I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dijadikan sebagai penopang sektor industri dan jasa dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional pada masa sebelum reformasi. Walaupun dalam masa krisis sampai saat ini, sektor pertanian masih mampu mencapai pertumbuhan positif, namun sektor-sektor lainnya mengalami pertumbuhan negatif. Hal tersebut nampak dalam tahun 1998 nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian sebesar + 0,81 persen (BPS. 2000). Dengan demikian pertanian seharusnya merupakan sektor andalan dalam pembangunan nasional. Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999-2004 dinyatakan bahwa pembangunan pertanian lima tahun ke depan difokuskan pada peningkatan taraf hidup dan pendapatan petani, meningkatkan ketahanan pangan, dan pemulihan ekonomi sehingga tercipta kesempatan kerja produktif dan kesempatan berusaha yang berdaya saing tinggi. Arah pembangunan pertanian di atas tidak mungkin tercapai apabila masih menggunakan paradigma lama, yang mengidentikkan pembangunan pertanian dengan pengembangan budidaya semata. Pembangunan pertanian ke depan harus berwawasan agribisnis, sehingga pandangan bahwa pertanian hanya sebagai kegiatan budidaya akan terhapus. Pembangunan pertanian harus dipandang bukan sebagai pembangunan parsial dalam pengembangan komoditas, tetapi dalam implikasinya sangat terkait dengan pembangunan wilayah, khususnya pedesaan.
Pengembangan agribisnis di masa datang menghadapi berbagai tantangan yang semakin berat dan kompleks. Penyusutan ketersediaan lahan subur di Pulau Jawa akibat pertambahan penduduk dan pengembangan industri, menjadikan pilihan terhadap lahan di luar Pulau Jawa semakin strategis dalam pembangunan pertanian. Salah satunya di wilayah Propinsi Sumatera Selatan. Menurut Gumbira-Sa’id dan Intan (2001), kemajuan agribisnis sangat tergantung
dari
kekuatan
dan
kemauan
seluruh
masyarakat
untuk
mengembangkan komoditas unggulan dalam rangka meningkatkan pendapatan para petani. Peran masyarakat agribisnis Indonesia dalam persaingan pasar dunia masih sangat kurang. Oleh karena itu, upaya dan kemauan masyarakat pertanian dalam pengembangan agribisnis sangat diperlukan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pengembangan agribisnis akan sulit berhasil bila hanya berupa pengembangan budidaya suatu komoditas, tetapi tidak disertai dengan pengembangan dan penyiapan sistem pemasarannya. Pengembangan agribisnis akan efektif dan efisien bila disertai dengan pengembangan subsistem-subsistem lainnya, seperti pengolahan hasil dan pemasaran. Ubi jalar merupakan salah satu penghasil karbohidrat yang potensial dan dapat digunakan sebagai sumber pangan alternatif, pakan dan bahan industri. Kandungan gizi ubi jalar adalah karbohidrat (pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin), protein, lemak, beta karoten dan mineral. Tanaman tersebut memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan. Menurut Heriyanto, et. al. dalam Gumbira-Sa’id (2003), nilai tambah dari ubi jalar dapat diperoleh dengan cara pengolahan ubi jalar segar menjadi tepung, jam, gula permen, obat-obatan, cuka, manisan kering, kecap, french fries, lem, kain sintetis, dan pakan ternak.
2
Berdasarkan data BPS (2001), produksi, luas panen dan produktivitas ubi jalar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi, luas panen dan produktivitas ubi jalar Indonesia Pulau/Propinsi A. Jawa Jawa Barat Jawa Tengah DI.Yogyakarta Jawa Timur Banten B. Luar Jawa Sumatera Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Total
Produksi (000 Ton) 683 311 131 7 189 45 1.060 311 217 77 147 308
Luas Panen (000 Ha) 60 28 11 17 4 115 33 23 9 17 33
Produktivitas (Ton/Ha) 11,38 11,10 11,90 11,11 11,25 9,28 9,42 9,43 8,55 8,65 9,33
1.743
175
10,33
Sumber : Badan Pusat Statistik (2001)
Dari data di atas diketahui bahwa produksi ubi jalar Provinsi Jawa Barat sama dengan produksi pulau Sumatera, padahal Pulau Sumatera (473.600 km2) sebelas kali lebih luas dari wilayah Provinsi Jawa Barat (43.177,22 km2). Bila ditelaah ketersediaan lahan, Pulau Sumatera memiliki potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ubi jalar. Di Indonesia, perusahaan yang berbasis agroindustri ubi jalar masih sangat sedikit. Untuk perusahaan yang berorientasi ekspor telah mengalami peningkatan, diantaranya perusahaan yang mengolah ubi jalar menjadi produk setengah jadi seperti produk pasta dan produk ubi jalar beku (Utami, 1999). Menurut Sihombing (2002) dan Siregar (2003), perusahaan besar yang bergerak di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran ubi jalar adalah PT. Tunas Prospecta Agritama (Jawa Tengah), PT. Toyota Bio Indonesia (Lampung), PT. Galih
3
Estetika
(Jawa
Barat),
PT.
Agro
Indo
Pratama
(Jawa
Tengah)
dan
PT. Agromakmur (Jawa Barat). Perusahaan pengolahan ubi jalar lainnya adalah PT. Sun Yasai yang berlokasi di Lembang Jawa Barat, dimana pasokan bahan baku ubi jalarnya diperoleh dari hubungan kemitraan dengan para petani ubi jalar di daerah Kuningan dan Majalengka. Selama ini masyarakat menganggap ubi jalar merupakan makanan pengganti atau tambahan dan hanya biasa dikonsumsi oleh masyarakat kelas bawah dan diolah secara sederhana. Menurut Suriawiria (2002), di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, ubi jalar sudah dimanfaatkan untuk produkproduk olahan modern seperti french fries ubi jalar sampai bahan baku industri besar untuk pembuatan gula cair (fruktosa) dan alkohol. Negara-negara tujuan ekspor ubi jalar Indonesia antara lain Singapura, Belanda, Amerika Serikat, Jepang dan Malaysia. Pada tahun 1981-1990 Indonesia mengekspor ubi jalar sebanyak 426,197 ton atau senilai US$ 144.862, tahun 1991 sebanyak 904.024 ton atau senilai US$ 191.375, dan tahun 1993 sebanyak 7.726.712 ton atau senilai US$ 1.122.307 (Suprapti, 2003). Perkembangan ekspor ubi jalar Indonesia dari tahun 1994 – 2000 mengalami fluktuasi, mulai dari 4.143 ton pada tahun 1994 menjadi 7.429 ton pada tahun 2000 seperti tercantum pada Tabel 2. Volume ekspor tertinggi dicapai pada tahun 1997, yaitu 10.082 ton, sedangkan volume ekspor ubi jalar yang terendah adalah pada tahun 1996 yaitu 2.813 ton. Menurut Economic Research Service/USDA (2003), impor Amerika Serikat untuk produk ubi jalar beku cukup tinggi. Pada empat tahun terakhir diketahui bahwa impornya pada tahun 1999 adalah 15,95, tahun 2000 sebanyak 142,95 ton, tahun 2001 sebanyak 61,9 ton, dan tahun 2002 sebanyak 74,05 ton. Menurut
4
Ganda (1999), hingga bulan Pebruari 1999, diperlukan 6.000 ton ubi jalar goreng beku untuk ekspor. Jumlah tersebut baru terpenuhi dua persen, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan 25.000 ton per tahun ubi jalar segar sebagai bahan bakunya. Menurut Nur (2000), saat ini pasar ekspor menunjukkan tren positif, dan pasar ubi jalar dalam negeri juga mulai meningkat. Lebih lanjut Nur (2000) menyatakan bahwa PT. Tunas Prospectra hanya mampu memasok sebanyak 500 - 600 ton per tahun, sedangkan permintaan pasar ekspor volumenya mencapai 8.000 ton ubi jalar beku per tahun. Di Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Australia dan Republik Rakyat Cina, french fries ubi jalar merupakan salah satu menu hidangan di restoran-restoran terkemuka. Tabel 2. Perkembangan Ekspor Ubi Jalar Indonesia (1994 – 2000)
Tahun
Ekspor Volume (ton)
Nilai (USD 000)
1994
4.143
850
1995
4.576
881
1996
2.813
768
1997
10.082
1.892
1998
5.898
851
1999
6.758
1.545
2000
7.429
1.888
Sumber : FAOSTAT (2002)
Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan yang mempunyai potensi untuk pengembangan pertanian tanaman pangan. Kabupaten Musi Banyuasin memiliki wilayah seluas 14.265,96 km2 atau 1.426.596 ha, dimana tersedia sumber daya alam dan lahan yang belum sepenuhnya dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Visi Dinas Pertanian dan Peternakan (Distannak) Kabupaten Musi Banyuasin adalah 5
“terwujudnya pertanian yang modern, tangguh dan efisien menuju masyarakat yang sejahtera”. Misinya adalah optimasi pemanfaatan sumberdaya domestik (lahan, air, plasma nutfah, tenaga kerja, modal dan teknologi); perluasan spektrum pembangunan
pertanian
dan
peternakan
melalui
diversifikasi
teknologi
sumberdaya produksi dan konsumsi; penerapan rekayasa teknologi pertanian spesifikasi lokasi; dan peningkatan efisiensi sistem agribisnis untuk peningkatan produksi pertanian dan kandungan iptek serta berdaya saing tinggi, sehingga memberikan peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat konsumen secara berimbang. Dari Laporan Tahunan Distannak Muba (2003), diketahui bahwa produktivitas ubi jalar di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2002 adalah 8,87 ton per hektar, dimana produksi ubi jalarnya adalah 3.564,88 ton dengan luas panen sebesar 402 hektar. Produktivitas ubi jalar tersebut dapat ditingkatkan, karena menurut Najiyati dan Danarti (1999), potensi hasil tanaman ubi jalar adalah 25 ton – 35 ton per hektar. Varietas unggul ubi jalar yang dianjurkan antara lain adalah Daya, Prambanan, Borobudur, Mendut dan Kalasan. Varietas unggul hasil persilangan yang memberikan hasil di atas 20 ton per hektar di lahan kering beriklim basah antara lain Tw/395-6, Lapis 27, Tis 5125-59, Lapis 30 dan Ciceh 35 (Saleh dan William, 1993). Peningkatan produktivitas tanaman ubi jalar dapat dilakukan dengan cara memperbaiki sistem budidaya dan varietasnya. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara minimum dengan pembuatan guludan langsung dan pembumbunan yang dapat meningkatkan hasil panen ubi jalar (Noor, 1994).
6
Dari Laporan Tahunan Distannak Muba (2003), diketahui bahwa berdasarkan tipe penggunaan lahan, Kabupaten Musi Banyuasin memiliki lahan pertanian bukan sawah seluas 1.036.478,5 hektar.
Dari luasan tersebut, ada
36.706 hektar lahan dengan status sementara tidak diusahakan (STD). Lahan di atas dapat dimanfaatkan dalam rangka upaya pengembangan ubi jalar dan industri pengolahannya.
Selain potensi lahan, ketersediaan angkatan kerja pertanian
Kabupaten Musi Banyuasin adalah 26.421 kepala keluarga (kk) atau 132.105 jiwa. Menurut Najiyati dan Danarti (1999), lahan yang dapat ditanami ubi jalar sebaiknya terletak pada ketinggian 0,5 – 500 m di atas permukaan laut (dpl), tekstur tanah gembur dan kaya bahan organik, pH 4,5 – 7,5 dan memiliki cukup air
terutama
pada
saat
umur
tanaman
masih
mudah.
Di
dalam
Warintek.progressio.or.id dinyatakan bahwa ubi jalar cocok ditanam di daerah yang mendapatkan sinar matahari 11-12 jam per hari, dengan curah hujan 500-5000 mm per tahun. Menurut Hasbullah (2001) dan Fendy (1995), ubi jalar termasuk tanaman yang dapat dikembangkan pada tanah yang kurang subur. Di Kabupaten Musi Banyuasin dengan ketinggian antara 7-15 m dpl dengan curah hujan per tahun (dari tahun 1998-2002) rata-rata 2.033,49 mm per tahun, dan potensi lahan sementara tidak diusahakan seluas 36.706 hektar, merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman ubi jalar secara intensif. Kebun ubi jalar yang telah ada seluas 402 Ha pada tahun 2002. Upaya pengembangan memerlukan analisa penentukan lokasi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ubi jalar. Analisa tersebut berdasarkan sumberdaya lahan, sumberdaya manusia (petani) dan infrastruktur yang tersedia. Selanjutnya dalam rangka memacu keinginan petani untuk berusahatani ubi jalar dan memberikan
7
nilai tambah yang lebih tinggi terhadap komoditas tersebut, serta pemanfaatan peluang pasar ekspor ubi jalar beku, maka perlu diupayakan pengembangan industri pengolahan ubi jalar, yang salah satunya adalah pabrik frozen french fries ubi jalar. Dalam upaya tersebut diperlukan analisis kelayakan proyek pembangunan pabrik frozen french fries ubi jalar di Kabupaten Musi Banyuasin dari aspek pemasaran, aspek
SDM, aspek teknis dan teknologis, dan aspek
finansial.
1.2. Identifikasi Masalah Masalah-masalah yang dapat diidentifikasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mewujudkan Visi dan Misi pembangunan pertanian di Kabupaten Musi Banyuasin, perlu dilakukan pemanfaatan sumberdaya daerah, terutama sumberdaya lahan, sumberdaya manusia (tenaga kerja) dan infrastruktur yang tersedia secara optimal yang dapat meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat. 2. Perlu dilakukan analisis penentuan lokasi pengembangan dan upaya peningkatan produksi komoditas ubi jalar di Kabupaten Musi Banyuasin berdasarkan kesesuaian sumberdaya daerah yang tersedia. 3. Untuk mengembangkan agroindustri berbasis ubi jalar dan pemanfaatan peluang pasar ekspor, maka perlu dianalisa kelayakan proyek pembangunan satu unit pabrik frozen french fries ubi jalar di Kabupaten Musi Banyuasin.
8
1.3. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada analisa penentuan lokasi pengembangan dan upaya peningkatan produksi komoditas ubi jalar dengan memanfaatkan sumberdaya lahan, sumberdaya manusia, dan infrastruktur yang tersedia. Studi kelayakan proyek pembangunan pabrik frozen french fries ubi jalar meliputi aspek pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek SDM, dan aspek finansial. Dalam penelitian ini juga akan dilakukan analisa penentuan lokasi pendirian pabrik. Hal-hal yang berhubungan dengan membuka atau memproduktifkan lahan dan status lahan serta teknik budidaya ubi jalar di lapangan akan ditindak lanjuti oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Musi Banyuasin. Permasalahan yang berkaitan dengan pasca panen dan pengolahan hasil, akan menjadi tanggung jawab pihak pabrik atau investor, yang merupakan pembeli utama bagi ubi jalar hasil panen para petani di daerah yang dijadikan sentra-sentra ubi jalar maupun para petani di sekitar pabrik.
1.4. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan agroindustri berbasis ubi jalar sebagai bagian dari upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat.
1.5. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengembangan agroindustri ubi jalar di Kabupaten Musi Banyuasin. Tujuan penelitian secara rinci adalah sebagai berikut.
9
1.
Menganalisa penentuan lokasi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas ubi jalar dan upaya peningkatan produksi ubi jalar, serta penentuan lokasi pembangunan pabrik frozen french fries ubi jalar, di Kabupaten Musi Banyuasin.
2.
Menganalisa kelayakan usaha pembangunan pabrik frozen french fries ubi jalar dalam rangka pengembangan agroindustri berbasis ubi jalar Kabupaten Musi Banyuasin.
10
Untuk Selengkapnya Tersedia Di Perpustakaan MBMB-IPB