1
I. PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN SAAT PANEN DAN SUHU PENYIMPANAN A. Pendahuluan 1.
Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan buah ini disamping karena jumlah penduduk yang terus meningkat juga karena meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti gizi dan peranan gizi bagi kesehatan. Perlakuan suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan buah. Suhu ini merupakan suhu optimum agar buah tetap dalam kondisi baik walaupun lama disimpan.Dalam penyimpanan suhu rendah perlu diperhatikan shu yang digunakan, agar tidak terjadi kerusakan fisiologis pada buah yang dapat menurunkan mutu buah itu sendiri. Dalam praktikum ini, berupaya membandingkan antara pengaruh suhu penyimpanan dan tingkat kematangan buah terhadap kualitas buah tomat. Kualitas buah tomat yang diamati antara lain tekstur, warna, rasa dan susut berat buah.
2.
Tujuan Tujuan praktikum acara I ini adalah mengetahui saat panen dan pengaruh suhu penyimpanan buah tomat.
B. Tinjauan Pustaka Suhu adalah factor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju kemunduran meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan
mikroorganisme
lainnya
( Kays, 2001 ). 1
sangat
dipengaruhi
oleh
suhu
2
Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah panen. Kehilangan air berarti kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun dapat ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru tampak saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda kerusakan jelas terlihat bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya. ( Liu, 1998 )
Perubahan warna yang dikemas banyak dipengaruhi oleh faktor non fisik dari pada faktor fisik. Faktor-faktor tersebut antara lain keadaan suhu, kelembaban dan sirkulasi udara yang terjadi selama pengemasan berlangsung (Amanto, 2004). Buahan-buahan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu buah klimakterik dan non klimakterik. Buah yang klimakterik merupakan semua jenis buah-buahan yang terus mengalami perubahan fisiologi, terutama proses pemasakan (pematangan), meskipun buah telah dipetik. Proses perubahan fisiologi ditandai dengan perubahan struktur daging buah, warna kulit, aroma dan cita rasa, meningkatnya kandungan gula, serta menurunnya kandungan pati. Contoh buah klimakterik yaitu mangga, papaya, pisang, kedondong, cempedak, dan kesemek. Buah non klimakterik adalah jenis buah yang tidak mengalami proses fisiologis meski telah dipetik dari pohon, contohnya sayuran (mentimun, terung, gambas) (Imdad dan Nawangsih, 1999). Warna berbagai macam buah-buahan dikendalikan oleh adanya karotenoid dan xantofil pada kulit buah, yang menimbulkan warna orange atau kuning, serta klorofil, yang memberikan warna hijau. Perubahan dari hijau menjadi kuning atau orange, berhubungan dengan pemasakan dan pematangan buah, yang melibatkan sintesis pigmen tetapi dalam beberapa kasus adalah karena perombakan klorofil yang menutupi ekspresi dari pigmen warna kuning atau orange (Tawali dan Zainal, 2004). Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan
3
dimana akan menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat; susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai konsumen; susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas buah. Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai
laju
respirasi tinggi
atau
peka
terhadap
suhu rendah
(Tranggono dan Sutardi, 1990). Perubahan tekstur yang semakin lunak ini disebabkan adanya enzim yang merombak dinding sel sehingga dinding sel semakin lunak. Dinding sel buah pada umumnya tersusun atas selulosa maupun hemiselulosa yang umumnya bersifat liat. Dengan adanya enzim yang merombak bahan dinding sel tersebut, maka buah yang saat masih mentah teksturnya keras menjadi lunak (Wartoyo et al., 2003). C. Metode Pelaksanaan 1.
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara I ini dilaksanakan pada hari Kamis,31 Maret 2011 pukul 15.00 - 16.30 WIB bertempat di Laboratorium Ekologi dan Manajemen Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Alat dan Bahan a.
Alat 1)
Nampan plastik
2)
Kemasan plastik
3)
Refrigerator
b.
Bahan 1) Buah Tomat dengan stadia kematangan : hijau, pecah warna dan merah
4
3.
Cara Kerja 1)
Mengambil 9 buah tomat sesuai perlakuan yang diberikan, diletakkan pada nampan plastik.
2)
Menyimpan tomat pada refrigerator dan suhu ruang.
3)
Mengamati tekstur, warna dan rasa buah tomat sebelum dan sesudah penyimpanan.
4)
Menghitung umur simpan tomat dari awal penyimpnan sampai 50% buah rusak. Buah dikatakan rusak apabila dalam suatu buah telah rusak 25%.
D. Hasil dan Pembahasan 1.
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Rekapan Pasca Panen Tomat (Lycopersicum esculentum) Tekstur Warna Umur Perlakuan Ulangan Awal Akhir Awal Akhir Simpan 1a 4 2 1 4 17 1b 4 2 1 3 17 1c 4 3 1 2 17 2a 4 3 1 4 20 Hijau Suhu 2b 4 2 1 4 20 Ruang 2c 4 2 1 3 20 3a 4 2 1 4 13 3b 4 3 1 3 13 3c 4 3 1 3 13 1a 4 2 1 3 17 1b 4 2 1 5 17 1c 4 2 1 5 17 2a 4 3 1 4 17 Hijau dalam 2b 4 2 1 4 16 Plastik 2c 4 3 1 3 16 3a 4 4 1 1 10 3b 4 4 1 1 10 3c 4 4 1 1 9 Hijau 1a 4 2 1 4 17 Refrigerator 1b 4 2 1 4 17 1c 4 1 1 4 11 2a 4 2 1 4 17 2b 4 3 1 4 17 2c 4 1 1 4 15
Rasa 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 1 1 1 1 3 3 2 2 3 2
5
Pecah Warna Suhu Ruang
Pecah Warna Kemasan Plastik
Pecah Warna Refrigerator
Merah Suhu Ruang
Merah Kemasan Plastik
3a 3b 3c 1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c 1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c 1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c 1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c 1a 1b 1c 2a 2b
4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 3 2 3 2 1 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2 1 1 1 3 3 2 2 2
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
17 17 17 18 20 11 11 14 11 13 13 18 7 7 7 10 10 10 10 10 10 15 11 15 11 11 13 12 12 15 13 13 13 13 13 13 11 8 10 14 14 13 11 12
3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2
6
2c 3a 3b 3c 1a 1b 1c 2a Merah 2b Refrigerator 2c 3a 3b 3c Sumber : Data Rekapan 2.
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
10 9 7 14 15 13 14 13 13 14 11 12 12
2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Pembahasan Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa perlakuan tingkat kematangan saat panen dan perlakuan penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap umur simpan tomat. Umur simpan tomat dengan tingkat kemasakan berwarna merah pada penyimpanan suhu ruang justru menunjukkan umur simpan paling singkat, yaitu rata-rata 9 hari. Sedangkan umur simpan paling lama terdapat pada tomat dengan tingkat kemasakan berwarna hijau pada penyimpanan di suhu ruang. Hal ini disebabkan
oleh
adanya
faktor
pengganggu
(hama)
pada
saat
penyimpanan, sehingga akibat aktivitas makan dari hama tersebut menimbulkan luka pada permukaan buah yang kemudian meningkatkan laju respirasi buah, akibatnya umur simpan buah menjadi lebih pendek. Selain itu, ukuran buah mempengaruhi laju respirasi dan jumlah substrat yang digunakan dalam respirasi, sehinngga semakin besar ukuran buah semakin cepat laju respirasinya dan semakin banyak jumlah substrat yang digunakan dalam respirasi karena kontak permukaan buah dengan oksigen semakin luas. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui terjadi perubahan tekstur buah tomat setelah penyimpanan. Perubahan tekstur yang semakin lunak ini disebabkan adanya enzim yang merombak dinding sel sehingga dinding sel semakin lunak. Dinding sel buah pada umumnya tersusun atas selulosa
7
maupun hemiselulosa yang umumnya bersifat liat. Dengan adanya enzim yang merombak bahan dinding sel tersebut, maka buah yang saat masih mentah teksturnya keras menjadi lunak. Pelunakan tekstur pada buah sayuran pada umumnya akibat dari peran gabungan beberapa enzim perombak dinding sel yang diatur oleh etilen. Selain itu, pelunakan tekstur buah juga disebabkan oleh perubahan turgor sel, yaitu turgor menurun karena transpirasi sehingga mengakibatkan sel-sel mengkerut yang akhirnya lepas dari dinding sel dan menjadi lunak. Disamping itu pelunakan dinding sel juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran sayuran selama penyimpanan. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui terjadi perubahan warna pada buah tomat setelah penyimpanan. Perubahan warna terjadi akibat pengaruh enzim tertentu dan merupakan interaksi antara zat pengatur tumbuh khususnya etilen dengan enzim tersebut. Perubahan warna terjadi akibat peningkatan konsentrasi etilen pada buah yang disebabkan oleh respirasi yang mengaktifkan enzim-enzim tertentu termasuk prekursor produksi etilen sehingga menimbulkan perubahan warna. Perubahan warna ini dipengaruhi oleh aktivitas ensim klorofilase yang meningkat selama degradasi klorofil. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui terjadi perubahan rasa pada tomat setelah penyimpanan. Namun, perubahan yang terjadi adalah tomat menjadi semakin asam. Diduga selama proses pematangan buah tomat, terjadi perubahan senyawa organik menjadi senyawa tertentu yang menyebabkan rasa asam pada tomat, seperti asam sitrat dan asam askorbat. E. Kesimpulan dan Saran 1.
Kesimpulan a.
Selama penyimpanan buah tomat dengan berbagai stadia kemasakan terjadi perubahan fisik pada tomat berupa struktur yang semakin lunak, warna menjadi merah, rasa menjadi asam.
8
b.
Umur simpan tomat paling lama dijumpai pada tomat dengan tingkat kematangan berwarna hijau pada penyimpanan dalam refrigerator, yaitu 28 hari. Dan umur simpan paling singkat yaitu buah tomat berwarna merah pada penyimpanan suhu ruang.
c.
Perubahan tekstur yang semakin lunak ini disebabkan adanya enzim yang merombak dinding sel sehingga semakin lunak.
d.
Pelunakan dinding sel juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran buah selama penyimpanan.
e.
Tomat menjadi semakin asam selama proses pematangan buah tomat, terjadi perubahan senyawa organik menjadi senyawa tertentu yang menyebabkan rasa asam pada tomat, seperti asam sitrat dan asam askorbat.
2.
Saran a.
Perlu adanya stabilisasi suhu ruang dan penyimpanan pada tempat yang tepat untuk mencegah serangan hama saat penyimpanan sehingga hasil yang diperoleh lebih signifikan.
b.
Perlu dilakukan pemilihan bahan yang baik digunakan dalam praktikum sehingga dapat benar-benar diketahui pengaruhnya terhadap umur simpan.
9
II. PENANGANAN PASCA PANEN BUNGA POTONG A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Jenis bunga potong yang beredar di pasaran ada banyak sekali jumlahnya. Berdasarkan jumlah kuntum dalam satu tangkai, bunga potong dibedakan menjadi 2 macam yaitu bunga tunggal (mawar, lili, dan lain sebagainya) dan bunga majemuk (sedap malam, krisan, dan lain sebagainya). Bunga potong berdasarkan tempat tumbuhnya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu bunga potong dataran tinggi dan bunga potong dataran rendah. Bunga potong yang tumbuh di dataran tinggi antara lain mawar, gladiol, krisan, dsb. Bunga potong yang tumbuh di dataran rendah antara lain sedap malam, anggrek, dsb. Berbagai tipe bunga potong tersebut memiliki kriteria panen dan penanganan pasca panen yang berbeda-beda. Kesegaran bunga potong memerlukan beberapa faktor penunjang seperti saat pemotongan yang tepat, kecepatan pengiriman, sitem pengepakan yang baik, suasana di tempat penjualan, dan sifat ketahanan selama pengiriman. Dewasa ini, kendala penanganan pasca panen bunga potong yang sering dialami produsen atau penjual bunga potong adalah mempertahankan kesegaran bunga potong. Umumnya bunga potong hanya dapat bertahan beberapa hari sebelum layu atau rontok. Padahal kesegaran bunga potong menjadi syarat mutlak yang harus dipertahankan terutama saat pengangkutan. Pada praktikum kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai cara mempertahankan kesegaran bunga potong melalui modifikasi larutan perendamnya. 2. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum acara II Penanganan Pasca Panen Bunga Potong adalah untuk mempertahankan kesegaran dan penampilan lebih lama agar diperoleh nilai tambah.
10
B. Tinjauan Pustaka Gugur atau rontoknya bunga dan organ-organ hias lainnya merupakan stadia terakhir daripada senesen. Berkaitan dengan gugurnya organ-organ tersebut, proses pembentukan lapisan absisi pada bunga terjadi. Hal ini sama halnya dengan apa yang terjadi pada daun dan buah. Akan tetapi, pembelahan sel umumnya tidak merangsang rontoknya petal, karena lapisan absisi yang terbentuk tidak tegas. Rontoknya petal disebabkan oleh melunaknya lamella tengah sel.(Santoso,2006 ) Krisan dapat tumbuh baik di tempat yang tingginya 200 m dari permukaan laut. Krisan ditanam sebagai tanaman penghasil bunga potong dan tanaman penghias kebun. Sebagai bung apotong, bunga krisan diusahakan besar dan setiap tangkai hanya terdapat sebuah bunga saja berbentuk malai atau untaian (Rismunandar, 1991). Perlakuan yang dapat dilakukan adalah perendaman dalam larutan kimia. Larutan kimia yang digunakan mengandung sunber energi, mineral, anti mikroorganisme, asam organik dan garam, anti oksidan, inhibitor etilen, dan pengatur tumbuh. Perlakuan ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan cadangan anergi, menghambat pertumbuhan mikroorganisme, menghambat produksi etilen, proses oksidasi dan membantu pada proses pembukaan kuncup bunga (Soekartawi, 1996). Telah diketahui sejak lama bahwa gas etilen bersifat beracun terhadap bunga, yaitu antara lain dapat melayukan dan menggugurkan bunga. Karena itu bunga potong yang akan disimpan harus mempunyai mutu tinggi, yaitu tidak luka, tidak tergores, terlipan atau patah karena keadaan ini akan merangsang produksi etilen walaupun dalam suasana suhu rendah. (Tirtosoekotjo, 1996). Konsentrasi gula yang digunakan dalam zat pengawet berbeda tergantung dari jenis perlakuan dan jenis bunganya. Secara umum pada jenis bunga tertentu, semakin lama perendaman maka konsentrasi yang digunakan lebih rendah. Oleh sebab itu, konsentrasi yang tinggi digunakan untuk pulsing (perendam), konsentrasi sedang untuk pembukaan kuncup, dan konsentrasi
11
rendah untuk holding solution. Sukrosa sebagai gula banyak digunakan dalan zat pengawet, tetapi bentuk metabolit lainnya seperti glukosa dan fruktosa sama efektifnya (Amiarsih et al., 1999). Sukrosa merupakan sumber energi sehingga sukrosa dalam larutan perendam dapat memperpanjang kesegaran bunga. Penggunaan larutan perendam yang lengkap yang terdiri atas gula, fungisida, dan bakterisida lebih baik dibandingkan dengan larutan perendam yang tidak lengkap komposisinya (Muhajir dan Dondy, 1999). C. Metode Pelaksanaan 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum acara II ini dilaksanakan pada hari Kamis, 14 April 2011 pukul 15.00 - 16.30 WIB bertempat di Laboratorium Ekologi dan Manajemen Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Alat dan Bahan a.
Alat 1)
Pisau tajam
2)
Jambangan bunga (botol minum) 3 buah
b. Bahan 1) Bunga Krisan 3 tangkai 2) Bunga Sedap malam 3 tangkai 3) Larutan gula 0 %, 1 %, 2 % dan 3 % 3. Cara Kerja a. Menyediakan bunga Krisan dan Sedap malam 3 tangkai. b. Memotong bagian pangkal tangkai bunga dalam air. c. Mengisi jambangan dengan larutan gula dengan konsentrasi 0 %, 1 %, 2 %, dan 3 %. d. Memasukkan bunga potong ke dalam jambangan perlakuan.
12
e. Mengamati kesegaran bunga potong setiap hari (batas kesegaran bunga sampai 60 % bunga telah rontok). Pengamatan 1.
Jumlah bunga segar
2.
Jumlah bunga layu
3.
Jumlah bunga mekar
4.
Jumlah bunga kuncup
D. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan Tabel 2.1 Rekapan Penanganan Pasca Panen Bunga Potong Sedap Malam Perlakuan Ulangan Bunga Segar
Bunga Layu
Awal Akhi r 1 145 50 2 144 49 3 111 11 1 161 0 2 139 0 3 129 0 1 163 0 2 145 0 3 151 0 1 8 0 2 7 0 3 28 2 Sumber : Data Rekapan
Awal Akhi r 0 47 1 49 2 8 9 4 3 0 6 3 25 35 17 29 9 25 10 5 14 3 11 4
0% 1% 2% 3%
Bunga Mekar Awal Akhi r 24 8 15 0 17 6 6 0 2 0 2 0 19 0 17 0 21 0 5 0 5 0 7 0
Bunga Kuncup Awal Akhi r 120 6 130 6 96 13 155 3 135 0 127 0 128 7 128 5 130 10 41 16 47 11 33 6
Bunga Rusak Umur Simpan Awal Akhi r 1 2 7 0 0 7 0 0 5 0 0 6 0 0 6 0 0 6 1 0 5 1 0 5 1 0 5 4 1 4 6 0 4 3 0 4
13
Tabel 2.2 Rekapan Penanganan Pasca Panen Bunga Potong Krisan Perlakuan Ulangan Bunga Segar Bunga Layu Bunga Bunga Bunga Rusak Mekar Kuncup Awal Akhi Awal Akhi Awal Akhi Awal Akhi Awal Akhi r r r r r 0% 1 12 3 0 12 6 7 10 4 0 2 2 11 1 1 12 7 7 7 4 1 3 3 12 2 0 14 9 3 5 3 0 4 1% 1 13 0 0 13 3 13 10 0 0 13 2 15 0 0 15 5 15 10 0 1 15 3 11 2 0 11 4 11 7 0 2 11 2% 1 16 2 0 13 11 15 5 1 0 0 2 29 2 0 26 23 26 6 3 0 1 3 9 5 0 6 8 9 3 2 0 0 3% 1 32 12 2 18 8 1 21 13 1 1 2 28 2 0 19 4 2 24 0 0 0 3 27 12 1 15 7 3 20 11 0 0 Sumber : laporan Sementara. 2. Pembahasan Berdasarkan tabel 2.1 dapat diketahui bahwa penanganan pasca panen bunga potong Sedap malam dengan perlakuan perendaman pada larutan gula 3 % mempunyai umur simpan paling singkat, sedangkan pada perlakuan perendaman pada larutan gula 0 % mempunyai umur simpan yang paling lama. Diakhir pengamatan jumlah bunga mekar yang terbanyak pada perlakuan perendaman dalam larutan gula 0 % sedangkan pada perlakuan perendaman dalam larutan gula 1%, 2 % dan 3% jumlah bunga yang mekar diawal banyak namun pada akhir pengamatan hamper semua bunga tidak ada yang mekar, bahkan pada bunga dengan kosentrasi larutan gula 2 % banyak sekali bunga yang rontok. Hal ini dapat disebabkan karena bunga Sedap malam mudah menyesuaikan diri dengan tempat tumbuh yang baru sehingga tidak membutuhkan banyak energi untuk mempertahankan kesegarannya terutama kemekaran bunga. Berdasarkan tabel 2.2 dapat diketahui bahwa penanganan pasca panen bunga potong Krisan dengan perlakuan perendaman pada larutan gula 1 % mempunyai umur simpan paling singkat, sedangkan pada
Umur Simpan 7 7 7 6 6 6 6 7 6 7 8 7
14
perlakuan perendaman pada larutan gula 3 % mempunyai umur simpan yang paling lama. Diakhir pengamatan jumlah bunga mekar yang terbanyak pada perlakuan perendaman dalam larutan gula 1 % sedangkan pada perlakuan perendaman dalam larutan gula 3% jumlah bunga yang mekar lebih sedikit, karena semakin banyak energi atau glukosa yang didapatkan maka akan semakin cepat juga proses transpirasi dan metabolism. Bunga potong yang dipasarkan tentunya harus mempunyai kualitas yang baik. Salah satu kualitas yang diharapkan adalah umur kesegaran bunga potong yang cukup panjang, yang sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau penanganan pasca panen. Perlakuan pulsing (perendaman} adalah salah satu diantaranya yang merupakan perendaman segera setelah panen dengan konsentrasi larutan perendaman yang tinggi dan dalam waktu yang relatif pendek, dan dapat disertai dengan pemberian larutan perendaman sebagai pengawet selama bunga dalam peragaan atau vas. Pulsing dapat memperpanjang umur peragaan atau umur kesegaran, walaupun hanya dengan perendaman dalam air. Pengawetan merupakan salah satu upaya untuk memperpanjang bunga potong. Tiga hal yang dilakukan berkenaan dengan pengawetan yaitu menambah nutrisi, menambah keasaman air
dan menghambat perkembangan jasad renik
pembusuk. Kualitas bunga potong dilihat dari lamanya umur relatif bunga potong dalam keadaan tetap segar dan indah setelah dipotong dari tanaman induk dan memiliki karakteristik daya tarik / keindahan visual seperti aroma, tekstur bunga, tangkai daun dan lain-lain.
15
E. Kesimpulan dan Saran 1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum acara II Penanganan Pasca panen Bunga Potong maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut: a.
Pemberian larutan gula berfungsi untuk menambah kemampuan bunga potong dalam memepertahankan kesegarannya.
b.
Perlakuan pemberian larutan gula pada bunga Sedap malam dan Krisan berpengaruh terhadap jumlah kuncup, jumlah bunga mekar, dan umur simpan bunga potong.
c.
Perlakuan pada bunga krisan dengan pemberian larutan gula 3 % memberikan respon yang lebih baik pada umur simpan bunga potong, sehingga umur simpan lebih lama.
d.
Bunga potong Sedap malam dengan perlakuan perendaman pada larutan gula 3 % mempunyai umur simpan paling singkat sedangkan perlakuan perendaman pada larutan gula 0 % mempunyai umur simpan yang paling lama.
2.
Saran a. Perlu adanya koordinasi pada waktu mengisi rekapan data supaya tidak terjadi kerancuan. b. Perlu
kesadaran
laboratorium.
dari
praktikan
untuk
menjaga
kebersihan
16
ACARA III PROSES DEGREENING (PENGUNINGAN) PADA BUAH KLIMAKTERIK DAN NON-KLIMAKTERIK A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Buah berwarna kuning yang matangnya serempak dengan warna yang menarik perlu dilakukan proses degreening. Proses degreening bertujuan untuk meningkatkan laju respirasinya yang ditandai oleh produksi etilen oleh buah-buahan. Semakin banyak etilen yang dihasilkan maka aktivitas respirasi akan semakin meningkat akibat penyerapan O 2 oleh buah tersebut, sehingga berpengaruh terhadap masak dan tuanya buah-buahan. Selama pematangan buah mengalami perubahan nyata dalam hal warna, tekstur dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-perubahan dalam susunan buah-buahan tersebut. Sehingga untuk mencapai mutu konsumsi maksimal diperlukan terselesaikannya perubahan-perubahan kimiawi tersebut. Perubahan kimiawi tersebut berkaitan dengan proses pengubahan amilum (zat tepung) menjadi gula melalui proses metabolisme dengan bantuan enzim-enzim. Kandungan gula dalam daging buah meningkat dengan lebih cepat oleh tekanan osmotik yang tinggi pada saat daging buah menyerap air dari kulit buah pisang. Umumnya masyarakat melakukan proses degreening dengan karbit. Karbit akan mengeluarkan gas etilen yang dapat memacu kematangan buah. Jika proses degreening berjalan baik akan menghasilkan buah yang seragam kematangannya, rasanya manis dan mengeluarkan aroma yang harum. Buah klimaterik umumnya mencapai stadia masak penuh sesudah respirasi klimaterik. Akan tetapi kejadian-kejadian lain yang dimulai oleh kehadiran
atau
pengaruh
etilen
perlu
mendapat
perhatian
dalam
hubungannya dengan pemasakan buah. Perubahan warna pada buah
17
merupakan suatu perubahan yang jelas nampak oleh konsumen. Perubahan tersebut digunakan sebagai indikator buah sudah masak atau belum. Perubahan yang umum terjadi adalah hilangnya warna hijau. Pada buah klimaterik kehilangan warna hijau sangat cepat setelah memasuki titik awal pemasakan. Beberapa buah non-klimetarik juga menunjukkan tanda-tanda kehilangan warna hijau dengan dicapainya kualitas konsumsi (layak dikonsumsi). Perubahan zat warna alami biasanya terjadi karena proses degradasi atau sintesis ataupun kedua-duanya. Perubahan pada buah-buahan dari hijau menjadi kuning merah atau oranye disebabkan terjadinya pemecahan klorofil dan pembentukan karetenoid. 2. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum acara 3 ini adalah untuk mengetahui proses pemasakan buah dengan menggunakan karbit. B. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Kader et al. (1985), berdasarkan pola respirasinya, buah dibedakan atas dua kelompok, yaitu klimakterik dan non-klimakterik. Buah klimakterik mengalami kenaikan respirasi yang cepat selama pematangan. Buah klimakterik menunjukkan kenaikan yang tinggi dari laju produksi CO 2 dan etilen (C2H4) selama pematangan. Respirasi dan pematangan bisa dihambat dengan mengurangi O2. Jika O2 masih tersedia, etilen akan meningkatkan laju respirasi dan proses metabolisme lain. Etilen dihasilkan dari buah itu sendiri atau bisa ditambahkan dalam atmosfer buah. Etilen adalah hormon penuaan dan pematangan alami serta aktif secara fisiologis dalam jumlah yang sedikit (kurang dari 0.1 ppm). Secara umum, laju produksi etilen meningkat dengan kematangan saat panen, kerusakan fisik, penyakit, kenaikan suhu sampai 30oC dan stress air. Perlakuan etilen pada buah yang mempunyai kenaikan respirasi klimakterik akan memacu kenaikan lebih awal, tetapi lajunya tidak mencapai level yang lebih tinggi. Puncak respirasi tidak selalu harus bertepatan dengan puncak pematangan (Salunkhe et al., 2000).
18
Buah jeruk adalah buah-buahan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan merupakan komoditas eksport, hal ini juga dipengaruhi oleh sifat khas jeruk yang manis dan mengandung banyak vitamin, yaitu antara lain vitamin C dan vitamin K. Sehingga kebanyakan petani Indonesia memproduksi buah jeruk, hal itu dapat dilihat dari peningkatan buah jeruk dari tahun ke tahun (AAK, 1994). Selama proses pemasakan buah pisang akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimiawi, antara lain adalah: perubahan tekstur, aroma dan rasa, kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa tersebut. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut berkurang sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah. Jumlah selulosa buah pisang yang baru dipanen adala 2–3% dan selama pemasakan buah jumlahnya akan berkurang (Palmer, 1981). Perubahan kimiawi yang terjadi selama penuaan dan pematangan adalah perubahan warna, tekstur, rasa, karbohidrat (pati), asam organik, lemak, asam amino, protein dan lain-lain. Warna hijau (klorofil) berkurang tetapi di dalam buah masih ada sedangkan dinding sel pada waktu proses kelayuan menjadi tipis sehingga membuat tekstur buah menjadi empuk. Pematangan meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam. Kenaikan zat-zat atsiri yang memberikan aroma khas buah juga terjadi saat pematangan (Pantastico, 1989). C. METODE PRAKTIKUM 1. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 3 dilaksanakan pada tanggal 28 April 2011 di laboratorium Ekologi dan Manajemen Produksi Tanaman Fakultas Pertanian UNS. 2. Alat dan Bahan a. Karbit b. Kardus
19
c. Buah pisang mentah d. Buah jeruk 3. Cara Kerja a. Menyiapkan 3 sisir pisang mentah, masing-masing diletakkan di kardus dan diberi perlakuan yaitu diberi karbit 1gram, 2 gram dan 3 gram. b. Mengulang perlakuan tersebut sebanyak tiga kali. c. Untuk buah jeruk setiap perlakuan diberi 5 buah jeruk, setiap pengamatan karbit diganti dan menghitung berapa kali pergantian karbit sampai berwarna kuning. d. Mengamati setiap hari yang meliputi tekstur (sangat lunak, lunak, agak lunak dan keras), warna (hijau, kuning 25%, kuning 50%, Kuning 75% dan kuning 100%), rasa, umur simpan dan lama penyimpanan. D. HASIL PEMBAHASAN 1. Hasil Pengamatan Tabel 3.1 Pengamatan Degreening (Penguningan) pada Pisang Tekstur Warna Perlakuan Ulangan Rasa Awal Akhir Awal Akhir 1 4 1 1 5 Manis 0% 2 2 1 2 5 Manis 3 3 1 1 4 Manis 1 3 1 2 5 Manis 1% 2 3 2 2 5 Manis 3 3 1 3 5 Manis 1 4 1 1 4 Manis 2% 2 4 1 1 5 Manis 3 4 1 1 5 Manis 1 3 2 3 5 Manis 3% 2 3 1 2 5 Manis 3 3 2 3 5 Manis Sumber : Data Rekapan
Umur Simpan 13 7 11 6 6 7 6 5 6 6 2 6
20
Tabel 3.2 Pengamatan Degreening (Penguningan) pada Jeruk Tekstur Warna Perlakuan Ulangan Rasa Awal Akhir Awal Akhir 1 4 2 2 5 Manis 0% 2 4 2 2 5 Manis 3 4 2 2 5 Manis 1 4 2 2 4 Manis 1% 2 4 2 2 4 Manis 3 4 1 2 4 Manis 1 4 4 2 4 Manis 2% 2 4 2 3 4 Manis 3 4 4 2 4 Manis 1 4 4 2 4 Manis 3% 2 4 4 2 4 Manis 3 4 3 3 4 Manis Sumber : Data Rekapan 2. Pembahasan
Umur Simpan 22 27 26 15 15 15 14 14 14 18 18 19
Penguningan dilakukan untuk rnernbuat warna kuning kulit buah lebih rnerata dan seragarn. Penguningan merupakan proses perombakan pigmen hijau (klorofil) pada kulit buah secara kimiawi dan sekaligus membentuk warna kuning jingga (karotenoid) pada kulit buah. Proses ini tidak berpengaruh terhadap bagian dalam buah; gula, asam dan jus buah tidak terpengaruh. Penguningan biasanya menggunakan zat perangsang metabolik berupa gas alifatis tidak jenuh yang disebut etilen. Etilen sulit diperoleh (harus diimpor) di Indonesia, sebagai pengganti dapat digunakan asetilen (karbit) dan ethrel (asam 2 kloroetiifosfonat). Penguningan dengan etilen dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu the "shot" methode, trikle degreening, dan tents or room. Namun prinsipnya sama, yaitu, gas etilen dengan dosis tefientu dimasukkan ke dalam suatu ruangan yang tertutup rapat bersirkulasi berisi buah yang mau dikuningkan dengan mengatur suhu dan kelembaban optimum agar proses penguningan dapat berjalan lancar. Beberapa kondisi dalam penguningan (dengan etilen), yaitu: suhu,
21
konsentrasi etilen, kelembaban reiatif, ventilasi dan sirkulasi udara. Suhu 82-83oF (28-29oC) adalah suhu optimum dalam penguningan. Suhu diatas atau dibawah suhu tersebut cenderung memperlambat proses penguningan. Konsentrasi 5 ppm etilen cukup untuk mencapai laju penguningan yang maksimal.
Kelernbaban
relatif
90-95%
direkomendasikan
untuk
penguningan dan dapat dijaga dengan steam or pneumatic atomizing nozzles yang mencampur air dengan udara. Respirasi dan pematangan bisa dihambat dengan mengurangi O 2. Jika O2 masih tersedia, etilen akan meningkatkan laju respirasi dan proses metabolisme lain. Etilen dihasilkan dari buah itu sendiri atau bisa ditambahkan dalam atmosfer buah. Etilen adalah hormon penuaan dan pematangan alami serta aktif secara fisiologis dalam jumlah yang sedikit (kurang dari 0.1 ppm). Secara umum, laju produksi etilen meningkat dengan kematangan saat panen, kerusakan fisik, penyakit, kenaikan suhu sampai 30oC dan stress air. Perlakuan etilen pada buah yang mempunyai kenaikan respirasi klimakterik akan memacu kenaikan lebih awal, tetapi lajunya tidak mencapai level yang lebih tinggi. Puncak respirasi tidak selalu harus bertepatan dengan puncak pematangan (Salunkhe et al., 2000). Praktikum acara ini dilakukan penguningan buah klimakterik dan non-klimakterik dengan menggunakan karbit pada konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu 0%, 1%, 2%, dan 3%. Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa setelah dilakukan penguningan warna dan rasa buah pisang dan jeruk mengalami perubahan. Pada pengamatan tekstur disemua perlakuan buah pisang mengalami perubahan tekstur, yang semula bertekstur keras menjadi bertekstur lunak setelah diberi karbit. Pada pengamatan warna buah pisang disemua perlakuan buah pisang mengalami perubahan warna, yang semula hijau menjadi kuning 100%. Setelah umur simpan berakhir pengamatan rasa dilakukan dan diperoleh data bahwa ratarata buah jeruk setelah disimpan mempunyai rasa agak manis sampai terlalu manis tetapi ada beberapa yang berasa agak sepat.
22
Pengamatan tekstur hampir disemua perlakuan buah jeruk mengalami perubahan tekstur, yang semula bertekstur keras menjadi bertekstur lunak tetapi masih ada yang bertekstur agak lunak setelah diberi karbit. Pada pengamatan warna buah jeruk disemua perlakuan buah jeruk mengalami perubahan warna. Perubahan warna pada buah jeruk setelah penyimpanan dengan karbit beraneka ragam, ada yang kuning 25%, kuning 50%, kuning 75%, dan kuning 100% tetapi sebagian besar berubah menjadi kuning 100%. Setelah umur simpan berakhir pengamatan rasa dilakukan dan diperoleh data bahwa rata-rata buah jeruk setelah disimpan mempunyai rasa agak manis sampai manis tetapi ada beberapa yang berasa manis hambar, asam, dan agak asam. Pemberian karbit yang memberikan hasil maksimal pada buah pisang adalah yang konsentrasinya 0%. Buah pisang yang diberi karbit dengan konsentrasi 0% umur simpannya lebih lama yaitu selama 10 hari dan rasanya semua menjadi manis. Berbeda dengan pisang yang diberi perlakuan diberi karbit dengan konsentrasi beragam, buah pisang umur simpannya relatif lebih pendek. Pemberian karbit yang memberikan hasil maksimal pada buah jeruk adalah yang konsentrasinya 0%. Buah jeruk yang tidak diberi karbit umur simpannya lebih lama yaitu 25 hari dan rasanya semua menjadi manis. Berbeda dengan yang diberi karbit dengan konsentrasi lain, walaupun umur simpannya ada yang lebih lama yaitu 25 hari pada konsentrasi 25% tetapi rasa buah jeruk masih ada yang berasa agak manis, manis hambar, agak asam, bahkan asam. E. KESIMPULAN 1. Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 3 ini antara lain: a. Pada proses penguningan buah pisang mengalami perubahan tekstur yang semula keras menjadi lunak, perubahan warna yang semula hijau menjadi kuning 100%, dan perubahan rasa menjadi agak manis hingga manis.
23
b. Pada proses penguningan buah jeruk mengalami perubahan tekstur yang semula keras menjadi lunak tetapi ada yang agak lunak, perubahan warna yang semula hijau menjadi kuning 25% hingga kuning 100%, dan perubahan rasa yang beraneka ragam ada yang manis, agak manis, manis hambar, agak asam, dan asam. c. Pemberian karbit yang paling efektif untuk buah pisang pada konsentrai 0% karena dapat memberikan umur simpan yang lebih lama yaitu 10 hari dan rasa yang dihasilkan menjadi manis. d. Pemberian karbit yang paling efektif untuk buah jeruk pada konsentrai 0% karena dapat memberikan umur simpan 25 hari dan rasa yang dihasilkan menjadi manis. 2. Saran Pada praktikum Pengelolaan Pasca Panen ini sebaiknya untuk beberapa acara yang sekiranya pengerjaannya tidak membutuhkan waktu lama dan pengamatannya hampir sama sebaiknya langsung dilaksanakan dalam satu waktu sekalian saja sehingga lebih menghemat waktu. Selain itu praktikum sebaiknya dimulai tepat waktu sehingga praktikum juga dapat selesai tepat waktu.
24
ACARA IV PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR GULA, VITAMIN C, DAN KADAR ASAM BUAH F. PENDAHULUAN 3. Latar Belakang Selama proses pemasakan terjadi perubahan-perubahan pada buah. Tidak saja perubahan fisik yang terjadi selama proses pemasakan setelah panen. Perubahan kimiawi yang sekaligus merupakan komposisi dari komoditi panenan juga mengalami perubahan. Keduanya terjadi secara simultan, artinya apabila terjadi perubahan fisik pasti disertai terjadinya perubahan kimiawi. Pada proses pematangan biasanya terjadi perubahan senyawa karbohidrat menjadi gula yang menyebabkan rasa buah ataupun sayuran manis. Kandungan senyawa organic dan senyawa fenolik menjadi berkurang sehingga rasa asam dan sepet menjadi berkurang. Demikian pula halnya senyawa volatile yang bertanggung jawab terhadap aroma juga mengalmi
perubahan.
Perubahan-perubahan
tersebut
di
atas
terus
berlangsung walaupun organ panenan tersebut telah terpisah dari tanamannya. Perubahan tersebut ada yang dikehendaki namun ada pula yang tidak dikehendaki. Buah merupakan sumber vitamin C bagi manusia yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh manusia itu sendiri. Di samping vitamin, buah dan sayuran juga merupakan sumber penting karbohidrat, mineral, dan protein serta serat. Serat merupakan komponen yang penting juga karena disinyalir dapat mengendalikan beberapa penyakit pada manusia yang dalam dietnya kurang akan serat. Kandungan vitamin C tergantung pada jenisnya, makin tua tanaman biasanya makin berkurang kandungan vitamin C nya. Vitamin C terdapat dalam sari buah, daging buah dan kulit buah, terutama terdapat
25
pada bagian flavedo atau exocarp (lapisan terluar kulit buah). Kandungan vitamin jaringan tanaman sangat bervariasi, varietas, kondisi pertumbuhan, tingkat kemasakan dan penanganan pasca panen, penyimpanan dan pengolahan semuanya mempengaruhi kandungan vitamin. Menngetahui kadar vitamin C diperlukan suatu pengujian secara kimiawi. Pengujian vitamin C dapat dilakukan dengan metode oksidasi oleh 2,6 Dichlorophenol-Indophenol dan metode titrasi iodine. Dari kedua metode tersebut metode titrasi iodine merupakan metode yang mudah dilakukan. Dalam metode ini ascorbit acid akan bereaksi dengan iodine dan melepaskan ion I dengan amilum akan memberikan warna biru. Metode titrasi iodine ini digunakan untuk menentukan kadar vitamin C yang terdapat dalam cairan buah. 4. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum acara 4 ini adalah untuk mengetahui perubahan kandungan gula, vitamin C dan kadar asam, serta perbandingan gula dan asam pada berbagai buah selama penyimpanan serta umur simpan. G. TINJAUAN PUSTAKA Proses fisiologis yang terus berlangsung setelah produk dipanen dapat menyebabkan penurunan daya tarik (appeal). Daya tarik produk ditentukan oleh tiga unsur yakni kualitas (quality), penampakan (appearance) dan kondisi (condition). Masalah utama dalam penyimpanan buah jeruk pada suhu kamar adalah penurunan kualitas akibat menurunnya berat serta nilai gizi seperti vitamin C dan kadar gula. Hal ini disebabkan ole proses transpirasi dan respirasi yang berlangsung cepat dan terus menerus (Lakitan, 1995). Proses pemecahan polisakarida menjadi gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) yang terjadi pada periode pasca panen. Penyusunan sukrosa memerlukan bantuan zat pembawa pospat yaitu UTP (uridin tripospat). Reaksi antara UTP dengan glukosa-1-pospat menghasilkan uridin dipospoglukosa (UDPG) dan piropospat. UDPG dapat juga mengadakan reaksi dengan fruktosa-6-pospat yang kan menghasilkan sukrosa-pospat. Kemudian enzim pospatase akan mengubah sukrosapospat menjadi sukrosa. Selanjutnya
26
pemecahan sukrosa dengan bantuan enzim sukrosa akan membentuk glukosa dan fruktosa (Dwijoseputro, 1986). Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia. Struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O 2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat. Vitamin ini merupakan fresh food vitamin karena sumber utamanya adalah buah-buahan dan sayuran segar. Berbagai sumbernya adalah jeruk, brokoli, brussel sprout, kubis, lobak, dan strawberry (Linder, l992). Vitamin C merupakan senyawa yang mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat produksi yang kuat. Bentuk vitamin C yang ada di dalam asam askorbat. Vitamin C dalam bentuk kristal stabil tetapi mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan terutama jika terdapat udara, logam seperti Ca dan Fe (Roseberg, 1992). Kandungan asam organik meningkat pada awal pertumbuhan buah sampai menjelang periode pematangan dan selanjutnya menurun setelah buah mencapai ukuran maksimum. Kandungan asam sitrat, malat dan askorbat berkurang masing-masing 10, 40 dan 2,5 kali saat pematangan. Perubahan asam-asam organik selama penyimpanan berbeda-beda sesuai tingkat kemasakan dan suhu penyimpanan (Pantastico, 1994). H. METODE PRAKTIKUM 4. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 4 dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2011 di laboratorium Ekologi dan Manajemen Produksi Tanaman Fakultas Pertanian UNS. 5. Alat dan Bahan a. Berbagai buah (semangka, melon, jambu merah, salak, stroberi, pepaya, jeruk, sawo dan alpukat) b. Larutan iodium 0,01 N c. Indikator amilum 1% d. Indikator PP 1%
27
e. Na2CO3 f. Pb asetat g. Naoh 0,1 N 6. Cara Kerja a. Melakukan pengamatan kadar total asam dengan metode titrasi NaOh 1) Menimbang 4 gram sampel yang telah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, selanjutnya mengencerkan dengan aquades hingga tanda 100ml. 2) Mengambil 25 ml filtrat dan memasukkan dalam erlenmeyer dan menambahkan indikator PP 1% sebanyak 2 tetes. 3) Menitrasi dengan NaOH 0,01 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah jambu. 4) Menghiting kadar total asam dengan rumus :
ml NaOH = banyaknya NaOH untuk titrasi (ml) N NaOH = normalitas NaOH Grek
= gram equivalent (1,67)
Fp
= faktor pengali
b. Melakukan pengamatan kadar gula dengan alat Hand Refraktometer Mengambil filtrat yang murni dan memasukkan ke tempat sampel hand refraktometer, kemudian mengamati indeks biasnya sebagai oBrikx. c. Melakukan pengamatan kadar Vitamin C 1) Memasukkan 2,5 ml filtrat ke dalam erlenmeyer dan menambahkan 2 ml amilum 1%. 2) Menitrasi dengan iodium 0,01 N, dimana 0,01 N iodium sama dengan 0,88 mg asam askorbat. 3) Menghitung kadar vitamin C.
28
I. HASIL PEMBAHASAN 3. Hasil Pengamatan Tabel 4.1 Pengamatan Pengaruh Kandungan Gula, Vitamin C dan Asam pada Beberapa Buah Kadar Asam Buah Kadar Gula Kadar Vitamin C Buah 0 (%) ( Brikx) (mg/ml) Nanas 10,02 14 1,32 Jeruk 2,62 10 10,61 Melon 2,948 4 2,376 Pepaya 1,6 11 7,04 Strawbery 0,88 18 2,64 Salak 15,98 15 0,704 Jambu biji 1,78 1 7,92 Semangka 0,88 8,8 1,056 Sumber : Data Rekapan 4. Pembahasan Proses pemecahan polisakarida menjadi gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) yang terjadi pada periode pasca panen. Penyusunan sukrosa memerlukan bantuan zat pembawa pospat yaitu UTP (uridin tripospat). Reaksi antara UTP dengan glukosa-1-pospat menghasilkan uridin dipospoglukosa (UDPG) dan piropospat. UDPG dapat juga mengadakan reaksi dengan fruktosa-6-pospat yang kan menghasilkan sukrosa-pospat. Kemudian enzim pospatase akan mengubah sukrosapospat menjadi sukrosa. Selanjutnya pemecahan sukrosa dengan bantuan enzim sukrosa akan membentuk glukosa dan fruktosa (Dwijoseputro, 1986). Varietas, tingkat kemasakan/umur buah mempengaruhi kadar gula dalam buah. Pada waktu buah masih muda atau masa pertumbuhan dan perkembangan dan akan maksimum selama pematangan buah, hal ini terkait dengan proses konversi pati menjadi gula pereduksi selama proses pematangan sehingga menimbulkan rasa manis pada buah. Pada umumnya buah mengandung gula dalam bentuk monosakarida (fruktosa dan glukosa) dan disakarida (sukrosa).
29
Praktikum ini menggunakan metode Hand Refraktometer untuk menentukan kadar gula dalam berbagai jenis buah. Cairan buah ditambahkan Pb asetat 5% sampai warna cairan tidak keruh dan Na 2CO3 anhidrat 8% sejumlah Pb asetat. Kemudian filtrat diteteskan pada Hand Refraktometer dan dilihat indeks biasnya. Berdasarkan hasil pengamatan praktikum ini diperoleh data kadar gula buah berbeda-beda. Buah salak mempunyai kadar gula tertinggi yaitu 18
0
Brikx dan buah melon
mempunyai kadar gula terendah yaitu 1 0 Brikx. Vitamin adalah sekelompok senyawa organik kompleks yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil untuk pemeliharaan kesehatan. Biasanya vitamin tidak disintesis dalam tubuh dan oleh karena itu penting dalam sususunan makanan, dalam makanan nitamin terdapat dalam jumlah kecil. Vitamin C atau asam askorbat berwarna putih, membentuk kristal dan sangat larut dalam air. Jumlah vitamin C atau asam askorbat dalam sayuran dan buah-buahan
sangat bervariasi bahkan dalam varietas yang sama
sekalipun. Kandungan vitamin C paling optimal pada saat produk (buah atau sayur) telah matang fisiologis. Praktikum ini menggunakan metode titrasi Iodine untuk menentukan kadar viamin C dalam berbagai jenis buah. Cairan buah yang dititrasi lambat laun akan berubah warnanya menjadi kebiru-biruan, warna biru saat dilakukan titrasi ini timbul karena ion I - yang dilepaskan akibat reaksi iodine dengan ascorbit acid bereaksi dengan amilum. Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna, volume iodine yang menyebabkan perubahan warna dikalikan 0.88 untuk mendapatkan nilai dari kadar vitamin C dari bahan-bahan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan praktikum ini diperoleh data kadar vitamin C buah berbeda-beda. Buah jeruk mempunyai kadar vitamin C tertinggi yaitu 10,61 mg/ml dan buah salak mempunyai kadar vitamin C terendah yaitu 0,704 mg.ml. Kandungan asam organik meningkat pada awal pertumbuhan buah sampai menjelang periode pematangan dan selanjutnya menurun setelah buah mencapai ukuran maksimum. Kandungan asam sitrat, malat dan
30
askorbat berkurang masing-masing 10, 40 dan 2,5 kali saat pematangan. Perubahan asam-asam organik selama penyimpanan berbeda-beda sesuai tingkat kemasakan dan suhu penyimpanan (Pantastico, 1994). Asam-asam organik banyak terdapat pada buah-buahan yang merupakan hasil proses metabolisme terutama oleh siklus Kerbs. Kandungan asam organik yang dominan pada salak adalah asam malat dan asam sitrat. Pada praktikum ini menggunakan metode titrasi NaOH untuk menentukan kadar asam dalam berbagai jenis buah. Cairan buah yang dititrasi lambat laun akan berubah warnanya menjadi merah jambu. Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan warna. Berdasarkan hasil pengamatan praktikum ini diperoleh data kadar asam buah berbeda-beda. Buah salak mempunyai kadar asam tertinggi yaitu 15,98 % dan buah semangka mempunyai kadar asam terendah yaitu 0,88 %. J. KESIMPULAN 3. Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 4 ini antara lain: e. Kadar gula tertinggi pada buah strawberry yaitu 18
0
Brikx dan kadar
gula terendah pada buah jambu biji yaitu 1 0 Brikx. f. Kadar vitamin C tertinggi pada buah jeruk yaitu 10,61 mg/ml dan kadar vitamin C terendah buah salak yaitu 0,704 mg.ml. g. Kadar asam tertinggi pada buah salak yaitu 15,98 % dan kadar asam terendah pada buah semangka yaitu 0,88 %. 4. Saran Pada praktikum Pengelolaan Pasca Panen ini sebaiknya untuk beberapa acara yang sekiranya pengerjaannya tidak membutuhkan waktu lama dan pengamatannya hampir sama sebaiknya langsung dilaksanakan dalam satu waktu sekalian saja sehingga lebih menghemat waktu. Selain itu praktikum sebaiknya dimulai tepat waktu sehingga praktikum juga dapat selesai tepat waktu.
31
ACARA V PENANGANAN PASCA PANEN SAYURAN K. PENDAHULUAN 5. Latar Belakang Istilah sayuran biasanya digunakan merujuk pada tunas, daun, buah dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan berpati dan daging, kebanyakan mereka adalah “Herbaseus” (berbatang basah) dan definisi ini tidak mencangkup “buah manis pencuci mulut”. Sayuran biasanya dipanen bila tanaman segar dan kandungan airnya tinggi dengan demikian tanaman sayuran dibedakan dari tanaman yang lain (field crop). Pada saat panen dengan stadia masak untuk memperoleh biji, polong, biji minyaknya atau serat maka kandungan air yang tinggi pada sayuran ini menyebabkan penanganan, pengangkutan dan pemasarannya menjadi masalah khusus terutama untuk daerah tropis. Karakteristik penting produk pascapanen sayuran adalah bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Akan tetapi metabolisme tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan aslinya, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk stress seperti hilangnya suplai nutrisi, proses panen sering menimbulkan pelukaan berarti, pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut, orientasi gravitasi dari produk pascapanen umumnya sangat berbeda dengan kondisi alamiahnya, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan regim suhu dan sebagainya. Sehingga secara keseluruhan bahan hidup sayuran pascapanen dapat dikatakan mengalami
berbagai
perlakuan
yang
menyakitkan
selama
hidup
pascapanennya. Produk harus dipanen dan dipindahkan melalui beberapa sistem penanganan dan transportasi ke tempat penggunaannya seperti pasar
32
retail atau langsung ke konsumen dengan menjaga sedapat mungkin status hidupnya dan dalam kondisi kesegaran optimum. Jika stress terlalu berlebihan yang melebihi toleransi fisik dan fisiologis, maka terjadi kematian. Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban dan siap menginfeksi sayuran melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen, produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu dan kelembaban memacu proses pelayuan. Akhirnya produk yang demikian tersebut dipersembahkan di pasar retail ke pada konsumen sebagai produk farm fresh. 6. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum acara 5 ini adalah untuk mengetahui cara penanganan pasca panen yang tepat pada sayuran. L. TINJAUAN PUSTAKA Selada (Lactuca sativa L.) pada dasarnya termasuk ke dalam famili Compositae. Selada merupakan tanaman semusim. Selada mempunyai ciri diantaranya bentuk bunganya mengumpul dalam tandan membentuk sebuah rangkaian. Selada biasanya disajikan sebagai sayuran penyegar. Adapun kandungan vitamin yang terdapat di dalam daun selada diantaranya: vitamin A, Vitamin B, dan vitamin C yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh (Susila,2006). Sawi (Brassica juncea) termasuk ke dalam famili Curciferae merupakan tanaman semusim yang berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Batang tanaman sawi pendek dan lebih langsing dari tanaman petsai. Ia mempunyai akar tunggang dengan banyak akar samping yang
33
dangkal. Bunganya mirip petsai, tetapi rangkaian tandan lebih pendek. Ukuran kuntum bunganya lebih kecil dengan warna kuning pucat spesifik. Bijinya berukuran kecil dan berwarna hitam kecokelatan serta terdapat dalam kedua sisi dinding sekat polong yang gemuk. Sawi Hijau diketahui banyak mengandung serat, vitamin A, vitamin B, vitamin B2, vitamin B6, vitamin C, kalium, fosfor, tembaga, magnesium, zat besi, dan protein. Dengan kandungannya tersebut, Sawi Hijau berkhasiat untuk mencegah kanker, hipertensi, dan penyakit jantung; membantu kesehatan sistem pencernaan; mencegah dan mengobati penyakit pelagra; serta menghindarkan ibu hamil dari anemia (AAK, 1976). Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakanperombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar (Wills,1998). Pengemasan dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk selama transportasi, dan melindungi produk dari pencemaran, susut mutu dan susut bobot, serta memudahkan dalam penggunaan produk yang dikemas. Secara umum, pengemasan berfungsi untuk pemuatan produk pada suatu wadah (containment), perlindungan produk, kegunaan (utility), dan informasi. Untuk keperluan transportasi, fungsi pengemasan lebih diutamakan untuk pemuatan dan perlindungan. Sedangkan pengemasan eceran (retail) lebih dititikberatkan pada fungsi kegunaan dan informasi produk (Batu, 1998).
34
Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur yang optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur optimum dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Kerusakan pendinginan dari buah pisang pada temperatur kritis (13oC) adalah warna kusam, perubahan cita rasa dan tidak bisa masak. Kondisi optimum pengundangan bagi buah pisang adalah 11-20oC dan RH 85-95%. Pada kondisi ini metabolisme oksidatif seperti respirasi berjalan lebih sempurna. Pendinginan tidak mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah didinginkan secara berlebihan sehingga proses pematangan terhenti (Santoso, 2006). M.
METODE PRAKTIKUM
7. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 5 dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2011 di laboratorium Ekologi dan Manajemen Produksi Tanaman Fakultas Pertanian UNS. 8. Alat dan Bahan a. Berbagai macam sayuran (sawi hijau dan selada) b. Kemasan styrfoam c. Plastik vinil 9. Cara Kerja a. Mempersiapkan sayuran yang akan dibungkus dan mempersiapkan alat yang dibutuhkan b. Melakukan penyimpanan terhadap komoditas sayuran masing-masing dengan empat perlakuan yaitu dalam suhu ruang, kemasan plastik dalam suhu ruang, kemasan plastik dalam refrigerator dan tanpa kemasan plastik dalam refrigerator c. Melakukan pengamatan setiap hari, dengan variabel pengamatan berupa tekstur (lumak sekali, lunak, agak lunak dan keras), warna (hijau, hijau kekuningan, kuning, kuning kecoklatan dan coklat) dan umur simpan (menghitung lamanya hari penyimpanan sayuran bertahun sampai rusak 50%)
35
N. HASIL PEMBAHASAN 5. Hasil Pengamatan Tabel 5.1 Pengamatan Penanganan Pasca Panen pada Sawi Hijau Tekstur Warna Umur Perlakuan Ulangan Simpan Awal Akhir Awal Akhir 1 4 1 1 4 4 Dalam suhu ruang tanpa 2 4 1 1 4 4 kemasan plastik 3 4 3 1 2 4 1 4 1 1 5 4 Dalam suhu ruang dengan 2 4 2 1 5 4 kemasan plastik 3 4 1 2 5 4 1 4 2 1 5 5 Dalam refrigerator tanpa 2 4 2 1 5 5 kemasan plastik 3 4 1 1 5 5 Dalam 1 4 2 1 3 6 refrigerator 2 4 2 1 4 6 dengan kemasan 3 4 2 1 4 6 plastik Sumber : Data Rekapan Tabel 5.2 pengamatan Penanganan Pasca Panen pada Selada Tekstur Warna Ulan Perlakuan Umur Simpan gan Awal Akhir Awal Akhir 1 4 2 1 3 5 Dalam suhu 2 4 1 1 4 5 ruang tanpa 4 kemasan plastik 3 4 2 1 4 1 Dalam suhu ruang dengan 2 kemasan plastik 3 Dalam 1 refrigerator 2 tanpa kemasan 3 plastik Dalam 1 refrigerator 2 dengan kemasan 3 plastik Sumber : Data Rekapan 6. Pembahasan
4 4 4 4 3
1 2 1 2 1
1 1 2 1 1
5 5 5 4 5
5 5 5 4 4
4
2
2
5
4
4 4
1 1
1 2
5 5
4 4
4
1
1
5
4
36
Sayuran merupakan sumber yang murah untuk protein penting dan nutrisi lainnya seperti: a. Vitamin, dimana vitamin merupakan substansi organic majemuk yang diperlukan untuk kesehatan dan efektif dalam jumlah yang kecil. b. Vitamin A, diperoleh dari banyak jenis sayuran yang berwarna merah dan kuning (seperti wortel dan labu siam ), terutama kaya akan karoten. c. Vitamin E dan vitamin K, kedua vitamin ini banyak terdapat dalam sayuran daunan dan pucuk tunas seperti bayam, kubis, selada dll. d. Vitamin C, hanpir semua sayuran mengandung vitamin C; tomat, cabe, kentag dan sayuran daunan yang hijau tua terutama, merupakan sumber yang kaya vitamin C. e. Vitamin B1 (thramin), B2 (Riboflavin), B6 (pridoksin), juga banyak dalam sayuran, terutama sayuran yang hijau tua dan kacang-kacangan (legum). Sayuran juga merupakan sumber utama mineral, beberapa mineral penting yang dipasok oleh sayuran, protein terdapat dalam sayuran kacangkacangan, sayuran daun. Sedangkan karbohidrat diperoleh dari sayuran umbi akar/tuber seperti, ubi kayu, kentang, ubi jalar , ubi talas dan jagung. Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar (Wills,1998).
37
Pengelolaan pasca panen untuk sayuran sangat diperlukan untuk menjaga dan mempertahankan kesegaran dan kandungan nutrisi pada sayuran. Pada praktikum ini dilakukan pengelolaan pasca panen sayuran dengan melakukan penyimpanan pada beberapa sayuran dengan perlakuan disimpan pada suhu ruang, disimpan dengan kemasan plastik pada suhu ruang, disimpan dengan kemasan plastik pada refrigerator, dan disimpan dalam refrigerator tanpa kemasan plastik. Sayuran yang digunakan pada praktikum ini adalah selada dan sawi hijau. Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa setelah dilakukan penyimpanan tekstur dan warna sayuran mengalami perubahan. Pada pengamatan tekstur sawi hijau disemua perlakuan mengalami perubahan tekstur, yang semula bertekstur keras menjadi bertekstur lunak setelah dilakukan penyimpanan. Pada pengamatan warna sawi hijau hampir semua perlakuan mengalami perubahan warna, yang semula hijau menjadi kuning hingga coklat, tetapi ada satu perlakuan yang warna sawi hijau masih hijau. Pada pengamatan tekstur selada disemua perlakuan mengalami perubahan tekstur, yang semula bertekstur keras menjadi bertekstur lunak setelah dilakukan penyimpanan. Pada pengamatan warna selada disemua perlakuan mengalami perubahan warna, yang semula hijau menjadi kuning kecoklatan hingga coklat. Penyimpanan selada dan sawi hijau pada suhu ruang tanpa kemasan, pada suhu ruang dengan kemasan plastik, dan pada refrigerator memberikan hasil yang berbeda. Pada penyimpanan suhu ruang tanpa kemasan dan dengan kemasan selada dan sawi hijau transpirasi dan respirasi pada sayuran tinggi. Hal ini ditunjukan dengan berubahnya tekstur buah dari keras menjadi lunak dan berubahnya warna dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Pada penyimpanan di refrigerator transpirasi dan respirasi lebih rendah karena suhu dingin dapat menghambat atau menurunkan laju transpirasi dan respirasi sehingga sayuran tidak cepat busuk dan umur simpannya lebih lama. Penyimpanan sawi hijau pada semua perlakuan hampir memberikan waktu simpan yang sama yaitu 4-6 hari. Penyimpanan
38
selada yang memberikan waktu simpan paling lama pada penyimpanan dalam refrigerator dengan kemasan plastik yaitu 6 hari dan yang paling pendek waktu simpannya pada penyimpanan pada suhu ruang dengan dan tanpa kemasan plastik yaitu 4 hari. Jadi untuk penyimpanan sayuran yang dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran sayuran pada penyimpanan suhu dingin agar laju transpirasi dan respirasi yang menyebabkan kualitasnya menjadi menurun dapat dihambat. O. KESIMPULAN 5. Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 5 ini antara lain: h. Pada penyimpanan sayuran semua mengalami perubahan tekstur dari keras menjadi lunak. i. Pada penyimpanan sayuran hampir semua mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kuning hingga coklat. j. Perubahan tekstur dan warna pada sayuran ini disebabkan sayuran masih mengalami proses metabolisme dan mengalami proses transpirasi dan respirasi yang menyebabkan sayuran kehilangan kesegaran. k. Penyimpanan sawi hijau pada semua perlakuan hampir memberikan waktu simpan yang sama yaitu 4-6 hari. l. Penyimpanan selada yang memberikan waktu simpan paling lama pada penyimpanan dalam refrigerator dengan kemasan plastik yaitu 6 hari dan yang paling pendek pada suhu ruang dengan dan tanpa kemasan plastik yaitu 4 hari. 6. Saran Pada praktikum Pengelolaan Pasca Panen ini sebaiknya untuk beberapa acara yang sekiranya pengerjaannya tidak membutuhkan waktu lama dan pengamatannya hampir sama sebaiknya langsung dilaksanakan dalam satu waktu sekalian saja sehingga lebih menghemat waktu. Selain itu praktikum sebaiknya dimulai tepat waktu sehingga praktikum juga dapat selesai tepat waktu.
39
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1976. Budidaya Tanaman Sawi. Kanisius. Yogyakarta. AAK. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Kansinus. Yogyakarta. Amanto, B. S. 2004. Pengaruh Kemasan dan Susunan terhadap Sifat Fisik Buah Mangga Golek selama Transportasi. Caraka Tani 19(1). Amiarsih, D., Sjaifullah, Yulianingsih. 1999. Komposisi Terbaik Untuk Larutan Perendam Bunga Anggrek Potong Dendrobium Sonia Deep Pink. J. Hort. 9(1):45-50. Batu, A. and A.K. Thompson. 1998. Effect of Modified Atmosphere Packaging on Post Harvest Qualities of Pink Tomatoes. Journal of Agriculture and Forestry 22(1998): 365-372 Dwijoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta. Hal 127 – 153 Imdad, H. P. an A. A. Nawangsih. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya. Jakarta. 148 hal. Kader, A.A. 1985. Quality Factors : Definition and Evaluation for Fresh Horticultural Crops. Division of Agriculture and Natural Resources. Cooperative Extension, University of California Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van Nostrand Reinhold, NY. Lakitan, B, 1995. Teori, Budidaya, dan Pascapanen. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal: 144 – 145 Linder, M.C. l992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemekaian Secara Klinis. UI Press. Jakarta. Liu, 1998. Developing practical methods and facilities for handling fruits in order to maintain quality and reduce losses. In Postharvest Handling of Tropical and Sub-tropical Fruit Crops. Muhajir, M. dan Dondy ASB. 1999. Pendinginan Awal dan Komposisi Larutan Perendam Pada Bunga Mawar Potong. J. Hort. 9(2):137-145. Palmer, J.K. (1981). The Banana. Dalam: Hulme, A.C. (Ed). The Biochemistry of Fruits and Their Product. Vol 2. Academic Press London and New York. Pantastico, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Penerbit UI. Jakarta Pantastico, Er. B., 1989. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruit and Vegetables. The Avi Publishing Company Inc. Westport, Connecticut. Rismunandar. 1991. Budidaya Bunga Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
40
Roseberg, H.R. 1992. Chemistry and Phisiology of The Vitamins. Interscience Publisher Inc. New York. Salunkhe, D.K., Bolin, H.R., Reddy, N.R. 2000. Storage, Processing, and Nutritional Quality of Fruits and Vegetables 2 nd edition volume 1 Fresh Fruit and Vegetables. CRC press, Florida Santoso, Bambang. 2006. Pasca Panen Tanaman Hias.UGM Press. UGM Press. Yogyakarta. Santoso. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Laboratorium Kimia Pangan Fakultas Pertanian Uwiga. Malang. Soekartawi. 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. UI Press. Jakarta. Susila, Anas. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor. Bogor.L.). J. Agrosains. 5(1) : 2 – 12. Tawali, A.B. dan Zainal. 2004. Perubahan Mutu Buah pada Berbagai Suhu Penyimpanan. J. Sains dan Teknologi. 4(2) : 72 – 82. Tranggono. 1989. Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan dan Gizi, UGM. Yogyakarta. Tirtosoekotjo, Moh S. 1996. Peranan Larutan Sukrosa Terhadap Kesegaran Bunga SelamaPenyimpanan Suhu Dingin. Jurnal Horti vol 6 (1) Wartoyo S.P., dan T. Wahyuti. 2003. Pengaruh Saat Panen dan Penyimpanan terhadap Umur Simpan dan Kualitas Mentimun Jepang (Cucumis sativus Wills, R.B.H., McGlasson, B., Graham, D., and Joice, D. 1998. Postharvest, An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit, Vegetables and Ornamentals. 4th Ed. The Univ. of New South Wales, Sydney. 22pp.