I.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah madu, salah satu wilayah yang berpotensi dalam pengembangan peternakan lebah madu adalah Kabupaten Purbalingga. Kabupaten Purbalingga termasuk wilayah Propinsi Jawa Tengah bagian barat daya, yang terletak pada posisi 101° 11’- 109° 35’ BT dan 7° 10’- 7° 29’ LS. Purbalingga memiliki iklim tropis dengan kelembaban relatif antara 74,6% sampai 87,6%, suhu udara di wilayah Kabupaten Purbalingga antara 26°C – 31°C dan curah hujan ratarata 3.720 mm. Kabupaten Purbalingga terletak ± 40 – 1.500 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Purbalingga memiliki topografi yang beraneka ragam yang meliputi dataran rendah, perbukitan dan gunung. Luas wilayah Purbalingga adalah 77. 764, 122 ha atau 777, 64 km2 (www.purbalinggakab.go.id). Purbalingga dengan perpaduan antara dataran rendah dan dataran tinggi, mempunyai alam yang indah dengan tanah yang subur untuk berbagai macam tanaman dan pengembangan agroindustri dan agrobisnis. Dengan kondisi alam yang mendukung, banyak penduduk sekitar Purbalingga yang memiliki usaha peternakan lebah madu. Peternak lebah madu di Kabupaten Purbalingga tersebar di desa-desa pada beberapa Kecamatan antara lain Kecamatan Bobotsari, Mrebet dan Karangreja. Di Kecamatan Bobotsari terdapat kelompok peternak lebah madu dengan nama “ Marsari” yang beranggotakan 15 orang dengan jumlah koloni lebah madu sebanyak 40 kotak. Seluruh anggota kelompok peternak lebah madu ini masih menjalankan budidaya secara tradisional namun demikian keterampilan dasar beternak lebah sudah dikuasai dengan baik (Pratiknyo dan Darsono, 2011).
2
Serangga merupakan agens penyerbuk yang sangat penting. Di lahan pertanian, serangga penyerbuk yang umum dijumpai adalah lebah madu dan bumble bees yang mengunjungi 20-30% spesies tanaman (Steffan-Dewenter & Tscharntke, 1999). Interaksi antara serangga penyerbuk dan tumbuhan berbunga merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Tumbuhan menyediakan sumber pakan yaitu serbuk sari dan nektar, tempat bereproduksi serta tumbuhan mendapat keuntungan yaitu terjadinya penyerbukan (Schoonhoven et al., 1998). Ketersediaan pakan pada bunga berkaitan dengan keanekaragaman serangga (Sedgley & Griffin, 1989). Salah satu faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan budidaya lebah madu adalah tersedianya pakan lebah (bee forage). Sumber pakan (bee forage) lebah madu adalah tanaman yang meliputi tanaman buah, tanaman sayuran, tanaman hias, tanaman pangan, tanaman hutan dan tanaman perkebunan. Bunga dari tanamantanaman tersebut mengandung nektar, polen, atau nektar dan polen yang sangat berpengaruh dalam produksi madu yang akan dihasilkan oleh lebah madu (Howes, 1979). Apis cerana adalah serangga sosial yang mempunyai susunan kasta. Kasta dalam koloni ini terdiri atas satu ratu sebagai betina, puluhan atau ratusan lebah jantan dan ribuan lebah pekerja. Pembagian kasta ini menunjukkan pembagian tugas yang jelas dalam koloni tersebut (Akratanakul, 2000). Berdasarkan umur lebah pekerja dibedakan menjadi dua yaitu lebah yang bekerja di dalam sarang dan lebah yang bekerja di luar sarang. Tugas utama lebah yang bekerja di luar sarang adalah mencari nektar dan polen. Berdasarkan tempat berlangsungnya aktivitas anggota koloni, dapat digolongkan atas dua fase yaitu tugas di dalam sarang pada separuh umurnya yang pertama dan tugas di luar sarang pada separuh umur berikutnya. Tugas di dalam sarang pada separuh umurnya yang pertama antara lain
3
membersihkan sel sarang (1-10 hari), merawat larva (3-9 hari), menerima nektar (314 hari), merawat ratu (6-13 hari), menutup sel madu (5-12 hari), menutup sel larva (7-13 hari), belajar terbang (4-16 hari), membangun sarang (6-18 hari), memadatkan polen (10-22 hari) dan membuang sampah (12-23 hari). Tugas di luar sarang pada separuh umur berikutnya adalah mengatur suhu udara (8-19 hari), menjaga koloni (14-23 hari) dan mencari pakan (18-25 hari) (Darmayanti, 2008).
Gambar 1. Apis cerana Sumber: (Schoonhoven et al, 1998)
Sarang suatu koloni lebah madu Apis cerana terdiri dari kepingan-kepingan lilin yang disebut sisiran sarang. Bahan lilin umumnya karbohidrat yang terbentuk di dalam tubuh lebah pekerja, yang akan diubah menjadi sejenis lemak atau minyak dengan bantuan panas tubuh lebah itu sendiri. Jumlah sisiran sarang pada setiap koloni dapat mencapai 6-12 keping sisir, tetapi umumnya antara 8-9 keping sisir. Sisir-sisir tersebut dibangun dari sisi atas ke arah bawah. Panjang dan lebar sisiran dan jumlah sel-sel pada suatu koloni bergantung pada jumlah anggota koloni dan persediaan makanan di alam. Sel-sel yang berbentuk hexagonal adalah tempat ratu meletakkan telur yang akan menjadi larva selanjutnya menjadi pupa (metamorfosis) kemudian menjadi imago, pada sel-sel lainnya diletakkan cadangan makanan dari lebah madu yaitu madu dan tepung sari (Siswowijoto, 1991). Luas total sisiran sarang dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu dalam dan luar koloni. Faktor dalam koloni yaitu jumlah Apis cerana pekerja sebagai penghasil malam lebah (wax) untuk
4
bahan membangun sisiran sarang, sedangkan faktor luar koloni yaitu ketersediaan sumber pakan di sekitar sarang. Apis cerana akan membangun sarang pada saat sumber nektar melimpah (Pratt, 1999)
Gambar 2. Sisiran sarang lebah madu Sumber: (Herbert, 1992)
Apis cerana membutuhkan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan air untuk kehidupan. Pakan tersebut penting untuk perkembangan koloni, perawatan ratu, peningkatan produksi telur dan cadangan pakan untuk musim tidak berbunga. Sumber karbohidrat diperoleh dari nektar, sedangkan protein diperoleh dari polen (Herbert, 1992). Karbohidrat digunakan untuk tumbuh, berkembang biak, energi untuk terbang dan memelihara kehangatan suhu tubuh dan koloni (Winston, 1987). Lebah pekerja memperlihatkan suatu pola dalam mencari pakan baik mencari nektar atau polen. Lebah pekerja diketahui 28% mencari polen dan sisanya mencari nektar dan air (Kevan, 1995). Apis cerana pekerja mengumpulkan polen dengan menggunakan hampir semua bagian permukaan tubuh terutama thorax. Ribuan sampai jutaan butiran polen akan menempel pada permukaan tubuh, selanjutnya dibersihkan dengan rambutrambut yang ada pada tungkai dan masuk ke dalam keranjang khusus yang disebut corbicula (keranjang polen) yang terdapat pada tungkai belakang lebah madu. Kemampuan lebah pekerja untuk mengangkat polen tergantung pada ukuran polen dan ukuran tubuh individu tersebut (Shuel, 1992).
5
Gambar 3. Apis cerana dalam mencari pakan Sumber: (Shuel, 1992)
Apis cerana pekerja dalam mencari pakan cenderung memilih yang terdekat dari sarang. Lebah pekerja yang keluar mencari pakan, ada yang khusus mencari nektar, polen atau keduanya. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap lebih dari 13.000 individu pekerja yang keluar mencari pakan didapatkan hasil bahwa hanya 25% yang mencari polen, 58% mencari nektar dan 17% yang membawa polen dan nektar (Gary, 1992). Setiap koloni lebah mengkonsumsi sekitar 20 kg serbuk sari dan 60 kg nektar setiap tahunnya. Berdasarkan teori pencarian pakan optimum (optimal foraging theory), serangga mengumpulkan sebanyak mungkin makanan dengan energi dan waktu seminimal mungkin. Pencarian pakan dilakukan oleh lebah madu pekerja untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anggota yang berjumlah sekitar 10-50 ribu individu. Pencarian pakan pada lebah madu cenderung menunjukkan adanya flower constancy, yaitu cenderung mengunjungi bunga dari tanaman dalam satu spesies dalam setiap perjalanan (Schoonhoven et al., 1998). Frekuensi kunjungan serangga penyerbuk dapat dipelajari dari jumlah bunga yang dikunjungi per satuan waktu, lama kunjungan per bunga, dan total kunjungan pada tanaman (Dafni, 1992). Lebah madu akan mulai aktivitas pada pagi hari (intensitas cahaya masih rendah) dan berhenti menjelang senja (Faheem et al, 2004). Jumlah kunjungan lebah madu berhubungan dengan ukuran tubuhnya (Raw, 2000).
6
Perilaku pencarian pakan pada lebah madu dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas nutrisi, termasuk gula, asam amino dan air (Stone, 1994) dan kondisi iklim mikro (Bosch & Kemp, 2002). Preferensi lebah madu dalam menentukan kualitas serbuk sari ditentukan oleh warna dan aromanya. Berdasarkan pembelajaran terhadap warna dan aroma, lebah madu dapat menentukan kualitas makanannya (Cook et al., 2003). Aktivitas pencarian pakan pada Apis cerana juga dipengaruhi oleh faktorfaktor lingkungan antara lain adalah ketinggian, temperatur udara, intensitas cahaya, kelembaban udara, kecepatan angin dan curah hujan. Lebah madu mampu melakukan aktivitas mencari pakan pada suhu kisaran 26-34˚C dengan jarak tempuh 2-3 km (Amano et al., 2000). Temperatur dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap aktivitas lebah madu mencari pakan. Temperatur lingkungan yang tidak sesuai dapat mengakibatkan lebah untuk hijrah mencari tempat yang lebih nyaman. Hal ini mungkin karena perubahan suhu udara di dalam dan di luar berhubungan dengan perilaku Apis cerana dalam mencari pakan (Winston, 1987). Kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan kadar gula dalam nektar menjadi tinggi sehingga tidak mungkin dapat dihisap oleh lebah pekerja, dan hal ini akan mempersulit koloni lebah dalam mencari pakan (Siswowijoto, 1991). Pola arah terbang lebah akan menentukan perpindahan lebah dari satu bunga ke bunga yang lain. Lebah juga mempunyai kemampuan untuk mengingat sumber pakannya. Lebah mengumpulkan nektar dan serbuk sari dari bunga sedangkan lalat dan semut hanya mengambil nektar (Raju & Ezradanam, 2002). Lebah menginformasikan lokasi keberadaan sumber pakan kepada lebah yang lain dengan tarian berbentuk lingkaran (round dance) dan tarian berbentuk angka delapan (waggle dance). Tarian berbentuk lingkaran (round dance) berisi informasi sumber
7
pakan yang dekat dengan sarang, sedangkan tarian berbentuk angka delapan (waggle dance) berisi informasi tentang jarak, arah dan ketersediaan pakan. Lebah madu (Trigona sp., Apis cerana) melakukan aktivitasnya mencari pakan berupa polen, nektar dan propolis (Schoonhoven et al., 1998). Sejauh yang peneliti ketahui, belum ada penelitian tentang perbedaan aktivitas membawa polen pada stup dengan jumlah sisiran sarang yang berbeda dan tentang perbedaan aktivitas membawa polen pada pagi dan sore hari di Desa Dagan, Purbalingga. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan: 1.
Apakah berbeda aktivitas membawa polen pada stup dengan jumlah sisiran sarang yang berbeda.
2.
Apakah berbeda aktivitas membawa polen pada pagi dan sore hari. Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka dilakukan penelitian dengan
tujuan : 1.
Membedakan aktivitas membawa polen pada stup dengan jumlah sisiran sarang yang berbeda.
2.
Membedakan aktivitas membawa polen pada pagi dan sore hari.