iba-tiba turun badai disertai kelam kabut udara yang jarang kutemui. Sepanjang malam badai itu tak reda-redanya. Aku sedang duduk-duduk sambil membaca kitab Injil dengari asyiknya, pada saat itulah aku mengira mendengar suatu letusan dari arah laut. Aku terlompat, lalu lari ke luar, belum sampai tiga menghitung, aku sudah berdiri di atas tangga, dan ketika aku akan mendaki bukit kecil yang ada di samping rumahku, sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kudengar lagi letusan yang ke dua. Kini aku tahu dengan pasti bahwa letusan datangnya dari bagian laut yang pernah kukunjungi, yang hampir membencanai hidupku. Segera aku dapat menduga bahwa ada kapal yang diancam bahaya, dan bahwa dekatnya ada kapal yang lain, lalu memberi tanda bahaya, untuk minta pertolongan. Untung pada saat itu aku tidak gugup untuk dapat memikirkan: meskipun aku sendiri tidak dapat menolong, barangkali dapatlah kiranya memberikan suatu petunjuk yang berguna. Kukumpulkan segala kayu-kayuan kering, yang ada padaku, kutumpuk di atas bukit, kunyalakan dengan alat pembuat apiku. Dan karena angin sedang keras berembus, kayu-kayu itu cepat sekali menyala hingga aku dapat memastikan bahwa nyala api itu akan dapat terlihat oleh setiap kapal dalam jarak beberapa mil jauhnya. Tiba-tiba aku mendegar lagi sebuah letusan yang segera
diikuti oleh beberapa letusan lainnya, dari arah yang sama. Kubiarkan api itu menyala sampai pagi. Dalam saat menjelang s iang dan dalam udara yang agak mulai cerah, aku melihat dalam jarak yang sangat jauh, sebelah timur pulau, suatu benda yang bergerak. Tapi apakah itu layar kapal atau hanya rangkanya, aku tak dapat menyatakannya dengan pasti sekalipun terlihat dengan teropong. Jaraknya terlalu jauh dan air laut masih sangat goncang. Hampir sehari-harian aku meneropong laut, di seling-seling berhenti kalau lelah, akhirnya dapat kusebutkan bahwa benda itu tidak bergerak. Karena demikian dapat kupastikan bahwa benda itu sebuah kapal yang sedang berlabuh. Tertarik oleh rasa ingin lebih banyak mengetahui halnya, aku segera mengambil bedilku lalu larilah aku ke arah selatan, ke bukit karang, yang telah pernah kukunjungi dahulu ketika aku bepergian dengan perahu dan lalu dibawa oleh arus deras, seperti pernah kukisahkan. Ketika aku datang ke tempat tersebut, cuaca sudah terang benar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan aku melihat dengan kecewa, sebab yang kukira kapal yang sedang berlabuh itu, tak kurang tak lebih daripada rangka yang sudah tenggelam, yang pada malam itu rupanya terbentur ke kaki bukit karang yang pernah melindungi aku dari arus laut yang deras itu, hingga aku selamat dari bahaya maut yang mengerikan.
20 Demikian rupanya, manusia menemui kenyataan, bahwa sesuatu yang baik bagi seseorang sering merupakan suatu
bencana untuk orang lain. Aku tak pernah, juga tak pernah kemudian harinya mengetahui benar-benar apakah ada dari penumpang kapal yang karam itu yang selamat: tapi aku pernah menemui pada beberapa hari setelah reda, mayat yang terdampar ke tepi. Ia hanya mengenakan baju kelasi celana panjang dari linen dan kemeja biru. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan, bangsa apa dia. Dalam kantung bajunya tak ada satu yang terdapat kecuali beberapa keping uang rupiah dan pipa—yang belakangan ini tentu saja lebih berguna sepuluh kali dari yang pertama. Karena air laut kini sudah mulai tenang lagi, timbul keinginanku untuk pegi ke kerangka kapal itu. Aku tak raguragu bahwa dalam kapal itu akan banyak benda-bendanya yang berguna. Lain daripada itu, bukan tak mungkin kalaukalau masih terdapat penumpang di dalamnya yang perlu ditolong. Dan dengan memberi pertolongan ini, aku sendiri akan lebih berbahagia, sebab akan mempunyai teman yang dapat diajak berbicara dan bertukar pikiran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pikiran ini keras mendesakku, hingga aku tak hendak menangguhkannya lagi. Segera aku pulang untuk bersiap-siap menyediakan perbekalan dalam perjalanan. Kubungkus roti banyak-banyak, kusediakan tempat air tawar, kuambil pedoman, kujengkau sebotol rum serta kismisnya sekeranjang penuh. Dan demikianlah aku telah siap sedia dengan segala macam perbekalan. Dan aku pun pergilah ke tempat aku menaruh perahuku. Kukeringkan airnya yang tergenang, kudorong ke tepi, kupikul segala muatan, kumuatkan ke dalamnya, lalu aku kembali lagi ke rumah. Muatan yang
kubawa kali ini terdiri dari sebakul besar beras, segulung kain layar penahan panas, yang akan kupasang di atas kepalaku sebagai tenda, kemudian tempat air yang ke dua, kue jelai kira-kira dua lusin, sebotol besar susu kambing dan sebungkah keju. Semua ini kumasukkan ke dalam perahuku. Tentu dengan tidak mudah, sebab beban ini sungguh-sungguh bukan beban yang layak dipikul oleh hanya seorang saja. Setelah aku berdoa kepada Tuhan, aku pun berlayarlah. Aku mendayung terus sepanjang pantai sampai aku tiba di tempat yang paling jauh di bagian timur laut pulau. Tapi sekarang aku harus menempuh laut. Aku memperhatikan arus-arus deras yang berada tak begitu jauh dari pulau, dan keberanianku mulai susut, sebab aku sudah bisa memastikan, bahwa bila aku sampai di salah satu arus tadi, aku akan terseret jauh ke laut—dan jika demikian aku tak akan kembali lagi ke pulauku. Pikiran ini membuat aku sangat sedih, sehingga aku mulai berpikir untuk mengurungkan saja niatku. Dan setelah aku membawa perahuku ke muara sungai kecil, dan kutambatkan pada salah satu tepinya aku mendarat. Lalu aku duduk pada suatu tempat yang menjorok ke laut dan merenungkan sungguh-sungguh apa yang akan kuperbuat. Dalam pada itu air pun pasang. Beberapa jam lamanya pasti aku tak akan dapat pergi. Timbullah maksud untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mencari tempat tertinggi yang tak seberapa jauh untuk melihat-lihat apakah dari sana aku tak dapat menentukan tempat dan arah arus-arus. Baru saja niat itu timbul aku pun melihat puncak bukit kecil, dan dari situ aku dapat memandang laut dengan bebas dan dengan jelas bisa melihat
berbagai arus. Aku pun mengetahui pula bahwa bila air surut melewati ujung selatan pulau, air pasang lewat ujung utara, dan menyelusuri sepanjang pantai utara. Karena penyelidikan-penyelidikan itu, aku jadi berani kembali dan aku memutuskan akan berlayar keesokan harinya dengan air pasang pertama. Aku naik lagi ke dalam perahu dan sambil berselubung jas hujan, aku tidur di kolong langit terbuka. Mula-mula aku berlayar ke arah utara, akhirnya aku merasa pengaruh arus yang bergerak ke arah timur, dan aku didorong dengan kecepatan besar. Tapi arus ini tidak begitu menakutkan sebagaimana arus selatan dulu, sebab aku tetap menguasai kemudi. Dan karena kemudiku kuat, aku berhasil dalam tempo dua jam dengan pertolongan penggayuhku sampai pada kapal rusak itu. Sungguh menyedihkan kapal yang terdampar itu! Kapal itu model Spanyol, terjepit di antara dua karang. Linggi belakang seluruhnya, begitu pula geladak tengah hancur dan linggi mukanya: ini pasti menubruk batu-batu karang keras sekali, sebab baik tiang-tiang mau pun tiang muka patah sama sekali. Akan tetapi cucurnya masih utuh, begitu juga linggi muka dan haluannya. Ketika aku tiba dekatnya muncullah seekor anjing, yang setelah melihatku mulai menyalak dan menggonggong dengan nyaring. Tapi setelah kupanggil dia, ia melompat ke laut dan berenang kepadaku. Kutarik dia ke dalam perahu, kulihat dia hampir mati kelaparan dan kehausan. Kuberi dia sepotong roti, dimakannya roti itu seperti laku serigala yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kelaparan. Lalu kuberi binatang yang malang itu sedikit air
segar, sebab bila kubiarkan tentu ia akan mati lemas. Kunaiki kapal itu. Yang pertama kulihat ialah mayat dua orang yang mati dalam dapur, sambil berpelukan. Kecuali anjing tak ada makhluk hidup lainnya di kapal. Begitu pula tak ada barang-barang yang tidak rusak kena air laut. Memang ada beberapa bejana berisi minuman keras, tapi apakah itu anggur atau arak, entahlah. Bejana-bejana itu letaknya lebih masuk ke dalam ruang, dan terlalu berat untuk diangkut ke luar. Kulihat berbagai peti pelaut, yang kukira kepunyaan kelasikelasi. Dan dari padanya kuangkat ke dalam perahuku, tanpa diselidiki dulu apa isinya. Andaikata linggi belakang masih ada dan sebaliknya linggi muka yang terlepas, perjalananku tentu berhasil baik. Mengingat yang kutemukan dalam kedua peti pelaut tadi, aku dapat menduga, muatan kapal itu banyak dan berharga. Bila dugaanku benar, kapal itu berlayar dari Buenos Aires atau Rio de la Plata (di Amerika Selatan) sepanjang pantai Brasilia ke Havana di Teluk Meksiko. Kecuali kedua peti, kutemukan sebuah bejana kecil sopi manis, isinya dua puluh galon, kuangkat dengan susah payah ke dalam perahuku. Dalam kurung kapal ada berbagai bedil setinggar dengan mesiu di dalam sebuah tanduk besar, kirakira empat pon mesiu isinya. Bedil-bedil setinggar tak dapat dipakai lagi, jadi kuambil saja mesiunya. Aku masih menemukan sebuah sekop api dan beberapa bejana, yang memang kuperlukan, juga dua cerek tembaga kecil sebuah cerek lagi yang merah warnanya untuk memasak coklat dan sebuah penggorengan besi. Dan dengan segala barang-barang ini, juga dengan anjing yang tadi, berlayarlah aku kembali waktu air sedang pasang. Dan pada malamnya, sejam kira-kira setelah matahari terbenam, sampailah aku di pulau, dengan sangat payah dan lelah. Aku bermalam di situ
dan baru pada pagi harinya barang-barang perolehanku itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kubawa ke gua yang baru kutemui itu. Setelah aku merasa agak segar, kulihat-lihat dengan penuh kegembiraan, barangbarang yang sudah menjadi milikku itu. Ada tong minuman keras berisi sejenis rum, tapi bukan semacam yang biasa dipunyai oleh orang-orang di Brasilia. Pendeknya bukan sejenis rum yang enak rasanya. Tapi ketika aku membuka peti-peti, terdapatlah di dalamnya barang-barang yang betulbetul berharga. Mula-mula kudapati dalam salah satu peti minuman yang sungguh enak rasanya. Tiap botol berisi kirakira delapan belas desiliter dan ditutup dengan perak. Selanjutnya kudapati dua periuk berisi kulit jeruk yang dikeringkan, yang juga bagian atasnya tertutup sangat rapat hingga air laut tak dapat merembes ke dalamnya. Aku menemukan pula beberapa helai kemeja yang baik-baik kualitasnya, satu Setengah lusin sapu tangan dari kain putih dan juga beberapa kain leher berwarna. Yang terakhir inilah yang betul-betul menggirangkan hatiku, karena dengan kainkain ini aku dapat mengeringkan keringat tubuhku pada harihari yang sangat panas. Lain daripada itu aku mendapati dalam peti di bawah sekali tiga kantung besar berisi uang, semuanya kira-kira seribu seratus keping, dan dalam salah satu kantung, dengan dibungkus kertas masih terdapat pula emas enam bungkus dan beberapa bongkah kecil yang menurut perkiraanku tidak kurang dari satu pon beratnya. Dalam peti lain terdapat perhiasan-perhiasan, tak berapa banyak, rupanya peti ini kepunyaan seorang opsir rendahan, meskipun terdapat dalamnya sedikit penabur bedil pemburu, tapi kecuali itu tak ada terdapat obat bedil.
Diambil kesimpulan, aku tak banyak mendapat barangbarang yang ada gunanya, sebab uang, pasti tak kubutuhkan. Uang bagiku sama saja dengan lumpur di telapak kaki, dan aku ingin menukarnya saja dengan tiga atau empat pasang sepatu Inggris dengan kausnya. Tapi aku kini sudah mempunyai sepatu bekas kedua mayat yang kudapati dalam kapal yang mendapat kecelakaan itu, dan di samping itu telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kudapati pula dua pasang dalam peti, kiranya tak begitu perlu lagi. Dan tentang sepatu Inggris, sebenarnya masih jauh untuk dinamakan demikian, tapi meskipun begitu kegembiraanku tak berkurang karenanya. Kudapati lagi dalam peti itu sebanyak lima puluh keping mata uang tapi bukan uang emas, hingga aku dapat mengira bahwa yang punya peti itu hanya seorang kelasi yang miskin saja, sedangkan yang mempunyai peti yang pertama boleh jadi seorang opsir. Karena barang-barang itu telah kubawa ke darat dan akan kusimpan dalam rumah, kunaiki lagi perahuku lalu aku berlayar menyusur pantai, menuju kembali ke tempat yang kusinggahi dahulu, dalam perjalanan memintas waktu pulang, yang semuanya masih dalam keadaan baik. Kembali aku menjalani kehidupan selama dua tahun seperti orang berumah tangga (meskipun pikiran selalu diganggu oleh khayal-khayal yang mengerikan), aku akan mengabdikan diri kepada kesibukan sehari-hari. Benar, sekarang aku telah mempunyai uang banyak, tapi ini tidak membuatku menjadi lebih kaya, sebab mempunyai uang seperti ini sama halnya dengan orang-orang Indian dan Peru mempunyainya, sebelum orang-orang Sepanyol datang ke negerinya.
21 Ada kira-kira satu setengah tahun kemudian, waktu aku tiba-tiba melihat sejumlah perahu, lima buah, semuanya di tepi pantai, yang kudiami; jumlahnya yang besar inilah yang mengejutkanku, sebab biasanya hanya lima atau enam orang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kini pasti akan berjumlah sebanyak dua puluh atau tiga puluh orang. Inilah yang lebih-lebih mengejutkan hatiku. Beberapa saat dalam kebingungan, akhirnya aku mendaki bukit, menuju tempat peninjauan yang biasa, sangat berhatihati, kubaringkan diri hingga kepala, berusaha sedapat mungkin supaya tidak dapat terlihat oleh mereka. Dengan pertolongan teropong segera dapat kulihat dan kuketahui bahwa jumlah mereka tak akan kurang dari tiga puluh orang, mereka beramai-ramai menyalakan api, bersiap-siap hendak memasak daging. Bagaimana cara-caranya atau daging apa yang akan dimasaknya, tentu aku tak dapat melihat dengan jelas, hanya yang tampak olehku, mereka semua menari-nari mengelilingi api, sambil membuat lingkaran-lingkaran dan liukliukan tubuh yang ajaib. Setelah beberapa saat aku menatap demikian dengan teropong, tiba-tiba aku melihat dua orang diseret dari dalam perahu, yang rupanya sudah diikat, dan kini akan disiapkan untuk disembelih. Salah seorang dari dua orang itu jatuh, kiraku karena dipukul dengan pukulan kayu, salah satu alat pukul yang biasa digunakan oleh umumnya orang-orang liar. Dua atau tiga orang liar menerjangnya, menyembelihnya lalu membakarnya. Korban lainnya, yang masih hidup berdiri
di dekatnya, menantikan gilirannya. Pada saat itu juga, mungkin karena merasa bebas lagi gerakan-gerakannya, si malang itu sekonyong-konyong menyerang, didorong semangat keras untuk menyelamatkan jiwanya. Ia melompat dan lari secepat kilat menyusur pantai, menuju ke arah rumahku. Aku sangat terperanjat melihat dia berlari ke arah itu, aku berpikir bahwa seluruh gerombolan akan mengejarnya. Aku segera bersiap-siap, tapi ketakutanku berkurang setelah me lihat bahwa hanya tiga orang saja yang mengejarnya dan yang dikejar sudah jauh sekali di muka. Kukira bila ia dapat bertahan setengah jam lamanya, tentu bebaslah dia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Antara mereka dan rumahku ada sebuah sungai, yang sering kusebut pada permulaan ceritaku ini. Mau tidak mau, si malang harus menyeberanginya, bila ia tak mau tertangkap kembali. Dan meskipun air sedang pasang, rupanya tak menjadi rintangan baginya, dalam sekejap mata ia sudah terjun ke dalam air dan dengan tiga puluh kibas saja ia sudah mencapai tepi lainnya, lalu ia lari sama cepatnya seperti tadi.
Ketika ketiga orang pengejarnya sampai pada sungai itu, ternyata hanya dua orang saja yang pandai berenangg. Yang ketiga segera kembali, sedangkan kedua orang lainnya memaksakan diri untuk terus menyusul, meskipun dengan susah payah dan memerlukan waktu dua kali lipat daripada yang dikejarnya. Tiba-tiba datanglah pikiran padaku, bahwa saat itulah aku bisa mendapat teman. Segera aku lari, turun dari bukit untuk mengambil kedua pucuk bedilku yang kutaruh pada kaki tangga kemahku. Lalu dengan kecepatan yang sama aku lari lagi mendaki bukit. Dan karena waktu turun dari bukit dapat memotong jalan, aku berhasil dapat berada antara yang dikejar dan yang mengejar. Dengan memanggil-manggil aku dapat menarik perhatian yang pertama. Mula-mula ia lebih takut padaku daripada kepada yang mengejarnya, tapi dengan isyarat tangan, aku memberitahukan padanya agar ia mengikutiku dari belakang, sedang aku dengan hati-hati mendekati pengejar-pengejarnya. Dengan sigap dan tiba-tiba aku melompat kepada pengejar yang paling muka dan dengan siku bedilku kurobohkan dia dengan sekali pukul. Aku tidak berani memasang bedil, aku takut kalau-kalau letusannya terdengar dan asapnya terlihat orang. Sesudah kurobohkan yang pertama, kudekati yang kedua, yang mula-mula tampaknya akan melarikan diri. Tapi ketika aku lebih mendekati, kulihat ia bersenjatakan panah dengan busurnya dan bersiap untuk memanahku. Terpaksalah aku menggunakan bedil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Meskipun pelarian malang itu telah me lihat kedua orang pengejarnya roboh, ia sangat terkejut melihat api dari bedilku,
ia terpaku di tempatnya, tak berani bergerak ke muka maupun ke belakang, meskipun rupanya ia ingin benar lari sejauhjauhnya. Kupanggil dia, dengan isyarat kusuruh ia mendekat, untung dia segera mengerti maksudku. Ia mendekat tapi kemudian tiba-tiba berhenti, lalu melangkah lagi berhenti lagi dan kulihat tiba-tiba ia gemetar, rupanya takut akan ditangkap dan dibunuh seperti yang lain. Sekali lagi kuberi isyarat supaya mendekat, dan berbagai isyarat pula kucoba menenteramkan hatinya. Sekarang ia lebih-mendekat, dan setelah melangkah sepuluh atau dua belas langkah, ia berlutut seakan-akan mohon diberi hidup. Aku tersenyum ramah padanya dan kuberi lagi isyarat supaya lebih dekat lagi, sehingga ia berdiri dekat sekali. Tiba-tiba ia berlutut lagi dan mencium tanah tempatku berpijak. Keningnya ditekankan keras-keras ke tanah, kakiku diangkatnya lalu diletakkan di atas kepalanya. Ini menandakan sumpahnya akan menjadi pesuruhku yang setia. Akhirnya kusuruh dia berdiri dan aku mencoba membesarkan hatinya dengan isyarat-isyarat. Tapi sekarang terjadilah suatu peristiwa, yang minta perhatianku. Kulihat orang liar yang kurobohkan dengan siku bedilku tidak mati, melainkan hanya pingsan saja. Kutunjukkan kepada orang liar yang sudah menjadi temanku itu bahwa musuhnya tidak mati. Ia mengucapkan beberapa patah kata kepadaku yang tak dapat kupahami. Meskipun begitu kata-katanya enak benar didengar telinga, sebab itulah suara manusia pertama yang kudengar setelah dua puluh lima tahun lamanya.
Tapi sekarang bukan waktunya untuk merentang-rentang pikiran demikian, sebab orang liar itu sudah sadar, dan ia sudah dapat duduk tegak. Aku mengetahui orang liarku mulai ketakutan. Ketika aku melihat ini, kutawarkan kepadanya sebuah dari bedilku, tapi ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memberi isyarat akan meminjam pedangku saja, yang akhirnya kuberikan juga. Baru saja ia menerimanya, segera ia lari memburu musuhnya dan dengan sekali pancung telah berpisahlah kepala musuhnya itu dari tubuhnya. Setelah ia melakukan perbuatan tersebut, dengan tawa kemenangan ia pun kembali mendapatkan dan dengan berbagai tanda isyarat, yang tak dapat kupahami, ia meletakkan pedangku di muka kakiku beserta kepala musuhnya itu. T api rupanya ia tak habis pikir, bagaimana aku membunuh orang liar yang lainnya itu, yang dapat kulakukan dari jarak jauh. Maka kuajak dia kembali mengikutiku. Dan makin bertambah keheranannya, setelah membolak-balik mayat dan melihat lukanya bekas tembusan peluru pada dadanya, yang hanya mengeluarkan darah sedikit saja, karena memang pendarahan hanya terjadi di dalam. Kemudian dengan isyarat pula ia menyatakan akan mengubur kedua mayat itu, lalu ia menggali-gali dengan tangannya di atas pasir, lalu diletakkannya mayat yang pertama, ditimbuninya dengan pasir. Demikian juga ia berbuat dengan mayat yang kedua dan aku tak dapat mengira bahwa upacara penguburan itu dapat berlangsung tidak lebih dari seperempat jam saja. Selesa i ini kupanggil dia kembali, kubawa dia pergi lagi, bukan ke rumah, melainkan ke dalam gua yang di hutan itu.
Di sini kuberi dia roti sedikit dan serangkai kism is, juga sedikit air minum, untuk penawar hausnya setelah ia berlari-lari dengan kencangnya. Setelah ia kenyang makan minum, kusuruh dia dengan isyarat pula supaya tidur, kuunjukkan kepadanya jerami sedikit untuk membaringkan tubuhnya, sambil kuberi juga selimut dari wol. Ia berbuat apa yang kuisyaratkan dan segera saja ia tertidur dengan nyenyaknya. Ia seorang yang tampan dan cerdas rupanya, badannya tegap, sedang tangan dan kakinya bagus pula bentuknya, dan kukuh, tidak terlalu panjang, tapi seperti telah kukatakan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sangat indah potongannya dan kukira ia baru berumur dua puluh satu tahun. Juga ia mempunyai roman muka yang menarik, sekali kali tidak kasar atau bengis, tapi garis-garis mukanya menunjukkan seorang laki-laki yang gagah, dan sampai pada saat itupun, ketika ia tidur, roman mukanya itu tampak halus dan manis, mengesankan roman muka seorang bangsa Eropah. Rambutnyapun panjang dan hitam, jidatnya melengkung dan matanya bersinar bening. Warna kulitnya tidak hitam-legam, tapi lebih berwarna coklat, atau lebih baik kiranya kusebut sawo matang, pendeknya jauh daripada rupa buruk. Mukanya bulat, hidungnya kecil tapi tidak pesek seperti umurnya hidung orang Negro. Selanjutnya tentang mulutnya ini, pun termasuk keratan indah dengan bibir tipis berhiaskan gigi putih seperti gading. Setelah tidur kira-kira satu jam setengah, ia bangun dan ke luar dari gua, lalu menghampiriku. Selama ia tidur aku memerah kambingku yang di padang rumput yang tidak jauh letaknya dari tempat itu. Ketika ia menampakku, segera ia
menuju aku, lalu bersujud lagi di muka kakiku dan mencoba dengan berbagai gerak dan isyarat menyatakan tanda terima kasihnya. Aku segera mengerti dan giliranku kini mempergunakan tanda-tanda dan isyarat itu, untuk meyakinkan bahwa aku pun merasa sangat berbahagia mendapat dia sebagai teman. Dalam waktu pendek saja aku sudah dapat memulai berbicara dengan dia dan mengajar dia berbahasa Inggris. Mula-mula aku mengatakan kepadanya, bahwa nama dia seterusnya akan kusebut "Jumat" karena nama itu adalah nama hari, pada waktu aku dapat melepaskan dia dari bahaya maut. Sambil kuajarkan kepadanya supaya ia memanggilku 'tuan", kuajari dia mengucapkan kata-kata "ya" dan "tidak". Kemudian dia kuberi susu sedikit dalam cambung tanah dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kuperlihatkan cara meminumnya dan cara merendam roti dalamnya supaya lunak. Lalu kuberi juga sekerat roti dan kusuruh dia supaya rotinya itu dimasukkan ke dalam air susu itu, dan semua ini dapat segera dipahaminya. Dan dengan isyarat pula ia menyatakan bahwa roti dan susu itu sangat enak. Aku tinggal di tempat itu sehari-harian dengan dia. Pada
keesokan harinya dia kuberi isyarat supaya mau turut lagi dengan daku. Kukatakan dengan gerak-gerak tangan, bahwa dia akan kuberi pakaian. Ini sangat menggirangkan hatinya benar, ia betul-betul telanjang bulat. Ketika kami sampai di tempat ke dua mayat itu dikubur, ia hendak menggerakkan hatiku supaya memberi izin menggali ke dua mayat itu dan memakannya. Tapi aku marah kepadanya. Kuperlihatkan kemarahanku dengan muka bengis, bahwa perbuatan itu tidak kusetujui dan segera kuperintahkan supaya ia lekas-lekas mengikuti aku (tentu saja dengan gerakgerak tangan lagi) dan untunglah ia menurut dengan segala kerendahan hati. Kami kembali mendaki bukit, untuk melihat apakah musuhmusuh itu sudah pergi. Dan dengan teropong aku dapat melihat, mereka sudah tidak ada lagi. Jadi, orang-orang liar itu membiarkannya saja kedua temannya itu akan nasibnya masing-masing. Tapi aku belum puas dengan penemuan ini. Sambil memberikan pedangku kepada si Jum'at yang ketika itu sudah menyandang anak panah beserta busurnya kepunyaan musuhnya yang sudah mati itu, kami lalu menuruni bukit menuju ke tempat bekas orang-orang liar kemarin itu. Sebab aku ingin benar mengetahui serba cukup bekas-bekas mereka. Ketika kami datang di tempat yang dituju, sesaat lamanya darahku seolah-olah beku. Apa yang kulihat amat menyeramkan. Bagiku kataku, sebab bagi si Jum'at tampaknya tidak begitu halnya. Tulang-tulang manusia berserakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sedangkan tanah sekitarnya merah disirami darah dan di mana-mana terdapat potongan-potongan daging besar yang
separuh habis dimakan separuh puntung, separuh lagi hangus. Pendeknya, semua jelas tanda-tanda bekas pesta terkutuk itu. Seluruhnya ada tiga tengkorak, lima tangan dan banyak benar tulang belulang manusia lainnya. Dengan isyarat si Jum'at memberitahukan kepadaku, bahwa untuk pesta ini mereka membawa lima orang tawanan, termasuk ia sendiri. Telah terjadi pertempuran sengit antara mereka dan calon rajanya, yang ia sendiri agaknya termasuk salah seorang pengikutnya. Diceritakan pula oleh si Jum'at, bahwa banyak sekali yang ditawan, yang sekalian-nya diangkut ke berbagai tempat, akan dimakan. Kuperintahkan si Jum'at mengumpulkan semua tengkorak tulang-tulang dan potongan daging, dan setelah semua itu tertimbun, kubakar dan kunantikan sampai semuanya menjadi abu, sebab si Jumat tampaknya hampir tak dapat menahan air liurnya. Itulah saja yang menimbulkan amarahku, kuancam akan kubunuh dia bila berani menjamahnya. Setelah semuanya habis terbakar, aku pulang dengan si Jum'at dan segeralah aku berbuat sesuatu untuknya. Pertama kuberikan padanya salah satu celana lena yang kudapati dalam peti tempo hari, setelah dirobah sedikit serasi benar baginya. Dari kulit kambing kubuatkan sebuah kemeja dan dari kulit terwelu sebuah pici. Jadi untuk sementara ia sudah mempunyai pakaian lengkap dan ia sendiri tampaknya merasa amat senang berpakaian seperti itu. Keesokan harinya aku berpikir di mana ia seterusnya harus tidur. Agar ia agak bebas, aku mengambil keputusan memasang kemah buat tidur baginya di antara kedua pagar. Tapi segera ternyata, bahwa hal itu tidaklah perlu, karena si Jum'at adalah pembantu yang paling baik dan paling setia. Aku suka benar padanya dan lambat-laun aku berusaha memberi segala macam pelajaran, terutama mengajar dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berbicara dan mengerti maksud ku. Ia sendiri seorang murid yang paling rajin dan bila ia dapat mengerti aku atau ia dapat menjelaskan maksudnya, bukan main girangnya.
22 Sesudah ia tinggal denganku kira-kira tiga hari lamanya, aku mencari akal bagaimana caranya agar ia suka makan daging lainnya. Pada suatu hari kubawa dia ke hutan. Aku bermaksud menembak seekor kambing dari kawanan kambing-kambingku untuk dimasak dagingnya di rumah buat si Jum'at dan bagiku sendiri. Waktu berkelana dalam hutan, kulihat seekor kambing tua dengan dua kambing muda di sampingnya. Kupegang tangan si Jumat dan berkata, "Berhenti," dan dengan isyarat kuperintahkan ia jangan bergerak. Kemudian kutembak salah satu kambing muda itu. Si Jum'at yang pernah melihat aku membunuh seorang liar dalam jarak jauh, tapi sama sekali tidak mengerti bagaimana caranya, sangatlah terkejut. Ia gemetar dan sangat tercengang, hingga aku mengira ia akan terjatuh. Ia tidak melihat kambing itu dan tidak juga tahu bahwa aku telah membunuhnya, tapi segera ia membuka kemejanya untuk melihat apakah ia sendiri terluka ataukah tidak. Mengertilah aku, bahwa ia mengira aku akan membunuh dia, sebab dengan sekonyong-konyong ia berlutut, merangkul kedua lututku sambil mengucapkan bunyi-bunyi yang sama sekali tak dapat kupahami. Tapi aku mengerti, bahwa ia memohon padaku agar jangan dibunuh. Kutenangkan kuyakinkan dia, bahwa aku tidak berniat jahat padanya. Dan sambil
memegang tangannya, aku tertawa sambil menunjukkan kambing kepadanya. Kuperintahkan dia mengambil kambing
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ itu dan ketika ia melihat-lihat binatang itu dengan takjubnya, kuisi lagi bedilku. Kulihat seekor burung besar di atas pohon, sejenis burung elang. Dan supaya si Jum'at bersedia-sedia kupanggil dia dan kutunjukkan padanya burung itu, yang sekarang ternyata seekor burung kakaktua. Kutunjukkan berturut-turut, mula-mula burung, lalu senapanku, lalu tempat kakaktua itu. Kubidik burung itu, sambil kuperintahkan kepadanya melihat baik-baik, dan diturutnya pula dengan patuh, dan sete lah letusan berbunyi segera dilihatnya bahwa burung itu jatuh. Ia masih sangat terkejut juga, walaupun telah kuunjukkan padanya lebih dulu. Segera kuketahui bahwa yang lebih-lebih mengejutkannya, karena ia tidak melihat bahwa aku memasukkan sesuatu ke dalam lubang senapan itu dan ia mengira bahwa dalam senapan itu ada sesuatu benda ajaib, yang kalau dikehendaki dapat begitu saja membunuh manusia atau binatang. Tentang senapan itu sendiri mula-mula tak hendak banyak tahu, tapi kemudian ia mulai bertanya-tanya dengan sangat hormatnya, berkata dan memohon supaya aku tidak membunuh dia. Setelah kejutnya agak reda, kusuruh dia mengambil burung itu dan ia pun pergilah mengambilnya, meskipun tidak segera, karena kakaktua itu tidak seketika mati kena tembak, masih menggelepar-gelepar. Tapi akhirnya ia membawanya juga burung itu kepadaku, dan di muka matanya kuisi lagi senapanku, untuk memperlihatkan kepadanya, bagaimana
duduknya perkara. T api tak ada lagi yang akan kami tembak, dan akhirnya kami hanya membawa kambing yang masih muda itu saja pulang ke rumah. Pada malam itu juga kukuliti kambing itu, aku ambil sebagian, kumasukkan ke dalam periuk, aku membuat sup yang enak. Setelah aku sendiri makan sedikit, kuberi pula si Jum'at, tampaknya pemberian ini berkenan benar. Tapi yang lagi-lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengherankan baginya, ialah bahwa aku memasukkan garam ke dalam sup itu ia tidak tahu-menahu tentang garam. Baru setelah beberapa lama kemudian ia mau juga menaruh garam pada daging dan sup, tapi juga sangat sedikit. Setelah aku memberi makan Jum'at dengan daging dan sup, keesokan harinya dia kuberi daging panggang. Kujepitkan daging sisa itu pada pacak yang kubuat dari dua buah penyapit, kutaruh di atas api seperti yang biasa kulihat di Inggris, dan kini aku hanya menjaga supaya daging itu jangan gosong. Sejak mulai persiapan Jum'at sudah sangat gembira tampaknya. Dan setelah ia mencicipi bagaimana lezatnya daging panggang rupanya ia tak dapat mengatakan dengan tepat perasaannya. Sejak itu ia menyatakan tegas sekali tidak akan makan daging manusia lagi. Pada keesokan harinya kusuruh dia bekerja, mula-mula ia mengirik gandum lalu menapisnya, dan setelah aku memberi contoh, dapatlah ia meniru jejakku dengan baik sekali, ia belajar membakar roti, pekerjaan ini dapat segera kuserahkan seluruhnya kepadanya. Karena ternyata kini ada dua mulut yang harus diisi, terasa sangat perlu pula lebih banyak menanam gandum. Segera kusiapkan sebidang tanah yang luas, seperti yang terdahulu,
harus kupagari sekelilingnya, Jum'at lah yang banyak menolongku. Ini adalah tahun yang sangat menggembirakan selama aku menjadi penghuni pulau tersebut. Jum'at sudah mulai lancar berbicara dan mengerti bahasa Inggris, lidahku pun terbawa lancar pula, yang selama ini tak pernah kupergunakan. Di samping kesukaan yang kudapati dalam berbicara dengan dia, mulai pula terasa semacam kekariban alam kanak-kanak, yang bersahaja antara kami, dan aku mengira dia dari pihaknya mulai terasa tumbuh rasa kasih terhadapku dengan cara seolah-olah ia tak pernah mempunyai perasaan kasih semacam itu kepada yang lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Segera pula timbul perasaan ingin menyelidiki lebih lanjut dalam pikiran, bagaimana rasa cinta terhadap tanah airnya dan setelah ia lebih banyak mengerti bahasa Inggris, kutanya dia, "Mengapa bangsamu tak pernah menang dalam perkelahian." Mendengar ini ia tersenyum dan berkata, "Ya, ya kami berkelahi selalu baik," ia hendak mengatakan: kami selalu jadi pemenang. Lalu terjadilah percakapan antara kami berdua. Aku, "Kalian berkelahi selalu baik, katamu, tapi apa sebabnya engkau jadi tawanan?" Jum'at, "Rakyatku menang semua." Aku, "Menang katamu? Kalau rakyatmu menang, mengapa engkau ditawan?" Jum'at, "Lebih banyak dari rakyatku yang ada pada kami. Mereka mengambil satu, dua, tiga, dan aku. Rakyatku mengalahkan mereka di tempat lain, yang aku tak ada. Di sana rakyatku mengambil mereka satu, dua, tiga, seribu."
Aku, "Ke mana mereka membawa lari tawanannya?" Jum'at; "Rakyatku membawanya ke tempat yang mereka anggap baik." Aku, "Kemari juga?'" Jum'at, "Ya, ya mereka kemari. Tapi tempat lain." Aku, "Pernah juga engkau kemari?" Jum'at, "Ya, ya saya kemari pernah." (ia menunjukkan arah Barat Laut). Dari percakapan ini dapatlah aku menarik kesimpulan, bahwa sahabatku si Jum'at tergolong kepada orang-orang liar, yang biasa datang di pulauku, agak jauh dari kediamanku. Beberapa waktu, kemudian, ketika kubawa dia ke tempat itu, ia mengatakan padaku, bahwa ia pun pernah datang ke sana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan turut memakan dua puluh orang laki-laki, dua orang perempuan dan seorang anak-anak. Ia tak dapat menghitung sampai dua puluh, tapi jumlah itu dinyatakan dengan menjajarkan dua puluh buah batu di atas tanah. Kuceritakan ini semua, karena merupakan pendahuluan apa yang akan kuceritakan berikutnya. Sesudah percakapan kami itu, kutanyakan padanya berapa jauhnya jarak antara pulauku dengan pantai pulaunya dan apakah sebabnya perahu-perahu tidak sering mendapat kecelakaan. Ia menceritakan padaku, tidak ada bahaya dan belum pernah ada perahu mendapat kecelakaan, karena bila orang sudah agak jauh masuk laut akan menemukan arus dan angin, yahg pada pagi hari bersamaan arahnya dan pada malam hari sama-sama berbalik arah. Mula-mulanya aku
mengira bahwa yang dimaksudkannya ialah pasang naik pasang surut. Tapi kemudian aku mengerti, bahwa itu bersamaan dengan arus Sungai Orinoco, sedangkan pulauku berada di daerah muaranya. Dan daratan yang kulihat di sebelah barat dan barat laut ternyata pulau besar Trinidad, sebelah utara sungai. Aku mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada si Jum'at tentang negeri itu, tentang penduduknya, tentang daerah pantai, dan sebagainya, dan ia menceritakan segala-galanya dengan terus terang. Aku juga menanyakan nama-nama dari berbagai suku, di antaranya sukunya sendiri tergolong suku apa, tapi ia tidak mengetahui selain nama suku Carib. Aku tahu, bahwa yang dimaksudkannya ialah Caraib. Yang pada peta-peta dinyatakan mendiami bagian-bagian Amerika, yang meluas dari Sungai Orinoco sampai Guyana. Selanjutnya ia menceritakan, bahwa lebih jauh lagi arah ke bulan (maksudnya negeri yang terletak di sebelah barat tanah airnya) diam manusia-manusia yang berjanggut putih, seperti aku. Diceritakannya pula mereka telah membunuh banyak manusia (demikianlah katanya) yang kesimpulannya bahwa yang dimaksudkannya adalah orangorang Spanyol, yang kekejamannya terkenal di seluruh benua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan yang diceritakan turun-temurun dari bapak ke anak. Aku juga bertanya kepadanya, bagaimana
caranya aku meninggalkan pulau ini untuk bisa datang pada orang-orang putih itu katanya, "Ya, ya, tuan mesti berlayar dengan dua perahu." Mula-mulanya aku tidak mengerti, apa yang dimaksudkan dengan dua perahu, akhirnya dengan susah payah baru aku mengerti, bahwa maksudnya ialah sebuah perahu, yang besarnya sama dengan dua perahu. Percakapan dengan si Jum'at ini lama sekali berkesan padaku, dan secara berangsurangsur aku mulai percaya akan kemungkinan pada satu waktu, aku dapat meninggalkan pulau ini dengan bantuan si Jum'at. Dalam sekian lamanya si Jum'at diam padaku, sudah sering kukemukakan soal-soal agama. Pernah kutanyakan padanya, siapakah menurut pikirannya yang membuat dia. T api ia tidak mengerti dan mengira bahwa aku menanyakan siapakah bapaknya. Sekarang kuajukan pertanyaanku dengan cara lain. Kutanyakan padanya, siapakah menurut pendapatnya yang membuat laut, bumi, bukit-bukit, rimba-rimba, dan sebagainya. Ia berkata yang membuatnya ialah Benamuckee, yang berada di atas segala-galanya. Tapi ia tidak dapat menceritakan lebih lanjut tentang makhluk yang luhur tadi, selain ia amat tua, lebih daripada laut, bumi, bulan, dan bintang-bintang. Lalu aku bertanya, mengapa tidak semua benda memuja dia, meskipun dialah yang membuat segalagalanya. Ia tampaknya amat bersungguh-sungguh akhirnya
menjawab, "Segala benda memuja kepadanya." Aku bertanya pula, apakah orang-orang yang mati pergi ke suatu tempat. Jawabnya, "Ya, mereka pergi ke Benamuckee, begitu pula orang-orang yang sudah dimakan." Ketika aku telah mendengar segala itu dari padanya, aku mulai mengajar dia tentang ketunggalan Tuhan yang sesungguhnya. Kuceritakan padanya bahwa yang membuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ segala-galanya bertahta di langit; bahwa ia memelihara seluruh dunia dengan daya kebijaksanaan yang sama ketika ia menciptakan dunia, dan bahwa ia adalah Tuhan Yang Maha Kuasa yang dapat memberi dan mengambil sekaligus segala sesuatu dan kita dan dengan demikian lambat laun terbukalah matanya. Pada suatu waktu pernah ia berkata bahwa bila Tuhan dapat mendengar kita di atas Matahari. Ia tentu lebih besar daripada Benamuckee, yang hanya diam tak berapa jauh dari mereka dan bahkan di atas gunung-gunung tempat ia berkenalan untuk berkata-kata padanya, tak dapat mendengar keluh kesahnya. Kutanyakan padanya, apakah ia pernah pergi ke gunung, tapi ia menjawab, "Tidak, orang muda tak pernah pergi ke sana. Hanya orang-orang tua saja." (Oowahakee, kata si Jum'at). Dari sini dapatlah aku menarik kesimpulan, bahwa manusia alam ini pun mengenal semacam kasta pendeta yang dipuja-puja seperti halnya di gerejagereja. Tidak begitu mudah untuk menjelaskan padanya pengertian-pengertian tentang kebaikan dan keburukan. Jum'at pun sewaktu-waktu mengajukan pula pertanyaanpertanyaan itu. Kadang-kadang aku tak dapat menjawabnya sama sekali. Sebab meskipun aku sudah agak tua, baru
pertama kali itulah aku bertindak sebagai guru agama. Keyakinanku adalah lebih besar daripada pengetahuanku tentang agama, tetapi karena aku berusaha keras untuk menjelaskan berbagai-bagai soal padanya, banyak pula hal-hal yang menjadi lebih terang bagiku. Sekarang lebih banyak soalsoal yang kurenungkan daripada dahulu, sehingga hidupku bersama-sama orang liar ini membawa hal-hal yang baik bagiku. Karenanya atas kedatangannya padaku, tak putusputusnya aku berterima kasih kepada Tuhan. Dengan demikian maka kulalui hidupku dengan rasa terima kasih dan percakapan-percakapan antara si Jum'at dan aku selama tiga tahun itu membuat waktu itu tenteram dan bahagia bagi kami berdua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
23 Ketika si Jum'at dan aku saling mengenal lebih baik dan ia telah mengerti segalanya apa yang kukatakan dan ia sendiri sudah mulai lancar berbicara Inggris meskipun masih selalu terputus-putus, mulailah kuceritakan padanya riwayatku sedikit demi sedikit. Begitu banyak kuceritakan padanya, sehingga menjadi jelas baginya, bagaimana aku datang ke pulau itu. Kuceritakan bagaimana hidupku sejak semula, berapa lama aku sudah tinggal di sana dan banyak lainnya lagi. Tentang cara membuat peluru dan obat bedil, tidak kujelaskan, tapi dia kuajar memasang senapan. Kuberi dia sebilah pisau, ia terima dengan senang hati. Kubuatkan baginya sebuah ikat pinggang berlubang untuk kampaknya. Kampak itu tidak selamanya bisa digunakan sebagai senjata,
tapi toh amat berguna baginya. Kuceritakan bagaimana kami hidup di sana, memuja Tuhan bergaul dengan sesama manusia dan bagaimana kami mengirimkan kapal-kapal ke semua bagian dunia. Selanjutnya kuterangkan padanya kejadian yang dialami oleh kapal karani dan kutunjukkan padanya bekas tempat terdamparnya. Sekarang sedikit pun sudah tak ada bekas-bekasnya lagi. Kuperlihatkan pula s isa-sisa sampan kami yang dulu tak dapat kupindahkan dan yang sekarang sudah hampir lapuk. Ketika si Jum'at melihat sampan itu, ia lama berdiri merenung-renung tidak berkata sepatah pun. Kutanya mengapa, bersungguh-sungguh ia berkata, "Sampan serupa dengan sampan yang pernah datang ke negeriku." Mulamulanya aku tidak mengerti, tapi ketika ia sekali lagi memperhatikan sampan tadi, aku bisa menarik kesimpulan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bahwa sampan semacam itu dulu pernah datang di daerah pantai tempat kediamannya, atau lebih tepat lagi katanya, terbawa arus ke sana. Sekarang si Jum'at mulai menceritakan dengan teliti sampan itu, dan tiba-tiba dengan bangga ia berkata, "Dan kami telah menolong semua orang kulit putih." Segera kutanyakan, berapa orang kulit putih. "Sesampan penuh," jawabnya sambil mengacungkan jarijarinya, ia menyuruh aku menghitung sampai tujuh belas. "Bagaimana mereka seterusnya, Jum'at?" tanyaku. "Mereka hidup dan tinggal dengan rakyatku," balasnya. Ia membuat aku berpikir dan sekonyong-konyong aku teringat, bahwa mereka mungkin anak kapal yang terdampar dulu di pulauku. Ketika kapal terdampar pada karang dan
mereka tahu, bahwa kapal itu tak dapat tertolong lagi, mereka tentu naik sampan dan dengan demikian sampai di pantai yang didiami orang-orang liar itu. Kuminta padanya supaya menceritakan dengan teliti, apa yang telah terjadi dengan orang-orang Eropah itu. Jum'at berkata, bahwa mereka masih hidup, sampai di sana empat tahun yang lalu dan dibiarkan saja oleh orang-orang liar, bahkan diberi makan juga. "Tapi mengapa mereka tidak membunuh dan memakannya, Jum'at?" "Tidak, mereka menganggapnya sebagai saudara," kata Jum'at, "sebab mereka tidak pernah makan manusia, kecuali dalam perang." Dengan ini ia mau mengatakan, bahwa mereka tidak pernah makan manusia lain, kecuali tawanan perang saja. Beberapa lama setelah peristiwa itu terjadi, pada suatu ketika Jum'at berdiri di atas sebuah bukit, yang letaknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sebelah timur pulau tempat aku dahulu pada suatu hari cerah melihat pantai daratan Amerika. T iba-tiba ia mulai menari-nari sambil melompat-lompat, menandakan ia dalam kegirangan yang sangat. "Ada apa Jum'at?" kataku kepadanya. "O, gembiraku, o, senangku," katanya, "di sanalah tanah airku dan bangsaku!" Sebenarnya, aku melihat bagaimana berserinya muka Jum'at karena bahagia, matanya bersinarsinar. Peristiwa ini, aku terus terang saja, pada mulanya tak menyenangkan perasaanku, dan aku telah memastikan dalam pikiran; ia akan kembali ke kampung halamannya sekiranya
ada kesempatan, dan dengan demikian apa-apa yang pernah kuajarkan kepadanya akan sia-sia saja. Barangkali dem ikianlah prasangkaku, ia akan menceritakan kepada bangsanya, tempat tinggal dan tempat persembunyianku: di sini dan dengan sebanyak dua ratus orang, mereka akan datang menyerangku, dan kalau mereka sekali sudah dapat menangkapku, mereka akan pesta-pesta makan dan mereka akan merencah badanku dengan segala kesenangan dan kegembiraannya. Tapi aku telah berbuat tidak adil menyangka dia yang begitu jujur dengan pikiran yang bukan-bukan. Lama-lama aku pun menyesal, sebab pada suatu hari ketika kami bersamasama pula berada di atas bukit, tapi kini tak dapat melihat daratan yang pernah kami lihat itu, karena udara diliputi kabut tebal, aku bertanya kepadanya, "Jum'at, inginkah engkau kembali ke tanah airmu, kepada bangsamu?" "Ya," katanya, "saya akan senang dengan bangsaku." "Apa yang engkau akan perbuat di sana?" kataku lagi, "engkau akan kembali menjadi liar dan akan kembali makan daging manusia seperti dulu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ia memandangku dengan sayu dan akhirnya menggelenggelengkan kepalanya, sambil berkata, "Tidak, tidak, Jum'at akan," kata dia, "hidup baik, supaya belajar sembah Tuhan dan makan roti, susu dan daging kambing dan tidak lagi makan daging manusia." "Tapi Jum'at, mereka akan membunuh engkau," kataku. Ia melihat sungguh-sungguh kepadaku, lalu menjawab, "Tidak, dia, aku tidak akan bunuh, dia akan belajar kasih."
Kemudian ia bercerita bagaimana orang-orang berjenggot yang datang dengan perahu telah banyak mempelajari bangsanya. "Dan" kataku, "adakah keinginanmu untuk kembali?" Ia menjawab tak punya perahu dan tak dapat berenang begitu jauh. . Kuceritakan kepadanya aku akan membuatkan dia sebuah sampan, tapi ia berkata bahwa ia tak akan pergi, atau aku harus turut. "Aku turut?" kataku, "tapi mereka akan memakanku." "Tidak, tidak," katanya, "saya akan buat dia tidak makan Tuan, saya akan kata, saya kasih pada Tuan." Lalu ia bercerita dengan caranya sendiri bagaimana baik bangsanya itu terhadap orang kulit putih, atau orang-orang yang berjenggot panjang—demikian ia menyebutnya—yang datang dengan keadaan yang menyedihkan sekali. Aku harus mengakui bahwa semenjak itu aku mempunyai maksud akan berlayar ke sana dan mengadakan hubungan dengan orang-orang yang berjenggot itu, pasti orang Spanyol atau Portugis, yang menambah keyakinanku: bahwa dengan jumlah delapan belas orang dapatlah kami merencanakan niat akan membebaskan diri, terlepas dari mereka. Beberapa hari kemudian aku berkata kepada Jum'at bahwa aku bersedia memberikan kepadanya sebuah perahu, yang dapat digunakan olehnya untuk pergi kepada bangsanya. Lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kubawa dia melihat sampan, di sebelah sana pulau, dan setelah airnya kubuang (sebab sampan itu sengaja kurendamkan dalam air) kami berdua lalu duduk di atasnya. Aku dapat mengetahui, bahwa Jum'at sangat tangkas mengemudikan perahu, lalu aku berkata kepadanya, "Nah,
Jum'at bagaimana kalau kita sekarang pergi mendapatkan bangsamu?" Tapi ia kembali melihatku dengan sayu, ketika aku berkata demikian itu. Menimbulkan dugaanku, ia berpendapat sampan itu terlalu kecil. Karena itu segera aku mengatakan masih mempunyai yang lebih besar, pergilah kami pada keesokan harinya ke tempat aku dulu membuat perahu untuk pertama kalinya, yang ketika itu tak berhasil membawanya ke laut. Ia mengatakan perahu itu cukup besar, tapi karena terlalu lama dibiarkan, hingga melewati masa kira-kira dua puluh tiga tahun, perahu itu sudah mulai lapuk. Jum'at berkata kalau sebesar itu kiranya cukup untuk menelan muatan minuman dan roti—demikian ia mengatakannya dengan perbendaharaan kata-kata yang masih sedikit itu. Karena keinginanku untuk mencapai daratan bertambah besar, aku berkata kepadanya barangkali baik kalau berdua bersama-sama membuat perahu besar untuk dipakai berlayar ke tempat tumpah darahnya itu. Atas pernyataan ini ia tidak menjawab, ia memandangku sunggun-sungguh dengan air muka sedih, hingga aku bertanya apa sebabnya. "Mengapa Tuan marah kepada Jum'at, apa yang ia salah buat?" katanya. "Apa maksud, Jum'at?" tanyaku. "Aku sama sekali tidak marah kepadamu." "Tidak marah?" katanya, berulang-ulang kata-kata ini diucapkan olehnya, "dan mengapa Tuan menyuruh kembali Jum'at kepada bangsanya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mengapa?" tanyaku, "Tapi Jum'at, bukankah kau sendiri telah berkata, bahwa kau ingin sekali kembali ke rakyatmu?"
"Ya, ya tapi saya mau berdua ke sana. Bukan Jum'at saja dan bukan Tuan saja!" "Aku ke sana, Jum'at?" kataku. "Buat apa aku ke sana?" Sekonyong-konyong dengan cepat ia menoleh kepadaku. "Kau bisa banyak berbuat baik," katanya," kaukatakan kepada orang-orang liar, bahwa mereka mesti berbuat baik, tenteram dan aman. Kau mesti menceritakan kepada mereka tentang Tuhan, mengajar mereka bersembahyang dan mengajarkan mereka hidup baru." "Ah, Jum'at," kataku, "kau tak tahu apa yang kaukatakan. Aku sendiri orang bodoh dan berdosa." "Ya, ya tapi Tuan telah mengajar kebaikan kepada Jum'at, jadi T uan dapat mengajar mereka kebaikan juga." "Ah, Jum'at," kataku, "kau saja pergi tanpa aku. Biarlah aku hidup di sini seperti dulu." Mendengar kata-kata ini mula-mula tampaknya tercengang sekali. Tapi kemudian ia berlari menuju salah satu kampak, diambilnya lalu diberikannya kepadaku. "Apa yang harus kukerjakan dengan kampak itu, Jum'at?" tanyaku. "Ya, bunuh sajalah Jum'at," katanya. "Mengapa aku mesti membunuhmu?" tanyaku lagi. Sekonyong-konyong ia langsung menatap mukaku. "Mengapa Tuan menyuruh Jum'at pergi? Bunuhlah Jum'at, tapi janganlah mengusir Jum'at." Ia mengucapkan kata-kata itu demikian sungguh-sungguhnya, sedang air matanya berlinang-linang, sehingga dengan singkat aku berjanji tidak
akan mengusirnya bila tidak ia sendiri yang ingin pergi. Aku melihat, dalam segala percakapannya, ia menunjukkan kasih yang besar padaku. Dari itu aku menarik kesimpulan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bahwa tak ada sesuatu yang akan dapat memisahkan dia dari aku, dan keinginannya pulang ke tanah kelahiran serta rakyatnya terutama hanya disebabkan oleh harapan, supaya dengan bantuanku, rakyatnya hidup lebih baik dan lebih layak sebagai manusia. Tapi keinginanku untuk bertemu dengan ke tujuh belas orang berjanggut itu menjadi makin keras, tanpa diundurundur lagi aku dengan si Jum'at pergi mencari sebuah pohon besar yang kuat yang bisa dibuat perahu besar, cukup untuk berlayar ke daratan. Di pulau itu banyak sekali pohon-pohon yang baik, asal kita mau saja, kita dapat membuat armada kecil, yang terdiri dari kapal-kapal yang agak besar. Tapi yang terpenting ialah menemukan pohon dekat air, sehingga kalau sudah selesai, dengan gampang dapat diluncurkan ke sungai. Dengan begitu tidak akan terulang lagi kesalahan pertama. Akhirnya Jum'at memilih sebuah pohon yang serasi. Sebab aku segera melihat, bahwa ia lebih mengetahui dari aku, jenis kayu apakah yang paling baik. Sampai sekarang aku tak dapat mengatakan apa nama pohon yang kami tebang. Hanya agaknya ia menyerupai pohon kayu kuning jenis pohon Nicaragua, karena warna dan bau kayunya. Jum'at hendak melubanginya dengan jalan membakarnya saja, tapi kutunjukkan padanya betapa lebih gampangnya dengan memakai alat-alat. Sesudah kuberi contoh beberapa kali, seterusnya ia cekatan benar. Setelah kami bekerja keras sebulan lamanya, perahu itu selesa ilah, empat belas hari
lamanya dengan menggunakan roda-roda, barulah ia dapat diluncurkan ke sungai. Tapi sesudah itu, ia dengan mudah dapat menyeberangkan dua puluh orang. Dengan heran aku melihat betapa cekatannya Jum'at mengemudikan perahu. Ketika aku bertanya, apakah bisa mencapai daratan dengan perahu itu, ia berkata, "Ya, kita bisa gampang menyeberang sekalipun berhembus angin besar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi tentang membuat tiang dan layar, ia tidak tahu apaapa, begitu pula tentang memakai jangkar dan tali kabel. Tiang gampang sekali didapat, kutebang saja salah satu pohon aras yang lurus, yang banyak sekali terdapat di pulau itu dan kusuruh Jum'at untuk menyelesaikannya. Layar kukerjakan sendiri. Aku tahu, bahwa aku masih mempunyai layar, atau lebih tepat potongan-potongan layar tua. Tapi karena dalam tempo dua puluh enam tahun kubiaran saja, aku tidak mengira pada suatu waktu akan terpakai lagi, aku yakin, semua layar yang kumaksudkan tentu sudah lapuk. Dan ternyata benar. Tapi kutemukan potongan-potongan yang masih baik, dan itulah yang kukerjakan. Setelah bersusah payah berhasil kubuat sebuah layar segitiga yang di Inggris dinamakan "layar terbut". Karena kapal yang dulu kupakai berlayar sepanjang pantai Barbaria juga mempunyai layar seperti itu, aku tak canggung lagi memakainya. Menyelesaikan dan memasangnya sekali, tiang dan layar kapal memakan waktu sampai kira-kira dua bulan, sebab aku menghendaki segala-galanya baik dan rapi. Di samping itu aku membuat pula kemudi di buritan. Meskipun aku hanya peromet saja dalam hal membuat kapal, karena mengingat kepentingannya harus mempunyai kemudi, kulakukan juga
pekerjaan dengan sepenuh hatiku, akhirnya dapat juga diselesaikan dengan baik. Setelah selesai semua, kujelaskan kepada si Jum'at bagaimana menggunakan tiang kapal, layar, dan sebagainya itu, dan apa pula gunanya. Sebab meskipun ia pandai sekali menggunakan sampan ternyata ia sama sekali tak tahumenahu tentang cara menggunakan layar atau kemudi. Ia pun sangat tercengang ketika diketahuinya bagaimana aku dapat menjalankan perahu itu hanya dengan pertolongan kemudi saja, dan bagaimana pula ia terengah-engah melihat layar kembung mengembang ditiup angin menurut arah ke mana kita tujukan, dalam saat-saat belum mempunyai arah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tentu. Hanya dalam waktu pendek semua ini telah dipahaminya dan ia pun jadilah pelaut yang tangkas. Satu perkara saja yang belum diketahuinya ialah bagaimana menggunakan pedoman. Tapi karena di sini jarang turun angin ribut, dan kabut tebal pun jarang-jarang tampak, kami tak perlu sering-sering melihat pedoman. Pada malam hari bintang-bintang di langit dan siang hari pantai laut yang memanjang—kecuali musim penghujan—dapatlah menunjukkan jalan kepada kita. Aku kini sudah memasuki tahun kedua puluh tujuh menghuni pulau, tapi tiga tahun terakhir semenjak Jum'at tinggal padaku dapat dipakai pengurangi waktu tersebut, karena semenjak itu boleh dikatakan cara hidupku sudah berlainan. Aku memperingati hari ulang tahun pendaratanku di pulau seperti biasa. Toh pada kali ini aku merasa lain dari hari
yang sudah-sudah, seolah-olah ada suatu bisikan gaib di telingaku, bahwa pada tahun-tahun berikutnya aku sudah tak akan ada di sana lagi. Tapi aku bekerja terus, menanam, menggali, dan membuat pagar. Selanjutnya mengumpulkan dan menjemur sekali buah anggur yang telah masak dan mengerjakan pelbagai macam apa saja yang menurut hematku ada gunanya. Karena musim hujan telah mulai lagi, sering kami tingal di rumah saja. Perahu kami yang baru, kami jaga baik-baik. Kami bawa ke anak air, tempat aku dulu sering mendarat dengan rakit. Kusuruh si Jum'at menggali tanah yang cukup besar untuk menempatkan perahu kami, dalamnya juga cukup untuk diisi air, supaya perahu itu dapat pula terapung-apung. Setelah air pasang kembali surut, kami membuat bendungan dari tepi anak air sampai ke limbung yang kami buat itu dan dengan demikian perahu akan tetap kering pada tiap-tiap kali pada air pasang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dan untuk menghindarkan air hujan, kami taruh di atas perahu itu ranting-ranting kayu besar, kami buat seolah-olah sengkuap. Kemudian kami nantikanlah bulan-bulan November dan Desember; dalam bulan-bulan itu kami akan melaksanakan maksud kami. Ketika waktu yang kami nanti-nantikan itu tiba, keinginan akan mencari pengalaman itu hangat kembali, dan mulai pulalah kami bersedia-sedia akan membuat perjalanan yang kami angan-angan itu. Sebab apa yang kini menjadi kewajiban terutama, ialah mengurus sendiri perbekalan-perbekalan yang diperlukan. Aku kini kepala gudang. Kami sepakat menanti
sampai dua minggu akan membuat bendungan dan menurunkan perahu ke air. Pada suatu pagi—kami masih dalam kesibukan—aku memanggil Jum'at dan menyuruh pergi ke pantai melihat-lihat kalau-kalau ia dapat menemukan seekor penyu. Pekerjaan ini sebenarnya pekerjaan mingguan baginya. Seperti telah sering kukatakan, di samping makan yang lain-lain, kami pun makan pula daging atau telur penyu dengan tetap. Jum'at belum lama berangkat, ketika ia tiba-tiba datang lagi dengan, bukan saja memanjat pagar, tapi boleh dikatakan melompatinya. Ia berseru-seru, "O, Tuan. O, Tuan. Celaka. Menyedihkan." "Ada apa Jum'at?" kataku. "O di sana,," katanya lagi, "satu, dua, tiga perahu; satu, dua, tiga." Dengan tekanan suara: satu, dua, tiga, kukira ia akan melanjutkannya sampai bilangan enam, untung ia bermaksud hanya tiga buah perahu saja. "Ya, Jum'at!" kataku mencoba meredakan, "jangan takut." Tapi aku me lihat dia benar-benar sangat ketakutan. Rupanya tidak dapat menghilangkan pikiran bahwa mereka datang ke pulau itu semata-mata akan membunuh dia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dan anak malang ini sudah gemetar tidak keruan memikirkan orang-orang itu akan datang, memotong-motong tubuhnya lalu memakan habis-habis dagingnya, hingga aku tak tahu bagaimana cara meredakannya. Kucoba sedapatdapat membujuk dia dengan memastikan bahwa bahaya itu bukan hanya untuk dia saja, aku sendiri pun seperti dia pasti akan dimakannya. "Tapi," kataku, "Jum'at, kita harus melawan mereka. Dapatkah engkau berkelahi, Jum'at?"
"Aku tembak," katanya, "tapi dia banyak teman." "Itu tak mengapa," kataku lagi, "senapan-senapan kita akan mengejutkan mereka, hingga kita tak perlu menembak orangnya." Kemudian kunyatakan lagi, kalau aku berjanji kepadanya akan mempertahankan dia, ia harus pula menolongku. Ia menjawab, "Saya mati kalau Tuan kata mati." Lalu masuklah aku ke rumah dan kuberi dia minum rum. Aku sangat hemat dengan rum, karena itu aku masih mempunyai setengahnya dari jumlah semuanya. Setelah ia minum, kusuruh dia ambil bedil pemburu, yang selalu kami bawa, dan kuisi dengan penabur banyak sekali, hampir sebesar peluru pistol. Kemudian kuambil empat pucuk bedil setinggar dan masing-masing kuisi dengan peluru-peluru baud dan lima peluru yang lebih kecil; pistol-pistolku kuisi juga dengan beberapa peluru. Seterusnya sebagaimana biasa kusandangkan pedangku yang besar, kepada Jum'at kuberikan kampaknya. Sesudah bersiap-siap begitu, kuambil teropongku dan kudaki bukit dari samping, untuk mengetahui apakah masih dapat kulihat sesuatu. Segera tampak dua puluh satu orang liar, tiga orang tawanan dan tiga buah perahu. Agaknya mereka sedang asyik benar menyiapkan pesta besar, dan ketiga orang tawanan itulah yang merupakan hidangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ istimewa. Memang suatu pesta biadab, tapi tidak lebih biadab daripada biasa. Kulihat juga bahwa mereka tidak mendarat di tempat mana mereka dulu akan memakan Jum'at, tapi lebih dekat sungai kecil yang pantainya rendah dekat hutan lebat yang menjorok sampai ke laut. Ini saja sudah menimbulkan
amarahku, hingga aku kembali kepada Jum'at dan memberitahukan padanya, bahwa aku berniat mengejar dan membunuh mereka semua, sambil minta padanya supaya membantu aku. Sekarang takutnya sudah agak teratasi dan karena semangatnya amat bertambah oleh rum yang kuberikan padanya, ia sekarang menjadi berani sekali dan mengulangi lagi, bahwa ia bahkan bersedia bunuh diri, bila kuperingatkan padanya. Saat ini kupergunakan untuk membagikan senjata antara kami berdua. Kuberi Jum'at sepucuk pistol untuk diselipkan pada ikat pinggangnya dan seterusnya tiga pucuk bedil dan sepucuk pistol lagi, dan dengan bersenjata demikian, kami berangkatlah. Selanjutnya kumasukkan sebotol rum ke dalam sakuku dan kuberi Jum'at sekantong besar obat bedil dan peluru-peluru. Sementara, kuperintahkan dia berjalan dekat-dekat di belakangku, tidak boleh berteriak atau menembak, sebelum kuminta padanya, tapi terutama sekali jangan berbicara. Mula-mula kami berbelok ke kanan mengambil jalan berputar kira-kira satu mil, untuk dapat melintasi sungai kecil, maupun untuk mencapai hutan, sehingga dengan begitu aku dapat mendekati mereka pada jarak tembak, tanpa diketahuinya. Sambil kami berjalan, pikiran-pikiran yang dulu muncul kembali: rencanaku akan kuubah. Tapi janganlah mengira, jumlah mereka menakutkan. Mereka orang-orang liar telanjang yang tidak bersenjata. Keadaan Jum'at dan aku jauh lebih menguntungkan. Aku mulai bertanya kepada diriku sendiri, alasan apakah sebenarnya untuk menyerang sesuatu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bangsa, yang sampai sekarang belum pernah berbuat tidak senonoh terhadapku, tidak melakukan kejahatan kepadaku, sedangkan kebiasaan biadab mereka hanyalah merugikan dirinya sendiri. Setelah aku mencapai hutan, aku berjalan terus diikuti dekat-dekat oleh Jum'at, sampai aku mendekati tepi hutan, dan kini hanya suatu tempat sunyi membatasi aku dan orangorang liar. Kupanggil Jum'at dengan suara perlahan-lahan sambil menunjukkan sebuah pohon besar. Kuperintahkan dia naik ke atasnya untuk melihat apa yang dikerjakan mereka. Apa yang kuperintahkan dikerjakannya dan segera ia turun lagi. Kepadaku ia berkata, bahwa dari pohon tadi ia dapat melihat segala-galanya. Mereka sedang duduk mengelilingi api besar, lagi makan daging salah seorang orang liar, sedangkan tawanan lainnya berbaring terikat di tanah, menantikan sampai mereka mulai memakan dia. Seterusnya Jum'at berkata, bahwa tawanan itu tidak tergolong rakyatnya, tapi ada salah seorang yang berjanggut yang dulu pernah ia ceritakan padaku. Ketika ia bercerita, perasaan ngeri dan terkejut menghinggapi-ku. Aku sendiri naik ke atas pohon, dan dengan pertolongan teropongku kulihat memang ada seorang kulit putih yang terikat tangan kakinya, berpakaian lengkap, terbaring di pantai dekat laut. Pada jarak kira-kira lima puluh meter, ada lagi sebatang pohon di sampingnya ada semak-semak rendah, tapi karena untuk sampai ke sana ada suatu tempat terbuka, aku takut diketahui mereka. Karena itu aku berjalan dua puluh langkah ke belakang, kemudian pergi menuju pohon tadi lewat jalan lain, sambil bersembunyi di belakang belukar. Dari sini aku merangkak ke suatu bukit kecil. Dari sana aku mendapat pemandangan bebas dalam jarak kira-kira delapan puluh meter sekitarku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 24 Kini aku tak boleh membuang waktu, masih ada sembilan belas orang lagi dari mereka yang sedang duduk mengelilingi api, sedangkan yang dua orang lagi pergi mengambil orang Kristen itu untuk disembelihnya. Aku segera berbalik kepada si Jum'at dan berkata, "Sekarang, Jum'at, kerjakanlah apa yang kukatakan." Ia mengangguk. "Lihat, Jum'at," kataku, "kerjakanlah persis seperti apa yang kubuat, dan awas, jangan lalai sedikit pun." Lalu kuletakkan kini sebuah bedil setinggarku dan keduaduanya bedil pemburu di atas tanah. Ini diikuti oleh si Jum'at, lalu kubidikkan bedil setinggarku yang satu lagi kepada orangorang liar itu. Kusuruh Jum'at berbuat seperti ini, kemudian kutanya apakah ia telah siap. "Ya," katanya. "Nah! Tembakan!" kataku, dan pada saat yang sama aku pun menembakkan bedilku. Jum'at memilih tujuan lebih baik daripadaku. Ia berhasil menewaskan dua orang dan melukai tiga orang. Aku sendiri hanya dapat membunuh seorang dan melukai dua orang. Dan seperti dapat kita pahami mereka yang kami hujani dengan peluru itu kalang kabut: mereka yang belum luka, berlarian, tapi sambil tak tahu rupanya ke arah mana harus pergi, ke mana harus melihat, mereka pun tak tahu dari mana bencana itu datang. Jum'at terus saja memandangku, karena tak boleh lalai dari perhatian apa yang kuperbuat. Dan segera setelah aku melepaskan lelahku sejenak, pertama kulemparkan bedil setinggar ke samping, lalu kuambil sebuah dari bedil pemburu, demikian pula si Jum'at. Ia melihat
jariku memegang pemetik, lalu membidik dan si Jum'at menurutinya. "Selesai Jum'at?" tanyaku. "Ya," katanya. "Usirlah mereka." "Dengan nama Allah," teriakku, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kutembakkan bedilku untuk kedua kalinya kepada orang-orang liar yang sedang kalang kabut ketakutan. Demikian juga si Jum'at, ia menembakkan bedilnya sesaat dengan waktu aku menembak. Tapi karena bedil-bedil pemburu itu hanya diisi penabur, kami hanya membunuh dua orang. Meskipun sebagian besar telah kena tembak mereka berlompatan lari ke sana kemari, sambil menjerit-jerit seperti kemasukan setan, tubuhnya berdarah. Kebanyakan dari mereka terluka parah, dan beberapa menit kemudian ada lagi tiga orang yang rubuh. "Nah, Jum'at," kataku sambil mengambil bedil setinggar yang kini telah diisi lagi, 'Ikut aku," kemudian aku lari masuk hutan diikuti oleh si Jum'at, akan memperlihatkan diri kepada mereka. Dan segera aku mengetahui, bahwa baru saja mereka dapat melihat aku, aku pun segera berteriak sekuat tenaga menyuruh Jum'at supaya ia pun berbuat demikian dan lari secepat-cepatnya dengan berpakaian lengkap seperti aku. Kami tak dapat cepat-cepat lari karena berat oleh pakaian yang serba berat itu. Tapi dapat juga mendekati si kurban yang sedang berada antara mereka dan laut. Kedua pembunuh yang telah siap akan memulai pekerjaannya, ketika mendengar letusan pertama, lari lintang pukang ke pantai, lalu seperti temannya yang tiga orang lagi, bersembunyi dalam sampan. Karena itu aku memberi isyarat kepada si Jum'at untuk menembakkan lagi bedilnya. Ia segera mengerti akan kehendakku dan menembaklah ia sambil mendekati orangorang liar yang telah naik perahu itu, pada jarak kira-kira
empat puluh ela. Mula-mula aku mengira bahwa ia dapat membunuh semuanya rubuh ke dalam perahu. T api kemudian tampak lagi yang dua orang, lalu ditembakinya pula kedua orang tersebut, sedangkan yang ketiga rupanya kena luka lagi, ia rebah ke dalam perahu. Selama Jum'at menembaki mereka, aku mengerati tali-tali yang dipakai mengikat si kurban dengan pisau dan sete lah mereka terlepas kuangkat dia dan kutanya dalam bahasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Portegis siapa dia. Ia menjawab dalam bahasa Latin, mengatakan bahwa ia orang Kristen tapi ia sangat lemah dan lemas, hampir-hampir tak dapat berdiri atau bercakap. Karena itu aku mengambil bekalku dari saku, dan sambil mengulurkan kepadanya, kuberi isyarat supaya ia minum. Iapun melakukan apa yang kuperintahkan. Kemudian kuberi sekerat roti, dan ia memakannya sampai habis. Ketika aku bertanya kepadanya, dari mana asal, ia menjawab bahwa ia bangsa Spanyol. Ketika ia sudah agak kuat, ia menyatakan terima kasih dengan isyarat sedapat-dapatnya bahwa ia telah ditolong. "Signor," kataku, sebisa-bisa saja dalam bahasa Spanyol, "kelak kita bicara panjang, tapi kini kita harus berkelahi. Kalau Tuan masih kuat, ambillah pistol dan kelewang ini." Ia mengambilnya dengan rasa terima kasih, dan baru saja ia merasa senjata-senjata itu ada dalam tangannya, lalu ia pun melompat seperti kemasukan setan, menyerang yang telah menyakitinya dan membunuhnya sekali dalam sekejap saja. Bedilku masih kupegang. T idak kutembakkan, tapi aku s iap untuk melakukannya, sebab pistolku dan kelewangku telah kuberikan kepada orang Spanyol itu. Karena itu pula aku segera menyuruh si Jum'at supaya senjata-senjata yang tadi
diletakkan di bawah pohon segera diambilnya. Iapun lekaslekas menjalankan perintahku. Pada saat aku mengisi bedil pemburu itu kembali, orang Spanyol itu sedang sibuk menangkis serangan-serangan. Ia menyerang dengan salah satu kelewang kayunya, yaitu kelewang yang hendak dipakai membunuh mangsanya. Orang Spanyol, yang agak nakal tapi berani,—sayangnya tampaknya lemah—berkelahi mati-matian me lawan penduduk asli itu, yang tampaknya berani juga dan kuat. Dan beruntung ia rupanya dapat membantingkan orang Spanyol itu ke tanah dan mencoba merebut kelewangku dari tangan orang Spanyol itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dan orang Spanyol itu membiarkannya saja diambil kelewangnya, tapi ia segera mencabut pistol dari ikat pinggangnya, dan menembakan tepat pada kepala sang korban, hingga ia jatuh dan mati, sebelum aku datang memberikan pertolongan. Jum'at, yang sekarang tidak perlu lagi menantikan perintah-perintahku, masih mengejar orang-orang liar, dengan hanya bersenjatakan kampaknya. Dengan kampak ini ia membunuh ketiga orang yang terluka dan rubuh pada permulaan pertempuran, dan seterusnya sekalian orang yang bisa dicapainya. Dan ketika orang Spanyol datang padaku minta bedil pemburu, agar dia pun dapat mengejar orang orang liar, kuberikan padanya sepucuk. Ia bisa melukai dua orang liar lagi. Tapi oleh sebab ia tidak berhasil mengejarnya, karena kedua-duanya lari ke dalam hutan, Jum'atlah yang menggantikan. Ia berhasil membunuh seorang, sedangkan yang lainnya rupanya lebih cepat daripada Jum'at. Meskipun ia
terluka ia me lompat juga ke dalam laut, kemudian dengan sekuat tenaga berenang kepada kedua orang temannya, yang melarikan diri dengan perahu. Dengan ke dua orang dalam perahu, yang seorang di antaranya terluka juga, (apakah ia sudah mati, tak tahulah kami), maka ia adalah satu-satunya dari ke dua puluh satu orang yang bisa terlepas. Perhitungan kami adalah seperti berikut. Pada tembakan pertama, yang dilepaskan dari bawah pohon, tiga orang terbunuh. Dua orang mati oleh tembakan berikutnya. Dua orang dibunuh dalam perahu oleh Jum'at. Tiga orang dibunuh oleh orang Spanyol. Empat orang mati karena luka-lukanya dan empat orang lari ke dalam perahu, di antaranya seorang luka-luka berat. Jadi, jumlah semuanya 21 orang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mereka yang berada dalam perahu, mengayuh sekuat tenaga agar jangan tercapai senapan, dan meskipun Jum'at masih melepaskan dua tiga tembakan lagi, kukira ia tak mengenai seorang pun. Jum'at mencoba mengejar mereka dengan salah satu perahu yang ditinggalkannya. Dan memang aku pun amat takut kalau-kalau mereka bisa terlepas, sebab bila begitu mereka nanti menceritakan segala-galanya kepada bangsanya, barangkali dalam tempo singkat akan kembali dengan dua atau tiga ratus orang. Untuk mengejarnya di laut, sambil lari ke salah satu perahu, kupanggil Jum'at supaya ikut. Tapi ketika aku mau melompat ke dalam perahu, tercenganglah aku, melihat ada orang liar yang berbaring di dalamnya, seperti orang Spanyol terikat tangan dan kakinya, siap untuk
disembelih. Orang malang itu hampir saja mati karena takutnya, sebab ia tidak bisa mengetahui sama sekali, apa yang telah terjadi. Ia tak dapat melihat lewat pinggir perahu, karena terlalu erat diikat kepada lantai perahu dan lagi pula hampir pingsan disebabkan terlalu lama berbaring terikat. Tentu saja segera kukerat tali-talinya, kucoba membangkitkan dia. Tapi ia tak dapat berdiri maupun berbicara; ia hanya mengerang sekeras-kerasnya. Ia tentu mengira, bahwa orang-orang liar melepaskannya untuk membunuhnya. Oleh karena itu, kuminta pada Jum'at, supaya berbicara dengan dia dan memberitahukan padanya, bahwa ia telah bebas. Kemudian kuambil botolku, kusuruh dia minum beberapa teguk. Bahwa ia bebas, mengembalikan semangatnya, ia dapat berdiri tegak dalam perahu. Tapi ketika mendengar dia bicara dan dapat melihat mukanya lebih dekat, sekonyong-konyong ia mencium dan memeluknya. Kukira hati dari batu pun akan menjadi lentuk, bila melihat bagaimana ia kemudian, ketawa, berteriak-teriak, menari, dan sebagainya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Lama benar sebelum ia dapat mengucapkan sepatah kata pun, tapi ketika ia akhirnya agak tenang, ia berkata, bahwa orang itu adalah bapaknya. Tidak mudah bagiku untuk menjelaskan kepada pembaca,
betapa terharu aku, ketika melihat bagaimana dalamnya cinta seorang manusia liar pun terhadap ayahnya. Juga tak mungkin bagiku untuk menggambarkan segala pernyataan cinta dan kasih, sebab Jum'at masuk ke dalam perahu kemudian keluar lagi. Dan ketika ia masuk lagi ke dalam perahu, ia duduk di samping bapaknya dan memberinya makan dan minum, sambil melekapkan kepalanya di atas dadanya, kadangkadang sampai setengah jam lamanya. Ia mengangkat dengan hati-hati tangan dan kaki ayahnya dan dengan tangannya menggosok-