Februari 2015
Kontributor Tetap
……………………………………………………………….. Ryan Kiryanto Chief Economist BNI Telp: 0812-1079864 Ruddy N. Sasadara AVP Riset Bisnis & Ekonomi Telp: 0818-955033 Dedi Arianto AVP Investor Relations Telp: 0818-904400 Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA Regional Chief Economist Wil. Medan Telp: 0811-604094 Dr. Emrinaldi Nur DP, SE, M.Si, Akt, CA Regional Chief Economist Wil. Padang Telp: 0812-7602876 Prof. Dr. Bernadette Robiani, MSc Regional Chief Economist Wil. Palembang Telp: 0812-7121223 Prof. Dr. Rina Indiastuti, SE, MSIE Regional Chief Economist Wil. Bandung Telp: 0812-2379092 Dr. Alimuddin Rizal Riva’i Regional Chief Economist Wil. Semarang Telp: 0813-25359081 Dr. Rudi Purwono, SE, MSE Regional Chief Economist Wil. Surabaya Telp: 0815-9407311 Dr. Marsuki, SE, DEA Regional Chief Economist Wil. Makassar Telp: 0878-80999444 Prof. Dr. I Wayan Ramantha, MM, Ak,CPA Regional Chief Economist Wil. Denpasar Telp: 0812-3801880 Dr. Ahmad Alim Bachri, SE, MSi Regional Chief Economist Wil. Banjarmasin; Telp: 0813-55499568 Dr. Agus Tony Poputra, SE, Ak, MM, MA Regional Chief Economist Wil. Manado Telp: 0811-4301999 Dr. Sidik Budiono, ME Regional Chief Economist Wil. Papua Telp: 0812-25784968
Ekonomi Global Ruddy N. Sasadara Riset Bisnis & Ekonomi AWAN MENDUNG PEREKONOMIAN DUNIA, BADAI DI EROPA PAKSA BANK SENTRAL KUCURKAN PAKET STIMULUS
di Jepang akhir tahun lalu, kebijakan moneter Perdana Menteri Shinzo Abe kembali diuji. Perekonomian Jepang sepanjang tahun lalu terpuruk, setelah sempat mengalami kontraksi pada kuartal kedua dan ketiga. Di Cina, perlambatan ekonomi akhirnya benarbenar terjadi. Pertumbuhan ekonomi Cina sepanjang tahun 2014 hanya 7,4 persen (year on year), di bawah target pemerintah 7,5 persen.
International Monetary Fund (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2015 dari 3,8 persen menjadi 3,5 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi ini lebih optimistis dibandingkan proyeksi World Bank, yaitu ekonomi global diperkirakan tumbuh hanya 3 persen. Faktor harga minyak memberikan dampak yang bertolak belakang kepada berbagai negara, sehingga dapat membuat perkembangan ekonomi ke depan lebih beragam. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dipangkas karena penurunan potensi pertumbuhan di banyak negara dan dampak krisis ekonomi yang ternyata masih belum berakhir.
Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi zona Euro disebabkan masih rendahnya tingkat inflasi, dimana pada posisi Desember 2014 lalu hanya sebesar 0,2 persen (year on year). Harga minyak dunia yang makin anjlok juga menjadi salah satu penyebab tergerusnya perekonomian zona Euro, sehingga ancaman deflasi kian nyata. Para petinggi di Uni Eropa saat ini masih berkutat mendorong perekonomian Eropa. Pada akhir bulan Januari 2015 lalu, bank sentral Eropa, European Central Bank (ECB), mengumumkan telah menyiapkan paket stimulus baru yang diharapkan dapat mendorong ekonomi Eropa.
Ancaman perlambatan ekonomi masih membayangi benua biru, Eropa. World Bank dan IMF kompak menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi zona Euro untuk tahun 2015 masing-masing sebesar 1,1 persen dan 1,2 persen, turun dari proyeksi sebelumnya yaitu 1,2 persen dan 1,4 persen. Sementara itu, kondisi perekonomian Amerika Serikat masih menjadi misteri. Pada awal tahun ini bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) memastikan penundaan kenaikan suku bunga acuan, seperti yang tertuang dalam minutes of meeting hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan Desember 2014 lalu.
Paket stimulus tersebut antara lain berupa program pembelian obligasi senilai 60 miliar euro (68 miliar dolar AS) per bulan. Program quantitative easing ini ditargetkan mulai bulan Maret 2015 hingga September 2016 mendatang. Namun, ECB juga masih membuka kemungkinan bahwa program ini dapat berjalan lebih lama dari target. Para pengamat menilai kawasan Eropa masih sulit keluar dari bayang-bayang krisis, meskipun sejumlah stimulus telah digelontorkan.
Dari kawasan Asia, setelah berhasil memenangi kembali pemilihan umum
Bank sentral masing-masing negara anggota Uni Eropa juga berjuang mendorong pertumbuhan. Misalnya, bank sentral Swiss, Schweizerische National Bank (SNB), melepas patokan kurs franc Swiss terhadap euro, serta memangkas suku bunga menjadi mi-
Februari 2015
nus 0,75 persen. Sentimen negatif diperkirakan masih akan melanda Eropa, salah satunya adalah kemungkinan keluarnya Yunani dari Eropa. Hal ini mungkin saja terjadi setelah Alexis Tsipras dari Partai Syriza memenangi pemilu. Tsipras dalam janji kampanyenya menyebut akan berhenti menjalankan kesepakatan bailout yang dibuat pemerintah lama. Sementara itu, The Fed sejak tahun lalu berencana menaikkan suku bunga acuan. Hal tersebut dilakukan dengan syarat perekonomian AS sudah membaik, dengan tolok ukur utama tingkat pengangguran yang menurun dan tingkat inflasi yang mendekati target 2 persen. Pada akhir tahun lalu pertumbuhan ekonomi AS cukup menggembirakan, dimana pada kuartal ketiga ekonomi tumbuh 5 persen (quarter on quarter) yang merupakan angka tertinggi selama 11 tahun terakhir. Realisasi pertumbuhan ini memunculkan indikasi bahwa ekonomi AS telah membaik. Di sisi lain, sebagian besar anggota Federal Open Market Committee (FOMC) tidak siap memulai proses normalisasi moneter saat harga minyak dunia terus menurun dan risiko keuangan global meningkat. Kekhawatiran tingkat inflasi yang masih rendah menjadi pertimbangan untuk menunda kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR). Penundaan kenaikan suku bunga mengindikasikan bahwa The Fed mungkin akan memulai proses normalisasi moneter setidaknya pada pertemuan berikutnya, yaitu April 2015. Perekonomian AS memang semakin pulih, namun perlambatan pertumbuhan ekonomi global masih harus terus diwaspadai. Perekonomian Jepang benar-benar terpuruk sepanjang tahun fiskal 2014 yang berakhir Maret 2015 mendatang. Bank sentral Jepang, Bank of Japan
(BOJ), memangkas jauh proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pada akhir Januari 2015 lalu, BOJ merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang tahun fiskal 2014 terkontraksi 0,5 persen. Angka ini berbanding terbalik dengan proyeksi sebelumnya, dimana pemerintah Jepang memprediksi ekonomi Jepang dapat tumbuh 1,2 persen. Namun, untuk tahun fiskal 2015, pemerintah Jepang optimis kondisi ekonomi akan membaik. BOJ memperkirakan perekonomian akan rebound, dan tumbuh 2,1 persen. Optimisme ini didukung langkah pemerintah Jepang yang menunda kenaikan pajak penjualan, yang rencana awalnya akan ditetapkan pada Oktober 2015. Di sisi lain, tingkat inflasi Jepang tahun ini diperkirakan hanya sekitar 1,0 persen, lebih rendah dari perkiraan semula 1,7 persen. Oleh karena itu, muncul ekspektasi pelonggaran moneter lainnya untuk menggerakkan perekonomian Jepang. Perekonomian Cina melambat sepanjang tahun 2014 lalu, dengan hanya tumbuh 7,4 persen. Angka pertumbuhan ini merupakan yang terlemah dalam 24 tahun terakhir. Perdana Menteri Cina, Li Keqiang, mengatakan bahwa saat ini Cina sedang menghindari hard landing perekonomian dan fokus pada kepastian pertumbuhan yang moderat hingga tinggi dalam jangka panjang. Saat ini sektor manufaktur masih cukup mengkhawatirkan, meskipun sedikit mengalami peningkatan pada Januari 2015 lalu dibandingkan posisi Desember 2014. Dengan kondisi global yang masih belum menentu, menjadi peringatan bagi perdagangan Cina pada kuartal pertama tahun ini jika permintaan global masih tidak merata. Ekspor Cina diperkirakan belum sepenuhnya pulih pada tahun ini akibat belum kondusifnya kondisi
perekonomian pada semester kedua tahun lalu. (*) “Ada harapan pada ekonomi AS untuk terus membaik, namun sayang ekonomi Eropa dan Jepang masih menghadapi kesulitan, sementara Cina sepertinya tidak terlalu didorong untuk melaju cepat guna menghindari hard-landing. Bagi Indonesia, membaiknya ekonomi AS merupakan sinyal bagus ke depan, namun juga menimbulkan kekhawatiran akan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Rencana Euro menerapkan QE diharapkan bisa membantu memperbaiki nilai tukar rupiah”
Berita Domestik Ryan Kiryanto Chief Economist BAHAS RAPBNP 2015, TARGET PERTUMBUHAN EKONOMI DI REVISI Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2015 di Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, telah menghasilkan beberapa kesepakatan. Sebanyak tiga asumsi makro berubah. Perubahan terpenting adalah target pertumbuhan ekonomi kini 5,7%. Target itu memang terlihat turun dibandingkan APBN dan RAPBNP 2015 sebesar 5,8%. Tapi sejatinya, target itu naik dari usulan pemerintah (22/1/2015), yang meminta pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3%-5,6%. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan target pertumbuhan 5,8% adalah target
2
Februari 2015
dengan dasar perhitungan optimistis. Namun, melihat perkembangan global terbaru, target itu terlalu tinggi. Alasannya Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global dari 4% jadi 3,8% tahun ini. Jadi, dengan pelambatan ekonomi global yang masih berlangsung tahun ini, target 5,7% berarti DPR meminta pemerintah harus kerja lebih keras lagi. Perhitungan pemerintah, pertumbuhan 5,3% adalah pertumbuhan ekonomi baseline Indonesia tahun ini. Lalu, dengan mengoptimalkan anggaran negara, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,6%. Termasuk realokasi belanja subsidi ke sektor yang lebih produktif adalah bagian dari ekstra effort untuk mendongkrak pertumbuhan. Pengalihan belanja subsidi energi ke proyek infrastruktur akan menambah pertumbuhan ekonomi sebesar 0,5%. Lalu, Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada 35 perusahaan milik negara yang menelan anggaran Rp 48 triliun juga akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi sebesar 0,5%. Sedangkan 0,1% akan berasal dari efek stimulus di Eropa. Bank Sentral Eropa (ECB) mulai bulan Maret 2015 akan melakukan quantitative easing (QE) atau kucuran stimulus hingga 50 miliar euro per bulan. Perhitungan Menkeu, kucuran dana dari benua biru itu bisa berdampak positif bagi ekonomi Indonesia. Kucuran dana dari Eropa tidak sebesar kucuran AS yang mencapai 85 miliar dolar AS per bulan. Karena itu sumbangsihnya terhadap ekonomi Indonesia hanya 0,1%. Itu pun jeda waktu untuk bisa menikmati hasil QE terhadap
ekonomi baru terjadi pada 1-2 tahun. Namun setidaknya bisa menambah pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,1% sehingga pertumbuhan ekonomi kita bisa ke level 5,7%. Pemerintah juga akan berupaya ekstra keras untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,7% dengan memaksimalkan investasi baik swasta ataupun pemerintah sendiri. Sementara itu Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, ekonomi Indonesia tahun ini terhalang kinerja ekspor. Harga komoditas utama ekspor masih turun. Perkiraannya, di tahun ini penurunan harganya ratarata bisa minus 12%. Namun, jika pemerintah bisa menggunakan anggaran secara optimal, itu bisa mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi. Pemerintah harus benar-benar bisa memilih proyek mana saja yang bisa dibangun pada tahun ini. Kalau bisa cepat selesai, dan realisasi infrastruktur efektif, maka akan membantu pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, perubahan asumsi dasar makro akan menguntungkan anggaran negara. Sesuai teori sensitivitas RAPBNP 2015 terhadap perubahan asumsi dasar ekonomi makro, perubahan target pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah dan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) berpengaruh pada pendapatan dan belanja negara. Ujung-ujungnya, pembiayaan di APBN juga akan berubah. Di RAPBNP 2015, defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp 225,92 triliun atau 1,9% dari produk domestik bruto (PDB), lebih kecil dari APBN 2015 Rp Rp 245,89 triliun (2,21% dari PDB). Sedangkan rencana pembiayaan Rp 225,92 triliun, turun dari target APBN Rp
245,89 triliun. Tentu saja, dengan perubahan tiga asumsi makro tersebut, defisit anggaran bakal semakin kecil dan kebutuhan pembiayaan pun berkurang. Dengan perubahan tiga asumsi makro tersebut akan mengurangi defisit anggaran berkisar Rp 6,32 triliun-Rp 7,76 triliun. Rencana belanja pembiayaan pun bisa ditekan Rp 4,82 triliun-Rp 6,68 triliun. Menkeu Bambang pun memastikan, postur APBNP bakal berubah, tapi belum bisa merinci. Dipastikan bahwa perubahan nilai tukar rupiah menjadi Rp 12.500 per dolar AS akan meningkatkan penerimaan negara. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor minyak dan gas (migas) bakal semakin besar. Perkiraannya setiap rupiah Rp 100 naik, maka akan menambah PNBP Rp 2 triliun. Banyak ekonom mengingatkan pemerintah jangan mengandalkan keberadaan QE Eropa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kalau hanya mengandalkan dana yang hanya bersifat hot money, tidak akan bagus buat ekonomi. Indonesia harus mendorong lebih banyak lagi investasi langsung. Investasi langsung tersebut akan berdampak lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan. Namun, untuk mendorong investasi langsung itu pemerintah harus mempercepat pelaksanaan proyek infrastruktur untuk dapat memenuhi target tingkat pengangguran ditargetkan mencapai 5,6%, tingkat kemiskinan 10,3%, gini rasio 0,4, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tercatat 69,4 dengan metode perhitungan baru. Khusus tingkat kemiskinan, Komisi
3
Februari 2015
XI DPR RI berharap pemerintah melakukan usaha ekstra untuk dapat menguranginya menjadi satu digit. Kesimpulan selanjutnya Komisi XI DPR RI meminta pemerintah memanfaatkan ruang fiskal yang besar untuk fokus menurunkan gini rasio, mengurangi gap stuktural dna regional serta memperluas kesempatan kerja dan usaha. Pemerintah diharap beri perhatian khusus untuk pengusaha menengah dan besar dalam bidang industri. Hal ketiga pemerintah akan menambah alokasi Rp5 triliun dalam anggaran 2015 untuk kemajuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Prosesnya pemerintah akan melakukan forum focus group discussion dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Komisi XI DPR RI juga meminta pemerintah untuk melakukan pembahasan khusus Penyertaan Modal Negara (PMN) BUMN dalam rancangan APBN Perubahan 2015. Pembahasan yang diinginkan selanjutnya adalah pendalaman pendapatan negara, pembiayaan dalam dan luar negeri, dan defisit. Kesimpulan terakhir yang disepakati adalah Rencana Kerja Pemerintah ke depan harus mengakomodir UndangUndang No.6/2014 tentang Desa. (*)
Pojok Regional Parulian Simanjuntak RCE Wilayah Medan GROUNDBREAKING TUJUH PROYEK STRATEGIS, MENDORONG GAIRAH EKONOMI DI SUMATERA UTARA Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara khususnya dan provinsi-provinsi yang bersebelahan dengan Sumatera Utara (Sumut) diramalkan akan memperoleh pertumbuhan ekonomi
yang lebih baik di tahun-tahun yang a k a n da t a n g de n g a n a su m si groundbreaking proyek MP3EI yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo berjalan dengan baik dan lancar. Bulan Januari 2015 merupakan waktu yang tepat bagi Sumatera Utara untuk memulai pergerakan pembangunan ekonominya. Pencanangan tujuh proyek strategis di Sumut meliputi p e m ban g u na n pe la bu h an da n Kawasan Industri Kuala Tanjung-Sei M an gkei , pr oye k div er si fi ka si aluminium serta jalan tol MedanBinjai ditergetkan selesai 2017 dan diharapkan akan mengubah wajah perekonomian Sumut ke depan dari ekonomi yang berbasis produk bahan mentah, menjadi ke industri hilir. Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan groundbreaking pembangunan tujuh proyek strategis di Sumatera Utara yang dipusatkan di Pelabuhan Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Proyek itu meliputi pembangunan pelabuhan dan Kawasan Industri Kuala Tanjung-Sei M an gkei , pr oye k div er si fi ka si aluminium Inalum, serta jalan tol Medan-Binjai. Adapun 7 proyek yang diresmikan oleh Presiden Jokowi adalah pertama pembangunan Terminal Multipurpose Kuala Tanjung di Pelabuhan Kuala Tanjung yang dibangun oleh PT Pelindo I (Persero). Tahap awal, pelabuhan ini dibangun dengan panjang dermaga 400 meter dan panjang trestle 2,7 km dilengkapi tangki timbun kapasitas 145.000 ton dan kontainer yard dengan kapasitas 400.000 teus. Kedua, proyek diversifikasi produk pengembangan pabrik peleburan aluminium yang akan mengolah ingot menjadi billet yang berlokasi di pabrik PT Inalum (Persero), Kuala Tanjung. Ketiga, pencanangan kawasan industri terpadu Kuala Tanjung-Sei Mangkei
dengan luas area mencakup 7.000 hektare di Kuala Tanjung. Keempat, proyek gardu induk PLN 500/150 kv di Sei Mangkei oleh PT PLN. Kelima, proyek pembangunan pabrik minyak goreng kapasitas 600.000 ton/tahun yang berlokasi di Sei Mangkei yang dibangun oleh PTPN III. Keenam, pencanangan operasional Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei berupa commisioning PT Uni lev er Oleochemical Indonesia, dan ketujuh proyek pembangunan jalan tol MedanBinjai sepanjang 17 km oleh PT Hutama Karya di Binjai. Penetapan ketujuh proyek tersebut jika berjalan dengan baik dan lancar maka akan menghasilkan multiplier effect bagi pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara dan kabupaten/kota yang berada di dalamnya. Kegairahan ini mulai terpancar di banyak pelaku ekonomi yang ada di Sumatera Utara. KEK Sei Mangkei dan Pelabuhan Kuala Tanjung dengan segala aktifitas yang di la ku kan di da lamn ya a k an menghasilkan pendapatan yang luar bi a sa ba g i Su m a t e r a U t a r a . Pelaksanaan jalan tol juga akan memperlancar saluran distribusi yang dibutuhkan untuk memasarkan barang dan jasa. Sungguh suatu hal yang luar biasa bagi Sumatera Utara. Akan tetapi, dengan dorongan sarana dan prasarana yang sangat baik tersebut, pemerintah Sumatera Utara juga diwajibkan dengan benar dalam mengelola keseluruhan fasilitas tersebut sehingga akan dapat mendatangkan investor dalam berinve st asi pa da berbaga i kesempatan yang ada di KEK tersebut. Hingga saat ini terdapat kebingungan dimana pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei di Kabupaten Simalungun dan Pelabuhan Kuala Tanjung Kabupaten Batubara masih belum jelas. Investor
4
Februari 2015
kebingungan cara berinvestasi di pusat industri dan pelabuhan yang ada di Sumut ini. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan KADIN Sumatera Utara terhadap proyek tersebut seperti yang dirilis Medan Bisnis. Sei Mangkei maupun Kuala Tanjung pengelolanya masih kabur. Tidak jelas kepada siapa investor berkomunikasi ketika akan berinvestasi. Kadin pernah membawa investor asing untuk melihat potensi yang ada di Sumatera Utara. Namun, ketika calon investor melirik KEK Sei Mangkei dan Pelabuhan Kuala Tanjung, dan ingin mengetahui tentang konversi lahan, luas lahan dan potensi apa saja yang ada di kawasan itu, serta dengan siapa mereka bekerjasama, belum jelas. Hal-hal seperti inilah yang harusnya diatasi oleh Pemerintah Sumatera Utara sehingga semua investasi yang ada di Sumatera Utara dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para investor. Bagi perbankan, meningkatknya aktivitas ekonomi dan minat investasi akan meningkatkan kebutuhan modal dari para pelaku ekonomi. Dengan keadaan seperti ini maka BNI sebagai salah satu bank di Sumatera Utara juga harus berperan aktif dalam memberikan pinjaman bagi debitur yang membutuhkannya. Akan banyak peluang yang terbuka untuk masuknya BNI sebagai salah satu sumber pendanaan dalam melancarkan berjalannya proyek-proyek tersebut. (*)
Emrinaldi Nur DP RCE Wilayah Padang MENGUKUR POTENSI DAN PERMASALAHAN PERIKANAN TANGKAP WILAYAH RIAU Pemilihan bahasan atas ikan tangkap wilayah Riau didasarkan pada
dua faktor, yaitu keberadaan ikan tangkap sebagai bagian dari subsektor maritim yang saat ini menjadi program utama kabinet kerja Preseiden Jokowi, serta historikal perikanan tangkap Riau yang dahulu merupakan salah satu penghasil ikan tangkap terbesar di Indonesia di tahun 1980-an, bahkan sebagai penghasil ikan terbesar kedua di dunia di tahun 1928. Namun hingga saat ini kejayaan tersebut belum berhasil dikembalikan. Berdasarkan kondisi geografis, saat ini Provinsi Riau memiliki luas laut sebesar 21.478,81 km2 dengan panjang garis pantai 2.078,15 km dengan pulau besar dan kecil sebanyak 59 buah. Dari sebelas Kabupaten/Kota di Riau, enam kabupaten diantaranya berada di wilayah pesisir dan berhadapan langsung dengan koridor Selat Malaka, yang merupakan jalur terpendek yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang selanjutnya dikenal sebagai The heart of maritime Asia. Berdasarkan data yang diperoleh, Riau memiliki potensi perikanan tangkap sebesar 350.000 ton pertahun. Nilai tersebut meupakan bagian dari 1,5 juta ton pertahun potensi perikanan secara keseluruhan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 yang meliputi kawasan perairan yakni Laut Cina Selatan sampai ke Selat Karimata, serta Selat Malaka sampai Laut Andaman. Namun begitu, besaran potensi ini belum diikuti dengan tingkatan realisasi hasil tangkap yang dilakukan oleh nelayan. Data statistik perikanan menunjukkan bahwa untuk tahun 2013 Jumlah hasil tangkap nelayan adalah 93.2729,2 ton atau setara dengan nilai Rp1.926.897.450.000 dan dilakukan dalam 631.730 trip
penangkapan. Jumlah tersebut dapat saja lebih besar jika memasukkan unsur keberadaan transaksi perikanan tangkap yang dilakukan di tengah laut. Namun begitu ikan tangkap Riau merupakan penyumbang utama produksi perikanan Riau. Masih rendahnya jumlah hasil tangkap yang diperoleh dibandingkan dengan potensi perikanan yang tersedia juga disebabkan menurunnya gairah masyarakat untuk menjadikan profesi nelayan sebagai profesi yang mampu menghidupi mereka. Berdasarkan data statistik perikanan Riau, Jumlah Perusahaan Perikanan (RTP) Riau tahun 2013 adalah sebanyak 14.913 untuk penangkapan di laut dan 12.506 untuk penangkapan di perairan umum dengan Jumlah Perahu/kapal nelayan di Provinsi Riau tahun 2013 sebanyak 12.287 untuk penangkapan di laut dan 10.444 di penangkapan di perairan umum. Jumlah 14.913 unit tersebut terdiri dari perahu tanpa kapal sebanyak 2.778 unit, perahu tanpa motor 5.502 unit, perahu dengan motor 482 unit dan perahu dengan motor 6.151 dengan rincian 4.831 unit kapal dengan GT 0-5, 910 unit untuk 5-10 GT, 309 untuk 10-20 GT, 82 unit untuk 20-30 GT, 19 unit untuk 30-50 GT. Dari data di atas tampak bahwa distribusi armada tangkap yang ada di nelayan Riau, umumnya masih berada di bawah 5 GT, dan tidak memiliki motor, sehingga nelayan Riau tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk dapat melaut di wilayah yang lebih jauh, seperti wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Selat Malaka. Sistem kemitraan nelayan antara pemilik kapal dan ABK juga tidak memberi ruang kepada nelayan tempatan untuk memiliki kapal sendiri. Dua permasalahan pokok ini
5
Februari 2015
menjadi hambatan utama untuk menjadikan nelayan swadaya dalam proses penangkapan ikan, selain masalah socioculture yang berkembang di tengah masyarakat Riau terutama masyarakat nelayan, dimana keterikatan kepala keluarga nelayan terhadap keluarga yang ditinggal melaut sangat kuat, sehingga rata-rata nelayan Riau melaut tidak lebih dari 1 minggu saja. Riau termasuk Provinsi yang memiliki pelabuhan nelayan yang besar dibandinkan dengan Provinsi Sumatera Barat ataupun Kepulauan Riau yang memiliki luas lautan 95,5% dibanding luas daratannya. Data statistik yang diperoleh menunjukkan bahwa Riau memiliki 1 Pelabuhan Perikanan Pantai kelas C (PPP), yaitu PPP Tarempa, 10 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPP), berupa PPI Sabang Barat (Kab. Indragiri Ilir Riau), PPI Kuala Enok (Kab. Indragiri Ilir - Riau), PPI Kijang (Kab. Indragiri Ilir - Riau), PPI Pasir Limau Kapas (Kab. Bengkalis - Riau), PPI Bagan Siapi Api (Kab. Bengkalis - Riau), PPI Bengkalis (Kab. Bengkalis - Riau), PPI Concong Luar (Kab. Indragiri Ilir Riau), PPI Dumai (Kab. Bengkalis Riau), PPI P. Halang (Kab. Bengkalis Riau), PPI Selat Panjang (Kab. Bengkalis - Riau), tiga puluh lima pelabuhan perikanan besar kecil lainnya, berupa Pelabuhan Bagan siapi-api, Pelabuhan Bandul, Pelabuhan Bengkalis, Pelabuhan Buatan, Pelabuhan Dumai, Pelabuhan Kuala Enok, Pelabuhan Kuala Gaung, Pelabuhan Mandah, Pelabuhan Panipahan, Pela buhan Panjalan, Pelabuhan Pekanbaru, Pelabuhan Perawang, Pelabuhan Perigi Raja, Pelabuhan Pulau Kijang, Pelabuhan Pulau Palas, Pelabuhan Rengat, Pelabuhan Sapat, Pelabuhan Selat Panjang, Pelabuhan Siak Sriindrapura,
Pelabuhan Siak Yechil, (Riau), Pelabuhan Sinaboi, Pelabuhan Sungai Apit, Pelabuhan Sungai Danai, Pelabuhan Sungai Guntung, Pelabuhan Sungai Kembung, Pelabuhan Sungai Pakning, Pelabuhan Tanjung Kedabu, Pelabuhan Tanjung Medang, Pelabuhan Tanjung Samak, Pelabuhan Tembilahan, dan Pelabuhan Tanjung Lumba-lumba. Jika dilihat dari sisi jumlah pelabuhan maka jumlah pelabuhan yang tersedia dinilai relatif memadai untuk dapat meningkatkan penangkapan ikan laut. Namun begitu umumnya pelabuhan yang tersedia tersebut masih dikelola secara tradisional dengan sarana dan prasana yang terbatas. Bahkan sebagian besar pelabuhan yang dimiliki masih memiliki keterbatasan pada masalah infrastruktur jalan dan kelistrikan, sehingga pengembangan sarana dan prasarana lainnya juga terhambat. Subsektor perikanan tangkap Riau dapat dikatakan masih membutuhkan tata kelola yang lebih baik. Dari data yang diperoleh, perikanan tangkap Riau tidak memiliki tempat pelelangan ikan (TPI) sendiri sebagai wadah bagi nelayan untuk mendapatkan harga yang layak bagi pemasaran tangkapannya. Hal ini disebabkan mekanisme pemilik kapal dan ABK serta adanya sistem nelayan pengumpul menyebabkan TPI belum menjadi pilihan dalam menentukan harga. Dampak turunan yang ditimbulkan adalah menjadi tidak mudah bagi dinas perikanan dan kelautan untuk menentukan jumlah yang pasti hasil ikan tangkap yang dilakukan oleh nelayan Riau. Tidak adanya sentralisasi hasil tangkapan ikan juga menyebabkan kebutuhan akan cold storage ataupun mesin pembuat es bukan menjadi kebutuhan dominan dalam mengelola perikanan
laut Riau. Hal dominan yang perlu menjadi perhatian adalah berkaitan dengan pola pembinaan nelayan yang terpadu yang berbasis pada kondisi geografi Riau yang terpisah oleh berbagai pulau dengan nelayan yang tersebar pula. Selain potensi perikanan tangkap yang berbentuk ikan segar, perhatian pada subsektor ikan tangkap juga perlu memperhatikan produk turunan yang dikelola secara masal atau dalam bentuk industrialisasi. Saat ini industri pengolahan ikan yang ada di Riau belum menyentuh pada pengolahan ikan menggunakan teknologi tinggi dan di kelola secara masal. Dari produksi 93.279,2 ton ikan di tahun 2013, perlakuan atas produksi tersebut adalah sebagai berikut; dipasarkan segar 68.091,6 ton, pengeringan/penggaraman 18.513 ton, pindang 50,6 ton, pembuatan terasi 4.404,6 ton, Pengasapan 1.060,4 ton, tepung ikan 777,2 ton, dan Lain-lain 381 ton. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa potensi pengolahan perikanan lanjutan yang menghasilkan produk turunan juga masih membutuhkan perhatian untuk lebih dapat dikembangkan. (*)
Bernadette Robiani RCE Wilayah Palembang PERCEPATAN PENGEMBANGAN KAWASAN MERAK-BAKAUHENIBANDAR LAMPUNG- PALEMBANGTANJUNG API-API (MBPPT) Kementerian PU -Pera, telah menyusun rencana induk percepatan pengembangan kawasan MBPPT. Program tersebut awalnya adalah konsep pengembangan kawasan Selat Sunda yang kemudian diubah pada pemerintahan Jokowi-JK. Menurut Menteri PU-Pera, daam rangka
6
Februari 2015
mendukung percepatan pengembangan kawasan tersebut, akan dilakukan: pelebaran jalan akses dari jalan tol menuju Pelabuhan Penyeberangan Merak dan meningkatkan kapasitas pelabuhan penyeberangan Merak, meningkatkan kapasitas pelabuhan penyeberangan Bakauheni dan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol B akauheni -Terbanggi Besar Palembang. Saat ini sedang dilakukan pembebasan lahan untuk jalan tol yakni dari Bakauheni-Terbanggi BesarPalembang, yang merupakan bagian dari jalan Tol Sumatera. Biaya investasi yang diperlukan untuk menghubungkan jalan Tol BakauheniPalembang adalah sebesar Rp53 triliun. Berdasarkan perencanaan, jalan tol tersebut terdiri dari tiga ruas yaitu Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 138 Km, Terbanggi Besar – Kayu Agung sepanjang 186 Km serta Kayu Agung – Palembang - Betung sepanjang 111 Km. Pihak yang akan mengerjakan jalur tol di luar empat ruas milik Hutama Karya menjadi kewenangan menteri PU-Pera. Proyek jalan tol tersebut memerlukan dukungan pemerintah, karena internal rate of returnnya masih rendah. Realisasi pembuatan jalan Tol MBPPT akan memberikan multiplier effect yang besar untuk provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Lampung. Tersedianya jalan tol akan melancarkan arus lalu lintas perdagangan barang dan jasa dari provinsi Sumsel ke provinsi Lampung (dan sebaliknya) yang sejauh ini terkendala oleh kualitas jalan yang kurang memadai yang menyebabkan timbulnya pemborosan waktu tempuh dan biaya tambahan. Tersedianya jalan tol akan menghidupkan kembali aktivitas usaha transportasi antar
kota antar provinsi (AKAP) yang selama ini selain harus bersaing harga dengan perusahaan penerbangan murah dan waktu tempuh yang lama akibat kondisi jalan yan g kurang memadai. Tersedianya jalan tol akan menarik minat investasi ke wilayah/daerah yang potensial. Munculnya mata rantai dan berbagai aktivitas ekonomi turunan dari pembangunan jalan tol ini, merupakan peluang bisnis bagi sektor Perbankan. Selain komitmen dari pemerintah pusat terutama terkait dengan anggaran, keberhasilan penyelesaian jalan tol dan penggunaannya di masa yang akan datang, ditentukan juga oleh komitmen dari pemprov Lampung dan Sumsel. Kedua pemprov d i t u n t u t u n t u k se c a r a a kt i f memfasilitasi/ sosialisasi pembebasan lahan di wilayah masing-masing, men gin gat pem bebasan lah an menjadi salah satu kendala utama investasi di banyak wilayah di I n d on e si a . K e du a pe m pr ov seyogyanya dapat menyiapkan SDM dan faktor produksi lainnya sesuai dengan kebutuhan, baik pada saat pembangunan jalan tol sampai dengan pemanfaatannya. Pemprov S u m s e l d a n l a m p u n g d a pa t m e re n c an a ka n se c a r a kh u su s pembangunan di wilayah/daerah yang mendapatkan manfaat langsung dari keberadaan jalan tol tersebut. (*)
Rina Indiastuti RCE Wilayah Bandung KELESUAN BISNIS PERHOTELAN DI KOTA BANDUNG DAN TUJUAN WISATA LAINNYA Penurunan tingkat hunian hotel di Kota Bandung terus berlanjut di bulan Januari 2015. Menurut Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Provinsi
Jawa Barat (27/1/2015), tingkat hunian bulan Januari menurun tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat hunian dari seluruh kamar yang ada yaitu kisaran 20% pada hari kerja dan kisaran 50% pada akhir pekan. Ada 2 (dua) hal dilematis; 1. Tingkat hunian yang menurun mengakibatkan penurunan penghasilan. Jumlah kamar yang bertambah namun kunjungan hotel menurun pasca larangan rapat pemerintah di hotel menjadi penyebabnya; 2. Berbagai kenaikan harga komoditas serta biaya listrik dan gas meningkatkan biaya operasional hotel sehingga menurunkan laba karena penghasilan yang turun. Penurunan tingkat hunian hotel juga dialami oleh kota tujuan wisata seperti Bali. Tahun 2014 terjadi peningkatan wisatawan mancanengara 14% yaitu mencapai 3,7 Juta wisman, namun tingkat hunian hotel dan vila turun menjadi 58%. Pada tahun sebelumnya, tingkat okupansi tahun 2013 sebesar 60,7% dan tahun 2012 sebesar 63,2%. Penyebab penurunan tingkat okupansi adalah bertambahnya kamar hotel dan vila yang tidak terkendali. Kondisi bisnis perhotelan di Yogyakarta hampir serupa. Tingkat okupansi hotel berbintang terus menurun dari 78,4% pada tahun 2013 menjadi sekitar 60% pada tahun 2014. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Yogyakarta mencatat sebanyak 32 hotel berbintang pada bulan Desember 2014 mengalami penurunan penghasilan sekitar Rp60 Miliar atau 40% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penyebabnya adalah selain jumlah pasokan kamar hotel yang berlebih juga akibat pembatalan pemesanan
7
Februari 2015
ruang rapat di hotel bintang 3,4 dan 5 yang memiliki fasilitas ruang rapat, konferensi, dan pameran pasca larangan instansi pemerintah dan BUMN melakukan rapat di hotel oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Hotel di Yogyakarta menerima 40% pendapatan dari rapat yang digelar instansi pemerintah dan BUMN. Penurunan tingkat okupansi hotel memunculkan konsekuensi sejumlah pengusaha menerapkan kebijakan memutus kontrak pekerja tidak tetap dan mengurangi jam kerja tenaga harian. Ancam an penurunan pe n g h a si la n d a n l a b a h ot e l mengakibatkan penjualan hotel oleh pemiliknya. Y a n g m e n a ri k , m e n g h a d a pi Masyarakat ASEAN per-tahun 2015, investor tetap melakukan ekspansi hotel terutama untuk segmen kelas menengah. Terdapat pebisnis yang masih melakukan ekspansi seperti Ciputra Property, Metland dengan logo @HOM, dan hotel syariah. Jaringan operator hotel seperti MGM, Tauzia dan Accor group merencanakan membangun properti hotel dengan bidikan segmen menengah. Kelas hotel semacam ini membidik wisatawan yang umumnya memilih hotel di pusat kota. Persaingan hotel di pusat kota untuk kelas menengah memaksa dilakukan kompetisi tarif hotel sehingga tarif kamar mengalami penurunan akibat sering melakukan promosi potongan tarif. Promosi penurunan tarif dan di lain sisi terjadi kenaikan biaya ope rasional mengakibatkan penghasilan dan laba hotel kelas ini akan terus menurun. Sebagai penutup, 1. Pertumbuhan pembangunan hotel baik hotel berbintang, hotel kelas
menengah, vila dan apartemen di Kota Bandung maupun kota tujuan wisata lainnya mengakibatkan persaingan hotel meningkat tajam. Pasokan kamar hotel sudah dinilai melebihi permintaan sehingga tingkat hunian kamar mencatat penurunan yang berlanjut setiap tahunnya. 2. Penurunan penghasilan bahkan diantaranya sudah tidak mampu menutu pi biaya opera si ona l mengancam sejumlah hotel yang relatif baru akan dijual oleh pemiliknya. Masalah lainnya, banyak hotel yang dibangun dengan kredit dari perbankan sehingga mereka menanggung biaya bunga menambahkan kenaikan biaya operasional akibat kenaikan harga barang dan listrik serta gas. Suka bunga yang relatif tinggi menambah beban hotel. PHRI Jawa barat menyatakan sudah ada 15 hotel baru yang hendak dijual karena kesulitan keuangan. 3. Pemerintah daerah disarankan untuk mengendalikan pembangunan hotel, apartemen hotel, dan vila baru beru pa m oratorium pembangunan hotel baru seperti yan g sudah di la kukan oleh pemerintah daerah Bali dan Yogyakarta. (*)
Alimuddin Rizal Riva’i RCE Wilayah Semarang SAAT INI, INVESTASI DI KABUPATEN CILACAP SEMAKIN MARAK Cilacap adalah kabupaten yang terletak di ujung selatan Jawa Tengah berbatasan dengan Jawa Barat. Kabupaten ini memiliki berbagai potensi ekonomi, bidang pertanian termasuk perikanan, peternakan, pekebunan dan kehutanan; maritim,
pertambangan, energy, investasi dan sektor perdagangan, sektor pariwisata dan berbagai sektor lainnya. Kabupaten Cilacap yang menjadi penyumbang PDRB peringkat ke dua setelah kota Semarang terhadap Perekonomian Jateng ini, saat ini sedang banyak diincar investor untuk tempat berinvestasi. Sementara itu, Pemerintah Kabupaten-pun melalui Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Cilacap sudah memperbaiki prosedur investasi menjadi mudah, murah, transparan dan simple, serta tersedia insentif bagi para investor. Empat pilar yang menyangga Semboyan “Bangga Mbangun Desa” di Kabupaten Cilacap yaitu: pendidikan, kesehatan; dan pilar ketiga berkaitan dengan aspek ekonomi, yaitu peningkatan ketahanan pangan dan revitalisasi lumbung pangan masyarakat, peningkatan produk unggulan, dan spesifikasi daerah dengan penciptaan lapangan kerja di pedesaan, dan pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM). Pilar keempat berkaitan dengan aspek sosial budaya. Dengan kebijakan empat pilar Bangga Mbangun Desa itu, maka Kabupaten Cilacap pun kian giat berbenah, termasuk dengan telah menyediakan jalan sepanjang 1.180 Km. Infrastruktur ekonomi yang tersedia di Cilacap pun makin dilengkapi, dengan menyediakan jalur kereta api, Bandar Udara Tunggul Wulung – yang melayani penerbangan regular Jakarta – Cilacap setiap hari yang dilayani maskapai Susi Air. Selain itu, juga ada Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap dan Pelabuhan Tanjung Intan yang dikelola PT Pelindo III. Juga sudah tersedia Kawasan Industri Cilacap dengan lahan seluas 154 ha. Dan untuk menarik minat investor menanamkan modalnya di Cilacap, kini tengah
8
Februari 2015
disiapkan kawasan industri baru seluas 450 ha. Berbagai potensi investasi terbuka luas di Cilacap, seperti: bidang pariwisata, bidang pertanian dan peternakan, bidang kehutanan dan perkebunan, bidang pertambangan, bidang perikanan, bidang sarana dan prasarana perhubungan, energi, dan bidang industri kecil. Sementara itu, realisasi investasi di Kabupaten Cilacap selama 2014 sebesar Rp231.654.923.500, lebih besar dari proyeksi (rencana) kebutuhan penanaman modal pada 2014 sebesar yang hanya sebesar Rp533.926.793,15. Sedangkan, proyeksi kebutuhan penanaman modal pada 2015 ini sebesar Rp642.458.241.887 dan tahun ini sudah ada dua perusahaan besar yang telah memiliki Izin Prinsip Penanaman Modal (IPPM), tapi belum merealisasikan investasinya. Kedua perusahaan tersebut yaitu PT Primandiri Indonesia yang akan berinvestasi di bidang pengelolaan Kawasan Industri Bunton dengan rencana investasi sebesar Rp 212.500.000.000. Kemudian PT Jawa Energi Indonesia yang akan berinvestasi membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Desa Bunton, Kecamatan Bunton dengan rencana investasi sebesar Rp 92.225.000.000.000. Untuk proyek PLTU yang akan dibangun oleh PT Jawa Energi, masih menunggu izin lokasi dari pemerintah Kabupaten Cilacap. Rencananya PLTU ini berdaya 5.000 megawatt (MW), berbahan baku batu bara, Luas lahan 120 ha, Target pembangunan dimulai pada tahun 2015 dan Rencana pembangunan 7 tahun. Tahap awal, Jawa Energi akan membangun PLTU dengan pasokan energi listrik 2.000 MW yang diprediksi selesai pada 2018, sisanya dilanjutkan hingga 2021-2022. Jawa
Energi, mengajukan izin lokasi di Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Di samping itu, dengan meningkatnya investasi di berbagai bidang di Kabupaten Cilacap, Pemerintah Jawa Tengah juga memprioritaskan pembangunan infrastruktur: Jalan Lintas Selatan dan pembangunan pelabuhan Tanjung Intan untuk mendukung laju pertumbuhan investasi di berbagai sektor ekonomi. Khusus untuk Pembangunan Pelabuhan, General Manajer PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III Cabang Tanjung Intan Cilacap, Djumadi, menjelaskan bahwa performa pelabuhan terus ditingkatkan. Seperti untuk memandu kapal-kapal besar yang bersandar di Pelabuhan, Pelindo III Cabang Tanjung Intan Cilacap mengoperasikan Speed boat Type Rigid Infatable Boat (RIB) 333. Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap menjadi pelabuhan kedua yang memiliki Speed boat RIB setelah Pelabuhan Tanjung Perak. Speed boat PMS RIB 333 dibuat pada 2014, merupakan armada ke-70. Pengoperasian RIB senilai Rp2,5 miliar tersebut merupakan langkah pembenahan yang dilakukan Pelindo III Cabang Tanjung Intan Cilacap, sekaligus untuk mengoptimalkan pelayanan kepelabuhanan. Keberadaan fasilitas baru tersebut diharapkan makin memuaskan pelanggan. Speed boat dirancang untuk mengantarkan dan menjemput kapal dengan kecepatan mencapai 30 knot per jam. Selain itu, dirancang khusus untuk bisa menembus ombak dengan ketinggian antara 2,5 hingga 3 meter.Fiturnya pun cukup canggih dengan kapasitas delapan penumpang, dilengkapi jaket penolong standar pesawat, serta memiliki dua mesin tempel berkapasitas masing-masing 250 PK yang akan menunjang manuver kapal di atas laut.
Selanjutnya, investasi yang dilakukan pada salah satu produk unggulan Cilacap adalah Sabut Kelapa Karet (Sebutret). Industri Sebutret mulai dikembangkan sejak 2007 di Kecamatan Wanareja, sekitar 80 Km sebelah Barat Kota Cilacap. Proses produksi Sebutret sangat sederhana. Bahan bakunya seperti kelapa dan karet cukup berlimpah di Cilacap. Sebutret nantinya dipergunakan sebagai bahan untuk membuat beragam produk seperti jok mobil, bantal, atau kasur lipat. Hasil produksinya telah dipasarkan hingga ke mancanegara (ekspor). Bidang usaha lain yang menantang di Cilacap masih banyak, seperti di sektor pertambangan. Berdasarkan penelitian LPM Unpad (Bandung), di perut bumi Cilacap terdapat deposit emas dengan potensi hingga 4.000 kg. Penelitian LPM Unpad juga menunjukkan, terdapat deposit tras di Kecamatan Cimanggu, dengan potensi 83 juta m3. Juga terdapat potensi penambangan bentonit dan batubara di Kecamatan Karang Pucung. Investasi lain yang menarik bagi investor adalah industri pariwisata, salah satunya potensi wisata Pantai Teluk Penyu dan Benteng Pendem. Dua daerah wisata ini menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar, sekitar 60% dari sektor pariwisata (Dinas Pariwisata Cilacap, 2014). Selain itu, ada berbagai destinasi wisata lain yang membutuhkan investor untuk mengelolanya seperti: Pantai Widara Payung, yang bisa diintegrasikan dengan Wana Wisata Selok, wisata religi Srindil, dan Pantai Srimbit. Pantai Congot yang terkenal dengan wisata kulinernya, Pantai Bunso terdapat wisata air, sedangkan pantai Cemara Sewu menyimpan keindahan liukan pohon-pohon cemara ditiup angin laut, serta pemandian air panas di Cipari. Selain yang sangat potensial
9
Februari 2015
adalah Pulau Nusakambangan dan Segara Anakan. Lebih lanjut, meningkatnya investasi di Kabupaten Cilacap ini dapat dilihat pula dari jumlah Ijin investasi yang diberikan. Berdasarkan data dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Cilacap, terdapat 13 izin prinsip yang telah ditanda tangani meliputi izin prinsip penanaman modal, izin usaha penanaman modal, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan (IMB). Sepanjang 2014, BPMPT telah mengeluarkan 7.844 perizinan yang terdiri atas 25 izin prinsip penanaman modal, 770 izin mendirikan bangunan (IMB), 18 izin gangguan dan tempat usaha, 3.065 surat izin usaha perdagangan (SIUP), 2.986 tanda daftar perusahaan, 21 tanda daftar gudang, 53 izin usaha industri dan tanda daftar industri, 395 surat izin usaha jasa konstruksi, 491 izin penyelenggaraan reklame, dan 20 izin usaha toko modern. Semakin maraknya investasi di Kabupaten Cilacap, tentu akan berdampak pada pertumbuhan dan pembangunan perekonomian daerah. Konsekuensinya, apabila investasi meningkat, diharapkan kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat pula, pertumbuhan dan pemerataan pendapatan penduduk akan tercapai. Oleh karenanya, pemerintah daerah kabupaten maupun provinsi perlu menjaga dan mengendalikan situasi dan kondisi investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat luas. Jadi, begitu banyak potensi ekonomi yang menjanjikan keuntungan di Cilacap. Pemerintah Kabupaten Cilacap selalu mengajak para investor secara terbuka untuk bergabung dengan korporasi raksasa yang sudah beroperasi di Cilacap, seperti Pertamina, PLN, PT Holcim, dan investor besar
lainnya. Bagi pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten perlu segera membangun infrastruktur yang menunjang konektivitas transportasi darat, laut dan udara; serta menyediakan moda transportasi darat, laut, dan udara yang memadai, aman, nyaman dan proporsional dari dan ke Cilacap. (*)
Rudi Purwono RCE Wilayah Surabaya BNI MENDORONG PENINGKATAN PRODUKSI GULA NASIONAL Jawa Timur merupakan lumbung gula di Indonesia. Kontribusi produksi gula kristal putih (GKP) Jawa Timur mencapai sekitar 50% terhadap total produksi GKP nasional. Stok gula nasional tahun 2015 mencapai 4 juta ton (stok gula nasional awal tahun ini diperkirakan mencapai 1,5 juta ton dan produksi diperkirakan sekitar 2,54 juta ton), dengan konsumsi gula kristal putih mengalami peningkatan mencapai 2,89 juta ton. Konsumsi gula nasional ini mengalami peningkatan dari 11,24 kg per kapita menjadi 11,32 kg per kapita. Jawa Timur mempunyai potensi untuk meningkatkan produksi gula sehingga dapat tetap menopang kebutuhan nasional (Sumber: http:// bappeda.jatimprov.go.id). Luas lahan yang digunakan untuk menanam tebu mengalami peningkatan 17,5% dari
tahun 2009-2013. Peningkatan luas lahan tersebut juga diikuti dengan peningkatan produksi tebu dan gula Jawa Timur, masing-masing sebesar 19,3% dan 15,2%. Produktivitas gula terbesar pada tahun 2012 yaitu sebesar 6,31 ton/ha, Namun pada tahun 2013 produktivitas gula menurun menjadi 5,83 ton/ha. Sedangkan tingkat produktivitas tebu meningkat sebesar 5,28% pada periode yang sama. Kondisi ini mendorong pemangku kepentingan terkait tebu dan gula di Jawa Timur berupaya dalam peningkatan produktivitas produksi tebu dan gula. PT Perkebunan Nusantara X (Persero) atau PTPN X sebagai salah satu BUMN yang terkait dengan pergulaan di Jawa Timur, saat ini produksi tebu pada PTPN X sebesar 6.737.552 ton dengan luas lahan 77.787,71 ha atau 86,61 ton per ha. Saat ini di PTPN X terdapat 11 pabrik gula. PTPN X berupaya untuk meningkatkan produktivitas lahan tebu salah satunya melalui mekanisasi. Dimana, waktu pengerjaan tebang, muat, dan angkut tebu dari lahan ke pabrik gula dapat lebih cepat. Cara ini sangat efektif karena melalui mekanisasi akan terjamin standardisasi hasil produk, selain itu akan memberikan hasil yang maksimal jika dibandingkan dengan cara manual atau menggunakan tenaga manusia.
TABEL1. PRODUKSI TEBU DAN GULA DI JAWA TIMUR Tahun
Luas Lahan (Ha)
Produksi Tebu (ton)
Produksi Gula (ton)
Rendemen Produktivitas Produktivitas (%) Tebu (ton/Ha) Gula (ton/Ha)
2009
186.025,00
14.732.634,00
1.079.236,00
7,33
79,2
5,8
2010
192.970,00
16.700.116,60
1.014.272,69
6,07
86,54
5,26
2011
192.802,33
14.092.115,80
969.468,31
7,44
73,09
5,03
2012
195.890,90
15.375.981,00
1.235.920,50
8,04
78,49
6,31
2013
218.670,13
17.575.950,43
1.243.754,47
7,06
82,64
5,83
Sumber: Pemprov Jawa Timur, 2014
10
Februari 2015
PTPN X bekerja sama dengan PT. Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk menerapkan cara mekanisasi ini untuk meningkatkan produktivitas lahan tebu dan produksi gula. Kerjasama yang dilakukan BNI ini dalam bentuk penyaluran dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) kepada petani melalui PTPN X senilai Rp 100 miliar. Dana ini diberikan dalam bentuk modal bagi petani untuk mendorong mekanisasi tersebut. PTPN X memiliki target untuk merealisasikan mekanisasi ini pada lahan seluas 8.800 ha. Hal ini akan diterapkan pada plane cane (tanaman tebu yang belum dikepras) dan ratoon (tanaman tebu baru). Target mekanisasi ini akan dapat meningkatkan produk tebu rata-rata 90 ton/ha yang sebelumnya hanya 85 ton/ha dengan cara manual. Mekanisasi ini juga diharapkan akan mampu meningkatkan rendemen tebu menjadi minimal 8,2 persen. Pada tahun 2013/2014, PTPN X hanya merealisasikan pada sekitar 3.000 ha. Dimana, 1.000 ha adalah lahan tebu milik binaan atau tebu rakyat dan 2.000 ha lahan Hak Guna
Usaha (HGU) milik PTPN X (Sumber: Jawa Pos, 29 Januari 2015). Cara mekanisasi ini akan disosialisasikan melalui workshop dengan melibatkan petani dari 11 pabrik gula milik PTPN X. Dengan kegiatan ini para petani juga dapat berbagi pengalaman tentang keberhasilan penerapan mekanisasi yang telah mereka terapkan untuk mendorong petani yang lainnya agar menerapkan cara yang sama. Dengan demikian penerapan mekanisasi oleh seluruh petani gula akan dapat meningkatkan produktivitas produksi gula. Harapannya ke depan adalah Indonesia dapat mandiri dalam pemenuhan kebutuhan gula dan Indonesia tidak menjadi negara pengimpor gula tetapi menjadi negara pengekspor gula.(*)
Marsuki RCE Wilayah Makassar KABUPATEN SINJAI DI SULSEL AKAN MENJADI SALAH SATU PUSAT PERCONTOHAN PENGEMBANGAN DAN PEMBANGUNAN SEKTOR PERIKANAN NASIONAL Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai salah satu propinsi di Indonesia bagian timur (KTI) dengan kondisi geografi dan lingkungan alamnya yang terletak di kaki pulau Sulawesi, ratarata mempunyai sumber kekayaan sector kelautan dan perikanan yang sangat potensial. Baik karena letaknya di daerah peraian, pesisir maupun lautan, termasuk curah hujan yang tidak terlalu tinggi serta budaya masyarakatnya yang sejak lama hidup dengan aktivitas pertanian khususnya perikanan dan kelautan, menjadikan Sulawesi Selatan sebagai daerah yang dikenal sebagai lumbung hasil-hasil komoditas perikanan darat, pesisir maupun laut.
1
PG Watoetoelis
2
PG Toelangan
3
PG Kremboong
4
PG Gempolkrep
5
PG Djombang Baru
6
PG Tjoekir
7
PG Lestari
8
PG Meritjan
Salah satu kabupaten di Sulsel yang dikenal sebagai daerah lumbung sektor perikanan adalah kabuTABEL 2. PRODUKSI GULA PTPN X paten Sinjai. Menteri Kelautan dan Perikanan pada Tebu Jumlah Hablur RendeLuas Ha Tetes (Ton) men kesempatan kunjungan Ton Ton/ha Ton Ton/ha 77.787,71 6.737.552,00 86,61 7,19 484.255,66 6,2 393.317,30 kerja di Sulsel beberapa 4.401,90 329.742,80 74,91 6,46 21.316,87 4,84 22.417,41 waktu lalu, menyebut kabupaten Sinjai akan men2.721,42 215.361,10 79,14 6,55 14.107,10 5,18 12.633,88 jadi salah satu pusat per4.443,85 308.945,50 69,52 6,16 19.023,80 4,28 19.617,12 contohan bagi pengemban11.864,36 1.086.849,90 91,61 7,2 78.199,03 6,59 61.040,70 gan sektor perikanan di 5.210,34 390.273,70 74,9 6,71 26.186,55 5,03 25.074,78 tanah air. Hal tersebut 6.356,70 593.453,80 93,36 7,06 41.877,65 6,59 35.796,20 disampaikan saat berdialog dengan para nelayan di 6.850,70 578.243,90 84,41 7,16 41.398,39 6,04 35.929,68 Tempat Pelelangan Ikan 5.068,07 460.236,40 90,81 7,27 33.444,59 6,6 27.493,19 (TPI) Lappa, Sinjai Utara.
9
PG Pesantren Baru
11.755,98
1.068.292,30
90,87
7,42
79.240,59
6,74
60.115,16
12.867,20
1.145.154,90
89
7,65
87.617,19
6,81
60.475,42
6.247,20
560.997,70
89,8
7,46
41.843,90
6,7
32.723,76
No
Perusahaan PTPN X
10 PG Ngadiredjo 11 PG Modjopanggong
Sumber: Pemprov. Jawa Timur, 2014
Hal itu karena Sinjai adalah sebagai kabupaten yang telah mampu membuktikan layak mendapat perhatian
11
Februari 2015
utama pemerintah dalam hal pengembangan dan pembangunan sektor perikanan secara terencana. Menteri menjelaskan bahwa sejak dulu, Sulsel dikenal sebagai pusatnya manusia bahari, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia. Oleh karena itu semua sumber daya yang ada di sector perikanan dan kelautan tersebut harus dijaga dan dilestarikan. Sinjai merupakan salah satu daerah yang konsisten dalam produksi komoditas unggulan di sektor perikanan. Hasil tangkapan nelayan di daerah ini mampu memenuhi kebutuhan ikan sebagian besar wilayah Sulsel, dan diekspor ke beberapa propinsi regional di KTI, bahkan ke mancanegara. Selain berdialog dengan nelayan, Menteri juga meninjau kawasan konservasi hutan bakau di Desa Tongketongke, Sinjai Timur. Dalam kesempatan itu, Menteri memberikan bantuan keuangan untuk pengadaan dan perbaikan beberapa keperluan 11 kelompok nelayan nelayan di Sinjai senilai Rp1,1 miliar. Menteri mengaku bahwa sebelum jadi menteri, sepuluh tahun terakhir dirinya selalu berkomunikasi dengan beberapa kelompok nelayan di Sinjai, namun baru sekarang bisa bertemu mereka secara langsung dan dapat memberikan masukan dan dorongan untuk menjadikan kabupaten ini dapat lebih dikenal sebagai salah satu lumbung perikanan nasional. Wilayah laut Sinjai seluas 669,6 kilometer persegi dengan garis pantai sepanjang 31 kilometer. Sebanyak 46 ribu jiwa penduduk kabupaten Sinjai menggantungkan hidup di bidang kelautan dan perikanan. Tercatat sejumlah produk komoditas asal laut di Sinjai, seperti ikan cakalang, kerapu, teripang, tongkol, tenggiri, tuna, bandeng, udang, dan rumput laut. Tahun
ini, produksi mencapai 28.845,45 ton. Untuk budi daya sebanyak 20.838 ton. Sinjai juga mempunyai sebanyak 2.026 armada tangkap yang tersebar di sembilan kecamatan. Untuk mendorong dan meningkatkan produktivitas sektor perikanan, pemerintah Sinjai telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang memihak ke sektor perikanan dan kelautan tersebut. Di antaranya, Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2014 tentang Perubahan Tarif Retribusi Izin Perikanan. Sehingga terhitung 1 Januari 2015, tidak ada lagi pungutan terhadap perizinan di bidang perikanan, seperti surat izin usaha perikanan, surat izin penangkapan ikan, serta surat izin kapal pengangkut ikan. (*)
I Wayan Ramantha RCE Wilayah Denpasar PENGUATAN INFRASTRUKTUR KEMARITIMAN MENUJU PEMERATAAN EKONOMI BALI Provinsi Bali yang terbagi menjadi delapan Kabupaten dan satu Kota memiliki 57 Kecamatan dengan 716 desa dan kelurahan. Di samping memiliki pemerintahan dinas, Bali juga memiliki 1.488 buah Desa Adat yang ikut menopang pembangunan daerah ini, tidak hanya dari sisi adat dan budaya, tetapi juga dari sisi ekonomi. Pembangunan ekonomi masyarakat yang juga ditunjang oleh 1.436 Lembaga Perkreditan Desa (LPD) milik Desa Adat dengan peredaran asetnya mencapai Rp10,5 triliun lebih hingga akhir 2014, telah berkontribusi signifikan dalam pembangunan ekonomi masyarakat, terutama di daerah pedesaan. Namun demikian, bukan berarti pembangunan ekonomi Bali telah berjalan dengan mulus sesuai dengan harapan seluruh stake holder. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali dalam menyusun Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2016, mengidentifikasi empat tantangan pembangunan ekonomi Bali yang menjadi fokus untuk perbaikan ke depan. Pertama, adanya kenyataan bahwa walaupun secara makro regional pendapatan perkapita masyarakat telah mencapai Rp23 juta lebih pertahunnya, namun masih terdapat kantongkantong kemiskinan, terutama di daerah pedesaan. Kedua, terdapat ketidakseimbangan penghasilan masyarakat yang bergerak di sektor primer, sekunder dan tersier. Ketiga, peningkatan nilai tambah sektor pertanian dalam arti luas, termasuk perikanan (nelayan) belum terintegrasi dengan sektor pariwisata. Keempat, perdagangan dan jasa serta industri kreatif masyarakat kurang memiliki daya saing, terutama di tingkat global. Dengan peluang pembangunan dan keunggulan komparatif yang dimiliki, di samping menyesuaikan dengan rencana pembangunan yang dirancang oleh Pemerintah Pusat, dalam tahun kerja 2016 nanti, pemerintah daerah Provinsi Bali juga secara intensif akan membangun sektor kemaritiman untuk memacu pemerataan ekonomi masyarakat. Dengan bermodal budaya yang menarik yang dilandasi oleh filosofi “Tri Hita Karana” yang berarti menjaga keselarasan hubungan antara manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya, sektor kemaritiman Bali akan lebih digalakkan. Upaya-upaya itu diharapkan akan membuahkan hasil berupa pemerataan ekonomi bagi masyarakat luas, serta memperoleh dukungan nasional dan internasional. Karena Bali juga telah dikenal sebagai daerah tujuan
12
Februari 2015
wisata dan investasi yang menarik bagi investor. Pengalaman sebagai tempat pelaksanaan even-even internasional seperti APEC, WTO, World Hindu Forum, Miss World dan lainlain, diharapkan juga akan mempercepat keberhasilan pembangunan bidang kemaritiman. Pada Tahun 2016 nanti infrastruktur pelabuhan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan antara lain: pengembangan pelabuhan Amed di Kabupaten Karangasem yang akan menghubungkan pelabuhan Mapak di Nusa Tenggara Barat (NTB), pengembangan pelabuhan Gunaksa di Kabupaten Klungkung dengan menyelesaikan pembangunan jalan akses, dermaga, dan terminal, pengembangan dan pengoperasian pelabuhan Tanah Ampo, pengembangan pelabuhan Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng, optimalisasi pengoperasian pelabuhan Padangbai, optimalisasi pelabuhan Gilimanuk, dan optimalisasi pelabuhan Benoa di wilayah Kota Denpasar. (*)
Ahmad Alim Bachri RCE Wilayah Banjarmasin MEMBANGUN KOTA BANJARMASIN SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DI REGIONAL KALIMANTAN Kota Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), oleh Pemerintah Kota (Pemkot) setempat akan diarahkan menjadi kota perdagangan untuk melayani kegiatan perdagangan regional Kalimantan. Sektor perdagangan selama ini memberikan andil besar terhadap kemajuan perekonomian karena berdasarkan perhitungan Produk Domistik Regional Bruto (PDRB) sektor ini mencapai 24 persen. Lokasi perdagangan yang ramai di
Kota Banjarmasin seperti Pasar Sudirmampir, Pasar Ujung Murung, Pasar Baru, Pasar Harum Manis atau Pasar Lima terjadi transaksi yang luar biasa setiap harinya, bahkan seorang pedagang bisa mencapai omset penjualan 100 juta per hari. Pusat perdagangan Banjarmasin tersebut bukan saja melayani pembelian grosir di 13 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan, tetapi juga untuk masyarakat provinsi tetangga Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Walau omset transaksi perdagangan begitu besar tetapi kondisi pasar-pasar tersebut sekarang sudah memprihatinkan, karena itu dalam pembangunan kedepan pemerintah Kota Banjarmasin akan membenahi pusat perbelanjaan tersebut menjadi pusat perbelanjaan modern dengan bangunan bertingkat dan representatif. PDRB tertinggi Kota Banjarmasin adalah sektor angkutan dan telekomunikasi mencapai 27 persen, atau mendominasi dari delapan sektor lainnya. Hal ini karena intensitas angkutan laut dari Pelabuhan Trisakti begitu besar. Pelabuhan Trisakti merupakan pintu gerbang perekonomian di seluruh wilayah Kalsel, sebagian besar Kalimantan Tengah dan sebagian lagi Kalimantan Timur. Banyak barang ekonomi setelah diantarpulaukan dari Pulau Jawa ke Pelabuhan Trisakti Banjarmasin, kemudian didistribusikan lagi ke berbagai wilayah di tiga provinsi Kalimantan tersebut. Akibat padatnya intensitas bongkar muat menyebabkan kapasitas pelabuhan tak mencukupi lagi, bahkan ada kapal yang setelah tiba empat hari baru bisa bongkar muat, lantaran keterbatasan dermaga. Oleh karena itu, prioritas pembangunan Kota Banjarmasin kedepan adalah
membenahi Pelabuhan Trisakti Banjarmasin tersebut agar ideal sebagai pintu gerbang perekonomian tiga provinsi Kalimantan itu. Selain perluasan dermaga, juga perluasan gudang penyimpanan, serta perluasan lapangan penumpukan peti kemas, jika tiga fasilitas di pelabuhan tersebut bisa teratasi segera maka persoalan angkutan laut sudah tak masalah lagi. Sektor lainnya yang menjadi perhatian adalah sektor industri pengolahan yang PDRB-nya 13 persen, karena itu ke depan di Kota Banjarmasin direncanakan ada kawasan industri pengolahan, agar barang-barang mentah seperti karet, rotan, kayu, minyak sawit diolah di sini kemudian keluar menjadi barang dagangan yang lebih bernilai ekonomi tinggi. Permasalahan yang terjadi yaitu adanya ketidakseimbangan neraca perdagangan yang dapat tercermin pada aktivitas perdagangan di Pelabuhan Trisakti karena barang yang masuk ke Pelabuhan trisakti dan barang yang keluar tidak seimbang dengan perbandingan 3:1 sehingga ke depan Banjarmasin akan segera membangun kawasan industri di wilayah Mantuil agar bisa memproduksi barang-barang industri untuk meminimalisir ketidakseimbangan perdagangan Kalimantan Selatan dengan Daerah lain di Pulau Jawa. Untuk itu, diharapkan pemerintah daerah, dunia usaha, dan perbankan dapat bersinergi dalam meningkatkan daya saing produk yang dikirim dari Kalimantan Selatan ke daerah lain terutama pulau Jawa agar mampu bersaing dengan komoditas dari pulau Jawa. Daya saing produk dimaksudkan dengan tidak mengirimkan komoditaskomoditas dalam bentuk gelondongan
13
Februari 2015
tetapi sudah dalam bentuk olahan apakah setengah jadi atau sudah jadi sehingga dapat meningkatkan neraca perdagangan provinsi Kalimantan Selatan, dan dapat disinergikan dengan program kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan kestabilan harga yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.(*)
tah telah berusaha melakukan promosi Wisata Bahari lewat beberapa kegiatan pelayaran (sail) di antaranya Sail Bunaken (2009) yang diikuti 127 kapal dalam dan luar negeri, Sail Morotai (2012), dan Sail Komodo (2013), dan Sail Raja Ampat (2014). Rencananya pada September 2015, pemerintah akan melaksanakan kegiatan Sail Tomini yang difokuskan di Provinsi Sulawesi Tengah.
Agus Tony Poputra RCE Wilayah Manado PROMOSI WISATA MARITIM PERLU TERINTEGRASI DALAM KEGIATAN BERKELANJUTAN
Dalam kegiatan-kegiatan “sail” yang telah dilaksanakan, pemberdayaan industri rumah tangga lokal sangat terbatas. Bahkan sebagian besar cenderamata berasal dari luar daerah. Namun pada Sail Tomini 2015, Asosiasi Tenun Donggala Provinsi Sulawesi Tengah berencana memanfaatkan momentum tersebut sebagai ajang promosi Kain Tenun Donggala dengan pendekatan motif kemaritiman. Untuk maksud ini Cardinal Fish dijadikan ikon tenun merepresentasi aspek kemaritiman. Upaya ini seharusnya didukung tidak sekedar saat kegiatan Sail Tomini berlangsung namun juga keberlanjutannya pasca kegiatan tersebut untuk meningkatkan derajat ekonomi para penenun lokal.
Ekonomi merupakan suatu komponen penting dalam konsep maritim di samping pertahanan. Ekonomi maritim mencakup berbagai aktivitas berkaitan dengan laut diantaranya perikanan primer, industri pengolahan hasil perikanan, transportasi laut, galangan kapal, pariwisata berbasis laut, pertambangan lepas pantai (offshore mining), dan infrastruktur kelautan (pelabuhan dan sebagainya). Mengingat banyak daerah di Indonesia memiliki panorama bawah laut maupun pesisir yang sangat indah, maka pariwisata berbasis laut seharusnya menjadi unggulan dalam membangun ekonomi yang solid. Berdasarkan kondisi geografis Indonesia, potensi wisata di Kawasan Timur Indonesia (KTI) relatif lebih besar karena memiliki pulau yang lebih banyak. Namun dalam praktiknya, potensi tersebut tidak dimanfaatkan oleh pemerintah dan stakeholder lainnya sehingga masih tetap sekedar potensi. Hingga saat ini, wisata bahari di KTI masih mengandalkan Taman Laut Bunaken (Sulawesi Utara) dan Raja Ampat (Papua Barat). Beberapa tahun terakhir, pemerin-
Bila mengevaluasi beberapa kegiatan “sail” sebelumnya, dapat dikatakan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut belum memberikan dampak positif sebagaimana diharapkan meskipun telah menelan anggaran pemerintah yang cukup besar. Pertama, kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara tidak meningkat secara signifikan setelah kegiatan tersebut. Kedua, kinerja industri kecil maupun usaha kecil lainnya yang mendukung Wisata Bahari kembali melemah. Rendahnya capaian dari kegiatan promosi “gala” tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
1.Kurang mampunya pemerintah dan stakeholder di daerah untuk menjaga momentum tersebut lewat promosi-promosi kecil di media massa maupun memanfaatkan teknologi informasi yang tersedia. Pola pikir cenderung menganggap kegiatan “sail” sebagai “proyek” sehingga apabila telah dilaksanakan berarti telah selesai. 2.Belum padunya kerjasama pemerintah daerah dan stakeholder pariwisata sekalipun di beberapa daerah telah ada Tourism Board. 3.Masih kurangnya upaya pemerintah untuk mengembangkan dan menjaga objek-objek wisata bahari sehingga jumlah objek wisata hampir tidak bertambah, bahkan objekobjek wisata yang telah ada mengalami degradasi karena pencemaran dan kerusakan lainnya. 4.Rendahnya kemampuan pemerintah dan stakeholder pariwisata di daerah untuk mengkombinasikan wisata bahari dan wisata daratan serta budaya dalam suatu paket wisata terpadu. Akibatnya, lama waktu tinggal menjadi pendek. Kondisi ini tidak menarik bagi wisatawan terutama wisatawan mancanegara yang menghabiskan uang dalam jumlah besar dengan manfaat yang terbatas. 5.Perilaku aji mumpung dari pengelola hotel untuk menaikan tarif secara abnormal pada saat kegiatan “sail” sehingga menimbulkan persepsi bahwa tarif hotel di daerah tersebut selalu tinggi. Ini mengakibatkan turunnya minat wisatawan untuk kembali. 6. Kurangnya upaya untuk mengubah pola pikir masyarakat untuk menempatkan pariwisata sebagai kegiatan ekonomi penting dalam meningkatkan kesejahteraan. Untuk meningkatkan capaian dari
14
Februari 2015
TABEL 3. KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI kegiatan “sail” selanjutnya termasuk DAN POTENSI SEKTORAL PAPUA Sail Tomini 2015, maka kendalakendala di atas semestinya menjadi KAWASAN PENGEMKATEGORI BANGAN EKONOMI SEKTOR pertimbangan untuk diatasi. Pada WILAYAH (KPE) dasarnya wisata bahari perlu dikemas A KPE Anim Ha Sektor industri pariwisata budaya, pertanian & dengan wisata lainnya dalam suatu perkebunan terpadu, perikanan & peternakan paket wisata yang menarik. Selain B KPE La Pago Sektor industri, pariwisata budaya & alam, itu, perlu kegiatan wisata tersebut perkebunan, peternakan & pertanian hortikultura diintegrasikan dengan kegiatankegiatan pendukungnya, baik industri C KPE Mamta Sektor industri, Perkebunan, & pariwisata kerajinan, kuliner, dan berbagai jasa D KPE Saereri Sektor industri, pariwisata, jasa, perikanan & lainnya. Bila ini tidak dilakukan seperkebunan cara serius, maka kegiatan-kegiatan E KPE Mee Pago Sektor pertambangan, industri & perkebunan “ sail” yang berbiaya besar hanya menjadi kegiatan hurahura dan menghamburkan TABEL 4. SPESIFIKASI KOMODITAS PADA KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI uang semata. (*) KATEGORI
Sidik Budiono RCE Wilayah Papua PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS WILAYAH ADAT (DEVELOPMENT BASED COMMODITY CULTURE AREA) Wilayah Papua terkenal dengan 2 isu utama yaitu isu “Politik” dan isu “Hak Ulayat”. Oleh karena itu berbagai pendekatan pembangunan menjadi alternatif untuk diterapkan di wilayah ini. Pengembangan wilayah ekonomi di Papua tidak dapat terpisah dari sosio-kultural setempat. Dalam tulisan ini akan dikaji mengenai potensi ekonomi Papua berbasis wilayah adat. Wilayah Papua dibagi ke dalam 4 Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) yaitu Wilayah A: KPE Anim Ha, Wilayah B: KPE La Pago, Wilayah C: KPE Mamta,
KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI (KPE)
KOMODITAS
A
KPE Anim Ha
• • • • • •
Karet dan produk turunannya Pengembangan Sagu dan Turunannya Tebu dan Produk Turunannya Padi dan Jagung Perikanan dan Produk Turunannya Ternak sapi, ayam dan makanan olahan berbahan baku daging
B
KPE La Pago
• •
Pengembangan produk kopi dan turunannya. Pengembangan Produk Buah Merah dan Turunannya
•
Pengembangan Tanaman Pangan dan Holtikultura serta Turunannya
•
Pengembangan ternak dan makanan olahan berbahan baku daging
• • • •
Kelapa dan Sawit serta produk turunannya, Pengembangan Coklat dan produk turunannya Pengembangan Sagu dan Turunannya Pengembangan Buah Merah dan Produk Turunannya
•
Pengembangan ternak ayam, sapi dll serta produk turunannya dan pakan ternak
•
Perikanan dan Kelautan serta produk turunannya
•
Kelapa dan produk turunan lainnya (termasuk sabun)
• •
Pengembangan Sagu dan Turunannya Pariwisata berbasis Alam dan Budaya
• • •
Kopi dan produk turunannya Perikanan dan kelauatan serta Turunannya Pengembangan Tanaman Pangan dan Holtikultura dan Turunannya
• • •
Pertambangan Pariwisata Perkebunann Sawit dan Produk Turunannya (Industri Olahan)
C
D
E
KPE Mamta
KPE Saereri
KPE Mee Pago
Sumber: Bapedda Papua, 2014
15
Februari 2015
Wilayah D: KPE Saereri, dan Wilayah E: KPE Mee Pago. Model pengembangan wilayah berbasis wilayah adat ini diterjemahkan kembali berdasarkan bidang/sektoral sebagaimana tercantum dalam Tabel
3. Berdasarkan tabel tersebut, maka masing-masing wilayah pengembangan telah mencakup potensi sektorsektor perekonomian. Pengembangan wilayah perekonomian berdasarkan wilayah adat ini
bertujuan untuk memaksimalkan peran masyarakat lokal. Masyarakat lokal dengan sosio-kulturalnya harus dilibatkan dalam pembangunan secara berkesinambungan untuk masa yang akan datang (sustainable development).
TABEL 5. POTENSI KOMODITAS PADA KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI PAPUA KABUPATEN/KOTA
POTENSI KOMODITAS UNGGULAN Pengembangan Wilayah Adat Anim Ha
Merauke
Kawasan MIFEE (Padi, (1.200 Ha) ha; Perikanan (140.000 ton), Minyak Kayu Putih, Peternakan Sapi (32.435 ekor)
Boven Digoel
Karet (1.318 Ha)
Asmat
Perikanan (5.899 ton)
Mappi
Karet (2.997 Ha)
Dogiyai
Kopi, Ubi Jalar
Nabire
Jeruk, peternakan Babi,Padi
Intan Jaya
Gaharu
Paniai
Kopi (1.245 Ha), Ubi Jalar
Mimika
Tambang (Tembaga, Batu Bara)
Pengembangan Wilayah Adat Mee Pago
Pengembangan Wilayah Adat Mamta Keerom
Perkebunan Sawit, Coklat, Peternakan Sapi, Perikanan Budidaya, Tanaman Pangan
Jayapura
Hortikultura, Peternakan Ayam
Sarmi
Perkebunan Kelapa (361 Ha), Coklat, Perikanan
Mamberamo Raya
Sagu (60.000 Ha), Pisang, Perikanan
Kab jayapura
Coklat (13.342), Hortikultura, Peternakan Ayam
Peg. Bintang
Kopi (434 Ha), Ubi Jalar (13,332)
Jayawijaya
Kopi (2.825 Ha), Ubi Jalar (138.754), Buah Merah, Peternakan babi
Lanny Jaya
Kopi (1.070 Ha), Kelinci, Bawang
Yahukimo
Kopi (581 Ha), Ubi Jalar (81,891 Ha)
Tolikara
Kopi (246 Ha), Buah Merah
Yalimo
Gaharu
Nduga
Kopi (306 Ha)
Puncak Jaya
Kopi (334 Ha), Karet (334 Ha), Nanas
Mamberamo Tengah
Buah Merah, Nenas, Jeruk
Biak Numfor
Kopi (434 Ha), Kelapa (3.623 ha), Perikanan laut dalam, rumput laut
Kep. Yapen
Coklat (1.971 ha), Perikanan (6.618 ton), rumput laut, Sagu
Waropen
Kelapa (4.766 Ha), Sagu
Supiori
Perikanan (4.667 ton), Rumput Laut
Pengembangan Wilayah Adat La Pago
Pengembangan Wilayah Adat Saireri
Berdasarkan potensi sumber daya alam masing-masing Kawasan Pengembangan Ekonomi maka Tabel 4 menunjukkan spesifikasi potensi komoditas tiap wilayah. Sedangkan potensi komoditas unggulan di tiap kota/ kabupaten di masing-masing Kawasan Pengembangan Ekonomi-Adat tercantum dalam Tabel 5. Klasifikasi pengembangan wilayah ini telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) di tingkat propinsi maupun tingkat nasional. Jadi pendekatan pembangunan Kawasan Papua berdasarkan wilayah adat tidak hanya menjadi ciri khusus tetapi juga menjadi suatu strategi yang handal untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Sebagai penutup, Kawasan Pengembangan Ekonomi untuk setiap wilayah adat berperan untuk menuntun arah kebijakan ekonomi tingkat daerah maupun nasional. Penetapan kawasan pengembangan ini juga menjadi dasar arah investasi di masa yang akan datang. Jadi perpaduan keberadaan potensi sumber daya alam, adat (budaya) lokal dan masyarakat lokal menjadi landasan strategi pembangunan. (*)
Sumber: Bapedda Papua, 2014
16
Februari 2015
Analisis Pasar Saham & Kinerja BUMN 1 Januari 2015 – 30 Januari 2015 Secara mayoritas pergerakan indeks saham baik kawasan global maupun regional membentuk pola uptrend pada bulan pertama tahun 2015. Beberapa indeks saham bergerak kontrarian dari rekannya yakni indeks saham Amerika Dow Jones dan S&P.
INDEKS SAHAM GLOBAL Setelah berspekulasi cukup lama akhirnya Mario Draghi, Kepala Bank Sentral Euro, mengumumkan akan melakukan pembelian surat berharga melalui pasar modal. Hal ini dilaku-
kan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat ekonomi Eropa. Pernyataan ini disambut dengan aksi beli dan membawa indeks saham , terutama, FTSE melesat dan menutup bulan Januari ini pada titik yang lebih tinggi daripada pembukaan tahun.
bulan Desember melemah. Penjualan rumah di Amerika pada bulan Desember turun -3,7% dari sebelumnya tumbuh 0,8%. Angkat ini lebih rendah daripada yang diperkirakan oleh para analis yang mempredisikan masih akan tumbuh 0,5%.
Pernyataan ini disampaikan pada minggu ketiga bulan ini dan sempat mengangkat indek saham di Amerika. Namun pergerakan keatas Dow Jones dan S&P melemah dan menutup bulan ini pada titik yang lebih rendah daripada awal bulan. Aksi jual saham kembali marak dilakukan setelah laporan penjualan rumah Amerika per
Data ekonomi Amerika sepertinya tidak mempengaruhi semangat investor Jepang untuk berinvestasi, indeks saham Nikkei terus melesat dan menutupnya dengan terapresiasi….% secara bulanan.
Dow Jones
FTSE
S&P
Nikkei
17
Februari 2015
INDEKS SAHAM DI REGIONAL Indeks saham di kawasan regional bergerak kompak membentuk pola uptrend. Aksi borong investor dipicu spekulasi aliran dana asing akan mengalir pada bursa pasar modal negara setempat membawa indeks saham regional hingga hari terakhir perdagangan dalam sebulan. Demikian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang membuka bulan Januari pada titk 5.243 dan menutupnya pada titik 5.289 atau menguat 0,89%. Pada bulan Januari ini emiten Bursa Efek Indonesia mulai mengumumkan laporan keuangan untuk tahun 2014 juga aksi korporasi seperti rencana
penambahan modal dari pemerintah pada BUMN baik berupa penambahan modal maupun melalui penerbitan saham baru turut mendasari aksi borong para investor.
Indonesia hingga akhir Januari. Terlihat dari pergerakan IHSG yang bertahan diatas level 5.250 hingga penutupan bulan.
Kendati kancah politik di Indonesia diramaikan oleh pergesekan atara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian. Pergesekan ini terjadi sejak calon tunggal dan utama Kepala Kepolisi an Republik Indonesia (Kapolri) yang baru yang akan mengganti Kapolri yang belum habis masa jabatannya menjadi tersangka oleh KPK. Meski demikian ketegangan politik ini tidak memberikan pengaruh yang berarti pada minat investasi di
Perbankan Saham sektor perbankan ditutup variatif dimana saham Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) ditutup menguat sebesar 2,5%, 1,6%, 1,1% dan 0,2%. Sementara saham Bank Tabungan Negara (BBTN), Bank CIMB Niaga (BNGA) dan Bank Danamon (BDMN) ditutup melemah dengan koreksi sedalam -18,8%, -5,1%, -3,3%.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Thailand
Strait Times
Hang Seng
18
Februari 2015
Pada akhir bulan ini BBRI, BBNI dan BDMN mempublikasikan laporan keuangan untuk tahun kerja 2014. BBRI membukukan kenaikan laba bersih 14% atau mencapai Rp 24,3 triliun yang terbantu oleh kenaikan kredit 14% dengan selisih bunga (net intereste margin, NIM) 8,5%. BBNI melaporkan laba bersih yang meningkat 19% atau Rp 10,8 triliun yang terbantu oleh kenaikan NIM dari 6,1% menjadi 6,2%. Pertumbuhan biaya operasional yang terbatas juga membantu kenaikan laba bersih BBNI. BDMN melaporkan kinerja keuangan
2014 pada hari yang sama dengan BBNI dimana BDMN mencatat laba bersih Rp 2,6 triliuan atau 36% lebih rendah daripada setahun sebelumnya. Turunnya nilai laba bersih BDMN terutama disebabkan NIM 2014 yang lebih rendah menjadi 8,4% dari 9,5% di tahun 2013. Penurunan NIM dikarenakan BDMN memberikan bunga simpanan yang tinggi untuk memenuhi rasio maksimum Loan to Deposit yang turun dari 100% menjadi 92%. Pemberian suku bunga simpanan yang tinggi diterapkan guna menarik dana nasabah.
Infrastruktur Saham sektor infrastruktur kompak menutup bulan Januari dalam teritori negatif. Penurunan terdalam dialami oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) dengan penurunan sedalam 15,5% diikuti oleh PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM) dan PT Indosat (ISAT) yang melemah -1,0% dan -0,6%. Penurunan yang tajam yang dialami oleh PGAS dikarenakan pengumuman pemerintah yang menurunkan harga jual gas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan inflasi dan mendorong kegiatan ekonomi Indonesia.
Pergerakan Beberapa Harga Saham Perbankan Closing Price 2-Jan-15 5-Jan-15 6-Jan-15 7-Jan-15 8-Jan-15 9-Jan-15 12-Jan-15 13-Jan-15 14-Jan-15 15-Jan-15 16-Jan-15 19-Jan-15 20-Jan-15 21-Jan-15 22-Jan-15 23-Jan-15 26-Jan-15 27-Jan-15 28-Jan-15 29-Jan-15 30-Jan-15 Growth Average Transaction
>> Volume [Thousand]
>> Value [Rp Million] >> PER Valuation Ratio >> PBV
BNI Mandiri 6,100 10,825 6,025 10,800 6,025 10,725 6,075 10,850 6,075 10,950 6,150 11,125 6,075 10,825 6,150 10,750 6,100 10,725 6,150 10,900 5,975 10,700 5,975 10,725 5,900 10,750 5,975 10,975 5,950 11,000 6,100 11,375 6,100 11,100 6,200 11,075 6,175 10,975 6,150 10,975 6,250 11,000 2.5% 1.6% 23,914 145,216 10.8 2.0
21,571 235,536 12.9 2.6
BRI 11,650 11,600 11,525 11,775 11,975 12,025 11,750 11,825 11,750 11,700 11,575 11,600 11,500 11,425 11,475 11,875 11,875 11,925 11,700 11,700 11,675 0.2%
Bank BCA 13,225 13,200 13,100 13,125 12,975 12,925 13,000 13,000 12,925 12,950 12,950 13,000 13,025 13,075 13,200 13,325 13,150 13,200 13,275 13,325 13,375 1.1%
Niaga Danamon 880 4,550 865 4,600 855 4,550 840 4,610 825 4,600 825 4,620 845 4,615 835 4,660 830 4,590 835 4,600 835 4,590 830 4,570 825 4,615 820 4,650 825 4,660 825 5,000 820 5,025 835 4,900 835 4,680 830 4,500 835 4,400 -5.1% -3.3%
BTN 1,225 1,220 1,195 1,205 1,210 1,220 1,205 1,170 1,120 1,125 1,115 1,100 1,100 1,010 1,030 1,020 990 1,000 1,010 1,000 995 -18.8%
26,008 303,667 11.9 3.0
10,868 147,727 20.5 4.4
1,772,280 3,329 312 15,487 6.2 16.2 0.7 #N/A N/A
55,650 58,079 8.4 0.9
IHSG / JCI 5,243 5,220 5,169 5,207 5,212 5,217 5,188 5,214 5,160 5,189 5,148 5,152 5,166 5,215 5,253 5,324 5,260 5,277 5,269 5,263 5,289 0.9% 5,313,484 5,067 23.4 2.4
19
Februari 2015
PGAS yang memiliki kegiatan usaha distribusi gas akan menerima konsekwensi penurunan laba bersih dan mendasari keputusan investor untuk melepas saham PGAS hingga terkoreksi sebesar dua digit. Konstruksi Berlawanan dengan pergerakan saham infrastruktur, saham sektor konstruksi ditutup menguat. Kenaikan terbesar dialami oleh PT Waskita Karya yang berkode WSKT diikuti oleh PT Pembangunan Perumahan (PTPP), PT Adhi Karya (ADHI) dan PT Wijaya Karya (WIKA) dengan kenaikan 17,1%, 9,1%, 3,4% dan 1,9%. Ke putu san pemerin tah un tuk menyuntikan dana untuk pembangunan proyek infrastruktur dalam nilai yang besar. Keputusan pemerintah ini dinterpretasikan dengan potensi kenaikan pendapatan bagi perusahaan konstruksi oleh para investor
dan dibeli oleh investor. Pertambangan Bulan ini harga saham sektor pertambangan ditutup variatif dengan kenaikan pada harga saham PT Aneka Tambang (ANTM) sebesar 1,9% dan penurunan dialami oleh saham PT Bukit Asam (PTBA) dan PT Timah (TINS) dengan penurunan -8,1% dan 2,1%. Pergerakan harga saham pertambangan ini seiring dengan pergerakan harga komoditas. Kenaikan harga nikel di London Metal Exchange (LME) dari USD 14.350 per metrik ton pada minggu lalu menjadi USD 14.900 membantu harga sham ANTM terapresiasi. Sementara harga timah di LME diperdagangakan lebih rendah atau pada USD 19.175 dari USD 19.475 turut membawa saham TINS yang berbasis bisnis pertambangan timah terkoreksi -0,8%. Harga batubara yang
belum beranjak dari harga terendah dalam setahun yakni USD 61.80 per metric ton menjadi alasan penurunan harga saham PTBA. Industri Dasar Semen Saham sektor ini juga menutup bulan Januari dengan mixed dimana PT Wika Beton (WTON) masih berhasil menguat sebesar 7,9% sementara PT Semen Baturaja (SMBR) dan PT Semen Indonesia (SMGR) terkoreksi sedalam 2,9% dan -10,0%. Penurunan harga saham SMGR dan SMBR berkaitan dengan keputusan pemerintah yang memotong harga semen produksi BUMN. Saham WTON luput dari aksi jual investor karena WTON tidak memproduksi dan menjual semen dalam bentuk kemasan sak maupun curah namun sudah menjadi beton. (*)
Pergerakan Beberapa Harga Saham BUMN Berbagai Sektor Closing Price 2-Jan-15 5-Jan-15 6-Jan-15 7-Jan-15 8-Jan-15 9-Jan-15 12-Jan-15 13-Jan-15 14-Jan-15 15-Jan-15 16-Jan-15 19-Jan-15 20-Jan-15 21-Jan-15 22-Jan-15 23-Jan-15 26-Jan-15 27-Jan-15 28-Jan-15 29-Jan-15 30-Jan-15 Growth Average Transaction
>> Volume [Thousand]
>> Value [Rp Million] >> PER Valuation Ratio >> PBV
INFRASTRUCTURE TLKM ISAT PGAS 2860 4120 5975 2835 4200 5900 2815 4225 5800 2810 4200 5800 2835 4250 5800 2860 4300 5800 2835 4485 5800 2840 4470 5625 2825 4340 5450 2830 4350 5500 2845 4400 5475 2855 4400 5200 2900 4355 5275 2915 4265 5350 2880 4260 5375 2890 4210 5375 2820 4100 5250 2830 4075 5275 2845 4100 5225 2860 4095 5075 2830 4095 5050 -1.0% -0.6% -15.5% 66,847 476 190,146 2,007 18.9 #N/A N/A 4.3 1.6
37,396 203,304 11.0 3.7
WIKA 3675 3575 3555 3650 3680 3675 3600 3620 3550 3630 3565 3585 3600 3595 3640 3655 3550 3630 3675 3675 3745 1.9% 19,256 70,002 39.5 5.5
CONSTRUCTION ADHI PTPP 3575 3590 3420 3540 3460 3540 3575 3685 3605 3755 3560 3750 3585 3670 3575 3745 3465 3685 3530 3695 3465 3670 3485 3650 3570 3645 3550 3630 3645 3805 3690 3800 3580 3750 3630 3780 3640 3800 3695 3800 3695 3915 3.4% 9.1% 26,895 96,414 20.3 4.4
16,973 63,311 38.5 8.8
WSKT 1465 1405 1395 1450 1455 1430 1425 1430 1420 1475 1445 1455 1505 1515 1565 1590 1570 1635 1640 1670 1715 17.1% 64,514 97,320 43.6 6.9
PTBA 12375 12350 12075 12100 11800 11800 11525 11200 11200 11200 10725 10400 10725 11150 11750 11625 11225 11400 11525 11325 11375 -8.1% 2,418 27,544 11.6 3.1
MINING TINS 1200 1185 1170 1175 1200 1225 1190 1185 1180 1200 1180 1195 1185 1195 1180 1190 1175 1170 1175 1180 1175 -2.1%
ANTM 1045 1040 1025 1040 1115 1085 1090 1085 1070 1070 1055 1050 1055 1050 1055 1060 1030 1065 1050 1070 1065 1.9%
4,972 16,890 5,933 18,201 12.6 #N/A N/A 1.8 0.8
SMGR 16200 16225 15925 15975 15875 15750 15950 16150 15925 16200 15000 14100 14175 14100 14400 14475 14475 14525 14475 14400 14575 -10.0% 12,169 181,927 15.6 3.8
CEMENT SMBR 383 383 378 380 385 386 392 395 387 387 370 368 370 366 375 376 372 374 372 372 372 -2.9%
WTON 1270 1240 1295 1305 1330 1310 1310 1300 1290 1315 1315 1315 1320 1320 1325 1365 1330 1355 1350 1345 1370 7.9%
9,937 24,055 3,782 31,819 10.1 #N/A N/A 1.5 #N/A N/A
20