IDEALISME DAN PRAGMATISME PPP, PKS, PKB, DAN PAN PADA PEMILU 2009-2012 DI INDONESIA
SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM Oleh: SHAHIBUL ARIFIN 08370059 PEMBIMBING: 1. NOORHAIDI, MA., M.Phil., Ph. D. 2. Drs. M. RIZAL QOSIM, M. Si.
JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012
HALAMAN MOTTO
ﺧﻳر اﻟﻧﺎس أﻧﻔﻌﻬم ﻟﻠﻧﺎس “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat terhadap sesame manusia”
آﻨﺘﻢ ﺧﻴﺮ أﻣﺔ أﺧﺮﺟﺖ ﻟﻠﻨﺎس ﺗﺄﻣﺮون ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف وﺗﻨﻬﻮن ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮوﺗﺆﻣﻨﻮن ﺑﺎﷲ وﻟﻮﺁﻣﻦ أهﻞ اﻟﻜﺘﺎب ﻟﻜﺎن ﺧﻴﺮا ﻟﻬﻢ ﻣﻨﻬﻢ اﻟﻤﺆﻣﻨﻮن وأآﺜﺮهﻢ اﻟﻔﺎﺳﻘﻮن “Kamu adalah umat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka Diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
vi
PERSEMBAHAN Skripsi ini Penulis Persembahkan Kepada:
• Almamater Tercinta, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta • Ayah dan Ibuku Tercinta • Istri dan Anakku Tercinta
Shahibul Arifin NIM. 08370059
vii
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﷲ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺃﺷﺮﻑ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻭﺍﻟﻤﺮﺳﻠﻴﻦ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ Segala puji bagi Allah, Tuhan Smesta Alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Karunia dan kasih sayang serta petunjuk dan pertolonga-Nya penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini, dan tidak lupa sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. untuk keluarga, para sahabatnya dan untuk seluruh umatnya yang ada di dunia ini. Amin. Selama proses penyusunan skripsi ini, penyusun sadar banyak pihak yang telah ikhlas membimbing dan memberikan bantuannya, baik moral, pikiran, waktu dan tenaga, semua itu bagi penyusun sangatlah penting dan berarti untuk bisa menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada : 1.
Noorhaidi, MA., M.Phil., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan selaku pembimbing I, Drs. M. Rizal Qosim, M.Si., Selaku pembimbing II, atas waktu dan kesabarannya yang diberikan dalam membimbing dan mengarahkan penyusunan Skripsi ini hingga sampai selesai serta arahannya yang telah diberikan kepada penyusun.
2. Ayah dan ibu, terima kasih atas semuanya karena jasa kalian tidak dapat dihitung dengan jari, Kholifatul Fitria terima kasih atas motivasi dan
viii
dukunyannya, Marirotul Hannani, Shahibul Anam, Nom Harianto jasamu tak kan pernah kulupakan. 3. Kawan-kawanku di Jurusan Jinayah Siyasah Fak. Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Semuanya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu saya mengucapkan banyak teima kasih. 4. Kawan-kawanku di LBH (Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta) diantaranya Adit, Tegar, Nurma, Idah, Doni, Adi, serta Pak Bos (Irsyad Thamrin). Kawan-kawan di HMI Muhtar, Hikmah, Meri, Emoy, serta semuanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu, lanjutkan perjuangan kalian yakin usaha. 5. Kawan-kawan terdekat Khoiri, Fahmi Kapita, Basit, Danil, Suyadi, Kahfi, Bowo, Umam, terima kasih atsa canda tawa kalian. 6. Kawan-kawan Asrama Tolak Imam, Adi, Totok, Isol, Yudi, Syamsul, Sukro, Ipin, terima kasih atas canda tawanya. Perbedaan diantara kalian merupakan inspirasi hidupku untuk menata masa depan yang lebih baik. Penyusun menyadari betul, bahwa skripsi ini masih jauh sekali dari kesempurnaan, untuk itu penyusun sangat berlapang dada untuk menerima kritik, saran dan masukan yang sifatnya membangun demi terciptanya karya tulis yang lebih baik sekaligus sebagai wadah pembangun khazanah intelektual yang bangsa ini harapkan. Akhirnya penyusun berharap semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat, bukan hanya untuk penyusun saja namun untuk wacana intelektual yang ada.
ix
Akhirnya saya berharap, semoga apa yang telah penulis lakukan ini menjadi bagian amal baik serta bakti insani dalam khazanah intelektual dan berguna bagi sesama. Amin ya robba al ‘alamin. Yogyakarta : 06 Sya’ban 1433 H 26 Juni 2012 M
Hormat kami
Shahibul Arifin NIM.08370059
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987. A. Konsonan Tunggal Huruf Nama
Huruf Latin
Keterangan
ا
Alif
Tidak dilambangkan
Tidak dilambangkan
ب
Bâ’
B
be
ت
Tâ’
T
te
ث
Sâ’
ś
es (dengan titik di atas)
ج
Jim
J
je
ح
Hâ’
Ḥ
ha (dengan titik di bawah)
خ
Khâ’
kh
ka dan ha
د
Dâl
D
de
ذ
Zâl
Ż
zet (dengan titik di atas)
ر
Râ’
R
er
Arab
xi
ز
Zai
Z
zet
س
Sin
S
es
ش
Syin
Sy
es dan ye
ص
Sâd
Ṣ
es (dengan titik di bawah)
ض
Dâd
Ḍ
de (dengan titik di bawah)
ط
Tâ’
Ţ
te (dengan titik di bawah)
ظ
Zâ’
Ẓ
zet (dengan titik dibawah)
ع
‘Ain
‘
koma terbalik di atas
غ
Gain
G
ge
ف
Fâ’
F
ef
ق
Qâf
Q
qi
ك
Kâf
K
ka
ل
Lâm
L
‘el
م
Mîm
M
‘em
ن
Nûn
N
‘en
و
Wâwû
W
w
ه
Hâ’
H
ha
xii
ﺀ
Hamzah
’
apostrof
ي
Yâ’
Y
ye
B. Konsonan Rangkap Konsonan rangkap yang disebabkan oleh syaddah ditulis rangkap, contoh:
ﻨ ّزل
ditulis
Nazzala
ّﺒﻬن
ditulis
Bihinna
C. Ta’ Marbutah diakhir Kata 1. Bila dimatikan ditulis h
ﺣﻜﻤﺔ
ditulis
Ḥikmah
ﻋﻠﺔ
ditulis
‘Illah
(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya kecuali dikehendaki lafal aslinya). 2. Bila diikuti dengan kata sandang ‘al’ serta bacaan kedua itu terpisah maka ditulis dengan h.
ﻜﺮاﻤﺔاﻷوﻠﻴﺎء
ditulis
Karâmah al-auliyâ’
3. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan dammah ditulis t atau h.
xiii
زﻜﺎةاﻠﻔﻄﺮ
ditulis
Zakâh al-fiţri
D. Vokal Pendek
ﹷ
Fathah
ditulis
A
ditulis
Fa’ala
ditulis
I
ditulis
Żukira
ditulis
u
ditulis
Yażhabu
ﻓﻌﻞ ﹻ
Kasrah
ﺬﻜﺮ ﹹ
Dammah
ﻴﺬهﺐ
E.
Vokal Panjang
1
2
3
4
Fathah + alif
ditulis
â
ﺟﺎهﻠﻴﺔ
ditulis
Jâhiliyyah
Fathah + ya’ mati
ditulis
â
ﺘﻧﺳﻰ
ditulis
Tansâ
Kasrah + ya’ mati
ditulis
î
آﺮﻳﻢ
ditulis
Karîm
Dammah + wawu mati
ditulis
û
xiv
ditulis
Furûḍ
Fathah + ya’ mati
ditulis
ai
ﺑﻴﻨﻜﻢ
ditulis
Bainakum
Fatha + wawu mati
ditulis
au
ﻗﻮل
ditulis
Qaul
ﻓﺮوض
F. Vokal Rangkap
1
2
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof
أأﻧﺘم
ditulis
A’antum
أﻋﺪﺖ
ditulis
U’iddat
ﻟﺌن ﺸﻜﺮﺘم
ditulis
La’in syakartum
H. Kata Sandang Alif dan Lam 1. Bila diikuti huruf Qomariyyah ditulis dengan menggunakan huruf “l”
اﻟﻘﺮأن
ditulis
Al-Qur’ân
اﻟﻘﻴاﺲ
ditulis
Al-Qiyâs
2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, dengan menghilangkan huruf l (el) nya.
xv
I.
اﻟﺴﻤاﺀ
ditulis
As-Samâ’
اﻟﺷﻤﺶ
ditulis
Asy-Syams
Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat Ditulis menurut penulisannya
ﺬوي اﻠﻔﺮﻮﺾ
ditulis
Żawî al-furûḍ
أهﻞ اﻠﺴﻨﺔ
ditulis
Ahl as-sunnah
xvi
ABSTRAK
Idealisme partai politik Islam tentu tidak terlepas dari prinsipprinsip politik Islam (fiqih siyasah). Prinsip-prinsip fiqih siyasah secara umum diantaranya adalah prinsip amar ma’ruf nahi munkar, prinsip amanah, prinsip keadilan, prinsip Istiqamah, prinsip persatuan atau persaudaraan, prinsip musyawarah dan prinsip kejujuran. Partai Islam idealnya diharapkan mampu menanamkan atau mengaplikasikan nilai-nilai Islam atau prinsip-prinsip siyasah tersebut di atas dalam berbangsa dan bernegara. Namun ketika dihadapkan dengan hal-hal yang praksis, antara idealisme dan pragmatisme partai selalu saling berbenturan. Akibatnya, idealisme kadang hanya merupakan pembungkus dan cita-cita belaka, tetapi dalam hal praktis pragmatisme-lah yang selalu menjelma demi mempertahankan kepentingan kekuasaan. Setelah dilakukan penelitian secara mendalam, maka penulis berpandangan bahwa idealisme partai Islam pada praktiknya selalu dikalahkan oleh pragmatisme partai. Idealisme hanya sebagai alat untuk menarik suara dukungan kalangan umat Islam karena melihat masyarakat Indonesia mayoritas Islam. Hal ini dibuktikan dengan sikap oportunis elite politik partai Islam, oportunis elite partai terbukti dengan sering terjadinya konflik internal partai hanya karena egoisme masing-masing individu sangat tinggi. Sikap kritis yang dibangun partai Islam pada zaman Orde Lama dan Orde Baru kini telah memudar. Selain itu, partai Islam tidak bisa berperan dengan baik dalam koalisi. Dengan masuknya partai Islam ke dalam lingkaran koalisi, partai selalu mengenyampingkan visi-misi dan ideologinya hanya demi kepentingan posisi menteri di kabinet. Sehingga sikap yang dibangun oleh partai Islam cenderung bertentangan dengan suara dan tuntutan rakyat yakni lebih mengutamakan kepentingan koalisi. Para elite partai Islam juga sering terjebak dalam gurita korupsi, hal ini membuktikan bahwa elite partai tidak bisa menjalankan prinsip-prisip siyasah secara baik dan benar. Bahkan ironisnya kasus tersebut dapat mencederai partai Islam secara khusus dan agama Islam secara umum. Kata Kunci: Partai Islam, Sistem Multipartai, Sistem Presidensial.
xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………....
I
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………….
ii
HALAMAN MOTTO……………………………………………………........
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN …...………………………………………....
v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ……………………………………………..
ix
ABSTRAK ……………………………………………………………….......
xv
DAFTAR ISI ...……………………………………………………………….
xvi 1
BAB I PENDAHULUAN
BAB II
A. Latar Belakang Masalah ……………………..…………….......
1
B. Pokok Masalah …………………………………………………
4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian …………..…………….........
4
D. Telaah Pustaka ..………………………….………………........
5
E. Kerangka Teoretik …………………………………. …….......
9
F. Metode Penelitian ………………………………………………
17
1. Jenis Penelitian …………………………………………….
17
2. Teknik Pengumpulan Data …...……………………...…….
18
3. Pendekatan Penelitian ………………………..…………….
19
4. Analisis Data …………………………………….................
19
G. Sistematika Pembahasan ……………………………………..
19
KOMBINASI SISTEM MULTIPARTAI DENGAN SISTEM
xviii
22
PRESIDENSIAL A. Definisi Partai Politik ………………………………..........
22
B. Sistem Kepartaian …………………………………...........
26
C. Sistem Kepartaian di Indonesia …………………...............
30
D. Sistem Pemerintahan ………..….........................................
34
E. Sistem Pemerintahan Indonesia …………………………..
50
F. Kombinasi Sistem Multipartai dengan Sistem Presidensial di Indonesia ……………………………………………….
52
BAB III : PARTAI ISLAM DI INDONESIA …………………....................
64
A. Latar Belakang Munculnya Partai Islam…………………….....
64
1. Latar Belakang Teologis .............……….............................
64
2. Latar Belakang Sosiologis ………………………………..
65
3. Latar Belaknga Politis …………………………………….
66
B. Profil Partai Islam Peraih Electoral Threshold ………………..
68
C. Perolehan Suara Partai Islam Pada Pemilu Reformasi …………… 81 D. Pergulatan Politik Partai Islam di Indonesia………………………
93
BAB IV: ANTARA IDEALISME DAN PRAGMATISME PARTAI ISLAM
98
A. Membangun Idealisme Partai Islam…………………………….
98
B. Pragmatisme Partai Islam ………………………........................
98
C. Perilaku Elite Politk Partai Islam ………………………………
103
D. Sikap Partai Islam Dalam Koalisi ………………………………
110
E. Tantangan dan Masadepan Partai Islam ………………………..
117 124
BAB V : PENUTUP
xix
A. Kesimpulan …………………………......................................
139
B. Saran-Saran ……………………………………………..........
139
DAFTAR PUSTAKA…………..…………………………………………….
141
LAMPIRAN-LAMPIRAN I.
TERJEMAHAN……………………………………………………
I
II.
CURRICULUM VITAE. ………………………………………….
III
III.
WAWANCARA ……………………………………………….....
V
xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sistem politik dan sistem pemerintahan selalu ada keterkaitan. Menurut Miriam Budiardjo sistem politik ialah lingkungan sosial ekonomi penyelenggaraan kekuasaan dan organisasi yang beroperasi di dalamnya serta gejala-gejalanya memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan kekuasaan. Sedangkan sistem pemerintahan adalah pembatasan secara formal dari penyelenggaraan kekuasaan yang sah dalam tingkatannya berdasar pada konstitusi. Oleh karena itu, jika membicarakan sistem politik dalam suatu negara, maka pastilah menyinggung keterkaitannya dengan sistem pemerintahan. 1 Indonesia merupakan negara yang menganut sistem kepartaian multipartai yang dikombinasikan dengan sistem pemerintahan presidensial2. Hal ini menjadi perbincangan para pengamat politik serta para pakar tata negara. Karena sistem multipartai seharusnya dikombinasikan dengan sistem parlementer. Begitu juga sistem presidensial seharusnya dikombinasikan dengan sistem dwipartai.
1
Miriam Budiardjo, Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik di Indonesia, Cet. I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 7. 2 Presidensial atau disebut juga presidensiil, presidental, merupakan sistem pemerintahan negara republik, dimana kekuasaan ekskutif dipilih langsung melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif.
1
Dalam perjalanan penerapan sistem multipartai di Indonesia setelah reformasi ini, masih sering menimbulkan permasalahan, stabilitas politik yang tidak terjaga dengan baik sehingga mengganggu terhadap penyelenggaraan negara. Hal ini disebabkan berdasarkan teori, sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu negara harus selaras dengan sistem pmerintahan yang dianut dalam negara tersebut. Sehingga sistem multipartai cum presidensial ini, membawa dampak yang cenderung negatif seperti berikut ini3: Pertama, munculnya kompromi dalam pembentukan dan perombakan kabinet sehingga terjadi intrik-intrik politik dan barter politik atau yang disebut dengan politik dagang sapi, akibatnya pengangkatan menteri bukan berdasarkan faktor kompetisi dan profesionalisme. Maka, alhasil susunan kabinet selalu berganti-ganti dan tidak berumur panjang. Kedua, koalisi yang dibangun pemerintah memiliki daya rekat rendah atau sangat rapuh. Walaupun koalisi partai pendukung secara kuantitas besar, tetapi karena banyaknya partai politik didalamnya secara otomatis banyak kepentingan nafsu politik yang berbenturan satu sama lain, mengakibatkan koalisi yang terbangun menjadi cair meleleh terpecah belah walaupun dalam satu wadah koalisi. Terbukti partai PKS dan Golkar yang sering bertentangan dengan sikap koalisi dalam menanggapi isu-isu strategis, Akhirnya koalisi hanya sebatas formalitas belaka.
3
Hanta Yuda AR, Presidensialisme Setengah Hati (Jakarta: Gramedia, 2010), hlm. xxvii
2
Ketiga, kendati secara kuantitas koalisi partai politik pendukung pemerintah banyak, hal ini tidak menjamin DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) akan selalu mendukung kebijakan pemerintah. Hak angket dan ancaman penarikan dukungan misalnya, akan selalu menjadi alat bagi parpol (Partai Politik) untuk bernegoisasi dengan presiden. Keempat, adanya dualisme loyalitas (split loyality), menteri dari unsur partai politik, disatu sisi memiliki loyalitas kepada presiden, disisi lain mempunyai loyalitas terhadap partai politik asalnya. Dari beberapa problematika kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial di atas, pertanyaan muncul di mana posisi dan bagaimana kiprah partai Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), atau partai yang berbasis massa Islam yang disebut juga partai Islam Nasionalis, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), -empat partai Islam ini mencapai Electoral Threshold dan masuk dalam koalisi-dalam dinamika politik di Indonesia masa kini. Ketika dihadapkan dengan kekuasaan, bagaimana partai-partai Islam tersebut
menghadapi
gurita
intrik-intrik
politik,
apakah
mereka
bisa
menghadapinya dengan bijaksana? Artinya sebagai partai poltik Islam, mereka benar-benar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai prinsip-prinsip politik Islam atau yang disebut dengan prinsip fiqih siyasah, atau justru mereka bersikap pragmatis yaitu terlibat dalam politik dagang sapi dengan melakukan barter-barter politik demi melampiaskan nafsu politiknya? 3
Dengan demikian, sangatlah menarik untuk dibahas tentang “ partai Islam di Indonesia; antara idealisme dan pragmatisme dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial”.
B. Pokok Masalah Berdasarkan dari beberapa masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan pokok masalah dalam penelitian skripsi ini sebagai berikut yaitu bagaimanakah sikap idealisme dan pragmatisme PPP, PKS, PKB, dan PAN dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial di Indonesia?
C. Tinjauan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dan kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah : 1. Tujuan a. Untuk menjelaskan sikap PPP, PKS, PKB, dan PAN dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial di Indonesia. 2. Kegunaan a. Kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan khususnya tentang sikap PPP, PKS, PKB, dan PAN dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial di Indonesia.
4
b. Untuk memberikan konstribusi kepada penyusunan lebih lanjut, terutama bagi yang berminat untuk mengetahui sikap PPP, PKS, PKB, dan PAN dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial di Indonesia. D. Telaah Pustaka Partai Islam selalu menjadi bahan perbincangan di pentas politik Indonesia. Karena dalam perkembangan sejarah partai Islam selalu menorehkan hal-hal yang kontroversi seperti halnya perdebatan tentang Islam dan politik. Maka perdebatan itu berujung kepada perbedaan corak partai Islam ada yang lebih formalistik, adapula yang substantif. Partai Islam merupakan bentuk yang terkonsep dalam aktivitas politik agama untuk menghadapi keinginan tersebut. Berdirinya partai Islam berkaitan juga dengan realitas politik. Realitas ini yang mengharuskan pembentukan partai Islam. Seorang muslim dalam kehidupan praktisnya diberikan tugas-tugas yang tidak dapat dilaksanakan kecuali melalui sistem kehidupan islami. Untuk pada tujuan tersebut maka menurtut Lili Ramli harus diberikan kesempatan untuk merealisasikan program-programnya dengan cara yang dapat diterima baik dari segi politik maupun demokrasi.4 Tetapi persoalannya apakah partai Islam berhasil berkiprah dalam pentas nasional pada masa lalu seperti pada masa orde lama? untuk menjawab 4
Lili Ramli,Islam Yes Partai Islam Yes, cet. I (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006)
5
pertanyaan ini sedikit banyak Daliar Noer menguraikan dalam bukunya yang berjudul “ Partai Islam di Pentas Nasional”. Dijelaskan bahwa ternyata partai Islam mengalami dinamisasi yang sangat rawan dengan hegemoni pemerintahan yang otoriter, eksistensi partai Islam diperhitungkan negatif oleh kalangan elit politik pada masa Soekarno. Sistem politik yang selalu mendiskriminasi terhadap keberadaan partai Islam.5 Pada periode demokrasi terpimpiun saja, Partai Islam terbukti lemah walaupun mayoritas rakyat Indonesia memeluk Islam, partai Islam waktu itu merupakan kelompok politik minoritas dalam lembaga kenegaraan. Sebagai kelompok minoritas mereka hanya melakukan peran pinggiran dalam member corak Islam pada perkembangan politik Indonesia. Peranan politik sentral pada waktu itu berada di tangan Presiden Soekarno dengan bantuan pihak komunis dan di tangan tentara khususnya Angkatan Darat, dengan jendral A.H. Nasution dan kawan-kawan sebagai tokoh utama. Maka sebagai konsekuensi logis dari posisi politik yang lemah, partaipartai Islam tidak punya pilihan lain kecuali menyesuaikan diri dengan sistem dan tata politik yang baru diciptakan. Langkah ini ditempuh agar tetap hidup di dalam sistem politik yang otoriter. Demokrasi Soekarno memang tidak memberikan peluang terhadap perbedaan pendapat dalam menghadapi isu-isu politik penting. Politik harus berada dibawah satu komando. 5
Deliar Nur, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965 (Jakarta,Pustaka Utama Grafiti,1987 )
6
Akibatnya, menurut Syafii Ma’arif dengan pendekatan akomodatif partaipartai Islam terhadap politik Demokrasi Terpimpin, ditafsirkan oleh sebagian pemimpin muslim sebagai penyimpangan dari prinsip-prinsip perjuangan dalam Islam (terlibat dalam barter politik).6 Belum lagi partai Islam dipengaruhi faktor internal, yaitu ketika terjadi konflik Internal karena kegiatan politik akan melahirkan political man. Manusia berdemensi tunggal ini tentu saja bukan manusia berdemensi banyak, manusia yang utuh. Definisi politik sebagai “ the art of the possible”, atau “tidak ada kawan abadi yang ada hanyalah kepentingan abadi” cenderung berlaku. Akibatnya, politik yang dalam pandangan siyasah dalam Islam seharusnya istiqomah (memegang teguh kaidah, konsisten) dan transparan menjadi opurtunistik dan tertutup. Political man bisa berubah menjadi political animal, yaitu kalau orang sudah mengidap penyakit, katakanlah political complex. Maka politik akan mengakhiri sifat berdimensi banyak dari agama. Jika politik sudah meninggalkan aqidah, akhlak, ibadah dan syariah atau prinsip siyasah dalam Islam, maka berarti bapak sudah membunuh anaknya sendiri. “itu hanya kekhawatiran saja, tidak akan terjadi” kata orang. saya pesimis, sejarah adalah guru yang jujur, dan sejarah cendrung terjadi lagi.
6
Ahmad Syafii Ma’arif, Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996).
7
Daliar Noer memaparkan bahwa dalam sejarah mengajarkan tentang reduksionisme agama-agama yang berdimensi banyak menjadi politik yang berdimensi tunggal, akan menjebak umat Islam dalam petualangan politik yang berbahaya bagi ukhuwah islamiyah, dan kredibilitas Islam itu sendiri. Karena seringnya aktor Islam tidak bisa mengaktualisasikan prinsip-prinsip politik Islam (fiqih siyasah) itu sendiri. 7 Padahal, Machasin dalam Jurnal Thaqafiyyat menjelaskan bahwa pada praktik politik Islam klasik nabi sudah mengajarkan bagaimana berpolitk dengan baik, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW memimpin madinah, penuh dengan sifat amanah dan jujur yang selalu diaktualisasikan oleh Nabi di setiap langkahnya. Lebih mngedepankan kepentingan umatnya daripada kepentingan pribadi dan kelompok hal ini dibuktikan dengan sikap Nabi yang benar-benar menghormati kalangan non Islam pada waktu itu untuk mendapat perlakuan yang sama.8 Kalau partai-partai Islam tidak bisa mawas diri, maka akibatnya partai Islam, baik yang berasaskan Islam atau berbasis massa Islam dari pemilu ke pemilu berikutnya tidak mendapatkan kepercayaan yang lebih sehingga perolehan suara yang rendah masih di bawah partai nasionalis. Terkesan masyarakat sudah
7
Deliar Noer, Mengapa Partai Islam Kalah?,Perjalanan Partai Politk Islam dari PraPemilu ’99 Sampai Pemilihan Presiden (Jakarta: Alvabet, 1999). 8 Machasin, Praktek Politik Islam Pada Masa Klasik, edisi Juli-Desember (Yogyakarta: Jurnal Thaqafiyyat Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2000)
8
tidak memandang sebuah ideologi tetapi lebih kepada sejauh mana peran partai dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Dari telaah pustaka ini tentunya sangat menarik untuk dibahas bagaimana sikap idealisme dan pragmatisme partai Islam dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial di Indonesia yang selalu sarat dengan kepentingan. Maka untuk itu, penulis berinisiatif mengangkat judul partai Islam di Indonesia; antara idealisme dan pragmatism dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial. Menurut penelusuran penulis judul ini masih belum ada yang mengangkat secara khusus sebelumnya.
E. Kerangka Teoretik Partai politik di Indonesia telah menjadi bagian dari kehidupan politik selama kurang lebih dari enam puluh tahun. Eropa Barat terutama di Inggris partai politk telah muncul jauh sebelumnya sebagai sarana partisipasi bagi beberapa kelompok masyarakat dewasa. Saat ini partai politik ditemukan hampir di semua negara. Umumnya dianggap bahwa partai politik sekelompok manusia yang terorganisir yang anggota-anggotanya sedikit banyak mempunyai orientasi, nilai-nilai serta cita-cita yang sama, dan yang mempunyai tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik serta mempertahankannya guna melaksanakan program yang telah ditetapkannya.9 9
Miriam Budiardjo, Partaisipasi dan Partai-Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hlm. 256.
9
Adapun sistem partai biasanya dibedakan berdasarkan jumlah partai, misalnya sistem multipartai, sistem dwipartai, sistem partai tunggal. Sistem multipartai muncul lebih dulu dan merupakan sistem dimana lebih dari satu partai berusaha merebut kekuasaan melalui pemilihan umum. Sistem dwipartai terdapat terutama di Inggris dan Amerika Serikat, dengan pengertian bahwa ada dua partai yang dominan, serta disampingnnya masih ada beberapa partai kecil lainnya. Kemudian ada sistem partai tunggal yang didominasi oleh satu partai. Di negara-negara demokratis partai-partai bekerja dengan suasana bersaing (competitive). Sedangkan di masa lampau di beberapa negara komunis suasana bersaing tidak ada. Di Indonesia sendiri saat ini beralih ke sistem multipartai.10 Begitu pula dengan sistem pemerintahan, proses pemilu secara langsung di Indonesia merupakan konsekuensi dari kesepakatan untuk menggunakan sistem pemerintahan presidensial. Ditambah lagi dengan tuntutan demokratisasi menuntut
adanya
partisipasi
publik
dalam
rangka
penyelenggaraan
pemerintahan. Termasuk mengenai banyaknya partai politik (multipartai)11 yang tidak lagi dibatasi. Proses politik multipartai sebenarnya bukan merupakan jaminan kepastian adanya partisipasi dan pendapat rakyat. Secara sendiri-sendiri, sistem multipartai dan sistem presidensial dapat dikatakan sistem yang mendukung demokrasi yang stabil. Namun jika keduanya digabung menjadi satu kesatuan, kedua elemen tadi dapat menghancurkan 10 11
Ibid,, hlm. 257. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1983), hlm. 160.
10
demokrasi. Terbukti problematika presidensial pada umumnya terjadi ketika dikombinasikan dengan sistem multipartai, apalagi tingkat fragmentasi dan polarisasi yang relatif tinggi. Presidensialisme dan multipartai bukan hanya kombinasi yang sulit seperti yang dikhawatirkan Mainwaring, melainkan juga membuka peluang terjadinya deadlock dalam relasi ekskutif dan legislatif yang kemudian berdampak pada instabilitas demokrasi presidensial.12 Sistem multipartai di Indonesia dewasa ini, ternyata gagal memeberikan sumbangsih terhadap negara karena tidak dapat mengkondisikan pembentukan kekuatan oposisi yang diperlukan untuk menopang rezim dan pemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif secara demokratis. Bersama dengan itu sistem partai tersebut tidak pula berfungsi untuk melandasi praktik politik ceck and balances, baik diantara lembaga negara maupun diantara fraksi pemerintahan dengan fraksi lainnya yang ada di lembaga perwakilan rakyat.13 Sistem multipartai bukan lagi merupakan kekuatan politik ideologi, visi dan platform, tetapi lebih kepada kekuatan politik simbolik. Koalisi politik cenderung sangat pragmatis, dan lebih menekankan pada kepentingan politik. Begitu pula konflik di DPR versus pemerintah cukup tinggi, sehingga perkembangan kepentingan politik sangat dinamis, karena tarik-menarik kepentingan tadi melibatkan intrik-intrik dan barter-barter politik. Apalagi jika 12
TA. Legowo, Artikel Menyempurnakan sitem Presidensial, www.hukumonline.com diakses 01 Desember 2011, hlm. 1-2. 13 Mahrus Irsyam dan Lili Ramli, Menggugat Partai Politik (Jakarta: FISIP UI, 2003), hlm. 29.
11
berbicara tentang pembentukan kabinet maka dihadapkan pada konsekuensi sharing power dengan partai pendukung yang mengharapkan memperoleh jatah menteri yang berdampak pada menjauhkan prinsip pembentukan postur kabinet professional. Maka ruang gerak presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan tidak dapat secara optimal menerapkan sistem presidensil karena realitas politik yang dinamis di parlemen. Diakui atau tidak, salah satu kendala terbesar sekarang dihadapi pemerintah adalah minimnya aparat birokrasi yang professional dalam setiap menjalankan kebijakan pemerintahan, terutama di lingkungan kabinet, banyak menteri yang tidak mampu tetapi karena dipengaruhi oleh dinamisasi politik sehingga direkrut walaupun tidak profesional karena kepentingan barter politik tadi.14 Konflik-konflik tersebut terjadi karena di dalam menjalankan peran dan fungsi dari masing-masing partai terjadi benturan-benturan, baik dari segi ideologi, pemanfaatan isu nasional, dan hal ini terlihat jelas pada perjalanan masing-masing partai pada masa demokrasi liberal saat ini. Dengan menggunakan ideologi, sebuah partai mencoba untuk menyerang partai lainnya. Caranya adalah menghubungkan ideologi masing-masing dengan isu-isu nasional yang dianggap dapat mengurangi pengaruh, bahkan menjatuhkan partai lain. Setiap partai mempunyai kelompok-kelompok sosial tertentu yang 14
Muladi, Penguatan Sistem Pemerintahan Presidensial Dalam Ketatanegaraan Indonesia di Era PenerapanSistem Mult Partai Guna Memantapkan Sinergitas Antara Lembaga Ekskutif dan Legislatif Untuk Percepatan Proses Pembangunan Nasional (Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional RI, 2009), hlm. 13-14.
12
dijadikan wahana untuk mencari pengaruh dan memperjuangkan ideologi masing-masing.15 Partai Islam Lalu bagaimana dengan partai Islam dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial?, era reformasi memberikan kebebasan pada setiap kelompok atau golongan untuk mendirikan partai politik. Tampaknya kesempatan itu tidak disia-siakan oleh kalangan elite politik Islam untuk mendirikan partai politik. Dengan demikian pendirian partai politik Islam merupakan salah satu wujud partisipasi politik untuk ikut serta mengisi agenda reformasi menuju Indonesia baru. Maka para elite politik Islam dalam mendirikan partai politik sangat beragam, bukan hanya dari segi jumlah partai tetapi juga dari segi asas dan basis dukungan. Eep Saifullah Fatah misalnya, membagi partai-partai politik Islam dalam empat kelompok. Pertama, partai politik yang menjadikan komunitas muslim sebagai basis atau target massanya. Kedua, Partai politik yang memakai label Islam sekalipun tidak berasaskan Islam. Ketiga, partai politik yang menjadikan
15
Drs. M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia, Sebuah Potret Pasang Surut (Jakarta : CV. Rajawali, 1983), hlm. 48.
13
Islam sebagai asasnya. Keempat, partai politik yang agenda dan platformnya secara tegas melayani kepentingan dan ideologi kalangan Islam.16 Berdasarkan dari klarifikasi pembagian partai politk Islam diatas, maka Lili Romli mengidentifikasikan partai politik Islam secara garis besar yaitu pertama, partai politik yang menjadikan Islam sebagai asas dan program formalnya. Kedua, partai politik Islam yang lebih mementingkan nilai-nilai Islam daripada simbol-simbol Islam. Dengan kata lain partai Islam model yang pertama lebih menekankan pada pendekatan formalistik sedangkan yang kedua lebih menekankan pendekatan substansialistik.17 Lalu, jika berbicara realitas partai politik Islam dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial, partai politik Islam Indonesia ketika dihadapkan dengan kekuasaan, mereka sering berada pada posisi dilematis. Dilema yang dihadapi menyangkut tarik menarik kepentingan antara tuntutan untuk aktualisasi diri secara determenan sebagai kelompok mayoritas dan kenyataan kehidupan politik yang tidak selalu kondusif bagai aktualisasi diri tersebut. Sebagai akaibatnya, partai Islam selalu dehadapkan pada beberapa pilihan strategis yang masing-masing mengandung konsekuensi besar dalam dirinya. 18
16 Eep Saifullah Fatah, Menuju Format Baru Partai Politik Islam (Republika, 2 dan 4 Januari 1999) seperti yang dikutip Lili Romli, Islam Yes, Partai Islam Yes, cet. I (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm.13-14 17 Lili Romli, Islam Yes, Partai Islam Yes, cet. I (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm.1314. 18 http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=10, diakses pada tanggal 13 Maret 2012,
14
Pertama, strategi akomodatif-justifikatif terhadap kekuasaan negara yang sering tidak mencerminkan idealisme Islam dengan konsekuensi menerima penghujatan dari kalangan garis keras umat Islam. Kedua, strategi isolatif-oposisional, yaitu menolak dan memisahkan diri dari kekuasaan negara untuk membangun kekuatan sendiri, dengan konsekuensi kehilangan faktor pendukungnya, yaitu negara itu sendiri, yang kemudian dikuasai dan dimanfaatkan oleh pihak lain. Ketiga, strategi interaktif-kritis, yaitu mengintegrasikan diri ke dalam kekuasaan negara, akan tetapi tetap kritis terhadap penyelewengan kekuasaan dalam suatu perjuangan dari dalam sistem. Namun strategi ini sering berhadapan dengan
hegemoni
negara
sendiri,
sehingga
efektifitas
perjuangannya
dipertanyakan. Strategi yang ketiga menurut hemat penulis sangat menarik untuk dikaji yaitu bagaimana ketika partai Islam masuk dalam sistem kekuasaan negara atau pemerintah, yakni ketika dihadapkan pada realitas politik yang tidak stabil maka disitulah terjadi tarik menarik kepentingan. Nah disinilah, apakah partai Islam mampu dalam menghadapi sebuah klimaks sandiwara panggung politik. Atau bahkan menggantungkan diri terhadap sebuah kekuasaan, lebih-lebih bagi partai Islam yang masuk dalam lingkaran koalisi partai politik. Sejatinya partai Islam mampu mengaktualisasikan pinsip-pripsip politik Islam atau disebut dengan prisip siyasah. Semisal prinsip yang dilontarkan ibnu taimiyyah yang lebih menekankan kepada prinsip amanah dan keadilan dalam 15
pemikiran politiknya. Prinsip pertama, amanah. Prinsip kedua, keadilan, dalam pemikiran Ibn Taimiyyah adalah dua hal tadi tidak dapat dipisahkan.19 Bila para penguasa menunaikan amanah dengan baik maka keadilan pun akan terwujud. Seperti yang dijelaskan dalam Al Quran sebagai berikut: 20
إن اﷲ ﻳﺄ ﻣﺮآﻢ أن ﺗﺆ دوا اﻻ ﻣﺎﻧﺎت اﻟﻰ اهﻠﻬﺎ وإذا ﺣﻜﻤﺘﻢ ﺑﻴﻦ اﻟﻨﺎس أن ﺗﺤﻜﻤﻮا ﺑﺎﻟﻌﺪل
Ayat ini berkaitan dengan pemerintahan dan kepemimpinan dalam memelihara amanah dan menegakkan keadilan. Karena itu, dalam mengurus kepentingan umat, pemegang kekuasaan dalam menempatkan para pejabat negara harus mengutamakan orang-orang yang memilikli kecakapan dan kemampuan bukan karena ada ikatan primordial. Ketiga, prinsip keharusan menepati janji.21 Partai ketika menghadapi pemilu tidak boleh tidak, harus berkampanye guna
mendapatkan dukungan
massa dan perolehan suara yang banyak. Dalam setiap kampanye biasanya para calon yang diusung partai menyuarakan janji-janji politik. Sejatinya ketika dipilih atau mendapatkan jabatan maka harus menepati janji. Sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran sebagai berikut: 22
و أوﻓﻮا ﺑﻌﻬﺪ ا ﷲ إذا ﻋﺎهﺪ ﺗﻢ و ﻻ ﺗﻨﻘﻀﻮا اﻷﻳﻤﺎن
Kelima, prinsip bertanggung jawab atas kepemimmpinannya. Seorang pemimpin
harus
bisa
menjalankan
tugasnya
dengan
baik
dan
tidak
19
Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: LKIs, 1999), hlm. 273. 20 An- Nisa’ (4) : 58 21 H.A. Djazuli, Fiqih Siyasah (Jakarta: Fajar Interpratama, 2003), hlm. 5. 22 An-NAhl (16): 91.
16
melalaikannya. Karena pemimpin harus mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim sebagai berikut: آﻠﻜﻢ راع وآﻠﻜﻢ ﻣﺴﺆل ﻋﻦ رﻋﻴﺘﻪ ﻓﻼﻣﺎم اﻟﺬى ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺎس راع وهﻮ ﻣﺴﺆل:ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﻗﺎل 23
(ﻋﻦ رﻋﻴﺘﻪ واﻟﺮﺟﻞ راع ﻋﻠﻰ اهﻞ ﺑﻴﺘﻪ وهﻮ ﻣﺴﺆل ﻋﻨﻬﻢ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ
Sebenarnya masih banyak prinsip yang lain dalam fiqih siyasah seperti prinsip musyawarah, prinsip persatuan, prinsip persaudaraan, prinsip tolong menolong dan lain sebagainya. Tetapi penulis hanya mengambil yang berkaitan dengan pokok
masalah skripsi ini. Jadi, prinsip di atas sudah jelas bahwa
seorang pemimpin harus amanah, adil, harus menepati janji, dan penuh dengan tangguh jawab. Maka partai Islam sejatinya mengaktualisasikan prinsip di atas, sehingga tidak cenderung mengikuti syahwat politik yang selalu mengarah terhadap kepentingan individu dan kelompok saja. Bahkan yang lebih mengerikan lagi syhwat politik dilakukan dengan berjamaah melalui koalisi barter politik.
F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Metode atau cara dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian pustaka dilengkapi dengan penelitian lapangan. Metode pustaka yaitu dengan 23
H.R. Bukhori dan Muslim.
17
menggunakan data-data atau informasi yang diperlukan berdasarkan literatur atau rujukan yang bersifat primer dan sekunder24. Metode lapangan adalah untuk menggali lebih praksis dan mendalam terkait dengan informasi dan fakta yang terjadi di lapangan, yang kemudian dikolaborasikan dengan metode pustaka sebagai pelengkap untuk menambah kevalidan. 2. Teknik Pengumpulan Data Karena penelitian ini merupakan penelitian pustaka maka penulis menggunakan teknik dokumentasi dalam upaya pengumpulan data, dan data yang bersal dari dokumentasi tersebut dibagi dalam kedua bagian, yaitu data primer dan data skunder. a. Data primer Adapun data yang bersifat primer yaitu Undang-Undang Dasar 1945, baik sebelum maupun sesudah amandemen dan Undang-Undang lainnya serta kaidah-kaidah hukum Islam
yang berkaitan dengan
penelitian. b. Data Sekunder Untuk data sekunder, peneliti mencari dan menghimpun berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah di atas baik berupa buku, makalah, artikel, atau karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penulisan penelitian ini serta wawancara dengan para tokoh. 24
Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian Buku Panduan Mahasiswa,cet. IV (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 1.
18
3. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian adalah pendekatan struktur dan fungsi adalah pendekatan yang dilakukan dengan mencoba merumuskan sistem dari berbagai bagian yang saling berhubungan. Yakni pendekatan partai politik yang dilakukan dengan cara kelembagaan serta hubungannya dengan lembaga yang lain termasuk negara dan masyarakat. 4. Teknis Analisa Data Setelah dilakukan pengolahan data, selanjutnya akan dilakukan analisis secara kualitatif dengan mengguanakan metode induktif yaitu menganalisa dan memaparkan data-data yang bersifat khusus kemudian menarik kesimpulan dari hasil data tersebut secara umum.
G. Sistematika Pembahasan Penyusunan penelitian ini, terdapat lima bab, dalam setiap bab dibagi dalam beberapa sub, yang disesuaikan dengan luasnya permasalahan. Adapun sistematikanya sebagai berikut: Bab pertama, adalah pendahuluan. Bab ini berisi, latar belakang masalah yang merupakan sebuah deskripsi tentang beberapa faktor yang menjadi dasar timbulnya masalah yang akan diteliti. Pokok masalah, memuat bagaian permasalahan yang akan diangkat dalam sebuah penelitian dan bentuknya bisa berupa pertanyaan maupun pernyataan. Tujuan dan Kegunaan, tujuannya
19
disesuaikan dengan pokok masalah sedangkan kegunaannya untuk memuat manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian yang dilakukan, dalam kegunaan ini memiliki dua manfaat yaitu manfaat dalam bidang teoritis (akademik) dan bidang praktek. Telaah Pustaka, memberikan penjelasan bahwa masalah yang diteliti secara (Intelektual-akademis) memiliki tingkat signifikasi yang begitu rupa dan belum pernah diteliti secara tuntas. Kerangka Teoritik, yaitu gambaran secara global tentang cara pandang dan alat analisa yang akan digunakan untuk menganalisa data yang akan diteliti. Metode Penelitian, yaitu merupakan penjelasan metedologis dari teknik dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pengumpulan dan analisis data. Sedangkan sistematika pembahasan yaitu digunakan sebagai pedoman klasifikasi data serta sistematika yang ditetapkan pokok masalah yang akan diteliti. Bab kedua, berisi pandangan mendasar yaitu sistem kepartaian meliputi sistem partai tunggal, dwipartai, multipartai, selanjutnya baru memasuki sistem kepartaian di Indonesia. Kemudian membahas sistem pemerintahan, bentuk pemerintahan, selanjutnya memasuki sistem pemerintahan di Indonesia, yaitu sistem pemerintahan pra amandemen dan sistem pemerintahan pasca amandemen. Baru berikutnya membahas permasalahan dalam kombinasi sistem multipartai dengan sistem presidensial. Bab ketiga, menjelaskan tentang latar belakang munculnya partai Islam di Indonesia, profil partai Islam, perolehan suara partai Islam peraih electoral
20
threshold, maka selanjutnya membahas tentang pergulatan politik partai Islam di Indonesia. Bab keempat, pada bab ini menjelaskan tentang idealisme partai Islam, opurtunisme partai Islam, perilaku elite politik partai Islam, sikap partai Islam dalam koalisi, tantangan dan masadepan partai Islam. Bab kelima, penutup dan saran, yang di dalamnya berisi kesimpulan dari skripsi ini mulai dari bab pertama sampai pada bab terakhir, atau dalam hal kesimpulan berisi jawaban dari pokok masalah.
21
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menjelaskan dengan panjang lebar tentang partai Islam di Indonesia, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa idealnya partai Islam dibangun atas dasar prinsip-prinsip fiqih siyasah yang telah diatur dalam Islam, seperti amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah terhadap kemunkaran), amanah, keadilan, kejujuran, persatuan, musyawarah, dan istiqamah. Atas dasar itulah partai Islam diharapkan mampu mengaplikasikan dalam berbangsa dan bernegara. Tetapi secara praktis partai Islam belum mampu melaksanakan prinsipprinsip di atas dengan baik, terbukti ketika dihadapkan dengan hiruk-pikuk kekuasaan partai Islam cenderung pragmatis dan mengenyampingkan sikap idealis. Selain itu, partai Islam sudah tidak lagi kritis terhadap pemerintah (tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar), bahkan sekarang terkesan melakukan kompromi-kompromi politik dengan kata lain, partai Islam melakukan transaksi barter-berter politik dengan partai penguasa. Sehingga sikap kritis seperti yang terjadi pada masa Orde Lama dan Orde Baru sudah tidak lagi mewarnai kiprah partai Islam. Begitu pula, partai Islam dalam koalisi tidak bisa berperan dengan baik. Hal ini terbukti partai Islam yang ada dalam koalisi tidak bisa menjawab tuntutan dan
140
suara rakyat seperti dalam kasus-kasus besar semisal kasus skandal Century, dan terakhir kenaikan BBM. Partai Islam tidak bisa mendominasi koalisi walaupun jumlahnya lebih banyak dalam tubuh koalisi. Bahkan partai Islam cenderung mengorbankan visi-misi partai jika dibenturkan dengan kepentingan koalisi. Praktis hanya PKS yang dianggap konsisten menyuarakan kepentingan rakyat (istiqamah dalam bersikap). Lebih ironis lagi, partai Islam penuh dengan konflik elite partainya (tidak mencerminkan prinsip persatuan dan persaudaraan). Hal ini menandakan bahwa dalam tubuh partai masih penuh dengan kepentingan-kepentingan individu, egoisme, sehingga kekuatan mereka terpecah belah. Misalnya konflik di tubuh PKB, konflik di tubuh PPP serta PBB. Konflik elite tidak hanya melibatkan antar partai dalam mencapai tujuan politik seperti saat sidang umum MPR 1999 dan proses menjatuhkan Presiden Abdurrahman Wahid, tetapi juga melanda internal partai politik. Sebut saja misalnya konflik dalam Partai Kebangkitan Bangsa yang berlangsung lama (lahir dua kubu); yakni kubu Matori Abdul Jalil dan kubu Gus Dur-Alwi, berikutnya justru terjadi konflik dua kubu lagi, kubu Gus Dur dengan Muhaimin, dan hingga saat ini konflik PKB Yeni Wahid dengan Muhaimin Iskandar. Kemudian konflik dalam PPP yang pada berikutnya melahirkan Partai Bintang Reformasi pimpinan Zainuddin MZ. Begitu pula konflik terjadi di tubuh PBB yang kemudian melahirkan kubu almarhum Hartono Mardjono dan Abdul Kadir Jaelani serta Yusril Ihza Mahendra. Ini
141
menunjukkan kurang mengakarnya nilai-nilai ukhuwah dan rasa saling pengertian di kalangan elite partai-partai Islam sebagaimana disyaratkan dalam prinsip-prinsip fiqih siyasah. B. Saran-Saran Ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan terkait dengan hasil karya ilmiah ini. Pertama, kombinasi sistem multipartai cum presidensial perlu direkonstruksi ulang, mengingat kombinasi ini rawan dengan konflik dan barter politik seperti pengangkatan menteri tanpa pertimbangan profesionalisme , konflik ekskutif versus legislatif seperti terjadinya deadlock, sehingga mengganggu terhadap penyelenggaraan negara. Kedua, partai Islam harus bisa membenahi tantangan internal partai seperti sering terjadinya konflik, yakni partai harus bisa menjaga ukhuwah atau persaudaraan secara baik, tidak mengedepankan kepentingan sendiri, tidak egois, supaya tidak sering terjadi konflik antar elite partai. Sehingga dengan adanya penguatan internal partai ini dapat membentengi keutuhan partai. Selain itu, partai harus bisa memberikan pendidikan politik secara intens agar para kader betul-betul memahami politik dan mengaplikasikan secara benar dan tidak terjebak dalam pragmatisme. Selain itu, penyusun menyadari masih banyak data yang belum terhimpun secara meyeluruh dalam penelitian sehingga karya-karya penelitian seperti ini bisa lebih ditingkatkan lagi. Maka selain dari harapan-harapan di atas, penyusun juga
142
berharap besar agar ada penelitian lanjutan sehingga menambah kekayaan khazanah keilmuan tentang partai Islam.
143
DAFTAR PUSTAKA
AL-Quran Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Mekar, 2004. Buku Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Amir, Zainal, Abidin, Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, Jakarta: LP3ES, 2003. Assiddiqie, Jimli, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cet. II, Jakarta: Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010. Aziz, Abdul, Politik Islam Politik, cet. I, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006. Azra, Azyumardy, Islam di Tengah Arus Transisi, Jakarta: PT Gramedia, 2000. Budiardjo, Miriam, Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik di Indonesia, Cet. I, _______, Miriam, Partaisipasi dan Partai-Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998. _______, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1983. Cipto, Bambang, Partai Kekuasaan dan Milterisme, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Djazuli, H.A., Fiqih Siyasah, Jakarta: Fajar Interpratama, 2003. _______, Fiqih Siyasah Implimentasu Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah, Cet. III, Jakarta:Kencana, 2003. Fahmi, As-Syannawi, Fiqih Politik Islam Sejak Nabi Sampai Masa Kini, cet. I, Bandung: Pustaka Setia, 2006. Fanani, Ahmad, Fuad, Islam Madzhab Kritis, Jakarta: Gramedia, 2004. Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
144
Friedrich, Constitudinal Government And Democracy:Theory and Practice in Europa and Amerika, Weltham: Blaisdell publishing Company, 1967. Ghazali, Abu Hamid, Al, Al-Tibr Al-Masbuk Fi Nashihat Al-Mulk, Bairut: Dar AlKutub Al-Ilmiyyah, 1998. Ghoffar, Abdul, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945, Jakarta: Kencana Prenada Media Rroup, 2009. Giovanni Sartori, Parties And Party System; A Framework for Analysis, Cambridge: Cambridge University Press, 1963. Haris, Syamsudin, Partai Persatuan Pembangunan dan Politik Orde Baru, Jakarta: Grasindo, 1991. Indrayana, Deni, Mendesain Presiden yang Efektif; Bukan Presiden Sial ‘atawa’ Presiden Sialan, Jakarta: Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidensial, 13 Desember 2006. Irsyam, Mahrus, dkk, Menggugat Partai Politik, Jakarta: FISIP UI, 2003. Jurdi, Syarifudin, Pemikiran Politik Islam Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Karim, M. Rusli, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia, Sebuah Potret Pasang Surut , Jakarta : CV. Rajawali, 1983. Karwadi, dkk, Islam Kultural dan Islam Politik, Yogyakarta: Puslit UIN Sunan Kalijaga, 2004. Kusnardi, Moh., dkk, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bhkati, 1980. _______, Moh.dkk, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bhakti, 1983. Machasin, Praktek Politik Islam Pada Masa Klasik, edisi Juli-Desember, Yogyakarta: Jurnal Thaqafiyyat Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2000. Madjid, Norchjolis, Cita-Cita Politik Islam doi Era Reformasi, Jakarta: Paramadina, 1998.
145
Mahfud, Moh. MD, Dasar-Dasar dan Struktur Kaetatanegaraan Indonesia, Jakarta: PT Renika, 2001. Mahmuzar, Sistem pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen, Bandung: Penerbi Nusa Media, 2010. Mawardi, Abu, Hasan, Al-Ahkam As-Sulthaniyah WA Al-Wilayatu Al-Diniyah, Mesir: Musthafa Al-Asabi A-Halabi. t.t. Ma’arif, Ahmad Syafii, Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965, Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Michels, Robert, Partai Politik: Kecenderungan Oligarkis dalam Birokrasi, Jakarta: Penerbit Rajawali, 1984. Muladi, Penguatan Sistem Pemerintahan Presidensial Dalam Ketatanegaraan Indonesia di Era PenerapanSistem Mult Partai Guna Memantapkan Sinergitas Antara Lembaga Ekskutif dan Legislatif Untuk Percepatan Proses Pembangunan Nasional, Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional RI, 2009. Mun’im, Abdul, D.Z., Islam di Tengah Arus Transisi, Jakarta: PT Gramedia, 2000. Nashir, Haedar, Partai Politik Islam Menang atau Kalah?, Suara Muhammadiyah, Edisi April, 2004. Neumann, Sigmund, Modern Political Parties, London: The Free Press Of Glencoe, 1963. Noer, Deliar, Mengapa Partai Islam Kalah?,Perjalanan Partai Politk Islam dari PraPemilu ’99 Sampai Pemilihan Presiden, Jakarta: Alvabet, 1999. ________, Politik Islam, Jakarta: Kompas, Sabtu 12 Desember 2008. ________, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-196, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,1987. Nurhasim, Moch.dkk, Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Nurrohman, Politik Islam dalam Cita dan Realita, Jurnal Al-Qurba, Edisi Januari, 2011.
146
Pamudji, S., Perbandinghan Pemerintahan, Jakarta: Bina Aksara, 1982. Pulungan, Suyuthi, Fiqih Siyasah Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999. Qodir, Zuly, Gerakan Sosisal Islam: Manefesto Kaum Beriman, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Rais, Dhiauddin, Teori Politik Islam, Jakarata: Gema Insani Press, 2001. Ramli, Lili, Islam Yes Partai Islam Yes, Cet 1, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Safa’at, Muchamad Ali, Pembubaran Partai Politik, Cet.I, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2011. Saifullah, Eep, Fatah, Menuju Format Baru Partai Politik Islam, Republika, 2 dan 4 Januari 1999. Sjadali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI Press, 1990. Samson, Allan A., Islam In Indonesian Politics, Vol. VIII, no. 12, in Asian Survey, Desember 1968. Syaukani, Ahmad, Partai Politik Islam di Indonesia, www. Facebook.com./kajianintensif-islamiyah-kairo-mesir/partai-politik-islam-di-indonesia-parpolislam-sebuah-kebutuhan., diakses tanggal 02 Mei 2012 Taimiyat, Ibn, Al-Siyasat Al-Syar’iyat Fi Ishlah Al-Ra’I wa Al-R’iyat, Bairut: Dar AlKutub Al-‘Arabiyat. Wasito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian Buku Panduan Mahasiswa, Cet. IV, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997. Yuda, Hanta AR, Presidensialisme Setengah Hati, Jakarta: Gramedia, 2010.
Lain-Lain Alfian, M., Memahami Polarisasi Politik Ulama, Kompas, Rabu, 25 Agustus 1999. Anggaran Dasar Partai Amanat Nasional.
147
Anggaran Dasar Partai Persatuan Pembangunan. Hamdan
Zoelva, Partai Politik Islam dalma Peta Politik Indonesia, http./hamdanzoelva.wordpress.com., diakses tanggal 02 Mei 2012
Legowo, TA., Artikel Menyempurnakan sitem Presidensial, www.hukumonline.com diakses 01 Desember 2011. Platform Partai Amanat Nasional Hasil Kongres III Batam 8-10 Januari 2010. Palform Partai Keadilan Sejahtera. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Undang-Undang No. 12 Tahun 2003. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Wawancara dengan Noor Hartanto, Sekjen DPW PAN DIY, di Kantor DPW PAN Wilayah Yogyakarta, tanggal 16 Mei 2012 _________ dengan Muhammad Zuhrif, Sekjen DPW PKS DIY, di Kantor DPW PKS Wilayah DIY, tanggal 17 Mei 2012. _________ dengan Ma’sum Amrullah, Ketua DPW PPP DIY, di Kantor DPW PPP Wilayah Yogyakarta, tanggal 5 Mei 2012. _________ dengan Umaruddin, Sekjen DPW PKB DIY, di Wilayah Yogyakarta, tanggal 30 April 2012.
Kantor DPW PKB
Zulfikri, Rafli, Membaca Parai Islam dari Tantangan Menuju Peluang Kemenangan dalam Konstelasi Politik Nasional, http://raflizulfikr.wordpress.com. diakse tagl. 01 Mei 2012.
http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=10,a kses pada tanggal 13 Maret 2012 http://dakwahkampus.com/pemikiran/868-pragmatisme-jalan-pintas.i.html.diakses tanggal 21 April 2012
148
http://dakwahkampus.com/component/content/article/1-pemikiran/868-pragmatismejalan-pintas-menuju-kehancuran-bagian-i.html. diakses tanggal 21 April 2012. www.dpp.ppp.org diakses tanggal 21 April 2012 www.dpp.pkb.org diakses tanggal 21 April 2012 www.pks-dumai.org diakses tanggal 20 April 2012
149
LAMPIRAN I TERJEMAHAN
No 01
Halaman iv
Terjemahan Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain (alhadis)
02
16
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
03
16
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpahsumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpahsumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
04
90
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. merekalah orang-orang yang beruntung.
05
100
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
I
Melihat. 06
101
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
07
101
Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.
08
101
Dan
janganlah
kamu
berbantah-bantahan,
yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. 09
102
Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
10
102
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan
II
LAMPIRAN II CURRICULUM VITAE Nama Tetala Alamat Nim Status
: Shahibul Arifin : Sumenep, 25 Juli 1988 : Banbaru Giliraja, Giligenting, Sumenep, Jawa Timur : 08370059 : Mahasiswa
Riwayat pendidikan: TK MI MTS MA S-1
Nurul Huda II Banbaru Giliraja Giligenting Sumenep Nurul Huda II Banbaru Giliraja Giligenting Sumenep Nurul Huda II Banbaru Giliraja Giligenting Sumenep Nurul Islam Karangcempaka Bluto Sumenep UIN Sunan Kalijaga Yoyakarta
: 1994-1995 : 1995-2000 : 2001-2003 : 2004-2007 : 2008-2012
Riwayat Organisasi Mi/ Mts: Sekretaris Osis MTS Nurul Huda II Sekretaris Osis MTS Nurul II Div. Keagamaan MA Nurul Islam Sekretaris Osis MA Nurul Islam
: 2001-2002 : 2002-2003 : 2004-2005 : 2005-2006
Organisasi Ektra Pengurus PIK-KRR Kab. Sumenep Presidium FOKSI (Forum Kajian Santri) se- Giliraja Giligenting Ketua Umum FITRI (Forum Integritas Santri) Ponpes. Nurl Islam Pengurus FKB (Forum Kajian Bersama) Ponpes Nurul Islam Pengurus Pondok Pesantren Nurul Islam Pengurus DKR (Dewan Kerja Ranting) Pramuka Kec. Bluto Pengurus Ambalan Trunojoyo Ponpes. Nurul Islam Dewan Pembina Pramuka Ponpes Nurul Islam
: 2006-2007 : 2006-2007 : 2007-2008 : 2005-2006 : 2006-2007 : 2005-2006 : 2006-2007 : 2007-2008
Riwayat organisasi di Yogyakarta: Pembela Umum LBH Yogyakarta Kabid Eksternal HMI Konfak Syariah UIN Sunan Kalijaga Ketua Dewan Wilayah Partai Proletar UIN Sunan Kalijaga Aktif di Advokasia Fak. Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Pengurus Gapura Gerakan Peduli Rakyat Orang Tua : Ayah
: Mahsun Ismai’iel
III
: 2011 : 2010-2011 : 2010-2011 : 2011-2012 : 2010
Alamat Pendidikan Pekerjaan
: Banbaru Giliraja Giligenting Sumenep : MI/ Madrasah Ibtidaiyah : Petani
Ibu Alamat Pendidikan Pekerjaan
: Juharya : Banbaru Giliraja Giligenting Sumenep : MI/ Madrasah Ibtidaiyah : Ibu Rumah Tangga
IV
LAMPIRAN III Wawancara ini dilakukan untuk menambah data dalam penyusunan atau penulisan Skripsi, adapun responden yang diwawancarai ada empat responden yaitu sebagai berikut: A. Wawancara dengan Drs. Ma’sum Amrullah Hari/ Tgl
: Sabtu, 5 Mei 2012
Waktu
: 13.00 WIB
Tempat
: Kantor DPW PPP
1. Pertanyaan
Bagaimana peran PPP pada masa pra Reformasi dan pasca Reformasi atau di masa kini?
Jawaban
PPP kalau dulu pada masa Orde Lama dan Orde baru sangat kritis terhadap penguasa atau pemerintah pada saat itu. Bahkan PPP merupakan momok yang ditakuti pada masa Soeharto, tetapi sekarang PPP sudah tidak lagi kritis seperti yang dulu.
2. Pertanyaan Jawaban
Apa penyebab dari tidak kritisnya PPP menurut Anda? PPP tidak lagi kritis sekarang ini karena PPP sudah menjadi subordinasi dari pemerintah dengan ditandai masuk dalam koalisi.
B. Wawancara dengan Drs. Arif Noorhartanto Hari/ Tgl
: Rabu, 16 Mei 2012
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: Gedung DPRD Provinsi DIY
1. Pertanyaan
Bagaimana pandangan Anda tentang sikap PAN dalam menanggapi isu-isu strategis tuntutan rakyat seperti kasus kenaikan BBM dan Century?
V
Jawaban
Memang PAN sekarang tidak bisa menajawab tuntutan rakyat padahal ini merupakan momen penting bagi PAN untuk meningkatkan kredibilitas PAN di mata publik. Karena kasus ini merupaka kasus besar yang menuai respon besar sehingga PAN seharusnya menjawab tuntutan rakyat tadi dan memainkan peran serta komunikasi politiknya dengan baik.
2.
Pertanyaan
PAN terkesan mlempem atau tidak kritis terhadap pemerintah, bagaimana menurut Anda?
Jawaban
Iya. PAN memang sekarang masuk dalam koalisi pemerintah yang notabene PAN selalu manut dalam koalisi serta tidak bisa memainkan perannya dalam koalisi. Padahal kata Pak Amin dalam tubuh koalisi tidak selamanya harus sama dalam bersikap, sekali-kali harus mencubit sedikit agar sikap kritis dan kontrol tetap terjaga.
C. Wawancara dengan Umaruddin, S. Ag. Hari/ Tgl
: Selasa, 30 April 2012
Waktu
: 13.00 WIB
Tempat
: Kantor DPW PKB
1. Pertanyaan Jawaban
Kenapa PKB harus masuk dalam koalisi? PKB memilih berkoalisi merupakan pengaruh doktrin NU atau paham Sunni. Menurut rekam jejaknya Sunni selalu menjadi pendukung pemerintah. Selain itu, PKB ingin besar dengan melalui koalisi, karena PKB mempunyai pandangan bahwa sebuah pergerakan kalau menjadi oposisi tidak akan pernah menjadi besar, begitu pula dalam sejarah pergerakan Islam tidak ada yang besar
VI
menjadi oposisi, syiah besar karena ada dukungan dari Iran. 2. Pertanyaan
Bagaimana sikap PKB dalam koalisi, apakah sepenuhnya PKB harus mendukung pemerintah, lalu kenapa PKB tidak pernah terlihat sikap kritisnya bahkan cenderung manut?
Jawaban
Ada saatnya PKB bersikap manut dan ada saatnya PKB bersikap kritis tergantung situasi dan kondisi. Bagi PKB kalau pelanggaran itu tidak luar biasa, hal itu dianggap wajar dan sah-sah saja bagi pemerintah.
D. Wawancara dengan Muhammad Zuhrif, ST. Hari/ Tgl
: Kamis, 17 mei 2012
Waktu
: 13.00 WIB
Tempat
: Kantor DPW PKS
1. Pertanyaan
Ada banyak pendapat dari pengamat bahwa PKS tidak konsisten dalam koalisi, bagaimana menurut Anda?
Jawaban
Yang tidak konsisten itu PKS apa mereka yang ada di koalisi?, misalnya dalam kasus Century yang mengajukan partai Demokrat dan Golkar, lalu kami dorong setelah bersikap konsisten, ternyata dianggap menentang koalisi, dalam kasus Panja Pajak yang mempunyai ide kan Presiden yaitu Demokrat setelah kami dorong dianggap berbeda dengan koalisi, terakhir kasus kenaikan BBM, sebelumnya kami sudah berdiskusi dengn koalisi serta mengirim surat dengan segala alasan dan anilisisnya tentang tidak perlunya menaikkan BBM, tetapi mereka ngotot, setelah sidang paripurna di legislatif ternyata PKB, PPP, PAN, Golkar,
ikut-ikutan dengan pendapat PKS
untuk tidak menaikkan, tetapi hal itu hanya bersifat semu
VII
karena mereka setuju menambahkan pasal 6A. dalam hal ini siapa yang tidak konsisten?
2. Pertanyaan
Kenapa PKS pada Mukernas di Jakarta membuka ruang atau inklusif apakah bagian strategi supaya dapat dukungan massa yang banyak?
Jawaban
PKS memang dari sejak dulu inklusif, karena PKS merupakan partai dakwah jadi siapapun boleh masuk dalam tubuh PKS.
VIII