i
IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-GULMA RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR
GUNAR WIDIYANTO A24070111
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Identification and Characteristic of Ruderal Invasive Weeds in Bogor Botanical Garden Gunar Widiyanto1, Edi Santosa2, Adolf Pieter Lontoh2 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB 2 Staff pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB 1
Abstract Invasive weeds become important issues in Indonesia due to ecological and economical production concern of agriculture.
Plant invation effected
consequences of very high ecological loss and economical cost. Several thing of economic cost be able to quantification such as herbiside cost and yield loss. The ecological loss is the priceless disadvantages and difficult to quantified eg ecosystem damage, decrease recreation area, extinct of certain species etc. This research intent on identify and characterization of ruderal invasive weeds, looking for spreading pattern along with those influence factors to get the precisely controlling method and to know economic consequences from the existense of ruderal invasive weeds in Kebun Raya Bogor. This researh used scoring method and continued with multivariate analysis which showed by dendogram.
The
dendogram is made by neighbour joining single linkage method. The results showed that there are seven species invasive weeds from six familly which divided into three groups according to its aggresiveness. Component of Group 1 is Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae) with total score 69. Group 2 consist of Cissus sicyoides L. (Vitaceae) with total score 75, Cissus nodosa L. (Vitaceae) with total score 67 and Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae) with total score 78. Group 3 consist of Ficus elastica Roxb. (Moraceae) with total score 56, Paraserianthes falcataria (Fabaceae) with total score 48 and Cecropia adenopus (cecropiaceae) total skor 45. Component of Group 1 and Group 2 are woody climber those included in kind of vines whereas component of Group 3 are kind of tree. Based on our investigation invasive weed species which have score more than 50 be able to made significant disturbance and threaten the ecosystem stabillity of Bogor Botanical Garden.
i RINGKASAN
GUNAR WIDIYANTO. Identifikasi dan Karakterisasi Gulma – Gulma Ruderal Invasif di Kebun Raya Bogor. (Dibimbing oleh EDI SANTOSA dan ADOLF PIETER LONTOH). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma ruderal invasif, melihat pola penyebaran gulma ruderal invasif serta faktor yang mempengaruhi pola penyebarannya
guna mencari metode pengendalian yang
tepat dan mengetahui konsekuensi ekonomi keberadaan gulma ruderal invasif di areal Kebun Raya Bogor. Metode yang digunakan adalah pengamatan exploratif gulma ruderal invasif pada semua vak (petak) yang terdapat di dalam Kebun Raya Bogor. Identifikasi gulma dan studi pustaka untuk karakteristik gulma yang ditemukan. Identifikasi gulma dilakukan di Herbarium SEAMEO-BIOTROP, Bogor. Data sekunder berupa peta lingkungan KRB, keadaan umum KRB, manajemen perawatan dan pengendalian gulma serta data lain yang menunjang. Data pengamatan lalu dinilai berdasarkan kriteria Hiebert dan Stubbendieck (1993), dimana gulma dengan skor lebih dari 50 dianggap signifikan mengganggu dan memerlukan pengendalian. Data dianalisis dengan Minitab 14 dan ditampilkan dalam bentuk dendogram. Hasil pengamatan dan penilaian terdapat tujuh spesies gulma invasif dari enam famili. Urutan gulma invasif berdasarkan penilaian adalah Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae) total skor 78, Cissus sicyoides L. (Vitaceae) total skor 75, Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae) total skor 69, Cissus nodosa L. (Vitaceae) total skor 67, Ficus elastica Roxb. (Moraceae) total skor 56, Paraserianthes falcataria (Fabaceae) total skor 48 dan Cecropia adenopus (cecropiaceae) total skor 45. Pola penyebaran gulma dipengaruhi oleh karakter morfologi dan botani gulma. Gulma yang perbanyakannya melalui biji cenderung menyebar secara acak, sedangkan gulma yang perbanyakannya melalui vegetatif cenderung berkelompok. Penyebaran gulma invasif di KRB melalui media angin, hewan dan manusia (pengunjung).
ii Hasil analisis menunjukkan pengelompokkan gulma berdasarkan tingkat invasif terbagi menjadi tiga grup. Anggota Grup 1 yaitu Dioscorea bulbifera L. Grup 2 terdiri dari tiga gulma yaitu Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume dan Mikania micrantha H.B.K. Grup 3 dengan terdiri dari tiga gulma yaitu Ficus elastica Roxb, Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria. Grup 1 dan 2 merupakan golongan gulma kayu pemanjat (woody climber) yang termasuk dalam jenis vines. Grup 3 merupakan golongan pohon. Semua anggota Grup 1 dan 2 merupakan gulma dengan total skor diatas 50 poin.
Artinya
kelompok gulma ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap kestabilan habitat di Kebun Raya Bogor. Terkait hal tersebut perlu penanganan yang tepat untuk pengendalian kelompok gulma tersebut. Pengendalian gulma terpadu yang memadukan metode pengendalian manual dan kultur teknis dianggap paling tepat. Manajemen gulma di Kebun Raya Bogor masih dilakukan secara konvensional. Tindakan tersebut dikarenakan oleh persepsi terhadap gulma yang belum terintegratif, estimasi kerugian ekonomi yang belum mantap dan jumlah tenaga kerja menjadi faktor utama yang masih perlu ditingkatkan.
iii
IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-GULMA RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
GUNAR WIDIYANTO A24070111
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iv Judul
: IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GULMA-
GULMA RUDERAL INVASIF DI KEBUN RAYA BOGOR Nama
: GUNAR WIDIYANTO
NIM
: A24070111
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si.
Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS.
NIP 19700520 199601 1 001
NIP 19570711 198111 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
v RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 7 Maret 1989. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Bambang Suryanto dan Ibu Erlik Supeni. Pada tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan pertamanya di TK Tunas Muda, kemudian pada tahun 2001 lulus dari SDN Lerep 06.
Penulis
kemudian melanjutkan studi di SMPN 24 Semarang dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2007 penulis berhasil menyelesaikan studinya di SMAN 4 Semarang dan ditahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB melalui jalur USMI. Selama kuliah penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan. Diantaranya Festifal Tanaman XXXI, Agrosportmen 2009 dan Semai 45. Keorganisasian yang pernah diikuti antara lain UKM Musik Agriculture Ekspession dan organisasi mahasiswa daerah Patra Atlas Semarang. Penulis juga pernah menjadi finalis lomba bisnis plan pada ITB Entrepreneur Challenge 2011.
vi KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan hidayah dan karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Identifikasi dan Karakterisasi Gulma – Gulma Ruderal Invasif di Kebun Raya Bogor disusun oleh penulis sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. dan Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 2. Dr. Herdhata Agusta, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun pada skripsi ini. 3. Kedua orang tua yang tak pernah lelah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. 4. Segenap dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB yang telah memberikan ilmu dan pelayanan selama penulis menempuh masa studi. 5. Ibu Elly Kristiati yang telah memberikan bimbingan lapang selama penelitian, serta segenap staf KRB yang telah membantu jalannya penelitian. 6. Teman-teman AGH 44 yang selalu menjadi sumber inspirasi, serta yang telah memberikan bantuan selama ini baik berupa fisik maupun spiritual. 7. Keluarga besar dan teman-teman angkatan 44 Organisasi Mahasiswa Daerah Patra Atlas Semarang atas kebersamaannya selama ini. Kita untuk selamanya. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan dan dapat bermanfaat juga untuk kemajuan ilmu pengetahuan terutama bagi pertanian di Indonesia.
Bogor, Desember 2011
Penulis
vii DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan ..................................................................................................... 3 Hipotesis.................................................................................................. 4 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5 Keadaan Umum Kebun Raya Bogor ....................................................... 5 Klasifikasi Gulma.................................................................................... 7 Gulma Ruderal ........................................................................................ 9 Gulma Invasif ........................................................................................ 10 Karakteristik Gulma Invasif .................................................................. 11 Model Langkah dan Tahapan Invasi ..................................................... 13 BAHAN DAN METODE ................................................................................. 16 Waktu dan Tempat ................................................................................ 16 Alat dan Bahan ...................................................................................... 16 Metode Penelitian.................................................................................. 16 Pelaksanaan ........................................................................................... 16 Pengamatan ........................................................................................... 17 Analisis.............................................................................................. 1818 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 2121 Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ................................ 21 Pengelompokan Gulma Invasif ......................................................... 3737 Dominasi Gulma ............................................................................... 4141 Manajemen Gulma di Kebun Raya Bogor ........................................ 4243 Manajemen Gulma Invasif Berkelanjutan ........................................ 4646 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 5252 Kesimpulan ....................................................................................... 5252 Saran .................................................................................................. 5252 DARTAR PUSTAKA ................................................................................... 5454 LAMPIRAN .................................................................................................. 5858
viii DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif........................................
19
2. Lokasi Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ............
22
3. Jumlah Titik Penyebaran dan Luas Penutupan Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ........................................................
24
4. Jumlah Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan Kewarganegaraan ..........................................................................
25
5. Skoring Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ..............................
38
6. Analisis Pengelompokkan Minitab 14 dari variabel: D. bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa L. dan P. falcataria. ......................................................................................
39
7. Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ...................................................................................
42
8. Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor Tahun 2011 ...................................................................................
49
ix DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Jenis Gulma Teki (Cyperus cyperoides) .....................................
7
2. Jenis Gulma Rumput ...................................................................
8
3. Diagram Tumpang Tindihnya Definisi Gulma (Rejmanek, 1995) ........................................................................
11
4. Tahapan dan Langkah Invasi Menurut Tjitrosoedirdjo (2010) ...
13
5. Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ......................
23
6. Serangan Dioscorea bulbifera L pada Vak XX.B ......................
26
7. Peta Penyebaran D.bulbifera L. di Kebun Raya Bogor ..............
27
8. Serangan Mikania micrantha H.B.K pada Vak II.O ...................
28
9. Peta penyebaran M.micrantha H.B.K di Kebun Raya Bogor .................................................................................
29
10. Serangan C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor ........
30
11. Peta Penyebaran C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor ......................................................................
30
12. Serangan Ficus elastica Roxb pada vak IV.F .............................
31
13. Peta Penyebaran F. elastica Roxb di Kebun Raya Bogor ...........
32
14. Serangan Paraserianthes falcataria pada Vak II.D ....................
33
15. Peta Penyebaran P.falcataria di Kebun Raya Bogor ..................
34
16. Serangan Cissus spp di Kebun Raya Bogor ................................
35
17. Peta Penyebaran C.sicyoides Blume di Kebun Raya Bogor .......
36
18. Peta Penyebaran C. nodosa Blume di Kebun Raya Bogor .........
37
19. Dendogram Pengelompokan Tingkatan Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor ......................................................................
40
x Nomor
Halaman
20. Kegiatan Pengendalian Gulma F. elastica Roxb. pada Vak II.C ..............................................................................................
45
21. Bagan Permasalahan Pengendalian Gulma di Kebun Raya Bogor ...........................................................................................
46
xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Deskripsi Dioscorea bulbifera L....................................................
59
2. Deskripsi Cissus sicyoides L ..........................................................
62
3. Deskripsi Paraserianthes falcataria ..............................................
63
4. Deskripsi Mikania micrantha H.B.K .............................................
64
5. Deskripsi Ficus elastica Roxb .......................................................
66
6. Deskripsi Limnocharis flava (L.) Buchanan ..................................
68
7. Deskripsi Bacopa caroliniana Robinson .......................................
69
8. Deskripsi Pistia stratiotes L ...........................................................
70
9. Deskripsi Sagittaria sagittifolia L. subsp. Leucopetala (Miq.) Hartog.............................................................................................
71
10. Deskripsi Oryza barthii A. Chev ...................................................
72
11. Deskripsi Cecropia adenopus Mart. ex Miq ..................................
73
12. Deskripsi Cissus nodosa Blume .....................................................
74
13. Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 ............................
75
14. Kebun Raya Bogor .........................................................................
85
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan manusia (Sukman dan Yakub, 2002). Menurut Kleiber (1968), definisi utama gulma adalah tumbuhan yang muncul tidak pada tempatnya. Terdapat dua kelompok definisi gulma yang dianggap penting yaitu definisi subjektif dan objektif. Definisi subjektif menyatakan gulma merupakan tumbuhan kontroversial yang tidak semua buruk maupun tidak semuanya baik, tergantung pandangan seseorang (Anderson, 1977). Menurut definisi ekologis gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang telah beradaptasi dengan habitat buatan dan menimbulkan gangguan terhadap segala aktivitas manusia (Sastroutomo, 1990). Gulma sering ditempatkan dalam kompetisi atau campur tangannya terhadap aktivitas manusia atau pertanian.
Bagi pertanian, gulma tidak
dikehendaki karena: a) menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari dan ruang hidup, b) mengeluarkan senyawa allelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, c) menjadi inang hama dan penyakit tanaman, d) mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan atau menambah biaya untuk usaha pengendalian.
Mengingat keberadaan gulma
menimbulkan akibat-akibat yang merugikan maka dilakukan usaha-usaha pengendalian secara teratur dan terencana.
Pengendalian gulma bukan lagi
merupakan usaha sambilan, tapi merupakan usaha tersendiri yang memerlukan langkah efisien, rasional berdasarkan pertimbangan ilmiah yang teruji (Sukman dan Yakub, 2002). Gulma dapat dikelompokkan menurut morfologi daun, tingkat keganasan, morfologi batang, habitat dan lokasi tumbuh. Menurut lokasi tumbuhnya dapat dibagi menjadi gulma umum dan gulma ruderal. Gulma umum adalah gulma yang umum ditemui pada agroekosistem atau sistem pertanaman yang spesifik lainya seperti kehutanan. Gulma ruderal adalah gulma yang umum ditemui diluar kedua sistem tersebut seperti pada areal publik, rel kereta api, bandara dan sebagainya.
2 Gulma ruderal penting untuk dikendalikan karena merupakan sumber gulma bagi wilayah pertanian di sekitarnya. Terciptanya gulma ruderal karena minimnya program pengendalian gulma pada areal-areal publik. Gulma ruderal di perkotaan selain merugikan secara ekonomi juga merusak keindahan kota. Namun demikian gulma ruderal di Indonesia belum ditangani dengan baik. Mengetahui jenis-jenis gulma ruderal sangat penting untuk mengembangkan program pengendalian baik secara preventif maupun eradikatif. Radosevich et al. (2007) menyatakan globalisasi telah menjadikan terjadinya transportasi material biologis seperti tanaman eksotik ke seluruh dunia. Hal tersebut telah mendorong terjadinya introduksi dan kolonialisasi tanaman non natif dari seluruh penjuru dunia terutama pada lokasi-lokasi yang baru. Kebun Raya Bogor adalah kawasan konservasi ex-situ dan penelitian tanaman tropika serta tempat pendidikan lingkungan dan pariwisata yang berdiri sejak 193 tahun yang lalu. Hampir 50% dari 3423 jenis tanaman koleksi yang terdapat di Kebun Raya Bogor merupakan tanaman eksotik (Subarna, 2002).
Tidak menutup
kemungkinan sebagian dari tanaman introduksi tersebut akan menjadi “invader”. Perubahan tersebut salah satunya dipicu oleh agroekologi yang mendukung reproduksi atau perkembanganya. Spesies invasif tersebut akan mengancam biodiversitas dan integritas ekosistem Kebun Raya Bogor yang tidak ternilai harganya. Menurut Tjitrosoedirdjo (2010), invasi adalah ekspansi geografis dari suatu spesies pada daerah yang sebelumnya tidak ada spesies tersebut. Definisi ini mengandung konotasi bahwa spesies yang invasif biasanya eksotik, tumbuhan asing, walaupun ini bukan satu-satunya definisi yang tepat. Invasi tumbuhan membawa konsekuensi biaya ekologi maupun biaya ekonomi yang sangat tinggi. Beberapa besaran biaya ekonomi dapat dikuantifikasi seperti biaya pengendalian dengan herbisida dan penurunan produksi pertanian. Tetapi biaya lainnya, tidak mudah dikuantifikasi seperti kerusakan ekosistem, kehilangan areal rekreasi, punahnya spesies atau jenis tertentu.
Di Asia Tenggara belum ada yang
mengestimasikan biaya sehubungan dengan tumbuhan invasif ini. Di negara maju seperti Amerika Serikat biaya terkait dengan tumbuhan invasif ini pada tanaman budidaya dan padang rumput saja berjumlah lebih dari U$34 milyar tiap tahunnya
3 (Pimentel et al., dalam Tjitrosoedirdjo, 2010), sedangkan di Eropa dalam kurun waktu antara tahun 1988 sampai tahun 2000 kerugiannya mencapai U$5 milyar (Purwono, 2002). Langkah yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sumber daya untuk mendeteksi spesies invasif. Kita dapat meningkatkan peluang untuk menemukan suatu spesies invasif pada tingkat populasi yang masih kecil.
Semakin dini
diantisipasi keberadaan spesies invasif tersebut akan mengurangi tingkat kerusakan dan membuat kontrol berikutnya menjadi lebih murah dan efektif. Namun demikian, mendeteksi spesies invasif relatif sulit untuk dilakukan dan kriteria tersebut bersifat situasional dan terbatas pada lokasi tertentu. Banyak faktor yang mengurangi kemungkinan mendeteksi spesies invasif. Seperti halnya kepadatan populasi yang rendah dari suatu spesies, bukan berarti spesies tersebut tidak mungkin berpotensi sebagai spesies invasif (Mehta et al., 2007). Pengetahuan tentang gulma invasif dan interaksinya dengan tanaman tertentu berguna secara agronomi untuk pengembangan metode pengendalian. Selain itu, identifikasi gulma-gulma invasif berguna untuk studi-studi alelopati baru yang saat ini menjadi bagian penting pada pengembangan pertanian berkelanjutan.
Kebun raya yang memiliki koleksi tanaman lebih banyak
dibandingkan dengan agroekologi pertanian.
Tingginya keragaman tersebut
membuka peluang lebih besar untuk mengeksplor sistem biologi terkait interaksi gulma dengan tanaman.
Tujuan 1. Mengidentifikasi dan karakterisasi gulma-gulma ruderal invasif di Kebun Raya Bogor dan pola penyebarannya, guna mencari metode pengendalian yang tepat. 2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pola penyebaran gulma ruderal invasif di Kebun Raya Bogor. 3. Mengetahui konsekuensi ekonomi keberadaan gulma ruderal invasif di areal Kebun Raya Bogor.
4 Hipotesis 1. Gulma ruderal invasif memiliki spesifikasi tertentu pada areal tertentu. 2. Terdapat gulma ruderal invasif dari golongan teki, rumput dan daun lebar yang spesifik untuk daerah tertentu. 3. Penyebaran gulma ruderal invasif yang utama adalah oleh angin, air, hewan dan transportasi manusia.
5 TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Umum Kebun Raya Bogor Indonesia memiliki dua puluh kebun raya yang tersebar di Jawa Barat (Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Kuningan), Jawa Timur (Kebun Raya Purwodadi), Bali (Kebun Raya Eka Karya), Jawa Tengah (Kebun Raya Baturaden), NTB (Kebun Raya Lombok Timur), Batam (Kebun Raya Batam), Sumatera Utara (Kebun Raya Samosir), Jambi (Kebun Raya Bukit Sari), Sumatera Barat (Kebun Raya Solok), Lampung (Kebun Raya Liwa), Kalimantan Barat (Kebun Raya Sambas, Kebun Raya Danau Lait), Kalimantan Tengah (Kebun Raya Katingan), Kalimantan Timur (Kebun Raya Sungai Wain), Sulawesi Selatan (Kebun Raya Enrekang, Kebun Raya Pucak), Sulawesi Tenggara (Kebun Raya Kendari), Sulawesi Utara (Kebun Raya Minahasa) (LIPI, 2009). Peranan Kebun Raya Bogor saat ini dapat dilihat dari beberapa sudut. Pertama dari segi preservasi sumber genetik tanaman. Intensifikasi penebangan dan konversi hutan yang tinggi mengakibatkan banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang belum sempat dikembangkan atau bahkan sama sekali belum diketahui oleh kita tentang kegunaannya akan hilang. Sehubungan dengan hal tersebut, Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai lokasi konservasi “ex-situ” melakukan eksplorasi tumbuhan di kawasan hutan, mendata, mengkoleksi dan melestarikan. Sebagai tempat pariwisata, KRB selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara. Dari dua puluh kebun raya yang ada di Indonesia hanya lima diantaranya yang telah mengalami pembangunan fisik dan memiliki fasilitas penunjang yang layak bagi wisatawan. KRB merupakan salah satu dari lima kebun raya yang mempunyai sarana dan prasarana terlengkap. Kebun Raya Bogor sebagai instansi pendidikan, melakukan penelitian dan pengembangan diberbagai bidang antara lain di bidang taksonomi, biosistematik, botani terapan dan hortikultura. KRB juga berlaku sebagai hutan kota dilihat dari lokasinya yang berada tepat di tengah Kota Bogor. KRB mampu menyerap emisi karbon dan memberikan suplai oksigen di tengah kepadatan aktivitas lalu lintas Kota Bogor.
6 Deskripsi mengenai Kebun Raya Bogor menurut Subarna (2002) adalah merupakan salah satu lembaga botani bersejarah di Indonesia, yang juga dikenal dengan baik di dunia Internasional. Hal yang melatar belakangi berdirinya kebun raya ini didasarkan pada dua tujuan, yaitu: untuk melakukan eksploitasi kekayaan alam hayati Indonesia dan melaksanakan percobaan-percobaan tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi yang diimpor dari luar Indonesia. Kebun Raya Bogor merupakan kebun raya yang ke-13 tertua di dunia. Secara geografis Kebun Raya Bogor terletak pada 6.370 Lintang Selatan dan 106.320 Bujur Timur. Secara administratif Kebun Raya Bogor terletak di tengan-tengah kota Bogor, provinsi Jawa Barat, berdampingan dengan Istana Presiden Bogor atau sekitar 60 km sebelah selatan Jakarta. Kawasan Kebun Raya Bogor berada pada ketinggian 260 m dpl, dengan luas keseluruhannya mencapai 87 ha. Jenis tanah di kawasan Kebun Raya Bogor dan sekitarnya merupakan jenis tanah latosol coklat kemerahan. Topografi Kebun Raya Bogor secara umum datar dengan kemiringan lahan 3 – 15 % dan sedikit bergelombang (Subarna, 2002). Kawasan Kebun Raya Bogor termasuk daerah basah dengan curah hujan yang tinggi antara 3000 – 4000 mm per tahun dan termasuk tipe hujan A. Hasil pengamatan stasiun curah hujan pada tahun 2010, KRB memiliki 241 hari hujan dengan jumlah curah hujan 5081.7 mm (LIPI, 2010). Suhu harian KRB berkisar antara 21.40 – 30.20 C. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, kawasan Kebun Raya Bogor termasuk tipe kawasan dataran rendah basah yang secara spesifik termasuk kedalam jenis kawasan hujan tropika dataran rendah yang ditandai dengan curah hujan tinggi dan keadaan yang selalu hijau. Kawasan KRB dilalui oleh dua aliran sungai, yaitu sungai Ciliwung dan sungai kecil Cibalok yang memotong Kebun Raya menjadi dua bagian. Tetapi untuk keperluan sistem hidrologi di dalam kawasan kebun raya, hanya berasal dari sungai Cibalok. Sungai ini berasal dari air buangan rumah tangga masyarakat kawasan sekitar yang kemudian terkumpul dalam satu saluran menjadi sungai kecil dan memasuki kawasan kebun raya (Subarna, 2002). Kebun Raya Bogor terkenal dengan keunikan koleksi vegetasinya yang terdiri dari 3423 jenis tanaman yang terbagi dalam 192 taman koleksi (Vak). Spesiesnya terdiri dari 54% tumbuhan asli dan 46% tumbuhan yang ditanam.
7 Beberapa koleksi merupakan koleksi yang termasuk dalam kategori unik, langka dan spesifik. Selain itu sebagian merupakan koleksi yang telah berusia lebih dari 100 tahun.
Tanaman di Kebun Raya Bogor dikenal dengan tingkat status
kelangkaan berdasarkan redlist book. Kebun Raya Bogor saat ini telah menjadi pulau habitat. Salah satu jenis yang mendiami pulau habitat ini adalah burung. Tercatat setidaknya terdapat 56 spesies burung mendiami wilayah KRB.
Klasifikasi Gulma Menurut Sukman dan Yakub (2002), terdapat berbagai sistem klasifikasi gulma yang menggambarkan karakteristiknya, seperti klasifikasi berdasarkan karakteristik reproduksi, bentuk kehidupan, botani dan sebagainya.
Dalam
prakteknya terutama untuk kepentingan pengelolaan vegetasi maka klasifikasi botani biasa digunakan. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan menjadi: teki, rumput dan daun lebar.
Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan terdiri atas:
gulma berkayu, gulma air, gulma perambat termasuk epiphytes dan parasit. Ditinjau dari siklus hidupnya dikenal gulma semusim, dua musim dan tahunan. Beberapa jenis gulma mungkin termasuk kombinasi dari karakteristikkarakteristik tersebut. Teki (sedges) mempunyai batang berbentuk segitiga, kadang-kadang bulat dan tidak berongga, daun berasal dari nodia dan warna ungu tua. Gulma ini mempunyai sistem rhizoma dan umbi. Sifat yang menonjol adalah cepatnya membentuk umbi baru yang dapat bersifat dorman pada lingkungan tertentu. Dengan karakter yang demikian, teki menjadi menjadi relatif sulit dikendalikan secara manual.
Gambar 1. Jenis Gulma Teki (Cyperus cyperoides)
8 Rumput (grasses) mudah dibedakan karena mempunyai batang bulat atau pipih dan berongga, kesamaannya dengan teki karena bentuk daunnya sama-sama sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisida berbeda.
a
b
Gambar 2. Jenis Gulma Rumput (a) Axonopus compressus (b) Andropogon aciculatus Gulma berdaun lebar (broad-leaves weeds) membentuk daun-daun lebar yang berasal dari pertumbuhan meristem apikal dan sangat sensitif terhadap bahan kimia. Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata yang memungkinkan cairan masuk.
Gulma ini mempunyai tunas-tunas pada
nodus atau titik memencarnya daun. Berdasarkan siklus hidupnya gulma dibagi menjadi gulma semusim, dua musim dan tahunan. Menurut Sastroutomo (1990), gulma semusim merupakan gulma yang mempunyai daur hidup hanya satu tahun atau kurang dari mulai perkecambahan biji hingga dapat menghasilkan biji lagi. Gulma semusim dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu semusim dingin (winter annuals) dan semusim panas (summer annuals). Gulma semusim panas akan berkecambah di musim semi, menghasilkan biji dan kemudian mati pada musim panas dari tahun yang sama. Gulma semusim dingin akan berkecambah di musim gugur, istirahat di musim dingin, tumbuh lagi untuk menghasilkan biji kemudian mati di musim semi atau panas berikutnya. Gulma dua musim merupakan gulma yang dapat
9 hidup lebih dari satu tahun tetapi kurang dari dua tahun. Pada fase pertumbuhan awal, kecambah biasanya berbentuk roset.
Setelah mengalami musim dingin
bunga terbentuk diikuti pembentukan biji dan kemudian mati. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat hidup lebih dari dua tahun. Ciri-ciri gulma jenis ini adalah setiap tahunnya pertumbuhan dimulai dengan perakaran yang sama. Golongan gulma berkayu (woody weeds) adalah mencakup semua tumbuhtumbuhan yang batangnya membentuk cabang-cabang sekunder. Gulma berkayu disebut juga sebagai gulma keras. Sifatnya yang demikian menyebabkan metode pengendalian berbeda dengan gulma lunak (Sastroutomo, 1999). Gulma air (aquatic weeds) adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap keadaan air kontinu atau paling tidak toleran terhadap kondisi tanah berair untuk periode waktu hidupnya. Dalam prakteknya gulma air diklasifikasikan sebagai marginal (tepian), emergent (gabungan antara tenggelam dan terapung), submerged (melayang), anchored with floating leaves (tenggelam), freefloating (mengapung), dan plankton atau algae (Sastroutomo, 1999). Selain yang tersebutkan diatas gulma juga ada yang merambat, epifit dan parasit.
Karakter gulma merambat adalah melilit dan memanjat dapat
menyebabkan penutupan areal yang luas dan cepat. Perambat kadang-kadang juga epifit atau hemiparasit. Akibat dari serangan gulma jenis ini adalah tanaman inang akan kehilangan daun karena cabang-cabangnya telah dimatikan oleh parasit tersebut.
Gulma Ruderal Pengelompokan gulma yang paling sederhana dan biasa digunakan adalah mengelompokkan berdasarkan habitatnya. Ada beberapa kelompok gulma yang penting yaitu; agrestal atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air, gulma hutan, dan gulma lingkungan. Tumbuhan ruderal adalah tumbuhan yang tidak dibudidayakan, tumbuh pada habitat alami yang terganggu (ruderal) tapi bukan digunakan untuk tujuan produksi (Sukman dan Yakub, 2002). Menurut Sastroutomo (1990), tumbuhan ruderal umumnya dijumpai di tempat-tempat ruderal yang berasal dari bahasa Latin rudus yang artinya sisa-sisa (dalam arti luas). Termasuk di dalamnya adalah habitat-habitat tepi jalan, rel
10 kereta api, atap gedung, tepi-tepi kolam/danau/rawa/sungai, tempat pembuangan sampah, dan lain-lain. Semua tempat ini mempunyai persamaan yang nyata yaitu telah mengalami gangguan akibat adanya aktivitas manusia. Jenis-jenis gulma yang
dijumpai pada habitat-habitat ini sangat bervariasi mulai dari yang
sederhana hingga berupa pohon yang yang tinggi. Keanekaragaman jenis yang terjadi disebabkan adanya perubahan lingkungan yang
nyata sejalan dengan
waktu dari proses suksesi sekunder pada habitat ruderal ini. Perubahan biasanya diawali dari jenis-jenis yang semusim kemudian berubah menjadi herba menahun dan akhirnya akan didominasi oleh pohon berkayu dan cukup tinggi.
Gulma Invasif Mashhadi dan Radosevich (2004) menyatakan tumbuhan invasif tidak seperti rumput liar pertanian, tumbuhan invasif berhasil atau dapat menempati dan menyebar ke habitat baru tanpa bantuan lebih lanjut dari manusia. Tumbuhan kelompok ini dapat mengokupasi ke daerah baru yang sudah penuh sesak dengan vegetasi asli dan bahkan kemudian mampu menggantikannya. Spesies invasif erat kaitannya dengan spesies asing (alien spesies), maka seringkali disebut spesies asing invasif (invasive alien species). Spesies asing invasif didefinisikan sebagai spesies yang bukan spesies lokal dalam suatu ekosistem dan menyebabkan gangguan terhadap ekonomi dan lingkungan, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell, 2005). Sementara itu, menurut Purwono et al. (2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat karena tidak memiliki musuh alami, sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada spesies asli. Spesies invasif juga erat kaitannya dengan spesies eksotik. Spesies eksotik menurut Primack (1998), adalah spesies yang terdapat di luar distribusi alaminya. Tidak semua spesies eksotik dapat berkembang di habitat yang baru, namun ada sebagian dari spesies tersebut dapat tumbuh dan berkembang di lokasi yang baru, dan sebagian lagi diantaranya bersifat invasif. Perhatian terhadap habitat yang dinvasikan dan asal-usul tumbuhan invasif bisa dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu; (1) Gulma, yang merugikan
11 pemanfaatan lahan oleh manusia. Dipandang dari sudut anthropogenic, gulma tersebut menggangu
obyektif atau tujuan usaha manusia. (2) Invator, yang
berhasil mapan pada habitat baru.
Dipandang dari sudut biogeografi, ada
tumbuhan asing, eksotis, alien, jenis eksotik.
(3) Kolonial, tumbuhan yang
berhasil pada daerah yang sebelumnya telah terganggu (disturbed). Dipandang dari sudut ekologis, dikenal ada tumbuhan primer dalam proses suksesi (Rejmanek, 1995). Istilah ini dapat tumpang tindih satu dengan yang lain seperti digambarkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Tumpang Tindihnya Definisi Gulma (Rejmanek, 1995). Berdasarkan Gambar 3 bagian yang berwarna abu-abu dapat digolongkan dalam kelompok gulma invasif. Tjitrosoedirdjo (2010) menyatakan bahwa tumpang tindih seperti Gambar 3 tidak menjadi masalah, yang penting adalah bagaimana masalah gulma yang ditimbulkan dapat dikelola dengan baik.
Perlu
ada pendekatan non konvensional pada pengelolaan gulma invasif. Pendekatan konvensional
dalam
studi
gulma
lebih
fokus
kepada
studi
metoda
pengendaliannya daripada pengaruhnya pada ekosistem.
Karakteristik Gulma Invasif Karakter biologis gulma menurut Baker (1974) antara lain adalah sebagai berikut: 1. Viabilitas biji lama dan dikendalikan secara internal, sehingga perkecambahan bersifat tidak kontinu. 2. “Self-compatible”, tetapi tidak autogamus atau apomistik.
12 3. Biji diproduksi sepanjang hidup tumbuhan secara kontinu. 4. Biji dapat diproduksi dalam berbagai kondisi lingkungan. 5. Propagul teradaptasi untuk penyebaran jarak dekat maupun jarak jauh. 6. Kalau tumbuhan tahunan, ramet mudah putus dan sukar untuk dicabut dari tanah. Tjitrosemito (2004) menambahkan, jenis tumbuhan eksotik yang bersifat invasif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tanaman natif, sehingga mampu mendominasi kawasan tumbuhnya, karakter tersebut yaitu: 1. Pertumbuhan yang cepat. 2. Perakarannya banyak dan rapat, sehingga mendominasi perakaran disekitarnya. 3. Mampu menggunakan penyerbuk lokal sehingga mampu memproduksi biji. 4. Metode penyebaran biji efektif, seperti buah yang disukai hewan atau biji ringan sehingga mudah terbawa angin. 5. Biji yang dihasilkan banyak, sehingga cepat mendominasi areal. 6. Memiliki senyawa allelopati yang menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lokal. Tjitrosoedirdjo (2010) juga menambahkan enumerasi karakter tumbuhan asing invasif, antara lain: 1. Cepat membangun naungan yang lebat. 2. Tumbuhan invasif juga dapat bersifat different phenology tumbuh lebih dulu, daun hijau lebih lama, berbunga lebih lama dan berbunga lebih dulu. 3. Biasanya tumbuhan invasif tidak mempunya musuh alami yang dapat mengendalikan pertumbuhan populasinya. Booth et al. (2004) menyatakan sulit untuk memprediksi apakah suatu habitat akan invasibel berdasarkan karakteristik habitat sederhana. Tingkat kerentanan habitat pada invasi tergantung pada banyak faktor dan berubah dari waktu ke waktu. Faktor-faktor lain yang penting untuk memahami invasi yaitu spesies gulma yang melakukan invasi. Hanya jenis gulma tertentu memiliki beberapa sifat yang memungkinkan untuk menyerang habitat yang diciptakan oleh sistem manajemen habitat tersebut
13 Model Langkah dan Tahapan Invasi Cara efektif untuk mempelajari tanaman invasif adalah dengan mengetahui proses invasi. Proses tersebut terdiri dari tiga tahap, introduksi, kolonisasi, dan naturalisasi. Introduksi adalah proses awal sebuah tanaman invasif berhasil masuk ke daerah baru. Proses ini biasanya dibantu oleh adanya gangguan. Kolonisasi sering membutuhkan jeda waktu lama sebelum tahap berikutnya dimulai. Pada proses ini terjadi pertumbuhan eksponensial yang cepat dan penyebaran populasi baru juga terjadi selama invasi. Naturalisasi terjadi apabila populasi baru mendiami semua relung yang tersedia, dan daya dukung tercapai. Kedua faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik biologi lingkungan diperlukan untuk invasi yang sukses (Mashhadi dan Radosevich, 2004). Tahapan invasi tersebut menurut Tjitrosoedirdjo (2010) tidak cukup sebagai dasar untuk investigasi dari mekanisme invasi (Gambar 4). Tahapan atau subdivisi seharusnya mampu mengungkap kesukaran yang dialami tumbuhan untuk mencapai satu demi satu dari tiga tahapan tersebut. Model yang dibuat harus dapat membedakan antara tahapan (stages) dan langkah (steps) dari invasi. Tahapan invasi bermanfaat untuk mendeskripsikan status yang telah dicapai oleh tumbuhan, sedangkan langkah invasi adalah proses yang mengimplikasikan kesulitan yang mungkin timbul.
Hanya langkah dalam invasi sesuai untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi tumbuhan itu.
Gambar 4. Tahapan dan Langkah Invasi Menurut Tjitrosoedirdjo (2010)
14 Tahapan (stages) yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Berada di daerah baru. Periode atau tahapan dimana tanaman budidaya dan tanaman hias mulai dari periode budidaya atau periode pemeliharan sampai mereka lepas dari budidaya atau kultivasi dan menjadi feral. Tumbuhan yang tidak dikultivasi pada tahapan ini sejajar dengan periode dorman dari propagul. 2. Mapan secara spontan. Tanaman yang telah memasuki tahapan ini setidaknya satu generasi telah berhasil dihasilkan pada daerah baru tersebut, tanpa bantuan dari manusia. 3. Mapan secara permanen. Tumbuhan sudah mencapai tahapan ini apabila setidaknya ada satu populasi di daerah baru tersebut yang mempunyai peluang bagus untuk tetap bertahan disitu (i.e. the minimum viable population, MVP tercapai). 4. Persebaran di daerah baru tersebut telah tuntas. Pada tahap ini tumbuhan itu sudah menginvasi seluruh lokasi yang cocok untuk pertumbuhannya yang mengimplikasikan batas penyebaran baru sudah tercapai. Tumbuhan harus melewati langkah berikut untuk maju dari satu tahap ke tahapan berikutnya: 1. Imigrasi. Satu atau lebih individual meninggalkan home range-nya dan mencapai daerah baru, oleh karenanya melewati pembatas penyebaran.
Pada
kasus ini banyak imigrasi yang difasilitasi oleh manusia. 2. Adanya pertumbuhan dan reproduksi yang independen setidaknya satu individu. Pada daerah baru itu setidaknya satu individu telah berhasil tumbuh, berkembang dan berbiak. Tanaman budidaya dan tanaman hias harus tumbuh sampai berbiak dilakukan sendiri bebas tanda dari kultivasi manusia. 3. Pertumbuhan populasi taraf MVP (the minimum viable population) tercapai. Tumbuhan harus membangun populasi yang cukup besar untuk menggaransi survival di lingkungan baru. Pada tahap ini memerlukan perubahan cara pandang, subyek investigasi bukan lagi individu tetapi populasi di daerah baru yang menjadi subyek penting. 4. Akuisisi lokasi baru. Pada langkah ini tumbuhan menginvasi lokasi lain dengan kualitas lingkungan sama atau mungkin malah berbeda.
15 Langkah-langkah diatas mengkompromikan masalah utama dimana suatu tumbuhan harus menghadapinya dalam rangkaian proses invasi. Hal tersebut menciptakan urutan kendala terhadap tumbuhan, dan langkah terakhir tidak dapat dicapai tanpa mengatasi seluruh langkah lainnya.
Masalah yang timbul
dikelompokan dalam langkah ini menurut hubungan dan waktu kejadiannya sehingga memberikan dasar untuk analisa yang sistematik. Kebutuhan untuk menganalisis kemampuan gulma invasif sebelum invasi terjadi tidak bisa dipungkiri, penelitian demi penelitian menunjukkan bahwa spesies invasif menimbulkan kerusakan terhadap spesies asli, ekosistem, pertanian, dan keselamatan manusia. Pada saat ini belum ada data penelitian yang komprehensif mengenai model invasif yang berlaku umum. Hal tersebut karena gulma memiliki dinamika dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu langkah mengumpulkan pengetahuan untuk menilai risiko yang ditimbulkan oleh spesies invasif (Reichard, 2001).
16 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Kebun Raya Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain kamera digital, buku lapang,papan jalan, amplop kertas berukuran 35 cm x 25 cm dan penggaris. Bahan yang digunakan adalah spesimen gulma invasif baik berupa spesimen utuh atau berupa bagian tumbuhan yang terdapat di Kebun Raya Bogor.
Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah pengamatan exploratif untuk gulma ruderal invasif pada semua “vak” (petak) yang terdapat di kawasan Kebun Raya Bogor. Data hasil pengamatan kemudian diolah dengan metode skoring dan diuji dengan multivariate cluster analysis.
Pelaksanaan 1. Melakukan
wawancara
dengan
pihak
KRB
yang
terkait
untuk
mendapatkan informasi gulma-gulma yang dianggap mengganggu. Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan pengamatan pada setiap vak terhadap invasi atau serangan dari tumbuhan asing (gulma).
Apabila terdapat serangan maka
dilakukan pencatatan, dokumentasi, serta pengambilan spesimen contoh baik berupa tumbuhan utuh atau salah satu bagian saja dari gulma yang ditemukan sebagai bahan pembuatan herbarium untuk keperluan identifikasi. 2. Melakukan identifikasi dan studi pustaka untuk mengetahui jenis dan karakteristik gulma yang ditemukan. Identifikasi gulma dilakukan di Herbarium SEAMEO Biotrop, Bogor.
17 3. Melakukan pengelompokkan gulma invasif dengan cara penilaian (skoring) menurut Hiebert dan Stubbendieck (1993) dan dimodifikasi oleh Tjitrosoedirdjo (2010), yaitu dengan membuat dua puluh karakteristik gulma dengan nilai 0 – 5 poin pada setiap karakter dengan nilai maksimal 100 poin. Gulma dengan total skor lebih dari 50 poin perlu mendapat perhatian khusus. Nilai yang diperoleh dari setiap karakteristik kemudian diolah dengan uji multivariate cluster untuk melihat pengelompokkan dari gulma-gulma tersebut. 4. Pengumpulan data sekunder berupa peta lingkungan Kebun Raya Bogor, keadaan umum Kebun Raya Bogor, manajemen perawatan dan pengendalian gulma serta data lain yang menunjang.
Pengamatan .
Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap gulma-gulma invasif
yang ditemukan. Komponen pengamatannya antara lain: 1. Deskripsi spesies (nama, jenis, botani).
Pengamatan dilakukan secara
eksploratif terhadap spesies gulma invasif di KRB. Spesimen gulma diamati secara langsung karakter morfologinya, kemudian spesimen dibuat menjadi herbarium untuk keperluan identifikasi lebih lanjut. 2. Titik penyebaran. Gulma invasif yang ditemukan diplot ke dalam peta dasar KRB. Satu titik penyebaran dapat terdiri satu atau lebih individu dan dapat terjadi asosiasi antar spesies gulma. 3. Luas penutupan. Penutupan kanopi di duga dari diameter penutupan kanopi masing-masing spesies. Jika ada gulma yang saling menutupi, maka luas penutupan masing-masing ditentukan secara subjektif dengan memperkirakan luas penutupan masing-masing spesies. 4. Cara perbanyakan. Pengamatan organ perbanyakan dilakukan langsung pada spesimen gulma yang diambil. Apabila tidak ditemukan organ perbanyakan maka dicari dari literatur. 5. Pola penyebaran. Setelah dilakukan identifikasi kemudian ditentukan pola penutupan dan dilakukan perhitungan terhadap potensi kerugian yang ditimbulkan.
Potensi
18 kerugian dihitung dari perkiraan nilai rupiah jika gulma tidak dikendalikan atau jumlah biaya pengendalian serta kerugian material yang mungkin hilang.
Analisis 1. Penyebaran Penyebaran gulma diamati dari seluruh vak yang ada. Luas Data luas penutupan tiap spesies dan data titik penyebaran yang telah di plot kedalam peta dasar KRB diolah menggunakan program ARC view GIS 3.3 untuk menentukan luas penutupan kanopi total. 2. Invasif Pengelompokan gulma invasif berdasarkan kriteria dari Hiebert dan Stubbendieck (1993). Kriteria adalah pada Tabel 1. 3. Nisbah Jumlah Dominasi Nisbah jumlah dominasi gulma (NJD- Nilai Jumlah Dominasi) dihitung menurut Moenandir (1993) dengan persamaan:
Namun karena berat kering gulma relatif sulit diperoleh, maka NJD dimodifikasi menjadi: ; NJD dalam satuan persen (%) Frekuensi Relatif (FR) dihitung dengan rumus:
Frekuensi Mutlak yaitu keberadaan jenis gulma tertentu relatif terhadap total vak yaitu 192 vak. Misalnya, gulma A ditemukan pada 20 vak, maka Frekuensi Mutlaknya adalah:
Kerapatan Relatif (FR) dihitung dengan rumus:
Titik penyebaran dianggap sebagai potensi penyebaran gulma di KRB.
19 Tabel 1. Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif Kriteria 1. Luas areal populasi a. Kurang dari 0.5 ha b. 0.5 – 1 ha c. Lebih dari 1 ha 2. Tingkat kelimpahan populasi a. Tersebar b. Merata c. Luas dan padat 3. Tingkat dampak visual terhadap lanskap a. Tidak ada dampak visual b. Sedikit berdampak visual c. Dampak visual cukup besar d. Dampak visual sangat besar 4. Regenerasi vegetatif a. Tidak ada pertumbuhan setelah penyiangan b. Mampu tumbuh kembali dari akar atau umbi c. Beberapa bagian tanaman merupakan propagul yang layak 5. Kemampuan untuk menyelesaikan siklus reproduksi a. Tidak mampu melengkapi siklus reproduksi b. Mampu melengkapi siklus reproduksi 6. Cara reproduksi a. Vegetatif b. Biji c. Vegetatif dan biji 7. Reproduksi vegetatif a. Tidak memiliki reproduksi vegetatif b. Reproduksi vegetatif mempertahankan populasi c. Reproduksi vegetatif meningkatkan populasi d. Reproduksi vegetatif meningkatkan populasi dengan cepat 8. Frekuensi reproduksi seksual untuk tanaman dewasa a. Hampir tidak pernah b. Sekali dalam 5 tahun atau lebih c. Setiap tahun d. Sekali atau lebih dalam setahun 9. Jumlah biji pertanaman a. Sedikit (1- 10) b. Sedang (11-1000) c. Banyak (lebih dari 1000) 10. Media penyebaran biji a. Tidak mempunyai media penyebaran biji b. Hanya mempunyai satu media penyebaran biji c. Mampunyai satu atau lebih media penyebaran biji 11. Kemampuan peyebaran a. Berpotensi kecil untuk penyebaran jauh b. Berpotensi besar untuk penyebaran jauh
Skor 2 4 5 1 3 5 0 2 4 5 0 3 5 0 5 1 3 5 0 1 3 5 0 1 3 5 1 3 5 0 3 5 0 5
20 Tabel 1. (Lanjutan) Kriteria Pengelompokan Gulma Invasif Kriteria 12. Kelimpahan dan jarak propagul ke areal a. Tidak ada sumber propagul dalam areal b. Terdapat beberapa sumber propagul, tetapi tidak mudah menyebar c. Terdapat beberapa sumber propagul, dan mudah menyebar d. Terdapat banyak sumber propagul dalam areal 13. Kemampuan kompetitif a. Kurang kompetitif b. Cukup kompetitif c. Sangat kompetitif 14. Persyaratan perkecambahan a. Membutuhkan tanah terbuka dan pengolahan lahan b. Mampu berkecambah pada daerah ternaungi tetapi dalam kondisi khusus c. Mampu berkecambah pada daerah ternaungi dalam berbagai kondisi 15. Senyawa allelopati a. Tidak memiliki senyawa allelopati b. Memiliki senyawa allelopati cukup kuat c. Memiliki senyawa allelopati sangat kuat 16. Pengendalian biologis a. Pengendalian biologis dapat dilakukan b. Terdapat potensi untuk pengendalian biologis c. Pengendalian biologis tidak dapat dilakukan 17. Pembentukan naungan a. Pembentukan naungan berjalan lambat b. Pembentukan naungan cukup cepat c. Pembentukan naungan cepat dan lebat 18. Pengaruh pada areal a. Sedikit atau tidak memberi efek pada tanaman asli b. Menyerang dan mengubah tanaman asli c. Menyerang dan menggantikan tanaman asli 19. Dampak yang ditimbulkan di daerah lain a. Tidak diketahui menimbulkan dampak di daerah lain b. Menimbulkan dampak di daerah lain, tetapi berbeda iklim c. Sedikit berdampak di daerah lain dengan iklim yang sama d. Cukup berdampak di daerah lain dengan iklim yang sama e. Berdampak besar di daerah lain dengan iklim yang sama 20. Tingkat usaha yang dibutuhkan a. Dapat dikendalikan dengan sekali pengendalian manual / kimia b. Dapat dikendalikan dengan satu atau dua kali pengendalian manual / kimia c. Diperlukan pengendalian manual / kimia secara berulang kali
Skor 0 1 3 5 0 3 5 0 3 5 0 3 5 0 3 5 0 3 5 0 3 5 0 1 2 4 5 0 3 5
Data dianalisis dengan Minitab 14, dan dijadikan dalam bentuk dendogram. Dendogram
dibuat
dengan
metode
neighbour
joining
single
linkage.
21 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor Setelah dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung di lapang, maka dapat diketahui tingkat penyebaran gulma invasif yang ada di Kebun Raya Bogor dengan mendata setiap lokasi vak yang terserang oleh gulma tersebut yang tersaji dalam Tabel 2. Terdapat tujuh spesies gulma yang dipilih berdasarkan informasi yang diberikan oleh pihak KRB. Gulma-gulma tersebut sebelumnya sudah menjadi perhatian khusus di KRB dan sebelumnya telah dilakukan penelitian terhadap salah satu jenis gulma yaitu Cissus sicyoides Blume. Berdasarkan ploting dan pengamatan langsung di lapang kemudian dilakukan proses digitasi dengan software ARCview GIS 3.3 untuk menghitung banyaknya titik penyebaran dan luas penutupan masing-masing spesies gulma invasif yang ada di Kebun Raya Bogor (Gambar 5). Pada Tabel 2 dan Tabel 3 dapat dilihat bahwa tidak semua jenis gulma dengan tingkat penyebaran yang tinggi memiliki luas penutupan yang besar. Habitus gulma dan bentuk tajuk mempengaruhi luas penutupannya, seperti kasus gulma Mikania micrantha dan Cecropia adenopus. Lokasi dan titik penyebaran Cecropia adenopus lebih besar dibandingkan dengan Mikania micrantha, namun dalam satu titik penyebaran, luas penutupan Mikania micrantha jauh lebih besar. Mikania micrantha merupakan tanaman merambat yang memiliki kemampuan membentuk naungan yang cukup besar dalam waktu singkat. Pola penyebaran gulma invasif di Kebun Raya Bogor erat kaitannya dengan karakteristik botani gulma tersebut, terutama mekanisme perbanyakan dan cara penyebarannya. Gulma invasif yang mekanisme perbanyakannya secara vegetatif
menyebar tidak jauh dari tanaman induknya.
Organ perbanyakan
vegetatif pada umumnya tidak mampu menyebar jauh, kecuali ada bantuan dari manusia.
Namun demikian gulma dengan perbanyakan vegetatif cenderung
memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat, sehingga mampu mendominasi areal dan menyerang tanaman koleksi. Gulma invasif di Kebun Raya Bogor yang perbanyakannya secara vegetatif adalah Dioscorea bulbifera L., Cissus sicyoides
22 Blume., Mikania micrantha H.B.K. dan Cissus nodosa Blume. Pengamatan di lapang menunjukan gulma-gulma itu dijumpai menyebar secara kelompok. Tabel 2. Lokasi Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor Lokasi Penyebaran (vak)
∑ vak
Frekuensi Mutlak (%)
Dioscorea bulbifera L.
I.F , VI.C , XI.D , XII.A , XII.C, XII.E , XIII.J , XV.A , XV.B , XV.C , XV.D , XV.E , XV.F , XV.G , XV.J a.b , XVI.A , XVI.G , XVII.B , XVII.D , XVII.E , XVII.G , XVIII.A , XVIII.B , XVIII.D , XIX.A , XIX.B , XIX.D , XIX.F , XIX.G , XIX.H , XIX.I , XIX.K , XIX.M , XIX.N , XIX.Z , XX.B , XX.D , XX.E , XXIII , XXIV.A , XXIV.B , XXIV.C , XXV.A , XXV.B
44
22.91%
Ficus elastica Roxb.
I.K , I.L , II.C , III.E , III.J , III.K , IV.B , IV.C , IV.F , V.L , VI.B , VI.C , VIII.D , IX.D , XI.D , XII.A , XII.B , XII.C, XII.E , XV.I , XV.J a , XVI.F , XVIII.D , XIX.M , XXIV.A , XXIV.B , XXIV.C, XXV.A
28
14.58%
Cecropia adenopus Mart. ex Miq.
I.B , II.F , II.L , II.K , II.P , III.G , IV.A IV.B , IV.D , IV.H , V.L , VI.C , VII.E VIII.D , XI.A , XI.D , XII.C , XIII.J XVII.B , XIX.K , XIX.M , XXIII XXIV.A , XXIV.B , XXV.A , XXV.B
26
13.54%
Cissus sicyoides Blume.
II.F , II.L , II.O , II.P , III.G , III.L , IX.D , XII.B , XII.C , XII.E , XV.A , XV.B , XV.C , XV.F , XV.G , XV.I , XVI.A , XVI.F , XVII.E , XVIII.A , XVIII.D , XIX.G , XXIV.B , XXIV.C , XXV.A
25
13.02%
Cissus nodosa Blume.
II.F , II.P , IV.I , V.H , XII.A , XII.C , XII.E , XV.C , XV.K , XVII.D , XIX.A , XIX.C , XIX.M , XIX.N , XX.D , XXIII , XXIV.A , XXV.A
18
9.37%
Mikania micrantha H.B.K.
II.L , II.O , II.Q , IV.H , XI.A , XVII.B , XVII.D , XVII.E , XVIII.B , XVIII.D , XX.D , XXIV.A , XXV.A
13
6.77%
7
3.64%
Nama Spesies
Paraserianthes I.B , I.I , II.C , II.D , II.F , II.L , II.K falcataria Keterangan : Frekuensi Mutlak =
, , , ,
Gambar 5. Penyebaran Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor
23
24
Tabel 3. Jumlah Titik Penyebaran dan Luas Penutupan Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor No
Nama spesies
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Dioscorea bulbifera L. Ficus elastica Roxb. Cissus sicyoides Blume. Mikania micrantha H.B.K Cecropia adenopus Mart. ex Miq. Cissus nodosa Blume. Paraserianthes falcataria
Jumlah Titik Penyebaran 138 94 94 32 53 68 14
Luas Penutupan Total (m2) 5 641.0 2 585.0 2 154.0 1 642.5 1 457.5 873.1 385.0
Gulma invasif yang perbanyakannya melalui biji dan penyebarannya dibantu oleh angin atau hewan mampu menyebar lebih jauh dari tanaman induknya.
Ficus elastica Roxb., Cecropia adenopus Mart. ex Miq. dan
Paraserianthes falcataria merupakan jenis gulma invasif di Kebun Raya Bogor (KRB) yang dijumpai di lapang menyebar secara acak. Jenis gulma tersebut penyebaran bijinya dibantu oleh angin dan hewan. Pada periode tahun 2003 – 2004 terdapat 56 jenis burung dari 46 marga yang ada di Kebun Raya Bogor, dengan kelimpahan 10 – 50 individu tiap jenisnya (Tirtaningtyas, 2004). Burung – burung tersebut memanfaatkan pepohonan yang terdapat di KRB sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari. Salah satu pohon yang dimanfaatkan burung adalah Ficus sp. Berdasarkan hasil pengamatan Tirtaningtyas (2004) terhadap aktivitas burung di KRB, Ficus sp memiliki nilai fungsi jenis tumbuhan untuk aktivitas burung sebagai tempat makan sebesar 5.21%, sebagai tempat istirahat 5.88%, sebagai tempat gerak berpindah sebesar 5.21%, sebagai tempat bersosialisasi sebesar 4.54% dan tempat vocal sebesar 22.83%. Pohon albasia (Paraserianthes falcataria) memiliki nilai fungsi sebagai tempat bersosialisasi dan sebagai tempat vocal sebesar 4.54%. Kebun Raya Bogor juga merupakan tempat tinggal beberapa jenis kalong, salah satunya adalah Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus). Berdasarkan hasil inventarisasi Rukmana (2003) di Kebun Raya Bogor terdapat 13 pohon dari tujuh spesies yang dihuni oleh Kalong Kapauk. Salah satu pohon yang menjadi tempat tinggal jenis kalong ini adalah Ficus elastica.
Dari hasil pengamatan, Ficus
25 elastica dihuni oleh 269 ekor kalong pada pagi hari dan 284 ekor pada sore hari (Rukmana, 2003). Berdasarkan penelitian Tirtaningtyas (2004) dan Rukmana (2003), diduga burung dan kalong merupakan media penyebar propagul biji F.elastica dan P.falcataria yang kemungkinan termakan kemudian disebarkan melalui kotoran atau menempel pada tubuh kalong dan burung. Selain melalui media angin dan hewan, aktivitas pengunjung diduga memberikan peran dalam penyebaran beberapa jenis gulma yang ada di KRB. Pengunjung KRB (Tabel 4) dapat secara sengaja ataupun tidak sengaja membawa dan memindahkan propagul gulma dari satu tempat ketempat yang lain. Tabel 4. Jumlah Pengunjung Kebun Raya Bogor Berdasarkan Kewarganegaraan Wisatawan Total Asing Domestik 2003 16 183 1081 221 1 097 404 2004 13 913 928 425 942 338 2005 13 209 944 270 957 479 2006 12 408 896 905 909 313 2007 16 055 939 757 955 812 2009 17 538 779 510 797 048 2010 20 218 824 803 845 021 Sumber: Laporan Tahunan PKT Kebun Raya Bogor (2003- 2010) Tahun
Pada mulanya empat diantara tujuh spesies gulma tersebut adalah tanaman koleksi di Kebun Raya Bogor yaitu Dioscorea bulbifera L., Cissus sicyoides Blume., Cissus nodosa Blume. dan Paraserianthes falcataria. Keempat spesies gulma tersebut memiliki kemampuan perbanyakan diri yang cepat, sehingga lamakelamaan menyebar dan menyerang tanaman koleksi lain yang ada di KRB. Tiga jenis gulma lainnya tidak berasal dari KRB, seperti misalnya Mikania micrantha yang juga merupakan gulma umum di wilayah pertanian. Spesies Ficus elastica Roxb. dan Cecropia adenopus Mart. ex Miq yang saat ini masih belum diketahui asal mula penyebarannya di KRB. Dioscorea bulbifera L. Dioscorea bulbifera L merupakan spesies gulma dengan tingkat serangan paling tinggi (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 1). Jenis Dioscorea ini
26 merupakan jenis tanaman merambat dengan bentuk daun yang lebar. Spesies ini merupakan tanaman koleksi yang kemudian menyebar di sebagian wilayah KRB. D.bulbifera L menjadi masalah di Kebun Raya Bogor karena perbanyakan dan pertumbuhannya sangat cepat, mampu tumbuh baik dalam kondisi ternaungi atau dalam kondisi terbuka.
Selain sifat-sifat tersebut gulma D.bulbifera L juga
merugikan tanaman koleksi yang menjadi inangnya. Mekanisme serangan spesies ini awalnya melilit pada batang tanaman inangnya. Lama-kelamaan tumbuh semakin ke atas dan menutup seluruh tajuk (Gambar 6).
Berdasarkan
pengamatan, serangan D.bulbifera L pada Vak XX.B sudah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Apabila hal ini dibiarkan akan menyebabkan tanaman inang tidak mampu berfotosintesis dan pada akhirnya akan mati. Secara agronomi, Dioscorea merupakan tanaman pangan kelompok umbi-umbian. Hidajat (1993) menggolongkan D.bulbifera L sebagai sumber pangan. Umbi udara D.bulbifera L juga berperan sebagai organ perbanyakan.
Gambar 6. Serangan Dioscorea bulbifera L pada Vak XX.B Serangan paling parah dari jenis Dioscorea ini terdapat pada vak XI.D , XII.B , XII.C, XVII.G dan XX.B . Koleksi pada vak XI.D yang diserang antara lain famili Burseraceae, Meliaceae, Sapotaceae. Vak XII.B dan XII.C koleksi yang diserang antara lain famili Anacardiaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Caesalpiniaceae, Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Lecythidaceae, Magnoliaceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Papilionaceae, Rubiaceae, Sapindaceae, Saptaceae, Sterculiaceae, Ulmaceae, Urticaceae, Verbenaceae. Pada vak XVII.G famili yang diserang antara lain Celastraceae, Ebenaceae dan Rhamnaceae. Pada vak XX.B koleksi famili yang diserang adalah Annonaceae, Lauraceae, Proteaceae, Verbenaceae. Gulma D.bulbifera L lebih dominan pada sisi Tenggara
27 Wilayah KRB. Hal tersebut dikarenakan gulma ini merupakan tanaman koleksi yang berasal dari wilayah tersebut yaitu tepatnya berasal dari vak XV.B (Gambar 7).
D.bulbifera L.
Gambar 7. Peta Penyebaran D.bulbifera L. di Kebun Raya Bogor Mikania micrantha H.B.K Mikania micrantha H.B.K merupakan gulma yang umum menyerang areal pertanian (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 4). Gulma ini mendapat perhatian khusus pada perkebunan karet karena spesies ini mempunyai senyawa allelopati yang menekan pertumbuhan karet (Nasution, 1986). Mikania micrantha H.B.K merupakan tumbuhan herba yang merambat, sering dijumpai pada kondisi lahan yang sedikit terganggu. Di KRB gulma ini lebih sering ditemukan pada sisa batang pohon yang telah mati atau pada tumpukan serasah. Selain itu sering juga ditemukan pada daerah ruderal seperti tepi kolam, tepi sungai dan juga tumbuh
28 merambat di pagar-pagar. Meskipun biasa dijumpai pada areal ruderal, di beberapa vak serangan M. micrantha cukup parah bahkan hampir menutup tajuk sejumlah tanaman koleksi sehingga menghambat proses fotosintesis (Gambar 8). Gulma M. micrantha menyerang tanaman koleksi Agave vivivara yang terdapat di vak II.O. Pada beberapa titik penyebaran gulma ini juga ditemukan berasosiasi dengan gulma merambat lainnya dalam menyerang tanaman koleksi.
Gambar 8. Serangan Mikania micrantha H.B.K pada Vak II.O Gulma Mikania micrantha kurang mendapat perhatian dalam pengendalian gulma di KRB karena menyerang lebih banyak pada lingkungan ruderal dibandingkan di lingkungan koleksi. Kerugian yang lebih sering ditimbulkan Mikania micrantha adalah mengurangi keindahan lanskap di KRB. Namun demikian gulma ini berpotensi besar dapat menyerang tanaman inang secara luas karena Mikania micrantha mudah berkembang biak baik melalui biji maupun dari potongan batangnya. Pengendalian manual yang efektif adalah melalui pendongkelan dan harus diiringi dengan pengayapan dan penyingkiran dari permukaan tanah agar tidak tumbuh kembali (Nasution, 1986). Beberapa vak mengalami serangan Mikania micrantha yang cukup dominan pada bagian-bagian tertentu antara lain vak II.Q, II.O, XVII.B, XXIV.A, dan XXV.A (Gambar 9). Pada vak II.Q gulma ini menyebar dan mendominasi wilayah di tepi kolam II.Qc serta menyerang beberapa pohon palem yang berada di sekitar kolam. Pada vak II.O gulma ini mengelompok pada satu sisi yaitu sebelah selatan wilayah vak II.O. Beberapa jenis koleksi yang diserang antara lain tanaman Agave vivivara dan koleksi dari famili Cactaceae. Pada vak XVII.B gulma ini menutupi sebagian tajuk pada sejenis tanaman pagar, tumbuh pada sisa tanaman yang mati dan menyebar di sepanjang tepi sungai. Pada vak XXIV.A
29 gulma ini tumbuh pada sisa batang pohon yang mati, pada tumpukan serasah dan yang paling dominan tumbuh di sepanjang pagar KRB. Pada vak XXV.A gulma ini tumbuh mengelompok pada pagar yang berada di tepi aliran sungai.
M.micrantha H.B.K
Gambar 9. Peta Penyebaran M.micrantha H.B.K di Kebun Raya Bogor Cecropia adenopus Mart. ex Miq Cecropia adenopus Mart. ex Miq adalah tanaman pengganggu berhabitus pohon di KRB (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 11).
Gulma ini
merupakan tipe tumbuhan pioneer yang tumbuh secara acak baik pada lingkungan ruderal dan diantara tanaman koleksi yang ada di KRB.
Namun demikian
pertumbuhan gulma ini lebih baik pada lingkungan ruderal. Pada lingkungan ruderal gulma ini banyak dijumpai di pagar-pagar, tepi sungai dan beberapa di tepi jalan setapak. Pada beberapa vak gulma ini tumbuh diantara sela-sela batang utama pohon yang berukuran besar (Gambar 10) dan juga tumbuh diantara tanaman koleksi yang berhabitus semak. Kerugian yang ditimbulkan memberikan
30 dampak lebih besar pada aspek visual lingkungan ruderal dibanding kompetisinya dengan tanaman koleksi yang ada di KRB.Penyebaran gulma ini dapat dilihat pada Gambar 11. Penyebaran gulma ini merata hampir di semua bagian KRB.
(b) (a) Gambar 10. Serangan C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor (a) C. adenopus yang Telah Berumur Kurang Lebih 5 Tahun (b) C. adenopus Berumur Kurang dari 1 Tahun yang Menempel pada Pohon Bungur (Lagestroemia loudinii)
C.adenopus Mart. ex Miq
Gambar 11. Peta Penyebaran C.adenopus Mart. ex Miq di Kebun Raya Bogor
31 Ficus elastica Roxb Ficus elastica Roxb merupakan tanaman pengganggu di KRB dan termasuk dalam keluarga beringin (Moraceae) yang tumbuh epifit (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 5). Gulma ini memiliki sifat yang merugikan inangnya yaitu melilit batang tanaman inang sehingga terlihat seperti mencekik yang mengakibatkan laju respirasi terganggu. Gulma ini memiliki beberapa tahap mekanisme serangan pada tanaman inang. F. elastica Roxb muda awalnya hidup epifit diantara percabangan batang utama tanaman inangnya (Sastrapradja, 1984). Secara perlahan akar F. elastica Roxb muda mulai tumbuh menuju permukaan tanah. Akar-akar tersebut membelit batang utama tanaman inang hingga rapat dan mulai menutupi seluruh permukaan batang (Gambar 12). elastica Roxb
Pada tahap ini F.
tidak lagi tumbuh secara epifit, karena akar-akarnya mampu
mengambil nutrisi dari tanah. Selanjutnya, akar-akar yang membelit batang utama inangnya mulai menyatu kemudian menjadi satu kesatuan batang yang solid dan kokoh. Kanopi F. elastica Roxb dewasa mampu menutup tajuk tanaman inang, sehingga menghambat masuknya cahaya matahari. Pada akhirnya F. elastica Roxb akan mengakibatkan kematian pada tanaman inang.
Gambar 12. Serangan Ficus elastica Roxb pada Vak IV.F Penyebaran gulma ini merata di seluruh kawasan KRB.
Lokasi
penyebaran Ficus elastica Roxb di KRB hanya pada wilayah yang memiliki banyak koleksi pohon-pohon besar yang ditunjukkan pada Gambar 13. Gulma F. elastica Roxb memiliki kecenderungan terhadap tanaman yang akan dijadikan
32 inangnya diantaranya memilih pohon besar dengan tinggi lebih dari 10 m ,memiliki kulit kayu yang kasar dan mempunyai ruang diantara percabangan batang utamanya.
Sifat pohon yang demikian mendukung benih dari Ficus
elastica Roxb untuk berkecambah dan bertahan hidup. F. elastica Roxb sering dijumpai hidup secara soliter dalam setiap satu pohon yang dijadikan inangnya. Beberapa koleksi pohon yang diserang oleh gulma Ficus elastica Roxb diantaranya famili Anacardiaceae, Arecaceae, Burseraceae, Fabaceae, Lauraceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae, Protaceae, Sabiaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae.
F.elastica Roxb
Gambar 13. Peta Penyebaran F. elastica Roxb di Kebun Raya Bogor
33 Paraserianthes falcataria Paraserianthes falcataria atau yang lebih dikenal dengan Albasia, merupakan tanaman berhabitus pohon (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 3). Di KRB pohon besar ini merupakan koleksi di Vak II.C. Pohon ini menjadi gulma karena penyebaran bijinya yang banyak cukup mengganggu pada koleksi lain yang berada di sekitarnya. Gangguan yang ditimbulkan tumbuhan Albasia muncul diantara tanaman koleksi, apabila tajuk pohon semakin lebar dan mengurangi cahaya matahari bagi tanaman di bawahnya. Namun demikian hingga saat ini belum ada kerugian yang signifikan terhadap tanaman inang. Kerugian yang ditimbulkan lebih berdampak kepada penurunan kualitas visual lanskap pada beberapa vak di Kebun Raya Bogor. Penyebaran Albasia hanya mencakup wilayah vak yang berada tidak terlalu jauh dengan sumber inokulum. Penyebaran biji yang dibantu oleh angin menyebabkan tumbuhan ini menyebar acak. Kondisi di lapang menunjukan semakin dekat lokasi vak dengan sumber inokulum, maka semakin tinggi jumlah individu Albasia yang tumbuh. Lokasi vak yang cukup banyak mendapat gangguan dari spesies ini antara lain vak II.O dan vak II.D. Jenis koleksi yang terganggu pada umumnya berhabitus semak atau perdu (Gambar 14). Seperti misalnya pandan (Pandanaceae) dan Cycadanaceae.
Gambar 14. Serangan Paraserianthes falcataria pada Vak II.D Tingginya penyebaran Albasia ini diduga bukan dianggap tanaman pengganggu oleh pengelola KRB.
Kerugian yang ditimbulkan lebih kepada
dampak visual lanskap vak yang diserang. Gulma ini juga kurang mendapatkan perhatian dalam pengendalian gulma di KRB karena pertumbuhannya yang lambat dan penyebarannya tidak luas (Gambar 15) . Kayu Albasia memiliki nilai
34 ekonomi dan pada waktu-waktu tertentu pohon tersebut ditebang untuk diambil kayunya. Selain itu daun-daun Albasia yang berguguran diharapkan akan menyuburkan lahan.
P.falcataria
Gambar 15. Peta Penyebaran P.falcataria di Kebun Raya Bogor Cissus sicyoides Blume. dan Cissus nodosa Blume. Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume merupakan spesies berhabitus liana dari suku Vitaceae (Deskripsi spesies disajikan pada Lampiran 2 dan 12). Ciri khusus yang membedakan keduanya adalah pada Cissus sicyoides Blume memiliki daun sedikit lebih tebal, bergerigi dan batangnya memiliki lapisan lilin, sedangkan Cissus nodosa Blume memiliki warna daun yang lebih gelap, daun tidak bergerigi dan tidak memiliki lapisan lilin pada batangnya. Gulma Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume menjadi perhatian di KRB karena kedua jenis gulma ini sangat mudah berkembang biak. Gulma jenis
35 cissus mampu memperbanyak diri hanya melalui potongan kecil dari bagian batang atau akar hawanya. Sifat yang merugikan dari tanaman ini antara lain lebih menyukai tempat di bagian atas tajuk pohon, sehingga dapat menghambat masuknya sinar matahari dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis yang menyebabkan kematian pada tanaman inang (Agustin, 2005). Pola serangan C.sicyoides berbeda dengan serangan C.nodosa. C.sicyoides menyerang tanaman inang dengan menutup bagian atas tajuk tanaman, sedangkan
C.nodosa
menyerang dengan menggantung dari bagian atas tajuk hingga mecapai ke permukaan tanah (Gambar 16).
(a)
(b)
Gambar 16. Serangan Cissus spp di Kebun Raya Bogor (a) Serangan Cissus sicyoides Blume pada Vak II.O (b) Serangan Cissus nodosa Blume pada Vak II.F Berdasarkan Roemantyo dan Purwantoro (1990), kecenderungan Cissus sicyoides Blume. sebagai gulma pada pohon, tercatat telah merambati 38 suku, 97 genus, dan 117 jenis pohon di KRB. Suku Fabaceae merupakan yang paling banyak ditumbuhi oleh Cissus. Terdapat 15 jenis yang tergolong dalam 12 genus. Famili lain adalah Arecaceae (12 jenis, 9 genus), Apocynaceae (6 jenis, 6 genus), Dipterocarpaceae (8 jenis, 5 genus), Lauraceae (8 jenis, 5 genus) dan Verbenaceae (6 jenis, 5 genus). Selain bentuk pohon, Cissus juga menyerang koleksi perdu seperti bambu (Poaceae), Agavaceae, Pandanaceae dan koleksi tumbuhan merambat seperti Araceae. Bila dibandingkan dengan jumlah spesimen koleksi tanaman yang berbentuk pohon, sekitar 2.66% pohon koleksi telah dijalari oleh gulma Cissus sicyoides Blume. Cissus sicyoides Blume tidak hanya menjadi masalah di KRB saja. Berdasarkan database Seameo Biotrop tahun 2011 saat ini Cissus sicyoides Blume telah menjadi spesies invasif yang umum di Indonesia terutama di Jawa Barat, Bali dan Sulawesi (SEAMEO, 2011).
36 Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume adalah tanaman koleksi yang sebelumnya hanya berada di vak XVII.F dan XI.B. Penyebaran spesies ini cukup cepat, sehingga mendominasi pada beberapa vak di KRB, antara lain II.O (Taman Mexico), II.P, II.F, XVII.I, XX.B dan sebagian XXIV.B (Gambar 17 dan 18). Koleksi yang diserang pada vak II.O adalah jenis kaktus atau termasuk dalam famili Cactaceae. Beberapa koleksi yang terserang Cissus pada vak II.P diantaranya famili Acanthaceae, Caesalpiniaceae, Euphorbiaceae, Myrtaceae, dan Papilionaceae. Araceae
Pada vak II.F jenis koleksi yang diserang antara lain famili
dan Icacinaceae. Pada vak XVII.I menyerang koleksi Annonaceae,
Clusiaceae, Ebenaceae, Icacinaceae, Lauraceae, Lecthdaceae, Rutaceae dan Meliaceae. Pada vak XX.B menyerang sebagian pohon pinus dan tumbuh sepanjang pagar KRB. Pada vak XXIV.B menyerang jenis palem dan tumbuh sepanjang pagar pembatas vak XXIV.B dan XXIV.C.
C. sicyoides Blume
Gambar 17. Peta Penyebaran C. sicyoides di Kebun Raya Bogor
37
C. nodosa Blume
Gambar 18. Peta Penyebaran C. nodosa Blume di Kebun Raya Bogor Pengelompokan Gulma Invasif Pengelompokan gulma dilakukan dengan metode skoring (penilaian) yang dikembangkan oleh Hiebert dan Stubbendieck (1993), dan dimodifikasi oleh Tjitrosoedirdjo (2010).
Terdapat 20 kriteria penilaian untuk masing-masing
gulma dengan total nilai maksimal yang mungkin adalah 100 poin. Menurut Stubbendieck et al. (1992) spesies gulma yang memiliki poin lebih dari 50 dapat memberikan dampak signifikan yang mengganggu dan memerlukan pengendalian yang cermat. Pada Tabel 5 menunjukkan peringkat gulma invasif di KRB. Spesies gulma yang dianggap mengganggu dan memerlukan pengendalian yang cermat, secara berurutan dari peringkat pertama adalah Mikania micrantha H.B.K total
38 nilai 78 poin, Cissus sicyoides L total nilai 75 poin, Dioscorea bulbifera L total nilai 69 poin, Cissus nodosa L total nilai 67 poin, Ficus elastica Roxb total nilai 56 poin. Sedangkan spesies gulma yang dianggap tidak membahayakan biodiversitas di KRB adalah Paraserianthes falcataria total nilai 48 poin dan Cecropia adenopus total nilai 45 poin. Nilai masing-masing gulma kemudian diolah menggunakan program Minitab 14 untuk melihat pengelompokkan (Gambar 19). Tabel 5. Penilaian Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor Spesies C. D. C. F. Kriteria M. P. C. micrantha sicyoides bulbifera nodosa elastica falcataria adenopus H.B.K L. L. L. Roxb. 1 2
2 1
2 1
4 3
2 1
2 3
2 1
2 3
3 4 5 6 7 8 9 10 11
2 5 5 5 3 5 3 5 3
4 5 5 5 5 5 3 5 0
4 3 5 5 3 5 3 0 3
4 5 5 5 5 5 3 5 0
0 3 5 3 0 5 5 5 3
2 0 5 3 0 5 5 5 3
2 0 5 3 0 5 3 5 3
12 13 14 15 16 17 18 19
3 5 5 3 5 3 5 5
3 5 5 0 3 5 5 4
3 5 5 0 3 5 5 0
3 5 5 0 3 3 5 0
3 3 3 0 3 0 5 0
3 3 3 0 3 0 0 0
0 3 3 0 3 0 0 0
20 ∑
5
5
5
5
5
5
5
78
75
69
67
56
48
45
39
Hasil Analisis Pengelompokkan menggunakan Minitab 14 menunjukan tingkat kemiripan tujuh spesies gulma dan proses aglomerasi antar spesies gulma penting di KRB (Tabel 6). Secara umum, tingkat agresifitas gulma memiliki kesamaan yaitu sekitar 73%. Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria memiliki tingkat kemiripan tertinggi sebesar 94.2051%. Kedua spesies tersebut merupakan gulma yang memiliki nilai terkecil dan dianggap tidak berbahaya. Gulma dengan skor terbesar Mikania micrantha H.B.K memiliki tingkat kemiripan tertinggi dengan gulma Cissus sicyoides Blume dan Cissus nodosa Blume sebesar 82.2538%. Pada tingkat persamaan 80%, spesies invasif tergabung dalam tiga grup. Tabel 6. Analisis Pengelompokkan Minitab 14 dari Variabel: D. bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa L. dan P. falcataria Langkah 1
Tingkat Nomor Nomor Tingkat Kelompok Kelompok Kemiripan Kelompok Kelompok Jarak Tergabung Baru (%) Baru 6 94.2051 0.115897 5 7 5 2
2
5
91.7379
0.165242
2
3
2
2
3
4
86.3497
0.273006
4
5
4
3
4
3
82.2538
0.354925
2
6
2
3
5
2
76.6799
0.466402
1
2
1
4
6
1
73.1352
0.537297
1
4
1
7
Analisis
Pengelompokkan
kemudian
ditampilkan
dalam
bentuk
dendogram menggunakan program Minitab 14. Gambar 19 menunjukan bahwa ketujuh gulma tersebut mengelompok menjadi tiga grup. Grup 1 dengan garis merah memiliki satu anggota yaitu Dioscorea bulbifera L. Grup 2 dengan garis hijau memiliki tiga anggota yaitu Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume dan Mikania micrantha H.B.K. Grup 3 dengan garis biru memiliki tiga anggota yaitu Ficus elastica Roxb, Cecropia adenopus Mart. ex Miq dan Paraserianthes falcataria.
40
Gambar 19. Dendogram Pengelompokkan Tingkatan Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor Grup 1 dan 2 merupakan kelompok gulma dengan total nilai tinggi yaitu diatas 50 poin. Artinya kelompok gulma ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap kestabilan habitat di Kebun Raya Bogor. Terkait hal tersebut perlu adanya suatu metode yang tepat untuk pengendalian kelompok gulma tersebut. Anggota Grup 1 dan 2 merupakan golongan tumbuhan kayu pemanjat (woody climber). Menurut Herklots (1976) ada dua karakteristik penting yang dimiliki oleh tumbuhan pemanjat. Pertama, mempunyai kemampuan yang lebih cepat untuk tumbuh, dengan melihat bentuknya yang lemah dan tipis tapi sangat kuat. Kedua, mekanisme yang aman bagi pertumbuhannya untuk mencegah penyelipan pada tumbuhan lain. Menurut Putz dan Mooney (1991), tumbuhan kayu pemanjat dapat dibedakan menjadi empat jenis berdasarkan ekologi dan morfologinya antara lain, liana, vines, hemiepifit dan herbaceus epifit. Gulma Grup 1 dan Grup 2 termasuk jenis vines yaitu tumbuhan merambat yang memiliki batang yang lentur dan tipis. Umumnya tanaman pemanjat ini mulai tumbuh dari semaian bibit terestrial dan biasanya berkembang pada suatu tempat di tepi hutan. Melvinda (2005) menambahkan tumbuhan ini memerlukan banyak sinar matahari, hawa yang tidak terlalu lembab dan tidak ada gangguan angin yang cukup kencang untuk pertumbuhannya. Dengan mengikuti aturannya bahwa tumbuhan ini dikenal
41 sebagai tanaman herbaceus, meskipun sebagian termasuk dalam golongan subwoody. Terdapat empat tipe tanaman memanjat berdasarkan cara memanjatnya diantaranya twiners, stickers, clingers dan hookers (Menninger, 1970). Kelompok gulma Grup 1, Dioscorea bulbifera L termasuk kedalam tipe twiners yaitu pertumbuhan batangnya melilit pada batang tanaman inang dan tumbuh secara vertikal.
Pada spesies Dioscorea bulbifera L arah lilitanya adalah ke kiri.
Kelompok gulma pada Grup 2, Cissus sicyoides Blume, Cissus nodosa Blume dan Mikania micrantha H.B.K termasuk ke dalam tipe clingers yaitu tumbuh memanjat pada tanaman inangnya dengan menggunakan bantuan sulur atau akar hawanya. Berdasarkan pembagian jenis tanaman memanjat oleh Putz dan Mooney (1991), Ficus elastica Roxb sebenarnya dapat juga dimasukan ke dalam kelompok hemiepifit, namun kategori tumbuhan hemiepifit tidak terlalu jelas jenis pemanjatannya. Beberapa jenisnya ada yang mulai tumbuh sebagai epifit dan setiap jenisnya dapat berbeda, mungkin epifit atau bukan. Tumbuhan ini juga memiliki bagian seperti batang yang merambat dan sebenarnya bagian tersebut adalah akar.
Dominasi Gulma Perhitungan Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) dilakukan berdasarkan pengamatan visual (visual estimation) pada semua vak (petak) yang ada di KRB tanpa menggunakan petak contoh. Nilai penting diperoleh dengan menjumlahkan dua komponen yaitu Kerapatan Relatif dan Frekuensi Relatif. Kerapatan Relatif dihitung dari banyaknya titik penyebaran spesies gulma tertentu dibagi total titik penyebaran semua spesies. Titik penyebaran digunakan untuk menggantikan kerapatan nisbi pada perhitungan NJD yang baku. Hal tersebut dikarenakan pada beberapa titik penyebaran terdapat lebih dari satu jenis gulma yang berasosisasi. Titik penyebaran dianggap sebagai potensi sumber penyebaran gulma di KRB. Perhitungan Frekuensi Relatif diperoleh dari jumlah vak yang berisi spesies tertentu dibagi dengan jumlah seluruh vak yaitu 192. Hal ini karena pengamatan yang dilakukan tidak menggunakan petakan contoh.
42 Pada Tabel 7 ditunjukan bahwa spesies Dioscorea bulbifera L. yang termasuk ke dalam golongan tumbuhan pemanjat merupakan gulma paling dominan di KRB, dengan NJD sebesar 27.66%. Gulma dominan peringkat dua dan tiga merupakan golongan pohon berkayu, yaitu Ficus elastica Roxb. dengan NJD 18.23% dan Cissus sicyoides Blume. dengan NJD 17.30 %.
Selisih NJD
Dioscorea bulbifera L. terpaut cukup jauh apabila dibandingkan dengan gulma peringkat kedua dan ketiga.
Apabila dibandingkan dengan urutan peringkat
penilaian gulma pada tabel 4 spesies gulma dengan nilai diatas 50 poin, rata-rata memiliki NJD diatas 10%. Namun Mikania micrantha H.B.K yang menempati urutan pertama dengan nilai tertinggi yaitu 78 poin, pada perhitungan NJD berada pada urutan keenam dengan NJD sebesar 7.27%. Tabel 7. Nisbah Jumlah Dominasi (NJD) Gulma Invasif di Kebun Raya Bogor No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Spesies Gulma Dioscorea bulbifera L. Ficus elastica Roxb. Cissus sicyoides Blume. Cecropia adenopus Mart. ex Miq. Cissus nodosa Blume. Mikania micrantha H.B.K Paraserianthes falcataria Total
NJD (%) 27.66 18.23 17.30 13.45 12.48 7.27 3.59 100
Peringkat NJD tujuh spesies gulma di KRB tidak sama dengan peringkat penilaian gulma berdasarkan dua puluh kriteria Hiebert dan Stubbendieck (1993). NJD pada Tabel 6 dihitung menggunakan dua komponen data yaitu jumlah relatif dan frekuensi relatif.
Kedua komponen data ini diperoleh dari pengamatan
langsung keberadaan gulma yang terdapat di KRB.
Besarnya NJD menunjukan
eksistensi ketujuh spesies gulma yang menyebar di wilayah KRB.
Penilaian
gulma berdasarkan metode Hiebert dan Stubbendieck (1993) dihitung berdasarkan total poin yang diperoleh dari dua puluh karakteristik gulma.
Secara umum
karakteristik tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu diamati dari dampak langsung dan tak langsung terhadap lingkungan. Karakteristik yang diamati dari dampak langsung pada lingkungan diantaranya kelimpahan populasi, dampak
43 visual terhadap lanskap, kemampuan membentuk naungan dan sebagainya. Karakteristik yang diamati dari dampak tak langsung diantaranya tingkat usaha pengendalian yang dibutuhkan, dampak yang ditimbulkan di daerah lain, media penyebaran biji dan sebagainya. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan spesies gulma yang memiliki nilai NJD kecil, berpotensi untuk menjadi spesies invasif yang mengancam biodiversitas di KRB. Nilai NJD kecil dapat disebabkan gulma tersebut merupakan spesies baru yang sengaja diintroduksi atau menyebar secara alami ke lingkungan KRB.
Manajemen Gulma di Kebun Raya Bogor Unit kebersihan tanaman koleksi di KRB bertugas merawat tanaman koleksi dengan membersihkan gulma. Pembagian kerja unit kebersihan di Kebun Raya Bogor dibagi dalam 12 lingkungan. Pada setiap lingkungan terdapat 4 – 8 orang pekerja yang bertanggung jawab dalam lingkungan tersebut. Banyaknya pekerja pada setiap lingkungan tergantung pada luasan pada setiap lingkungan. Kondisi di lapang menunjukan jumlah tenaga kerja tersebut masih kurang dan perlu adanya tambahan tenaga kerja untuk pengendalian gulma. Kekurangan tenaga tersebut saat ini di atasi dengan melakukan sistem gorol, yaitu semua pekerja secara bersama-sama membersihkan satu lingkungan ke lingkungan berikutnya secara bergiliran. Pada tahun 2007 terjadi perubahan sistem pembagian kerja menjadi divisi khusus seperti penyapu, pembersih rumput, dan koleksi.
Setiap divisi
melaksanakan tugasnya masing-masing untuk seluruh wilayah KRB. Sistem ini dinilai kurang efektif, sehingga hanya berjalan selama satu tahun kemudian dirubah kembali seperti semula hingga saat ini. Selain dengan sistem gorol, pengendalian gulma juga dilakukan rutin setiap hari Jumat yaitu kerja bakti oleh seluruh karyawan KRB. Lokasi kerja bakti ditentukan dengan memilih vak yang mengalami serangan gulma cukup parah, informasi serangan gulma berdasarkan laporan dari penanggung jawab pada masing-masing vak. Pengendalian gulma juga dilakukan setiap satu tahun sekali pada bulan Agustus yaitu perlombaan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Hadiah diberikan
kepada karyawan yang berhasil mengumpulkan gulma paling banyak.
44 Pembersihan gulma dilakukan secara rutin 10 – 14 hari.
Penyiangan
dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mencegah persaingan antara tanaman dan gulma terhadap unsur hara dan air. Penyiangan antara tanaman dan gulma dilakukan secara manual meliputi pembersihan gulma dan tumbuhan penggangu lainnya serta pembuatan bokoran pada tanaman koleksi (Melvinda, 2005). Pengendalian gulma juga dilakukan di sepanjang jalan setapak yang ditumbuhi oleh rumput liar. Metode pengendalian tanaman pengganggu seperti jenis D. bulbifera L., F. elastica Roxb., C. sicyoides L., M. micrantha H.B.K., C. adenopus, C. nodosa L. dan P. falcataria masih dilakukan secara konvensional. Pengendalian gulma D. bulbifera L. dan jenis Cissus lebih mendapat perhatian khusus karena gulma ini termasuk yang paling sulit dikendalikan. D. bulbifera L. perlu digali umbinya dan buah yang jatuh di tanah harus diambil satu per satu, umbi dan buah dicacah kemudian dibakar. Pengendalian gulma M. micrantha H.B.K. dan jenis Cissus lebih diperhatikan untuk tidak meninggalkan sisa-sisa tanaman. Terutama untuk jenis Cissus yang mampu memperbanyak diri melalui akar nafasnya, perlu ekstra hati-hati. Hal tersebut karena bila secara tidak sengaja menjatuhkan bagian akar hawa ini diatas tanah maka akar tersebut akan menjadi individu baru. Tanaman penggangu yang berhabitus pohon seperti F. elastica Roxb., C. adenopus, P. falcataria dapat langsung ditebang. Pengendalian F. elastica Roxb. mungkin yang dirasa paling sulit dibandingkan C. adenopus dan P. falcataria. Ficus memiliki sifat epifit pada pohon-pohon yang cenderung tinggi, sehingga jika pekerja akan memotongan batang F. elastica Roxb. harus memanjat keatas pohon inangnya (Gambar 20). Kenyataan di lapang menunjukan permasalahan gulma di KRB masih belum bisa tertangani seluruhnya. Hal ini dikarenakan selain masalah jumlah tenaga kerja dan metode pengendalian juga disebabkan persepsi setiap pekerja terhadap gulma yang berbeda – beda. Kegiatan perawatan kebun yang dilakukan cenderung bersifat mempertahankan estetika yaitu dengan memberikan kesan vak yang bersih dan rapi. Tindakan tersebut dilakukan untuk menjaga kenyamanan dan memudahkan pengunjung mendapatkan akses ke semua tanaman koleksi yang ada di Kebun Raya Bogor.
45 Upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan melakukan penyempurnaan metode yang sudah ada.
Sistem pembagian wilayah KRB
menjadi 12 lingkungan dinilai relevan. Permasalahan ketersediaan tenaga kerja dapat diatasi dengan perekrutan tenaga honorer atau dengan menambah peralatan mekanis.
Metode pengendalian gulma dengan cara manual dan dipadukan
dengan metode kultur teknis dinilai paling tepat untuk diterapkan saat ini. Pengendalian manual memiliki keunggulan mudah dalam pelaksanaannya dan hasilnya cepat terlihat. Pengendalian gulma dengan kultur teknis dapat dilakukan dengan pembuatan bokoran pada tanaman koleksi, pemupukan tepat dosis, dan lain sebagainya. Upaya tersebut diharapkan akan menjadi sistem pengendalian gulma terpadu yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi.
Gambar 20. Kegiatan Pengendalian Gulma F. elastica Roxb. pada Vak II.C Pengendalian
gulma secara kimia tidak dilakukan untuk gulma yang
berada di dalam vak atau gulma yang bersifat epifit. Bahan kimia dikhawatirkan akan berpengaruh atau bersifat racun terhadap tanaman koleksi di Kebun Raya Bogor. Pengendalian kimia hanya dilakukan pada rumput liar yang berada di tepi jalan atau lokasi-lokasi yang cukup jauh dengan tanaman koleksi.
Harapan
mendatang dapat dilakukan pengendalian secara biologis untuk jenis-jenis gulma invasif yang ada mengingat pentingnya penerapan pengendalian gulma terpadu.
46 Manajemen Gulma Invasif Berkelanjutan Melihat kerugian dan ancaman bagi kelangsungan habitat yang ditimbulkan oleh gulma invasif di KRB, perlu dilakukan tindakan manajemen gulma invasif yang berkelanjutan demi menjaga kestabilan ekosistem KRB dan lingkungan di sekitarnya. Menurut Larson et al. (2011), terdapat tiga pilar penting dalam manajemen gulma invasif berkelanjutan yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut akan berpengaruh terhadap penyebab, dampak serta kontrol pada gulma invasif. Gambar 21 menunjukkan permasalahan pengendalian gulma di Kebun Raya Bogor. Sasaran yang ingin dicapai dari pertimbangan faktor lingkungan terhadap manajemen gulma invasif berkelanjutan adalah dapat mengetahui sejauh mana tahapan invasi yang telah terjadi. Pengetahuan tersebut berguna untuk tindakan pengendalian lebih lanjut. Hal tersebut karena sebagian gulma yang berbahaya di KRB, pada mulanya merupakan tanaman koleksi, namun berubah status menjadi gulma karena pertumbuhannya yang tidak terkendali.
Tidak
menutup kemungkinan keberadaan spesies gulma yang ada di KRB menjadi ancaman atau bahkan telah menyebar di lingkungan sekitar wilayah KRB.
Gambar 21. Bagan Permasalahan Pengendalian Gulma di Kebun Raya Bogor Selain berfungsi sebagai taman kota, KRB merupakan lokasi wisata yang ramai dikunjungi wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Hal ini
dikarenakan lokasi KRB yang berada di tengah Kota Bogor dan akses yang
47 mudah untuk menuju kesana (Kebun Raya Bogor pada Lampiran 14). Kegiatan pengunjung yang keluar masuk wilayah KRB serta tingginya aktivitas manusia di sekitar wilayah KRB diduga menjadi media penyebaran propagul gulma. Setiap hari, wilayah KRB yang bersebelahan dengan Pasar Bogor menjadi lokasi berjualan sayuran asal berbagai daerah. Tidak mustahil, propagul gulma yang berasal dari KRB dapat terangkut secara tidak langsung termasuk tersebar ke areal pembuangan sampah milik publik. Dengan demikian, peluang propagul gulma menyebar keluar wilayah KRB cukup besar. Lodge et al. (2006) menyatakan bahwa luasnya penyebaran dan masalah waktu sejak gulma tersebut mulai menjadi ancaman membuat eradikasi menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dilakukan. Hal yang dapat ditekankan adalah mencegah penyebaran dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh gulma tersebut. Tindakan
eradikasi
perlu
dilakukan
untuk
mengurangi
kemungkinan
terdegradasinya spesies asli karena eradikasi yang dilakukan mungkin juga bedampak kepada ekosistem. Dukungan sosial dari stakeholder merupakan hal yang sangat penting dalam manajemen gulma invasif berkelanjutan. Stakeholder – stakeholder yang terlibat dalam kasus ini antara lain pihak manajemen KRB, Dinas Pertamanan, Lembaga Peneliti dan Individu yang terlibat. Seluruh stakeholder diharapkan dapat saling berkoordinasi dengan baik dalam satu sistem yang berbasis ilmu pengetahuan (Moser et al., 2009). Pihak manajemen KRB memberikan informasi beserta data pendukung tentang jenis gulma yang menjadi ancaman kepada lembaga penelitian.
Lembaga penelitian yang terkait dapat melakukan riset
berdasarkan data dari pihak KRB. Hasil riset tersebut dapat dijadikan pedoman oleh pihak
yang terkait untuk melakukan tindakan pengendalian di wilayah
publik. Dinas terkait juga memberikan informasi yang sama kepada individu yang terkait untuk pengendalian lahan pribadi. Pada akhirnya, proses tersebut perlu melibatkan elemen masyarakat sehingga akan menghilangkan beragam persepsi tentang pengertian dan dampak dari gulma invasif (Callaham et al., 2006), serta turut membangun pemahaman ekologi dan apresiasi terhadap biodiversitas (Gobster, 2005).
48 Hingga saat ini belum ada data yang pasti tentang kerugian material di KRB yang disebabkan oleh gulma invasif.
Ada kemungkinan karena proses
degradasi tanaman inang akibat gulma invasif tersebut berlangsung lambat dan memerlukan proses bertahun-tahun sehingga pengaruh langsung pada kerugian koleksi tidak segera diketahui. Oleh karena itu, gulma invasif perlu dilihat dalam kerangka jangka panjang. Langkah pertama yang dapat diambil adalah dengan menghitung berapa biaya operasional yang dibutuhkan untuk pengendalian gulma dalam satu periode. Biaya operasional diantaranya upah tenaga kerja, biaya pengadaan peralatan dan mesin, kebutuhan bahan bakar, kebutuhan Round up Diasumsikan permasalahan gulma di KRB dapat teratasi dengan baik sehingga ada penghematan sebesar biaya operasional untuk pengendalian gulma. Satu hal yang pasti dalam manajemen gulma invasif berkelanjutan adalah harus mempertimbangan dari segi ekonomi. Pilihan yang paling efisien adalah dengan mempertimbangkan waktu dimana suatu spesies mulai menjadi ancaman bagi lingkungan.
Tentu saja
prediksi harus dilakukan dengan tepat waktu pada ambang ekonominya. Prediksi yang terlalu lama maka akan menimbulkan kerugian akibat serangan gulma yang sudah melewati ambang batas, tetapi apabila terlalu cepat maka merupakan pemborosan. Pertimbangan yang dapat diambil adalah melihat hubungan antara kepadatan populasi dan dampak ekonomi, sehingga manajer dapat membuat prioritas dan mengindari biaya pengendalian yang sia-sia (Yokomizo et al., 2009). Manajemen gulma invasif berkelanjutan merupakan program jangka panjang. Termasuk tindakan pemantauan untuk mencegah terjadi re-invasi yang artinya manajemen harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk pengendalian gulma yang sama. Tabel 8 menunjukan sensus kematian tanaman koleksi di KRB. Pada tahun 2011 jumlah tanaman yang mati sekitar 240 tanaman yang terdiri atas 58 famili. Sebagian besar kematian disebabkan oleh busuk, tumbang, cendawan dan faktor lain. Dari data tersebut terlihat bahwa proses kematian tidak secara spesifik diketahui. Tidak menutup kemungkinan bahwa kematian tersebut merupakan akumulasi dari dampak faktor agronomis seperti keberadaan gulma. Koleksi KRB nilainya sangat tinggi, oleh karena itu, perlu ada metode penghitungan kerugian
49 ekonomi sehingga dapat menjadi alasan ilmiah untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk pemeliharaan koleksi. Kesuksesan manajemen gulma invasif berkelanjutan tidak dilihat berdasarkan banyaknya jenis gulma invasif yang berhasil dikendaliakan atau luasan yang telah dikerjakan. Kesuksesan lebih dilihat apabila setiap stakeholder memiliki arti penting satu dengan yang lainnya. Program yang realistis dan dapat terlaksana merupakan alasan yang kuat bagi setiap stakeholder untuk terus memberikan dukungannya. Selain gulma daratan, terdapat juga gulma-gulma perairan. Walaupun saat ini tidak menjadi masalah serius di KRB, tetapi metode pengendalian yang dilakukan diduga dapat mempengaruhi eksistensi gulma tersebut di perairan sekitar KRB. Hal tersebut karena ada dua sungai yang mengalir melewati KRB. gulma tersebut adalah Limnocharis flava, Bacopa caroliniana, Pistia stratiotes, Sagittaria sagittifolia dan Oryza barthii (Deskripsi pada Lampiran 6, 7, 8, 9 dan 10). Dengan demikian upaya pengendalian gulma di KRB baik gulma spesifik maupun gulma umum perlu dilakukan secara terintegrasi. Hal tersebut untuk meminimalisasi penyebaran gulma di dalam KRB dan keluar KRB. mendukung hal tersebut, perlu dilakukan kegiatan yang lebih mendalam tentang keberadaan gulma di KRB terhadap kestabilan agroekologi di dalam maupun di luar KRB. Tabel 8. Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Penyebab Kematian Famili Busuk Tumbang Cendawan Kering Acrostichaceae Anacardiaceae Annonaceae √ Apocynaceae Araceae Araliaceae √ Arecaceae √ √ Aspidiaceae Aspleniaceae Asteraceae Bignoniaceae √ Sumber : Data Arsip Kebun Raya Bogor 2011
Lainlain √
√
√
√ √ √ √ √ √ √ √
50 Tabel 8. (Lanjutan) Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Penyebab Kematian Famili
Busuk
Tumbang Cendawan Kering
Blechnaceae Burseraceae Caesalpiniaceae √ √ Clusiaceae Combretaceae √ Connaraceae Cyatheaceae Davalliaceae Dennstaedtiaceae Dryopteridaceae Ebenaceae √ Euphorbiaceae √ Gentianaceae Lauraceae √ Loganiaceae √ Malpighiaceae Marattiaceae Menispermaceae Mimosaceae √ Monimiaceae √ Moraceae Myrtaceae √ Nymphaeaceae √ √ Ochnaceae Oleaceae √ Ophioglossaceae Papilionaceae √ √ Pittosporaceae √ Podocarpaceae √ Polygonaceae √ Polypodiaceae Rhamnaceae Rhizophoraceae √ Rubiaceae √ Rutaceae Sabiaceae Sumber : Data Arsip Kebun Raya Bogor 2011
√
Lainlain √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √
√
√ √ √ √
√ √
√ √ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √
51 Tabel 8. (Lanjutan) Sensus Kematian Tanaman di Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Penyebab Kematian Famili Busuk
Tumbang
Cendawan
Salvadoraceae Sapindaceae Schizaeaceae Selaginellaceae Sterculiaceae Taenitidaceae Thelypheridaceae Thymelaeaceae √ Vitaceae Woodsiaceae Sumber: Data Arsip Kebun Raya Bogor 2011
Kering
Lainlain √ √ √ √
√ √ √ √ √
52 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Terdapat tujuh spesies gulma invasif dari enam famili yang ditemukan di Kebun Raya Bogor. Urutan gulma invasif berdasarkan penilaian menurut kriteria
Hiebert
dan
Stubbendieck
(1993)
dan
dimodifikasi
oleh
Tjitrosoedirdjo (2010), adalah sebagai berikut, Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae), Cissus sicyoides L. (Vitaceae), Dioscorea bulbifera L. (Dioscoreaceae), Cissus nodosa L. (Vitaceae), Ficus elastica Roxb. (Moraceae), Paraserianthes falcataria (Fabaceae) dan Cecropia adenopus (cecropiaceae). Ketujuh spesies gulma tersebut tidak ada yang termasuk golongan rumput dan teki. Pengendalian gulma terpadu yang memadukan metode pengendalian manual dan kultur teknis dinilai paling tepat. 2. Pola penyebaran gulma dipengaruhi oleh karakter morfologi dan botani gulma. Gulma yang perbanyakannya melalui biji cenderung menyebar secara acak, sedangkan gulma yang perbanyakannya melalui vegetatif cenderung berkelompok. Penyebaran gulma invasif di KRB melalui media angin, hewan dan manusia (pengunjung). 3. Manajemen gulma di Kebun Raya Bogor masih dilakukan secara konvensional. Tindakan tersebut dikarenakan oleh persepsi terhadap gulma yang belum terintegratif dan estimasi kerugian ekonomi yang belum mantap menjadi faktor utama yang masih perlu ditingkatkan.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk gulma invasif yang berada di sekitar wilayah Kebun Raya Bogor untuk melihat sejauh mana korelasi dengan gulma yang ada di dalam Kebun Raya Bogor. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik pengendalian gulma secara biologis dan terpadu untuk mengatasi masalah gulma invasif di Kebun Raya Bogor.
53 3. Manajemen alokasi biaya untuk pengendalian gulma sebaiknya lebih disempurnakan atau dipisahkan tersendiri dari biaya perawatan.
54 DAFTAR PUSTAKA
Agustin, E. A. 2005. Pengendalian Gulma Cissus sicyoides dengan Menggunakan Beberapa Jenis Herbisida Sistemik. Skripsi. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Anderson, W. D. 1977. Weeds Science : Principle. West Publishing. New York. US. 598 hal. Baker, H.G. 1974. The evolution of weeds. Annual Review of Ecology and Systematic 5: 1-24. Backer,C.A and Bakhuizen R.C. 1965. Flora of Java. NVP Noor Dhoff. Groningen Netherlands. 641 p. Bimantoro, R. 1981. Uwi (Dioscorea SPP) bahan pangan non beras yang belum diolah. Buletin Kebun Raya Bogor vol.5 : 7-18. Booth, B. D., S. D. Murphy, and S.R. Radosevich. 2004. Invasive ecology of weeds in agricultural system, p.29-45 . In Inderjit (Ed.). Weeds Biology and Management. Kluwer Academic Publisher. Netherland. Callaham, M.A., G. Gonzalez, C.M. Hale, L. Haneghan, S.L. Lanchnic, X.M. Zou. 2006. Policy and management responses to earthworm invasions in North America. Biological Invasion. 8:1317-1329. Campbell, S. 2005. A global perspective on forest invasive species: the problem, causes, and consequences, p.9-10. In Mckenzie, P., Brown, C., Su, J., Wu, J. (Eds.). The Unwelcome Guests. FAO. Bangkok. Gobster, P.H. 2005. Invasive species as ecological threat: is restoration an alternative to fear-based resource management. Ecological Restoration. 23: 261-270. Herklots, G. 1976. Flowering Tropical Climber. Dawson Science History Publication. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Yayasan Sarana Wana Jaga. Jakarta. Hidajat, E. 1993. Dioscorea bulbifera L. sumber karbohidrat. Warta Kebun Raya 1 (3) : 15 -20. Hiebert, R.D. and J. Stubbendiek. 1993. Handbook for Ranking Exotic Plants for Management and Control. Natural Resource Report NPS/NRMWRO/NRR-93/08. U.S Departmen of Inferior National Park Service. Denver Colorado.
55
Kleiber, M. 1968. Weeds. Victor C.N Blight. Australia. 484 hal. Larson. D.L, L.P. Mao, G. Quiram, L. Sharpe, R. Stark, S. Sugita, A.Weiler. 2011. A framework for sustainable invasive species management: environmental, social, and economic objective. Journal of Environmental Management 92: 14-22. Lemmens, R.H.M.J and Bunyapraphatsara N. 2003. PROSEA: Plant Resourse of South East Asia 12 (Medical and Poisonous Plant vol.3). Prosea Foundation. Bogor. 664 hal. LIPI. 2009. Kebun Raya Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. LIPI. 2010. Laporan Tahunan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Tahun 2010. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Lodge, D.M, S. Williams, H.J. Maclsaac, K.R. Hayes, B. Leung, S. Reichard, R.N. Mack, P.B. Moyle, M. Smith, D.A. Andow, J.T. Carlton, A. McMichael . 2006. Biological invasion: recommendations for U.S policy and management. Ecological Applications 16: 2035-2054. Mashhadi, H. R., and S.R. Radosevich. 2004. Invasive plants, p. 1-28. In Inderjit (Ed.). Weeds Biology and Management. Kluwer Academic Publisher. Netherland. Mehta, S.V., R.G. Haight, F.R. Homans, S. Polasky, and R.C. Venette. 2007. Optimal detection and ontrol strategies for invasive species management. Ecological Economic 61: 237-245. Melvinda, L. 2005. Inventarisasi dan Karakterisasi tumbuhan Kayu Pemanjat (Woody Climber) Sebagai Tanaman Konservasi Ex-Situ di Kebun Raya Bogor. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP. Universitas Pakuan. Bogor. Menninger, E. 1970. Flowering Vines of the World. Heartside Press Incorporated. New York. 410 hal. Moenandir, J. 1993. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Press. Jakarta. 122 hal. Moser, W.K., E.L. Barnard, R.F. Billings, S.J. Crocker, M.E. Dix, A.N. Gray, G.G. Ice, M.S. Kim, R. Reid, S.U. Rodman, W.H. McWilliams. 2009. Impact of nonnative invasive species on US forest and recommendations for policy and management. Journal of Forestry 107: 320-327.
56 Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. P4TM. Tanjung Morawa. 269 hal. Primack, R.B. 1998. Biologi Konservasi (diterjemahkan dari : A Primer of Conservation Biology, penerjemah : Supriatna, J., Indrawan, M., Kramadibrata, P.). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Purwono, B. 2002. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The Nature Conservacy. Jakarta. Putz, F.E and H.A. Mooney. 1991. The Biology of Vines. Cambridge University Press. New York. Radosevich, S.R., J.S. Holt and C.M. Ghersa. 2007. Ecology of Weeds and Invasive Plants : Relationship to Agriculture and Natural Resource management. Third Edition. John Wiley and Sons, Inc. New Jersey. 454 hal. Reichard, S. 2001. The search for patterns that enable prediction of invasion. In R.H. Groves, F.D. Panetta, and J.G. Virtue (Eds.). Weeds Risk Assessment. CSIRO. Australia. Rejmanek, M. 1995. What makes a species invasive?, p3-13. In Pysek, P., Prach, K., Rejmanek, M. (Eds.). Plant Invasion General Aspect and Specific Problems. SPB Academic Publishing. Amsterdam. Roemantyo dan R.S. Purwantoro. 1990. Potensi Cissus sicyoides sebagai Gulma Pohon Studi Kasus KRB. Prosiding Konferensi X HIGI. Malang. Hal 16 25. Rukmana, W.I. 2003. Studi Populasi Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus, Linnaeus 1758) di Kebun Raya Bogor. Skripsi. Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Universitas Nusa Bangsa Bogor. Bogor. Sastrapradja, S. dan J.J. Afriastini. 1984. Kerabat Beringin. Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Bogor. 118 hal. Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 216 hal. SEAMEO. 2011. Invasive Alien Species. http://www.biotrop.org/database.php. [09 Agustus 2011]. Steenis, C.G.G.J. 1978. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. 495 hal.
57 Stubbendieck, J., C.H. Butterfield, and T.R. Flessner. 1992. An Assesment of Exotic Plant Species at Pipestone National Monument and Wilson’s Creek National Battlefield. U.S. Department of the Inferior National Park Service. Colorado. Subarna, A. 2002. Sekilas tentang Kebun Raya Bogor. DOKINFO dan Perpustakaan Sub bagian Jasa dan Informasi. KRB-LIPI. Bogor. Sukman, Hj. Y, and Yakub. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raya Grafindo Persada. Jakarta. 159 hal. Tirtaningtyas, F.N. 2004. Dinamika Keberadaan dan Penggunaan Habitat oleh Burung di Kebun Raya Bogor. Skripsi. Fakultas Biologi. Universitas Nasional Jakarta. Jakarta. Tjitrosemito, S. 2004. The concept of invasive alien species. Regional Training Course on Integrated Management of Invasive Alien Plant Species. BIOTROP. Bogor. 16 hal. Tjitrosoedirdjo, S. 2010. Konsep gulma dan tumbuhan invasif. Jurnal Gulma dan Tumbuhan Invasif Tropika I no.2 : 89-100. Weber, E. 2003. Invasive Plant Species of the World. A Reference Guide to Environtmental Weeds. CAB International Publishing. 548 hal. Yokomizo, H., H.P. Possingham, M.B. Thomas, Y.M. Buckley. 2009. Managing the impact of invasive species: the value of knowing the density-impact curve. Ecological Application. 19: 376-386.
58
LAMPIRAN
59 Lampiran 1. Deskripsi Dioscorea bulbifera L. Famili
: Dioscoreaceae (gadung gadungan)
Nama Lokal Indonesia : Huwi buah, Huwi upas, Huwi blicik, Huwi artapel, Jejubug basu, Jejubug endog, Huwi gandul. Malaysia : Ubi atas , Ubi singapura Inggris
: Air potato, Air yam
China
: Huang yao zi
Distribusi Berasal dari Asia kemudian tersebar luas ke daerah Tropika Asia, Afrika dan Amerika dengan pusat penyebaran adalah Indonesia, Malaysia dan Afrika. Di Indonesia banyak ditemukan di Pulau Jawa dengan ketinggian hingga 800 mdpl (Bimantoro, 1981). Habitat liarnya di hutan, di batas-batas hutan atau ditanam di kebun-kebun penduduk. Botani Merupakan tanaman merambat, panjangnya mencapai 3-20 m. Batangnya melilit pada pohon maupun semak. Berbentuk bulat, halus, tidak bercabang, diameternya 0.5 – 0.7 cm. Daunnya tunggal, berbulu, bersusun berseling pada batang, bentuknya bulat, pada bagian pangkal daun terdapat lekukan dan menebal, sedangkan ujung daunnya meruncing, sehingga helaian daun ini tampak berbentuk jantung atau hati.
Permukaan bagian atas daun berwarna hijau gelap dan
mengkilat, permukaan bagian bawah daun lebih terang, terdiri atas 7 – 13 tulang daun. Besar daun 8 cm x 6 cm sampai 40 cm x 30 cm. Bunga beraturan selalu berkelamin satu dan berumah dua. Muncul pada bulan Mei – Agustus. Perbungaannya dalam bentuk tandan tumbuh pada ketiak
60 daun terdiri atas 2 – 6 bunga atau kadang-kadang bergabung dalam bentuk pseudo terminal recemes. Panjang perbungaan jantan 2 – 12 cm, memiliki enam benang sari yang fertile atau berkurang tiga menjadi staminodia. Panjang perbungaan betina 12 – 35 cm, bakal buah tenggelam, beruang tiga, bakal biji dua buah per ruang (Steenis,1978). Bunga tidak bertangkai, kecil dan sering gugur. Umumnya bunga Dioscorea berwarna hijau atau kehijauan. Berbuah sepanjang tahun. Buah berbentuk bulat panjang, bagian sisinya sejajar dan di kedua ujungnya membulat atau berbentuk kapsul. Bila telah masak warnanya coklat, tetapi di bagian tengahnya tebal. Bagian yang tebal ini adalah biji yang sebenarnya dan yang di bagian sisinya merupakan sayap yang berfungsi untuk memudahkan penyebaran. Penyebarannya dapat dibantu oleh air. Tanaman ini membentuk umbi akar yang merupakan dasar batang yang mengalami modifikasi, menggembung sebagai persediaan makanan dan air. Umbi ini biasanya berpasangan, yang besar berpasangan dengan yang kecil. Bentuknya bulat atau berbentuk kepingan seperti kipas angin, berbulu atatu berakar kasar. Kulitnya berwarna coklat kemerah-merahan, sedangkan daging umbi berwarna putih kekuning-kuningan. Pada tanaman dewasa hampir di setiap ketiak daunnya tumbuh umbi (Umbi atas/bulbil) yang bentuknya bulat atau berbentuk seperti kentang, tidak bertangkal, warna kulitnya abu-abu hingga abu-abu kecoklatan, halus dan agak pecah-pecah sangat kecil, bagian dalamnya berwarna hijau, hijau kekuningan. Bulbil memiliki ukuran panjang 4 – 15 cm, lebar 4 – 13 cm dan tebal 4 – 7.5 cm. Sebenarnya umbi ini adalah tunas cabang yang dorman. Pertumbuhannya cepat pada kondisi terbuka dan sedikit ternaungi. Tumbuhan ini mampu memperbanyak diri melalui biji, umbi dan stek batang. Perbanyakan melalui umbi akar terjadi ketika umbi berada pada kondisi udara yang kering dan telah mengalami masa dorman.
Tunas baru akan muncul pada
bagian atas umbi atau berdekatan dengan bekas batang yang dulu. Proses perbanyakan melalui biji prosesnya cukup panjang hingga membentuk umbi yang utuh. Pertumbuhan pertama akan sangat lambat dan hanya memiliki beberapa daun. Akar pertama muncul tapi tebalnya tidak memadai. Akar-akar yang baru akan tumbuh dari batang. Batang kemudian akan membesar dan mulai membentuk umbi. Setelah beberapa lama, batang, daun dan akar akan
61 mati, hingga tersisisa umbi kecil saja. Setelah melewati masa dorman umbi ini mulai tumbuh, dengan batang yang lebih besar. Proses ini berulang sampai tiga tahun lamanya hingga membentuk umbi penuh. Perbanyakan juga dapat terjadi melalui bulbil. Seandainya pangkal batang tumbuhan ini dipotong, maka pada potongan batang atas akan tetap membentuk bulbil, terutama dalam kondisi ternaungi. Menurut Hidajat (1993), berdasarkan pengalaman yang diamati pada tumbuhan liar Dioscorea bulbifera L. yang merambat pada tiang listrik di dalam Kebun Raya Bogor, ternyata sisa batang yang masih melilit pada tiang listrik tersebut tampaknya masih tetap segar sampai lebih dari satu minggu, kemudian mulai muncul bulbil pada ketiak daun sebesar kelereng berwarna ungu kehitaman. Setelah satu minggu daun berangsur-angsur layu dan gugur, begitupun batangnya menjadi kering, tetapi batangnya tetap menempel pada batang tersebut.
Bulbil yang dihasilkan cukup banyak dan
umumnya sangat peka terhadap sentuhan sehingga mudah terjatuh ke tanah. Bulbil yang jatuh ke tanah biasanya tersebar oleh aliran air hujan atau dibawa oleh pengunjung.
62 Lampiran 2. Deskripsi Cissus sicyoides L. Famili : Vitaceae Nama Lokal Sisus, Areuy hariang Distribusi Berasal
dari
daearah
Afrika
tropika. Pertama kali ditemukan di Bogor kemudian menyebar ke Bali dan Sulawesi (Heyne, 1987). Botani Merupakan tumbuhan terna memanjat, panjangnya 5 – 15 m, hampir selalu tumbuh di tempat dengan kelembapan yang cukup tinggi. Batang dilapisi lilin tipis, hampir selalu bulat silindris, rapuh, jika dibengkokan mudah patah dan menimbulkan suara.
Alat pembelit berhadapan atau dekat daun, panjang.
Kedudukan daun berseling, bertangkai , yang terbawah kerapkali melekuk, bentuk bulat telur memanjang dengan ujung meruncing panjang, pangkal berbentuk jantung dan bergerigi. Bunga dalam anak payung cukup kecil, berhadapan dengan daun, anak payung bertangkai pendek, bercabang 2 – 3 kali, berkelamin 2, dan kelopaknya berbentuk cawan.
Buah buni berbentuk bola buah pir, bila tua
berwarna merah atau hitam (Backer dan Bakhuizen , 1965). Cissus sicyoides L. memiliki akar hawa yang pada umumnya berwarna merah kehijauan, menggantung dalam jumlah yang cukup banyak. Akar hawa ini biasanya tumbuh pada cabang-cabang yang letaknya di bagian atas. Tumbuhan ini mampu bertahan hidup dengan akar hawanya saja meski batang utamanya dipotong. Tumbuhan sisus banyak ditemukan pada tempat-tempat yang suhunya berkisar antara 22.5 0C – 26.5 0C dan kelembapan relatifnya 80 % – 85 % (Roemantyo dan Purwantoro, 1990).
63 Lampiran 3. Deskripsi Paraserianthes falcataria Famili : Fabaceae Nama Lokal Indonesia
: Sengon, Jeunjing (Sunda), Sika (Maluku)
Inggris
: Batai
Distribusi
: Menyebar di seluruh jawa, Maluku dan Irian Jaya.
Botani Pohon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai , jarang, selalu hijau.
Daun berwarna hijau pupus,
tersusun majemuk menyirip ganda panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8 – 15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15 – 25 helai daun, dengan anak daun yang kecil dan mudah rontok. Bunga tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0.5 – 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, tidak bersekat-sekat dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil, waktu muda berwarna hijau dan berubah menjasi kuning sampai coklat saat tua. Tekstur biji berlilin dan agak keras. Penyerbukan dibantu oleh angin dan serangga.
64 Lampiran 4. Deskripsi Mikania micrantha H.B.K. Famili : Asteraceae Nama Lokal : Mikania, Sembung rambat (Jawa), Areuy kapituheur (Sunda).
Distribusi Tanaman ini berasal dari Amerika, kemudian diintroduksi dari Paraguay pada tahun 1949 ke Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1965 digunakan sebagai penutup tanah dan hingga saat ini menyebar ke seluruh Indonesia. Di Papua dapat ditemukan di Merauke, Timika, Nabire dan Sorong. Mikania micrantha telah menggantikan spesies Mikania cordata yang merupakan tumbuhan asli Indonesia (Weber, 2003). Botani Tumbuh
menjalar
dengan
panjang
3
–
6
m.
Batangnya
membelit/memanjat berwarna hijau muda adakalanya bercorak ungu, bentuknya bersegi atau bertulang membujur berambut halus. Pada buku-bukunya terdapat dua helai daun berhadapan, tunas baru dan perbungaan. Antara pertautan kedua tangkai daun terdapat anggota badan (appendage) yang tidak berambut. Bukubuku yang berada di permukaan tanah mengeluarkan akar. Daun yang berada di ujung batang ukurannya lebih kecil. Helai daun berbentuk hati atau bulat telur segi tiga, pangkalnya bersegi tumpul, permukaan tak berambut. Panjang daun 3 – 8 cm dan lebar 1.5 – 6 cm. Tangkai daun berambut halus yang panjangnya 1 – 6 cm. Perbungaan tumbuh dari ketiak daun dan ujung batang/cabang, perbungaan bercabang-cabang, tiap cabang dengan banyak kepala bunga yang tersusun berbentuk malai rata yang longgar. Daun tajuk berwarna putih berbentuk tabung panjangnya 2.5 – 3 mm berlekuk lima, kepala sari hitam keabu-abuan, putik berwarna putih, bulu tambahan atau papus banyak, panjangnya 2.5 mm, mulamula berwarna putih kemudian menjadi kemerahan.
Buah berwarna coklat
65 kehitaman, panjang 2 mm mempunyai banyak papus kemerah-merahan panjangnya kurang lebih 2.5 mm (Nasution, 1986). Lazim ditemukan di semak-semak, tepi hutan, hutan sekunder yang masih muda, di tepi jalan dan tepi sungai.
Tumbuh pada tanah lembab atau agak kering
di areal terbuka atau sedikit ternaungi. Dapat ditemukan pada ketinggian 0 – 2000 mdpl. Tumbuh dominan membentuk jalinan berlapis, adakalanya membelit dan memanjat pohon lain sehingga menutupi tajuk pohon yang dipanjatnya. Pertumbuhannya akan semakin cepat pada lahan terganggu seperti lahan bekas terbakar.
Buah dan bunganya muncul sepanjang tahun.
Penyebaran bijinya
dibantu oleh media angin. Perbanyakan utama secara vegetatif melalui potongan batangnya dengan tingkat perkecambahan lebih dari 95%. Tingkat perkecambahan melalui biji hanya 60% (Nasution, 1986).
66 Lampiran 5. Deskripsi Ficus elastica Roxb. Famili : Moraceae Nama Lokal Indonesia : Karet kebo, karet hutan, kadjai (Sumatera) Inggris
: Assam rubber, Indian rubbertree
Melayu
: Rambong
Filipina
: Balete
Distribusi Tumbuh pada ketinggian 0 – 500 m di daerah tropis dan subtropis. Botani Pohon dengan tinggi 8 – 40 m. Dalam keadaan liar mula-mula hidupnya epiphytis, berkecambah pada pohon lain, banyak akar udara yang menuju ke tanah, yang nantinya masing-masing menjadi batang, kemudian tumbuh bersatu menjadi satu batang yang besar.
Bagian yang muda merah, gundul, daun
penumpu tunggal, bentuk lanset, dari luar merah atau kuning, mengkerut dari dalam keputih-putihan dengan panjang 2.5 – 16 cm. Tulang daun samping halus dan sangat rapat berurutan. Daun tersebar bertangkai cukup panjang, seperti kulit, memanjang atau elliptis, kerapkali dengan pangkal tumpul dan ujung meruncing, tepi rata, dari atas hijau tua dan mengkilat, dari bawah lebih muda dan buram, berbintik-bintik transparan yang rapat, gundul dengan ukuran panjang 8 – 38 cm dan lebar 4 – 20 cm.
Buah Ficus
kerapkali duduk berpasangan, pada
permulaannya tertutup dengan seludang, kuning kehijauan, 1 – 1.5 cm panjangnya. Bunga gal (bunga serangga), bunga jantan dan betina dalam satu bunga periuk tersebar pada seluruh permukaan (Steenis, 1978). Ficus memiliki simbiosis mutualisme dengan tawon ficus, suatu kerjasama yang sangat erat hubungannya, sehingga kelanjutan dari hidup tumbuhan Ficus tergantung dengan adanya tawon ficus begitu pula sebaliknya (Steenis, 1978). Tawon ficus menyimpan telur-telurnya pada bunga gal. Bunga gal sebenarnya
67 adalah bunga betina mandul yang tampak seperti gelembung yang berleher pendek.
Pada saat tawon ficus menyimpan telur-telurnya inilah terjadi
penyerbukan dari serbuk sari yang menempel di tubuh tawon ficus menuju kepala putik. Penyebaran biji Ficus elastica Roxb dibantu oleh angin. Ficus elastica Roxb tumbuh menumpang dengan pertumbuhan batang yang membelit batang pohon inangnya. Pada tingkat pertumbuhan berikutnya, akar F.elastica Roxb akan tumbuh mengitari batang inang ini, yang kemudian saling
bertemu
sehingga
membentuk
rajutan
batang
F.elastica
Roxb.
Pertumbuhan batang akan terus menutupi keseluruhan batang pohon inangnya. Tajuk pohon inang juga akan tertutup oleh tajuk F.elastica Roxb, tentu saja lama-kelamaan pohon inang pun mati (Sastrapradja, 1984).
68 Lampiran 6. Deskripsi Limnocharis flava (L.) Buchanan Famili
: Limnocharitaceae
Nama Lokal : Slada sawah kuning, genjer, centongan Distribusi
: Berasal dari Amerika tropis kemudian menyebar ke Asia Tenggara
Lokasi: Vak II.Qc, II Qe dan II Qd Botani Termasuk tumbuhan air yang tegak, tingginya bisa mencapai 1 meter. Memiliki daun tunggal dengan tangkai berbentuk segitiga tebal, di dalam tangkai ini berongga dan bergetah putih, panjang tangkai 10-50 cm.
Bentuk daun
membulat sampai menjantung seperti anak panah, tulang daun secara paralel dari pangkal ke ujung daun, warna daun hijau agak kekuningan, kasap dan agak tebal. Perbungaan memayung, muncul dari tengah, tangkai 10-50 cm, bunga mengelompok di ujung tangkai 5-15 kuntum, kelopak berwarna hijau, mahkota putih dan benagsari berwarna kuning. Masa berbunga sepanjang tahun. Buah majemuk berbentuk elips dengan diameter 1-2 cm. Perbanyakan menggunakan biji dan anakan. Habitat genjer tumbuh ditempat-tempat basah seperti kolam dan sawah, pada ketinggian sampai 1300 m dpl. Kondisi di Kebun Raya Bogor Genjer memiliki pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cukup cepat. Awalnya genjer merupakan tanaman air koleksi di kolam vak II Qc, namun saat ini genjer telah berkembangbiak dengan cepat, bahkan genjer ini mulai menginvasi kolam lain di dekatnya. Tanaman ini memiliki potensi invasi yang paling besar dibanding spesies lainnya. Jumlah populasi terbanyak pada vak II Qc. Pada vak II Qe dan II Qd populasi genjer berupa individu-individu dewasa yang menyebar, namun belum membentuk koloni yang besar tetapi telah memiliki jumlah anakan yang banyak disekitar tanaman dewasa. Rencana pengendalian oleh manajemen Kebun Raya Bogor akan dilakukan pada akhir tahun 2011 yang dibarengi dengan renovasi kolam.
69 Lampiran 7. Deskripsi Bacopa caroliniana Robinson Famili
: Scrophulariaceae
Nama Lokal : Bakopa Lokasi
: Vak II Qe
Distribusi
: Kawasan pantai Amerika Utara bagian tengah dan selatan.
Botani Tumbuhan bergerombol mengapung di permukaan air, seolah-olah membentuk sebuah pulau.
Habitatnya adalah di rawa-rawa atau kolam.
Tumbuhan air kecil ini berbatang bulat coklat dan berdaging dihiasi oleh bulubulu halus, panjang batang 24-60 cm. Daun tak bertangkai, berseling berhadapan mulai dari permukaan hingga ke ujung batang, berbentuk elips dengan panjang 12 cm dan lebar 0.5-1 cm.
Terdapat rambut halus pada permukaan bawah.
Perbungaan muncul di ketiak daun, terutama pada daun, terutama pada daun bagian atas. Bunga dengan tiga kelopak hijau dan lima mahkota berwarna violet, tedapat empat tangkai sari dengan kepala sari yang berlurik violet dan kandung telur berwarna kuning. Perbanyakannya berupa split koloni. Masa berbunga pada bulan Februari – Maret. Kondisi di Kebun Raya Bogor Pada mulanya tanaman koleksi. Petumbuhan cepat. Mekoloni, menutup hampir sepertiga bagian kolam vak II Qe. Tanaman yang mudah beradaptasi/ tahan/kuat, mampu hidup di darat juga. Pada waktu kolam dibersihkan, tanaman ini dibuang ke tepi kolam, namun masih bisa bertahan hidup. Lama-kelamaan bisa menutup seluruh kolam. Rencana perawatan/ pengendalian oleh manajemen Kebun Raya Bogor akan dilakukan pada akhir tahun 2011 yang dibarengi dengan renovasi kolam.
70 Lampiran 8. Deskripsi Pistia stratiotes L. : Araceae
Famili
Nama Lokal : Kapu-kapu, Kiambang Distribusi
: Tumbuh di daerah tropik dan subtropik.
Lokasi
: Vak II Qa
Botani Merupakan tumbuhan air tawar. Biasanya ditemukan
mengapung pada
kolam-kolam ikan ataupun pada air yang mengalir secara perlahan. Terkadang dapat menjadi gulma pada lahan persawahan. Tumbuhan air mengapung yang secara sepintas mirip seperti lobak ini sebenarnya masih satu keluarga dengan talas-talasan. Batangnya sangat pendek. Daun tersusun indah berbentuk roset atau seperti susunan bunga ros, berbulu lembut dan empuk pada kedua permukaan daunnya, berwarna hijau muda. Panjang daun sekitar 15 cm atau bahkan bisa lebih apabila mendapat media yang subur. Perbungaannya tunggal dan sangat kecil. Bunga ini tumbuh ditengah-tengah susunan mahkota daun dengan panjang sekitar 1 cm. Seperti halnya keluarga talas-talasan maka bunga Pistia inipun terdiri dari dua bagian yaitu seludang dan tongkol. Seludang berwarna hijau muda kekuningan sampai agak keputihan. Pada bagian luar seludang berbulu halus dan lembut pada bagian dalamnya tidak berbulu. Pada pertengahan seludang akan berlekuk dan menyempit. Sementara tongkol lebih pendek dari pada seludang dan sebagian dari tongkol menyatu dengan seludang. Buahnya berwarna hijau dan berbunga sepanjang tahun. Tanaman ini berkembangbiak melalui rimpang. Konsisi di Kebun Raya Bogor Sebenarnya bukan tanaman koleksi di Kebun Raya, namun dicoba untuk djadikan tanaman koleksi. Perbanyakannya cepat dan penyebarannya luas karena tanaman ini mudah terbawa oleh arus air, tersebar dalam koloni dan individuindividu pada kolam vak II Qa.
71 Lampiran 9. Deskripsi Sagittaria sagittifolia L. subsp. Leucopetala (Miq.) Hartog Famili
: Alismataceae
Nama Lokal : Bia-bia, eceng Lokasi
: Vak II Qc
Distribusi
: Berasal dari Brazil kemudian menyebar ke Eropa dan Asia bagian utara.
Botani Batang bawah membengkak dan mengeluarkan perakaran yang merayap serta menghasilkan umbi yang membulat. Daun keluar dari tangkai yang bersudut tiga dan bervariasi panjangnya. Daun terdiri tegak di atas air, berbentuk seperti anak panah dan licin sedangkan daun yang masih terendam air berbentuk memita. Tangkai bunga muncul langsung dari bagian akar dan membentuk beberapa lingkar cabang perbungaan, terdapat tiga kuntum tiap cabangnya, mahkota bunga berwarna putih dengan noktah ungu pada bagian dasar. Perbanyakan dilakukan dengan rimpang dan anakan dengan masa berbunga sepanjang tahun. Kondisi di Kebun Raya Bogor Pada mulanya merupakan tanaman koleksi. Populasinya semakin banyak, berupa koloni yang semakin menyebar menutup hampir seperempat bagian kolam vak II Qc. Pada saat air kolam menurun/ agak surut pertumbuhan lebih cepat. Tumbuh di tepian kolam dengan genangan air tidak terlalu tinggi.
72 Lampiran 10. Deskripsi Oryza barthii A. Chev. Famili
: Poaceae
Distribusi
: Banyak dijumpai di kawasan Afrika
Lokasi
: Vak II Qd dan Vak II Qe
Botani Tumbuhan ini umumnya berada di areal persawahan. Berumpun, tegak, tingginya lebih dari 1.8 m karena sebagian tanamannya tertanam di lumpur. Seludangnya
sedikit
kasar,
ligulanya
sedang,
helaian
daunnya
rata,
memita/menggaris, panjangnya 40-65 cm, lebar 2 – 3 cm, ujungnya meruncing. Tangkai perbungaannya tegak, mendukung spikelet yang akan menjadi bulir. Spikelet panjangnya 8 - 12 mm, jangutnya sangat panjang, lemma bagian luar panjangnya 3 mm, lemma fertile bergranula, kasar dengan bristile seperti rambutrambut, peleanya serupa. Bulirnya melonjong , berwarna kuning emas dengan masa berbunga bulan Maret – Juni. Kondisi di Kebun Raya Bogor Merupakan tanaman koleksi di Vak II Qd. Namun telah menyebar ke Vak II Qe. Sifatnya tidak merugikan bagi tanaman lain. Pertumbuhannya lambat dan tumbuh secara berkoloni.
73 Lampiran 11. Deskripsi Cecropia adenopus Mart. ex Miq. Famili
: Cecropiaceae
Nama Lokal
: Pohon Daun Payung, Pumpwood (Inggris)
Distribusi Berasal ditemukan
dari
Amerika
sepanjang
Selatan,
Mexico Selatan
sampai Colombia, kemudian menyebar hampir di semua wilayah Jawa Barat.
Botani Tumbuhan berumah dua berhabitus pohon ini mempunyai tinggi 15 – 20m. Batangnya memiliki rongga pada setiap ruasnya. Daun tersusun berselang dan mengelompok pada ujung batang. Daun tipe menjari dengan 7 – 10 ruas tiap daun, memiliki diameter 30 – 50 cm. Bunga jantan memiliki dua stamen, posisi bunga betina berada diatas bunga jantan. Buahnya berukuran kecil memiliki satu biji di dalamnya. Biji berukuran 2mm memiliki endosperm dan kotiledon pipih. Tumbuhan ini memiliki umur 20 tahun, mulai memproduksi bunga dan buah setelah berusia 3 – 6 tahun. Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun, dengan pembungaan dibantu oleh angin. Penyebaran biji dibantu oleh angin dan hewan terutama oleh kelelawar dan burung. Tumbuhan ini merupakan tipe tumbuhan pioneer, yang biasa ditemukan di tepi hutan, tepi jalan dan selokan. Di Jawa Barat tumbuhan ini hidup pada ketinggian 0 – 1600 m dpl (Lemmens and Bunyapraphastsara, 2003).
74 Lampiran 12. Deskripsi Cissus nodosa Blume. Famili
: Vitaceae
Nama lokal
: Ki barera lalakona (sunda), Galing ijo, Paliran (jawa), Grape Ivy, Javanese Treebine
Distribusi
: Tersebar di seluruh pulau Jawa pada ketinggian antara 200 – 500 mdpl.
Botani Perdu memanjat panjangnya 5 sampai 10 m. Daun berbentuk bulat telur memanjang, semakin meruncing pada ujung dan membulat pada bagian pangkal. Panjang daun 6 - 18 cm dan lebar 2.5 – 7 cm. Kuncup bunga berbentuk segitiga elips. Mahkota bunga berwarna merah keunguan dan berwarna hijau pada bagian ujungnya, tebal dengan panjang 4 mm. Buah menyerupai Cerry dengan diameter 20 – 25 mm, berwarna merah gelap dan rasanya asam. Batangnya berwarna merah dan memiliki akar hawa. Perbanyakan melalui biji dan organ vegetatif terutama batang dan akar hawa (Backer and Bakhuizen, 1965).
75 Lampiran 13. Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Nama
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
Merrillia caloxylon Swingle.
Rutaceae
XXIV.A.
180
1/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Pteris flabellata Thunb.
Acrostichaceae
XIX.C.II.
53
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Pteris flabellata Thunb.
Acrostichaceae
XIX.C.II.
54a
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Dryopteris syrmatica (Willd.) Kuntze
Dryopteridaceae
XIX.C.II.
55
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Microlepia sp.
Dennstaedtiaceae
XIX.C.I.
70a
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Selaginella willdenovii (Desv. ex Poir.) Baker
Selaginellaceae
XIX.C.II.
9
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Asplenium nidus L.
Aspleniaceae
XIX.C.II.
15
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Cyathea batjanensis (H. Christ) Copel.
Cyatheaceae
XIX.C.II.
25
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Pteris longipinnula Wall.
Acrostichaceae
XIX.C.II.
47
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Asplenium belangeri (Bory) Kuntze
Aspleniaceae
XIX.C.I.
53
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Helminthostachys zeylanica (L.) Hook.
Ophioglossaceae
XIX.C.I.
20
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Asplenium longissimum Blume
Aspleniaceae
XIX.C.I.
31
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Pteris ensiformis Burm. f.
Acrostichaceae
XIX.C.I.
36
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Pteris semipinnata L.
Acrostichaceae
XIX.C.I.
44
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Pteris semipinnata L.
Acrostichaceae
XIX.C.I.
44
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Asplenium longissimum Blume
Aspleniaceae
XIX.C.I.
45
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Helminthostachys zeylanica (L.) Hook.
Ophioglossaceae
XIX.C.I.
46
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Helminthostachys zeylanica (L.) Hook.
Ophioglossaceae
XIX.C.I.
47-47a
2/8/2011
Hasil Inspeksi
2
Didymochlaena lunulata Desv.
Aspidiaceae
XIX.C.I.
52a
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium pallidum Blume
Woodsiaceae
XIX.C.III.
12
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Tectaria vasta (Blume) Copel.
Aspidiaceae
XIX.C.III.
26
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium bantamense Blume
Woodsiaceae
XIX.C.III.
40
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Pteris ensiformis Burm. f.
Acrostichaceae
XIX.C.III.
94
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Asplenium nidus L.
Aspleniaceae
XIX.C.III.
124
2/8/2011
Hasil Inspeksi
Diplazium pallidum Blume
Woodsiaceae
XIX.C.III.
143
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1 1
75
76 Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Nama
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
Tectaria vasta (Blume) Copel.
Aspidiaceae
XIX.C.III.
144
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Tectaria sp.
Aspidiaceae
XIX.C.III.
151
2/8/2011
Hasil Inspeksi
1
Eugenia uniflora L.
Myrtaceae
XV.J.B.XIX.
4a
2/25/2011
Akar Busuk
1
Trigonostemon laevigatus Mull. Arg.
Euphorbiaceae
XV.J.B.XIX.
10
10/11/2010
Leher Batang Busuk
1
Tecoma stans (L.) Juss. ex H.B. & K.
Bignoniaceae
XI.H.
51
10/12/2010
Akar Busuk
1
Verschaffeltia splendida H.A. Wendl.
Arecaceae
X.D.
128
11/10/2010
Batang Busuk
1
Phaleria capitata Jack var. grandis Valeton
Thymelaeaceae
XI.B.VI.
57
11/11/2010
Batang,Akar Busuk
1
Phaleria capitata Jack var. fruticosa Valeton
Thymelaeaceae
XI.B.VII.
216
11/11/2010
Batang,Akar Busuk
1
Ligustrum sp.
Oleaceae
IV.A.
211b
11/11/2010
Cendawan
1
Cyrtostachys sp.
Arecaceae
XIV.A.
159
11/15/2010
Cendawan
1
Fagraea racemosa Jack ex Wall.
Loganiaceae
X.G.
126
11/23/2010
Busuk
1
Heritiera sp.
Sterculiaceae
IX.D.
234
11/15/2010
Kering
1
Cinnamomum sp.
Lauraceae
XX.B.
164a
11/23/2010
Kering
1
Nymphaea lotus L.
Nymphaeaceae
II.Q.C.
1
8/14/2010
Busuk
1
Nymphaea lotus L. var. rubra
Nymphaeaceae
II.Q.C.
44
8/14/2010
Kering
1
Nymphaea lotus L. var. rubra
Nymphaeaceae
II.Q.C.
41
11/19/2010
Habis Dimakan Ikan
1
Nymphaea lotus L.
Nymphaeaceae
II.Q.C.
61
8/14/2010
Umbi Busuk
1
Nymphaea lotus L.
Nymphaeaceae
II.Q.C.
66
8/14/2010
Umbi Kering
1
Nymphaea lotus L.
Nymphaeaceae
II.Q.C.
11/24/2010
Habis Dimakan Ikan
1
Nymphoides indica (L.) Kuntze
Gentianaceae
II.Q.A.
68 135-135a135b
9/30/2010
Kering dan Hilang
3
Nymphaea lotus L.
Nymphaeaceae
II.Q.A.
143
11/2/2010
Busuk Umbi
1
Nymphaea lotus L.
Nymphaeaceae
II.Q.B.
59
11/2/2010
Busuk Umbi
1
Nymphaea sp.
Nymphaeaceae
II.Q.A.
150
6/2/2010
Kering
1
Nymphaea sp.
Nymphaeaceae
II.Q.A.
151
6/2/2010
Kering
Nymphaea lotus L. var. rubra
Nymphaeaceae
II.Q.A.
139
7/31/2010
Umbi Busuk
1 1
76
77 Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Nama
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
Polyalthia celebica Miq.
Annonaceae
X.G.
117a
3/14/2011
Tumbang
1
Nymphoides indica (L.) Kuntze
Gentianaceae
II.Q.A.
140
1/12/2010
Hilang Hanyut
1
Pittosporum moluccanum (Lam.) Miq.
Pittosporaceae
XI.B.XV.
229-229a
3/14/2011
Tumbang
2
Terminalia citrina (Gaertn.) Roxb. ex Flem.
Combretaceae
XI.B.XII.
27
3/14/2011
Tumbang
1
Calamus sp.
Arecaceae
XIX.C.VIII.
73
3/10/2011
Hasil Inspeksi
1
Selliguea sp.
Polypodiaceae
XIX.C.VIII.
79
3/10/2011
Hasil Inspeksi
1
Sphaerostephanos polycarpus (Blume) Copel.
Thelypteridaceae
XIX.C.VIII.
80
3/10/2011
Hasil Inspeksi
1
Dryopteris sp.
Aspidiaceae
XIX.C.VIII.
83
3/10/2011
Hasil Inspeksi
1
Asplenium sp.
Aspleniaceae
XIX.C.VIII.
89
3/10/2011
Hasil Inspeksi
1
Thelypteridaceae
Thelypteridaceae
XIX.C.VIII.
90
3/10/2011
Hasil Inspeksi
1
Pteris pellucida Presl
Acrostichaceae
XIX.C.VIII.
93
3/10/2011
Hasil Inspeksi
1
Cyathea squamulata (Blume) Copel.
Cyatheaceae
XIX.C.VIII.
99
3/10/2011
Hasil Inspeksi
1
Lygodium circinnatum (Burm. f.) Sw.
Schizaeaceae
XIX.C.V.
3
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Marattia fraxinus Sm. (cf.)
Marattiaceae
XIX.C.V.
24d
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Angiopteris evecta (G. Forst.) Hoffm.
Marattiaceae
XIX.C.V.
30
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Angiopteris evecta (G. Forst.) Hoffm.
Marattiaceae
XIX.C.V.
31
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Angiopteris evecta (G. Forst.) Hoffm.
Marattiaceae
XIX.C.V.
32
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Tectaria melanocaula (Blume) Copel.
Aspidiaceae
XIX.C.V.
37
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Angiopteris evecta (G. Forst.) Hoffm.
Marattiaceae
XIX.C.IV.
5a
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Blechnum orientale L.
Blechnaceae
XIX.C.IV.
21-21a
3/28/2011
Hasil Inspeksi
2
Pronephrium nitidum Holttum
Thelypteridaceae
XIX.C.IV.
18
4/28/2011
Hasil Inspeksi
1
Tectaria sp.
Aspidiaceae
XIX.C.IV.
23
3/28/2011
Hasil Inspeksi
1
Cyathea sp.
Cyatheaceae
XIX.C.IV.
25
3/28/2011
Hasil Inspeksi
1
Pteris sp.
Acrostichaceae
XIX.C.IV.
27
3/28/2011
Hasil Inspeksi
Didymochlaena truncatula (Sw.) J. Sm.
Aspidiaceae
XIX.C.XII.
13
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1 1
77
78 Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Nama
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
Nephrolepis sp.
Davalliaceae
XIX.C.XII.
88a
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Marattia sp.
Marattiaceae
XIX.C.XII.
17
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Angiopteris sp.
Marattiaceae
XIX.C.XII.
74
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Coniogramma serrulata Fee
Taenitidaceae
XIX.C.XII.
106
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium sp.
Woodsiaceae
XIX.C.XII.
107
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium accedens Blume
Woodsiaceae
XIX.C.XII.
111
3/23/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium spiniferum
Woodsiaceae
XIX.C.XII.
113
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium silvaticum (Bory) Sw.
Woodsiaceae
XIX.C.XII.
119
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium accedens Blume
Woodsiaceae
XIX.C.XII.
122
3/23/2011
Hasil Inspeksi
1
Blechnum sp.
Blechnaceae
XIX.C.XII.
124
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium cf. accedens Blume
Woodsiaceae
XIX.C.XII.
126
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium xiphophyllum (Baker) C. Chr.
Woodsiaceae
XIX.C.XII.
130
4/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Asplenium nidus L.
Aspleniaceae
XIX.C.XI.
13
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Lygodium circinnatum (Burm. f.) Sw.
Schizaeaceae
XIX.C.XI.
65
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Lygodium salicifolium Presl
Schizaeaceae
XIX.C.XI.
148
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Blechnum orientale L.
Blechnaceae
XIX.C.XI.
159
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Pronephrium sp.
Thelypteridaceae
XIX.C.XI.
171a
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Amorphophallus titanum (Becc.) Becc.
Araceae
XIX.C.XI.
173
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Amorphophallus titanum (Becc.) Becc.
Araceae
XIX.C.XI.
174
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Polypodiaceae
Polypodiaceae
XIX.C.XI.
190
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Coniogramma sp.
Taenitidaceae
XIX.C.XI.
192
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Microsorium punctatum (L.) Copel.
Polypodiaceae
XIX.C.XI.
194
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Diplazium accedens Blume
Woodsiaceae
XIX.C.XI.
195
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Stenochlaena palustris (Burm. f.) Bedd.
Blechnaceae
XIX.C.XI.
196a
5/2/2011
Hasil Inspeksi
1
Hamelia patens
Rubiaceae
V.E.
161a-161b
1/20/2011
Kering,Busuk Akar
2
78
79 Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati KebunRaya Bogor Tahun 2011 Nama Acoelorrhaphe wrightii (Griseb. & H.A. Wendl.) H.A. Wendl. ex Bec
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
Arecaceae
V.J.
11a]
2/10/2011
Kering
1
Podocarpus sp.
Podocarpaceae
V.F.
139
12/20/2011
Busuk Akar
1
Diospyros cauliflora Blume
Ebenaceae
IV.D.
127
1/2/2011
Busuk Akar
1
Aiphanes aculeata Willd. Garcinia dulcis Kurz
Arecaceae
XIV.A.
107a
2/17/2011
Busuk
1
Clusiaceae
VI.C.
373
2/9/2011
Rigidoporus
1
Canarium sp.
Burseraceae
VI.B.
165a
2/9/2011
Rigidoporus
1
Enterolobium cyclocarpum (Jacq.) Griseb.
Mimosaceae
I.C.
79-79a
3/14/2011
Tumbang Keropos
2
Gleditsia assamica Bor
Caesalpiniaceae
I.C.
113
3/14/2011
Tumbang
1
Parkia timoriana (DC.) Merr.
Mimosaceae
I.C.
146
2/14/2011
Batang Atas Patah
1
Triplaris americana L.
Polygonaceae
X.G.
97
3/14/2011
Batang Atas Patah
1
Parsonsia cumingiana A. DC. Strophanthus caudatus (Burm. f.) Kurz var. undulata Franch.
Apocynaceae
XVII.A.
2a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Apocynaceae
XVII.A.
16
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Chonemorpha fragrans (Moon) Alston
Apocynaceae
XVII.A.
27a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Anodendron rubescens Teijsm. & Binn. Odontadenia macrantha (Roem. & Schult.) Markgraf
Apocynaceae
XVII.A.
44
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Apocynaceae
XVII.A.
51a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Anodendron paniculatum DC.
Apocynaceae
XVII.A.
52a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Beaumontia jerdoniana Wight.
Apocynaceae
XVII.A.
63-63a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Beaumontia multiflora Teijsm. & Binn.
Apocynaceae
XVII.A.
67a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Beaumontia multiflora Teijsm. & Binn.
Apocynaceae
XVII.A.
68-68a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Prestonia quinquangularis (Jacq.) Spreng.
Apocynaceae
XVII.A.
69a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Chilocarpus sp.
Apocynaceae
XVII.A.
75
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Alyxia alata Markgr.
Apocynaceae
XVII.A.
78a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
Prestonia quinquangularis (Jacq.) Spreng.
Apocynaceae
XVII.A.
114
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1 1
79
80 Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Nama
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
Leuconotis eugenifolius A. DC.
Apocynaceae
XVII.A.
158-158a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Wrightia glabra (L.) Kuntz
Apocynaceae
XVII.A.
132a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Alyxia sp.
Apocynaceae
XVII.A.
154-154a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Apocynaceae
Apocynaceae
XVII.A.
155a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Willughbeia integer Pohl
Apocynaceae
XVII.A.
160a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Alyxia reinwardtii Blume
Apocynaceae
XVII.A.
168
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Leuconotis eugenifolius A. DC.
Apocynaceae
XVII.A.
167
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Chonemorpha fragrans (Moon) Alston
Apocynaceae
XVII.A.
26-26a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Parameria laevigata (Juss.) Moldenke
Apocynaceae
XVII.A.
39-39a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Beaumontia grandiflora (Roxb.) Wall.
Apocynaceae
XVII.A.
61-61a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Ichnocarpus ovatifolius A. DC.
Apocynaceae
XVII.A.
79a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Melodinus lancifolius Ridl.
Apocynaceae
XVII.A.
80-80a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Chilocarpus suaveolens Blume
Apocynaceae
XVII.A.
98a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Azima sarmentosa (Blume) Benth. & Hook.
Salvadoraceae
XVII.A.
103
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Prestonia quinquangularis (Jacq.) Spreng.
Apocynaceae
XVII.A.
115a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Chonemorpha fragrans (Moon) Alston
Apocynaceae
XVII.A.
122
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Apocynaceae
Apocynaceae
XVII.A.
136-136a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Ichnocarpus ovatifolius A. DC.
Apocynaceae
XVII.A.
137
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Parsonsia cumingiana A. DC.
Apocynaceae
XVII.A.
139-139a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Strophanthus preussii Engl. & Pax ex Pax
Apocynaceae
XVII.A.
140a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Willughbeia coriacea Wall.
Apocynaceae
XVII.A.
145
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Strophanthus divaricatus (Lour.) Hook. & Arn.
Apocynaceae
XVII.A.
147-147a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Bischofia javanica Blume
Euphorbiaceae
XVII.A.
149
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Streblus sp.
Moraceae
XVII.A.
152
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Alyxia sp.
Apocynaceae
XVII.A.
153-153a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
80
81 Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Nama
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
XX.A.
63b
8/18/2011
Kering Mendadak
1
Cryptocarya nitens Koord. & Valeton
Lauraceae
Willughbeia integer Pohl
Apocynaceae
XVII.A.
160a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Strophanthus caudatus (Burm. f.) Kurz
Apocynaceae
XVII.A.
17a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Ochrosia citrodora Lauterb. & K. Schum.
Apocynaceae
XVII.A.
163-163a
7/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Cryptocarya laevigata Blume
Lauraceae
XX.A.
106
8/8/2011
Kering
1
Cinnamomum iners Reinw. ex Blume
Lauraceae
XX.A.
76
8/18/2011
Penggerek Batang
1
Beilschmiedia roxburghiana Nees
Lauraceae
XX.A.
40
8/18/2011
Tumbang
1
Litsea glutinosa (Lour.) C.B. Rob.
Lauraceae
XX.C.
50a
8/18/2011
Kering/Rayap
1
Limonia alata Wall.
Rutaceae
XV.J.B.XVI.
4a
8/18/2011
Penggerek Batang
1
Bauhinia monandra Kurz
Caesalpiniaceae
XV.J.B.XXI.
22
8/18/2011
Kering
1
Ochna kirkii Oliver
Ochnaceae
VI.B.
114
8/18/2011
Kering
1
Swintonia sp.
Anacardiaceae
VII.F.
72
8/18/2011
Kering
1
Koordersiodendron pinnatum Merr.
Anacardiaceae
VII.F.
73-73a
8/18/2011
Kering
2
Baccaurea motleyana Mull. Arg.
Euphorbiaceae
VIII.F.
70a
8/18/2011
Kering
1
Altingia excelsa Noronha
Hamamelidaceae
VIII.B.
189
8/18/2011
Kering
1
Brownea capitella Jacq.
Caesalpiniaceae
XII.B.IX.
111
4/18/2011
Busuk Akar
1
Rhopaloblaste ceramica (Miq.) Burret
Arecaceae
XIII.L.
219b
7/20/2011
Busuk Akar
1
Victoria amazonica (Poepp.) Sowerby
Nymphaeaceae
XX.G.A.
19a
6/27/2011
Batang Lapuk
1
Victoria amazonica (Poepp.) Sowerby
Nymphaeaceae
XX.G.A.
18
7/8/2011
1
Erythrina crista-galli L. var. hasskarlii
Papilionaceae
I.C.
77
5/2/2011
Cendawan Batang Busuk Tumbang
Calamus ciliaris Blume
Arecaceae
XII.C.
331
6/9/2011
Cendawan
1
Trevesia sundaica Miq.
Araliaceae
XII.B.VII.
72
6/21/2011
Busuk Akar
1
Kibara serrulata (Blume) Perk.
Monimiaceae
XII.B.VII.
195
6/21/2011
Busuk Akar
1
Lysiloma latisiliqua (L.) Benth.
Mimosaceae
XV.J.A.XXII.
11
7/22/2011
Kering
Carallia sp.
Rhizophoraceae
IV.E.
183b
7/19/2011
Busuk Akar
1 1
1
81
82 Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Nama
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
Myxopyrum nervosum Blume
Oleaceae
XVII.B.
117-117a
9/13/2011
Hasil Inspeksi
2
Coccothrinax crinita Becc.
Arecaceae
V.K.
148
7/7/2011
Dicuri Orang
1
Myxopyrum nervosum Blume
Oleaceae
XVII.B.
62
9/13/2011
Hasil Inspeksi
1
Myxopyrum nervosum Blume
Oleaceae
XVII.B.
107a
9/13/2011
Hasil Inspeksi
1
Jasminum elongatum (Bergius) Willd.
Oleaceae
XVII.B.
111-111a
9/13/2011
Hasil Inspeksi
2
Jasminum sp.
Oleaceae
XVII.B.
114
9/13/2011
Hasil Inspeksi
1
Jasminum sp.
Oleaceae
XVII.B.
118a
9/13/2011
Hasil Inspeksi
1
Randia longiflora Lam. Coptosapelta tomentosa (Blume) Valeton ex K. Heyne
Rubiaceae
XVII.C.
77a
9/13/2011
Hasil Inspeksi
1
Rubiaceae
XVII.C.
79
9/13/2011
Hasil Inspeksi
1
Schefflera elliptica Harms
Araliaceae
XVII.C.
138a
9/13/2011
Hasil Inspeksi
1
Schefflera elliptica Harms
Araliaceae
XVII.C.
155
9/13/2011
Hasil Inspeksi
1
Ligustrum robustum (Roxb.) Blume
Oleaceae
XVII.C.
195-195a
9/13/2011
Hasil Inspeksi
2
Stephania japonica (Thunb. ex Murr) Miers
Menispermaceae
XVII.C.
9/13/2011
Hasil Inspeksi
1
Paederia sp.
Rubiaceae
XVII.C.
204a 207-207a207b
9/13/2011
Hasil Inspeksi
3
Schefflera longifolia (Blume) Vig.
Araliaceae
XVII.C.
152
9/27/2011
Hasil Inspeksi
1
Polyalthia sp.
Annonaceae
XVII.C.
187
9/27/2011
Hasil Inspeksi
1
Caesalpinia sappan L.
Caesalpiniaceae
XVII.C.
189
9/27/2011
Hasil Inspeksi
1
Canthium dicoccum (Gaertn.) Teijsm. & Binn.
Rubiaceae
XVII.C.
191
9/27/2011
Hasil Inspeksi
1
Vernonia obtusifolia Less.
Asteraceae
XVII.C.
192
9/27/2011
Hasil Inspeksi
1
Oleaceae
Oleaceae
XVII.C.
194-194a
9/27/2011
Hasil Inspeksi
2
Aganope thyrsiflora (Benth.) Polhill
Papilionaceae
XVII.D.
1
10/11/2011
Hasil Inspeksi
1
Bauhinia fulva Blume ex Korth.
Caesalpiniaceae
XVII.D.
124-124a
10/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Bauhinia scandens L.
Caesalpiniaceae
XVII.D.
119
10/12/2011
Hasil Inspeksi
Bauhinia sp.
Caesalpiniaceae
XVII.D.
160
10/12/2011
Hasil Inspeksi
1 1
82
83 Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Nama
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
Callerya dasyphylla (Miq.) Schot
Papilionaceae
XVII.E.
13a
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Spatholobus sp.
Papilionaceae
XVII.D.
168
10/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Combretum sp.
Combretaceae
XVII.D.
170
10/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Bauhinia sp.
Caesalpiniaceae
XVII.D.
176
10/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Bauhinia sp.
Caesalpiniaceae
XVII.D.
177-177a
10/12/2011
Hasil Inspeksi
2
Derris trifoliata Lour.
Papilionaceae
XVII.D.
179
10/12/2011
Hasil Inspeksi
1
Bauhinia sp.
Caesalpiniaceae
XVII.E.
3
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Bauhinia scandens L.
Caesalpiniaceae
XVII.E.
17a
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Entada phaseoloides (L.) Merr.
Mimosaceae
XVII.E.
18
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Acacia pseudointsia Miq.
Mimosaceae
XVII.E.
51
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Piptadenia macrocarpa Benth.
Mimosaceae
XVII.E.
52
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Acacia pennata (L.) Willd.
Mimosaceae
XVII.E.
60
10/18/2011
Hasil Inspeksi
1
Aganope heptaphylla (L.) Polhill
Papilionaceae
XVII.E.
70a
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Rhynchosia sp.
Papilionaceae
XVII.E.
71a
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Aganope heptaphylla (L.) Polhill
Papilionaceae
XVII.E.
72-72a
10/25/2011
Hasil Inspeksi
2
Camoensia scandens (Welw.) J.B. Gillet
Papilionaceae
XVII.E.
85
10/18/2011
Hasil Inspeksi
1
Camoensia scandens (Welw.) J.B. Gillet
Papilionaceae
XVII.E.
86
10/18/2011
Hasil Inspeksi
1
Derris elegans Benth.
Papilionaceae
XVII.E.
88
10/18/2011
Hasil Inspeksi
1
Camoensia scandens (Welw.) J.B. Gillet
Papilionaceae
XVII.E.
89a
10/18/2011
Hasil Inspeksi
1
Bauhinia cf. integrifolia Roxb.
Caesalpiniaceae
XVII.E.
114
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Ormocarpum orientale (Spreng.) Merr.
Papilionaceae
XVII.E.
122
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Horsfieldia sp. Connarus euphlebius Merr. subsp. euphlebius var. euphlebius
Myristicaceae
XVII.E.
136
10/25/2011
Hasil Inspeksi
1
Connaraceae
XVII.F.
8-8a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
2
Connarus lucens Schellenb.
Connaraceae
XVII.F.
30-30a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
2
Sabia javanica (Blume) Backer ex Chen
Sabiaceae
XVII.F.
44-44a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
2
83
84 Lampiran 13. (Lanjutan) Tanaman Mati Kebun Raya Bogor Tahun 2011 Nama
Famili
Vak
No
Tanggal
Keterangan
Spesimen
Allophylus cobbe (L.) Raeusch
Sapindaceae
XVII.F.
133
9/22/2011
Hasil Inspeksi
1
Ricinodendron heudelotii Pierre
Euphorbiaceae
XVII.F.
50
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Vitis voineriana Baltet
Vitaceae
XVII.F.
56a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Vitaceae
Vitaceae
XVII.F.
57-57a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
2
Cissus hastata (Miq.) Planch.
Vitaceae
XVII.F.
69a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Cissus repens Lam.
Vitaceae
XVII.F.
94a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Vitis voineriana Baltet
Vitaceae
XVII.F.
95
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Cissus apoensis Elmer
Vitaceae
XVII.F.
128-128a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
2
Ventilago sp.
Rhamnaceae
XVII.F.
165-165a
9/22/2011
Hasil Inspeksi
2
Ryssopterys timoriensis (DC.) A. Juss.
Malpighiaceae
XVII.F.
170a
9/22/2011
Hasil Inspeksi
1
Ryssopterys timoriensis (DC.) A. Juss.
Apocynaceae
XVII.F.
172a
9/22/2011
Hasil Inspeksi
1
Berchemia floribunda Wall.
Rhamnaceae
XVII.F.
174
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Tetrastigma sp.
Vitaceae
XVII.F.
203
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Ventilago sp.
Rhamnaceae
XVII.F.
205
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Vitis sp.
Vitaceae
XVII.F.
214-214a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
2
Vitaceae
Vitaceae
XVII.F.
217a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Caesalpinia sp.
Caesalpiniaceae
XVII.F.
223
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Rourea minor (Gaertn.) Alston
Connaraceae
XVII.F.
228
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Agelaea sp.
Connaraceae
XVII.F.
231
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Ampelocissus thyrsiflora Planch.
Vitaceae
XVII.F.
235-235a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
2
Roureopsis sp.
Connaraceae
XVII.F.
236a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Vitis geniculata Miq.
Vitaceae
XVII.F.
239
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Tetrastigma sp.
Vitaceae
XVII.F.
241
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Tetrastigma lanceolarium (Roxb.) Planch.
Vitaceae
XVII.F.
242
10/4/2011
Hasil Inspeksi
1
Vitis geniculata Miq.
Vitaceae
XVII.F.
288-288a
10/4/2011
Hasil Inspeksi
2
84
85 Lampiran 14. Kebun Raya Bogor
Keterangan :
Batas Wilayah Kebun Raya Bogor 85