ARTIKEL ILMIAH PROGRAM IPTEKS BAGI PRODUK EKSPOR
IbPE KERAJINAN BATIK KAYU PADA KLASTER UKM KAYU BULAKAN DI KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh: Dr. M. Masykuri, M.Si. Ir. Sofa Marwoto Prof. Dr. Kuncoro Dihardjo, ST., MT. Aryo Satito, ST., MT.
NIDN 0024116803 NIDN 0010115813 NIDN 0003017104 NIDN 0008045906
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Program Pengabdian Kepada Masyarakat Nomor: 161/SP2H/KPM/Dit.Litabmas/I/2012, tanggal 6 Maret 2012
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
IbPE KERAJINAN BATIK KAYU PADA KLASTER UKM KAYU BULAKAN DI KABUPATEN SUKOHARJO M. Masykuri1), Sofa Marwoto2), Kuncoro Diharjo2) dan Aryo Satito3) 1)
Program Studi Kimia FKIP UNS, Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57162 Telp. 0271-648939, Fax. 0271 – 648939 email:
[email protected] 2) Fakultas Teknik UNS, 3) Politeknik Negeri Semarang ABSTRACT Wooden batik innovation in Small and Medium Enterprises (SMEs) Bulakan has proved acceptable to the public pertaining to the wooden handicrafts with batik the characteristic of Indonesian culture. The purpose of 2nd year IbPE (2012) focused on the development of a variety of functional wooden batik with increased product quality with more interesting and varied design. In the second year, the program continued in the previous year with the introduction of technology and training are expected to be directed to the three aspects: 1) wooden batik products with the low quality of water content, 2) the selling price is cheaper wooden batik products and 3) increasing of the quality of human resources (HR). Based on the three targeted outcomes such products, has successfully implemented three kinds of activities as the outcome of the production process, namely: 1) The introduction of oven/drying machine wooden batik products with infrared lamps, 2) The introduction of bio-ethanol stoves for batik process, 3) workshop of finishing techniques. Keywords: SMEs Bulakan centers, wooden batik, introduction technology, workshop of finishing techniques
A. PENDAHULUAN Sejalan dengan komitmen pemerintah Kabupaten Sukoharjo, berbagai produk unggulan hasil kerajinan rakyat terus dikembangkan. Salah satu Usaha Kecil Mikro (UKM) yang sangat potensial adalah klaster UKM Kayu Bulakan. Beberapa produk unggulan klaster UKM Kayu Bulakan yakni berupa ragam batik kayu telah menembus pasar antar pulau, bahkan sampai diekspor ke luar negeri, antara lain Jepang dan negara-negara ASEAN. Bentuk inovasi kerajinan batik kayu telah terbukti diterima khalayak dengan dipadukannya kerajinan kayu dengan batik yang merupakan ciri khas negara kita. Batik kayu sekarang ini telah berkembang cukup luas ragam produksinya seperti aneka bentuk kotak, guci, kotak tisu, gitar dan lain-lain. UKM mitra pada kegiatan ini adalah klaster UKM Kayu Bulakan (Mitra I) di Sukoharjo yang beranggotakan 40 pengrajin, dengan jumlah tenaga kerja
Artikel Ilmiah
1
masing-masing antara 5 – 19 orang. UKM Mulya Putra Furniture (UKM-MPF, Mitra II) merupakan anggota klaster yang siap menjadi usaha berbadan hukum CV/PT karena sudah memiliki beberapa persyaratan untuk menjadi CV atau PT, seperti No. TDP: 113553607006, No. SIUP: 11.35.000606, dan No. 07831.084.3525.000. Berhasil hasil identifikasi, permasalahan utama yang terjadi pada sentra UKM Kayu Bulakan mencakup: kualitas produk yang yang kurang bersaing, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan aspek manajemen yang sederhana dan lemahnya akses permodalan. Dalam konteks pemberdayaan perajin batik kayu pada klaster UKM Kayu Bulakan serta menangani permasalahan yang ada, maka tujuan kegiatan IbPE ini adalah: 1) membantu meningkatkan kualitas SDM klaster UKM Bayu Bulakan, 2) mengembangkan proses produksi batik kayu dengan kualitas kadar air yang rendah dan harga jual lebih murah, serta 3) pengembangan ragam batik kayu fungsional dengan kualitas produk yang meningkat dan desain yang lebih menarik dan variatif.
B. SUMBER INSPIRASI Meskipun memiliki beberapa sisi positif yang merupakan faktor peluang sekaligus penguat terhadap keberadaam sentra UKM Kayu Bulakan, namun bukan berarti usaha ini terbebas dari permasalahan. Hal ini karena potensi UKM yang cukup besar tersebut tidak didukung oleh oleh kondisi UKM secara internal maupun eksternal. Seperti diutarakan sebelumnya, permasalahan utama yang terjadi pada sentra UKM Kayu Bulakan mencakup: 1) kualitas produk yang yang kurang bersaing, dan 2) kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah. Pada aspek produksi, permasalahan yang muncul bersumber pada bahan baku yang kualitasnya tidak seragam, tidak dilakukannya proses pengeringan kayu dengan baik, dan varian produk yang kurang beragam serta kualitas yang tidak terstandar. Ragam batik kayu sebagian besar masih berupa produk kayu aksesoris dan sebagian produk kayu fungsional sederhana; belum ada pengembangan intensif ke arah ragam produk yang lebih kompleks, termasuk produk kayu kombinasi logam dan gelas.
Artikel Ilmiah
2
Keterbatasan kemampuan SDM dan manajemen, terutama terletak pada kemampuan dalam mengenal karakter dan kualitas kayu secara baik dan kemampuan dalam pengolahan yang masih rendah, kemampuan akses informasi pasar yang rendah, serta ketergantungan pada eksportir yang masih relatif besar. Sebagian besar UKM tidak memiliki kemampuan mengekspor atau menjual produknya secara langsung ke pasar luar negeri. Padahal permintaan luar negeri terhadap produk batik kayu cukup besar dan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Para pelaku usaha tidak bisa memperoleh manfaat dan keuntungan dari peningkatan nilai tambah produk ekspor, namun justru eksportirlah yang menikmatinya karena pengusaha menyetor kepada eksportir dalam bentuk bahan setengah jadi dan eksportirlah yang melakukan proses finishing. Meskipun ada beberapa pengusaha kayu yang melakukan proses finishing, namun kualitas produk yang dihasilkan masih belum standar, karena kualitas bahan baku yang kurang baik dan pengolahan yang terbatas.
C. METODE Mengacu kepada uraian dalam permasalahan klaster UKM Kayu Bulakan di atas, maka prioritas yang dipilih dalam pengentasan permasalahan UKM mencakup aspek-aspek: bahan baku, produksi, proses, produk, manajemen, pemasaran, SDM, fasilitas dan finansial. Untuk menyelesaikan persoalan dan kebutuhan pokok pada UKM Kayu Bulakan yang menjadi target kegiatan atau kesepakatan bersama, maka dipilih kombinasi beberapa metode berikut: 1) Difusi dan substitusi ipteks, melalui introduksi teknologi pengovenan menggunakan lampu infra merah dan kompor bioetanol, 2) Pelatihan, berupa pelatihan pengolahan kayu untuk bahan baku kerajinan, pelatihan Teknologi Pewarnaan Batik Kayu dengan Zat Warna Sintetis, dan pelatihan Teknik Desain dan Finishing Batik Kayu serta 3) Mediasi, bersama-sama dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi serta lembaga lain secara bersama-sama dan sinergis menyelesaikan persoalan yang ada pada Klaster UKM Kayu Bulakan.
Artikel Ilmiah
3
D. KARYA UTAMA Sesuai dengan pengembangan kegiatan IbPE, maka luaran produk diarahkan pada 3 (tiga) aspek, yaitu: 1) produk batik kayu dengan kualitas kadar air yang rendah, 2) harga jual produk batik kayu lebih murah, dan 3) kualitas sumber daya manusia (SDM) yang meningkat. Berdasarkan tiga target luaran produk tersebut, telah berhasil diimplementasikan 3 (tiga) macam kegiatan sebagai luaran proses produksi, yaitu: 1) Adanya introduksi oven/mesin pengering produk batik kayu, 2) Adanya introduksi kompor bioetanol untuk proses membatik, dan 3) Pelatihan/workshop Teknik Finishing.
E. ULASAN KARYA 1. Introduksi Mesin Pengering (Oven) Kualitas pekerjaan kayu khususnya pekerjaan batik kayu sangat ditentukan dari tingkat kekeringan kayu. Kayu semakin kering akan semakin mudah finishingnya dan lebih tahan lama. Kayu yang belum kering dan segera dipakai untuk produksi batik kayu akan menghasilkan kualitas akhir rendah, konstruksi akan mudah berubah akibat dari perubahan cuaca, mudah terserang hama kayu dan proses pekerjaan kayu sulit dikerjakan baik pekerjaan tangan maupun mesin.
Gambar 1.
Bahan baku berupa arborea (jati putih) atau mahoni yang masih basah (kadar air lebih dari 25%, kiri), dan kayu gergajian yang siap diolah menjadi kerajinan batik kayu (kanan)
Pengeringan kayu sudah dilakukan dengan berbagai cara, baik cara sederhana atau dengan cara modern. Cara sederhana memakai metode angin – angin sedangkan metode modern menggunakan teknologi oven. Salah satu peralatan pendukung yang penting dalam proses kerajinan batik kayu adalah oven
Artikel Ilmiah
4
suhu rendah (mesin pengering). Oven suhu rendah difungsikan dalam proses penguapan kadar air terikat, yakni dengan pemanasan pada temperatur 105oC. Kadar air terikat ini perlu dihilangkan dari matriks kayu karena dapat mengganggu dan menurunkan kualitas produk batik kayu. Termasuk dalam salah satu hasil IbPE ini adalah telah berhasil dilakukan rekayasa oven suhu rendah tersebut. Oven suhu rendah dibuat dengan menggunakan rangka baja segiempat dan plat baja tebal 2 mm (Gambar 2). Bagian dalam oven diberi bahan isolator panas dari stereo foam yang dilapisi aluminium foil. Dudukan material yang akan dikeringkan diletakkan pada tempat berupa “laci” yang dibuat dari plat baja galvanis. Terkait dengan rekayasa oven suhu rendah ini, beberapa tahapan pekerjaan yang telah dilakukan mencakup pembuatan oven, setting lampu pemanas infra merah dan set unit pengontrol suhu, serta ujicoba kinerja oven. Dari hasil ujicoba kinerja oven diperoleh kadar air produk kayu pasca pemanasan mampu dihilangkan sampai kurang dari 5% sehingga dinyatakan mesin oven sangat layak dan dapat digunakan dalam proses selanjutnya. Di dalam oven tersebut terjadi proses pengeringan dengan tahap-tahap: 1) Pemanasan awal (Preheating); pada tahap pemanasan awal, kayu basah (kadar air lebih dari 40%) dimasukkan kedalam ruang oven dan temperatur diatur antara 350 C– 400 C. Air akan menguap dan membentuk kabut uap air yang pekat sehingga udara akan menjadi berkelembaban tinggi. Lama proses pemanasan awal berkisar 2 – 12 jam. 2) Kayu dikeringkan mulai dari kadar air 50% - 60% diturunkan menjadi 21%
- 30% dengan temperatur yang digunakan 400 C– 550 C. 3)
Pengeringan Sampai Kadar Air Akhir, pada tahap ini temperatur diatur antara 550 C – 600C, diharapkan kadar air dapat diturunkan sampai 8-10 %. 4) Pengkondisian (Conditioning) Tahap ini adalah tahap penurunan sedikit persentase kadar air kayu dibawah target yang ditetapkan dengan cara menaikkan temperatur dan mengendalikan kelembaban relatif. Dengan demikian kadar air maksimum adalah kadar air yang ditargetkan. 5) Pendinginan (Cooling down) Tahap ini adalah tahap penurunan temperatur perlahan-lahan dan penjagaan ketetapan sirkulasi udara dalam ruang oven. Setelah proses pendinginan, sebaiknya kayu didiamkan beradaptasi dengan iklim luar.
Artikel Ilmiah
5
Gambar 2. Tahapan manufaktur oven suhu rendah dan unit peralatan oven.
Beberapa dampak positif dengan adanya mesin oven ini adalah: 1) peningkatan kualitas produksi, karena kayu yang kering akan meningkat kualitas pekerjaan kayu dan meningkatkan umur kayu (awet), 2) peningkatan harga jual, dengan kualitas pekerjaan meningkat terutama pada pekerjaan finishing maka harga jual meningkat.
2. Introduksi Kompor Bioetanol untuk Proses Membatik Bahan bakar fosil seperi minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat, selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Bahan bakar berbasis produk proses biologi seperti bioetanol dapat dihasilkan dari hasil pertanian yang tidak layak/tidak dapat dikonsumsi,
seperti
dari
sampah/limbah
pasar,
limbah
pabrik
gula
(tetes/mollases). Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula komplek menjadi gula sederhana), fermentasi, dan distilasi, bahan-bahan tersebut dapat dikonversi menjadi bahan bakar bioetanol. Untuk menjaga kestabilan pasokan bahan pangan bioetanol dapat pula diproduksi dari bahan-bahan yang tidak layak/tidak dapat dikonsumsi, seperti singkong gajah yang beracun, sampah atau limbah apapun yang mengandung karbohidrat, melalui proses sakarifikasi dan seterusnya (pemecahan gula seperti tersebut di atas), bahan-bahan tersebut dapat dikonversi pula menjadi bioetanol. Bioetanol (C2H5OH) merupakan salah satu biofuel sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan Artikel Ilmiah
6
dengan emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah . Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yang banyak terdapat di Indonesia, sehingga sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami,dan bagas (ampas tebu). Dalam kegiatan IbPE ini, diintroduksi kompor bioetanol sebagai pengganti kompor berbahan bakar minyak tanah. Kompor bioetanol ini digunakan sebagai pemanas dalam pelelehan malam untuk proses membatik.
Beberapa
dampak positif penggunaan kompor bioetanol ini adalah: 1) Selain hemat, pengoperasian bioetanol juga lebih ekonomis dibandingkan menggunakan minyak tanah. Bila sehari menggunakan minyak tanah seharga Rp 16.000,-, maka dengan bioetanol dapat menghemat Rp 4.000,-.
Gambar 3. Kompor bioetanol digunakan untuk proses membatik
2) Dari aspek efisiensi panas, untuk kompor ukuran sedang perbandingan (rasio) penggunaan bioetanol dan minyak tanah adalah 1:3. Artinya adalah dengan 3 liter minyak tanah efisiensi panas yang dihasilkan akan setara dengan satu liter bioetanol. Dengan volume 100cc bioetanol akan membuat api menyala sekitar 30 - 40 menit. 3) Dengan bahan baku yang berasal dari limbah organik yang sudah tidak diberdayakan, kompor bioetanol ini turut berperan serta dalam program pelestarian lingkungan. Lebih dari itu diketahui bahwa agenda nasional mengenai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam jangka pendek 5 tahun ke depan juga telah menyinggung masalah energi, terutama adalah pengembangan energi terbarukan. Artinya adalah bahwa pengembangan kompor bioetanol ini
Artikel Ilmiah
7
tentu sejalan dengan langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah energi nasional.
Hal sejalan dengan Peraturan Presiden No. 5 tahun
2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional yang antara lain menetapkan sasaran pengguna an bahan bakar nabati menjadi lebih dari 5 % terhadap konsumsi enersi nasional pada tahun 2025. Oleh karena itu, percepatan inovasi teknologi bioetanol ini perlu terus dilakukan untuk mendukung pencapaian target penggunaan bahan nabati tersebut. 3. Pelatihan/Workshop Batik Kayu Sebagaimana usaha kecil mikro lain, UKM Kayu Bulakan memiliki permasalahan krusial pada kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah. Hal ini tampak pada temuan lapangan yang menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan yang relatif rendah (tamat SMP 53%). Pada tataran teknis, keterbatasan kemampuan SDM terutama terletak pada kemampuan dalam mengenal karakter dan kualitas kayu secara baik dan kemampuan dalam pengolahan yang masih rendah, kemampuan akses informasi pasar yang rendah, serta ketergantungan pada eksportir yang masih relatif besar. Sebagian besar UKM tidak memiliki kemampuan mengekspor atau menjual produknya secara langsung ke pasar luar negeri. Padahal permintaan luar negeri terhadap produk batik kayu cukup besar dan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Karena keterbatasan pengetahuan, para perajin UKM Kayu Bulakan tidak bisa memperoleh manfaat dan keuntungan dari peningkatan nilai tambah produk ekspor, namun justru eksportirlah yang menikmatinya karena pengusaha menyetor kepada eksportir dalam bentuk bahan setengah jadi dan eksportirlah yang melakukan proses finishing. Meskipun ada beberapa perajin UKM Kayu Bulakan yang melakukan proses finishing, namun kualitas produk yang dihasilkan masih belum standar, karena kualitas bahan baku yang kurang baik dan pengolahan yang terbatas.
Artikel Ilmiah
8
Gambar 4. Suasana Workshop Batik Kayu pada sesi teori dan praktek
Dalam konteks inilah, salah satu penguatan sumberdaya manusia dalam kegiatan IbPE ini dilaksanakan dengan Workshop Batik Kayu. Disamping Tim IbPE LPPM UNS, kegiatan ini juga menghadirkan Instruktur dari Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB), Jalan Kusumanegara no. 7 Yogyakarta. Materi yang disampaikan meliputi: 1) Pengolahan Kayu untuk Bahan Baku Kerajinan (instruktur Harnandito Paramadharma), dan 2) Teknologi Pewarnaan Batik Kayu dengan Zat Warna Sintetis (instruktur Ruwanto), serta 3) Teknik Desain dan Finishing Batik Kayu menggunakan Program Solid. Turut pula memberikan pembekalan materi wakil dari Dinas Perindustrian Kabupaten Sukoharjo dan LPPM UNS. Workshop
diikuti
oleh
perajin
(UKM
Kayu
Bulakan),
dengan
mengikutsertakan mahasiswa untuk membantu pelaksanaan workshop sekaligus memberikan pengalaman wirausaha (enterpreunership). Titik berat pelaksanaan workshop terdiri dari teori (30%) dan praktek (70%).
Tabel 6. Hasil Umpan Balik Pelaksanaan workshop Indikator Keberhasilan Workshop Kesesuaian tujuan workshop dengan harapan peserta Kecukupan alokasi waktu workshop Isi materi workshop sesuai kebutuhan peserta Penjelasan instruktur sesuai keinginan peserta Praktek yang dilakukan sesuai harapan peserta Kelengkapan alat workshop sudah memadai Minat peserta terhadap workshop Rata-rata ketercapaian indikator
Ketercapaian (%) 85 62 76 73 87 80 94 79,6
Artikel Ilmiah
9
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan pemenuhan target workshop, dilakukan penjaringan umpan balik terhadap peserta. Parameter yang diukur mencakup: kesesuaian tujuan workshop, alokasi waktu, isi materi workshop, penjelasan instruktur, pelaksanaan praktek workshop, kelengkapan alat workshop, dan minat peserta terhadap workshop. Dari hasil umpan balik tersebut, diperoleh bahwa secara umum workshop sudah berjalan baik dan memenuhi harapan peserta, ditunjukkan dengan rata-rata ketercapaian indikator yang cukup tinggi sebesar 79,6%. Indikator yang ketercapaiannya sangat tinggi adalah kesesuaian tujuan workshop (85%), pelaksanaan praktek workshop (87%), dan minat peserta terhadap workshop (94%).
4. Penguatan Kelembagaan UKM Salah satu hasil kegiatan IbPE yang dampak logis adalah adanya penguatan kelembagaan terhadap UKM Kayu Bulakan. Antar perajin yang telah membentuk kelompok dalam bentuk Klaster UKM Kayu Bulakan memiliki kekuatan kelompok yang lebih besar daripada perajin yang bergerak sendirisendiri. Dengan adanya kegiatan IbPE ini, klaster UKM Kayu Bulakan terbantu dalam meningkatkan kapasitas kelompok dan menjalin kerjasama sinergis dengan Dinas
Perindustrian
Kabupaten
Sukoharjo,
dalam
bentuk
fasilitasi
ekspose/pameran di sekitar Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun di tingkat Nasional. Kerjasama trimitra juga sekaligus terjalin dengan UNS sebagai pendamping IbPE yang menginisiasi kegiatan sekaligus membuka jalinan kerjasama tidak hanya dengan instansi terkait, namun juga dengan pihak swasta.
5. Hasil Evaluasi Kegiatan IbPE Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari tercapai/tidaknya beberapa Evaluasi Indikator yang telah direncanakan sebelumnya. Indikator tersebut dijabarkan dari parameter Introduksi oven / mesin pengering produk batik kayu, Introduksi kompor bioetanol untuk proses membatik, Pelatihan/workshop Batik Kayu, serta Penguatan Kelembagaan UKM . Hasil evaluasi kegiatan pada Tabel 7.
Artikel Ilmiah 10
Tabel 7. Hasil evaluasi kegiatan IbPE Jenis Kegiatan
Ketercapaian (%) 100
Indikator Kinerja
Introduksi oven / mesin pengering produk batik kayu. Introduksi kompor bioetanol untuk proses membatik Pelatihan/workshop Batik Kayu Penguatan Kelembagaan UKM
Kadar air lebih rendah dari 10% Pengurangan biaya produksi 10-15% Pemangkasan waktu produksi 10% lebih cepat Peningkatan kerjasama eksternal 10%
100 90 N/A
Rata-rata Ketercapaian Indikator Kinerja
96
Sumber: Analisis lapangan dan wawancara responden, 2011
Berdasarkan indikator kinerja yang telah ditargetkan, secara total diperoleh angka persentase ketercapaian rata-rata sebesar 95% (Tabel 7), hal ini memberikan indikasi lebih lanjut bahwa persentase ketercapaian sudah cukup tinggi. Pada indikator Penguatan Kelembagaan UKM Kayu Bulakan, data ketercapaian belum bisa diperoleh karena kerjasama dalam bentuk bantuan teknis, kredit, maupun sponsorship dalam melaksanakan pameran belum bisa didata (not available, N/A).
F. KESIMPULAN Dari kegiatan IbPE yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan bahwa luaran produk untuk tahun II (2012) adalah melanjutkan program pada tahun sebelumnya dengan introduksi teknologi dan pelatihan yang diharapkan mampu diarahkan pada 3 (tiga) aspek, yaitu: 1) produk batik kayu dengan kualitas kadar air yang rendah, 2) harga jual produk batik kayu lebih murah, dan 3) kualitas sumber daya manusia (SDM) yang meningkat.
Berdasarkan tiga target luaran produk
tersebut, telah berhasil diimplementasikan 3(tiga) macam kegiatan sebagai luaran proses produksi, yaitu: 1) Adanya introduksi oven/mesin pengering produk batik kayu, 2) Adanya introduksi kompor bioetanol untuk proses membatik, 3) Pelatihan/workshop Teknik Finishing.
G. DAMPAK DAN MANFAAT KEGIATAN Kegiatan
IbPE
telah
berhasil
memberikan
dampak
nyata
dalam
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan meningkatkan proses produksi. Artikel Ilmiah 11
Sebagai suatu program pemberdayaan masyarakat, kegiatan IbPE melalui kerjasama sinergis dengan semua pihak mampu menguatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan khusunya pada klaster UKM Kayu Bulakan pada semua aspek, baik sumberdaya manusia, introduksi teknologi, keuangan dan permodalan, dan pemasaran hasil produksi batik kayu. Pada aspek lain, sebagai suatu bentuk kerajinan, batik kayu merupakan kerajinan yang relatif baru dibanding bentuk kerajinan yang lain. Konsekwensi logisnya banyak konsumen dan masyarakat yang belum mengenal jenis kerajinan ini, karena itu diperlukan sosialisasi yang terusmenerus/berkelanjutan, dalam bentuk pameran, pengenalan lewat media massa dan kegiatan-kegiatan resmi pemerintah sehingga kerajinan batik kayu semakin berkembang dan peluang pemasaran makin terbuka.
H. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (Ditlitabmas) Dirjen Dikti atas dukungan dana sehingga terlaksananya kegiatan ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Ketua LPPM UNS, UKM Klaster Kayu Bulakan Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB), serta semua pihak yang membantu terlaksananya kegiatan ini. I. DAFTAR PUSTAKA BDS LPPM UNS. 2005. Pasar Keuangan Mikro. Pelatihan Kredit Usaha Mikro dan Kecil bagi Bank Umum. Kerjasama LPPM UNS dengan BI Kediri. Dephut dan BPS, 2004. “Potensi Hutan Rakyat Indonesia 2003”, Kerjasama Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, Dept. Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik, Jakarta, dalam http://www.dephut.go.id. Freire, Paulo. 1984. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan (Terj. AA. Nugroho), Jakarta: PT. Gramedia. Karsidi, Ravik. 1988. Perorganisasian Potensi Pembangunan Masyarakat, Suatu Model Menumbuhkan Partisipasi. Makalah. KNPI Surakarta. Wirutomo, Paulus, dkk. 2003. Paradigma Pembangunan di Era Otonomi Daerah. (Memanusiakan Manusia). Jakarta: Penerbit CV. Cipruy
Artikel Ilmiah 12