I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) merupakan elemen yang paling penting dalam organisasi, karena kinerja organisasi sangat ditentukan oleh manusia yang menggerakkan organisasi tersebut. Merekalah yang membuat tujuan-tujuan inovasi dan pencapaian tujuan dalam organisasi tanpa mengabaikan perlengkapan dan asset finansial. Misalnya, mereka merancang dan menghasilkan barang dan jasa, mengendalikan mutu, memasarkan produk-produk, mengalokasikan sumber daya finansial serta menetapkan keseluruhan strategi dan tujuan organisasi (Simamora, 1999). SDM tidak saja dipandang sebagai unsur produksi, tetapi juga sebagai manusia yang memiliki emosi dan kepribadian aktif yang dapat digunakan untuk menggerakkan organisasi (Mangkuprawira, 2004). Oleh sebab itu, sumber daya manusia memerlukan perhatian serius, baik dalam organisasi privat (swasta) maupun publik. Kinerja organisasi pemerintah, yang merupakan salah satu organisasi publik, sangat penting yakni berkaitan dengan kesan (image) pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada publik dan efisiensi manajemen pemerintahan. Kinerja organisasi pemerintah yang baik akan mendorong tingkat kepercayaan yang lebih besar dari masyarakat (Yang dan Holzer, 2006). Berbagai usaha telah banyak ditempuh oleh para manajer organisasi pemerintah
untuk
meningkatkan
kinerja,
salah
satunya
dengan
sistem
pendayagunaan SDM aparatur. Sistem ini merupakan rangkaian proses kegiatan manajemen SDM dengan subjek PNS (Pegawai Negeri Sipil) selaku aparatur negara yang dimulai dari penyusunan perencanaan strategis (renstra) organisasi,
perencanaan dan penetapan formasi pegawai, pembuatan job design dan job description (termasuk di dalamnya penentuan beban kerja), rekruitmen, penyusunan pola karir, pengembangan dan penilaian kinerja pegawai. Masih kurang bagusnya kinerja PNS saat ini sangat dipengaruhi oleh ketidaksesuaian manajemen SDM (dalam proses rekruitmen, penyusunan pola karir dan pengukuran beban kerja) yang diterapkan pada sistem pendayagunaan aparatur (Sulistyo dalam http://www.stialan.ac.id/Agustinus.pdf) Menyadari tuntutan dan persepsi masyarakat yang berkembang, upaya pembenahan kinerja pegawai pemerintahan harus menjadi prioritas utama dalam perubahan dan pembaharuan manajemen pemerintahan. Dengan pembenahan ini akan diperoleh sistem penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Pada akhirnya diharapkan pelayanan publik yang berkualitas prima dan memenuhi harapan masyarakat secara umum dapat terwujud. Kinerja pegawai pemerintah selalu menjadi menarik untuk dibahas, terutama yang menyangkut kualitas kinerjanya. Pada umumnya kajian terhadap kinerja pegawai pemerintah dihubungkan dengan motivasi kerja (Yusdiana, 1999; Subartini, 2005), budaya kerja (Marsudi, 2006), dari sudut pandang produktivitas. Dari kajian-kajian yang telah dilakukan sebelumnya, belum banyak pembahasan mengenai motivasi dalam memberikan pelayanan kepada publik sebagai salah satu ciri khas pegawai pemerintah dikaitkan dengan kinerja. Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah sendiri untuk dapat meningkatkan kinerja pegawai ternyata juga tidak membawa hasil maksimal bagi peningkatan kinerja, seperti penetapan cuti bersama hari kerja efektif di antara dua hari libur (Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 357 Tahun 2003, Kep-191/Men/2003, dan 03/SKB/M.PAN/2003 tentang Hari-hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2004) yang pada akhirnya dicabut pada tahun 2008. Salah satu organisasi pemerintah yang saat ini banyak mendapatkan sorotan kinerjanya adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Memang, selain diberikan mandat
untuk
mencapai
target
penerimaan
pajak
dalam
menunjang
penyelenggaraan Negara, DJP harus memberikan pelayanan kepada wajib pajak (WP). WP akan merasakan langsung bagaimana pelayanan para fiskus kepada mereka. Kinerja DJP sebagai salah satu organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan sangat ditentukan unit-unit organisasi di bawahnya, yang semuanya ditentukan oleh kinerja seluruh pegawai DJP sendiri. DJP telah mulai berbenah menerapkan sistem administrasi perpajakan modern mulai tahun 2002 yang ditandai dengan dibentuknya 2 kantor pelayanan pajak (KPP) LTO (Large Taxpayers Office) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 65/KMK.01/2002 yang kemudian disebut KPP WP Besar yang berdomisili di Jakarta dengan jumlah masing-masing WP sebanyak 300 WP Badan terbesar di seluruh Indonesia dan hanya mengadminstrasikan jenis Pajak PPh dan PPN. Salah satu wujud perubahan sistem modern tersebut adalah reformasi birokrasi berupa peningkatan remunerasi bagi pegawai yang merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan kinerja pegawai. Berdasarkan data pada DJP Kantor Wilayah Jawa Barat II, dari 17 KPP hanya 8 KPP yang memenuhi target penerimaan pajak tahun 2010 (Modul
Penerimaan Negara, 2011). Hal ini menunjukkan salah satu indikasi bahwa pencapaian kinerja KPP masih belum optiomal. Dengan visi “Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi” DJP menetapkan misi: “Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien” (http://www.pajak.go.id)). Karakteristik utama penerapan sistem administrasi perpajakan modern adalah adanya Account Representative (AR) pada unit kantor pelayanan pajak (KPP) modern. AR melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan, pengawasan dan konsultasi. Kinerja AR yang optimal memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap kinerja KPP, yang selanjutnya berkontribusi pada kinerja DJP secara keseluruhan. Kinerja pegawai pemerintah sangat dipengaruhi oleh motivasi yang bukan hanya diukur secara finansial, tetapi ada yang lebih bersifat intrinsik. Salah satu faktor instrinsik adalah motivasi melayani publik atau public service motivation (PSM) yang baik langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kinerja. Pegawai pemerintah dengan motivasi melayani publik tinggi cenderung memiliki kepuasan kerja yang tinggi; yang pada akhirnya berkinerja tinggi. Pegawai dengan motivasi melayani publik tinggi juga diharapkan memiliki komitmen kepada organisasi yang tinggi; cenderung memiliki kepuasan kerja yang tinggi, dan pada akhirnya berkinerja tinggi (Xiaohua, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan identifikasi dan dianalisis pengaruh faktor motivasi melayani publik terhadap kinerja AR baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui komitmen kepada organisasi dan kepuasan kerja. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dirumuskan kebijakan program peningkatan kinerja sumber daya manusia pada umumnya dan AR pada khususnya pada DJP dengan memanfaatkan hubungan faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh motivasi melayani publik terhadap kinerja AR pada kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana persepsi AR mengenai motivasi melayani publik, komitmen kepada organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja pegawai? b. Apakah terdapat pengaruh motivasi melayani publik terhadap kinerja AR, motivasi melayani publik terhadap kepuasan kerja AR, motivasi melayani publik terhadap komitmen kepada organisasi AR, komitmen kepada organisasi terhadap kepuasan kerja AR, komitmen kepada organisasi terhadap kinerja AR, dan kepuasan kerja terhadap kinerja AR? c. Berdasarkan faktor-faktor motivasi melayani publik, strategi apa saja yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja AR?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
a. Menganalisis persepsi AR mengenai motivasi melayani publik, komitmen kepada organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja pegawai; b. Menganalisis pengaruh faktor motivasi melayani publik terhadap kinerja AR, motivasi melayani publik terhadap kepuasan kerja AR, motivasi melayani publik terhadap komitmen kepada organisasi AR, komitmen kepada organisasi terhadap kepuasan kerja AR, komitmen kepada organisasi terhadap kinerja AR, dan kepuasan kerja terhadap kinerja AR; c. Merumuskan kebijakan/strategi yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja AR berdasarkan faktor motivasi melayani publik.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB