih menggunakan perahu layar sudah mampu berlayar mencari ikan hingga sampai ke Malaysia. Kemampuan berlayar jauh dan berani
berlayar jauh menunjukkan bahwa nelayan Indramayu memiliki
keterampilan mengharungi lautan yang hebat. Kemampuan itu didukung oleh pengetahuan tentang ilmu perbintangan, pembuatan kapal, pengetahuan arus dan angin serta jiwa bahari yang kuat. Oleh karena itu, nelayan dari Indramayu, khususnya Karangsong dapat dijumpai di berbagai daerah, seperti sekitar teluk Jakarta, sekitar Laut China Selatan (Kalimantan Barat), sekitar Selat Sunda ( Banten dan Lampung) dan bahkan mereka biasa menjadi nelayan andon (Pelabuhan Ratu, Cirebon, Tegal, Palembang, Teluk Betung, pantai Lampung Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat-Penjajab Sambas). Kondisi nelayan kecil di Karangsong sekarang sudah kesulitan mencari ABK, karena sebagian anak muda yang menjadi ABK lebih memilih bekerja di kapal-kapal besar dari pada kapal kecil.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 108
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, beberapa pemilik kapal kecil melakan penangkapan ikan dengan sendirian. Tenaga kerja perempuan tidak ikut ke laut menangkap ikan, tetapi mereka melakukan pekerjaan yang ada di darat. Pekerjaan yang umumnya dikerjakan perempuan adalah menyiapkan ransum untuk suaminya ke laut, menjadi bakul ikan, berjualan barang pecah belah (kelontong), menjadi buruh membuat alat tangkap, menjadi buruh pengolah ikan asin dan lain-lain. Pengisian pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja yang sesuai dengan sifat pekerjaan yang tersedia, pertimbangan
yang
dipakai
umumnya
adalah
keterampilan,
pengalaman,
kemampuan kerjasama, kemandirian dan kejujuran dan keuletan. Adapun pertimbangan terhadap jenis kelamin, umur, keterampilan, kekuatan, kesehatan dan pengalaman serta kedewasaan dan ditambah lagi kekuatan, kesabaran serta kemauan bekerja sama karena bekerja di laut sangat berat dan mempunyai resiko yang besar. 3.4. Sendang Biru, Jawa Timur 3.4.1. Gambaran Umum Pantai Sendangbiru Malang yang berlokasi di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang tidak seperti pantai-pantai lain di kabupaten Malang, penduduk di sekitar pantai ini menggantungkan hidupnya dengan pergi melaut mencari ikan. Ombak di pantai ini tidak sebesar di pantai-pantai lain karena terhalang oleh pulau sempu yang berada 100 m di depan garis pantai. Pada saat melaut para nelayan pergi ke tengah lautan menempuh perjalanan 1 hari 1 malam. "Daripada di dekat sini dapat ikan sedikit, lebih baik jauh ke tengah sekalian. Dapat ikannya banyak", begitulah para nelayan setempat menuturkan.
Gambar 21. Pantai Sendang Biru dan Nelayan. Dinas Kelautan Dan Perikanan (DKP) Kabupaten Malang (www.malangraya.info) menyatakan jika 99 persen perahu milik nelayan Sendang Biru tak punya surat ijin melaut. Dari ratusan jenis perahu yang ada di tempat ini, masih 0,05 persen saja yang sudah mengajukan surat ijin. Sehingga, jika terjadi kecelakaan di laut DKP tidak bisa Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 109
mendeteksi. “Kalau dihitung 99 persen perahu nelayan belum mengantongi ijin. Padahal, ijin untuk perahu nelayan itu ibarat STNK. Sehingga, penting untuk dimiliki setiap nelayan,” papar Kepala Bidang Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, DKP Kabupaten Malang, Imam Suyudi, Selasa (4/10/2011). Dijelaskan Imam, pada dermaga dan pelabuhan ikan Sendang Biru di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, terdapat 198 perahu jenis kunting, 275 jungkung dan juga 383 untuk jenis kapal motor. Dari semua ratusan perahu itu, sampai hari ini hanya sebagian saja yang mengurus surat ijinnya. Padahal, sesuai dalam Undang-Undang (UU), izin kepemilikan kapal baik itu milik perusahaan maupun nelayan sudah diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Hanya saja, UU tersebut akan dilakukan perubahan oleh pemerintah pusat. Sehingga dengan berdasarkan UU Pelayaran itu, maka setiap pemilik kapal yang beratnya dibawah 10 Gross Ton (GT) bisa mengurus ijin ditingkat Kabupaten. Jika berat kapal diatas 10 GT, barulah pengurusan ijin kapal dilakukan pada tingkat Propinsi. “Untuk bobot kapal dibawah 10 GT cukup tingkat Kabupaten. Saat ini, DKP mencatat jumlah nelayan di sendang biru berkisar 3408 jiwa. 3.4.2. Unsur Religi A) Sistem Keyakinan Sistem keyakinan yang menggambarkan suatu set entitas di masyarakat pesisir Sendang Biru dari fenomial dapat dilihat dalam kehidupannya sehari hari. Masyarakat pesisir yang hidup di daerah Sendang Biru ada dua kelompok besar, yaitu yang berdiam di daratan disebut masyarakat atas tempat tinggalnya dengan pantai cukup jauh dan yang berdiam dibibir pantai disebut masyarakat bawah. Masyarakat atas mata pencaharian pokok adalah bertani dan masyarakat bawah melakukan penangkapan ikan. Kedua masyarakat yang hidup berdampingan itu senantiasa mempraktekkan kandungan nilai-nilai keyakinan yang diyakininya. Masyarakat atas beretnik Jawa beragama Kristen dan masayarakat bawah beretnik campuran beragama Islam dan keyakinan telah mereka jadikan tuntunan hidup masing-masing di dalam memanfaatkan sumber daya daratan dan lautan yang tersedia bagi mereka. Keyakinan dijadikan tuntunan hidup dan pandangan kehidupan sehingga budaya masyarakat yang kehidupannya bersentuhan langsung dan tidak langsung dengan perairan laut, maka kepercayaan yang dianut adalah landasan spiritual kehidupannya. Kepercayaan yang bersumber dari agama dijadikan dasar kebutuhan spiritual, tetapi disamping itu dari tradisi nenekmoyang ikut juga Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 110
menjadi penguat spiritual untuk dapat mengambil manfaat rezki dari laut. Sebagai entitas masyarakat atas dan bawah menjalin relasi antarsesama kelompok atau kelompok dengan alam laut. Dan perilaku relasi dibangun sinergi sesuai unsur religi yang menata nilai-nilai spiritual susunan kehidupan masyarakat atas dan bawah. Hubungan
yang
saling
bersinergi
tersebut
mampu
menciptakan
keseimbangan kehidupan yang terjaga dengan baik, dan di dalam praktek kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari; keamanan di daratan dan lautan, kepedulian terhadap lingkungan daratan dan lautan dan keharmonisan hubungan sesama masyarakat atas dan bawah. Keseimbangan yang terjaga telah menciptakan pula tindakan berbuat positif terhadap wilayah daratan laut di sekitar Sendang Biru. Wujud dari tindakan berbuat positif adalah berupa aturan dan larangan yang harus dipatuhi dan ditegakkan bersama. Aturan dan larangan tersebut berupa pantangan membuat keonaran di sekitar Sendang Biru melalui musyawarah bersama. Contohnya kedatangan masyarakat bawah dan pemakaian alat tangkap ikan yang lebih besar dan modern disikapi dengan arif berdasarkan azas manfaat dan kesejahteraan bersama.
B) Sistem Upacara Ritual Laut dimaknai di dalam pandangan nelayan sebagai sumber penghidupan, karena di dalam laut terdapat berbagai makhluk hidup yang mampu memberikan penghidupan bagi mereka. Masyarakat pesisir Sendang Biru di bawah umumnya beretnik Madura dan Bugis yang mempunyai keyakinan berdasarkan ajaran Islam. Mereka mempunyai pandangan bahwa makhluk hidup berupa ikan dan berbagai biota laut lainnya (kekerangan, udang, kepiting, rumput laut, teripang, dll) adalah ciptaan Yang Maha Kuasa sama juga dengan manusia. Oleh karena itu, masyarakat bawah memaknai makhluk yang ada di dalam laut tersebut harus diperlakukan baik, caranya adalah menyelenggarakan upacara ritual dengan memanjatkan doa berdasarkan Islam di Masjid. Makna upacara mengingatkan bahwa laut tidak boleh dieksploitasi berlebihan secara paksa, karena akan merugikan kehidupan mereka juga kelak dikemudian hari. Maka, laut beserta isinya dipandang sebagai sumber daya yang harus saling dihormati, karena itu upacara ritual dilakukan menurut aturan ajaran agama Islam, maksudnya sebagai ungkapan syukur kepada Yang Maha Kuasa, karena sebagian makhluk di laut tersebut menjadi rezki kehidupan manusia. Masyarakat pesisir Sendang Biru di atas menghormati daratan yang mampu memberikan rezki kehidupan karena tanahnya Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 111
dapat ditanami berbagai tanaman yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Karena itu, tanda syukur diberikan melalui upacara keagamaan berdasarkan ajaran Kristiani dengan berdoa di Gereja kepadaNya. Masyarakat pesisir di Sendang Biru di dalam melaksanakan tanda syukur, khususnya upacara ritual PETIK LAUT dilakukan secara bersama sama antarmasyarakat atas dengan masyarakat bawah. Sedangkan upacara ritual yang bersifat kaum diselenggarakan sesuai dengan ajaran agama dan adatnya oleh masing-masing. Upacara syukur dalam bentuk petik laut tidak didasarkan pada landasan agama, tetapi hanya ungkapan syukur bersama, karena itu penetapan hari petik laut adalah pada hari peresmian Tempat Pelelangan Ikan Dadap (TPI) pada tanggal 27 September. Penyelenggaraan upacara sifatnya mengikuti tradisi, sehingga dari persiapan penyelenggaraan, pelaksanaan dan pembersihan dari pelaksaan dilakukan bersama-sama antarmasyarakat atas dan bawah.
Gambar 22.Ritual nglarung perahu dalam petik laut Upacara syukur selain petik laut ada juga dalam bentuk selamatan menurut kaum (Islam) misalnya menurunkan perahu, membuat rumah, membuat alat tangkap, dan pergi ke laut menangkap ikan dilakukan menurut kebiasaan masingmasing. Dari sini upacara syukur yang dikerjakan dapat digolongkan pada; 1) upacara yang bersifat tahunan (setahun atau lebih sekali), 2) setelah menyelesaikan pekerjaan yang besar (menurunkan perahu, membuat rumah, membuat alat tangkap). 3) setiap waktu yang dianggap perlu (keberhasilan mencari rezeki, keberhasilan pendidikan, terhindar dari marabahaya).
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 112
Petik laut biasanya dilakukan secara bersama-sama oleh semua anggota masyarakat pesisir atas dan bawah. Upacara petik laut sifat pengerjaannya dimulai dari musyawarah masyarakat yang dipimpin oleh para tokoh masyarakat dari atas dan bawah untuk mencapai kesepakatan mengenai waktu, biaya, hewan potong dan penyelenggaraanya. Para tokoh masyarakat mengawal kesempurnaan pelaksanaan petik laut berkaitan dengan kesesuaian adat dan kebiasaan dari masyarakat atas dan bawah. Upacara petik laut mengerahkan banyak orang, perahu dan kapal, biaya serta hiburan dan kebersihan lokasi tempat upacara diselenggarakan. Rangkaian upacara petik laut di mulai dari; untuk umat Kristiani memanjatkan doa di Gereja, dan umat Islam membaca Alqur’an hingga khatam dan zikir di Masjid pada malam tanggal 26 September, kemudian tumpeng beserta kelengkapan lainnya (kepala kambing kendit yang disimbolkan memiliki warna berbeda/belang di bagian perut menyerupai ban pinggang putih) dibawah ke tepi pantai, terus diletakkan diatas kapal, kemudian dibawah ke tengah laut untuk di larung di antara dua batu besar yang berdiri kokoh dihadapan Sendang Biru. Ada kepercayaan, tumpeng beserta kelengkapan lainnya harus dilarung diantara kedua batu tersebut. Setelah upacara melarung tumpeng selesai kemudian dilanjutkan pesta rakyat selama 7 hari. Pesta rakyat berisi beragam kesenian, permainan dan perdagangan makanan, pakaian, peralatan kehidupan dan berbagai kebutuhan lainnya yang diperlukan oleh masyarakat. Pekerjaan besar yaitu pekerjaan yang membutuhkan waktu panjang, biaya banyak dan tenaga yang digunakan cukup lama. Pekerjaan tersebut seperti membuat rumah, membuat perahu atau kapal dan membuat alat tangkap ikan yang besar. Karena sifat pengerjaannya yang sulit, maka sebagai tanda syukur diadakanlah upacara ritual syukuran. Masyarakat pesisir bawah digolongkan dua kelompok, pertama yang menetap permanen dan kedua yang menetap sementara. Masyarakat yang menetap permanen umumnya membuat rumah/perahu secara permanen pula. Agar rumah yang didiami memberikan berkah, maka dielamati dengan menyelenggarakan syukuran. Urutan pelaksanaan syukuran, sebelum pekerjaan dilakukan terlebih dahulu yang empunya hajad memohon doa kepada Yang Maha Kuasa yang dipimpin oleh ulama Islam. Isi permohonan doa yaitu memohon pekerjaan yang sedang dikerjakan dapat terlaksana dengan selamat, lancar dan sehat. Upacara doa dilakukan di rumah shohibul hajad dengan mengundang sanak saudara agar dapat ikut mendoakan. Kemudian, setelah rumah/perahu selesai, yang punya pekerjan melakukan upacara syukuran kembali. Adapun proses syukuran sama dengan diawal syukuran Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 113
dengan doa mohon diselamatkan dalam memakai rumah atau perahu, dan diberi rezki yang baik dan halal serta kesehatan. Pada upacara di akhir pekerjaan biasanya mengundang sanak saudara dan handaitolan sesuai kemampuan yang punya hajad. Ucapan syukur setiap waktu dapat berupa; mendapat rezki ikan yang berlimpah, terhindar dari marabahaya, atau berhasil dalam bidang pendidikan (khatam Al Qur’an, sekolah). Masyarakat pesisir atas dan bawah di Sendang Biru mempunyai ikatan sosial yang tinggi, sehingga hubungan kemasyarakatan tampak harmonis. Untuk melaksanakan ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa masyarakat yang mendapatkan kelimpahan kebahagiaan mengadakan syukuran di rumah masing-masing. Cara penyelenggaraan ungkapan syukur disesuaikan dengan kepercayaan masing-masing dengan tidak saling ikut campur dalam urusan ritualnya. Kaum yang berkeyakinan Kristiani menyelenggarakan syukuran menurut cara kristiani dan kaum yang beragama Islam menyelenggarakan syukuran menurut cara Islam. Hidangan masakan yang disiapkan oleh empunya rumah adalah
saling
menghormati
cara
masakan
masing-masing
dengan
tidak
mencampuradukkan diantara keduanya. Bagi umat Islam kehalalannya terjamin dan dihormati. C) Tokoh Masyarakat Tokoh masyarakat Sendang Biru adalah orang tertua yang mendiami daerah tersebut. Tetua masyarakat sangat dihormati, sehingga peranannya di dalam menjaga kerukunan masyarakat antara masyarakat atas dan masyarakat bawah tetap terjaga dengan baik. Kedua masyarakat tersebut mempunyai tokoh masyarakatnya masing-masing, sehingga di dalam setiap peristiwa keberadaan tokoh masyarakat tersebut sangat penting. Sendang Biru didiami masyarakat antaretnik, maka masyarakatnya sangat patuh kepada peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah menjadi pegangan hukum bersama, peraturan adalah hukum yang paling dijunjung tinggi, sehingga keamanan, dan kedamaian di Sendang Biru sesungguhnya bermula dari kepatuhan terhadap peraturan pemerintah. Dari pernyataan tersebut, aplikasinya terlihat jelas di dalam kehidupan masyarakat. Setiap masyarakat berpegang pada peraturan pemerintah dan pemimpin sejati bagi masyarakat adalah yang mampu menjunjung peraturan pemerintah, yaitu mulai dari tokoh masyarakat, kepala Desa, Camat, Bupati dan Gubernur. Dalam kaitannya dengan pemeliharaan nilai-nilai baik yang menuntun kehidupan bermasyarakat, maka kedudukan tokoh masyarakat terhormat, karena sebagai orang yang digugu mampu menegakkan kebenaran, keadilan serta Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 114
kejujuran yang mewakili kedua kaum masyarakat atas dan bawah. Karenatokoh masyarakat dijadikan titik sentral sosial kehidupan bermasyarakat, maka kegiatan mencari kehidupan dijaga keseimbangannya
Seorang tokoh masyarakat pada
gilirannya menjadi penuntun masyarakat. Pada waktu tertentu semua warga terpusat di tempat ibadahnya masing-masing, maka melalui peranan tokoh masyarakat (spiritual atau tradisi) semua nilai-nilai kehidupan yang baik mampu dipancarkan bagi kedamaian dan ketenteraman. D) Masyarakat Kearifan masyarakat pesisir Sendang Biru terungkap dalam Focus Group Discussion “menghormati laut sebagai sumber penghidupan yang harus dipelihara bersama dengan baik melalui Petik Laut. Upacara adat untuk berterimakasih pada Sang Maha Kuasa yang telah memberikan rejeki, keselamatan, kebahagiaan selama melaut”. FGD dihadiri oleh narasumber (Dr. Ahmad Syafaat), ahli hukum adat, (Ir.Nusa Patriota) perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Malang dan (Dr.Ismadi) pakar sosial ekonomi Sendang Biru dari Universitas Brawijaya. Memperhatikan peran petik laut di dalam masyarakat pesisir atas dan bawah sangat strategis, maka semakin memperjelas di dalam menjalankan fungsinya mampu menjadi sarana pemersatu dua komunitas bekerjasama secara sosial bersama-sama merasakan rasa syukur atas rezki laut bagi kehidupan. Penangkapan ikan laut yang selanjutnya berguna untuk konsumsi bagi masyarakat banyak (orang laut dan daratan) dari hasil kerja nelayan tersebut. Kearifan yang tertanam di masyarakat selama melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut untuk bekerja dengan jujur dan adil. Adapun nilai–nilai kejujuran telah tertanam sejak dari kampung supaya bersikap bersih. Sikap bersih dari didikan lingkungan masyarakat Sendang Biru sehingga telah menjadi bagian kehidupan bersama, itu dapat dilihat di TPI, jalan-jalan, pasar dan penataan rumah kampung. Tokoh masyarakat sebagai pelaksana penegakan keadilan dan kejujuran dapat menjalankan tugasnya dengan jelas karena ada kejelasan tuntunan nilai-nilai berbasis kebersihan dan keteraturan yang dipatuhi masyarakat tersebut. Terhadap persengketaan yang timbul, mulai di pasar, TPI, selama kegiatan penangkapan di laut, pelanggaran karena alat tangkap atau memasuki wilayah penangkapan masyarakat nelayan di luar daerahnya atau pelanggaran perahu di tengah laut yang menyebabkan kerusakan, semuanya dapat diselesaikan melalui aturan yang dipakai bersama dengan musyawarah yang dipimpin tokoh masyarakatnya. Seperti, kedatangan nelayan andon (menetap sementara) yang tidak disukai karena kapal dan alat tangkap ikan yang mereka miliki sudah sangat Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 115
maju, akhirnya dapat diterima sebagai kemajuan bersama untuk kesejahteraan bersama. Melalui musyawarah bersama, maka nelayan andon dapat diterima, teknologi masyarakat setempat dapat dikembangkan dan rumpon di tengah laut mampu menghasilkan ikan lebih banyak untuk kesejahteraan bersama. 3.4.3. Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi A) Pengetahuan Pengelolaan Sumber Daya Laut Pengetahuan masyarakat pesisir bawah menangkap ikan di laut adalah pengalaman yang turun temurun dari nenek moyang dan diteruskan hingga sekarang. Pada dasarnya pengetahuan adalah milik Yang Maha Kuasa dan manusia mendapatkannya melalui pengalaman, karena itu pengetahuan tersebut mampu memberikan kemudahan untuk mendapatkan rezeki dari laut. Laut bagi masyarakat bawah yang umumnya berasal dari etnik Madura dan Bugis meyakini adalah ciptaan Tuhan, maka dia juga mempunyai hak hidup dan supaya terus dipelihara. Dengan memperlakukan lingkungan alam laut secara baik, maka rezki ikan akan banyak, sebab karang-karang tempat ikan berkembang biak tidak rusak, hutan mangrove tumbuh subur dan dapat menjadi tempat perlindungan ikan. Dari keseimbangan alam laut tersebut, maka terbentuklah hubungan yang harmonis antara manusia dengan laut, sehingga nilai-nilai kebaikan harus ditebarkan oleh setiap orang agar kesejahteraan hidup terus terjaga. Pengetahuan pembuatan perahu dan kapal yang mampu berlayar di tengah laut adalah peralatan kehidupan yang dibuat karena sesuai dengan lingkungan alam laut dimana mereka berada. Teknik pembuatan perahu dan kapal serta peralatan alat tangkap yang dibuat tidak menyebabkan terjadi kerusakan. Dengan tuntunan kebaikan bersama maka kecenderungan eksploitasi yang berlebihan dapat dikurangi, dampak selanjutnya tidak menyebabkan terjadi tekanan pada daya dukung lingkungan alam laut. Sumber daya yang tersedia di dalam laut berupa ikan, kekerangan, rumput laut dan biota laut lainnya masih mempunyai kesempatan untuk berkembang biak, dan ikan beserta biota laut lainnya tetap bisa memberikan manfaat kehidupan bagi masyarakat nelayan. Pengetahuan yang lain adalah berkenaan dengan dengan perbintangan, arus laut, musim angin dan jenis badai atau gumpalan awan di langit serta posisi bulan dan matahari, perubahan daratan pantai, bentuk rumah dan pola pemukiman masyarakat. Kesemua pengetahuan itu menjadi dasar masyarakat pesisir sebagai petunjuk hidup dan kehidupan baik sedang di laut maupun sedang di daratan. Dari pemahaman bahwa pengetahuan agar digunakan untuk kelanjutan kehidupan, maka menciptakan sikap terhadap sumber daya laut Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 116
untuk dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kearifan pengetahuan pengelolaan sumber daya Laut mencakup aspek-aspek batas wilayah penangkapan, kewenangan, aturan penangkapan, pemantauan dan sanksi. Batas Wilayah Penangkapan Ikan bagi masyarakat pesisir Sendang Biru pengetahuan tentang wilayah penangkapan ikan mulai dari tepi pantai hingga ketengah laut. Daerah penangkapan dari satu tempat ke tempat lainnya telah diketahui oleh masing-masing anggota masyarakat pada saat menangkap ikan. Batas daerah penangkapan selain ditandai oleh karang juga kemampuan kapal mengarungi laut tersebut. Dengan pengetahuan daerah penangkapan, maka diantara sesama anggota masyarakat menjalin pengertian di dalam menjalankan kesepakatan pengaturan untuk dipegang bersama. Apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh sesama anggota masyarakat, maka peraturan pemerintah yang dijadikan acuan bersama menyelesaikannya. Penyelesaian persengketaan karena batas daerah penangkapan peraturan daerah setingkat Kabupaten yang dipegang. Begitu juga bila terjadi pelanggaran batas wilayah yang dilakukan oleh nelayan yang berasal dari luar wilayah, maka penyelesaiannya melalui peraturan daerah tingkat Kabupaten dan Propinsi. Masyarakat yang menangkap ikan memberikan informasi kepada aparat pemerintah yang berwenang dimana wilayah nelayan setempat yang dilanggar oleh nelayan luar wilayah yang melakukan penangkapan ikan. Pemegang Wewenang Otoritas dalam struktur kewenangan, pengetahuan untuk mengatur dan mengelola sumber daya perikanan dan wilayah laut adalah; 1) kewenangan formal dan 2) kewenangan informal. Kewenangan pengelolaan formal administratif adalah pemerintah, batas dasar tepi pantai dan ke laut hingga 12 mil laut. Daerah dari pantai hingga 4 mil laut dikelola dan dimanfaatkan oleh Kabupaten/Kota, dan dari 4 mil laut hingga 12 mil laut di kelola dan dimanfaatkan oleh pemerintah daerah Propinsi. Masyarakat pesisir di Sendang Biru mematuhi sepenuhnya peraturan pemerintah sehingga semua aturan yang ditetapkan oleh pemerintah menjadi dasar hukum di dalam memutuskan sesuatu; baik dalam batas penangkapan, persengketaan, persyaratan perahu dan kapal, persyaratan alat tangkap dan juga pasca panen hasil tangkapan ikan. Pengetahuan Kewenangan Informal pengelolaan dan pemanfaatan oleh masyarakat pesisir di Sendang Biru tidak ada secara langsung. Batas daerah penangkapan yang diatur dan dikelola secara adat tidak dikenal oleh masyarakat, sehingga peran adat dalam ikut mengelola dan memanfaatkan daerah laut tidak terjadi. Praktek pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan daerah penangkapan dilakukan oleh aparat pemerintah melalui angkatan laut dan polisi, aparat desa. Hak Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 117
kolektif yang dimaksudkan adalah hak pemanfaatan laut secara bersama antaranggota nelayan yang menangkap ikan di daerah Sendang Biru.
Hak
operasional adalah hak pertama yang dimiliki masyarakat pesisir Sendang Biru untuk memanfaatkan hasil laut di sekitar daerahnya. Laut sebagai milik negara mempunyai hukum terbuka, sehingga untuk menjaga hak kolektif terhadap daerah penangkapan di daerahnya diatur berdasarkan peraturan daerah melalui kepala desa. Dari pengaturan tersebut, maka setiap penangkap ikan (nelayan) harus terdaftar atau diketahui. Nelayan yang melakukan kegiatan dan melaksanakan penangkapan ikan mempunyai pengetahuan tentang daerahnya, sehingga kepatuhan dan ketundukan pada aturan pemerintah harus dilaksanakan. Karena itu, kearifan pelaksanaannya menjadi bagian pengetahuan semua anggota masyarakat, dan pemerintah memiliki posisi sebagai penjaga persatuan. Atas dasar itu, maka pengetahuan tentang aturan pemerintah terhadap daerah penangkapan, alat tangkap, atau aturan lainnya yang berhubungan dengan penangkapan ikan, dan klaim terhadap wilayah penangkapan ikan tertentu termasuk kearifan pengetahuan yang menyangkut upaya konservasi dijadikan bagian terpenting bagi masyarakat. Pemantauan adalah pengamatan terhadap gejala alam di laut, dan sanksi adalah tindakan yang diberikan terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan formal pemerintah. Pengamatan sumber daya laut tentang kesuburan lingkungan, musim ikan, musim tidak ada ikan, dan laut bergelombang besar atau tenang adalah bagian pengetahuan bersama. Dari pengetahuan bersama karena tertanam nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh kaumnya, mereka akan memberitahukan kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkan pengetahuan tersebut. Alasan perlu diberitahukan agar anggota masyarakat
tidak
dirugikan
karena
adanya
perubahan
lingkungan
yang
mempengaruhi sumber daya Laut. Pemantauan kesulitan yang sedang dipikul oleh masyarakat dilakukan secara bersama, sehingga masyarakat pesisir Sendang Biru memiliki ciri komunitas yang saling peduli dan tegar menghadapi cobaan, dan patuh dengan peraturan pemerintah. Sehingga sanksi atau hukuman yang diberikan kepada masyarakat yang melanggar aturan merupakan hasil kesepakatan masyarakat untuk menegakkan aturan pemerintah yang berlaku dan diakui oleh masyarakat. Pelaksanaan hukuman yang diakibatkan oleh adanya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja dari seseorang atau sekelompok orang di dasarkan pada aturanaturan pemerintah yang hidup di dalam masyarakat. Aturan tersebut seperti pantangan pergi berlayar menangkap ikan tanpa surat izin menangkap ikan. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 118
B) Peralatan dan Teknologi Pengetahuan dan teknologi perikanan yang dimaksudkan adalah di dalam mendeskripsikan hasil pengamatan di Sendang Biru meliputi pemaknaan teknologi, pengetahuan alat produksi, teknik pembuatan dan pemanfaatan teknologi. Pemaknaan Teknologi bagi masyarakat pesisir adalah peralatan kehidupan yang dapat membantu memanfaatkan hasil laut yang ada di sekitar daerahnya guna menjamin kelangsungan hidup bagi dirinya dan anak cucunya. Teknologi tersebut adalah teknologi yang tidak bersifat merusak lingkungan, sebab lingkungan laut tanggung jawab bersama untuk tidak dirusak. Dengan memahami teknologi yang tidak merusak linkungan, maka setiap teknologi penangkapan yang dibuat oleh masyarakat harus mempunyai nilai-nilai luhur yang bersifat tidak merusak. Dari pandangan tersebut, dilapangan sangat terasa bahwa masyarakat memakai alat tangkapnya berupa hasil ciptaan teknologi mereka yang ramah lingkungan dan terjaga secara bersama-sama. Sarana penangkapan yang digunakan berupa unting, jukung, sekoci ukuran skala kecil dan slerek ukuran skala besar. Alat tangkap yang dipakai nelayan adalah pancing titil, pancing ulur, pancing tonda, purse seine dan payang. Teknologi alat tangkap yang dipakai nelayan merupakan warisan teknologi dari generasi-generasi nelayan sebelumnya, dan teknologi tersebut telah sangat sesuai dengan lingkungan laut dimana kehidupan mereka berada.
Gambar 23.Armada penangkapan nelayan Pengetahuan alat produksi penangkapan ikan dan pengambilan biota laut diketahui masyarakat karena dapat digunakan di dasar laut, ditengah air laut dan dipermukaan air laut.
Pengetahuan alat produksi lainnya berhubungan dengan
wadah, makanan, pakaian, perumahan, alat transportasi dan sumber daya laut. Semua pengetahuan tersebut oleh nelayan digunakan sebesar besarnya bagi Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 119
kemaslahatan dirinya, keluarga dan orang lain untuk kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, terhadap penggunaan alat produksi yang dipakai oleh setiap nelayan pemerintah mengaturnya agar tidak digunakan sewenang-wenang hanya untuk mengejar keuntungan ekonomi saja, tetapi hendaknya ikut menjaga kelestarian sumber daya perikanan. Teknologi penangkapan ikan yang dimiliki nelayan sekarang berupa sarana penangkapan dan alat tangkap ikan. Sarana penangkapan terdiri dari unting, jukung, sekoci dan slerek. Alat tangkap berupa pancing titil, pancing ulur, pancing tonda dan jaring permukaan (jaring lingkar dan payang). Informasi dari Haji Umar Ketua Kelompok Rukun jaya Sendang Biru mempunyai anggota 3.750 nelayan, dan 40 prosennya adalah nelayan andon yang berasal dari Balikpapan, Makassar, Madura dan wilayah lainnya yang menggunakan alat tangkap pancing tonda. Sarana Penangkapan terdiri dari perahu dan mesin yang ukurannya kebanyakan berkapasitas antara 1,5 ton hingga 5 ton dengan lama penangkapan satu (1) hari, pergi pagi hari dan pulang sore hari. Perahu yang digunakan jenis unting dan jukung untuk kapasitas kecil, sedangkan slerek untuk jenis besar. Perahu unting dan jukung kaskonya terbuat dari kayu jati atau lainnya masih terdapat di daerah sekitar Sendang Biru. Perahu yang dibuat oleh masyarakat disesuaikan dengan lingkungan perairan Sendang Biru. Unting hanya dapat diawaki 1 orang per unitnya yang menggunakan alat tangkap ’pancing titil’. Sementara di sendang biru ada 49 unit unting yang beroperasi. Jukung/Speed yang diawaki 2 orang dalam setiap unitnya dan menggunakan alat tangkap ’pancing ulur’. Jukung yang beroperasi di wilayah ini berjumlah 11 unit. Sekoci yang mampu membawa 5 orang dalam 1 unit perahu. Perahu skoci merupakan perahu pendatang dari sulawesi yang mencari ikan sampai di wilayah Sendang Biru. Mereka menggunakan alat tangkap ’pancing tonda’. Slerek/payang awak kapalnya berjumlah antara 25-30 orang dalam satu unitnya. Di sendang biru terdapat 30 unit perahu jenis ini yang menggunakan alat tangkap jaring purse seine dan payang. Sarana penggerak adalah mesin perahu yang digunakan nelayan buatan Cina dan Jepang berkekuatan berkisar antara 15 tenaga kuda (PK) hingga 75 (PK). Mesin berbahan bakar minyak solar dan bensin karena hanya minyak tersebut yang disediakan pemerintah. Kemudian alat tangkap yang digunakan oleh masyarakat masih ada yang sederhana dan ada juga yang sudah maju. Alat sederhana terdiri dari pancing titil dan pancing ulur karena dapat dipakai oleh kurang dari 3 orang. Pancing tonda membutuhkan kapal yang lebih besar dan mampu menangkap ikan besar, teknologinya lebih maju. Jaring purse sein dan payang ukurannya lebih besar membutuhkan kapal besar dan dibantu oleh mesin penggerak yang lebih besar, Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 120
sehingga tenaga kerjanyapun lebih banyak. Dan nelayan Sendang Biru daerah penangkapannya di laut Hindia, sekarang di tenga laut dibuatkan rumpon sebagai pengumpul ikan. Rumpon dikenalkan oleh nelayan Philippina pada tahun 2002 sejak kapal asing tidak boleh beroprasi menangkap ikan di perairan Indonesia. Rumpon yang telah mereka buat kemudian diberikan kepada nelayan Sendang Biru, maka sejak itu produksi ikan yang didaratkan di TPI Dadap Sendang Biru meningkat. Teknologi selain Alat Tangkap berupa: wadah tempat menyimpan ikan di atas perahu atau memindahkan ikan di tempat pendaratan ikan. Wadah ikan di atas perahu berupa kotak fiberglass dan kotak busa plastik (stereoform). Makanan dibuat oleh masyarakat pesisir di Sendang Biru berbahan baku beras, umbi-umbian, buahbuahan dan juga dari hasil laut (ikan, kerang, udang, cumi, kepiting laut). Bahan makanan diolah menjadi makanan pokok dan makanan tambahan. Makanan tambahan ada juga yang diolah dalam bentuk pengawetan (ikan asin, pindang) untuk dapat dimasak selanjutnya. Pakaian khusus hasil industri tenunan masyarakat pesisir tidak ada, semua bahan pakaian didatangkan dari luar daerah dalam bentuk pakaian jadi atau bahan konveksi. Perumahan tempat tinggal dapat digolongkan dua kategori. Rumah permanen yang moderen dan rumah sederhana. Rumah permanen yang dibuat dari bahan semen kualitas bagus telah ada dibangun di Sendang Biru. Rumah tersebut mengikuti perkembangan bangunan di kota atau perumahan layak huni. Pemiliknya adalah pemilik modal (pengambek). Dan Rumah sederhana umumnya dibangun dari bahan yang tidak standar. Bahan bangunan utama adalah kayu dan bambu. Pemiliknya adalah anak buah kapal (ABK), pedagang kecil dan buruh tani atau pekerja kasar lainnya. Tipe rumah tempat tinggal menyatu dengan tanah yang dibangun dekat pantai dan peralatan penangkapan (perahu, alat tangkap ikan, mesin) di dekat rumah mengelompok menjadi satu kesatuan komunitas. Tujuan pengelompokan untuk memudahkan menggerakkan sarana penangkapan secara dinamis dari perubahan gelombang dan arus angin. Sedangkan alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang di air adalah perahu dan di daratan mobil, motor, gerobak. Perahu bermesin digunakan mengangkut orang atau barang dari satu muara sungai, teluk, pantai atau kepulau Sambu dan sekitarnya. Mobil transportasi daratan yang menghubungkan Sendang Biru ke daerah sekitarnya, dan sekarang angkutan sepeda motor (ojek) mulai banyak juga digunakan. Sumber Daya Laut yang dimiliki Sendang Biru sangat banyak, itu ditandai oleh banyak kapal yang menangkap ikan dan ikan yang tertangkap dari ukuran besar (tuna, hiu, cakalang, kakap, selayar, dll) serta ikan pelagik kecil lainnya. Disamping itu binatang laut lainnya seperti kerang, udang, kepiting rumput laut, dll terdapat juga di Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 121
daerah ini. Hasil dari sumber daya laut tersebut dapat dimakan langsung atau dijualkan kepada orang yang membutuhkan, dan uangnya dapat digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan hidup dan kehidupan. Sumber daya berhubungan dengan teknik pembuatan alat produksi meliputi teknik produksi dan , persepsi terhadap alat tangkap. Berkenaan dengan teknik produksi lebih mengarahkan pada cara pembuatan alat yang mampu menghasilkan penangkapan ikan, sedangkan persepsi lebih ditekankan pada kemampuan alat tangkap menjaga keseimbangan lingkungan., Teknik produksi adalah kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan ikan atau biota laut lainnya. Kemampuan berkaitan dengan kemampuan teknologi alat tangkap di dalam mendapatkan ikan pada saat dioperasikan di laut. Untuk itu perlu diketahui;
sejarah
penggunaan,
alasan
pemilihan
alat
tangkap,
informasi
pengetahuan pembuatan dan pemakaian, jenis alat produksi yang digunakan seperti (perahu, alat tangkap, dll), dan sistem kerja alat tangkap tersebut. Dan sejarah penggunaan, alat produksi perahu unting, jukung dan sekoci yang menggunakan pancing titil, pancing ulur dan pancing tonda sejarahnya adalah milik khas nelayan Sendang Biru dari dahulu. Adapun kapal payang dan purse sein berasal dari nelayan pendatang, (Madura, Bugis) dan mereka memperkenalkan teknik penangkapan ikan yang dibantu oleh teknologi rumpon. Adapun pengetahuan teknik penggunaan alat tangkap didapatkan dari warisan nelayan terdahulu dan dari pengalamannya. Warisan yang diajarkan adalah alat produksi yang digunakan bukan hanya dilihat sebagai barang mati, tetapi alat tangkap tersebut mempunyai fungsi-fungsi luhur tentang kehidupan dari generasi ke generasi. Di dalam pandangan masyarakat pesisir ada ajaran bahwa teknik penggunaan alat tangkap harus diimbangi dengan adab nilai-nilai kebaikan yang harus selalu di jaga bersama, antara lain menghindari keserakahan, mempunyai sifat berbagi dengan sesama dan mengindahkan hukum lingkungan alam laut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemilihan alat tangkap masalah penting diputuskan bersama, karena ada alat tangkap yang bersifat merusak lingkungan dan ada juga yang tidak merusak lingkungan habitat ikan. Alat tangkap ikan yang merusak akan menghancurkan sumber penghidupan masyarakat di masa depan. Dari kesadaran bahwa alat tangkap yang merusak kehidupan bersama akan merugikan bersama pula. Kesalahan pilihan penggunaan alat tangkap yang tidak dikehendaki bersama dampaknya adalah kemunduran nilai nilai kehidupan bersama. Supaya tidak terjadi salah pilih, maka aturan pemerintah dijunjung dan ditegakkan bersama. Oleh karena itu Informasi pengetahuan pembuatan dan pemakaian alat tangkap yang digunakan masyarakat Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 122
sangat penting. Pengetahuan pembuatan alat tangkap dihubungkan dengan kesesuaian seperti jenis alat produksi bagi nelayan sangat penting, karena itu pilihan jenis alat tangkap akan berkaitan dengan keterampilan pemakai alat produksi tersebut (perahu dan alat tangkap). Sistem kerja adalah pengetahuan yang harus dikuasai oleh nelayan sebagai pengguna alat. Setiap alat tangkap yang menghasilkan ikan mempunyai sistem kerja teknisnya masing-masing. Sistem kerja tersebut berkaitan dengan bahan alat tangkap, arus laut, teknik penangkapan dan cara pemeliharaannya. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan pemakaian terhadap alat tangkap ikan akan memberikan pendapatan hasil yang lebih baik, dan itu sama dengan tingkat kesejahteraannya juga membaik. Persepsi terhadap alat tangkap yang digunakan adalah berkenaan adanya kesesuaian dengan tujuan penangkapan, kelestarian sumber daya alam, dan kondisi sumber daya saat ini. Serta tujuan digunakan alat tangkap ikan nelayan mempersepsikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari baik di dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Karena itu alat tangkap dipakai hanya untuk mendapatkan ikan atau biota laut dan akan menghindari perbuatan yang merusak lingkungan habitat ikan, atau lingkungan karang tempat berkembang biaknya ikan, daripada hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat. Kelestarian Sumber Daya Alam dipersepsikan menangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan melalui ajaran nilai-nilai agama dan tradisi yang disampaikan oleh para tokoh masyarakat dan pemuka agama kelestarian sumber daya laut lebih diutamakan. Oleh karena itu, tidak hanya alat tangkap yang diatur pembuatannya, tetapi bahan dan cara pemakaiannya juga diatur oleh pemerintah. Kemudian, kondisi sumber daya ikan dijaga bersama jangan sampai dirusak karena kelalaian atau karena ada niat kesengajaan akan merugikan kehidupan. Sumber daya laut tempat kehidupan yang menyediakan ikan dan biota laut lainnya bagi kehidupan manusia, karena itu kondisinya tidak boleh dirusak. Dari ajaran luhur para tetua masyarakat agar selalu berbuat baik kepada lingkungan kehidupan, maka untuk mengingatkan pentingnya perbuatan baik, sehingga setiap tahun diadakan upacara petik laut. Petik laut ungkapan tanda syukur yang dipersembahkan kepada laut dengan melarung tumpeng dan kepala kambing kendit. Petik laut juga sarana silaturrahmi dan kerjasama sosial dan keagamaan antarwarga secara bersama-sama. C) Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan teknologi berkaitan dengan informasi ritual, status, pengadaan dan pakaian khusus terhadap teknologi alat tangkap ikan yang digunakan, selama Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 123
penggunaan dan cara pemeliharaan oleh nelayan. Pemanfaatan teknologi berhubungan dengan ritual dan peraturan. Ritual dimaksudkan sebagai pernyataan tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena selamat dan diberi rezki kehidupan. Peraturan dijadikan sebagai penjaga aturan penangkapan agar teratur dan aman. Upacara ritual perlu dilakukan pada setiap saat akan mencari ikan di laut, caranya memanjadkan doa kepada Tuhan agar diberi kemudahan dan keselamatan. Memanjadkan doa kepada Tuhan dilakukan sebelum membuat alat tangkap ikan dan memakai alat tangkap
ikan (perahu/kapal, alat tangkap) maksudnya di restui
doanya. Sama halnya juga memanjadkan doa kepada Tuhan disaat alat tangkap digunakan nelayan agar mendapat kemudahan dan rezki yang banyak yang berkah, artinya memberikan kesehatan, kebahagiaan dan kemuliaan. Ritual berhubungan juga dengan mitos. Mitos biasanya berisi pantangan-pantangan yang apabila dilanggar akan celaka, misalnya karena alpa berdoa, membawa barang yang terpantang dipercaya akan membawa bencana, terhadap hal tersebut masyarakat pesisir Sendang Biru masih ada yang mempercayainya. Jadi di dalam kehidupan bermasyarakat ajaran nilai-nilai ketauhidan dan tradisi masih ada yang dicampurkan. Peraturan yang berkaitan dengan pemakaian alat tangkap ada yang bersumber dari lokal, dan ada juga dari nasional. Peraturan lokal dapat dibagi dua, yaitu pemerintah dan masyarakat. Peraturan pemerintah berupa peraturan daerah yang dibuat Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Propinsi yang ditindak lanjuti oleh Gubernur dan DPRD Kabupaten yang ditindak lanjuti oleh Bupati. Masyarakat Sendang Biru menggunakan peraturan pemerintah sebagai tuntunan ketertiban mereka di darat dan di laut. Peraturan yang didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal melalui lembaga tradisi setempat yaitu petik laut. Masyarakat pesisir menjadikan hari petik laut sebagai pemersatu, tanda syukur dan tanda bersukaria bersama. Nelayan mempunyai kepekaan sosial yang tinggi tentang keamanan di laut karena laut adalah tempat mereka hidup. Pemanfaatan teknologi alat tangkap ikan dilihat dari status, bagi hasil dan skala usaha. Status alat tangkap berhubungan dengan hak seorang atau kelompok orang terhadap penggunaan alat tersebut. Untuk mengetahui tingkatan hak seorang atau kelompok orang yang diakui oleh masyarakat diukur dengan sebutan pemilik, peminjam, atau penyewa. Sistem bagi hasil ikut menentukan cara membayar hasil tangkapan pada penggunaan alat tangkap. Pola sistem bagi hasil yang telah diakui di dalam masyarakat menentukan cara pembayaran hasil. Cara pembayaran bagi hasil tidak menimbulkan kekacauan sosial, karena masyarakat melihatnya sebagai keadilan dan keterbukaan bersama. Nilai-nilai luhur yang dipakai adalah nilai Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 124
kearifan bersama yang telah diakui sejak lama, sehingga menjadi norma kebiasaan bagi masyarakat pesisir di Sendang Biru. Dan skala usaha berkaitan dengan kemampuan teknologi penangkapan ikan. Skala usaha merupakan ukuran tentang kemampuan masyarakat di dalam memanfaatkan sumber daya ikan yang ada di perairan laut mereka. Tinjauan di lapang dengan mudah memperlihatkan ukuran fisik perahu atau kapal yang dioperasikan oleh nelayan saat ini. Ukuran fisik yang dilihat mampu mengindikasikan besaran realitas skala usaha yang sedang digunakan oleh masyarakat. Nelayan Sendang Biru kemampuannya menggunakan sarana penangkapan sudah sangat bervariasi (kecil, sedang, besar, tradisional dan moderen) dan itu berhubungan erat dengan laju besaran investasi yang ditanamkan di dalam kegiatan usaha penangkapan ikan. Laju investasi yang dipantau melalui jumlah armada, alat tangkap, jenis alat tangkap, ukuran kasko dan ukuran mesin serta jarak tempuh ke tempat penangkapan ikan serta lamanya beroperasi di tengah laut menunjukkan cukup besar. Informasi sarana dan prasarana yang diberikan masyarakat menunjukkan tingkat kemampuan nelayan di dalam mengelola, memanfaatkan dan mengawasi wilayah lautnya. Nelayan di Sendang Biru dari hasil pantauan selama di lokasi menunjukkan laju penangkapan ikan tinggi, jenis ikan besar dan kecil, TPI berjalan tertib, pedagang banyak yang bertransaksi dan perkampungan nelayan berkembang pesat. Pengadaan alat tangkap nelayan masih tergantung pada pihak lain, yaitu pedagang sarana perikanan dan alat tangkap berada di luar Sendang Biru. Pemenuhan alat penangkapan (jaring, benang nylon, tali plastik, mata pancing, dll) sehari hari dilayani oleh warung nelayan. Warung yang khusus menyediakan alat perikanan jumlahnya terbatas, dan peralatan yang dibeli sebagian pembayarannya masih dapat di cicil. Kerja sama antarnelayan dengan pemilik warung dapat terjalin dengan baik, karena antarkeduanya menghadapi ketidak pastia yang sama. Ketidak pastian terjadi karena lingkungan alam laut yang menentukannya, dan menghadapi ketidak pastian tersebut maka kearifan nilai saling percaya menjadi pegangan bersama. Kearifan nilai adalah kejujuran, keterus terangan, dan berani menjadi saksi yang jujur, adil dan benar. Sikap berbuat bohong adalah perbuatan yang merugikan diri sendiri dan mempersulit kehidupannya serta memalukan. Nelayan dengan mempunyai landasan moral yang terpuji membuat kegiatan penangkapan ikan menjadi damai dan tenteram. Karena itu kerjasama antarsesama nelayan baik dalam kegiatan pembuatan maupun dalam pengadaan sarana dan prasarana, misalnya melalui arisan, atau pembayaran hutang dengan cara angsuran dari hasil tangkapan, Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 125
kesemuanya di dasarkan pada kejujuran. Kejujuran nilai utama yang harus dimiliki nelayan, karena di laut kekompakan mutlak adanya, tanpa kejujuran kekompakan sulit diwujutkan, padahal resiko keselamatan tergantung pada kejujuran tersebut. D) Pakaian Khusus Pengamatan menghasilkan informasi tentang cara kerja nelayan bekerja di laut yang umumnya tidak menggunakan alat pengaman khusus. Pada saat nelayan melakukan penangkapan ikan di lokasi penangkapan, mereka hanya berada diatas perahu atau kapal dan sekali-sekali berenang membetulkan alat tangkap tanpa memakai alat pengaman (pelampung), yang diandalkan keterampilan berenang. Kemampuan nelayan berenang di laut sudah dimiliki sejak kecil, karena kehidupan mereka sebagian terbesar kegiatannya berada di air. Penyesuaian diri dengan lingkungan kerja dilakukan secara intuitif dan replek tanpa mengandalkan alat bantu khusus yang dibuat khusus untukmereka.
3.4.4. Unsur Sistem Mata Pencaharian Kehidupan A) Kegiatan Produksi Produksi dapat berhasil apabila memiliki faktor fisik (perahu, mesin), modal dan tenaga kerja. Fisik berupa sarana penangkapan, modal adalah biaya operasional dan tenaga kerja untuk bekerja. Nelayan memperhatikan keseimbangan ketiga faktor tersebut, dan diatas kapal kompakan sesama tenaga kerja mutlak adanya karena berkenaan dengan keselamatan. Kegiatan produksi dapat dilakukan melalui penangkapan ikan, pengolahan, pembudidayaan ikan dan pariwisata laut. Penangkapan ikan di laut menghendaki pertimbangan rekan kerja dan keterampilan. Rekan kerja untuk kenyamanan dan keterampilan untuk kepastian hasil yang akan didapatkan. Pertimbangan dapat berdasarkan kesukuan, hubungan kekerabatan, tanggung jawab atau keterampilan dan pengalaman. Pertimbangan kesukuan dan kekerabatan penting karena lokasi penangkapan ikan dapat dirahasiakan untuk menjamin kelangsungan penangkapan selanjutnya. Kesamaan suku memudahkan penyesesaian kalau terjadi berbagai persoalan, misalnya gerombolan ikan ditemukan lebih dulu tapi ditangkap oleh perahu lainnya, kecelakaan di laut dengan aturan yang harus ditaati bersama, perselisihan di laut karena salah paham dan lain lain. Kerabat yang ikut menangkap ikan ke laut menjamin praktek pembelajaran di laut secara langsung, khususnya untuk anak muda. Pengalaman keluarga ditularkan secara arif sedikit demi sedikit dan pada saatnya mereka menggantikan orang tuanya atau paman dan kerabat lainnya. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 126
Keterampilan penangkapan ikan oleh kerabat berarti ikut mensejahterakan keluarga besarnya juga. Adapun pertimbangan tenaga kerja yang ikut penangkapan bukan dari suku atau kerabat, hal tersebut masih dapat di ikut sertakan. Akan tetapi terhadap orang luar tersebut, pertimbangan aspek moral, etika, sopan santun, kejujuran, keterampilan dan mengerti sopan santun adalah penting. Sopan santun penting karena kalau terjadi sesuatu, masyarakat luas akan ikut menilai bahwa orang tersebut baik untuk diajak kerjasama. Oleh karena itu orang luar dapat ikut menjadi tenaga kerja penangkapan ikan setelah kriteria kesopanan, kejujuran dan kerjasama dipenuhi. Contohnya banyak nelayan dari luar Sendang Biru diterima dengan baik dan diakui keberadaanya sebagai orang baik. Pengolahan ikan umumnya ditangani segar dan diolah. Pertama, ikan segar Ikan hasil tangkapan ditangani terlebih dahulu di dalam perahu atau kapal dengan pendinginan es curah yang disimpan di dalam palka atau kotak busa plastik. Kapal besar ikan tangkapannya (tuna, kakap, selayar, dll) langsung diberi es curah supaya ikan tetap segar dan kualitasnya baik. Di pelabuhan pendaratan ikan, Ikan langsung di keluarkan dari dalam palka perahu/kapal dan kemudian di daratkan ke tempat pelelangan ikan (TPI) atau pembeli ikan dengan tetap diberi es. Pemberian es tujuannya untuk menjaga ikan agar tetap segar, sehingga harganya tetap mahal. Kedua, Ikan yang telah dibeli oleh pedagang atau pengolah ikan, perlakuannya tetap diberi es yang dimasukkan kedalam kotak busa plastik atau palka yang terbuat dari kotak kayu yang dilapisi poleoretane atau busa plastik. Ikan tersebut didistribusikan ke daerah diluar Sendang Biru. Ikan yang tidak dijual dalam bentuk segar, ikan diolah menjadi abon ikan, ikan asin atau pindang ikan. Ikan olahan yang telah menjadi abon kualitasnya baik dan harganya mahal. Adapun ikan karang, seperti kerapu, kakap, tenggiri, dan lain-lain dijual dalam bentuk segar kepada pedangang ikan dan pengolah ikan. B) Budidaya Ikan Di daerah Sendang Biru tidak ada kegiatan pembudidayaan ikan laut atau udang. Daerahnya berbatu dan curam sehingga tidak sesuai untuk dijadikan tempat pembudidayaan ikan. Masyarakat menjaga lingkungannya dengan memelihara mangrove dan karang, orang yang merusaknya diberi sanksi sesuai dengan peraturan pemerintah. C) Pariwisata Laut Sendang Biru dikenal sebagai daerah pantai yang indah, air di sendang biru sangat tenang terhindar dari gelombang besar yang datang langsung dari samudera Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 127
hindia. Ketenangan air sendang biru tercipta karena dimuka sendang biru berdiri tegak dengan kokoh bukit sambu. Bukit sambu adalah pelindung sendang biru. Kegiatan wisata di sendang biru ramai dikunjungi orang dari luar daerah, karena daya tariknya dan juga kegiatan penangkapan ikan menjadi daya tarik sendiri. Terhadap perikanan, ada juga yang melakukan wisata mancing dan perahu yang digunakan jenis sekoci menyelusuri pantai hingga ke batu gerbang sendang biru. Ikan hasil pancingan sangat bervariasi, yaitu ikan pelagik (baby tuna, selayar, tenggiri, dll dan ikan demersal (kakap, kerapu, ekor kuning, pisang-pisang, dll). D) Kegiatan Pemasaran Kegiatan pemasaran perdagangan jual beli ikan dimulai dari operasi penangkapan, tangkapan ikan di pendaratan, pendistribusian ikan dan penyelesaian transaksi. Sendangn biru mempunyai TPI yang baik, tetapi peran “pengambek” juga penting. Peranan pengambek masih cukup besar karena terposisikan memiliki fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Penjualan Ikan Hasil Tangkapan yang di daratkan di tempat pendaratan ikan, dan ikan tersebut harus dijual secara lelang. Tata cara pelelangan ikan menggunakan mekanisme lelang terbuka, artinya semua orang diberi kesempatan ikut pelelangan dan harga tawaran tertinggi sebagai pembelinya. Pengambek memiliki modal besar dapat sebagai pengendali harga, khususnya disaat ikan berlimpah yang tidak dapat diserap habis oleh pembeli. Kapal ikan besar dimiliki oleh pengambek dan ikan hasil tangkapannya walaupun ikut di dalam pelelangan, tetapi pembeli utamanya cenderung kepada pengambeknya. Dari cara pelelangan yang berlaku di sendang biru, maka tidak ada ikan hasil tangkapan nelayan yang tidak terbeli oleh pembeli, sehingga resiko nelayan ikan tidak terbeli dapat dikurangi oleh toke pengambek. Karena pengambek mampu disuatu saat sebagai suplier besar sehingga ikut mengendalikan harga, maka dia mendapat peluang membeli ikan dari nelayan. Kedudukan pangambek yang berfungsi sosial terjadi bila nelayan mengalami kesulitan keuangan ikut membantu kesulitan tersebut. Masyarakat pesisir sendang biru sebagian mempercayai pengambek karena dianggap mempunyai sifat jujur, sosial, dapat dipercaya dan peduli dengan sesama nelayan. Distribusi Hasil Tangkapan Ikan yang telah di daratkan dan dijual melalui pelelangan atau langsung kepada pembeli tertentu kemudian akan dibawa keluar dari daerah sendang biru. Proses pengangkutan ikan keluar sebagai pendistribusian ikan ke daerah lain adalah
melalui pelanggan pedagang pengumpul lainnya.
Pelanggan sebagai pembeli ikan biasanya sudah tertentu, sebab ikan yang dijual penyelesaiannya sering tidak dalam bentuk pembayaran kontan, sehingga Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 128
kepercayaan menjadi modal penting. Maka calon pelanggan harus juga memiliki sifat jujur, sosial, dapat dipercaya dan peduli dengan sesama nelayan. Pelaku lembaga ekonomi yang terlibat dalam kegiatan perikanan laut adalah warung perikanan, warung makan, koperasi perikanan, perbankan, jasa angkutan, pengambek dan pedagang eceran (pecah belah, pakaian, spare part mesin kapal, spare part motor, dll) serta pelepas uang. Kesemua lembaga ekonomi tersebut menjadi bagian kegiatan yang ikut mendistribusikan hasil laut melalui pembentukan nilai tambah dan jasa. Penyelesaian Transaksi Jual Beli oleh nelayan yang menangkap ikan tidak selalu mempunyai uang kontan untuk membeli bahan makanan, minyak, rokok, gula dan kopi serta keperluan lainnya. Dengan jalinan kerjasama yang dilandasi jujur, sosial, dapat dipercaya dan peduli dengan sesama nelayan maka semua keperluan tersebut dapat diperoleh lebih dulu, dan setelah pulang menangkap ikan baru dibayarkan kepada warung atau orang yang membantu. Di dalam masyarakat nelayan mengatasi kesulitan yang sering tidak dapat diduga sebelumnya sehingga tidak dapat pergi ke laut, cara yang dipakai kembali ke pengambek. Kesulitan nelayan teratasi, dan peranan pengambek diakui, tetapi mekanisme pelelangan ikan tetap dilakukan maka pengambek dapat berfungsi sebagai penyeimbang di dalam keadaan paceklik. Kepercayaan pengelolaan dan pengendalian nelayan kecil berada padanya, sehingga sebagai pedagang dia juga mendapat kepastian ikan untuk diperdagangkan. 3.4.5. Unsur Organisasi Sosial A) Pemerintah/Swasta Organisasi formal di Sendang Biru adalah pemerintahan setingkat desa dan kepala pemerintahan desa disebut kepala desa Tambak Rejo. Tata cara pemerintahan
desa bekerja
di dalam menjalankan fungsi pemerintahan
berdasarkan peraturan pemerintah yang mengatur pemerintahan setingkat desa. Tugas utama pemerintahan desa melakukan pelayanan umum, kartu penduduk, surat keterangan yang dperlukan masyarakat dan lain-lain dan ketertiban dan keamanan. Kedudukan pemerintahan desa sangat penting, karena pengatur utama jalannya kehidupan ekonomi dan sosial dan langsung berada dan melaksanakan aturan pemerintahan. Desa memiliki lembaga ekonomi berupa Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondok Dadap, KUD Mina Jaya Sendang Biru serta SPDN No.59.651.01 KUD Mina Jaya. Kelembagaan ekonomi tersebut mampu mendorong kesejahteraan masyarakatnya.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 129
Dari fungsi pengaturan yang kuat tersebut, maka pembangunan desa yang bersih, TPI yang bersih, keramaian yang tertib, pariwisata yang aman dapat dilakukan dengan baik. Aparat desa bersama-sama dengan aparat keamanan polisi dan tentara serta babinsa mengatur kehidupan masyarakat menurut peraturan yang berlaku. Organisasi yang bersifat informal yaitu organisasi social kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan adat istiadat atau ekonomi. Organisasi berdasarkan adat istiadat seperti panitia petik laut, majelis keagamaan(Islam dan Kristiani), kepemudaan melalui karang taruna dan badan pengawas masyarakat. Organisasi yang terbentuk umumnya untuk membangun jaringan silaturrahim antar anggota masyarakat pesisir dari atas dan bawah, kerjasama kebersihan desa, kerjasama petik laut dan kerjasama keamanan dan sosial kemasyarakatan. B) Kelembagaan Sosial Masyarakat pesisir di Sendang Biru diketahui memiliki kelembagaan pemerintahan desa yang kuat yang didukung oleh kelembagaan social kemasyarakatan yang mempererat jalinan kerjasama antaranggota petani dan nelayan yang bekerja tidak karena hanya bermotifkan ekonomi. Kelembagan social yang dibentuk tumbuh karena masyarakatnya sendiri. Tokoh lembaga social yang berperan aktif dan diakui oleh masyarakat adalah para tetua masyarakat dari masyarakat atas dan masyarakat bawah didudukkan di dalam kegiatan kemasyarakatan. Kedudukan para tetua masyarakat penting dan menentukan, karena dasar pengorganisasian kemasyarakatan selanjutnya mengikuti tata cara berdasarkan nilai-nilai petunjuk para tetua (ulama bagi penganut Islam) dan (pendeta untuk penganut kristiani) dalam menegakkan kejujuran, keadilan dan kemaslahatan bersama. Sehingga ada ungkapan kalimat ”ingin mengetahui masyarakat Sendang Biru, ketauhilah terlebih dahulu kerukunan masyarakatnya”. Jadi para tetua adalah sendi kehidupan bermasyarakat yang resminya dijalankan oleh aparat desa.. Oleh karena itu, dilihat dari strata social, kedudukan para tetua di dalam msyarakat sangat berarti signifikan bersandingan dengan kepala desa. Pengakuan masyarakat terhadap peran tetua desa dari kenyatan yang ada di masyarakat sangat jelas, terutama pada saat upacara besar desa. Upacara petik laut, hari kemerdekaan, kebersihan desa adalah bagian yang memerlukan para tetua desa yang berasal dari masyarakat pesisir atas dan bawah. Keberadaan mereka dapat juga menjadi fasilitas sosial di dalam mencari solusi keadilan dari persengketan di daratan di lautan melalui peraturan pemerintah atau musyawarah menurut tradisi masyarakat Sendang Biru. Untuk melihat kearifan lokal yang ada di Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 130
masyarakat
pesisir
Sendang
Biru,
dapat
diketahui
melalui
keberadaan
pemerintahan desa Tambak Rejo, Kecamatan Sumber Manjing Wetan, Kabupaten Malang. Aturan desa yang tertulis sebagai payung hukum resmi masyarakat pesisir mampu mempersatukan dengan harmonis kedua masyarakat yang hidup berdampingan di Sendang Biru. Masyarakat atas menghormati masyarakat bawah, sebaliknya masyarakat bawahpun menghormati masyarakat atas, walaupun dalam berkeyakinan mereka berbeda keyakinan (Islam dan Kristen). Berpadu harmonis masyarakat menunjukkan budaya bahari melaksanakan fungsinya sesuai dengan kearifan lokal yang disesuaikan
dengan kondisi kebutuhan masyarakat tanpa
menurunkan nilai-nilai kearifan yang telah ada. C) Interaksi Antarmasyarakat Interaksi bertujuan ingin ada dicapai dan jenisnya bermacam-macam, misalnya keinginan untuk bekerja, keinginan menjual ikan, keinginan minta pertolongan dan lain-lain. Dampak dari interaksi adalah terbentuknya normanorma atau adat istiadat yang berlaku secara umum bagi semua. Norma yang dibentuk bersama menjadi sarana dasar pemecah masalah sosial apabila timbul ketidak sesuaian dengan tujuan yang ingin dicapai bersama di dalam kehidupan bersosial dan berbudaya. Kedudukan aparat desa yang diakui masyarakat sebagai pemegang aturan nelayan makin kukuh karena dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat yang hidup di daerah Sendang Biru makin beragam berdasarkan etnik (jawa, madura, bugis, sunda) dan mereka datang karena kesuburan perairannya. Maka peran aparat desa menjadi makin penting, karena setiap orang yang berusaha di Sendang Biru harus tunduk dan patuh pada aturan, yaitu disaat mereka melakukan hubungan sosial atau ekonomi dan penangkapan ikan di laut. Norma pergaulan di Sendang Biru yang berbasis budaya bahari dengan budaya daratan telah menciptakan keharmonisan karena kedua masyarakat tersebut saling membutuhkan hasil pertanian dan tangkapan ikan. D) Ethos Kerja Pengertian umum tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau oang lain. Masyarakat pesisir di Sendang Biru tenaga kerja laki-laki dan perempuan di bidang kelautan dan perikanan pada kegiatan yang berbeda. Pekerjaan
laki-laki
umumnya
menangkap
ikan,
membuat
alat
tangkap,
memperbaiki perahu dan kapal, menyelam, mengangkut ikan ke PPP. Perempuan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 131
melakukan kegiatan menjual ikan, mengolah ikan, menyediakan peralatan dan bahan makanan untuk ke laut dan lain sebagainya. Untuk mengisi pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja yang sesuai dengan sifat pekerjaan yang tersedia, maka pertimbangan keterampilan dan pengalaman yang utama. Pertimbangan terhadap jenis kelamin, umur, keterampilan, kekuatan, kesehatan dan pengalaman serta kedewasaan adalah lebih penting untuk bekerja di laut, dan ditambah lagi kekuatan, kesabaran serta kemauan bekerja sama. Kearifan lokal yang diterapkan dan masih hidup di wilayah perikanan Sendang Biru desa Tambak Rejo menjadikan nilai-nilai ajaran agama Islam, Kristiani dan tradisi sebagai dasarnya. Dasar kearifan yang terkandung di dalamnya membentuk nilai etika kerja; keyakinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan. Wujud dari nilai yang terbentuk adalah kerjasama upacara menghormati laut sebagai sumber rezeki dengan melakukan ritual “Petik Laut” pada setiap tanggal 27 September. Penetapan tanggal pelaksanaan petik laut tidak didasarkan pada perhitungan hari jawa, hari Islam atau Krestiani tetapi di dasarkan pada hari peresmian Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondok Dadap.
3.5. Ara Dan Tana Beru, Sulawesi Selatan 3.5.1. Gambaran Umum Kecamatan Bontobahari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah Kecamatan Bontobahari sebagian besar adalah pesisir diantaranya terdapat desa Ara, desa Tanah Lemo dan desa Tanah Beru. Desa pesisir di wilayah Kecamatan Bontobahari memiliki berbagai potensi kebaharian yang dikenal sampai ke luar negeri karena kemampuan mereka berlayar dan membuat kapal.
Gambar 24. Peta wilayah Semenanjung Bira yang diapit dua perairan yaitu Teluk
Bone dan Laut Flores Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 132
Sumber: http://tanahair.kompas.com Kabupaten Bulukumba dari geografis terletak antara 05020 – 05040 lintang Selatan dan 119058 – 120028 bujur Timur dengan luas 1.154,7 km², yang berbatasan dengan Kabupaten Sinjai di sebelah Utara, sebelah Timur dengan Teluk Bone, sebelah Selatan dengan Laut Flores, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Bantaeng. Kecamatan Bontobahari terletak di wilayah sebelah Selatan kabupaten Bulukumba yang luasnya 108,6 km² atau 9 % dari luas kabupaten Bulukumba. Posisi Kecamatan Bontobahari pada posisi Bujur 120⁰ 22′ 30″ dan posisi Lintang 5⁰ 32′ 30″ dengan ketinggian 0 – 500 m dpl.
Gambar 25. Kondisi Kelurahan Tanah Beru dan Tugu Pinisi Desa Ara Lokasi Desa Ara dan Kelurahan Tanah Beru berada di satu garis pantai Mandalaria. Pantai ini memiliki sejarah penting di dalam Republik Indonesia, karena waktu pembebasan Irian Barat dapat dibuat 20 buah kapal dalam waktu 20 hari. Kepiawaian membuat pinisi telah mengangkat masyarakat khususnya Sulawesi Selatan dan umumnya Indonesia dikokohkan eksistensinya oleh dunia internasional. Desa Ara berkaitan dengan sejarah kerajaan Gowa Makasar, karena menurut cerita raja Karaeng Bonto Biraeng, adalah sepupu Sultan Hasanuddin yang tidak terpilih menjadi raja Gowa, dan beliau melarikan diri ke desa Ara yang kemudian membangun kerajaan Ara. Masyarakat desa Ara dan kelurahan Tanah Beru terdiri dari etnis Makasar, Bugis serta Konjo, dan Konjo yang mendominasi wilayah tersebut. Pandangan terhadap etnis Konjo dapat dilihat; pertama merupakan sub etnis dari etnis Bugis dan Makasar, dan kedua menganggap merupakan etnis tersendiri karena memiliki karakteristik yang berbeda dari etnis Bugis dan Makasar. Pandangan kedua tersebut didukung oleh bahasa dan adat istiadatnya yang tersendiri, dan dari masyarakat setempat mereka dianggap lebih merupakan etnis tersendiri. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 133
3.5.2. Unsur Religi A) Sistem Keyakinan Religi Masyarakat Desa Ara dan Tanah Beru di pesisir Bulukumba, laut merupakan bagian dari unsur alam yang terpisah dari unsur daratan. Laut dan darat mempunyai kekuatan tersendiri sehingga ketika unsur laut dan unsur darat disatukan maka harus melalui upacara ritual sebagai sarana untuk mempersatukan kedua unsur tersebut agar menyatu dan saling mendukung. Hal ini merupakan dasar bagi pelaksanaan upacara ritual pelepasan kapal untuk pertama kali ke laut yang disebut appassili. Melalui ritual appassili kayu sebagai bahan utama kapal yang merupakan bagian dari unsur darat harus bisa menyatu dengan laut sebagai unsur tersendiri sehingga diharapkan dalam operasionalnya kapal akan menyatu dengan laut sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, appassili menjadi bersifat wajib, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan pemesan kapal. Masyarakat pesisir Bulukumba khususnya masyarakat Desa Ara yang umumnya mempunyai keahlian membuat kapal mempunyai makna tersendiri terhadap wujud kapal, yaitu: a) Kapal ibayat bayi, jika orang tuanya mempunyai masalah maka ia akan rewel; b) Kapal ibarat telur di ujung tanduk; dan c) Kapal ibarat manusia. Makna-makna tersebut berpengaruh terhadap perilaku dan etos kerja yang mereka bangun dalam prosesi pembuatan kapal. Kapal ibarat bayi membawa konsekuensi bahwa dalam proses pembuatan kapal setiap pelaku harus senantiasa menjaga keharmonisan kerja misalnya sambalu (pemilik usaha kapal) atau punggawa (pemimpin) akan selalu membayar sawi (pekerja) tepat waktu sehingga para sawi akan bekerja dengan tenang dan semangat sehingga kapal yang sedang dibuat akan cepat selesai dengan tidak mendapatkan banyak hambatan. Sementara kapal seperti telur di ujung tanduk merupakan dasar bagi pembuat kapal agar melakukan pembuatan kapal secermat mungkin karena jika ada sedikit saja kesalahan yang menyebabkan kapal tidak seimbang maka kapal tersebut akan tenggelam jika dioperasikan di laut. Kapal juga diibaratkan manusia, ini tergambar dari proses pembuatan kapal yang diibaratkan seperti pembentukan janin di dalam kandungan yang diawali proses perkawinan antara Lunas…. Sebagai symbol lakilaki dan …..sebagai symbol perempuan. Selain itu agar kapal sempurna seperti manusia, pada tahap akhir pembuatan kapal akan dibuat lubang di tengah-tengah lunas sebagai pusar dari kapal tersebut.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 134
Masyarakat pesisir Bulukumba memiliki berbagai mitos terkait dengan kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Salah satu mitos tersebut adalah mitos mengenai asal-usul keahlian yang dimiliki oleh masyarakat Desa Ara, Tanah Lemo dan Bira. Alkisah, seperti diceritakan oleh budayawan setempat bernama Arief Saenong, bahwa pada jaman dahulu Sawerigading (putra Raja Luwu) jatuh cinta pada saudara kembarnya yaitu We Tenri Abeng. Karena mereka bersaudara maka cinta tersebut tidak dapat disatukan. Sawerigading disarankan untuk menikah dengan sepupunya yaitu We Cudai Dg.Risompa (Putri Raja CinaWajo) yang memiliki wajah serupa dengan Tenri Abeng, akhirnya Sawerigading pun bersedia. Untuk mengantarkan Sawerigading maka ditebanglah pohon raksasa yang tumbuh di hutan untuk membuat perahu. Ketika pohon tersebut rubuh terjadilah gempa yang selanjutnya pohon tersebut ditelan bumi bersama nenek Sawerigading La Toge Langi (gelar Batara Guru). Beberapa waktu kemudian pohon tersebut muncul kembali di pantai setelah menjadi perahu besar. Berangkatlah Sawerigading ke Cina, dan kemudian menikah dengan We Cudai. Suatu hari Sawerigading pulang ke negerinya, dalam perjalanan perahunya ditimpa badai dan pecah berkepingkeping. Kepingan-kepingan perahu tersebut terdampar di beberapa tempat yaitu kepingan bagian badan di Ara, bagian sotting (linggi) di Tanah Lemo dan bagian layar dan tali temali terdampar di Bira. Mitos inilah yang mendasari keahlian masyarakat di ketiga desa tersebut yaitu masyarakat desa Ara dan Tanah Lemo mahir dalam pembuatan kapal, sedangkan masyarakat Bira mahir dalam berlayar. Selain mitos mengenai kepiawaian pembuatan kapal, masyarakat di ketiga desa tersebut meyakini bahwa terdapat beberapa ritual yang wajib dilakukan berkaitan dengan pengerjaan pembuatan kapal yaitu ritual Appassili. Jika tidak melakukannya maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap kapal tersebut. Dikisahkan oleh seorang panrita lopi dari Ara bahwa pernah ada seorang pemesan kapal dari Inggris yang ketika sudah selesai dia tidak melakukan appassili dengan alasan akan melakukan ritual tersebut di daerahnya. Ketika akan melewati perairan Ambon kapal tersebut tidak bisa lagi dijalankan. Setelah gagal melakukan upaya apapun, maka orang Inggris tersebut menghubungi pembuat kapal untuk meminta pertanggungjawaban. Panrita lopi hanya menyarankan agar melakukan appassili, atas persetujuan pemilik kapal maka dilakukanlah appassili di daerah pembuatan kapal. Setelah upacara tersebut selesai, kapal tersebut dapat berjalan kembali. Mitos yang ada seputar penangkapan ikan terdapat pada nelayan penyelam. Nelayan yang akan menyelam harus melakukan persembahan kepada penguasa laut Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 135
dengan cara melarung telur ayam kampong ke laut, daun sirih yang telah dilinting berjumlah tujuh atau bilangan ganjil lainnya, beras hitam, beras kuning mentah, dan melalukan barzanji. Upacara ini dipercaya mempengaruhi hasil tangkapan, jika tidak dilaksanakan dipercaya akan mendapat hasil tangkapan sedikit. Tapi sekarang hanya beberapa orang saja yang melakukannya. Yang masih sering dilakukan adalah barzanji yaitu acara yang diisi dengan doa-doa dan dzikir, dan penyediaan makanan tertentu yang akan dimakan di atas kapal. Selain itu, nelayan pantang mencuci alat masak dengan mencelupkannya ke laut tetapi harus mengambil air laut dulu baru dibasuhkan ke barang yang akan dicuci di atas kapal. Hal ini dianggap dapat membuang rizki sehingga hasil yang didapat pun akan sedikit. Selain itu, mereka percaya bahwa pada malam jum’at tidak boleh menyapu dan tidak boleh membawa makanan ke luar rumah karena diyakini pada malam itu para arwah leluhur mengnjungi kita sehingga menyapu dianggap tidak sopan dan makan dipersiapkan untuk menyambut tamu tersebut. Mitos yang lain adalah pantang berangkat bagi nelayan yang akan melaut jika ada yang bertanya “hendak kemana” karena diyakini hasil tangkapan akan sedikit maka dia harus mundur beberapa langkah kemudian melanjutkan perjalanannya kembali. B) Upacara Ritual Selain mitos-mitos di dalam sistem keyakinan masyarakat pesisir Bulukumba dikenal pula berbagai ritual. Ritual tersebut ada yang berkaitan dengan prosesi pembuatan kapal dan ada juga ritual yang berkaitan dengan prosesi penangkapan ikan. Dalam proses pembuatan kapal, ritual yang dilakukan adalah: Ritual memasang lunas (annattara) dilakukan sebagai syukuran awal pembuatan kapal. Menurut (Arief Saenong, 2010) annatara mempunyai arti ‘memotong’ yaitu memotong/meratakan ujung lunas untuk disambung dengan kedua penyambung muka dan belakang. Terdapat simbol perkawinan dalam ritual ini yaitu lunas perahu terdiri dari tiga potong balok; yang ditengah disebut kalabiseang yang disimbolkan sebagai perempuan, dan penyambung merupakan symbol laki-laki. Namun ada juga panrita yang memakai satu balok untuk lunas, untuk cara ini lunas disimbolkan sebagai perempuan dan sotting disimbolkan sebagai laki-laki. Pelaksanaan upacara diawali dengan menyiapkan kue-kue oleh ibu-ibu untuk diletakkan di atas lunas. Kue-kue tersebut terdiri dari dumpi (cucur), onde-onde (ketan berisi unti dibalut tepung sagu), lebo-lebo (ketan yang dibentuk seperti kelereng dengan kuah yang terbuat dari santan dan gula merah). Pada upacara ini dilakukakn penyembelihan ayam
untuk diambil darahnya yang
kemudian dioleskan pada ujung lunas. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 136
Ritual peluncuran kapal (appassili) dilakukan pada malam hari sebelum upacara ammossi yang bertujuan untuk menolak bala. Upacara ini bersifat wajib bagi pemilik kapal agar kapal tidak tertimpa bencana. Besarnya upacara tergantung pada kemampuan pemilik kapal dalam menyediakan dana. Pada Appassili disediakan kue-kue tradisional yaitu gogoso, kolapisi (kue lapis), Onde-onde (kue dari tepung beras pulut yang diisi gula merah ditaburi kelapa parut), kaddo massingkulu (kue dari beras yang dibungkus daun bamboo), Songkolo (nasi ketan) dan unti labbu. Sebelum diadakan Appassili dilakukan ritual songkabala atau penyembelihan hewan berupa sapi, kerbau atau kambing di depan kapal. Darah hewan tersebut kemudian dibasuhkan ke bagian haluan, mesin, perpeler, dan daun kemudi untuk menghindari hal-hal buruk terjadi pada kapal. Daging hewan tersebut kemudian dimasak untuk disajikan pada upacara appassili pada malam harinya. Appassili dihadiri oleh para pekerja, pemilik kapal, tokoh masyarakat adat dan warga sekitar. Ritual diisi oleh berbagai do’a, makan bersama dan dilanjutkan dengan menarik kapal sampai kapal bergeser sedikit sebagai tanda bahwa kapal sudah siap diturunkan ke laut. Ritual membuat pusar (Ammossi) sebagai kelengkapan dari sosok kapal yang diibarakan sebagai manusia, maka pada tahap terakhir pembuatan kapal dilakukan ritual Ammossi yaitu ritual membuat pusat (possi). Ritual ini dilakukan pada malam hari pada tahap terakhir ritual appasili. Ritual-ritual di atas berkaitan dengan prosesi pembuatan kapal. Ritual terkait proses penangkapan ikan adalah: Ritual menghormati laut (Manccera Tasi) merupakan ritual tahunan yang dimaksudkan untuk mensyukuri rizki yang di dapat dari laut. Selain itu menurut (Thamrin, 2002) upacara Mancerra Tasi merupakan symbol persatuan antara dua komunitas yaitu nelayan dan petani. Hal ini dilambangkan oleh perangkat upacara yang berasal dari alat-alat pertanian sebagai salah satu atribut dalam ritual ini. Acara Mancera Tasi diawali dengan iringiringan perahu ke arah ance atau menara yang didirikan di atas permukaan laut yang terdiri dari perahu pembawa sesaji (sabbu kati) diiukuti oleh perahu pemangku adat (Pincara Datu Luwu dan Puang Ade) kemudian disusul oleh perahu yang membawa rakki atau santapan yang telah dihias yang dibawa oleh masingmasing kelompok nelayan. Santapan tersebut berupasepiring nasi ketan empat warna yang melambangkan unsure alam yaitu tanah, api, air dan angin srta empat unsure tubuh manusia yaitu tulang, daging, darah dan nafas serta sepasang ayam panggang utuh yang melambangkan semua lapisan masyarakat.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 137
Acara dilanjutkan dengan penyerahan sesaji sebagai tanda syukur, dilanjutkan dengan pelepasan seekor ikan yang telah diberi makan secuil emas murni sebagai symbol penghormatan kepada laut dan seiisinya. Upacara diakhiri dengan memanjatkan do’a oleh Pua Puawang yang didampingi oleh seorang gadis yang belum aqil baligh sebagai symbol kesucian dan ketulusan. Setelah doa selesai, para pemangku adat dari setiap kampong akan menyerahkan raki secara bergantian ke hadapan Datu Luwu dan Puang Ade. Selanjutnya diadakan makan bersama. Lebih lanjut Thamrin mengatakan bahwa Mancera Tasi terbukti efektif dalam menggugah emosi keagamaan (spiritual) warga masyarakat. Pada saat pelaksanaan upacara, mereka diingatkan atas tanggung jawabnya untuk menghormati laut, menjaga kebersihan, tidak merusak dan tidak menguras potensi ikan laut secara berlebihan. Ritual melarung telur, daun sirih dan beras sering dilakukan oleh nelayan penyelam sebelum mereka menyelam di laut lepas. Ritual ini dimaksudkan sebagai persembahan kepada penguasa laut agar mereka diijinkan untuk menangkap ikan di daerah tersebut dan agar mendapatkan hasil yang banyak. Persembahan yang dimaksud berupa telur ayam kampong, daun srih yang sudah dilinting berjumlah ganjil, beras yang teah diwarnai kuning dan hitam.
3.5.3. Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi A) Pengetahuan Pengelolaan Sumber Daya Laut Berkaitan dengan prosesi penangkapan ikan, nelayan Bulukumba memiliki cara-cara tradisional dalam menentukan daerah potensi ikan diantaranya yaitu dengan: 1). Melihat bentuk awan. Jika ada melihat bentuk awan dan jika ada awan yang bentuknya menyerupai sisik ikan maka diyakini bahwa wilayah di bawah awan tersebut mengandung banyak ikan. 2). Berdasarkan kebiasaan bahwa di wilayah tertentu pada waktu tertentu banyak terdapat ikan. Biasanya wilayah tersebut ditandai dengan mengambil patokan tanda yang menonjol di daratan misalnya tanda pohon besar atau batu yang kemudian ditarik garis kearah dia berlayar waktu itu. 3). Keberadaan ikan berdasarkan musim. Pada musim barat, keberadaan ikan banyak terdapat di sekitar perairan Tanjung Bira, sedang pada musim timur ikan banyak terdapat di sekitar perairan Tana Beru. 4). Daerah potensi ikan dilihat dari warna air laut dan keberadaan burung. Jika berwarna hitam dan banyak burung maka banyak terdapat ikan. Dan 5). Pemantauan ikan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 138
dilakukan dengan menggunakan bantuan cermin. Orang yang melakukan pemantauan ini disebut pakaca. Selain cara tersebut di atas, menurut Salman, dkk (2011) seorang punggawa nelayan mempunyai cara khusus dalam memanggil ikan agar mendekat yaitu dengan cara memercikkan air zam-zam ke dalam laut dengan disertai do’a-do’a. Hal-hal tersebut tentunya berbeda dengan pemikiran modernisasi yang selalu menggunakan alat untuk mendeteksi keberadaan ikan. Namun tidak mustahil pula, cara-cara tradisional tersebut bila dikaji lebih dalam mengandung alasan-alasan ilmiah yang dapat menyentuh rasionalitas kaum modernitas. Terdapat sebuah pengetahuan lokal yang dimiliki beberapa nelayan Bulukumba yang bersifat kurang mendukung terhadap produktivitas sumberdaya kelautan yaitu penggunaan tanaman tuba sebagai racun yang membawa efek pembiusan terhadap ikan. Para nelayan menggunakan air tuba tersebut untuk menangkap ikan yang berada di perairan dekat pantai. Penggunaan tuba sebagai obat bius merupakan pengetahuan lokal yang sudah digunakan secara turun temurun. Selain tuba, beberapa nelayan pun menggunakan potassium untuk menangkap ikan yang berada di lepas pantai. Namun demikian, ikan yang ditangkap melalui cara seperti ini terlihat berbeda secara fisik dengan ikan segar yang ditangkap tanpa menggunakan racun, oleh karena itu harganya pun lebih murah. B) Pengetahuan dan Teknologi Perikanan Masyarakat pesisir Bulukumba memiliki pengetahuan tradisional yang sangat beragam, mulai dari teknik penangkapan sampai teknik pembuatan kapal. Dalam hal teknik pembuatan kapal, kemampuan masyarakat Desa Ara dan Tanah Beru dimiliki secara turun temurun. Peralatan yang mereka gunakan semula merupakan peralatan yang sederhana, namun perkembangannya kemudian peralatan tersebut diganti menjadi peralatan yang semi modern. Kapal yang digunakan oleh para nelayan ada beberapa macam yaitu; 1) Lepalepa (sampan). Lepa-lepa terbuat dari kayu yang dikeruk, sehingga ukurannya berbeda-beda tergantung pada besar kayu sebagai bahan dasarnya. Untuk menjaga keseimbangan beberapa sampan ada yang memakai cadik. Cadik terbuat dari bambu yang dipasang di sebelah kanan dan kiri perahu.
Lepa-lepa ada yang
memakai mesin dan ada yang tidak memakai mesin tapi menggunakan dayung. Kapasitas lepa-lepa hanya 1-2 orang dengan alat tangkap berupa pancing dan tombak.
Komoditas ikan yang didapat berupa ikan-ikan karang, lobster dan
teripang. 2) Katinting adalah Lepa-lepa yang menggunakan mesin disebut katinting. Katinting mempunyai kapasitas 4-5 orang. Biasanya alat tangkap yang digunakan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 139
pancing dan jarring insang. 3) Jolloro adalah perahu kecil yang memiliki lunas dengan panjang berkisar antara 7-12 meter.
Jolloro memiliki lambung yang
biasanya berukuran 4 buah papan di kiri dan kanannya. Jolloro biasa digunakan oleh para nelayan penyelam yang menggunakan kompresor sebagai alat bantu pernapasan. Alat tangkap yang digunakan bisa berupa tombak atau pancing. Ikan yang di dapat adalah teripang, lobster, ikan sunu dan tenggiri. 4) Kapal tangkap ikan kurang dari 20 GT dan 5) Pinisi. Pinisi merupakan kekayaan intelektual masyarakat Bontobahari, karena para kepiawaian para panrita lopi membuat perahu didapat secara turun temurun. Mereka mengerjakannya dengan memadukan antara tradisi dan teknologi. Mereka melakukan perhitungan tanpa menggunakan alat hitung namun menggunakan nalar atau pengetahuan lokal sesuai dengan yang mereka terima dari leluhurnya. Ukuran pajang yang dipakai bukanlah ukuran baku (meter) namun menggunakan ukuran yang tidak baku yaitu telapak kaki, jengkal, depa, dll. Menurut (Saenong, 7: 2010) dengan mengetahui panjang lunas, seorang Punggawa sudah dapat menghitung berapa jumlah kepingan papan terasa yang harus disiapkan, lajur buku (rangka) dan balok rangka. Kapal Pinisi semula diperuntukkan untuk pelayaran niaga yang dipakai oleh para pedagang nusantara, namun dalam perkembangannya kapal ini kemudian berkembang menjadi kapal wisata yang diminati oleh pelancong dari luar negeri. Hal ini sesuai dengan penelaahan (Salman, dkk.2011) yang mengatakan bahwa; “Perahu pinisi mencapai puncak kejayaan pelayaran niaga hingga 1970-an, setelah itu berlaku aturan pelayaran yang mengharuskan navigasi modern, lalu penggunaan mesin menggantikan perahu layar. Pemodal niga di Tanahberu dan Bira pelan-pelan mundur karena kemampuan modal terbatas untuk pembelian mesin, sehingga memasuki 1990-an tidak ada lagi saudagar pemilik muatan dari tanah beru dan Bira. Para pelayar Bira beralih melayani juragan Cina yang mampu permodalan, begitu pula pandai perahu dari Ara membuat perahu pinisi bermesin untuk pembeli dari Cina. Maka berakhirlah dinamika dan romantika pembuatan perahu dan pelayaran niaga Bontobahari, Bira dan Tanah Beru sepi dari hiruk pikuk pelayaran”. Namun demikian, kepiawaian membuat perahu tidak ikut punah bersama kemahiran mereka dalam berlayar. Pembuatan perahu tetap berlangsung sampai sekarang dengan karakteristik pembeli yang berbeda. Jika dulu pembeli atau pemesan adalah para pelaut Nusantara, sekarang para pemesan adalah orang-orang luar negeri. Pemesanan dari luar negeri terhadap perahu pinisi tradisional semakin meningkat pasca Pameran Pinisi Nusantara 1989 di Vancouver dan dilanjutkan dengan pelayaran pinisi Ammana Gappa (Salman dkk, 2011). Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 140
cocoro pantara tampasere
cocoro tangnga
cocoro tarengke Somabala baka Sombala riboko Penentu haluan
Gambar 26.Maket Kapal Pinisi Ciri khas dari kapal pinisi memiliki dua tiang dan tujuh layar. Tiga layar di depan yaitu cocoro pantara,cocoro tangnga dan cocoro tarengke berfungsi sebagai pengangkat kapal. Sementara empat layar di belakang yaitu sombala baka, sombala riboko dan tampasere berfungsi sebagai pendorong kapal. C) Pemanfaatan Teknologi Masyarakat Tanahberu membuat kapal di bantilang (galangan kapal) yang terletak di sepanjang pantai. Bantilang dibuat secara nonpermanent yang dimaksudkan agar bantilang dapat dipindah-pindah atau dirubah sesuai dengan jenis kapal yang akan dibuat. Atap bantilang dibuat dari daun kelapa kering yang disusun rapi menutup rangka atap. Proses pembuatan pinisi tidak terlepas dari pengaruh perubahan zaman. Keterbatasan sumber bahan baku serta perubahan rasionalitas yang dimiliki oleh para pembuat kapal menyebabkan terjadinya transformasi nilai-nilai budaya serta transformasi penggunaan peralatan dalam proses pembuatan kapal. Beberapa ritual masih masih dipertahankan seperti ritual annattara, appasili, dan ammosi. Namun ritual penebangan pohon (annakbang kalibiseang) sudah banyak ditinggalkan mengingat kayu sebagai bahan dasar tidak lagi berasal dari pohon secara langsung namun dibeli dari pengusaha kayu. Menurut salah satu narasumber kami yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan Bulukumba (IS), dahulu seorang panrita lopi cukup menggunakan tangannya untuk membuat lunas menjadi melengkung sesuai dengan bentuk yang diinginkan namun sekarang kemampuan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 141
tersebut sudah jarang yang memilikinya. Sekarang lengkungan lunas dibuat dengan cara menyambung kayu.
Gambar 27.Proses pembuatan perahu pinisi
Gambar 28. Lokasi bantilang dan beberapa bentuk bantilang di pantai Tanah Beru, Sulawesi Selatan Peralatan yang digunakan pun mengalami perubahan yang semula sangat tradisional menjadi semi modern. Beberapa peralatan tersebut diantaranya adalah bor, gergaji, amplas, dan lem semula dikerjakan secara manual dengan menggunakan tenaga tangan, sekarang dilakukan dengan menggunakan tenaga listrik. Perubahan pun terjadi dalam proses pengorganisasian kerja, semula hanya terdiri dari punggawa dan sawi. Namun setelah maraknya pemesanan dari luar negeri pengorganisasian menjadi Sambalu (juragan), punggawa dan sawi.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 142
Gambar 29. Beberapa alat yang dipakai dalam membuat kapal
D) Pakaian Khusus Pengamatan menghasilkan informasi tentang cara kerja nelayan bekerja di laut yang umumnya tidak menggunakan alat pengaman khusus. Pada saat nelayan melakukan penangkapan ikan di lokasi penangkapan, mereka hanya berada diatas perahu atau kapal dan sekali-sekali berenang membetulkan alat tangkap tanpa memakai alat pengaman (pelampung), yang diandalkan keterampilan berenang. Kemampuan nelayan berenang di laut sudah dimiliki sejak kecil, karena kehidupan mereka sebagian terbesar kegiatannya berada di air. Penyesuaian diri dengan lingkungan kerja dilakukan secara intuitif dan replek tanpa mengandalkan alat bantu khusus yang dibuat khusus untuk mereka.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 143
BAB IV
KEARIFAN LOKAL SERTA PEMBERDAYAAN BUDAYA MASYARAKAT BAHARI UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.1. Kearifan Lokal dalam Masyarakat Bahari 4.1.1. Kearifan Lokal dalam Sistem Religi Masyarakat Bahari Nilai-nilai luhur religi di dalam Tabel. 4 yang hidup senantiasa berkaitan dengan pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan di laut, terutama cara perlakuan terhadap sumberdaya agar mampu produksinya menjamin kelangsungan penghidupan anak cucu mereka. Tabel. 4. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Religi Masyarakat Pesisir dengan Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan
Sistem keyakinan Sistem upacara Tokoh /pemuka (pandangan Masyarakat ritual adat hidup) Laut Pesisir Laut Pesisir Laut Pesisir Laut Pesisir
Pemanfaatan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
+++ +++ +++ +++ +++
+++ ++ +++ +++ ++
+++ +++ ++ ++ +++
++ +++ + +++ +++
+++ +++ ++ ++ +++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ ++ +++ +++ +++
++ ++ +++ ++ +++
Pengelolaan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
+++ ++ +++ +++ +++
+++ ++ +++ +++ ++
+++ +++ ++ ++ +++
++ +++ + +++ +++
+++ +++ ++ ++ +++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ ++ +++ +++ +++
++ ++ +++ ++ +++
Pengembangan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
+++ +++ ++ ++ +++
+++ ++ +++ +++ ++
+++ +++ ++ ++ +++
++ +++ + +++ +++
+++ +++ ++ ++ +++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ ++ +++ +++ +++
++ ++ +++ ++ +++
Catatan: + = lemah; ++ = kuat; +++ = Lebih kuat. Disetiap lokasi (Lambada Lhok, Dufa Dufa, Karangsong, Sendang Biru serta Ara dan Tanah Beru) mempunyai hubungan keyakinan, upacara, pemimpin dan masyarakat yang dapat ditemui hingga sekarang dan penerapannya di daerah laut dan pesisir di masing-masing wilayah berbeda-beda. Masyarakat bahari disemua lokasi meyakini agama sebagai sumber nilai yang menata kehidupan supaya serasi antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam (Laut). Wujud Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 144
dari keyakinan dapat dilihat berupa upacara ritual, semua etnik (Aceh, Ternate, Sunda, Jawa, Bugis, Mandar, Bone) melakukannya baik yang bersifat tahunan atau sesuai kebutuhan. Upacara ritual seperti kanduri laut (Aceh), Kuloli Kie (berkeliling pulau Ternate) (Ternate), Nadran (Sunda), petik laut (Jawa), menghormati laut (Manccera Tasi) (Bugis, Mandar, Bone). Tokoh atau pemuka masyarakat di masyarakat pesisir memegang peran penting, sehingga setiap etnis mempunyai panggilan khusus untuk orang yang ditokohkan seperti; ulama (semua lokasi), panglima laot (Aceh), Sultan (Ternate), pemuka masyarakat (Jawa, Sunda), pemangku adat (Pincara Datu Luwu dan Puang Ade) (Bugis, Mandar, Bone). Masyarakat pesisir yang penghidupannya bersumber dari lautan adalah masyarakat yang menjalani kehidupan berdasarkan budaya bahari. Masyarakat tersebut senantiasa berinteraksi dengan alam laut untuk memanfaatkan, mengelola dan mengembangkannya di dalam upayanya mensejahterakan kehidupan. 4.1.2. Kearifan Lokal dalam Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi Di dalam Tabel. 5. pengetahuan sumberdaya laut dan biota lainnya, arus, musim ikan dan sifat sifatnya telah lebih kuat diketahui oleh semua masyarakat pesisir dari lokasi penelitian, karena itu mereka mampu menciptakan teknologi penangkapan, budidaya ikan dan pengolahan yang sesuai dengan kebutuhan dan daya dukung kemampuan sumberdaya yang tersedia. Sifat sumberdaya laut
dari setiap lokasi
penelitian mempunyai keragaman yaitu laut terbuka (Lambada Lhok, Dufa Dufa, Sendang Biru dan Ara Tanah Beru) sehingga pengetahuan teknologi disikapi menurut kearifan budaya masing-masing etnik. Pemanfaatan teknologi adalah berkaitan langsung dengan; jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan, kapasitas, dan peran tokoh masyarakat. Setiap etnis di lokasi penelitian memanfaatkan teknologi budaya bahari yang mereka miliki lebih kuat disamping memperhitungkan karakter sifat sumberdaya lautnya, serta peranan nilai nilai keyakinan dan kepercayaan yang tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu di dalam mengelola teknologi masyarakat pesisir senantiasa dituntun oleh kegiatan ritual kepada Yang Maha Kuasa sesuai dengan kearifan lokal masingmasing sebelum menggunakannya. Jadi pengelolaan teknologi diberi muatan nilai nilai luhur kearifan lokal supaya tidak digunakan sewenang-wenang terhadap pengambilan hasil sumberdaya laut karena akan mengganggu kesejahteraan kehidupan mereka. Di dalam hal pakaian khusus yang digunakan masyarakat pesisir di dalam memanfaatkan sumberdaya laut belum dijadikan sebgai perhatian utama. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 145
Tabel. 5. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Pengetahuan dan Teknologi Masyarakat Pesisir dengan Pemanfatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan
Pengetahuan Sumber Daya Laut Laut Pesisir
Laut
Pesisir
Laut
Pesisir
Laut
Pesisir
Pemanfaatan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
+++ +++ +++ +++ +++
++ ++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ ++ +++
++ ++ +++ +++ +++
++ ++ +++ +++ +++
++ ++ +++ +++ +++
+ + + + +
+ + + + +
Pengelolaan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
+++ +++ +++ +++ +++
+++ ++ +++ +++ ++
+++ +++ +++ +++ +++
++ +++ +++ +++ +++
++ ++ +++ ++ +++
++ ++ +++ +++ +++
+ + + + +
+ + + + +
Pengembangan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
++ ++ +++ +++ ++
++ ++ +++ +++ ++
+++ +++ +++ ++ +++
++ ++ ++ +++ +++
++ ++ +++ +++ +++
++ ++ +++ +++ +++
+ + + + +
+ + + + +
Pengetahuan dan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
Pakaian Khusus
Catatan: + = lemah; ++ = kuat; +++ = Lebih kuat. 4.1.3. Kearifan Lokal dalam Sistem Mata Pencaharian Kehidupan Pada Tabel 6. penangkapan ikan merupakan pekerjaan utama nelayan di laut dan untuk dapat menghasilkan tangkapan ikan yang baik maka mereka telah memiliki pengetahuan tentang arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya. Setiap daerah mempunyai lingkungan laut yang berbeda-beda, sehingga kearifan lokal yang dimiliki oleh setiap etnis untuk medapatkan produksi tergantung pada cara penangkapan masing-masing daerah. Pembudidayaan ikan dan udang merupakan mata pencaharian yang tersedia di daratan dan lautan. Untuk dapat menghasilkan ikan, udang dan rumput laut yang dibudidayakan mereka mempunyai pengetahuan dan keterampilan khusus bagi masyarakat yang berusaha dibidang tersebut yang didasarkan pada budaya etnis mereka. Pariwisata merupakan bidang usaha yang dapat dikembangkan karena laut dan pantai merupakan lokasi potensial yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir. Pengendalian produksi dituntun oleh nilai nilai kearifan lokal sehingga tidak merusak sumberdaya laut secara berlebihan dalam mengejar keuntungan ekonomi. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 146
Mata pencaharian hidup yang dikembangkan oleh semua etnis masyarakat pesisir yang berbudaya bahari dapat diterapkan proporsional dan sesuai dengan perkembangan zaman. Tabel. 6 Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir dengan Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan
Kegiatan Produksi Penangkapan Ikan Laut
Pesisir
Pemanfaatan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
++ ++ +++ +++ ++
++ ++ +++ +++ ++
Pengelolaan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
+++ +++ ++ +++ ++
++ ++ + + ++
Laut
Kegiatan Pemasaran Ikan - dan alternatif
Pesisir
Laut
Pesisir
++ ++ ++
++ ++ ++ +++ ++
++ ++ ++ +++ ++
++ ++ ++
++ ++ ++ +++ ++
++ ++ ++ +++ ++
+ + + +
++ ++ +++ +++ ++
++ ++ ++ +++ ++
+++ +++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++
+ + + + +
++ ++ ++ ++ ++
+ +
+ +
Pengembangan Lambada Lhok +++ ++ + Dufa Dufa +++ ++ ++ Karangsong +++ +++ ++ Sendang Biru +++ +++ ++ Ara Tanah Beru ++ ++ ++ Catatan: + = lemah; ++ = kuat; +++ = Lebih kuat.
Pariwisata Laut
Laut
+ +
Pesisir ++ ++ +++ +++ +
4.1.4. Kearifan Lokal dalam Organisasi Sosial Tabel.7. terhadap unsur kearifan lokal pada organisasi dan kemasyarakatan ditemukan ada yang bersifat informal yang fungsinya sangat kuat (majelis ulama, panglima laot, sultan, dll), dalam realita masyarakat tetap mengakui mereka sebagai lembaga adat yang mampu mewakili aspirasinya. Untuk semua lokasi penelitian organisasi formal (pemerintah) telah ada dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Lembaga fungsional adalah kelembagaan sosial yang dibentuk mengikuti normanorma adat dengan aturan yang tidak tertulis, tetapi menjadi pegangan kehidupan di dalam masyarakat, misal peranan panglima laot, sultan, ulama atau orang pintar. Kelembagaan yang ada kadangkala berjalan sesuai dengan pewarisan nenek moyang yang mengandung kearifan lokal masing-masing etnik dan disesuaikan dengan perkembangan zaman tetapi esensinya tidak berubah yaitu pembentukan karakter moral masyarakat yang baik. Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 147
Masyarakat pesisir yang berbasiskan bahari mempunyai ikatan interaksi antarmasyarakat yang sangat kuat karena tipologi pekerjaan mata pencaharian mereka menciptakan kedekatan fungsionalnya. Bentuk interaksi dapat dilihat dari corak fisik seperti model kampung, tataruang rumah, tempat berkumpul, tempat kapal dan perahu serta daerah penangkapan ikan yang berbentuk himpunan. Tetapi dapat juga dilihat dari fungsi seperti jalinan kekerabatan berbasis etnis, pekerjaan, ketokohan, atau kesejarahan. Tabel.7. Hubungan Karakteristik Kearifan Lokal Organisasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Pesisir dengan Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Budaya Bahari Pemanfaatan, Pengelolaan dan Pengembangan Pemanfaatan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
Pemerintah/Swasta Laut
Pesisir
Kelembagan Interaksi Ethos Kerja Sosial antarmasyarakat Laut Pesisir Laut Pesisir Laut Pesisir
+++ +++ +++ +++ +++
+ ++ +++ +++ ++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++
++ ++ +++ ++ +++
Pengelolaan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
+++ ++ +++ +++ ++
+++ ++ +++ +++ ++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ +++ ++ ++ +++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ +++ +++ +++ +++
++ ++ +++ ++ +++
Pengembangan Lambada Lhok Dufa Dufa Karangsong Sendang Biru Ara Tanah Beru
+++ ++ +++ +++ ++
+++ ++ +++ +++ ++
+++ +++ ++ ++ +++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ +++ ++ ++ +++
+++ +++ ++ +++ +++
+++ ++ +++ +++ +++
++ ++ +++ ++ +++
Catatan: + = lemah; ++ = kuat; +++ = Lebih kuat. Ethos kerja di masing-masing lokasi telah dibentuk oleh nilai-nilai ajaran keyakinan, kepercayaan dan tradisi, sehingga masuk kedalam fungsi kerja yang mewujud di dalam bentuk kegigihan mengharungi lautan dan samudera untuk mendapatkan ikan. 4.2. Pemberdayaan Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir Untuk Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan Masyarakat kelompok suku (etnis) dari suku-suku di nusantara mempunyai karakteristik dan adat istiadatnya masing-masing yang hidup di pulau-pulau besar dan kecil sebagai bagian anak bangsa dan sejak dibacakannya proklamasi kemerdekaan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 148
mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari negara republik Indonesia. Setiap kelompok etnik mempunyai kearifan lokal yang dapat dikenali dari adanya pengakuan komunitasnya atau oleh komunitas lainnya, termasuk juga budaya bahari. Kearifan lokal budaya bahari dapat ditemukan melalui unsur; religi, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian serta organisasi dan kemasyarakatan. 4.2.1. Peningkatan Produksi Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal Religi Unsur religi mempunyai nilai-nilai sistem keyakinan (pandangan hidup), upacara ritual, tokoh /pemuka adat, dan masyarakat. Dari hasil penelitian di lokasi sampel (Lambada Lhok, Dufa Dufa, Karangsong, Sendang Biru serta Ara dan Tanah Beru) dapat diketahui semua nilai tersebut masih hidup dan difungsikan oleh masyarakat bahari. Nilai-nilai luhur religi yang hidup senantiasa berkaitan dengan pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan di laut, terutama cara perlakuan terhadap sumberdaya agar mampu produksinya menjamin kelangsungan penghidupan anak cucu mereka. Sistem nilai keyakinan umumnya bersumber dari agama, kepercayaan dan tradisi. Agama islam nilai nilai dasarnya dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kepercayaan bersumber dari nilai nilai moral yang diakui sebagai ukuran baik dan tidak baik yang hidup di suatu etnis. Tradisi adalah nilai nilai penuntun kehidupan bersama berdasarkan agama, pengetahuan, kehidupan dan kemasyarakatan. Masyarakat bahari disemua lokasi meyakini agama sebagai sumber nilai yang menata kehidupan supaya serasi antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam (laut). Wujud dari keyakinan dapat dilihat berupa upacara ritual, semua etnik (Aceh, Ternate, Sunda, Jawa, Bugis, Mandar, Bone) melakukannya baik yang bersifat tahunan atau sesuai kebutuhan. Upacara ritual seperti kanduri laut (Aceh), Kuloli Kie (berkeliling pulau Ternate) (Ternate), Nadran (Sunda), petik laut (Jawa), menghormati laut (Manccera Tasi) (Bugis, Mandar, Bone), Tokoh atau pemuka masyarakat di masyarakat pesisir memegang peran penting, sehingga setiap etnis mempunyai panggilan khusus untuk orang yang ditokohkan seperti; ulama (semua lokasi), panglima laot (Aceh), Sultan (Ternate), pemuka masyarakat (Jawa, Sunda), pemangku adat (Pincara Datu Luwu dan Puang Ade) (Bugis, Mandar, Bone). Semua tokoh menjalankan tugasnya menjaga terjalinnya keseimbangan masyarakat di dalam memanfaatkan, mengelola dan mengembangkan perikanan pada penghidupan masyarakat pesisir terhadap laut. Masyarakat pesisir yang penghidupannya bersumber dari lautan adalah masyarakat yang menjalani kehidupan berdasarkan budaya bahari. Masyarakat tersebut
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 149
senantiasa berinteraksi dengan alam laut untuk memanfaatkan, mengelola dan mengembangkannya di dalam upayanya mensejahterakan kehidupan. Pemanfaatan keyakinan dan kepercayaan terhadap sumberdaya laut telah dilakukan sejak nenekmoyang hingga sekarang, dan cara memanfaatkan mengikuti nilai nilai luhur yang diajarkan berdasarkan keyakinan nenekmoyang mereka. Nilai nilai ajaran ditanamkan kepada masyarakat pesisir bersumber dari agama, kepercayaan dan tradisi telah menciptakan masyarakat yang sadar tentang peranan laut terhadap kesejahteraan mereka. Untuk itu upaya pemanfaatan hasil laut dilakukan atas dasar menghargai antarmanusia dengan lautan yang dipimpin melalui pemuka masyarakat pada setiap tahun atau setiap waktu melalui ritual keagamaan atau tradisi. Pengelolaan keyakinan dan kepercayaan terhadap sumberdaya laut dilakukan untuk menjaga kelestarian sumberdaya dan sejak nenekmoyang dibuatkanlah hari pantang (Aceh 6 hari pantang, Ternate 6 hari lawan)
sebagai bentuk kepatuhan
bersama secara adat. Hari pantang dan pantangan lainnya disemua lokasi masih ada hingga sekarang. Hari pantang dan pantangan adalah warisan budaya bahari yang secara langsung bermanfaat untuk konservasi (pemulihan) populasi ikan dan juga memberikan kesadaran bahwa laut harus ikut diperlakukan baik dan dijaga bersama. Di dalam pengelolaan sumberdaya laut peranan pemuka masyarakat makin besar, karena dia berfungsi menjalankan aturan aturan tradisi budaya bahari agar jalinan harmonis antarsesama nelayan di laut tercipta, masyarakat pesisir di daratan dan sifat serakah terwasi bersama. Nilai nilai ajaran luhur yang telah menjadi pedoman hidup masyarakat pesisir yang bersumber dari agama, kepercayaan dan tradisi dapat dijadikan alat efektif di dalam mengelola sumberdaya, karena semua mayarakat menyadari peranan laut tergantung dari mereka sendiri dan sangat penting terhadap kesejahteraan mereka. Karena itu pengelolaan sumberdaya laut dilakukan atas dasar penerapan nilai nilai luhur yang telah ada dengan cara menghargai antarmanusia, antarmanusia dengan lautan yang dipimpin oleh pemuka masyarakat (ulama, ketua adat, tokoh masyarakat, pemerintah). Wujud penghargaan adalah diselenggarakannya ritual tahunan, atau setiap waktu melalui ritual keagamaan atau tradisi. Pengembangan unsur ritual akan sangat membantu masyarakat dan pemerintah di dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya laut. Unsur ritual yang telah menjadi bagian tuntunan kehidupan masyarakat di dalam ilmu pengetahuan, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan akan ikut menata sumberdaya laut. Budaya bahari yang dimiliki masyarakat pesisir memiliki nilai nilai luhur dan terbukti mampu membimbing masyarakat untuk berlaku bijak dan adil di dalam menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi, memilih mata pencaharian yang tidak merusak ekologi laut, Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 150
dan membangun kelembagaan masyarakat yang berpihak pada keselarasan, keserasian dan keharmonisan antarmanusia dengan alam laut, antarmanusia dengan manusia dan antarmanusia dengan tuhanNya. Pemberdayaan masyarakat pesisir dalam peningkatan produksi kelautan dan perikanan akan dapat dilakukan dengan efisein dan produktif serta tidak merusak sumberdaya laut secara berlebihan dalam mengejar keuntungan ekonomi. Unsur religi yang dimiliki oleh semua etnis masyarakat pesisir yang berbudaya bahari dapat diterapkan secara proporsional sesuai dengan perkembangan zaman di setiap kawasan pesisir yang dihuni oleh masyarakat pesisir Indonesia di dalam memanfaatkan, mengelola dan mengembangkan sumberdaya perikanan. 4.2.2. Peningkatan Produksi Melalui Pemberdayaan Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi
Kearifan
Lokal
Unsur pengetahuan dan teknologi mengandung nilai-nilai; pengetahuan sumberdaya laut, pengetahuan dan teknologi,
pemanfaatan teknologi dan pakaian
khusus di laut yang dapat ditemukan di semua lokasi penelitian. Masyarakat pesisir yang mempunyai budaya bahari masih mempraktekkan semua unsur tersebut di dalam mereka memanfaatkan, mengelola dan mengembangkan produksi kelautan dan perikanan ataupun budidaya dan pariwisata. Pengetahuan dan teknologi bagi masyarakat pesisir seharusnya digunakan sesuai dengan tuntunan kaidah keyakinan dan kepercayaan atau tradisi sehingga keduanya di dalam prakteknya harus saling selaras dan saling terkait. Pengetahuan dan teknologi dari pandangan budaya bahari adalah alat untuk mencari kehidupan, dan ikan mahluk hidup yang tidak boleh diperlakukan sewenang wenang agar dapat menjamin kelangsungan penghidupan anak cucu. Pemanfaatan pengetahuan dan teknologi terhadap sumberdaya laut seperti; jenis sumberdaya ikan dan biota lainnya, arus, musim ikan dan sifat sifatnya diketahui oleh semua masyarakat pesisir dari lokasi penelitian, karena itu mereka mampu menciptakan teknologi penangkapan, budidaya ikan dan pengolahan yang sesuai dengan kebutuhan dan daya dukung kemampuan sumberdaya yang tersedia. Sifat sumberdaya laut dari setiap lokasi penelitian mempunyai keragaman yaitu laut terbuka (Lambada Lhok, Dufa Dufa, Sendang Biru dan Ara Tanah Beru) sedangkan laut tertutup di Karangsong. Dari sifat sumberdaya tersebut, maka di dalam memanfaatkan, mengelola dan mengembangkannya dikaitkan dengan pengetahuan dan pemanfaatan teknologinya. Teknologi yang dibuat disesuaikan dengan karakter etnis masyarakat yang
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 151
memanfaatkannya, sehingga tidak bertentangan dengan nilai nilai luhur keyakinan dan kepercayaan serta tradisi masyarakat. Pengelolaan pengetahuan dan teknologi terhadap kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan yang dimiliki masyarakat pesisir dapat diketahui dengan pasti. Kapal dan perahu dan alat tangkap adalah kebutuhan utama yang harus dimiliki oleh masyarakat pesisir yang memanfaatkan laut sebagai sumber penghidupannya, dan kesemuanya dapat ditemui di setiap lokasi penelitian. Teknik pembuatan kapal dan perahu setiap etnis mempunyai karakteristik sendiri, seperti Dufa Dufa dengan alat tangkap giob, Karangsong adalah jenis kapal model cungking, Ara Tanah Beru dikenal dengan kapal jenis pinisi. Kecirian kapal dan alat tangkap yang dibuat oleh setiap etnis adalah tanda bahwa setiap etnis yang berbudaya bahari memiliki pengelolaan pengetahuan spesifik terhadap wilayah lautnya. Kapal dan alat tangkap yang dimiliki oleh setiap etnis di lokasi penelitian menggambarkan bahwa budaya bahari adalah spesifik dan berhubungan langsung dengan sumberdaya yang dimilikinya. Dilihat dari wadah, makanan, perumahan, angkutan ternyata juga mempunyai keragaman teknologi yang berbeda. Pada setiap lokasi penelitian ditemukan jenis makanan yang tidak sama antardaerah, begitu juga teknologi pembuatan rumah adalah mempunyai ciri masing masing dan termasuk juga sarana pengangkutan perairannya. Pengelolaan pemanfaatan teknologi adalah berkaitan langsung dengan; jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan, kapasitas, dan peran tokoh masyarakat. Setiap etnis di lokasi penelitian memanfaatkan teknologi budaya bahari yang mereka miliki disamping memperhitungkan karakter sifat sumberdaya lautnya, juga peranan nilai nilai keyakinan dan kepercayaan tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu di dalam mengelola teknologi masyarakat pesisir senantiasa mendahuluinya dengan melakukan ritual kepada Yang Maha Kuasa sebelum menggunakannya. Jadi pengelolaan teknologi diberi muatan nilai nilai luhur supaya tidak digunakan sewenang wenang terhadap pengambilan hasil sumberdaya laut karena akan mengganggu kesejahteraan kehidupan mereka. Pengembangan unsur pengetahuan dan teknologi di dalam meningkatkan produksi kelautan dan perikanan berpengaruh besar. Masyarakat pesisir menyadari benar bahwa teknologi yang tidak tepat guna dan tepat pakai akan merusak lingkungan sumberdaya kelautan dan perikanan, karena itu teknologi yang digunakan harus selaras dengan tuntunan religi yang hidup di dalam masyarakat sesuai dengan keyakinan, kepercayaan dan tradisi mereka. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat pesisir dalam meningkatkan produksi kelautan dan perikanan dapat dilakukan dengan efisein dan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 152
produktif serta tidak merusak sumberdaya laut secara berlebihan bila kearifan lokal dari nilai nilai luhur budaya bahari dijadikan pedoman bagi tuntunan masyarakat yang bergandengan dengan nilai nilai perkembangan zaman yang dibutuhkan dan sesuai. 4.2.3. Peningkatan Produksi Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal Sistem Mata Pencaharian Kehidupan Unsur mata pencaharian masyarakat pesisir meliputi; penangkapan ikan, budidaya, pengolahan dan pariwisata bahari dapat ditemui disemua lokasi penelitian. Penangkapan ikan merupakan pekerjaan utama nelayan di laut dan untuk dapat menghasilkan tangkapan ikan yang baik mereka telah memiliki pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya. Pembudidayaan ikan dan udang merupakan mata pencaharian yang tersedia di daratan dan lautan. Untuk dapat menghasilkan ikan, udang dan rumput laut yang dibudidayakan mereka mempunyai pengetahuan dan keterampilan khusus bagi masyarakat yang berusaha dibidang tersebut. Pengolahan adalah proses pengawetan hasil laut (ikan, rumput laut, kekerangan) yang menjadi bidang usaha tersendiri sebagai mata pencaharian. Penangkapan, pembudidayaan dan pengolahan menghasilkan produk yang dapat didistribusikan dan diperdagangkan, sehingga sebagian masyarakat bermata pencaharian sebagai pedagang. Pariwisata merupakan bidang usaha yang dapat dikembangkan karena laut dan pantai merupakan lokasi potensial yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir. Dari beragam bidang mata pencaharian yang ditemui di masyarakat pesisir yang berbudaya bahari dalam upaya pemberdayaan masyarakat maka pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan kelautan dan perikanan dapat dilakukan. Masyarakat pesisir di lokasi penelitian telah melakukan penangkapan ikan dengan kapal/perahu serta alat tangkap untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari hari. Selain dari itu, juga kegiatan pengolahan ikan dan pembudidayaan ikan dan udang serta pariwisata telah pula mereka kerjakan. Pemanfaatan mata pencaharian terhadap sumberdaya laut telah dilakukan sejak nenekmoyang hingga sekarang, dan cara memanfaatkan mentaati nilai nilai luhur yang diajarkan berdasarkan keyakinan nenekmoyang mereka. Nilai nilai ajaran sesuai keyakinan, kepercayaan dan tradisi ditanamkan kepada masyarakat pesisir yang aplikasinya berbeda di masing masing etnis. Nilai ajaran keyakinan yang bersumber dari agama diterima sangat kental di Lambada Lhok, Dufa Dufa, dan dari kepercayaan serta tradisi dikerjakan di Karangsong, Sendang Biru dan Ara Tanah Beru. Dari nilai ajaran yang diterima sebagai tuntunan hidup telah menciptakan masyarakat sadar Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 153
mengenai bentuk mata pencaharian yang berbasis budaya bahari sesuai bagi etnik mereka. Seperti nilai-nilai
ajaran yang bersumber dari agama Islam dijalankan
sepenuhnya oleh masyarakat Lambada Lhok dan Dufa Dufa dan pemanfaatan sumberdaya laut hati hati dan terbatas, karena itu terindikasi kapal dan alat tangkapnya hingga sampai sekarang masih berukuran kecil. Nilai-nilai kepercayaan dan tradisi yang dijalankan oleh masyarakat di Karangsong, Sendang Biru dan Ara Tanah Beru dalam memanfaatkan sumberdaya laut mengarah pada pemanfatan hasil sumberdaya laut yang lebih intensif, sehingga kapal dan alat tangkap yang digunakan terindikasi menjadi berukuran besar. Adapun budidaya ikan, pengolahan dan pariwisata di semua lokasi penelitian pemanfaatannya masih terbatas. Pengelolaan sumberdaya laut dalam memenuhi mata pencaharian masih didasarkan pada keyakinan, kepercayaan dan tradisi. Sarana penangkapan berupa kapal, perahu dan alat tangkap digunakan sesuai dengan ajaran nilai nilai luhur untuk menjaga kelestarian sumberdaya laut. Sejak nenekmoyang mereka yang menjalankan budaya bahari membuat hari pantang, misalnya, di Aceh 6 hari pantang, dan di Ternate 6 hari lawan serta berpantang lainnya. Hari pantang dan pantangan yang telah menjadi tradisi berpengaruh terhadap kegiatan usaha mata pencaharian ikut berhenti sejenak. Pengembangan
mata pencaharian yang sejalan dengan tuntunan kehidupan
masyarakat di dalam religi dan ilmu pengetahuan akan ikut menata sumberdaya laut. Budaya bahari yang dimiliki masyarakat pesisir yang memiliki nilai nilai luhur akan mampu membimbing masyarakat untuk berlaku bijak dan adil di dalam menciptakan lapangan mata pencaharian yang tidak merusak ekologi laut. Dengan adanya hari pantang dan hari lawan serta pantangan lainnya dari warisan budaya bahari, maka manfaat langsung yang diterima sumberdaya laut terciptanya gerakan konservasi (pemulihan) populasi ikan secara teratur, karena dari waktu ke waktu tertentu setiap tahunnya sarana penangkapan berhenti bekerja. Pemberdayaan masyarakat pesisir melalui penciptaan lapangan mata pencaharian yang sesuai dengan budaya bahari akan mampu meningkatkan produksi kelautan dan perikanan. Pengendalian produksi dituntun oleh nilai nilai kearifan lokal sehingga tidak merusak sumberdaya laut secara berlebihan dalam mengejar keuntungan ekonomi. Mata pencaharian hidup yang dikembangkan oleh semua etnis masyarakat pesisir yang berbudaya bahari dapat diterapkan proporsional dan sesuai dengan perkembangan zaman. Akan tetapi masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan mempunyai pula kecenderungan berprilaku negatif untuk memenuhi kesenangan sesaat seperti judi, minum, madat, madon dan hiburan. Terhadap pemberdayaan mereka melalui sosialisasi penyadaran dampak negatif dari berprilaku tersebut, sehingga peningkatan hasil Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 154
produksi kelautan dan perikanan mampu memperbaiki kualitas sosial masyarakat pesisir. 4.2.4. Peningkatan Produksi Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal Organisasi Sosial Dari
unsur
organisasi
dan
kemasyarakatan
dilihat
aspek-aspek;
pemerintah/swasta, kelembagaan social, Interaksi antarmasyarakat dan ethos kerja. Setiap aspek dapat ditemukan pada setiap lokasi penelitian dan bentuknya mengikuti perkembangan masing-masing etnis berbudaya bahari yang ada di masyarakat pesisir. Terhadap unsur organisasi ditemukan ada yang bersifat informal yang fungsinya sangat kuat (majelis ulama, panglima laot, sultan, dll) sehingga masyarakat tetap mengakui mereka sebagai lembaga adat yang mampu mewakili aspirasi mereka. Untuk semua lokasi penelitian organisasi formal (pemerintah) telah ada dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Masyarakat pesisir disetiap lokasi mempunyai juga perkumpulan-perkumpulan bersama seperti berhubungan dengan usaha, kesenian, pengajian dan adat istiadat. Kelembagaan sosial adalah lembaga fungsional yang terbentuk mengikuti norma-norma adat yang aturannya tidak tertulis, tetapi hidup di dalam masyarakat, misal peran panglima laot, sultan, ulama atau orang pintar.
Interaksi antarmasyarakat bagi
masyarakat pesisir yang berbasiskan bahari mempunyai ikatan antarmasyarakat yang sangat kuat karena tipologi pekerjaan mata pencaharian mereka menciptakan kedekatan fungsionalnya. Bentuk interaksi dapat dilihat dari fisiknya seperti model kampung, tataruang rumah, tempat berkumpul, tempat kapal dan perahu serta daerah penangkapan ikan yang berbentuk himpunan. Tetapi dapat juga dilihat dari fungsi seperti jalinan kekerabatan berbasis etnis, pekerjaan, ketokohan, atau kesejarahan. Ethos kerja masyarakat yang berbudaya bahari sangat tinggi karena sumber penghidupan mereka menghendaki keterampilan, kecekatan, kerjasama, setiakawan dan tanggung jawab. Ethos kerja tersebut terbentuk karena nilai-nilai ajaran keyakinan, kepercayaan dan tradisi masuk kedalam fungsi kerja yang berwujud dalam bentuk keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan. Pemanfaatan organisasi dan kemasyarakatan dari pandangan budaya bahari sangat penting karena sendi kehidupan masyarakat pesisir dijalankan berdasarkan prinsipprinsip nilai budaya yang hidup. Organisasi kemasyarakatan dikenal sebagai lembaga adat yang diakui sejak nenekmoyang hingga sekarang, dan cara kerjanya didasarkan pada nilai-nilai luhur dari keyakinan, kepercayaan dan tradisi yang diajarkan Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 155
nenekmoyang mereka. Lembaga adat berfungsi efektif di dalam menata masyarakat pesisir untuk berbuat baik terhadap alam laut, berniaga, berurusan dengan masyarakat diluar serta pembangunan. Untuk itu pemanfaatan organisasi dan kemasyarakatan ternyata efektif menciptakan masyarakat pesisir yang menghargai antarmanusia dengan lautan, sosialisasi masyarakat melalui ritual keagamaan atau tradisi. Pengelolaan
organisasi
dan
kemasyarakatan
terhadap
sumberdaya
laut
menempatkan pemuka masyarakat sebagai figur penting, karena dia berfungsi menjalankan aturan tradisi budaya bahari agar tercipta jalinan harmonis antarsesama nelayan di laut, antarmasyarakat pesisir di daratan dan sifat serakah terwasi bersama. Organisasi yang didalamnya terisi nilai-nilai ajaran luhur pedoman hidup masyarakat pesisir akan ikut menjaga kelestarian sumberdaya. Status organisasi
dan
kemasyarakatan sangat penting karena sebagai lembaga akan mampu menjadi wadah yang berfungsi memfasilitasi program, aspirasi, sikap, dan pengawasan bekerja dengan efisien. Organisasi formal dan informal yang bersinergi memudahkan berbagai permasalahan kemasyarakatan diselesaikan dan biaya sosialnya menjadi rendah. Karena itu pengelolaan organsisasi dan kemasyarakatan yang dilakukan atas dasar nilainilai luhur budaya bahari yang hidup dengan cara menghargai hubungan antarmanusia yang disepahami oleh pemuka masyarakat (ulama, ketua adat, tokoh masyarakat, pemerintah) akan mampu mempercepat peningkatan produksi kelautan dan perikanan. Pengembangan organisasi dan kemasyarakatan untuk memanfaatkan, mengelola sumberdaya laut, pesisir, pengolahan dan pariwisata akan memberikan kontribusi pada pembangunan karena dia mampu berfungsi menjalankan aturan tradisi budaya bahari di dalam menciptakan jalinan harmonis antarsesama nelayan di laut, antarmasyarakat pesisir di daratan dan sifat serakah terawasi bersama. Organisasi kemasyarakatan informal yang diakomudir oleh orgaqnisasi formal sebagai mitra pembangunan akan mampu memberdayakan masyarakat pesisir lebih efektif dan efisien dan menumbuhkan kesepahaman tentang pentingnya kesejahteraan bersama. Organisasi formal dan informal bersinergi menjalankan program kelautan dan perikanan akan memudahkan berbagai permasalahan kemasyarakatan diselesaikan dengan biaya sosial rendah karena pemuka masyarakat (ulama, ketua adat, tokoh masyarakat, pemerintah) ikut merasa bertanggung jawab. Pemberdayaan organisasi dan kemasyarakatan di masyarakat pesisir yang berbudaya bahari dalam peningkatan produksi kelautan dan perikanan dapat dilakukan dengan efisein dan produktif. Budaya bahari yang dimiliki oleh semua etnis masyarakat pesisir dapat menjadi perekat bangsa, pengawas keamanan laut, sumber pengetahuan kelautan, pertahanan geopolitik, rana ekonomi maritim dan pemersatu masyarakat Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 156
nusantara. Dan apabila budaya bahari menjadi bagian signifikan di dalam pembangunan nasional yang diterapkan secara proporsional sesuai dengan perkembangan zaman mampu membangkitkan rasa nasionalisme. Produksi kelautan dan perikanan di setiap kawasan pesisir yang dihuni oleh masyarakat pesisir Indonesia akan dapat ditingkatkan karena
mereka
diberi
kesempatan
untuk
memanfaatkan,
mengelola
dan
mengembangkan sumberdaya perikanan nusantara. Pemberdayaan masyarakat pesisir dalam peningkatan produksi kelautan dan perikanan melalui nilai-nilai luhur kearifan lokal yang terkandung di dalam unsur religi, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi dan kemasyarakatan yang terdapat di dalam budaya bahari dari seluruh lokasi penelitian atau seluruh pesisir nusantara akan mampu dilakukan pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangannya oleh pemerintah dan masyarakat.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 157
4.1
REKOMENDASI KEBIJAKAN YANG TERKAIT DENGAN NILAI KEARIFAN LOKAL BUDAYA BAHARI YANG MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI KELAUTAN DAN PERIKANAN Sumberdaya manusia masyarakat pesisir dapat dijumpai disetiap lokasi penelitian
dan mereka hidup menyatu dengan lingkungan alam laut dan daratan pesisir. Kehidupan masyarakat pesisir di dalamnya mempunyai semua unsur kebudayaan khususnya sistem keyakinan, sistem upacara, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian serta organisasi kemasyarakatan khas budaya bahari dari masing-masing etnik di nusantara yang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal. Di dalam upaya mengambil manfaat dari sumberdaya laut dan daratan pesisir telah mereka padukan dengan nilainilai kearifan yang diturunkan sejak dari nenek moyang, kemajuan zaman dan kebutuhan kekinian pada pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangannya. Maka hasil penelitian ini dapat mengusulkan kebijakan yang sebaiknya dilakukan pada masyarakat pesisir di dalam menerapkan budaya bahari yang telah ada di nusantara agar bermanfaat optimal dalam mengisi pembangunan bangsa. 1.1.
Rekomendasi Kebijakan Dari hasil penelitian identifikasi dan pengembangan budaya bahari dalam
mendukung peningkatan produksi dapat diusulkan rekomendasi kebijakan: 9. Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat pesisir memiliki nilai positif dan negatif. Nilai positif kearifan lokal dan budaya bahari dapat digunakan untuk meningkatkan SDM dan alam. Kearifan lokal yang memiliki nilai negatif sebaiknya tidak menjadi pedoman bagi sebagian masyarakat pesisir 10. Dari sisi unsur budaya relegi, terdapat lokasi yang kuat memegang nilai-nilai agama Islam (Lambada Lhok dan Dufa Dufa), lokasi yang kuat memegang nilainilai historis tradisional (Ara dan Tanahberu), serta lokasi yang lebih moderat (Karangsong dan Sendang Biru). Dengnan demikian kebijakan yang terkait dengan aspek kelautan dan perikanan harus memperhatikan perbedaan pandangan tentang nilai-nilai relegi itu secara khusus. Bagi lokasi yang kuat memegang agam Islam, misalnya, haruslah memperhatikan kesesuaian kebijakan yang akan diambil agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 158
Islam tersebut. Sebaliknya di lokasi yang lebih moderat, kebijkan tidak terlalu harus kaku/rigid menyesuaikan dengan norma agama Islam. 11. Dari sisi unsur Pengetahuan dan Teknologi, indikator jenis kapal yang digunakan menunjukkan bahwa terdapat lokasi dengan dominasi kapal/perahu skala kecil (Lambada Lhok dan Dufa Dufa), dominasi kapal skala besar (Karangsong dan Sendang Biru), serta campuran (Ara dan Tanah Beru). Kebijakan terkait dengan demikian harus memperhatikan kondisi ini, sehingga kebijakan dapatlah tepat sasaran, sesuai dengan domonasi polulasi kapal/perahu yang ada. 12. Semua lokasi memiliki kegiatan utama dalam bidang kelautan dan perikanan. Perbedaan adalah pada mata pencaharian tambahan.
Masyarakat Lambada
Lhok memiliki mata pencaharian tambahan sebagai pedagang ikan, pengolah ikan, dan jasa transportasi antar daerah. Masyarakat Dufa Dufa mempunyai sumber pendapatan lain dari rempah-rempah dan kelapa, Karangsong dan Sendang Biru dari pengolahan ikan dan buruh nelayan, sementara di Ara dan Tanah Beru spesifik pada pembuatan perahu. Kembali hal ini harus menjadi perhatian, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan mereka. 13. Dari sisi Organisasi Masyarakat yang ada, Lambada Lhok mempunyai kelembagaan adat laut yang disebut Panglima Laot; Dufa dufa mempunyai aturan kelmbagaan adat yang diatur berdasarkan prinsip kimalaha labuha dimana peranan Sultan sangat kuat; Karangsong, mempunyai lembaga HNSI, KUD, TPI dan lembaga keuangan pemerintah; Sendang Biru mempunyai lembaga kemasyarakatan bersama antara masyarakat atas dengan masyarakat bawah dalam bentuk TPI dan KUD;
Ara dan Tanah Beru masyarakatnya
mempertahankan kehidupan tradisi adat. Adat Konjo masih kuat di Ara, tetapi untuk Tanah Beru terlihat agak berkurang. Sudah ada organisasi kelompok nelayan tetapi tidak berjalan baik, dan untuk nelayan pembuat kapal organisasi yang mewadahinya belum ada. Peran pemerintah masih terbatas. Tampak dari gambaran ini bahwa perhatian lebih banyak diperlukan untuk mengembangkan kelembagaan masyarakat di Ara dan Tanah Beru. 14. Model penelitian yang berbasis kearifan lokal dan budaya bahari setempat yang spesifik seyogyanya dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan yang terkait dengan upaya menuju kesejahteraan masyarakat pesisir di di wilayah pesisir Indonesia. Hal ini dinilai akan berguna dalam memanfaatkan Budaya bahari
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 159
untuk mendukung upaya meningkatkan produksi kelautan dan perikanan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat bahari. 15. Kebijakan yang terkait dengan aspek-aspek teknis kelautan dan perikanan seperti Pemanfaatan sumberdaya ikan yang bernilai ekonomis, Pengelolaan yang terkait dengan Sistem Lelang, Tempat Pendaratan ikan (TPI), dan manajemen terpadu (co-existensi management) antara nelayan, pemilik modal dan Koperasi Unit Desa (KUD), seyogyanya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah analisis yang dilakukan di lokasi penelitian Lambada Lhok, Dufa-dufa, Karangsong, Sendang Biru, Ara dan Tanah Beru menunjukkan hal ini secata nyata. 16. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan kajian ulang terhadap kebijakankebijakan yang mendukung peningkatan produksi kelautan dan perikanan terhadap lima wilayah penelitian, dengan menjadikan kriteria kesesuaian dengan aspek-aspek budaya bahari yang berlaku spesifik di setiap lokasi sebagai acuan.
Hal ini diperlukan untuk lebih meningkatkan efektivitas kebijakan-
kebijakan tersebut.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 160
BAB V KESIMPULAN Masyarakat pesisir kelompok suku (etnis) dari suku-suku di nusantara mempunyai karakteristik dan adat istiadatnya masing-masing yang hidup di pulaupulau besar dan kecil sebagai bagian anak bangsa dan sejak dibacakannya proklamasi kemerdekaan mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari negara republik Indonesia. Setiap kelompok etnik mempunyai kearifan lokal yang dapat dikenali dan ditemukan pada budaya bahari melalui unsur; religi dan ritual, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian serta organisasi dan kemasyarakatan serta adanya pengakuan dari komunitasnya atau oleh komunitas lainnya, termasuk juga budaya bahari pada pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan. KESIMPULAN 1.
Untuk mengenali adanya budaya bahari di suatu tempat dapat dibuktikan oleh adanya pengakuan tidak hanya oleh komunitas masyarakat pesisir itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat lain yang ada disekitarnya. Peran masyarakat pesisir dalam pengelolaan perikanan laut menjadi penting, karena yang mengetahui, memanfaatkan dan melindungi perairan tersebut adalah masyarakat yang hidup dan berpenghidupan dari perairan tersebut.
2.
Budaya bahari mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diketahui dari unsur-unsur religi, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi dan kemasyarakatan. Unsur religi mempunyai atribut nilai sistem keyakinan, upacara keagamaan, tokoh masyarakat dan umat. Unsur pengetahuan dan teknologi mempunyai atribut alat produksi seperti wadah, makanan, pakaian, perumahan,
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 161
alat transportasi dan sumberdaya alam. Unsur mata pencaharian mempunyai atribut penangkapan, mata pencaharain alternatif, cara pengumpulan modal, tenaga kerja dan sistem distribusi pasar. Sementara itu, unsur organisasi dan kemasyarakatan memiliki atribut pemerintahan, kelembagaan sosial, aturan-aturan tertulis dan tidak tertulis serta hubungan masyarakat. 3.
Unsur-unsur budaya bahari tersebut mempunyai kandungan nilai-nilai yang dapat dipakai untuk pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan. Pemanfaatan meliputi kegiatan di laut dan di pesisir (tambak), untuk pengelolaan terhadap perikanan tangkap serta perikanan budidaya, serta untuk pengembangan adalah dapat diarahkan pada perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan serta produk kelautan.
4.
Peningkatan produk kelautan dan perikanan yang memanfaatkan nilai-nilai kearifan lokal yang hidup diberbagai etnis nusantara yang dimitrakan dengan bijak dan proporsional pada kebijakan pemerintah akan menghasilkan produktivitas dan efisiensi. Jadi kearifan lokal yang terkandung di dalam budaya bahari, dan nilai-nilai yang hidup di dalam setiap etnis masyarakat pesisir sangat berguna bagi percepatan pembangunan kelautan dan perikanan untuk menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan nusantara.
5.
Implikasi rekomendasi dari hasil penelitian memperjelas dan mengukuhkan bahwa budaya bahari adalah bagian yang takterpisahkan dari potensi bangsa di dalam mengisi pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
Hal ini mengingat
masyarakat pesisir mampu dan dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui usaha kelautan dan perikanan, membuat teknologi penangkapan (kapal dan alat tangkap), meningkatkan penanganan ikan segar, mengolah hasil laut (ikan asap, abon, dll) dan memasarkan hasil laut yang sejalan dengan pengembangan budaya bahari masing-masing lokasi. 6.
Kebijakan Otonomi Daerah dinilai akan dapat diterapkan lebih baik dan terarah dengan melakukan apresiasi terhadap unsur-unsur budaya bahari masing-masing lokasi. Masing-masing Pemerintah Kabupaten dapat secara tajam mengintegrasikan unsur-unsur budaya bahari ini dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan aspek kelautan dan perikanan untuk mendukung peningkatan produksi, yang pada akhirnya berorientasi pada upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 162
7.
Dampak rekomendasi hasil penelitian adalah diakuinya unsur-unsur budaya bahari sebagai bagian yang tak terpisahkan dari setiap upaya yang berkaitan dengan kebijakan kelautan dan perikanan. Hal ini dinilai sangat bermanfaat bagi setiap upaya menuju tujuan tercapainya kesejahteraan masyarakat pesisir, melalui penetapan kebijakan yang benar-benar berpijak pada kondisi nyata di lapangan.
8.
Budaya Bahari masyarakat pesisir dapat dijumpai disetiap lokasi yang ada di Indonesia yang telah menyatu dengan lingkungan alam laut dan daratan pesisir. Kehidupan masyarakat pesisir di dalamnya mempunyai semua unsur kebudayaan, khususnya sistem keyakinan, sistem upacara, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian serta organisasi kemasyarakatan khas budaya bahari dari masingmasing etnik di nusantara yang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal. Di dalam upaya mengambil manfaat dari sumberdaya laut dan daratan pesisir, diperlukan upaya untuk memberikan perhatian khusus terhadap setiap unsur budaya bahari yang ada. Hal ini merupakan dua sisi dari mata uang yang sama; disatu sisi mampu memberikan penghargaan kepada nilai-nilai budaya yang ada, di sisi lain memberikan dampak positif bagi penerapan kebijkan yang menyangkut masyarakat setempat yang memiliki budaya dan telah mereka padukan dengan nilaudaya bahari spesifik lokasi tersebut.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 163
DAFTAR PUSTAKA Ayatrohaedi, 1986, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Pustaka Jaya, Jakarta. Barata, Ansori dan Imam Kurnia, 2003. Bepantang Demi Anak Cucu; Kumpulan Selako Adat Perikanan dan Selarik Catatan Tentang Revitalisasi Hukum Adat Jambi Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Penerbit Kelompok Studi Penulisan. Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, LISPI, Jakarta. 146 p. Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah. Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 233 p. Koentjaraningrat, 1983. Pengantar Ilmu Antropologi. Penerbit Aksara Baru Angota IKAPI 1983 Jakarta. Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Bandung. 391 p. Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 164
Muhammad, Fadil, 2011. Revolusi Biru dan Kebijakan Ekonomi Kelautan. Diskusi Terbatas FE-UI-Kompas, Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Miles, Matthew B. 1985. Qualitatif Data Analysis, Third Printing, 1985. SAGE Publication, inc. Beverly Hills, London New Delhi Raco, J.R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Grasindo, Jakarta.146 p. Sudarsono, Nano. 2010. Pengembang Budidaya Ikan Air Tawar di Lahan Air Payau Indramayu. 28 Jun 2010 Raymond Firth, B. Mochtan dan S. Puspanegara, 1961. TJIRI-TJIRI DAN ALAM HIDUP MANUSIA Suatu Pengantar Antropologi Budaya (Titel Asli “Human Types” by Raymond Firth, A.P. Watts & Co. London. Penerbitan Sumur Bandung. Tjetakan ketiga. P. 169 Syamsuddin Daud dan Miftahuddin Cut Adek, 2010. Adat Meulaot. Penerbit CV Bubun Jaya-Banda Aceh. Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Penerbit LP3ES. Jakarta. http://www.malangraya.info/2011/10/05/093403/5953/mayoritas-nelayan-sendangbiru-tak-punya-ijin-melaut/ http://ternate.wordpress.com/2010/02/23/kololi-kie-tradisi-ritual-adat-mengelilingipulau-ternate-sambil-ziarah-beberapa-makam-keramat/#more-335 http://nissaajah91.wordpress.com/2010/03/05/kebudayaan-aceh-2/ http://id.wikipedia.org/wiki/Aceh http://ace.wikipedia.org/wiki/Bahsa_Ac%C3%A8h. 2011 http://ekspedisibahari.wordpress.com/2011/02/09/ekspedisi-bahari-nusantarajakarta-sabang-merauke-jakarta/ http://peoplecrisiscentre.org/index.php?option=com_content&view=article&id=68:prof il- gampong-lambada-lhok&catid=27:wilayah-kerja
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 165
Syahriyani A. 2010. Komitmen Religius Masyarakat Nelayan: Dialektika antara Islam dan Tradisi Lokal. Depok: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.
LAMPIRAN 1.
PEDOMAN WAWANCARA
PENELITIAN IDENTIFIKASI DAN PENGEMBANGAN BUDAYA BAHARI DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 166
BALAI BESAR PENELITIANSOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2011
Pedoman Wawancara Mendalam (depth interview) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama Informan : Alamat : Pekerjaan Status Pendidikan Jumlah tanggungan keluarga
: : menikah/tidak/belum menikah : :
Wawancara terkait dengan; A.
UNSUR RELIGI 1. Pandangan hidup yang diyakini informan (agama apa yang diyakini oleh informan, adakah wilayah yang disakralkan, adakah jenis ikan yang jangan ditangkap, dll)) 2. Pandangan informan tentang makna laut 3. Simbol-simbol yang dimiliki beserta maknanya
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 167
4. Mitos-mitos (pantangan dan atau anjuran yang berkaitan dengan kegiatan melaut dan maknanya) 5. Ritual (upacara adat/agama/keyakinan) yang dilakukan oleh informan untuk mendukungnya dalam bekerja dan maknanya? 6. Apa yang mendorong informan untuk melakukan upacara ritual tersebut 7. Apa manfaat spiritual terhadap informan dengan adanya upacara ritual tersebut. 8. Siapa yang dianggap tokoh /pemuka adat oleh informan dalam kelompok masyarakat di wilayah ini? 9. Pengaruh/peran apa yang dianggap berkesan oleh informan dalam memandang figur tokoh tsb. 10. Masyarakat mana yang dianggap dominan (berpengaruh) dalam memiliki keyakinan/religi/agama tertentu dalam tempat tinggal informan?
B.
UNSUR PENGETAHUAN & TEKNOLOGI. 1. Pengetahuan tentang pengelolaan sumberdaya 1.1 Batas-batas wilayah penangkapan ikan 1.2 Pemegang wewenang /otoritas 1.3 Distribusi hak kolektif dan operasional 1.4 Aturan tentang daerah penangkapan, alat tangkap, atau aturan lainnya yang berhubungan dengan penangkapan ikan, Klaim terhadap wilayah penangkapan ikan tertentu termasuk aturan menyangkut upaya konservasi. 1.5 Monitoring dan sanksi
2. Pengetahuan tentang teknologi 2.1 Jenis alat produksi yang digunakan (perahu, alat tangkap, dll) 2.2 Bagaimana sistem kerja alat tangkap tersebut 2.3 Sejarah penggunaan alat produksi 2.4 Alasan memilih alat tangkap 2.5 Darimana informan mendapatkan pengetahuan tentang pembuatan dan pemakaian alat tangkap tersebut? 3
. Adakah mitos-mitos tertentu berkaitan dengan alat tangkap (misalnya jangan memakai bahan tertentu karena diyakini akan membawa bencana, dll) 4 . Status alat tangkap (milik/pinjam/sewa/sewa milik) 5 . Sistem pembayaran (bagi hasil atau sewa tetap atau yang lainnya), waktu sewa, pemeliharaan) 6 . Skala usaha produksi yang dijalankan saat ini 7 . Besar dan laju investasi dalam kegiatan produksi 8 . Peraturan yang berkaitan tentang alat tangkap baik peraturan lokal maupun nasional Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 168
9
. Bagaimana cara pengadaan alat tangkap? Adakah unsur kerjasama dalam pengadaan alat tangkap antar sesama nelayan baik dalam kegiatan pembuatan maupun dalam pengadaan sarana dan prasarana (misalnya dalam bentuk arisan, dicicil dari hasil tangkapan, dll). Bagaimana cara informan membeli peralatan bekerja? Apakah diwilayahnya tersedia kebutuhan peralatan bekerja? Bila tidak diperoleh di wilayahnya, apa yang harus dilakukan? Sarana transportasi apa yang digunakan untuk menuju ke tempat pembelian alat bekerja 10. Persepsi terhadap alat tangkap yang digunakan(Apakah menurut informan alat tangkap tersebut sudah sesuai dengan tujuan penangkapan, kelestarian sumberdaya alam, kondisi sumberdaya saat ini, dll) 11. Adakah ritual tertentu ketika akan membuat atau pun menggunakan alat tangkap tersebut. 12. Apakah ketika bekerja di laut informan mengenakan pakaian khusus dan menggunakan peralatan tertentu dalam usaha untuk mempertahankan dirinya ? C.
UNSUR MATA PENCAHARIAN 1. Kegiatan produksi 1.1 Dalam menentukan rekan kerja, hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan (etnisitas, kekerabatan, tanggung jawab, dll) 1.2 Darimana asal orang-orang yang melakukan penangkapan ikan di wilayah setempat? 1.3 Jika ada orang luar yang akan menangkap ikan di wilayah ini, apa saja yang harus dilakukan menurut aturan setempat? Jika melanggar apa sanksinya. 1.4 Adakah batasan jumlah ikan yang dapat ditangkap?
2. Kegiatan pemasaran 2.1 Dijual kepada siapa hasil penangkapan ikan? 2.2 Bagaimana distribusi serta pemasaran hasil tangkapan ikan oleh informan kepada masyarakat (konsumen)? 2.3 Apakah pernah melakukan pengolahan tangkapan ikan? Kalau pernah, cara mengolahnya seperti apa? 2.4 Apakah pernah melakukan budi daya ikan? Bila pernah melakukan, sudah berapa hal itu dilakukan? Kenapa memilih melakukan budidaya ikan? 2.5 Apakah informan memiliki sumber mata pencaharian yang lain (alternatif) selain menangkap ikan? Jika ya, apa dan berapa pendapata yang diperoleh dari mata pencaharian alternative tersebut. Bisa dijelaskan bila memiliki sumber mata pencaharian alternatif. 2.6 Apakah informan pernah mendapatkan sumber kepemilikan modal (untuk kegiatan bekerja) dari orang lain(lembaga tertentu)? Bila pernah, dari mana sumber itu dan berapa besaran jumlah dan adakah cara
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 169
tertentu atau proses untuk mendapatkannya? Serta bagaimanakah sistem pembayarannya? D.
UNSUR ORGANISASI KEMASYARAKATAN (khusus informan non nelayanketua adat, pejabat lembaga pemda.swasta) 1. Bagaimana pemerintah atau lembaga swasta menyikapi mata pencaharian para nelayan di wilayah pesisir? 2. Apakah ada program pemberdayaan atau sejenisnya untuk nelayan? Termasuk minapolitan 3. Berapa anggarannya? (berapa % dari APBD untuk program tersebut?) 4. Adakah tindak lanjut atau realisasi pemerintah atau lembaga yang diwujudkan secara nyata dalam membantu masyarakat pesisir 5. Apakah norma atau peraturan tertulis dari pemerintah yang terkait dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat pesisir sudah disosialisasikan secara merata di setiap wilayah? 6. Bagaimana dengan norma tidak tertulis yang berasal dari adat istiadat, hukum adat masyarakat disikapi oleh lembaga pemerintah-pemda setempat (norma yang terkait dengan misalnya budi daya laut, pengelolaan dan perlindungan pantai, laut dan sebagainya. 7. Menurut pandangan dari pihak lembaga pemerintah/swasta, apakah ethos kerja masyarakat nelayan –masyarakat pesisir sudah baik,optimal ? Kalau belum optimal, apa usaha yang harus dilakukan? D.1. UNSUR ORGANISASI KEMASYARAKATAN (khusus wawancara dengan informan masyarakat pesisir) 1. Apa pandangan informan terhadap lembaga pemerintah/swasta yang terkait dengan kelautan-perikanan? Menguntungkan, memberikan dukungan atau tidak terlalu penting keberadaannya bagi informan 2. Apakah informan memiliki interaksi dengan kelompok masyarakat pesisir yang lain (di luar wilayahnya)? Bila memiliki interaksi dengan kelompok lain, apakah keuntungannya atau kegunaannya bagi informan?
2.1 Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap akses masyarakat terhadap sumberdaya laut (modal, etnis, dan lain-lain) 2.2 Konflik dan potensi konflik (gambaran konflik dan penyelesaian konflik) 3. Apakah informan pernah terlibat dalam program pemerintah yang berkaitan dengan usaha perikanan? Jika ya, program apa saja? Apakah program tersebut menguntungkan atau tidak?
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 170
Lampiran 2 Hasil Pengolahan (Pengelompokkan) Data Unsur Budaya Bahari dan Kearifan Lokal Pada Masyarakat Aceh Berkaitan Dengan Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan 2A Unsur Religi Pemanfaatan
Laut
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
Pesisir
L2 - 171
Sistem keyakinan (pandangan -Keyakinan berbasis Agama Islam hidup) -dan tradisi (mitos) -sumber penghidupan Sistem upacara ritual -Upacara syukuran; - tahunan (kanduri laot), pekerjaan besar (Kapal, rumah), setiap waktu (tangkap ikan) -6 hari pantang Tokoh /pemuka adat -Ulama -dan Panglima Laout -Pemerintah Masyarakat -Nelayan etnis Aceh
-Keyakinan berbasis Agama Islam -dan tradisi
Pengelolaan Perikanan Tangkap Sistem keyakinan (pandangan - Keyakinan berbasis Agama Islam hidup) -Tradisi -sumber penghidupan Sistem upacara ritual -Upacara syukuran; - tahunan (kanduri laot), pekerjaan besar (Kapal, rumah), setiap waktu (tangkap ikan) -6 hari pantang Tokoh /pemuka adat -Ulama -dan Panglima Laout -Pemerintah Masyarakat -Nelayan etnis Aceh, lainnya
Perikanan Budidaya - Keyakinan berbasis Agama Islam -Tradisi
Pengembangan
Perikanan Budidaya -Keyakinan berbasis Agama Islam -dan tradisi
Perikanan Tangkap
Sistem keyakinan (pandangan -Keyakinan berbasis Agama Islam hidup) -dan tradisi -sumber penghidupan Sistem upacara ritual
Upacara syukuran; - tahunan (kanduri laot), pekerjaan besar (Kapal, rumah), setiap waktu (tangkap ikan) -6 hari pantang
Tokoh /pemuka adat
-Ulama - Panglima Laout -Pemuka Masyarakat
Masyarakat
-Nelayan etnis Aceh , lainnya
-Ulama -dan Panglima Laout -Nelayan etnis Aceh
-Ulama -dan Panglima Laout -Pemerintah -Nelayan etnis Aceh, lainnya
Upacara syukuran; -tahunan, pekerjaan besar, setiap waktu -Ulama -Panglima Laout - Pemuka Masyarakat Nelayan etnis Aceh, lainnya
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
Pengolahan -Keyakinan berbasis Agama Islam -dan tradisi
-Ulama -Panglima Laot Pemuka Masyarakat Nelayan etnis Aceh, lainnya
L2 - 172
2B Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi Pemanfaatan Laut Pengetahuan Sumber -Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, Daya Laut musim ikan
Pesisir -Jenis tanah, sifat air,
Pengetahuan dan Teknologi
- Pengendalian Rawa, air tanah,
Pemanfaatan Teknologi
-Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan. -Skala kapal kecil & menengah -Peran Ulama -Peran Panglima Laout
Pakaian Khusus
-Tidak ada
-Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan. -Skala kapal kecil & menengah -Peran Ulama -Peran Panglima Laout -Tidak ada
Pengelolaan Perikanan Tangkap Pengetahuan Sumber Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, Daya Laut musim ikan
Perikanan Budidaya - Jenis tanah, sifat air,
Pengetahuan dan Teknologi
Pengendalian Rawa, air tanah
Pemanfaatan Teknologi
-Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, - Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Skala kapal kecil & menengah - Peran Ulama - Peran Panglima Laout
Pakaian Khusus
-Tidak ada
Perikanan Perikanan Tangkap Budidaya Pengetahuan Sumber Jenis Sumberdaya - Jenis tanah, Daya Laut laut, arus, jenis ikan, sifat air, musim ikan Pengembangan
Pengetahuan dan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
Pakaian Khusus
-Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, - Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan Skala Menengah dan besar - Peran Ulama -dan Panglima Laout -Pemerintah -Perlu diadakan
- Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Skala kapal kecil & menengah - Peran Ulama -dan Panglima Laout -Tidak ada
Pengolahan --Jenis olahan ikan laut, ikan budidaya
Pariwisata - Jenis wisata pantai dan laut
Pengendalian -Teknik Rawa, air tanah pengolahan, keterampilan pengolahan
- Manajemen wisata pantai dan laut Teknologi wisata laut
- Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan - Peran Ulama -dan Panglima Laout
-Pesisir, karang, renang, pancing, hiburan. -Peran Ulama -Peran panglima laot -Peran pemerintah
-Pengeringan, fermentasi Peran Ulama -dan Panglima Laout
-Perlu diadakan -Perlu diadakan -Perlu diadakan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 173
2C Unsur Sistem Mata Pencaharian Kehidupan Pemanfaatan Kegiatan Produksi Penangkapan Ikan
Laut -Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya -Taat bimbingan ulama dan panglima laot
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
-Kegiatan Pemasaran Ikan -Kegiatan alternatif
Pengelolaan Kegiatan Produksi Penangkapan
-Pelayanan jasa pelancong di lokasi wisata, - -Mentaati bimbingan ulama dan panglima laot. -Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan kuala - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
-Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya -Taat bimbingan ulama dan panglima laot
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan alternatif
Pengembangan Kegiatan Produksi Penangkapan
Kegiatan Produksi
-Pelayanan jasa pelancong di lokasi wisata, - Taat bimbingan ulama dan panglima laot -Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan kuala - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
Perikanan Tangkap -Penangkapan ikan, - penghematan biaya -Taat bimbingan ulama dan panglima laot
Pesisir - pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan perahu, perbaikan mesin -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional -Budidaya udang windu (hancur tsunami) -Produksi dan pemasaran (sedang tidak jalan) -Penyiapan Pelayanan jasa pelancong, -Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian -pemasaran spesifik Aceh “Toke Bangku”.
- Pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan perahu, perbaikan mesin -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional -Taat bimbingan ulama dan panglima laot -Budidaya udang windu (hancur tsunami) -Produksi dan pemasaran (sedang tidak jalan) -Penyiapan Pelayanan jasa pelancong, -Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian -pemasaran spesifik Aceh “Toke Bangku.
Perikanan Budidaya Pengolahan -penanganan ikan segar
-Budidaya udang windu (hancur
-Penanganan udang segar
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 174
tsunami) -Produksi dan pemasaran (sedang tidak jalan)
Budidaya Ikan
Pariwisata Laut
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan alternatif
-Pelayanan jasa pelancong di lokasi wisata, - Taat bimbingan ulama dan panglima laot -Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan kuala - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
operasional penangkapan di laut. -pemasaran spesifik Aceh “Toke Bangku”.
-Ikan segar hasil tangkapan, ikan kering/asin, ikan asap. - penangkapan (persiapan, hasil tangkapan, pendaratan ikan, pendistribusian dan
2D Unsur Organisasi Sosial Pemanfaatan Pemerintah/Swasta
Laut - Bersifat formal dan informal.
Pesisir - Bersifat formal dan informal.
Kelembagan Sosial
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -Perda Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat -Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 1 Tahun 1977.
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -Perda Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat -Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 1 Tahun 1977.
Interaksi antarmasyarakat
Strata social, kedudukan para Strata social, kedudukan para ulama ulama di dalam msyarakat lebih di dalam msyarakat lebih tinggi tinggi dibandingkan dengan kepala dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. pemerintahan resmi. - Nilai ajaran Islam masuk kedalam - Nilai ajaran Islam masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu fungsi etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi pencaharian dan organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan
Ethos Kerja.
Pengelolaan Pemerintah/Swasta Kelembagan Sosial
Interaksi antarmasyarakat
Ethos Kerja.
- Bersifat formal dan informal
- Bersifat formal dan informal.
-Organisasi berdasarkan adat -Organisasi berdasarkan adat istiadat; istiadat; -Perda Nomor 7 Tahun 2000 -Perda Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat Kehidupan Adat, -Keputusan Bupati Aceh Besar - Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 1 Tahun 1977. Nomor 1 Tahun 1977. -ungkapan ”ingin mengetahui -ungkapan ”ingin mengetahui masyarakat Aceh, ketauhilah masyarakat Aceh, ketauhilah terlebih terlebih dahulu kearifan para dahulu kearifan para ulamanya”. ulamanya”. Strata social, Strata social, kedudukan para ulama kedudukan para ulama Nilai ajaran Islam masuk kedalam - Nilai ajaran Islam masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu fungsi etika kerja; keagaman, ilmu
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 175
pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan Pengembangan Pemerintah/Swasta
Perikanan Tangkap - Bersifat formal dan informal.
Kelembagan Sosial
--Organisasi berdasarkan adat istiadat; -Perda Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat -Keputusan Bupati Aceh Besar Nomor 1 Tahun 1977.
Interaksi antarmasyarakat
-ungkapan ”ingin mengetahui masyarakat Aceh, ketauhilah terlebih dahulu kearifan para ulamanya”. Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi.
Ethos Kerja.
pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan
Perikanan Budidaya Pengolahan Bersifat formal dan Bersifat formal dan informal informal
-ungkapan ”ingin mengetahui masyarakat Aceh, ketauhilah terlebih dahulu kearifan para ulamanya”. Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. Nilai ajaran Islam masuk - Nilai ajaran Islam kedalam fungsi etika masuk kedalam kerja; keagaman, ilmu fungsi etika kerja; pengetahuan dan keagaman, teknologi, mata pengetahuan dan pencaharian dan teknologi, mata organisasi pencaharian dan kemasyarakatan organisasi kemsyarakatan
-ungkapan ”ingin mengetahui masyarakat Aceh, ketauhilah terlebih dahulu kearifan para ulamanya”. Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. - Nilai ajaran Islam masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemsyarakatan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L2 - 176
Lampiran 3 Hasil Pengolahan (Pengelompokkan) Data Unsur Budaya Bahari dan Kearifan Lokal Pada Masyarakat Kabupaten Indramayu (Karang Song) Berkaitan Dengan Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan
3A Unsur Religi Pemanfaatan Laut Pesisir Sistem keyakinan (pandangan -Keyakinan berunsur Ketuhanan -Keyakinan berunsur hidup) (Agama)/Islam Ketuhanan ( -Tradisi (laut memiliki kekuatan Agama)/Islam magic supra natural), -dan tradisi (laut memiliki kekuatan magic (supra natural), Sistem upacara ritual Upacara syukuran; - tahunan (Nadran), pekerjaan besar (kapal, rumah), setiap waktu (tangkap ikan) -Mitos/pantangan (P.Biawak, tidak boleh menangkap ikan gigir lintang (sejenis paus), jangan melempar tulang ikan sebelum dipotong. Tokoh /pemuka adat -Pemerintah - Pemerintah Ulama dan Pemuka Masyarakat -Ulama dan Pemuka Masyarakat Masyarakat -Nelayan etnis Sunda Indramayu -Nelayan etnis Sunda Indramayu Pengelolaan Perikanan Tangkap Sistem keyakinan (pandangan - Keyakinan berbasis Agama Islam hidup) -Tradisi (-memiliki kekuatan magic (supra natural), Sistem upacara ritual
Tokoh /pemuka adat Masyarakat Pengembangan Sistem keyakinan (pandangan hidup)
Perikanan Budidaya - Keyakinan berbasis Agama Islam -Tradisi (-memiliki kekuatan magic (supra natural),
Upacara syukuran; - tahunan (nadran), pekerjaan besar (kapal, rumah), setiap waktu (tangkap ikan) -Mitos/pantangan (P.Biawak, tidak boleh menangkap ikan gigir lintang (sejenis paus), jangan melempar tulang ikan sebelum dipotong. -Ulama -Ulama -dan Panglima Laout -dan Panglima Laout -Nelayan etnis Sunda Indramayu -Nelayan etnis Sunda Indramayu Perikanan Tangkap -Keyakinan berbasis Agama Islam -Tradisi (-memiliki kekuatan magic (supra natural),
Perikanan Budidaya -Keyakinan berbasis Agama Islam dan tradisi
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
Pengolahan -Keyakinan berbasis Agama Islam dan tradisi
L3- 1
Sistem upacara ritual
Tokoh /pemuka adat
Masyarakat
Upacara syukuran; - tahunan (nadran), pekerjaan besar (kapal, rumah), setiap waktu -Mitos/pantangan (P.Biawak, tidak boleh menangkap ikan gigir lintang (sejenis paus), jangan melempar tulang ikan sebelum dipotong. - Pemerintah -Ulama -Pemuka Masyarakat -Nelayan etnis Sunda Indramayu, Jawa, Madura, Bugis, lainnya
Upacara syukuran; -tahunan, pekerjaan besar, setiap waktu
- Pemerintah -Ulama -Pemuka Masyarakat
- Pemerintah -Ulama -Pemuka Masyarakat - Nelayan etnis Sunda Nelayan etnis Sunda Indramayu, Jawa, Indramayu, Jawa, Madura, Bugis, lainnya Madura, Bugis, lainnya
3B Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi Pemanfaatan Pengetahuan Sumber Daya Laut
Laut Pesisir -Jenis Sumberdaya laut, batas -Jenis tanah, sifat air, administratif, arus, jenis ikan, musim ikan
Pengetahuan dan Teknologi
-Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, angin dan bintang -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Skala menengah & besar -Peran pemerintah -Peran Ulama/ -Pemuka masyarakat
- Pengendalian Rawa, air tanah,
Pakaian Khusus
-Tidak ada
-Tidak ada
Pengelolaan Pengetahuan Sumber Daya Laut
Perikanan Tangkap Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, musim ikan
Perikanan Budidaya - Jenis tanah, sifat air,
Pengetahuan dan Teknologi
-Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, angin dan bintang. -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Skala menengah & besar -Peran pemerintah -Peran Ulama/ -Pemuka masyarakat
Pengendalian rawa, air tanah
Pemanfaatan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
-Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Skala kecil & menengah -Peran pemerintah -Peran Ulama - Pemuka masyarakat
-Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Skala kecil & menengah -Peran pemerintah -Peran Ulama - Pemuka masyarakat
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L3- 2
Pakaian Khusus Pengembangan Pengetahuan Sumber Daya Laut Pengetahuan dan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
Pakaian Khusus
-Tidak ada Perikanan Tangkap Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, musim ikan -Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, angin, dan bintang. -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Skala menengah & besar -Peran pemerintah -Peran Ulama/ -Pemuka masyarakat -Perlu diadakan
-Tidak ada Perikanan Budidaya Pengolahan - Jenis tanah, sifat air, -Jenis olahan ikan laut, ikan budidaya Pengendalian Rawa, air -Teknik pengolahan, tanah keterampilan pengolahan
-Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Skala kecil & menengah -Peran pemerintah -Peran Ulama - Pemuka masyarakat -Perlu diadakan
-Pengeringan, fermentasi
-Perlu diadakan
3C Unsur Sistem Mata Pencaharian Kehidupan Pemanfaatan Kegiatan Produksi Penangkapan
Laut -Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya. -Taat pada pemerintah
Pesisir - pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan perahu, perbaikan mesin -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional - Taat pada pemerintah -Produksi udang dan ikan bandeng
Pariwisata Laut
-Pelayanan jasa pelancong di lokasi wisata, - Taat pada pemerintah
-Penyiapan Pelayanan jasa pelancong, -Taat pada pemerintah
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan Alternatif
-Ikan segar didaratkan di TPI, - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
-Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian -pemasaran spesifik Indramayu”.
-Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya - Taat pada pemerintah
- Pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan perahu, perbaikan mesin -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional - Taat pada pemerintah
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan
Pengelolaan Kegiatan Produksi Penangkapan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L3- 3
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
-Produksi udang dan ikan bandeng -Pelayanan jasa pelancong di lokasi wisata, - Taat pada pemerintah
Kegiatan Pemasaran -Ikan segar didaratkan di TPI, ikanKegiatan Alternatif - Transportasi laut dan teluk/pantai/pulau - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner Pengembangan Kegiatan Produksi Penangkapan
Perikanan Tangkap -Penangkapan ikan, - penghematan biaya - Taat pada pemerintah
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
Kegiatan Pemasaran ikanKegiatan Alternatif
-Penyiapan Pelayanan jasa pelancong, - Taat pada pemerintah -Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian - pemasaran spesifik Indramayu
Perikanan Budidaya
Pengolahan -penanganan ikan segar
-Produksi udang dan - penanganan segar ikan bandeng -Layanan jasa pelancong di lokasi (teluk, pantai, pulau, - Taat pada pemerintah -Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan pulau besar - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
-Ikan segar hasil tangkapan, ikan kering/asin,. - penangkapan (persiapan, hasil tangkapan, pendaratan ikan, pendistribusian dan
3D Unsur Organisasi Sosial Pemanfaatan Pemerintah/Swasta
Laut - Bersifat formal dan informal.
Pesisir - Bersifat formal dan informal.
Kelembagan Sosial
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -Pengakuan masyarakat peran Ulama dan Orang Pintar nyata sangat jelas
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -Pengakuan masyarakat peran Ulama dan Orang Pintar nyata sangat jelas
Interaksi antarmasyarakat
Strata social, kedudukan para Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat setara ulama di dalam msyarakat setara dibandingkan dengan kepala dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. pemerintahan resmi. - Nilai ajaran formal, Islam dan - Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk kedalam fungsi lokal masuk kedalam fungsi etika etika kerja; keagaman, ilmu kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi pencaharian dan organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan
Ethos Kerja.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L3- 4
Pengelolaan Pemerintah/Swasta
- Bersifat formal dan informal.
Kelembagan Sosial
Interaksi antarmasyarakat
Ethos Kerja.
- Bersifat formal dan informal.
- Organisasi berdasarkan adat - Organisasi berdasarkan adat istiadat; istiadat; - Pengakuan masyarakat peran Pengakuan masyarakat peran Ulama dan Orang Pintar nyata Ulama dan Orang Pintar nyata sangat jelas sangat jelas -Strata social, kedudukan para -Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat setara ulama di dalam msyarakat setara dibandingkan dengan kepala dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. pemerintahan resmi. - Nilai ajaran formal, Islam dan - Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk kedalam fungsi lokal masuk kedalam fungsi etika etika kerja; keagaman, ilmu kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi pencaharian dan organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan
Pengembangan Pemerintah/Swasta
Perikanan Tangkap -Sifat formal dan informal.
Perikanan Budidaya Pengolahan - Bersifat formal dan - Bersifat formal dan informal. informal.
Kelembagan Sosial
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -Pengakuan masyarakat peran Ulama dan Orang Pintar nyata sangat jelas
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -Pengakuan masyarakat peran Ulama dan Orang Pintar nyata sangat jelas
Interaksi antarmasyarakat
Strata social, kedudukan Strata social, Strata social, para ulama di dalam kedudukan para ulama kedudukan para ulama msyarakat setara di dalam msyarakat di dalam msyarakat dibandingkan dengan setara dibandingkan setara dibandingkan kepala pemerintahan dengan kepala dengan kepala resmi. pemerintahan resmi. pemerintahan resmi. - Nilai ajaran formal, - Nilai ajaran formal, - Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk Islam dan lokal masuk Islam dan lokal masuk kedalam fungsi etika kedalam fungsi etika kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu kerja; keagaman, ilmu kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan pengetahuan dan pengetahuan dan teknologi, mata teknologi, mata teknologi, mata pencaharian dan pencaharian dan pencaharian dan organisasi organisasi organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan kemasyarakatan
Ethos Kerja.
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -Pengakuan masyarakat peran Ulama dan Orang Pintar nyata sangat jelas
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L3- 5
Lampiran 4 Hasil Pengolahan (Pengelompokkan) Data Unsur Budaya Bahari dan Kearifan Lokal Pada Masyarakat Kabupaten Malang (Sendang Biru) Berkaitan Dengan Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan
4A Unsur Religi Pemanfaatan Laut Pesisir Sistem keyakinan (pandangan -Keyakinan berbasis Agama -Keyakinan berbasis Agama hidup) Islam dan Kepercayaan (tradisi) Islam dan Kepercayaan -Tempat kehidupan (tradisi) -Tempat kehidupan Sistem upacara ritual Upacara syukuran; Upacara syukuran; - tahunan (petik laut), pekerjaan - tahunan, pekerjaan besar besar (kapal, rumah), setiap (tambak ikan, rumah), setiap waktu (tangkap ikan, cocok waktu (pelihara ikan, cocok tanam) tanam) Tokoh /pemuka adat -Pemerintah - Pemerintah -Ulama/Pastur -Ulama/Pastur -Pemuka masyarakat atas dan -Pemuka masyarakat atas dan bawah bawah Masyarakat
-Nelayan etnis Madura, Jawa, - Nelayan etnis Madura, Jawa, Bugis Bugis
Pengelolaan Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Sistem keyakinan (pandangan -Keyakinan berbasis Agama -Keyakinan berbasis Agama hidup) Islam dan Kepercayaan (tradisi) Islam dan Kepercayaan -Tempat kehidupan (tradisi) -Tempat kehidupan Sistem upacara ritual Upacara syukuran; Upacara syukuran; - tahunan (petik laut), pekerjaan - tahunan, pekerjaan besar besar (kapal, rumah), setiap (tambak ikan, rumah), setiap waktu (tangkap ikan, cocok waktu (pelihara ikan, cocok tanam) tanam) Tokoh /pemuka adat -Pemerintah - Pemerintah -Ulama/Pastur -Ulama/Pastur -Pemuka masyarakat atas dan -Pemuka masyarakat atas dan bawah bawah Masyarakat
-Nelayan etnis Madura, Jawa, - Nelayan etnis Madura, Jawa, Bugis Bugis
Pengembangan Sistem keyakinan (pandangan hidup)
Perikanan Tangkap -Keyakinan berbasis Agama Islam dan Kepercayaan (tradisi) -Tempat kehidupan
Perikanan Budidaya -Keyakinan berbasis Agama Islam dan Kepercayaan (tradisi) -Tempat kehidupan
Pengolahan - Keyakinan berbasis Agama Islam dan Kepercayaan (tradisi) -Sumber kehidupan
Sistem upacara ritual
Upacara syukuran; - tahunan (petik laut), pekerjaan besar (kapal, rumah), setiap waktu
Upacara syukuran; - tahunan, pekerjaan besar (tambak ikan, rumah), setiap waktu
Upacara syukuran; - tahunan, pekerjaan besar, setiap waktu (ngolah ikan)
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L5- 1
Tokoh /pemuka adat
Masyarakat
(tangkap ikan, (budidaya ikan, cocok pemasaran ikan) tanam) -Pemerintah - Pemerintah - Pemerintah -Ulama/Pastur -Ulama/Pastur -Ulama/Pastur (Sendangbiru) (Sendangbiru) (Sendangbiru) -Pemuka masyarakat -Pemuka masyarakat -Pemuka masyarakat atas dan bawah atas dan bawah atas dan bawah -Nelayan etnis Madura, - Nelayan etnis Jawa, Bugis Madura, Jawa, Bugis
Nelayan etnis Madura, Jawa, Bugis
4B Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi Pemanfaatan Pengetahuan Sumber Daya Laut
Laut - Pengetahuan pemanfaatan (batas wilayah penangkapan Ikan, pemegang wewenang otoritas, kewenangan formal dan informal, hak kolektif dan sanksi) Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, musim ikan. -Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, angin, bintang -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan Skala kapal menengah dan besar Pemerintah -Peran Ulama/Pastor -Pemuka masyarakat
Pesisir -Jenis tanah, sifat air,
Pakaian Khusus
-Tidak ada
-Tidak ada
Pengelolaan Pengetahuan Sumber Daya Laut
Perikanan Tangkap - Pengetahuan pengelolaan (batas wilayah penangkapan Ikan, pemegang wewenang otoritas, kewenangan formal dan informal, hak kolektif dan sanksi) Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, musim ikan
Perikanan Budidaya - Jenis tanah, sifat air,
Pengetahuan dan Teknologi
-Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, angin, bintang -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan Skala kapal menengah dan besar Pemerintah -Peran Ulama/Pastor -Pemuka masyarakat -Tidak ada
Pengendalian rawa, air tanah, teknik konstruksi tambak, pembudidayaan ikan - Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan pakan, pemakaian, bahan packaging dan transpot, pemeliharaan ikan. - Peran Ulama/Pastor - Pemuka masyarakat -Tidak ada
Pengetahuan dan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
Pakaian Khusus
- Pengendalian rawa, air tanah, -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan Skala menengah dan besar Pemerintah -Peran Ulama/Pastor -Pemuka masyarakat
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L5- 2
Pengembangan Pengetahuan Sumber Daya Laut Pengetahuan dan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
Pakaian Khusus
Perikanan Tangkap Pengetahuan pengembangan. Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, musim ikan -Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan Skala kapal menengah dan besar Pemerintah -Peran Ulama/Pastor -Pemuka masyarakat -Perlu diadakan
Perikanan Budidaya Pengolahan - Jenis tanah, sifat air, -Jenis olahan ikan laut, ikan budidaya Pengendalian rawa, air -Teknik tanah, air sungai pengolahan ikan, keterampilan pengolahan abon, kerupuk, bakso, ikan asin dll. - Jenis teknologi -Pengeringan, budidaya ikan, fermentasi. pembuatan pakan, -Pengolahan pemakaian, bahan abon, kerupuk, packaging dan bakso, ikan asin transpot, pemeliharaan dll. ikan. - Peran Ulama/Pastor - Pemuka masyarakat -Perlu diadakan -Perlu diadakan
4C Unsur Sistem Mata Pencaharian Kehidupan Pemanfaatan Kegiatan Produksi Penangkapan
Laut -Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya. -Taat pada pemerintah
Pesisir - pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan perahu, perbaikan mesin -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional - Taat pada pemerintah -Produksi udang dan ikan bandeng (milk fish)
Pariwisata Laut
-Pelayanan jasa pelancong di lokasi wisata, - Taat pada pemerintah
-Penyiapan Pelayanan jasa pelancong, -Taat pada pemerintah
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan Alternatif
-Ikan segar didaratkan di TPI, - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
-Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian -pemasaran spesifik Sendang Biru”.
-Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya - Taat pada pemerintah
- Pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan perahu, perbaikan mesin -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional - Taat pada pemerintah -Produksi udang dan ikan bandeng (milk fish)
-Pelayanan jasa pelancong di lokasi wisata,
-Penyiapan Pelayanan jasa pelancong,
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan
Pengelolaan Kegiatan Produksi Penangkapan
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L5- 3
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan Alternatif
Pengembangan Kegiatan Produksi Penangkapan
- Taat pada pemerintah
- Taat pada pemerintah
-Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan teluk/pantai/pulau - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
-Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian - pemasaran spesifik Sendang Biru
Perikanan Tangkap -Penangkapan ikan, - penghematan biaya - Taat pada pemerintah
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
Perikanan Budidaya
Pengolahan -penanganan ikan segar
-Produksi udang dan ikan bandeng (milk fish) -Layanan jasa pelancong di lokasi (teluk, pantai, pulau), - Taat pada pemerintah
Kegiatan Pemasaran ikan -Ikan segar didaratkan di Kegiatan Alternatif TPI, - Transportasi laut dan pulau - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
-Pengolahan abon ikan tuna -Ikan segar hasil tangkapan, ikan kering/asin, abon ikan tuna. - persiapan, hasil tangkapan, pendaratan ikan, pendistribusian dan
4D Unsur Organisasi Sosial Pemanfaatan Pemerintah/Swasta
Laut - Bersifat formal dan informal.
Pesisir - Bersifat formal dan informal.
Kelembagan Sosial
- Organisasi berdasarkan adat istiadat;
- Organisasi berdasarkan adat istiadat;
Interaksi antarmasyarakat
Strata social, kedudukan para Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat setara ulama di dalam msyarakat setara dibandingkan dengan kepala dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. pemerintahan resmi. - Nilai ajaran formal, Islam dan - Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk kedalam fungsi lokal masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi pencaharian dan organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan
Ethos Kerja.
Pengelolaan Pemerintah/Swasta
- Bersifat formal dan informal.
- Bersifat formal dan informal.
Kelembagan Sosial
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -
Interaksi antarmasyarakat
Strata social, kedudukan para Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat setara ulama di dalam msyarakat setara dibandingkan dengan kepala dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. pemerintahan resmi.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L5- 4
Ethos Kerja.
- Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan
- Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan
Pengembangan Pemerintah/Swasta
Perikanan Tangkap - Bersifat formal dan informal.
Perikanan Budidaya Pengolahan - Bersifat formal dan - Bersifat formal dan informal. informal.
Kelembagan Sosial
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -
Interaksi antarmasyarakat
Strata social, kedudukan Strata social, para ulama di dalam kedudukan para ulama msyarakat setara di dalam msyarakat dibandingkan dengan setara dibandingkan kepala pemerintahan dengan kepala resmi. pemerintahan resmi. - Nilai ajaran formal, - Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk Islam dan lokal masuk kedalam fungsi etika kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan pengetahuan dan teknologi, mata teknologi, mata pencaharian dan pencaharian dan organisasi organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan
Ethos Kerja.
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat setara dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. - Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L5- 5
Lampiran 5 Hasil Pengolahan (Pengelompokkan) Data Unsur Budaya Bahari dan Kearifan Lokal Pada Masyarakat Kabupaten Bulukumba (Ara dan Tanah Baru) Berkaitan Dengan Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan 5A Unsur Religi Pemanfaatan Sistem keyakinan (pandangan hidup)
Sistem upacara ritual
Tokoh /pemuka adat
Masyarakat Pengelolaan Sistem keyakinan (pandangan hidup)
Sistem upacara ritual
Tokoh /pemuka adat
Masyarakat
Laut -Keyakinan Islam dan Kepercayaan (tradisi, Mancera Tasi). -Bagian unsur alam terpisah dari daratan - Kehidupan darat dan laut Upacara syukuran; -Tahunan: menghormati laut (Manccera Tasi), (kapal; memasang lunas (annattara), peluncuran kapal (appassili), membuat pusar (Ammossi), setiap waktu -Mitos; pantang bertanya “hendak kemana”, Tanah Lemo dan Bira, barzanji, doa-doa dan dzikir, appassili bersifat wajib.
Pesisir -Keyakinan berbasis Islam dan Kepercayaan (tradisi, Mancera Tasi). -Bagian unsur alam terpisah dari daratan - Kehidupan darat dan laut Upacara syukuran; - tahunan; menghormati laut (Manccera Tasi) , pekerjaan besar (rumah); -Mitos; pantang bertanya “hendak kemana”, Tanah Lemo dan Bira, barzanji, doa-doa dan dzikir, appassili bersifat wajib.
- Pemangku adat Pincara Datu Luwu dan Puang Ade. -Ulama (do’a oleh Pua Puawang). - Pemangku adat kampung -Nelayan etnis Mandar, Bone, Bugis
- Pemangku adat Pincara Datu Luwu dan Puang Ade. -Ulama (do’a oleh Pua Puawang). - Pemangku adat kampung -Nelayan etnis Mandar, Bone, Bugis
Perikanan Tangkap -Keyakinan berbasis Agama Islam dan Kepercayaan (tradisi, Mancera Tasi). -Bagian unsur alam terpisah dari daratan - Kehidupan darat dan laut Upacara syukuran; Tahunan: menghormati laut (Manccera Tasi), (kapal; (annattara), appassili, Ammossi), setiap waktu. -Mitos; pantang bertanya “hendak kemana”, Tanah Lemo dan Bira, barzanji, doa-doa dan dzikir, appassili bersifat wajib.
Perikanan Budidaya - Keyakinan berbasis Agama Islam -Tradisi
- Pemangku adat Pincara Datu Luwu dan Puang Ade. -Ulama (do’a oleh Pua Puawang). - Pemangku adat kampung -Nelayan etnis Mandar, Bone, Bugis
- Pemangku adat Pincara Datu Luwu dan Puang Ade. -Ulama (do’a oleh Pua Puawang). - Pemangku adat kampung -Nelayan etnis Mandar, Bone, Bugis
Upacara syukuran; - tahunan, pekerjaan besar (tambak ikan, rumah), setiap waktu (budidaya ikan, cocok tanam)
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L6- 1
Pengembangan Sistem keyakinan (pandangan hidup)
Sistem upacara ritual
Tokoh /pemuka adat
Masyarakat
Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pengolahan -Keyakinan berbasis -Keyakinan berbasis -Keyakinan berbasis Agama Islam dan Agama Islam Agama Islam Kepercayaan (tradisi, -dan tradisi -dan tradisi Mancera Tasi). -Bagian unsur alam terpisah dari daratan - Kehidupan darat dan laut Upacara syukuran; Upacara syukuran; Upacara syukuran; Tahunan: menghormati - tahunan, pekerjaan -tahunan, pekerjaan laut (Manccera Tasi), besar (tambak ikan, besar, setiap waktu (kapal; (annattara), rumah), setiap (appassili), (Ammossi), waktu (budidaya ikan, setiap waktu cocok tanam). -Mitos; pantang bertanya “hendak kemana”, Tanah Lemo dan Bira, barzanji, doa-doa dan dzikir, appassili bersifat wajib. - Pemangku adat Pincara Datu Luwu dan Puang Ade. -Ulama (do’a oleh Pua Puawang). - Pemangku adat kampung
- Pemangku adat - Pemangku adat Pincara Datu Luwu Pincara Datu Luwu dan Puang Ade. dan Puang Ade. -Ulama (do’a oleh Pua -Ulama (do’a oleh Puawang). Pua Puawang). - Pemangku adat - Pemangku adat kampung kampung -Nelayan etnis Mandar, -Nelayan etnis -Nelayan etnis Bone, Bugis Mandar, Bone, Bugis Mandar, Bone, Bugis
5B Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi Pemanfaatan Pengetahuan Sumber Daya Laut
Pengetahuan dan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
Pakaian Khusus
Laut - Pengetahuan pengelolaan (batas wilayah penangkapan Ikan, pemegang wewenang otoritas, kewenangan formal dan informal, hak kolektif dan sanksi) -Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, musim ikan, angin, bintang. -Ilmu dan keterampilan; Teknologi pembuatan Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Teknik penangkapan ikan, teknik pembuatan alat, produksi, persepsi dan pemanfaatan --Peran pemerintah -Peran tokoh adat -Peran Ulama -Tidak ada
Pesisir -Jenis tanah, sifat air,
- Pengendalian Rawa, air tanah,
-Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan tambak, pemakaian pakan, bahan induk, pemeliharaan bibit -Peran pemerintah -Peran tokoh adat -Peran Ulama -Tidak ada
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L6- 2
Pengelolaan Pengetahuan Sumber Daya Laut Pengetahuan dan Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
Pakaian Khusus Pengembangan Pengetahuan Sumber Daya Laut
Pengetahuan dan Teknologi
Perikanan Tangkap - Pengetahuan pengelolaan -Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, musim ikan, angin, bintang. -Ilmu dan keterampilan; Teknologi pembuatan Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, -Teknik penangkapan ikan, teknik pembuatan alat, produksi, persepsi dan pemanfaatan --Peran pemerintah -Peran tokoh adat -Peran Ulama -Tidak ada
Perikanan Budidaya - Jenis tanah, sifat air, Pengendalian Rawa, air tanah
- Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan ---Peran pemerintah -Peran tokoh adat -Peran Ulama -Tidak ada
Perikanan Pengolahan Pariwisata Budidaya - Pengetahuan - Jenis tanah, sifat -Jenis olahan - Jenis wisata pengelolaan air, ikan laut, ikan pantai dan sumberdaya laut, arus, budidaya laut jenis ikan, musim ikan, angin, bintang. -Ilmu dan Pengendalian -Teknologi alat - Manajemen keterampilan; Rawa, air tanah pengolahan wisata pantai Teknologi pembuatan ikan, teknik dan laut Kapal/perahu, alat pembuatan -Teknologi tangkap, wadah, alat, produksi, wisata laut makanan, perumahan, persepsi angkutan, -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan Perikanan Tangkap
PemanfaatanTeknologi -Teknik penangkapan ikan, teknik pembuatan alat, produksi, persepsi dan pemanfaatan -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan -Peran pemerintah -Peran tokoh adat -Peran Ulama Pakaian Khusus -Tidak ada
- Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan - Peran Ulama -dan Adat
-Pengeringan, -Pesisir, fermentasi karang, renang, pancing, hiburan. -Peran Sultan -Peran Ulama -Pemerintah
-Perlu diadakan
-Perlu diadakan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
-Perlu diadakan
L6- 3
5C Unsur Sistem Mata Pencaharian Kehidupan Pemanfaatan Kegiatan Produksi Penangkapan
Laut -Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya. -Taat pada adat dan pemerintah
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan
Pesisir - Pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan kapal pinisi -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional - Taat pada adat dan pemerintah -Produksi rumput laut
Pariwisata Laut
-Pelayanan jasa pelancong di -Penyiapan Pelayanan jasa lokasi wisata, pelancong, - Taat pada adat dan pemerintah - Taat pada adat dan pemerintah
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan Alternatif
-Ikan segar didaratkan di TPI, - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
-Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian -pemasaran spesifik Bulukumba”.
-Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya - Taat pada adat dan pemerintah
- Pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan kapal pinisi -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional - Taat pada adat dan pemerintah - Produksi rumput laut
Pengelolaan Kegiatan Produksi Penangkapan
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
-Pelayanan jasa pelancong di -Penyiapan Pelayanan jasa lokasi wisata, pelancong, - Taat pada adat dan pemerintah - Taat pada adat dan pemerintah
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan Alternatif
-Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan teluk/pantai/pulau - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
Pengembangan Kegiatan Produksi Penangkapan
Perikanan Tangkap -Penangkapan ikan dengan kapal -Penyelaman - penghematan biaya - Taat pada adat dan pemerintah
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
-Layanan jasa pelancong di lokasi (teluk, pantai,
-Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian - pemasaran spesifik Bulukumba
Perikanan Budidaya
Pengolahan -penanganan ikan segar
- Produksi rumput laut
-penanganan segar
-Penanganan segar
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L6- 4
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan Alternatif
pulau), - Taat pada adat dan pemerintah -Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan pulau - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
-Ikan segar hasil tangkapan, ikan kering/asin, abon ikan tuna. - persiapan, hasil tangkapan, pendaratan ikan, pendistribusian dan
5D Unsur Organisasi Sosial Pemanfaatan Pemerintah/Swasta
Laut - Bersifat formal dan informal.
Pesisir - Bersifat formal dan informal.
Kelembagan Sosial
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -
Interaksi antarmasyarakat
Strata social, kedudukan para Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat setara ulama di dalam msyarakat setara dibandingkan dengan kepala dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. pemerintahan resmi. - Nilai ajaran formal, Islam dan - Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk kedalam fungsi lokal masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi pencaharian dan organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan
Ethos Kerja.
Pengelolaan Pemerintah/Swasta
- Bersifat formal dan informal.
- Bersifat formal dan informal.
Kelembagan Sosial
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -
- Organisasi berdasarkan adat istiadat; -
Interaksi antarmasyarakat
Strata social, kedudukan para Strata social, kedudukan para ulama di dalam msyarakat setara ulama di dalam msyarakat setara dibandingkan dengan kepala dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. pemerintahan resmi. - Nilai ajaran formal, Islam dan - Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk kedalam fungsi lokal masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi pencaharian dan organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan
Ethos Kerja.
Pengembangan Pemerintah/Swasta
Perikanan Tangkap - Bersifat formal dan informal.
Perikanan Budidaya Pengolahan - Bersifat formal dan - Bersifat formal dan informal. informal.
Kelembagan Sosial
- Organisasi berdasarkan - Organisasi adat istiadat; berdasarkan adat istiadat;
- Organisasi berdasarkan adat istiadat;
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L6- 5
Interaksi antarmasyarakat
Ethos Kerja.
Strata social, kedudukan Strata social, Strata social, para ulama di dalam kedudukan para kedudukan para ulama msyarakat setara ulama di dalam di dalam msyarakat dibandingkan dengan msyarakat setara setara dibandingkan kepala pemerintahan dibandingkan dengan dengan kepala resmi. kepala pemerintahan pemerintahan resmi. resmi. - Nilai ajaran formal, - Nilai ajaran formal, - Nilai ajaran formal, Islam dan lokal masuk Islam dan lokal Islam dan lokal masuk kedalam fungsi etika masuk kedalam kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu fungsi etika kerja; kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi pencaharian dan organisasi kemasyarakatan organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L6- 6
Lampiran 6 Hasil Pengolahan (Pengelompokkan) Data Unsur Budaya Bahari dan Kearifan Lokal Pada Masyarakat Ternate Berkaitan Dengan Peningkatan Produksi Kelautan dan Perikanan 6A Unsur Religi Pemanfaatan Sistem keyakinan (pandangan hidup)
Laut -Keyakinan berbasis Agama Islam -dan tradisi -sahabat kehidupan Upacara syukuran (Ruu Ko Utl berdoa dituntun tetua adat/ulama, mensucikan perahu dengan air santosa dari Sultan, air Masjid Sultan serta menyelenggarakan Kuloli Kie (berkeliling pulau Ternate)). Filosofisnya menghormat wali Allah, Aulia dan Ulama dengan simbul disajikannya DADA -6 hari lawan/pantang -Sultan -Ulama dan tokoh masyarakat -Pemerintah
Pesisir -Keyakinan berbasis Agama Islam -dan tradisi
Masyarakat
-Nelayan etnis Ternate
-Nelayan etnis Ternate
Pengelolaan Sistem keyakinan (pandangan hidup)
Perikanan Tangkap - Keyakinan berbasis Agama Islam -Tradisi -sahabat kehidupan Upacara syukuran (Ruu Ko Utl berdoa dituntun tetua adat/ulama, mensucikan perahu dengan air santosa dari Sultan, air Masjid Sultan serta menyelenggarakan Kuloli Kie (berkeliling pulau Ternate). Filosofisnya menghormat wali Allah, Aulia dan Ulama dengan simbul disajikannya DADA -6 hari lawan/pantang -Sultan -Ulama dan tokoh masyarakat -Pemerintah -Nelayan etnis Ternate
Perikanan Budidaya - Keyakinan berbasis Agama Islam -Tradisi
Sistem upacara ritual
Tokoh /pemuka adat
Sistem upacara ritual
Tokoh /pemuka adat Masyarakat Pengembangan Sistem keyakinan (pandangan hidup) Sistem upacara ritual
Perikanan Tangkap -Keyakinan berbasis Agama Islam dan tradisi -sahabat kehidupan Upacara syukuran (Ruu Ko Utl berdoa dituntun tetua adat/ulama, mensucikan perahu dengan air santosa dari Sultan, air Masjid Sultan serta menyelenggarakan Kuloli Kie (berkeliling pulau
- Sultan -Ulama dan tokoh masyarakat -Pemerintah
- Sultan -Ulama dan tokoh masyarakat -Pemerintah -Nelayan etnis Ternate
Perikanan Budidaya -Keyakinan berbasis Agama Islam dan tradisi
Pengolahan -Keyakinan berbasis Agama Islam dan tradisi
Upacara syukuran; -tahunan, pekerjaan besar, setiap waktu
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L6- 7
Tokoh /pemuka adat
Masyarakat
Ternate). Filosofisnya menghormat wali Allah, Aulia dan Ulama dengan simbul disajikannya DADA -6 hari lawan/pantang -Sultan - Sultan -Ulama dan tokoh -Ulama dan tokoh masyarakat masyarakat
- Sultan -Ulama dan tokoh masyarakat
-Nelayan etnis Ternate
Nelayan etnis Ternate
-Nelayan etnis Ternate
6B Unsur Pengetahuan, Peralatan dan Teknologi Pemanfaatan Pengetahuan Sumber Daya Laut
Laut -Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, musim ikan
Pesisir -Jenis tanah, sifat air,
Pengetahuan dan Teknologi -Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, -Jenis teknologi penangkapan, Pemanfaatan Teknologi pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan. Skala kapal kecil & menengah -Peran Sultan -Peran Ulama -Pemerintah Pakaian Khusus -Tidak ada
- Pengendalian Rawa, air tanah,
Pengelolaan Pengetahuan Sumber Daya Laut
Perikanan Budidaya - Jenis tanah, sifat air, batas administratif
Perikanan Tangkap -Sumberdaya laut, batas administratif, arus, jenis ikan, musim ikan Pengetahuan dan Teknologi -Ilmu dan keterampilan; Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, -Jenis teknologi penangkapan, Pemanfaatan Teknologi pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan. Skala kapal kecil & menengah -Peran Sultan -Peran Ulama -Pemerintah Pakaian Khusus -Tidak ada
Pengembangan
Perikanan Tangkap
-Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan Skala kapal kecil & menengah -Peran Sultan -Peran Ulama - Pemerintah -Tidak ada
Pengendalian rawa, air tanah
-Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan Skala kapal kecil & menengah -Peran Sultan -Peran Ulama - Pemerintah -Tidak ada
Perikanan Pengolahan Budidaya - Jenis tanah, sifat air, -Jenis olahan ikan laut, ikan budidaya
Pengetahuan Sumber Daya Laut
Jenis Sumberdaya laut, arus, jenis ikan, musim ikan
Pengetahuan dan
-Ilmu dan keterampilan; Pengendalian Rawa, -Teknik
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
Pariwisata - Jenis wisata pantai dan laut - Manajemen L6- 8
Teknologi
Pemanfaatan Teknologi
Pakaian Khusus
Kapal/perahu, alat tangkap, wadah, makanan, perumahan, angkutan, arus, -Jenis teknologi penangkapan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan. Skala kapal kecil & menengah -Peran Sultan -Peran Ulama -Pemerintah -Tidak ada
air tanah
pengolahan, keterampilan pengolahan
-Jenis teknologi budidaya ikan, pembuatan, pemakaian, bahan, pemeliharaan Skala kapal kecil & menengah -Peran Sultan -Peran Ulama - Pemerintah -Tidak ada
-Pengeringan, fermentasi
wisata pantai dan laut -Teknologi wisata laut -Pesisir, karang, renang, pancing, hiburan. -Peran Sultan -Peran Ulama -Pemerintah
-Perlu diadakan -Perlu diadakan
6C Unsur Sistem Mata Pencaharian Kehidupan Pemanfaatan Kegiatan Produksi Penangkapan
Laut -Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya. -Taat bimbingan Ulama dan Sultan
Pesisir - pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan perahu, perbaikan mesin -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional
-Pelayanan jasa pelancong di lokasi wisata, - -Mentaati bimbingan Ulama dan Sultan. -Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan dan teluk/pantai/pulau - Pekerjaan; penangkapan, penjualan, pengangkutan, pengolahan, pembuatan perahu, pembuatan peralatan , penyediaan bahan makanan dan lain sebagainya. -
-Penyiapan Pelayanan jasa pelancong,
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan alternatif
Pengelolaan Kegiatan Produksi Penangkapan
-Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian - pemasaran spesifik Ternate
-Penangkapan ikan, pengetahuan arus, musim, bintang dan angin, kekompakan tenaga kerja, keterampilan, pengalaman diatas kapal, dan penghematan biaya - Taat bimbingan Ulama dan Sultan
- Pengolahan, pembuatan alat tangkap -Pembuatan perahu, perbaikan mesin -Penyiapan tenaga kerja kelaut, -Penyiapan Biaya operasional - Taat bimbingan Ulama dan Sultan
-Pelayanan jasa pelancong di lokasi wisata, - Taat bimbingan Ulama dan Sultan
-Penyiapan Pelayanan jasa pelancong,
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L6- 9
Kegiatan Pemasaran Ikan Kegiatan Alernatif
Pengembangan Kegiatan Produksi Penangkapan
-Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan teluk/pantai/pulau - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner Perikanan Tangkap -Penangkapan ikan, - penghematan biaya -Taat bimbingan Ulama dan Sultan
-Ikan segar, kering/asin, asap. - bahan operasi penangkapan persiapan, hasil, pendaratan, pendistribusian -pemasaran spesifik Ternate.
Perikanan Budidaya
Pengolahan -penanganan ikan segar
Kegiatan Produksi Budidaya Ikan Pariwisata Laut
Kegiatan Pemasaran ikan Kegiatan Alternatif
-Layanan jasa pelancong di lokasi (teluk, pantai, pulau, - Taat bimbingan Ulama dan Sultan -Ikan segar didaratkan di TPI, - Transportasi laut dan teluk/pantai/pulau - Penyiapan mesin pemecah es, kotak plastik/steroform, - komisioner
-Ikan segar hasil tangkapan, ikan kering/asin, ikan asap. - penangkapan (persiapan, hasil tangkapan, pendaratan ikan, pendistribusian dan
6D Unsur Organisasi Sosial Pemanfaatan Pemerintah/Swasta
Laut - Bersifat formal (Pemerintah) dan informal. -Organisasi berdasarkan adat istiadat; yang disebut Kimalaha Labuha, tugas dan fungsi yaitu kapita laut, jogugu, johukum soa sio dan johokum sangaji.
Pesisir -- Bersifat formal (Pemerintah) dan informal. -Organisasi berdasarkan adat istiadat; yang disebut Kimalaha Labuha, tugas dan fungsi yaitu kapita laut, jogugu, johukum soa sio dan johokum sangaji.
Kelembagan Sosial
-Organisasi berdasarkan adat istiadat; - Sultan di dampingi dewan adat disebut TAURAHA sebanyak duo puluh ngaruha.
-Organisasi berdasarkan adat istiadat; -- Sultan di dampingi dewan adat disebut TAURAHA sebanyak duo puluh ngaruha.
Interaksi antarmasyarakat
- Gamraha sistim menjalankan adat berdasarkan prinsip kesultanan Ternate disusun berdasarkan; Heku, Cim, Soa Sio, dan Soa Sangaji. Strata social, kedudukan Sultan dan ulama di dalam msyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. - Ajaran Islam masuk kedalam
-Strata social, kedudukan Sultan dan para ulama di dalam msyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. Gamraha sistim menjalankan adat berdasarkan prinsip kesultanan Ternate disusun berdasarkan; Heku, Cim, Soa Sio, dan Soa Sangaji. - Ajaran Islam masuk kedalam
Ethos Kerja.
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
L6- 10
Pengelolaan Pemerintah/Swasta Kelembagan Sosial Interaksi antarmasyarakat Ethos Kerja.
fungsi etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan
fungsi etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemasyarakatan
- Bersifat formal dan informal
- Bersifat formal dan informal.
-Organisasi berdasarkan adat -Organisasi berdasarkan adat istiadat; istiadat; - Strata social, kedudukan Sultan -Strata social, kedudukan Sultan dan dan para ulama sangat strategis para ulama sangat strategis Ajaran Islam masuk kedalam fungsi Ajaran Islam masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, ilmu etika kerja; keagaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, mata pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi pencaharian dan organisasi kemasyarakatan kemasyarakatan
Pengembangan Pemerintah/Swasta
Perikanan Tangkap - Bersifat formal dan informal.
Kelembagan Sosial
--Organisasi berdasarkan adat istiadat;
Interaksi antarmasyarakat
Strata social, kedudukan Sultan dan para ulama di dalam msyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi.
Ethos Kerja.
Perikanan Budidaya Pengolahan Bersifat formal dan Bersifat formal dan informal informal
Strata social, kedudukan Sultan dan para ulama di dalam msyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. Ajaran Islam masuk -Ajaran Islam masuk kedalam fungsi etika kerja; kedalam fungsi etika keagaman, ilmu kerja; keagaman, pengetahuan dan teknologi, pengetahuan dan mata pencaharian dan teknologi, mata organisasi kemasyarakatan pencaharian dan organisasi kemsyarakatan
Identifikasi dan Pengembangan Budaya Bahari dalam Peningkatan Produksi
Strata social, kedudukan Sultan dan para ulama di dalam msyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan kepala pemerintahan resmi. - Ajaran Islam masuk kedalam fungsi etika kerja; keagaman, pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan organisasi kemsyarakatan
L6- 11