Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014
Pengembangan Kapasitas Produksi Dan Produk UKM Pangan Untuk Mendukung Pengembangan Wisata Desa Gilangharjo, Kabupaten Bantul 1
Chatarina Lilis Suryani1*, Wisnu Adi Yulianto1 Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta *Email:
[email protected] ABSTRAK
Desa Gilangharjo memiliki beragam potensi wisata. Dalam pengembangan desa wisata harus didukung oleh pengembangan wisata kuliner yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Permasalahan yang dihadapi UKM pangan khususnya UKM mitra dalam kegiatan IbM yaitu UKM Syifa (UKM I) dan UKM Kondang Rasa (UKM II) adalah geplak yang dihasilkan oleh kedua UKM Mitra cepat lunak dan berjamur karena pengemasannya menggunakan anyaman bambu tidak kedap terhadap uap air, belum dapat memenuhi permintaan bakpia yang banyak, lebih-lebih pada musim liburan atau saat banyak pesanan bakpia, pengemasan peyek tumpuk yang dihasilkan oleh UKM Mitra I sukar dilakukan dan tekstur peyek mudah hancur. Metode pelaksanaan kegiatan IbM meliputi peningkatan kapasitas produksi bakpia dan geplak, peningkatan batas kadaluwarsa geplak, perbaikan cara produksi dan sanitasi industri sehingga meningkatkan produktivitas kerja serta penerapan pembukuan administrasi produksi dan keuangan sederhana. Hasil pelaksanaan kegiatan menunjukkan bahwa pengembangan peralatan semi mekanis dalam produksi bakpia dapat meningkatkan kapsitas produksi, pengembangan produk bakpia sebagai makanan fungsional bagi penderita diabetes menghasilkan bakpia dengan pemanis asli kurma dengan indeks glisemik 50,11 dan bakpia dengan pemanis sorbitol dan stevia dengan indeks glisemik 55 serta perbaikan metode pengemasa dan alat produksi dapat meningkatkan batas kadaluawarsa geplak. Pelaksanaan program IbM di Desa Gilangharjo dapat meningkatkan pendapatan UKM hingga mencapai Rp 50 juta per bulan, meningkatkan peluang kerja bagi masyarakat di sekitarnya khususnya para pemuda putus sekolah untuk bagian produksi dan ibu-ibu rumah tangga untuk bagian pengemasan. Peningkatan kualitas makanan tradisional yang diproduksi UKM diharapkan dapat mendukung pengembangan wisata. Kata kunci : UKM industri kecil pangan, kapasitas produksi, cara produksi, pengemasan, sanitasi
PENDAHULUAN Desa Gilangharjo terletak di Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.Kecamatan Pandak berjarak 5 km dari ibukota Kabupaten Bantul dan sekitar 20 km dari Kampus Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Desa Gilangharjo merupakan salah satu dari 4 desa yang berada di Kecamatan pandak. Jumlah penduduk Desa Gilangharjo tahun 2012 adalah 47.908 jiwa terdiri dari laki-laki 23.926 dan perempuan 23,982 dengan jumlah kepala keluarga 4.653 (BPS, 2013). Mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah petani, berwirausaha dalam bidang industri kecil makanan maupun seni. Desa Gilangharjo merupakan desa terluas di Kecamatan Pandak dengan luas 726 Ha terdiri dari sawah produktif 273 Ha, lahan pertanian bukan sawah 2 Ha, dan lahan non pertanian 451 Ha. Jika ditinjau dari luas peruntukan lahan, Desa Gilangharjo merupakan desa dengan lahan pertanian tersempit dibanding desa lainnya di Kecamatan Pandak.Hal inilah yang mengakibatkan walaupun sebagian besar jumlah penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, namun besar pula potensi industri kecil dibidang pangan, peternakan, perikanan, kerajinan dan kesenian/budaya.Hal ini sesuai dengan hasil pemetaan potensi desa di Kabupaten Bantul yang menyatakan bahwa Desa Gilangharjo mempunyai potensi dibidang jasa dan perdagangan yang sangat tinggi sedangkan bidang pertanian, peternakan dan perikanan sedang (BPS, 2013). Desa Gilangharjo sebuah desa yang memiliki beragam potensi wisata yang berada diantara kawasan segitiga emas Bantul, Yogyakarta yaitu Gabusan, Manding, dan Tembi.Selain itu juga dekat dengan lokasi wisata pantai selatan seperti Parangtriris, Samas, Gua Cemara, dan lain-lain.Lokasi desa ini hanya berjarak sekitar 30 menit dari pusat Kota Yogyakarta.Dengan Motto Desa “berjalan Serempak Menuju Kemandirian” Desa Gilangharjo mencoba memadukan potensi daerah menjadi desa dengan wawasan wisata terbaik diantara lingkungan sekitar.Pengembangan Desa Gilangharjo menjadi salah satu desa wisata di Kabupaten Bantul di mulai tahun 2009 (Charisma, 2012).Potensi wisata tersebut di antaranya dari segi kuliner, industri rumah tangga, kerajinan, situs sejarah, seni, budaya dan pemandangan alam pedesaan yang menarik. Potensi industri kecil makanan yang menjadi ciri khas Kabupaten Bantul di Desa Gilangharjo antara lain industri kecil peyek tumpuk, geplak, bakpia, abon lele, dan lain-lain dengan jumlah lebih dari 30 industri kecil makanan. Industri kecil 215
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 makanan ciri khas suatu daerah wisata merupakan salah satu faktor penting pendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata. Hal ini karena selain menikmati keindahan wilayah maupun kerajinan atau budaya, para wisatawan akan selalu membeli makanan khas daerah wisata sebagai oleh-oleh. Dua UKM yang memproduksi makanan jajanan khas Kabupaten Bantul adalah UKM Syifa dan UKM Kondang Rasa, kedua UKM tersebut terletak di wilayah Dusun Kadekrowo Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul. Kedua UKM tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan jika ditinjau dari jenis produk yang dihasilkan, sumber daya manusianya dan pemasaran produknya. Dibanding UKM lainnya yang berada di Desa Gilangharjo kedua UKM relatif lebih stabil dalam produksinya, pimpinan usaha dan para tenaga kerjanya relatif masih muda dan mempunyai semangat untuk berkembang serta omzet usaha yang relatif besar. Berdasarkan observasi dan evaluasi yang telah dilakukan bersama kedua UKM mitra dan berdasarkan hasil analisis situasi dapat diidentifikasi permasalahan yang dihadapi UKM Mitra I (UKM Syifa) dan II (UKM Kondang Rasa) adalah (1). geplak yang dihasilkan oleh kedua UKM Mitra cepat lunak dan berjamur karena pengemasannya menggunakan anyaman bambu tidak kedap terhadap uap air, sehingga campuran gula dan kelapa yang telah meningkat kadar airnya akan mudah ditumbuhi jamur, (2). selama ini baik UKMI dan II belum dapat memenuhi permintaan bakpia, lebih-lebih pada musim liburan atau saat banyak pesanan bakpia. Bottle neck dari proses produksi bakpia adalah pembuatan adonan kumbunya, (3). pengemasan peyek yang dihasilkan oleh UKM Mitra I sukar dilakukan, peyek mudah hancur. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa selama proses penggorengan hancuran peyek sangat besar mencapai 20%. Permasalahan terakhir adalah UKM I dan II belum menerapkan manajemen produksi dan keuangan dengan baik.Berdasarkan hasil kesepakatan antara Mitra dengan Tim Pelaksana maka disepakati prioritas urutan penyelesaian masalah adalah a).Pembuatan alat pengolah adonan kumbu dan penggiling kacang hijau, b).Perbaikan metode produksi dan pengemasan geplak, c). Perbaikan cara produksi peyek tumpuk serta d). implementasi manajemen produksi dan keuangan. Secara khusus target dan luaran dari UKM Mitra I dan II adalah sebagai berikut a). Peningkatan kapasitas produksi bakpia dengan implementasi alat pengolahan kumbu dan alat pengulitan kacang hijau, b). Peningkatan masa kadaluawarsa produk geplak dengan perbaikan metode produksi dengan implementasi sanitasi yang baik dan perbaikan alat pemasakan dengan bahan tembaga, c). Penurunan hancuran peyek tumpuk dengan perbaikan bentuk dan ukuran, d). Metode pengemasan yang benar. e). Peningkatan ketrampilan UKM dalam pembukuan sederhana tentang administrasi produksi dan keuangan.
TUJUAN Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan kegiatan ini adalah : 1) Meningkatkan kapasitas produksi bakpia, 2) Meningkatkan keterampilan cara produksi, cara pencetakan dan pengemasan geplak, 3) Meningkatkan keterampilan membuat peyek tumpuk serta cara pengemasannya, 4) Meningkatkan kemampuan manajemen produksi dan keuangan
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN Khalayak sasaran dalam kegiatan ini adalah UKM Syifa dan UKM Kondang Rasa yang beralamat di Dusun Kadek Rowo, Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, DIY. Pelaksanaan kegiatan IbM dibagi dalam tiga tahap kegiatan yaitu : 1. Tahap Koordinasi dan Persiapan alat dan bahan yang berisi kegiatan : a) Koordinasi dengan pemerintahan Desa dan UKM Mitra serta pengurusan perijinan kegiatan., b) Persiapan materi pelatihan sesuai jenis ipteks yang akan diterapkan, c) Persiapan pembuatan peralatan yaitu pemilihan bengkel tempat pembuatan alat dan pemesanan peralatan. 2. Tahap Penerapan Ipteks yang terdiri dari kegiatan : a) Peningkatan kapasitas produksi bakpia ntuk penyelesaian masalah kurang mampunyai UKM untuk memenuhi permintaan pasar dilakukan dengan implementasi teknologi untuk pengulitan kacang hijau dan pemasakan adonan kumbu dengan mesin sederhana. Berdasarkan rancangan tersebut alat pemasakan kumbu (UKM Mitra I) dan Alat penggulitan kacang hijau akan (UKM II) akan dibuat dengan bekerjasama dengan bengkel professional yang ada di Kota Yogyakarta. Diharapkan dengan alat pemasakan tersebut tingkat produksi bakpia dapat meningkat 2-3 kali lipat, b) Pelatihan dan pendampingan implementasi sanitasi industry sesuai dengan pedoman cara produksi makanan yang baik bagi industri rumah tangga (Anonim, 2003), penggunaan bahan tambahan pangan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No: 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (Anonim, 2012) dan cara pengemasan. Selain itu juga UKM pangan juga harus mengetahui prinsip-prinsip sederhana penerapan keamanan pangan (Thaheer, 2005), pembuatan wajan dari bahan tembaga sehingga 216
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 lebih awet, mudah dibersihkan, tidak korosif dan bersifat inert sehingga tidak mengkontaminasi produk , pelatihan penerapan metode pengemasan dengan pengemasan primer dan sekunder yaitu dengan menggunakan kemasan primer plastik dengan teknologi penutupan menggunakan alat sealer listrik yang menjamin penutupan secara rapat sehingga lebih menjamin kedap uap air. Setelah dikemas dengan kemasan plastik kemudian geplak dikemas dengan kemasan sekunder bambu. c) Perbaikan bentuk dan ukuran peyek tumpuk serta cara pengemasannya.Untuk mencapai target tersebut maka akan dilakukan perbaikan yang dilakukan adalah dengan membuat cetakan peyek tumpuk dengan ukuran volume yang lebih kecil. Bentuk yang lebih seragam dan ukuran yang lebih kecil akan meningkatkan kemudahan peyek untuk dikemas dan lebih menarik bagi konsumen. Pengemasan akan dilakukan dengan plastik HDPE yang lebih tebal (0,05-0,08 mm) dan penutupan dengan sealer sehingga lebih rapat dan kedap uap air (Suryani dan Setyowati, 2007), d) Pelatihan dan pendampingan manajemen produksi dan keuangan. Untuk meningkatkan manajemen produksi dan keuangan maka dilakukan pelatihan administrasi keuangan dan produksi. Sebelumnya dilakukan penyuluhan motivasi kerja dan penyadaran pengusaha akan pentingnya pengelolaan keuangan yang terpisah dari keuangan keluarga serta pentingnya administrasi produksi yang baik. 3. Evaluasi dan Monitoring, Evaluasi dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir kegiatan. Di awal kegiatan akan dievaluasi tentang tingkat pemahaman pengusaha dan tenaga kerja (sumber daya) tentang materi yang akan diberikan dalam pelatihan yang meliputi sanitasi industri, bahan makanan tambahan, cara produksi yang benar, dan cara pengemasan yang baik. Tujuan evaluasi awal ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan pelatihan.Cara evaluasi menggunakan wawancara terstruktur. Monitoring pada pertengahan kegiatan dilakukan oleh LPPM untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kemungkinan penyelesaian kegiatan. Sedangkan evaluasi di akhir kegiatan dilakukan bersama dengan Tim Monitoring LPPM UMBY untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan serta kemungkinan kelanjutan program.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pelaksanaan kegiatan ini disajikan dalam Tabel 1. Pada tahap pertama pelaksanaan kegiatan dilakukan pelatihan yang terdiri dari kegiatan penyuluhan dan praktek serta study banding ke UKM yang lebih maju. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi UKM dalam upaya pengembangan usaha. Setelah tahap pelatihan selesai maka langkah selanjutnya dilakukan pendampingan implementasi pengembangan usaha. Kegiatan pendampingan dilakukan untuk memastikan hasil pelatihan dapat diimplemantasikan. Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat diketahui hasil dari implementasi teknologi produksi dan manajemen usaha. Tabel 1. Indikator luaran kegiatan dan ketercapaiannya Indikator luaran Peningkatan kapasitas produksi bakpia. Peningkatan batas kadaluwarsa geplak Penurunan persentase hancuran peyek tumpuk Perbaikan cara pengemasan Perbaikan sanitasi industri
Penerapan pembukuan administrasi produksi dan keuangan sederhana.
Kondisi sebelum kegiatan
Kondisi sesudah kegiatan
25 kg/hari kumbu bakpia
50 kg/hari kumbu bakpia
5-7 hari
10-12 hari
30%
20%
Ditutup dan ditali dengan karet Ruang produksi gelap, lantai tanah, kotor, dan banyak asap
Ditutup dengan sealer Ruang produksi lebih terang, lantai semen, lebih bersih, dan asap dibuang keluar dengan cerobong asap. Sudah ada niat dan tahu cara pembukuan yang benar, namun karena belum adanya tenaga kerja administrasi belum dapat berjalan dengan baik.
Belum ada pembukuan keuangan dan administrasi produksi juga belum tercatat dengan baik, UKM belum mengetahui manajemen keuangan dan produksi
Untuk penyelesaian masalah yang dihadapi UKM yaitu belum mampu untuk memenuhi permintaan pasar dilakukan dengan implementasi teknologi pemasakan adonan kumbu dengan mesin pemasak kumbu dan mesin mixer untuk pembuatan kulit bakpia. Pengadaan peralatan tersebut berguna untuk peningkatan kapasitas produksi bakpia dan pengembangan produk bakpia. Implementasi penggunaan alat pembuat kumbu semi 217
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 mekanis dan alat pengaduk pembuatan kulit bakpia dapat meningkatkan kapasitas produksi bakpia per hari menjadi 25 kg kumbu per hari dari awalnya 25 kg untuk setiap 2 hari. Selain itu juga penggunaan wajan tembaga dapat lebih menghemat biaya produksi karena tidak harus membeli wajan tembikar lagi setiap 15 hari.Dengan pengantian wajan tembaga sehingga dapat selalu dilakukan pencucian juga akan meningkatkan batas kadaluwarsa geplak karena kontaminasi dengan produk yang telah rusak yang menempel pada wajan tembikar dapat dicegah. Perbaikan cara pengemasan geplak dengan cara sealer dan pencetakan yang lebih seragam dapat meningkatkan batas kadaluwarsa dari 5-7 hari menjadi 12-15 hari. Penurunan persentase hancuran peyek tumpuk.Dalam perbaikan produk peyek tumpuk dilakukan dengan perbaikan cara pengemasan yaitu dari penutupan menggunakan karet gelang diganti dengan sealer, selain itu juga perbaikan cara penataan produk dalam kemasan plastik sehingga tingkat kehancuran dapat menurun. Perbaikan cara produksi dan sanitasi industry.Implementasi teknologi meliputi pedoman cara produksi makanan yang baik bagi industri rumah tangga (Anonim, 2003), penggunaan bahan tambahan pangan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No: 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (Anonim, 2012) dan sanitasi yang baik. Implementasi sanitasi ruang produksi telah berhasil dengan baik, namun untuk keberlanjutannya perlu kesadaran para pekerja dan pemilik untuk tetap menjaga sanitasi ruang produksinya. Selain itu juga telah dilakukan perbaikan ruang produksi yang meliputi pengerasan lantai ruang produksi dengan semenisasi, perbaikan tungku penggorengan yang dilengkapi dengan pipa pembuangan asap keluar ruangan, dan pengadaan dan penataan ruang pameran/toko yang lebih dekat dengan jalan raya. Penerapan pembukuan adminis-trasi produksi dan keuangan sederhana. Proses pembukuan belum dapat dilakukan dengan baik, hal ini karena semua pembayaran baik bahan baku maupun para pekerja dilakukan setiap hari Sabtu. Pemilik dalam membeli bahan baku misalnya kelapa, tepung dan lain-lain dengan sistem order dan dibayar pada setiap hari Sabtu, sedangkan produk yang dipasarkan baik oleh agen maupun toko biasanya dibayarkan pada hari Jumat. Oleh karena itu pemilik akan mengetahui laba produksi pada hari Sabtu untuk setiap minggunya. Upaya untuk meningkatkan ketertiban pembukuan produksi dan keuangan belum dapat berhasil karena keterbatasan tenaga administrasi.Baik UKM I maupun UKM II keuangan masih dipegang oleh pemilik yang sekaligus juga sebagai manajer produksi dan pemasaran. Pengembangan produk bakpia khusus dengan penderita diabetes telah berhasil membuat produk bakpia dengan indeks glisemik rendah-medium. Berdasarkan hasil uji indeks glisemik dengan menggunakan 8 orang responden diperoleh bakpia dengan indeks glisemik rendah yaitu bakpia yang dibuat dengan pemanis asli kurma (indeks glisemik 50,11) dan bakpia dengan pemanis sorbitol dan stevia (indeks glisemik 55). Berdasarkan hasil wawancara pada akhir kegiatan IbM dapat diketahui bahwa program IbM di Desa Gilangharjo telah dapat meningkatkan pendapatan UKM hingga mencapai Rp 50 juta per bulan. Selain itu juga dapat meningkatkan peluang kerja bagi masyarakat di sekitarnya khususnya para pemuda putus sekolah untuk bagian produksi dan ibu-ibu rumah tangga untuk bagian pengemasan
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan IbM di Desa Gilangharjo khususnya pada UKM Syifa dan UKM Kondang Rasa dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Peningkatan kapasitas produksi bakpia dan geplak hingga dua kali lipat yaitu 25 kg kumbu per hari. 2. Peningkatan batas kadaluwarsa geplak dengan adanya perbaikan pengemasan dengan sealer dan pencetakan yang lebih seragam dapat meningkatkan batas kadaluwarsa dari 5-7 hari menjadi 10-12 hari. 3. Perbaikan cara produksi dan sanitasi industri dapat meningkatkan produktivitas kerja. 4. Penerapan pembukuan administrasi produksi dan keuangan sederhana belum dapat berjalan dengan baik karena belum didukung oleh tenaga administrasi yang sesuai. 5. Hasil pengembangan produk bakpia memungkinkan sebagai makanan fungsional bagi penderita diabetes yaitu bakpia dengan pemanis asli kurma dengan indeks glisemik 50,11 dan bakpia dengan pemanis sorbitol dan stevia dengan indeks glisemik 55.
218
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2003). Keputusan Kepala POM RI No: HK00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik bagi Industri Rumah Tangga, Badan POM RI. Anonim, (2012). Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. BPS, (2013). Kecamatan Pandak Dalam Angka. BPS Kabupaten Bantul. Charisma, W.C, (2012). Tantangan dan Hambatan untuk Merealisasikan Mimpi Desa Gilangharjo. Laporan Penelitian. http://mmugm.ac.id/index.php/2012-02-16-08-39-43/laporan-pembangunanberkelanjutan/3202-desa-gilangharjo-menuju-desa-wisata Thaheer, H., (2005). Sistem Manjemen HACCP. Bina Aksara. Jakarta. Suryani, Ch, L., dan A. Setyowati, (2007). Kacang Rendah Lemak : Pengaruh Pelapisan Dengan Edible Film Yang diperkaya Dengan Ekstrak Rempah- Rempah Terhadap Umur Simpan Dan Aktivitas Hipoglisemiknya. Laporan Penelitian Hibah Program PHKA2, PS THP. Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
219