BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10°LU dan 10°LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000 mm/tahun (Vickery, 1984; dalam Indriyanto, 2006). Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki hutan hujan tropis terluas ketiga setelah Brazil dan Republik Kongo (Wirendro dkk., 2011). Kalimantan merupakan salah satu pulau yang memiliki hutan alam tropika yang cukup luas. Pada tahun 2009 luas tutupan hutan di Pulau Kalimantan sekitar 31,02% dari luas total hutan di Indonesia dan menduduki peringkat kedua setelah Pulau Papua (Wirendro dkk., 2011). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1970, hutan alam tropika di Indonesia dapat dimanfaatkan dengan sistem konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sebagai pelaksanaan dari adanya Undang-undang No. 5 Tahun 1967. Berdasarkan data Dirjen Bina Produksi Kehutanan tahun 2009, jumlah HPH sampai tanggal 28 Februari 2009 sebanyak 308 unit termasuk yang ada di Pulau Kalimantan. PT. Narkata Rimba merupakan salah satu HPH yang areal konsesinya berada di Kalimantan Timur yang telah beroperasi setelah 1990 berdasarkan Surat Keputusan HPH No. 141/Kpts-II/1989 tanggal 28 Maret 1989, addendum No. 663/Kpts-II/1990 tanggal 13 Oktober 1990 dengan masa ijin 20 tahun pada areal 1
seluas 68.000 Ha, kemudian memperoleh ijin perpanjangan IUPHHK periode kedua berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. SK.278/MENHUT-II/2008 dengan jangka waktu 45 tahun pada areal seluas 41.450 Ha.
Status kawasan hutan dalam
areal konsesi PT. Narkata Rimba adalah hutan produksi terbatas (HPT). Hutan Produksi Terbatas (HPT) dialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah karena umumnya berada di wilayah pegunungan atau wilayah berlereng curam yang dapat menyulitkan kegiatan pemanenan seperti misalnya di wilayah hulu suatu DAS. Dalam RKT 2012, PT. Narkata Rimba telah melakukan kegiatan pemanenan dengan sistem tebang pilih pada Blok RKT 2012.
Dengan adanya kegiatan
pemanenan tersebut dapat mengurangi luas penutupan hutan dan luas penutupan tajuk hutan sehingga kondisi tegakan hutan akan berubah setelah adanya kegiatan tersebut. Sementara itu, areal hutan PT. Narkata Rimba berada pada DAS Telen hulu. Menurut Asdak (2010), ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS antara lain dari segi fungsi tata air.
Aktivitas pembalakan hutan atau deforestasi yang
dilakukan di daerah hulu DAS, dalam luasan tertentu, dapat menimbulkan dampak berupa peningkatan debit aliran dalam sistem aliran sungai. Debit merupakan salah satu output dari sebuah ekosistem DAS, dimana curah hujan merupakan input dan vegetasi, tanah serta sungai sebagai prosesor. Kegiatan pemanenan yang dilakukan di daerah hulu DAS dapat memberikan dampak terhadap perubahan tata air. 2
Sebagai input dari ekosistem DAS, curah hujan di areal kerja PT. Narkata Rimba tergolong tinggi. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, areal kerja PT. Narkata Rimba termasuk tipe iklim A (sangat basah). Berdasarkan laporan curah hujan tahunan PT. Narkata Rimba tahun 2012, curah hujan tahunan mencapai 3723 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 231 hari hujan per tahun. PT. Narkata Rimba juga memiliki areal tegakan benih yang merupakan salah satu areal tidak produktif sehingga pada areal tersebut tidak digunakan untuk kegiatan produksi tetapi sebagai kawasan konservasi genetik dan sumber benih. Kondisi hutan daerah tangkapan air di areal tegakan benih masih baik dan tidak ada gangguan akibat aktivitas pemanenan, berbeda dengan kondisi hutan daerah tangkapan air di areal bekas tebangan. Dengan demikian perlu diketahui hubungan antara tingginya curah hujan terhadap dampak perubahan tata air pada DAS Telen hulu akibat kegiatan pemanenan dalam bentuk perubahan debit aliran pada aliran sungai sebagai output dari sistem DAS. Selain itu, perlu diketahui juga hubungan antara tingginya curah hujan terhadap debit aliran dalam aliran sungai di DAS Telen hulu pada daerah tangkapan air lain yang tutupannya berupa kawasan tidak produktif yaitu areal tegakan benih untuk mengetahui perbedaan kondisi debit aliran pada kedua areal tersebut.
3
1.2.Permasalahan PT. Narkata Rimba merupakan salah satu pemegang konsesi pemanfaatan hutan alam tropika di Kalimantan Timur. PT. Narkata Rimba termasuk dalam kelompok Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang berada di wilayah DAS Telen hulu. Dalam RKT 2012, PT. Narkata Rimba melakukan kegiatan pemanenan dengan sistem tebang pilih. Padahal, ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS antara lain dari segi fungsi tata air.
Aktivitas pembalakan hutan atau
deforestasi yang dilakukan di daerah hulu DAS, dalam luasan tertentu, dapat menimbulkan dampak berupa peningkatan debit aliran dalam sistem aliran sungai. Sementara itu, curah hujan di areal kerja PT. Narkata Rimba tergolong tinggi. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, areal kerja PT. Narkata Rimba termasuk tipe iklim A (sangat basah) dan berdasarkan laporan curah hujan tahunan PT. Narkata Rimba tahun 2012, curah hujan tahunan mencapai 3723 mm.
1.3.Tujuan Penelitian a. Mengetahui hubungan antara tebal hujan dengan debit aliran rata-rata harian pada areal bekas tebangan. b. Mengetahui hubungan antara tebal hujan dengan debit puncak harian pada areal bekas tebangan. c. Mengetahui hubungan antara tebal hujan dengan debit aliran rata-rata harian pada areal tegakan benih. 4
d. Mengetahui hubungan antara tebal hujan dengan debit puncak harian pada areal tegakan benih.
1.4.Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai debit aliran sebagai ouput sistem DAS dari masukan berupa curah hujan yang dapat digunakan untuk mengetahui respon DAS terhadap kegiatan pemanenan hutan. Dari penelitian ini juga akan memberikan informasi mengenai hubungan antara tebal hujan dengan debit aliran rata-rata harian dan debit puncak harian pada areal bekas tebangan petak 1404 Blok RKT 2012 dan areal tegakan benih yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan hutan.
5